PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG EKA SEPTIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG EKA SEPTIANA"

Transkripsi

1 PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG EKA SEPTIANA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun ke perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Eka Septiana NIM C

4 ABSTRAK EKA SEPTIANA. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON dan JULIA EKA ASTARINI. Keberhasilan kegiatan penangkapan ikan tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi dari daerah penangkapan ikan. Oleh karena itu, informasi mengenai daerah penangkapan ikan yang potensial sangat diperlukan oleh nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan. Tujuan dari penelitian ini adalah menduga daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di Perairan Teluk Lampung. Daerah penangkapan ikan diduga dengan menggunakan tiga indikator, yaitu konsentrasi klorofil-a, catch per unit effort (CPUE) dan ukuran panjang hasil tangkapan. Daerah penangkapan ikan tongkol potensial berada di sekitar Pulau Condong, Kelagian, Legundi, Piabung, Tanjungputus dan Tegal. Daerah penangkapan ikan kembung potensial berada di sekitar Piabung. Daerah penangkapan ikan selar hijau potensial berada di sekitar Pulau Legundi. Kata kunci : Daerah penangkapan ikan, klorofil-a, hasil tangkapan, CPUE, Teluk Lampung ABSTRACT EKA SEPTIANA. The Estimation of Small Pelagic Fishing Ground Based on Concentration of Chlorophyll-a and the Composition of Catches in Lampung Bay Waters. Supervised by DOMU SIMBOLON and JULIA EKA ASTARINI. Fishing activity definitely influenced by the condition of fishing ground. Therefore, the information about potential fishing ground is needed by fisherman in the fishing activity. The objective of this research was to estimate fishing ground of the dominant small pelagic fish caught in the waters of the Lampung Bay. Fishing grounds were estimated using three indicators namely the concentration of chlorophyll-a, catch per unit effort (CPUE) and length of the catch. Potential fishing grounds of Euthynnus sp. were around the Condong Island, Kelagian Island, Legundi Island, Piabung, Tanjungputus Island and Tegal Island. Potential fishing ground of Rastrelliger sp. was around Piabung. Potential fishing ground of Atule sp. was around in the Legundi Island. Key words : Fishing ground, chlorophyll-a, catch, CPUE, Lampung Bay.

5 PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN TELUK LAMPUNG EKA SEPTIANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

6

7 Judul Skripsi : Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung Nama : Eka Septiana NIM : C Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui oleh Dr.Ir. Domu Simbolon, M.Si Pembimbing I Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si Pembimbing II Diketahui oleh Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc. Ketua Departemen Tanggal Lulus :

8

9 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli 2012 ini adalah daerah penangkapan ikan, dengan judul Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Kecil Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah banyak membantu dan memberikan masukan terutama kepada : 1) Bapak Dr. Ir. Domu Simbolon dan Ibu Julia Eka Astarini, S.Pi, M.Si. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran ; 2) Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran ; 3) Ibu Vita Rumanti Kurniawati S.Pi, MT selaku komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran 4) Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya ; 5) Kepala UPT PPI Lempasing dan staf yang telah banyak membantu kegiatan penelitian ; 6) Ibu Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi, yang telah memberi saran ; 7) Ulfah, Lia, Guntur, Idem, Cacat, Surini, Isel, Tyas, Adi, Lutfi Imam, Ade Imam, Ine, Maul, Gun, Iin, Fais, Bang Santos dan seluruh PSP 46 yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan. Tiada satu pun yang sempurna di dunia ini. Atas segala kekurangan yang ada, penulis menerima segala masukan dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Mei 2013 Eka Septiana

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat 2 METODE 3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3 Bahan Peralatan Penelitian 3 Jenis dan Sumber Data 3 Pengumpulan Data 4 Analisis Data 5 Komposisi hasil tangkapan 5 Produksi bulanan hasil tangkapan ikan pelagis kecil 5 Klorofil-a hasil deteksi MODIS 5 Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan 6 Pendugaan daerah penangkapan ikan pelagis kecil 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Armada Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di PPI Lempasing 8 Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan 8 Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap 9 Ikan tongkol 9 Ikan kembung 11 Ikan selar hijau 12 Produksi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di PPI Lempasing 13 Ikan tongkol 13 Ikan kembung 14 Ikan selar hijau 15 Kandungan Klorofil-a di Perairan Teluk Lampung 16 Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan 18 Peranan Klorofil-a Terhadap Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan 20 Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan 21 Pendugaan daerah penangkapan ikan tongkol 21 Pendugaan daerah penangkapan ikan kembung 22 Pendugaan daerah penangkapan ikan selar hijau 24 KESIMPULAN DAN SARAN 26 Keimpulan 26 Saran 27 DAFTAR PUSTAKA 27 LAMPIRAN 30 RIWAYAT HIDUP 42 x x xi

11 DAFTAR TABEL Tabel 1 Penilaian DPI melalui indikator CPUE 6 Tabel 2 Penilaian DPI melalui ukuran panjang ikan yang dominan tertangkap 7 Tabel 3 Penilaian DPI melalui kandungan klorofil-a 7 Tabel 4 Komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan 8 Tabel 5 Penilaian DPI tongkol di Perairan Teluk Lampung 21 Tabel 6 Penilaian DPI kembung di Perairan Teluk Lampung 23 Tabel 7 Penilaian DPI selar hijau di Perairan Teluk Lampung 24 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Peta lokasi penelitian 3 Gambar 2 Jumlah ikan tongkol yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang 9 Gambar 3 Persentase sampel ikan tongkol yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung 10 Gambar 4 Jumlah ikan kembung yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang 11 Gambar 5 Persentase sampel ikan kembung yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung 11 Gambar 6 Jumlah ikan selar hijau yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang 12 Gambar 7 Persentase sampel ikan selar hijau yang layak tangkap Gambar 8 dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung 12 Volume produksi ikan tongkol di PPI Lempasing pada bulan Juli 2007-Juni Gambar 9 Produksi ikan tongkol per musim di PPI Lempasing per musim 14 Gambar 10 Volume produksi ikan kembung di PPI Lempasing pada bulan Juli 2007-Juni Gambar 11 Produksi ikan kembung per musim di PPI Lempasing per musim 15 Gambar 12 Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Perairan Teluk Lampung 15 Gambar 13 Volume produksi ikan selar hijau di PPI Lempasing pada bulan Juli 2007-Juni Gambar 14 Produksi ikan selar hijau per musim di PPI Lempasing 16 Gambar 15 Konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2007-bulan Juni Gambar 16 Rata-rata konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung setiap musim periode bulan Juli 2007-Juni Gambar 17 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan tongkol yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung 18 Gambar 18 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan kembung yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung 19

12 Gambar 19 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan selar hijau yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung 20 Gambar 20 Peta DPI tongkol di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli Gambar 21 Peta DPI kembung di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli Gambar 22 Peta DPI selar hijau di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ikan yang didaratkan di PPI Lempasing 30 Lampiran 2 Citra klorofil-a di Perairan Teluk Lampung 31 Lampiran 3 Data produksi bulanan ikan pelagis kecil di PPI Lempasing bulan Juli Juni

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyaknya ikan di perairan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor ketersediaan makanan (Nybakken 1988). Ketersediaan makanan di perairan sangat ditentukan oleh adanya produsen primer yaitu fitoplankton. Keberadaan fitoplankton di perairan akan menarik pemakan fitoplankton (konsumen tingkat I) datang ke perairan tersebut untuk memakannya. Selanjutnya, adanya konsumen tingkat I akan menarik konsumen tingkat II untuk memangsa konsumen tingkat I, begitu seterusnya sampai tingkat konsumen paling atas. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat jelas bahwa produsen primer di suatu perairan akan menarik organisme-organisme air lainnya untuk mendekat ke perairan tersebut (Lalli dan Parsons 1995). Fitoplankton membutuhkan energi dari cahaya matahari dalam proses produksi makanan (Nontji 2005). Oleh karena itu, fitoplankton banyak tersebar pada kolom perairan yang masih mendapatkan cahaya optimum. Hal ini menyebabkan organisme yang banyak terlibat langsung pada keberadaan fitoplankton adalah organisme yang hidup pada kolom perairan yang masih banyak cahaya yang masuk. Salah satunya adalah ikan pelagis kecil. Ikan-ikan pelagis kecil merupakan organisme yang tergantung pada produsen primer. Berbagai jenis ikan pelagis kecil seperti ikan tongkol (Euthynnus sp.), ikan layang (Decapterus sp.) dan ikan kembung (Rastrelliger sp.) berada pada rantai makanan yang dekat dengan produsen primer. Adanya hubungan saling terkait antara fitoplankton dengan ikan pelagis kecil membuat daerah penangkapan ikan (DPI) pelagis kecil dapat diduga. Salah satu teknik pendugaan daerah penangkapan ikan yaitu dengan menggunakan citra satelit dan data komposisi hasil tangkapan. Data klorofil-a hasil citra satelit dapat menggambarkan penyebaran fitoplankton di laut. Salah satu citra yang bisa digunakan untuk mendeteksi penyebaran fitoplankton adalah citra satelit dengan sensor MODIS. Pengamatan dengan menggunakan sensor MODIS ini tergolong kedalam pengamatan secara ex-situ atau pengamatan secara tidak langsung. Pengamatan secara ex-situ memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengamatan in-situ (langsung). Kelebihan tersebut antara lain biaya yang dibutuhkan untuk pengamatan tidak terlalu besar, tidak membutuhkan waktu yang lama dan hemat tenaga. Ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya ikan yang banyak terdapat di Perairan Teluk Lampung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2002) sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Teluk Lampung cenderung meningkat dari tahun Pada tahun 1996 produksi ikan pelagis kecil ,9 ton. Pada tahun 1997 produksi ikan pelagis kecil meningkat menjadi ,9 ton. Pada tahun 1998 produksi ikan pelagis kecil meningkat lagi menjadi ,4 ton. Selanjutnya, di tahun 1999 produksi ikan pelagis kecil mengalami sedikit penurunan menjadi ,2 ton tetapi mengalami peningkatan kembali pada tahun 2000 menjadi ,9 ton. Sumberdaya ikan pelagis tersebut terdiri dari ikan selar, ikan kembung, ikan layang, ikan teri dan ikan lemuru.

