BAB I PENDAHULUAN. atau tidak kepada investor (Ullah, Shah, dan Hasnain, 2011). Bagian laba

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebijakan dividen merupakan salah satu bagian keputusan pendanaan yang harus diputuskan oleh perusahaan setiap tahunnya. Kebijakan dividen akan menghasilkan keputusan bahwa perusahaan akan membayarkan dividen atau tidak kepada investor (Ullah, Shah, dan Hasnain, 2011). Bagian laba bersih yang digunakan sebagai dividen disebut rasio pembayaran dividen. Berbagai literatur menyatakan bahwa dividen merupakan keputusan yang dibuat oleh manajemen melalui direksi perusahaan (Ullah, Shah, dan Hasnain, 2011). Oleh sebab itu, dividen sering disebut sebagai alat manajemen untuk menurunkan kos keagenan (Hansen, Kumar, and Shome, 1994). Akan tetapi, teori pada literatur maupun penelitian tidak sesuai dengan keadaan di Indonesia. Di Indonesia, kebijakan dividen adalah salah satu mata agenda yang dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dengan demikian, dividen tidak relevan lagi untuk dikatakan sebagai alat pertanggungjelasan manajemen kepada investor karena kebijakan dividen juga dirumuskan bersama dengan pemegang saham pada saat RUPS, meskipun nilai yang diajukan pada RUPS telah ditentukan sebelumnya oleh manajemen. Hal tersebut jarang atau bahkan tidak pernah disinggung dalam bahan ajar perkuliahan. Pemegang saham pada perusahaan terdiri dari berbagai kategori investor, yaitu investor institusional, investor individual atau retail, maupun 1

2 investor manajerial. Masing-masing investor memiliki karakteristik yang berbeda, baik dalam besaran kepemilikan, tujuan investasi, dan jangka waktu investasi. Berdasarkan besaran kepemilikan, pemegang saham dibagi menjadi pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Dalam RUPS, satu lembar saham adalah satu hak suara untuk suatu mata agenda yang akan diputuskan. Dengan demikian, pemegang saham mayoritas akan memiliki kekuatan yang dominan dalam pengambilan keputusan, termasuk pada penentuan kebijakan dividen. Telah banyak penelitian sebelumnya yang menghubungkan struktur kepemilikan dengan kebijakan dividen. Akan tetapi, majoritas dari penelitian tersebut membahas struktur kepemilikan sebagai salah satu komponen dari tata kelola perusahaan yang menitikberatkan peran-peran investor yang berfungsi sebagai pengawas dari kinerja manajemen yang akan diungkapkan melalui besaran dividen (Ullah, Shah, dan Hasnain, 2011). Penelitian tersebut tidak mengungkapkan preferensi investor terhadap dividen. Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa investor institusional memiliki hubungan positif pada kebijakan dividen karena investor institusional tidak mampu melakukan pengawasan langsung terhadap kegiatan operasi perusahaan sehingga dividen digunakan sebagai alat penilaian kinerja manajemen (Ullah, Fida, dan Khan, 2012). Hal ini memberikan celah untuk penelitian yang akan penulis lakukan karena hasil penelitian sebelumnya mengindikasikan dividen digunakan sebagai patokan bagi investor untuk mengawasi kinerja manajemen sehingga investor diasumsikan menginginkan adanya pembagian dividen sebagai 2