14 2 Perairan Teluk Lampung merupakan salah satu perairan yang memiliki potensi ikan pelagis kecil yang cukup banyak. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya nelayan yang sering melakukan penangkapan ikan di perairan tersebut dengan menggunakan berbagai macam alat tangkap seperti payang dan purse seine, gillnet dan rawai hanyut (Wiryawan et al. 1999). Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto et al. (2008) ada berbagai jenis ikan pelagis yang banyak tertangkap di Teluk Lampung antara lain ikan kembung, ikan tongkol, dan ikan tembang. Ditinjau dari aspek oseanografi, perairan ini juga menjadi perairan yang penting, yaitu dinamika massa air yang dipengaruhi oleh aliran dua massa air utama yaitu massa air Laut Jawa dan Samudera Hindia. Kondisi tersebut diduga akan memberikan dampak positif bagi perairan tersebut terutama dalam hal kesuburan perairan (Amri 2008). Penelitian di Perairan Teluk Lampung sudah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian yang pernah dilakukan di Perairan Teluk Lampung antara lain tentang studi kelimpahan musiman ikan pelagis pantai (Rachmansjah 1991), produktivitas primer (Syam 2002), dinamika ekosistem perairan (Koropitan et al. 2004) dan distribusi horizontal klorofil-a (Adiwijaya 2002). Penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan ikan pelagis kecil berdasarkan kandungan klorofil-a dan komposisi hasil tangkapan di Perairan Teluk Lampung belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian mengenai pendugaan daerah penangkapan ikan pelagis kecil perlu dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sebaran kandungan klorofil-a di Perairan Teluk Lampung selama bulan Juli 2007-Juni 2012; 2. Menghitung komposisi jumlah dan jenis hasil tangkapan serta ukuran ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap; 3. Menganalis hubungan klorofil-a dengan produksi hasil tangkapan bulanan ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lempasing dari bulan Juli 2007-Juni 2012; dan 4. Menduga daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di Perairan Teluk Lampung. Manfaat Penelitian Setelah dilakukannya penelitian ini, beberapa manfaat yang diperoleh antara lain adalah: 1. Memberikan informasi kepada nelayan mengenai daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Perairan Teluk Lampung; 2. Memperkaya informasi tentang daerah penangkapan ikan kaitannya dengan kesuburan perairan.

15 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai tanggal 1 Juli sampai 30 Agustus Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data di PPI Lempasing Teluk Betung, Bandar Lampung yang dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai 30 Juli Tahap kedua adalah mengunduh data klorofil-a hasil deteksi MODIS dari internet mulai dari tanggal 1 Agustus sampai 30 Agustus Gambar 1 Peta lokasi penelitian Peralatan Penelitian Pada penelitian ini peralatan yang digunakan antara lain: 1. Peta lokasi penelitian untuk menentukan posisi operasi penangkapan ikan; 2. Mistar untuk mendapatkan ukuran panjang hasil tangkapan yang dominan; 3. Software SeaDAS untuk menganalisis data klorofil-a hasil citra satelit; dan 4. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data posisi daerah penangkapan ikan, waktu operasi penangkapan, jenis hasil tangkapan dan jumlah hasil tangkapan. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini ada dua jenis data yang diambil, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data komposisi hasil tangkapan, posisi

16 4 operasi dan waktu operasi penangkapan ikan. Data komposisi hasil tangkapan meliputi data jenis hasil tangkapan, data jumlah hasil tangkapan per jenis hasil tangkapan, dan data ukuran panjang ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap. Data primer didapatkan dari armada penangkapan ikan pelagis kecil yang berbasis di PPI Lempasing. Data sekunder yang diambil adalah data klorofil-a hasil deteksi MODIS pada Perairan Teluk Lampung dan data produksi bulanan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di PPI Lempasing. Data citra klorofil-a hasil deteksi MODIS didapatkan dari situs Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus. Metode ini digunakan karena unit penelitiannya kecil atau terbatas. Selain itu lingkup penelitiannya juga kecil dan terbatas. Objek pada penelitian ini adalah armada penangkapan ikan pelagis kecil yang berbasis di PPI Lempasing. Pada penelitian ini, data primer diperoleh dengan dua cara yaitu dengan pengamatan langsung dan penyebaran kuesioner. Data primer yang diperoleh melalui pengamatan langsung diperoleh dari armada penangkapan ikan pelagis kecil yang berbasis di PPI Lempasing, yang selanjutnya disebut populasi. Jenis armada penangkapan ikan pelagis kecil yang berbasis di PPI Lempasing ada dua jenis, yaitu armada purse seine (N 1 ) dan armada payang (N 2 ). Armada purse seine dan payang ini kemudian disebut sub populasi. Jumlah masing-masing sub populasi tersebut adalah 63 unit kapal purse seine dan 44 unit kapal payang. Dari dua armada tersebut, diambil sejumlah sampel. Jumlah sampel yang diambil minimal 10% dari masing-masing jumlah sub populasi (Gay and Diehl 1992). Jadi, jumlah minimal sampel yang harus diambil untuk kapal payang 4 unit (n 1 ) dan kapal purse seine 6 unit (n 2 ). Pengambilan sampel dilakukan selama 22 hari. Data yang diambil dari sampel kapal tersebut adalah data jenis hasil tangkapan, jumlah hasil tangkapan per jenis hasil tangkapan dan ukuran panjang ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui pengisian kuesioner oleh responden. Responden ini ditentukan secara sengaja (purposive sampling) dari kapal sampel yang sudah terpilih. Responden pada setiap kapal sampel ditetapkan 2 orang yang terdiri dari satu orang nahkoda dan satu orang anak buah kapal (ABK). Hal ini karena nahkoda lebih mengerti mengenai posisi dan waktu operasi penangkapan ikan. Nelayan ABK dapat memberikan data mengenai data jenis hasil tangkapan dan data jumlah hasil tangkapan per jenis hasil tangkapan. Data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner ini adalah data posisi penangkapan, waktu operasi penangkapan, dan data mengenai alat penangkapan ikan. Kapal penangkapan ikan pelagis kecil di PPI Lempasing merupakan kapal yang tidak memiliki GPS (Global Positioning System). Oleh karena itu, data posisi penangkapan ikan diperoleh dengan cara meminta nahkoda untuk memberikan titik daerah penangkapan pada peta yang telah disediakan. Peta yang disediakan merupakan peta yang bersumber dari Bakosurtanal. Kegiatan selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan pengambilan data sekunder. Data klorofil-a hasil deteksi MODIS diperoleh dengan cara mengunduh dari alamat Data produksi bulanan

17 diperoleh dari data statistik PPI Lempasing. Selanjutnya, data pendukung lainnya seperti data kondisi Perairan Teluk Lampung diperoleh melalui penelusuran pustaka. 5 Analisis Data Komposisi hasil tangkapan Data mengenai komposisi hasil tangkapan terdiri dari data jenis hasil tangkapan, jumlah per jenis hasil tangkapan dan ukuran panjang ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap. Data jenis dan jumlah hasil tangkapan yang telah diperoleh dianalisis secara deskriptif melalui penyajian tabel atau grafik. Selanjutnya, data ukuran panjang ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap dikelompokkan berdasarkan selang kelas yang dibuat untuk melihat Jumlah panjang yang paling dominan. Penentuan selang kelas menggunakan rumus berikut : ( ) Keterangan : n : Jumlah sampel Setelah sebaran Jumlah panjang ikan diperoleh, Jumlah panjang tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik lalu dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya, data ukuran panjang ikan dikelompokkan menjadi dua, yaitu ikan layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap. Ikan yang layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih besar dari ukuran ikan yang pertama kali matang gonad atau length at first maturity (LM). Ikan-ikan yang belum layak tangkap merupakan ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil dari length at first maturity (LM). Setelah itu, dihitung persentase dari ikan yang layak tangkap dan ikan yang belum layak tangkap. Cara menghitung persentase dari ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap adalah : ( ) ( ) Setelah diperoleh persentase dari ikan yang layak tangkap dan ikan yang tidak layak tangkap, selanjutnya dibuat diagram. Setelah itu, diagram tersebut dianalisis secara deskriptif. Produksi bulanan hasil tangkapan ikan pelagis kecil Data produksi bulanan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di PPI Lempasing dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik. Data produksi hasil tangkapan ikan pelagis kecil dari bulan Juli 2007-Juni 2012 dikelompokan berdasarkan bulan, lalu dijumlahkan. Selain itu data tersebut juga dijumlahkan berdasarkan musim yaitu musim barat (MB), musim peralihan 1 (MP1), musim timur (MT) dan musim peralihan 2 (MP2).

18 6 Klorofil-a hasil deteksi MODIS Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang diunduh dari situs dianalisis menggunakan software SeaDAS (SeaWIFS Data Analysis Sistem) versi 5.2. Langkah-langkah penggunaan software SeaDAS mengacu pada Surbakti (2012). Penelitian yang dilakukan oleh Surbakti (2012) juga menggunakan software SeaDAS dalam analisis data. Setelah diperoleh data dalam format ASCII dari pengolahan menggunakan software SeaDAS, pengolahan data dilanjutkan dengan menggunakan Microsoft Excel Data tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik. Hubungan klorofil-a dengan hasil tangkapan Klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah dianalisis dengan menggunakan software SeaDAS kemudian dibandingkan dengan produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Lempasing. Hubungan antara klorofil-a dengan produksi bulanan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan grafik. Pendugaan daerah penangkapan ikan pelagis kecil Pendugaan daerah penangkapan ikan sudah banyak dilakukan sebelumnya oleh Balai Penelitian dan Observasil Laut (BPOL). Pembuatan peta DPI ini didasarkan pada sebaran konsentrasi klorofil-a, suhu permukaan laut dan anomali tinggi permukaan laut dari citra satelit (BPOL 2008). Penelitian mengenai daerah penangkapan ikan juga pernah dilakukan oleh Surbakti (2012). Indikator yang digunakan adalah konsentrasi klorofil-a dan catch per unit effort (CPUE). Penelitian sejenis juga pernah dilakukan Zen et al. (2005). Indikator yang digunakan untuk menduga daerah penangkapan ikan ada empat, yaitu hasil tangkapan, panjang ikan, salinitas dan suhu permukaan laut. Berdasarkan literatur yang ada, maka pada penelitian ini kondisi daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Perairan Teluk Lampung dievaluasi berdasarkan tiga indikator, yaitu CPUE (catch per unit effort), rata rata ukuran panjang ikan yang tertangkap dan kandugan klorofil-a. 1. CPUE (catch per unit effort) Catch per unit effort ini menggambarkan jumlah ikan yang bisa ditangkap di suatu daerah penangkapan ikan dalam jumlah trip tertentu per hari (kg/trip). Berikut ini adalah rumus perhitungan CPUE (Purwaningtyas et al. 2006): ( ) ( ) Apabila nilai CPUE lebih besar dari nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan potensial. Jika nilai CPUE lebih kecil dari atau sama dengan nilai CPUE rata-rata dari jenis ikan tertentu, maka suatu daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak potensial (Tabel 1). Tabel 1 Penilaian DPI melalui indikator CPUE No Kategori CPUE Kriteria Kategori DPI 1 Tinggi CPUE > CPUE rata-rata Potensial 2 Rendah CPUE CPUE rata-rata Tidak potensial

19 2. Ukuran ikan yang dominan tertangkap Data ukuran panjang ikan yang diperoleh dibandingkan dengan panjang ikan pada saat ikan tersebut pertama kali matang gonad atau length at first maturity (LM). Apabila panjang ikan yang tertangkap lebih besar dari LM, maka daerah penangkapan ikan dikategorikan potensial. Apabila panjang ikan yang tertangkap lebih kecil dari atau sama dengan LM, maka daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak potensial (Tabel 2). Tabel 2 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan tertangkap No Kategori Ukuran panjang Kriteria Kategori DPI 1 Besar Panjang ikan > LM Potensial 2 Kecil Panjang ikan LM Tidak potensial 3. Klorofil-a Data klorofil-a hasil deteksi MODIS yang telah diolah menggunakan software SeaDAS juga digunakan sebagai indikator penilaian daerah penangkapan ikan. Kategori daerah penangkapan ikan dibagi menjadi dua berdasarkan kandungan klorofil-a nya. Jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih besar dari 0,2 mg/m 3, maka daerah penangkapan tersebut dikategorikan potensial. Jika suatu perairan dengan kandungan klorofil-a lebih kecil atau sama dengan 0,2 mg/m 3, maka daerah penangkapan tersebut dikategorikan tidak potensial (Tabel 3) (Widodo 1999). Tabel 3 Penilaian DPI melalui indikator klorofil-a No Kategori kandungan klorofil-a Kriteria Kategori DPI 1 Banyak Klorofil-a > 0,2 mg/m 3 Potensial 2 Sedikit Klorofil-a 0,2 mg/m 3 Tidak potensial Pengelompokan tersebut (Tabel 3) didasarkan pada pertimbangan bahwa konsentrasi klorofil-a diatas 0,2 mg/m 3 menunjukkan bahwa di suatu perairan terdapat kehidupan fitoplankton sehingga dapat mempertahankan keberlangsungan perkembangan perikanan (Widodo 1999). Selanjutnya, nilai dari ketiga indikator tersebut kemudian diakumulasikan. Daerah penangkapan dikatakan potensial jika ketiga indikator tersebut semuanya terpenuhi. Hal tersebut berarti secara ekonomi DPI masih menguntungkan (produktivitas tinggi), ukuran ikan yang ditangkap sudah matang gonad dan kandungan klorofil-a di perairan lebih dari 0,2 mg/m 3. Daerah penangkapan dikategorikan potensial sedang jika dua kriteria dari ketiga indikator DPI potensial terpenuhi. Misalnya, secara ekonomi DPI tersebut masih menguntungkan dan ukuran ikan yang tertangkap sudah matang gonad, tetapi kandungan klorofil-a di perairan kurang dari 0,2 mg/m 3. Daerah penangkapan dikatakan tidak potensial jika hanya satu kriteria daerah penangkapan ikan yang potensial yang terpenuhi, misalnya secara ekonomi suatu DPI masih menguntungkan tetapi ukuran ikan yang tertangkap belum matang gonad dan kandungan klorofil-a di perairan kurang dari 0,2 mg/m 3. 7

20 8 HASIL DAN PEMBAHASAN Armada Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di PPI Lempasing Ada dua jenis armada penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan di PPI Lempasing, yaitu armada payang dan armada purse seine. Payang merupakan alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dibentuk berkantong dan dioperasikan dengan cara menyaring kolom perairan (Diniah 2008) Kapal payang yang digunakan oleh nelayan Lempasing berukuran panjang (LOA) meter, lebar (B) 2-3 meter dan dalam (D) 0,9-2 meter (Artikasari 1999). Purse seine atau juga dikenal dengan nama pukat cincin merupakan alat penangkapan ikan dari jaring yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan hingga alat berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan ikan (Diniah 2008). Armada Purse seine yang digunakan oleh nelayan PPI Lempasing umumnya menggunakan kapal dengan ukuran panjang (LOA) 16 meter, lebar (B) 4,25 meter dan dalam (D) kapal 1,6 meter. Panjang alat tangkap purse seine yang digunakan adalah 270 meter. Armada payang dan purse seine yang beroperasi di Perairan Teluk Lampung merupakan armada penangkapan one day fishing. Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan Ikan pelagis kecil merupakan kelompok ikan yang banyak didaratkan oleh nelayan di PPI Lempasing (Lampiran 1). Berikut ini jenis dan berat hasil tangkapan yang didaratkan oleh kapal sampel di PPI Lempasing selama bulan Juli 2012 (Tabel 4). Tabel 4 Komposisi jenis dan jumlah hasil tangkapan No Nama Daerah Nama Umum Nama Ilmiah Berat (kg) Persentase (%) 1 Tongkol Tongkol Euthynnus sp Teri Teri Stolephorus sp Kembung Kembung Rastrelliger sp Ikan etem Kantong semar Mene sp ,08 5 Selar hijau Selar hijau Atule sp Waliran Cendro Tylosurus sp ,49 7 Tenggiri Tenggiri Scomberomorus sp ,15 8 Tanjan Sarden Sardinella sp ,90 9 Simba Kwe Caranx sp ,09 10 Belida Parang-parang Chirocentrus sp 295 0,80 11 Layur Layur Trichiurus sp ,73 12 Kiter Julung-julung Sphyraena sp ,52 13 Bentongan Selar betong Selar sp. 92 0,25 14 Pepetek Pepetek Leiognathus sp. 61 0,16 15 Lemuru Lemuru Sardinella sp. 50 0,13 16 Layang Layang Decapterus sp. 40 0,10 17 Lainnya ,38 Jumlah