3 imbalan untuk pengawasan yang dilakukan. Padahal masing-masing investor memiliki preferensi yang berbeda-beda terhadap dividen, preferensi tersebut yang akan mempengaruhi kebijakan dividen (Kieso, Weydandt, dan Warfield, 2011: 783). Apabila investor memiliki kepentingan terhadap dividen, mereka akan cenderung menggunakan kekuatannya melalui RUPS untuk mendorong perusahaan membagikan dividen pada jumlah besar. Begitu pula sebaliknya, yaitu investor tidak peduli pada rasio pembayaran dividen yang diputuskan perusahaan apabila memang mereka tidak memiliki kepentingan terhadap dividen. Sebagian besar investor institusional pada Bursa Efek Indonesia merupakan tipe investor rasional (Natapura, 2009). Tipe investor rasional memiliki beberapa karakteristik, yaitu orientasi jangka panjang, berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya, melakukan analisis yang dalam sebelum mengambil keputusan, tidak mudah mengubah keputusan, dan menghindari/meminimalisasi risiko investasi (Natapura, 2009). Karakteristik investor institusional tersebut dapat digunakan untuk memprediksi preferensi investor terhadap dividen. Karakteristik orientasi jangka panjang mengindikasikan investor menghindari kegiatan jual beli saham dalam waktu singkat yang hanya mengharapkan imbalan berupa capital gain. Keputusan investor institusional untuk menghindari/meminimalisasi risiko disebabkan oleh sumber dana yang digunakan investasi merupakan dana yang harus dipertanggungjelaskan pada pemilik modal institusi tersebut. Oleh karena itu, mereka membutuhkan imbalan yang sifatnya tetap dan tidak tergantung pada volatilitas pasar, yaitu dividen. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki 3

4 investor institusional, mereka dapat dikatakan sebagai investor yang memiliki kepentingan terhadap dividen. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian terkait hubungan struktur kepemilikan dengan kebijakan dividen sebelumnya menggunakan sampel perusahaan swasta dan tidak ada aturan minimal kepemilikan saham oleh pihak tertentu. Negara Indonesia memiliki perusahaan yang sering disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terdapat dua puluh BUMN telah menjadi Perusahaan Publik, artinya terdapat saham yang dimiliki oleh publik, namun ada batasan minimal pemerintah harus tetap memiliki sebesar 51% saham BUMN. Hal tersebut memungkinkan adanya kendali pemerintah terhadap keputusan-keputusan manajemen BUMN, termasuk kebijakan dividen. Apabila dilihat dari statusnya sebagai perusahaan publik, seharusnya pemerintah tidak dapat lagi melakukan intervensi tertentu terhadap kinerja manajemen kecuali hanya memanfaatkan hak suaranya melalui forum RUPS. Kendati demikian, kebijakan dividen BUMN sering menjadi bahan pembahasan Dewan Perwakilan Rakyat karena kaitannya dengan pemenuhan target pendapatan dividen BUMN pada akun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Penelitian sebelumnya dengan sampel perusahaan swasta menunjukkan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan individual, dan kepemilikan manajerial dapat berperilaku sesuai dengan keinginannya berdasarkan kekuatan yang mereka miliki dalam perusahaan itu. Kepemilikan institusional dengan sampel perusahaan di Inggris menunjukkan bukti empiris bahwa 4

5 terdapat hubungan positif dengan kebijakan dividen karena penerimaan dividen oleh institusi tidak dikenakan pajak sehingga mereka menyukai adanya pembagian dividen (Short, 2002). Selain itu, penelitian oleh Ullah dan Fida (2012) dengan sampel perusahaan yang terdaftar pada Karachi Stock Exchange juga menyebutkan kepemilikan institusional memiliki hubungan positif dengan kebijakan dividen karena keberadaan kepemilikan institusional mampu mengurangi sifat oportunistik para manajer. Akan tetapi, BUMN memiliki pemegang saham mayoritas, yaitu pemerintah, yang mungkin menyebabkan pemegang saham lain tidak dapat berperilaku sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki fokus pada hubungan struktur kepemilikan dan kebijakan dividen pada BUMN, khususnya pada BUMN yang telah berstatus sebagai perusahaan publik. Pemerintah menyebutkan dalam Nota Keuangan Tahun Anggaran 2014 bahwa salah satu langkah meningkatkan PNBP adalah optimalisasi penerimaan dividen BUMN, tetapi kebijakan dividen yang diambil oleh BUMN harus memperhatikan kesehatan keuangan BUMN itu sendiri. Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 862 Tahun 1992, tingkat kesehatan keuangan BUMN dinilai berdasarkan rentabilitas, solvensi, likuiditas, dan indikator tambahan yang ditetapkan dari tahun ke tahun melalui RUPS. Brigham dan Houston (1998) menyebutkan bahwa kesediaan dana dan kos alternatif dari modal merupakan faktor yang mempengaruhi pembagian dividen perusahaan. Meskipun memiliki keterbatasan perolehan laba pada tahun buku tertentu, perusahaan tetap dapat membagikan dividen 5