21 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa ikan yang paling dominan tertangkap adalah ikan tongkol kg (41%), ikan teri kg (22%), ikan kembung kg (12%), ikan kantung semar kg (5,08%) dan ikan selar hijau kg (5%). Komposisi jenis ikan yang dominan tertangkap dari penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan penelitian Amri (2008). Hasil penelitian Amri (2008) menunjukkan bahwa pada musim timur (Juni-Agustus) di Perairan Selat Sunda (termasuk Teluk Lampung) jenis ikan pelagis yang banyak tertangkap adalah ikan tongkol, ikan selar, ikan kembung, ikan layang dan ikan tembang. Hal tersebut diduga karena pada musim timur kondisi oseanografi Perairan Teluk Lampung cocok bagi ikan-ikan tersebut untuk hidup. Pada musim timur, suhu Perairan Selat Sunda (termasuk Teluk Lampung) rata-rata berkisar antara 29-30,5 0 C, salinitas air laut berkisar antara 31,4-32,6 per mil dan kuat arus sedang (Amri 2008). Pada penelitian ini ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap adalah ikan tongkol, ikan teri, ikan kembung, ikan kantung semar dan ikan selar. Akan tetapi, daerah penangkapan ikan yang diduga hanya untuk ikan tongkol, ikan kembung dan ikan selar. Hal ini disebabkan karena selain ikan-ikan tersebut termasuk ikan yang dominan tertangkap, ikan-ikan tersebut selalu tertangkap selama dilakukannya penelitian di PPI Lempasing. Berbeda halnya dengan ikan kantung semar yang hanya tertangkap pada tiga hari pertama penelitian. Selanjutnya, untuk ikan teri item dan teri condong juga tidak dibahas karena kemungkinan ada spesies lain yang masuk ke dalam gerombolan ikan teri saat tertangkap, misalnya juvenil ikan tertentu. 9 Ukuran Panjang Ikan yang Dominan Tertangkap Ikan tongkol Ikan tongkol merupakan ikan yang paling dominan tertangkap di Perairan Teluk lampung selama dilakukannya penelitian (Tabel 3). Ikan tongkol yang didaratkan di PPI Lempasing ditangkap menggunakan alat tangkap payang dan purse seine. Ukuran ikan tongkol yang tertangkap di Perairan Teluk Lampung berbeda-beda. Jumlah (ekor) Gambar 2 Jumlah ikan tongkol yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang 34 Selang kelas (cm) 13 2

22 10 Gambar 2 menginformasikan bahwa ikan tongkol yang tertangkap paling banyak pada selang kelas cm yaitu sebanyak 36 ekor (32%). Pada selang kelas cm jumlah ikan tongkol sebanyak 24 ekor (21%). Pada selang kelas cm jumlah ikan tongkol sebanyak 3 ekor (3%). Pada selang kelas cm cm jumlah ikan tongkol sebanyak 34 ekor (30%). Pada selang kelas cm jumlah ikan tongkol sebanyak 13 ekor (11%) dan pada selang kelas jumlah ikan tongkol sebanyak 2 ekor (2%). Berdasarkan Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa ukuran ikan tongkol yang tertangkap menyebar pada semua selang kelas. Hal ini berarti ikan tongkol yang tertangkap memiliki variasi ukuran yang beragam. Ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan dapat ditangkap dengan menggunakan beberapa alat tangkap. Sampel ikan tongkol yang diambil pada penelitian ini ditangkap menggunakan alat tangkap payang dan purse seine. Payang yang digunakan menggunakan jaring dengan mesh size 1 inch dan purse seine yang digunakan juga memiliki mesh size 1 inch. Daerah penangkapan alat tangkap payang dan purse seine juga tidak menunjukkan perbedaan. Jadi sebaran ukuran ikan tongkol yang tertangkap dengan menggunakan alat tangkap payang dan purse seine juga tidak berbeda. Ikan yang layak tangkap merupakan ikan yang pada saat ditangkap sudah pernah memijah minimal satu kali. Ikan tongkol memijah pertama kali pada ukuran cm untuk Perairan Selat Sunda (Yusfiandayani 2004). Ikan-ikan yang berukuran lebih dari 28 cm diasumsikan sudah layak tangkap, sedangkan ikan yang berukuran kurang dari 28 cm belum layak tangkap. Berikut ini adalah persentase sampel ikan tongkol yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 (Gambar 3). Tidak layak tangkap 54% Layak tangkap 46% Gambar 3 Persentase sampel ikan tongkol yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung Gambar 3 menunjukkan bahwa ikan tongkol yang layak tangkap lebih sedikit dari pada ikan yang tidak layak tangkap. Ikan yang layak tangkap sebanyak 46 % dan ikan yang tidak layak tangkap sebanyak 54 %. Ikan tongkol yang belum layak tangkap didominasi oleh ikan juvenil yang berukuran cm (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah tangkapan ikan tongkol yang cukup banyak (41%) dan didominasi oleh ikan juvenil mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan yang berbasis di PPI Lempasing tidak berwawasan lingkungan. Jika hal tersebut terjadi secara terusmenerus, bukan hal yang tidak mungkin jika suatu saat terjadi kepunahan spesies. Ikan kembung Selain ikan tongkol, ikan lain yang juga dominan tertangkap adalah ikan kembung. Ikan kembung yang didaratkan di PPI Lempasing umumnya ditangkap

23 menggunakan alat tangkap purse seine. Sama halnya dengan ikan tongkol, ikan kembung yang ditangkap juga memiliki ukuran yang berbeda-beda. Jumlah (ekor) Gambar 4 Jumlah ikan kembung yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang 50 Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa ikan kembung yang tertangkap didominasi oleh ikan kembung pada selang kelas 16,8-20,1 cm yaitu sebanyak 50 ekor (57 %). Pada selang kelas 10-13,3 cm jumlah ikan kembung sebanyak 5 ekor (6%). Pada selang kelas 13,4-16,7 cm jumlah ikan kembung sebanyak 17 ekor (20%). Pada selang kelas 20,2-23,5 cm jumlah ikan kembung sebanyak 12 ekor (14%). Pada selang kelas 23,6-26,9 cm jumlah ikan kembung sebanyak 2 ekor (2%), dan pada selang kelas cm jumlah ikan kembung sebanyak 1 ekor (1%). Tidak seperti ikan tongkol, ukuran panjang ikan kembung yang tertangkap lebih terpusat pada selang kelas 16,8-20,1 cm. Menurut Zamroni et al. (2008) ikan kembung pertama kali matang gonad pada ukuran cm (untuk Perairan Utara Jawa), sedangkan menurut Musbir (2006) vide Tamarol et al. (2012) ikan kembung matang gonad pada ukuran 19,2-20,3 cm (untuk Kepulauan Sangihe). Perbedaan tersebut sangat mungkin terjadi, karena kematangan gonad sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan. Menurut Nasution (2004) kondisi dan letak geografis yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan pada ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan yang sama. Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang salah satunya dipengaruhi oleh masa air Laut Jawa. Oleh karena itu, acuan panjang pertama kali matang gonad ikan kembung yang digunakan adalah yang berasal dari Perairan Utara Jawa. Berdasarkan ukuran tersebut, ikan kembung yang layak tangkap berukuran lebih dari 19 cm dan ikan kembung yang tidak layak tangkap berukuran kurang dari 19 cm Selang Kelas (cm) 11 Layak tangkap 47% Tidak layak tangkap 53% Gambar 5 Persentase sampel ikan kembung yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung

24 12 Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa dari 12% ikan kembung yang tertangkap (Tabel 3), jumlah ikan kembung yang layak tangkap sebanyak 47% dan ikan yang tidak layak tangkap sebanyak 53%. Hal ini menunjukkan bahwa laju penangkapan ikan kembung yang tidak layak tangkap lebih besar dari pada ikan kembung yang layak tangkap. Hal ini tentunya tidak baik bagi ketersediaan sumberdaya ikan kembung di perairan. Misalnya saja, jumlah ikan kembung yang tertangkap setiap bulannya sebanyak kg, maka dalam satu tahunnya jumlah ikan kembung yang tertangkap sebanyak kg. Jika 53% nya merupakan ikan yang tidak layak tangkap, maka jumlah ikan kembung yang tidak layak tangkap selama satu tahun mencapai kg. Ikan selar hijau Ikan selar hijau merupakan salah satu ikan pelagis yang banyak didaratkan selama bulan Juli 2012 di PPI Lempasing. Ikan selar hijau ini biasanya ditangkap menggunakan alat tangkap purse seine. Berikut ini adalah ukuran panjang sampel ikan selar hijau yang diambil (Gambar 6). Jumlah (ekor) Gambar 6 Jumlah ikan selar hijau yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 berdasarkan ukuran panjang Selang Kelas (cm) Gambar 6 menunjukkan bahwa ikan selar hijau yang tertangkap paling banyak pada selang kelas cm yaitu sebanyak 21 cm (62%). Pada selang kelas 8-13 cm jumlah ikan selar hijau sebanyak 8 ekor (23%). Pada selang kelas cm jumlah ikan selar hijau sebanyak 4 ekor (12%). Pada selang kelas cm jumlah ikan selar hijau sebanyak 1 ekor (3%). Sedangkan pada selang kelas cm dan selang kelas cm tidak ada ikan selar hijau yang tertangkap. Ukuran panjang ikan selar terpusat pada selang kelas cm. Ikan selar hijau matang gonad pertama kali pada ukuran 17 cm (Paxton et al. 1989). Jadi ikan selar hijau yang layak tangkap diasumsikan sebagai ikan-ikan yang berukuran lebih dari 17 cm dan ikan yang tidak layak tangkap berukuran kurang dari 17 cm. Tidak layak tangkap 68% Layak tangkap 32% Gambar 7 Persentase sampel ikan selar hijau yang layak tangkap dan tidak layak tangkap di Perairan Teluk Lampung

25 Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkan bahwa ikan selar hijau yang tertangkap di Perairan Teluk Lampung lebih banyak yang belum layak tangkap. Ikan yang layak tangkap sebanyak 32% dan ikan yang tidak layak tangkap sebanyak 68%. Jumlah ikan yang tidak layak tangkap lebih banyak dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah ikan yang layak tangkap. Hal ini berarti peluang tertangkapnya ikan selar hijau yang tidak layak tangkap dua kali lebih besar dibandingkan ikan selar hijau layak tangkap. Meskipun jumlah hasil tangkapan ikan selar hijau hanya 5% dari total keseluruhan hasil tangkapan, ancaman terjadinya kepunahan terhadap sumberdaya ikan selar hijau tetap tinggi. 13 Produksi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di PPI Lempasing Ikan tongkol Ikan tongkol merupakan salah satu ikan pelagis yang banyak tertangkap di Perairan Teluk lampung. Alat tangkap utama yang digunakan nelayan PPI Lempasing untuk menangkap ikan tongkol adalah payang. Alat tangkap lain yang biasanya digunakan adalah purse seine dan pancing. Berikut ini adalah volume produksi ikan tongkol di PPI Lempasing per bulan (Gambar 8). Volume produksi (ton) Gambar 8 Volume produksi ikan tongkol di PPI Lempasing pada bulan Juli Juni 2012 Berdasarkan Gambar 8 produksi ikan tongkol di PPI Lempasing berfluktuasi setiap bulannya. Volume produksi tertinggi dicapai pada bulan Agustus yaitu sebanyak 157,374 ton. Produksi terendah yaitu pada bulan Januari yaitu sebanyak 21,17 ton. Berikut ini adalah produksi ikan tongkol per musim (Gambar 9). Volume produksi (ton) , , , Gambar 9 Produksi ikan tongkol per musim di PPI Lempasing ,34 MB MP1 MT MP 2 Musim Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov MB MP1 MT MP2 Bulan

26 14 Produksi ikan tongkol tertinggi terjadi pada musim timur yaitu sebanyak 373,446 ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada musim barat yaitu sebanyak 85,346 ton (Gambar 9). Tingginya produksi ikan tongkol pada musim timur diduga karena kondisi oseanografi Perairan Teluk Lampung pada musim timur cocok bagi ikan tongkol untuk hidup. Menurut penelitian Amri (2008) pada musim timur ini suhu permukaan laut berkisar antara 29,0-30,5 0 C (hangat) dan kandungan klorofil-a tinggi, sehingga menarik ikan tongkol untuk datang ke Perairan Teluk Lampung. Ikan kembung Ikan kembung juga merupakan salah satu ikan pelagis yang ada di Perairan Lampung. Berikut ini adalah volume produksi ikan kembung di PPI Lempasing mulai per bulan (Gambar 10). Volume produksi (ton) Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov MB MP1 MT MP2 Bulan Gambar 10 Volume produksi ikan kembung di PPI Lempasing per bulan pada bulan Juli Juni 2012 Produksi ikan kembung juga berfluktuasi setiap bulannya (Gambar 10). Produksi tertinggi dicapai pada bulan Maret yaitu sebanyak 76,775 ton, sedangkan produksi terendah yaitu pada bulan Oktober yaitu sebanyak 20,799 ton ikan kembung. Volume produksi (ton) Gambar 11 Produksi ikan kembung per musim di PPI Lempasing MB MP1 Musim MT MP 2 Produksi ikan kembung tertinggi terjadi pada musim peralihan 1 yaitu ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada musim barat yaitu 75,004 ton (Gambar 11). Volume produksi ikan kembung yang lebih banyak pada musim

27 peralihan 1 ini kemungkinan disebabkan karena jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi pada musim peralihan 1 juga lebih banyak dibandingkan dengan musim-musim lainnya (Gambar 12). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Amri (2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Amri (2008), hasil tangkapan ikan kembung musim peralihan 1 justru sangat rendah. Jumlah armada (unit) Gambar Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Perairan Teluk Lampung per musim Menurut Suwarso dan Hariati (2000) vide Muhammad et al. (2005) ikan kembung hidup pada kisaran suhu 28,7-31,1 0 C. Pada musim barat suhu perairan Selat Sunda (termasuk Teluk Lampung) berkisar antara C (Amri 2008). Suhu perairan yang lebih rendah pada musim barat dibandingkan kisaran suhu optimal ikan kembung untuk hidup membuat ikan kembung mencari perairan lain yang lebih hangat. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan hasil tangkapan ikan kembung rendah pada musim barat. Ikan selar hijau Sama halnya dengan ikan tongkol dan ikan kembung, ikan selar hijau juga merupakan salah satu ikan yang banyak ditangkap di Perairan Teluk Lampung. Berikut ini adalah volume produksi ikan selar hijau di PPI Lempasing per bulan (Gambar 13). Volume produksi (ton) Gambar 13 Volume produksi ikan selar hijau di PPI Lempasing per bulan pada bulan Juli Juni MB MP1 MT MP2 Musim Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov MB MP1 MT MP2 Bulan 15

28 16 Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa volume produksi ikan selar hijau paling banyak pada bulan November sebanyak 16,104 ton, sedangkan volume ikan selar hijau paling sedikit pada bulan April dan Oktober yaitu sebanyak 4,515 ton. Volume produksi (ton) ,039 19,755 24,747 Gambar 14 Produksi ikan selar hijau per musim di PPI Lempasing 26,237 MB MP1 Musim MT MP 2 Pada dasarnya volume produksi ikan selar hijau pada setiap musimnya tidak menunjukkan perbedaan nilai yang signifikan (Gambar 14). Volume produksi tertinggi terjadi pada musim peralihan 2 yaitu sebanyak 26,237 ton, dan volume produksi terendah terjadi pada musim peralihan 1 yaitu sebanyak 19,755 ton. Ikan selar hijau merupakan ikan penghuni teluk dan perairan ekosistem mangrove (Paxton et al. 1989). Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan jumlah hasil tangkapan ikan selar hijau tidak berbeda secara signifikan di setiap musimnya. Kandungan Klorofil-a di Perairan Teluk Lampung Klorofil-a merupakan salah satu indikasi kesuburan perairan. Perairan yang subur tentunya mengandung klorofil-a dengan konsentrasi tinggi. Perairan Teluk Lampung merupakan perairan yang cukup subur. Hal ini terlihat dari rata-rata konsentrasi klorofil-a yang ada di Perairan Teluk Lampung selama lima tahun terakhir (Juli Juli 2012). Tampilan citra klorofil-a hasil deteksi MODIS dapat dilihat pada Lampiran 2. Konsentrasi klorofil-a (mg/m 3 ) Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Bulan Gambar 15 Konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2007-bulan Juni 2012

29 Berdasarkan Gambar 15 konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung fluktuatif setiap bulannya. Bila diamati setiap bulannya pada tahun-tahun yang berbeda, klorofil-a cenderung tinggi pada bulan September (musim peralihan 2) dan cenderung rendah pada bulan Januari (musim barat). Berikut ini rata-rata konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung setiap musim (Gambar 16). Konsentrasi klorofil (mg/m 3 ) Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov MB MP1 MT MP2 Bulan 17 Gambar 16 Rata-rata konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung setiap musim periode bulan Juli 2007-Juni 2012 Pada musim barat (Desember-Februari) konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung berkisar antara 0,487-0,687 mg/m 3. Pada musim peralihan 1 (Maret-Mei) konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung berkisar antara 0,605-0,929 mg/m 3. Pada musim timur (Juni-Agustus) konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung berkisar antara 1,117-1,326 mg/m 3. Pada musim peralihan 2 (September-November) konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung berkisar antara 0,911-1,988 mg/m 3. Pada musim barat dan peralihan 1 ini konsentrasi klorofil-a memang lebih rendah dibandingkan musim timur dan musim peralihan 2. Pola yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Amri (2008). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Amri (2008) pada musim peralihan 1, konsentrasi klorofil-a di Perairan Selat Sunda berkisar antara 0,8-1,0 mg/m 3, dan pada musim timur berkisar antara 1,5-2,0 mg/m 3. Pada musim peralihan 2 konsentrasi klorofil-a berkisar antara 1,0-1,5 mg/m 3, dan konsentrasi klorofil-a pada musim barat berkisar antara 0,1-1,0 mg/m 3. Fitoplankton merupakan mahluk hidup yang pergerakannya sangat dipengaruhi oleh arus. Oleh karena itu, konsentrasi klorofil-a di perairan juga sangat dipengaruhi oleh arus. Pada musim timur dan musim peralihan 2 kandungan klorofil-a di Perairan Teluk Lampung lebih tinggi dibandingkan musim barat dan musim peralihan 1 karena pada bulan Juli sampai Oktober terjadi muson tenggara. Pada muson tenggara, upwelling terjadi di Selatan Jawa, sehingga masa air di Selatan Jawa kaya akan nutrien. Menurut Wyrtki (1961) vide Ramansyah (2009), angin munson tenggara menyebabkan massa air di Perairan Selatan Jawa mengalami sirkulasi yang sangat kuat. Sirkulasi yang kuat ini menyebabkan arus khatulistiwa selatan tertekan jauh ke utara yang menyebabkan cabang arus khatulistiwa selatan berbelok ke Perairan Selat Sunda. Hal tersebut menyebabkan masa air yang kaya akan nutrien di pesisir Selatan Jawa masuk ke Perairan Selat Sunda (termasuk Perairan Teluk Lampung).