6 dan menggunakan dana berupa hutang untuk mendukung operasional perusahaan jika diperlukan. Perusahaan yang sehat memiliki probabilitas tinggi untuk mendapat pinjaman dari pihak lain karena kreditor masih mendapat kepastian mendapat pembayaran kembali hutang tersebut. Salah satu cara menilai perusahaan memiliki kesehatan keuangan yang baik adalah menilai rasio solvensi. Rasio solvensi menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh utang yang dimiliki perusahaan (Ross, Westerfield, dan Jordan, 2013: 59). Rasio solvensi dikatakan lebih relevan untuk menilai kesehatan keuangan karena memiliki pandangan jangka panjang, tidak seperti likuiditas yang hanya memberikan gambaran jangka pendek dan memiliki nilai yang mudah berubah-ubah (Brealey, Myers, dan Marcus, 2011: 95). KMK Nomor 862 Tahun 1992 merumuskan solvensi yaitu perbandingan antara aset total dan liabilitas total, namun pada umumnya rasio solvensi yang digunakan adalah rasio hutang. Rasio hutang merupakan perbandingan antara seluruh hutang perusahaan dan seluruh aset yang dimiliki perusahaan. Perusahaan dengan rasio hutang yang lebih kecil memiliki probabilitas yang lebih besar untuk mendapatkan hutang karena kreditor akan memandang bahwa jumlah aset yang dimiliki perusahaan masih memberikan jaminan terbayarnya hutang perusahaan. Hutang dari kreditor dapat digunakan perusahaan untuk pengembangan perusahaan sebagai dana alternatif apabila laba pada tahun buku tertentu harus dialokasikan sebagai dividen. Oleh karena itu, penulis sepakat bahwa rasio hutang dapat mempengaruhi pembayaran dividen. 6

7 I. 2. Rumusan Masalah Peran struktur kepemilikan pada BUMN serta kaitannya dalam pengambilan keputusan kebijakan dividen menjadi titik yang mengusik peneliti untuk melakukan penelitian. BUMN tidak semata-mata menyerahkan keputusan pembagian dividen pada RUPS, melainkan manajemen BUMN tetap mempertimbangkan kesehatan keuangan untuk menentukan laba yang akan dibagikan sebagai dividen. Dengan demikian, pertanyaan yang dirumuskan pada penelitian ini adalah 1. Apakah terdapat hubungan kepemilikan institusional dengan kebijakan dividen pada BUMN yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat hubungan rasio hutang dengan kebijakan dividen pada BUMN yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia? I. 3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Menguji hubungan kepemilikan institusional dengan kebijakan dividen yang diteorikan bahwa persentase kepemilikan institusional memiliki hubungan positif dengan penentuan rasio pembayaran dividen. 2. Menguji hubungan rasio hutang dengan kebijakan dividen yang diteorikan bahwa rasio hutang memiliki hubungan negatif dengan penentuan rasio pembayaran dividen. 7

8 I. 4. Manfaat Penelitian 1. Bagi akademisi Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bukti empiris terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, terutama pada BUMN. 2. Bagi investor dan calon investor Hasil penelitian diharapkan dapat menunjukkan bahwa investor nonpemerintah tetap memiliki keterlibatan dalam penentuan kebijakan dividen di samping pertimbangan kesehatan keuangan BUMN yang diukur melalui rasio hutang perusahaan. I.5. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini adalah BAB I Pendahuluan Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistemika penulisan. BAB II Landasan Teori Berisi teori mengenai struktur kepemilikan, kesehatan keuangan, dividen dan kebijakan dividen, dan Badan Usaha Milik Negara serta pengembangan hipotesis. 8

9 BAB III Metoda Penelitian Berisi tentang populasi dan sampel penelitian, data yang digunakan, definisi operasional variabel penelitian, model persamaan penelitian, dan alat analisis yang digunakan. BAB IV Analisis Data dan Hasil Penelitian Berisi tentang hasil regresi dari data dan pembahasan hasil analisis BAB V Simpulan dan Saran Berisi tentang simpulan dari penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya. 9