30 18 Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Ikan pelagis kecil merupakan ikan yang tingkat trofik levelnya tidak jauh dari produsen primer yaitu fitoplankton. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan adanya hubungan yang erat antara ikan pelagis kecil dengan keberadaan fitoplankton. Ikan tongkol merupakan ikan pelagis pemakan ikan-ikan kecil, crustacea, cumi-cumi dan larva stomatopod (Collette and Aadland 1996). Walaupun ikan ini bukan pemakan plankton, tetapi dalam rantai makanan ikan tongkol juga dipengaruhi oleh fitoplankton walaupun tidak secara langsung. Konsentrasi Klorofil (mg/m 3 ) Gambar 17 Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Bulan Konsentrasi klorofil Volume produksi Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan tongkol yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung volume produksi (ton) Gambar 17 menunjukkan bahwa pada saat konsentrasi klorofil-a rendah pada bulan November sampai Maret, volume produksi ikan tongkol di PPI Lempasing juga menunjukkan nilai yang rendah pula. Selanjutnya pada bulan April sampai bulan Agustus pada saat konsentrasi klorofil mengalami peningkatan, volume produksi ikan tongkol juga mengalami peningkatan. Akan tetapi bulan September pada saat konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung tinggi volume produksi ikan tongkol menunjukkan nilai yang berbeda. Peningkatan volume produksi justru terjadi pada bulan Oktober (volume produksi ikan tongkol secara lengkap dapat dilihat di Lampiran 3). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya time lag di dalam rantai makanan. Jadi peningkatan fitoplankton di perairan tidak langsung berdampak pada peningkatan jumlah ikan tongkol di perairan. Ikan lain yang juga banyak didaratkan di PPI Lempasing adalah ikan kembung. Ikan kembung merupakan pemakan fitoplankton (diatom) dan zooplankton kecil (Collette and Nauen 1983). Jika dilihat dari tingkat trofik rantai makanan, tentunya ikan kembung memiliki hubungan yang erat dengan fitoplankton.

31 19 Konsentrasi klorofil (mg/mm3) Gambar 18 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan kembung yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung Berdasarkan Gambar 18 pada bulan November sampai bulan Februari pada saat konsentrasi klorofil-a rendah, volume produksi juga menunjukkan nilai yang rendah. Akan tetapi pada bulan Maret pada saat konsentrasi klorofil-a relatif rendah, produksi ikan kembung di PPI Lempasing justru sangat tinggi. Hal ini sangat mungkin terjadi, karena selain makanan faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap penyebaran ikan. Salah satunya adalah arus. Menurut Simbolon (2011) ikan kembung menyukai perairan dengan arus yang lemah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Firiani (2011) ikan kembung banyak tertangkap pada kecepatan arus 9,25-13,7 cm/s. Menurut JODC (1986) vide Pariwono (1999) kekuatan arus di Perairan Teluk Lampung pada bulan Maret adalah 1 cm/s (lemah). Selanjutnya, pada bulan Agustus kekuatan arus meningkat menjadi 23 cm/s (JODC (1986) vide Pariwono (1999). Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan produksi ikan kembung pada bulan Agustus menurun walaupun konsentrasi klorofil-a tinggi. Ikan selar hijau juga merupakan salah satu ikan pelagis yang banyak di daratkan di PPI Lempasing. Berikut ini adalah hubungan antara klorofil-a dengan ikan selar hijau (Gambar 19). Konsentrasi klorofil (mg/mm3) Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Bulan Konsentrasi klorofil Volume produksi Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Bulan Gambar 19 Hubungan antara klorofil-a dengan produksi ikan selar hijau yang ditangkap di Perairan Teluk Lampung volume produksi (ton) volume produksi (ton) Konsentrasi klorofil Volume produksi

32 20 Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa pada bulan November dan Desember pada saat konsentrasi klorofil-a rendah, sedangkan volume produksi ikan selar hijau tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena suhu Perairan Teluk Lampung yang relatif dingin pada bulan tersebut. Menurut Amri (2008) pada bulan November dan Desember suhu Perairan Selat Sunda berkisar antara C. Sedangkan menurut Ocean Biogeographic Information System (2012) ikan selar hijau ini hidup pada rentang suhu 24,29-28,9 0 C. Pada bulan Januari- April pada saat konsentrasi klorofil-a relatif rendah, volume produksi ikan selar hijau juga rendah. Kemudian pada bulan Mei-Juni konsentrasi klorofil-a di Teluk Lampung meningkat, volume produksi ikan selar juga meningkat. Akan tetapi, pada bulan Agustus dan September pada saat konsentrasi klorofil-a tinggi volume produksi ikan selar hijau justru sangat rendah. Hal ini disebabkan karena suhu perairan di Selat Sunda pada bulan Agustus dan September tinggi yaitu 28-30,5 0 C (Amri 2008). Peranan Klorofil-a Terhadap Pembentukan Daerah Penangkapan Ikan Sebagai organisme autotrof, fitoplankton sangat berperan dalam kegiatan produksi bahan organik di perairan. Oleh karena itu, fitoplankton erat kaitannya dengan produktivitas primer. Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya akan energi dari senyawa anorganik. Produktivitas primer ini bisa berbentuk fotosintesis dan bisa juga berbentuk kemosintesis. Akan tetapi, karena pembentukan senyawa organik lebih banyak dilakukan pada proses fotosintesis, maka produktivitas primer ini biasanya dipadankan dengan fotosintesis (Nybakken 1998). Produktivitas primer inilah yang kemudian berkaitan dengan rantai makanan di perairan. Selain produktivitas primer ada pula yang disebut dengan produktivitas sekunder. Menurut Miller (2004) vide Nuraisah (2012), produktivitas sekunder adalah laju perubahan biomasa dari herbivor seiring dengan peningkatan seimbang biomasa oleh predasi. Produktivitas sekunder ini berkaitan dengan herbivora sebagai pemakan produsen primer. Oleh karena sebagian dari ikan-ikan pelagis kecil bukan pemakan fitoplankton secara langsung, maka perhitungan mengenai produktivitas primer dan sekunder juga perlu dilakukan. Pada rantai makanan pelagis, rantai makanan dimulai dari fitoplankton sebagai produsen primer. Fitoplankton ini berada pada trofik level yang pertama. Selanjutnya organisme herbivora seperti zooplankton memakan langsung fitoplankton. Herbivora ini kemudian disebut dengan organisme trofik level dua. Mereka disebut juga dengan konsumen primer. Organisme pada trofik level ketiga adalah karnivora yang berukuran kecil. Mereka memakan dengan cara memanfaatkan energi yang dihasilkan fitoplankton melalui konsumen primer, sehingga mereka disebut sebagai konsumen sekunder. Selanjutnya, organisme pada trofik level selanjutnya adalah karnivora yang berukuran lebih besar. Mereka memakan karnivora kecil dan memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh fitoplankton dari konsumen sekunder atau karnivora kecil, sehingga mereka disebut dengan konsumen tersier (Lalli dan Parsons 1995).

33 Adanya sistem rantai makanan di perairan membuat adanya hubungan saling ketergantungan antar komponen dalam rantai makanan. Adanya fitoplankton di suatu perairan akan mendatangkan organisme lain ke tempat tersebut, termasuk ikan-ikan. Ketika banyak ikan-ikan yang berkumpul di suatu perairan maka terbentuklah daerah penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan inilah yang kemudian didatangi nelayan untuk menangkap ikan. 21 Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Pendugaan daerah penangkapan ikan tongkol Daerah penangkapan ikan merupakan tempat dimana nelayan dapat mengoperasikan alat tangkap untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan. Daerah penangkapan ikan tongkol diduga berdasarkan tiga indikator, yaitu CPUE, ukuran panjang ikan yang tertangkap dan kandungan klorofil-a di Perairan Teluk Lampung selama bulan Juli Tabel 5 Penilaian DPI tongkol di Perairan Teluk Lampung Indikator DPI CPUE Panjang Ikan Klorofil-a Kategori DPI DPI (Kg/Trip) (cm) (mg/m 3 ) Nilai Bobot Ukuran Bobot Konsentrasi Bobot Bobot Total Kategori Balak Tidak Potensial Condong Potensial Kelagian Potensial Legundi Potensial Piabung Potensial Puhawang Sedang Tangkil Tidak Potensial Tanjungputus Potensial Tegal Potensial Berdasarkan Tabel 5 dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan ikan tongkol di Perairan Teluk Lampung masih banyak yang potensial. Berikut ini adalah peta daerah penangkapan ikan tongkol di Perairan Teluk Lampung (Gambar 20).

34 22 LEGENDA Darat Laut Potensial Sedang Tidak Potensial Gambar 20 Peta DPI tongkol di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 Berdasarkan Gambar 20 dapat disimpulkan bahwa daerah penangkapan ikan tongkol potensial menyebar, tidak hanya di perairan yang dekat dengan fishing base, tetapi juga berada di perairan yang cukup jauh dari fishing base. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan terhadap alat tangkap yang melakukan penangkapan ikan di Perairan Teluk Lampung. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menghindari friksi antara nelayan payang dan nelayan purse seine. Alat tangkap purse seine yang armadanya lebih besar perlu diarahkan untuk menangkap ke DPI di sekitar Pulau Legundi, Puhawang dan Kelagian. Armada payang, gillnet dan pancing dapat menangkap di sekitar Tanjungputus, Piabung dan Pulau Condong. Pendugaan daerah penangkapan ikan kembung Selain menduga daerah penangkapan ikan tongkol, penelitian ini juga menduga daerah penangkapan ikan kembung. Indikator yang digunakan untuk menduga daerah penangkapan ikan kembung juga ada tiga, yaitu CPUE, ukuran panjang ikan yang tertangkap dan kandungan klorofil-a. Berikut ini adalah hasil penilaian daerah penangkapan ikan kembung di Perairan Teluk Lampung (Tabel 6).

35 23 Tabel 6 Penilaian DPI kembung di Perairan Teluk Lampung Indikator DPI CPUE Panjang Ikan Klorofil-a Kategori DPI DPI (kg/trip) (cm) (mg/m 3 ) Nilai Bobot Ukuran Bobot Konsentrasi Bobot Bobot Total Kategori Balak Tidak Potensial Condong Tidak Potensial Kelagian Sedang Legundi Tidak Potensial Piabung Potensial Puhawang Sedang Tangkil Tidak Potensial Tegal Sedang LEGENDA Darat Laut Potensial Sedang Tidak Potensial Gambar 21 Peta DPI kembung di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012

36 24 Jika dibandingkan dengan daerah penangkapan ikan tongkol, daerah penangkapan ikan kembung sangat sedikit yang potensial yaitu hanya di sekitar Piabung. Daerah penangkapan ikan kembung dengan kategori sedang yaitu disekitar Pulau Kelagian, Pulau Puhawang dan Pulau Tegal. Bila diamati lagi, untuk DPI kembung potensial sedang terlihat bahwa DPI tersebut produktivitasnya tinggi dan perairannya subur, akan tetapi ikan kembung yang tertangkap belum matang gonad. Hal ini perlu menjadi perhatian. Jika ikan kembung belum matang gonad terus tertangkap secara terus menerus dalam jumlah yang banyak, maka tingkat perkembangbiakan ikan kembung akan menurun dan pada akhirnya menyebabkan kepunahan. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan zonasi terhadap daerah penangkapan ikan kembung di Perairan Teluk Lampung. Selain perlu adanya larangan terhadap kegiatan penangkapan ikan di DPI kembung potensial sedang, perlu juga adanya pengaturan juga terhadap alat tangkap yang digunakan. Alat-alat yang boleh digunakan untuk menangkap ikan kembung hanyalah alat tangkap yang lebih selektif seperti gillnet, sehingga ikan kembung yang tertangkap merupakan ikan kembung yang sudah matang gonad. Pendugaan daerah penangkapan ikan selar hijau Sebagai salah satu ikan yang dominan tertangkap, daerah penangkapan ikan selar hijau tentunya juga perlu diduga. Daerah penangkapan ikan selar juga diduga berdasarkan tiga indikator, yaitu CPUE, ukuran panjang ikan yang tertangkap dan kandungan klorofil-a. Berikut ini adalah hasil penilaian daerah penangkapan ikan selar hijau yang ada di Perairan Teluk Lampung (Tabel 7). Tabel 7 Penilaian DPI selar hijau di Perairan Teluk Lampung DPI CPUE (Kg/Trip) Indikator DPI Panjang Ikan (Cm) Klorofil-a (mg/m 3 ) Nilai Bobot Ukuran Bobot Konsentrasi Bobot Bobot Total Kategori DPI Kategori Legundi Potensial Balak Sedang Condong Sedang Kelagian Tidak Potensial Puhawang Tidak Potensial Tangkil Sedang Tegal Sedang

37 25 LEGENDA Darat Laut Potensial Sedang Tidak Potensial Gambar 22 Peta DPI selar hijau di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 Sama halnya dengan ikan kembung, daerah penangkapan ikan selar hijau juga tidak banyak yang potensial yaitu hanya di sekitar Pulau Legundi, sedangkan DPI selar hijau potensial sedang berada di sekitar Pulau Balak, Pulau Condong, Pulau Tangkil dan Pulau Tegal. Daerah penangkapan ikan selar hijau potensial sedang yang berada di sekitar Pulau Condong, Pulau Tangkil dan Pulau Tegal juga perlu diatur. Dari ketiga DPI tersebut terlihat bahwa produktivitas DPI sangat tinggi sedangkan ikan yang tertangkap belum matang gonad. Oleh karena pemerintah juga perlu melakukan zonasi terhadap daerah penangkapan ikan selar hijau. Selanjutnya seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, hampir 70% hasil tangkapan ikan selar hijau belum matang gonad. Oleh karena itu, alat penangkapan ikan selar hijau juga perlu diatur, misalnya memperbesar ukuran mata jaring alat tangkap. Selain itu, juga dianjurkan penggunaan alat tangkap yang lebih selektif dalam kegiatan penangkapan ikan seperti gillnet. Jika diamati lagi ketiga peta daerah penangkapan yang telah dibuat terlihat bahwa kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang berbasis di PPI Lempasing lebih banyak berada di Perairan Teluk Lampung bagian barat dibandingkan di bagian timur. Hal tersebut diduga karena nelayan sulit mendapatkan bahan bakar minyak sehingga nelayan tidak mencari DPI yang

38 26 terlalu jauh dari fishing base (PPI Lempasing). Selain itu, kemungkinan lainnya adalah adanya keterbatasan pada data yang didapatkan karena pada penelitian ini banyak beberapa nelayan yang tidak bersedia diwawancara. Akan tetapi, tidak adanya daerah penangkapan dugaan di Perairan Teluk Lampung bagian timur bukan berarti menjadi indikasi bahwa di wilayah tersebut tidak terjadi eksploitasi sumberdaya ikan. Kegiatan penangkapan ikan kemungkinan dilakukan oleh nelayan lain dari fishing base yang lebih dekat dengan fishing ground tersebut, seperti nelayan yang berbasis di PPI Kalianda. Selain itu, pada Gambar 21, 22, dan 23 terlihat bahwa penangkapan ikan banyak dilakukan di perairan yang dekat dengan pulau-pulau kecil. Hal ini kemungkinan karena disekitar pulau-pulau tersebut banyak terdapat terumbu karang sehingga menarik ikan-ikan mendekat ke daerah tersebut untuk mencari makan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung dan PT. Taram (2007) menyatakan bahwa terumbu karang di Perairan Teluk Lampung banyak hidup pada kedalaman kurang dari 15 meter. Teluk Lampung merupakan perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata 25 meter. Kedalaman rata-rata berkisar 35 meter di mulut teluk dengan kedalaman maksimum 75 meter di sekitar Pulau Legundi. Menuju ke arah utara (Teluk Betung) kedalaman perairan semakin dangkal hingga isobath 5 m pada jarak yang relatif dekat dengan garis pantai (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung dan PT. Taram 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Konsentrasi klorofil-a di Perairan Teluk Lampung cenderung fluktuatif setiap bulannya. Kandungan klorofil-a cenderung tinggi pada musim peralihan 2 (September), menyusul masing-masing pada musim timur, musim peralihan 1 dan musim barat (Januari); 2. Ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 cukup beragam (17 spesies), dan yang dominan tertangkap adalah ikan tongkol kg (41%) ikan teri kg (22%), ikan kembung kg (12%), ikan kantung semar kg (5,08%) dan ikan selar hijau kg (5%). Ikan tongkol dominan tertangkap pada selang kelas cm yaitu sebanyak 36 ekor (32%). Ikan kembung dominan tertangkap pada selang kelas 16,8-20,1 cm yaitu sebanyak 50 ekor (57%). Ikan selar hijau dominan tertangkap pada selang kelas cm yaitu sebanyak 21 cm (62%); 3. Kandungan klorofil-a di Perairan Teluk Lampung berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan pelagis kecil yang didaratkan di PPI Lempasing; 4. Penyebaran DPI tongkol potensial di Perairan Teluk Lampung pada bulan Juli 2012 terdapat di sekitar Pulau Condong, Kelagian, Legundi, Piabung, Tanjungputus dan Tegal. Daerah penangkapan ikan kembung potensial terdapat di sekitar Piabung dan daerah penangkapan ikan selar hijau potensial terdapat di sekitar Pulau Legundi.

39 27 Saran Saran yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pemerintah perlu melakukan zonasi daerah penangkapan ikan di Perairan Teluk Lampung melalui rencana pengelolaan Teluk Lampung; 2. Pemerintah juga perlu mengatur daerah penangkapan ikan untuk alat tangkap yang berbeda agar tidak terjadi friksi antar nelayan; 3. Perlu dilakukannya penelitian mengenai time lag dari ikan-ikan pelagis kecil yang tidak memakan fitoplankton secara langsung; 4. Perlu dilakukannya penelitian terhadap ukuran pertama kali matang gonad atau length at first maturity (LM) terhadap ikan pelagis kecil yang ada di Perairan Teluk Lampung; 5. Perlu dilakukan penelitian mengenai perhitungan produktivitas primer dan sekunder di Perairan Teluk Lampung. DAFTAR PUSTAKA Adiwijaya RR Distribusi Horizontal Klorofil-a dan Hubungannya dengan Kandungan Unsur Hara serta Kelimpahan Fitoplankton, di Teluk Semangka, Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB. Amri K Analisis Hubungan Kondisi Oseanografi dengan Fluktuasi Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14(1): Artikasari W Studi Tentang Faktor-Faktor Teknis Produksi Pada Unit Penangkapan Payang di PPI Lempasing, Bandar Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. [BPOL] Badan Penelitian dan Observasi Laut Peta PDPI Pelabuhan Perikanan [internet]. [diunduh 14 Maret 2013]. Tersedia pada Collette BB, Aadland CR Revision of the Frigate Tunas (Scombridae, Auxis), with Descriptions of Two New Subspecies from the Eastern Pacific. Fish Bull [internet]. [diunduh 02 Februari 2013] ; 94: Tersedia pada fishbase.org. Collette BB, Nauen CE FAO Species Catalogue. Vol. 2. Scombrids of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Tunas, Mackerels, Bonitos and Related Species Known to Date. FAO Fish Synop [internet]. [diunduh 02 Februari 2013] ; 125(2):137p. Tersedia pada fishbase.org. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung, PT. Taram Pemetaan Terumbu Karang di Teluk Lampung. Bandar Lampung (ID) : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung Statistik PPI Lempasing. Bandar Lampung (ID) : Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Lampung. Diniah Pengenalan Perikanan Tangkap. Bogor (ID) : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Fitriani Variabilitas Spasial dan Temporal Kecepatan Arus Dan Angin Serta Kaitannya Dengan Hasil Tangkapan Di Perairan Selat Makassar

40 28 Menggunakan Data Tahun 2009 [skripsi]. Makasar (ID) : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK UNHAS. Gay LR, Diehl PL Research Method for Business and Management. [Internet]. [diunduh 04 Maret 2012] Tersedia pada Hariyanto T, Baskoro MS, Haluan J, Iskandar BH Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Berbasis Komoditas Potensial di Teluk Lampung. Jurnal Saintek Perikanan 4(1): [JODC] Japan Oceanographic Data Center Oceanographic Data from Western Part of Asean Waters. Di dalam : Pariwono JI Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Proyek Pesisir Publication, Technical Report (TE-99/21-1). Jakarta (ID) : Coastal Resourses Center, University of Rhode Island. Koropitan AF, Hadi S, Radjawane IM, Damar A Studi Dinamika Ekosistem Perairan di Teluk Lampung : Pemodelan Gabungan Hidrodinamika-Ekosistem. Jurnal-Jurnal Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 11(1): Lalli CM, Parsons TR Biological Oceanography (an Introduction). Canada (UK) : University of British Columbia, Vancouver, Canada. Miller B Biology oceanography. United Kingdom (UK) : Blackwell Publishing. Di dalam : Nuraisah R Estimasi Produktivitas Sekunder Kepiting Pasir Emerita emeritus dan Hippa ovalis Pada Maret sampai Mei 2012 di Pantai Berpasir, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Musbir Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan Kembung Rastrelliger Kanagurta di Perairan Laut Flores, Sulawesi Selatan. Di dalam : Tamarol J, Luasunaung A, Budiman J Dampak Perikanan Tangkap Terhadap Sumberdaya Ikan dan Habitatnya di Perairan Pantai Tabukan Tengah Kepulauan Sangihe. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis. 8(1): Nasution SH Karakteristik Reproduksi Ikan Endemic Rainbow Selebensis (Telmatherina celebensis Boulenger). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 11(2): Nybakken JW Biologi Laut (Suatu Pendekatan Ekologis). Jakarta (ID) : Gramedia. Ocean Biogeographic Information System Atule Mate (Yellowtail Scad). Encyclopedia of life [internet]. [diunduh 04 Maret 2012]. Tersedia pada Pariwono JI Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung. Proyek Pesisir Publication, Technical Report (TE-99/21-1). Jakarta (ID) : Coastal Resourses Center, University of Rhode Island. Paxton JR, Hoese DF, Allen GR, Hanley JE Zoological Catalogue of Australia Pisces Petromyzontidae to Carangidae. Canberra (AU) : Australian Government Publishing Service, Canberra. Proceedings of the Washington Academy of Science 5(7): Purwaningtyas SE, Sugianti Y, Hartati ST Hasil Tangkapan Ikan dengan Menggunakan Bubu di Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV Jatiluhur (ID) : PDII LIPI.

41 Rachmansjah Studi Tentang Kelimpahan Musiman Ikan Pelagis Pantai di Teluk Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Ilmu dan teknologi Kelautan FPIK IPB. Ratnasari T Alokasi Unit Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Teluk Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Simbolon D Bioekologi dan Daerah Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Surbakti CN Analisis Musim dan Daerah Penangkapan Ikan Teri (Stelophorus sp.) Berdasarkan Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB. Syam AR Produktivitas Primer Fitoplankton dan Perbandingan Beberapa Karakteristik Biofisikakimia Perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung [skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB. Widodo J Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh untuk Perikanan di Indonesia. Prosiding Seminar Validasi Data Inderaja untuk Bidang Perikanan Jakarta (ID) : BPPT Jakarta. ISBN Wiryawan B, Marsden B, Susanto HA, Mahi AK, Ahmad M, Poespitasari H Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Bandar Lampung (ID) : PEMDA Lampung. Wrytki K Physical Oceanography of South East Asia Waters. Di dalam : Ramansyah F Penentuan Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat Sunda dan Perairan Sekitarnya dengan Menggunakan Data Inderaan Aqua Modis [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Yusfiandayani R Pengaruh Perbedaan Bahan Atraktor terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis dengan Menggunakan Payang Bugis. Jurnal Kelautan Nasional. 2(Edisi Khusus):1-18. Zamroni A, Suwarso, Mukhlis MA Biologi Reproduksi dan Genetik Populasi Ikan Kembung (Rastrelliger Brachysoma, Famili Scombridae) di Pantai Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 14(2): Zen M, Simbolon D, Gaol JL, Hartojo W Pengkajian Zona Potensial Penangkapan Ikan Kembung (Rastrelliger spp) di Kabupaten Asahan Sumatera Utara. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Prosiding Seminar Perikanan Tangkap. 29

42 30 LAMPIRAN Lampiran 1 Ikan yang didaratkan di PPI Lempasing Ikan kantung semar Ikan kembung Ikan selar hijau Ikan pepetek Ikan tongkol Ikan tenggiri

43 31 Lampiran 2 Citra klorofil-a di Perairan Teluk Lampung Citra klorofil-a Juli 2007 Citra klorofil-a Agustus 2007 Citra klorofil-a September 2007 Citra klorofil-a Oktober 2007 Citra klorofil-a November 2007 Citra klorofil-a Desember 2007 Keterangan : Daratan

44 32 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Januari 2008 Citra klorofil-a Februari 2008 Citra klorofil-a Maret 2008 Citra klorofil-a April 2008 Citra klorofil-a Mei 2008 Citra klorofil-a Juni 2008 Keterangan : Daratan

45 33 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Juli 2008 Citra klorofil-a Agustus 2008 Citra klorofil-a September 2008 Citra klorofil-a Oktober 2008 Citra klorofil-a November 2008 Citra klorofil-a Desember 2008 Keterangan : Daratan

46 34 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Januari 2009 Citra klorofil-a Februari 2009 Citra klorofil-a Maret 2009 Citra klorofil-a April 2009 Citra klorofil-a Mei 2009 Citra klorofil-a Juni 2009 Keterangan : Daratan

47 35 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Juli 2009 Citra klorofil-a Agustus 2009 Citra klorofil-a September 2009 Citra klorofil-a Oktober 2009 Citra klorofil-a November 2009 Citra klorofil-a Desember 2009 Keterangan : Daratan

48 36 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Januari 2010 Citra klorofil-a Februari 2010 Citra klorofil-a Maret 2010 Citra klorofil-a April 2010 Keterangan : Citra klorofil-a Mei 2010 Citra klorofil-a Juni 2010 Daratan

49 37 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Juli 2010 Citra klorofil-a Agustus 2010 Citra klorofil-a September 2010 Citra klorofil-a Oktober 2010 Citra klorofil-a November 2010 Citra klorofil-a Desember 2010 Keterangan : Daratan

50 38 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Januari 2011 Citra klorofil-a Februari 2011 Citra klorofil-a Maret 2011 Citra klorofil-a April 2011 Keterangan : Citra klorofil-a Mei 2011 Citra klorofil-a Juni 2011 Daratan

51 39 Lampiran 2 (Lanjutan) Citra klorofil-a Juli 2011 Citra klorofil-a Agustus 2011 Citra klorofil-a September 2011 Citra klorofil-a Oktober 2011 Citra klorofil-a November 2011 Citra klorofil-a Desember 2011 Keterangan : Daratan

52 40 Lanjutan (Lampiran 2) Citra klorofil-a Januari 2012 Citra klorofil-a Februari 2012 Citra klorofil-a Maret 2012 Citra klorofil-a April 2012 Citra klorofil-a Mei 2012 Citra klorofil-a Juni 2012 Keterangan : Daratan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial. Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Klorofil-a secara Temporal dan Spasial Secara keseluruhan konsentrasi klorofil-a cenderung menurun dan bervariasi dari tahun 2006 hingga tahun 2010. Nilai rata-rata

Lebih terperinci

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga

5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga 29 5 HASIL 5.1 Kandungan Klorofil-a di Perairan Sibolga Kandungan klorofil-a setiap bulannya pada tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Lampiran 3, konsentrasi klorofil-a di perairan berkisar 0,26 sampai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun

4 HASIL. Gambar 4 Produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru tahun Cacth (ton) 46 4 HASIL 4.1 Hasil Tangkapan (Catch) Ikan Lemuru Jumlah dan nilai produksi tahunan hasil tangkapan ikan lemuru yang didaratkan di PPP Muncar dari tahun 24 28 dapat dilihat pada Gambar 4 dan

Lebih terperinci

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT.

3. METODE. penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari. posisi koordinat LS dan BT. 3. METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari Februari hingga Agustus 2011. Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahap : pertama, pada bulan Februari dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI ANALISIS HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SIBOLGA, SUMATERA UTARA DEYSI OLGA SITANGGANG

EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI ANALISIS HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SIBOLGA, SUMATERA UTARA DEYSI OLGA SITANGGANG EVALUASI DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI ANALISIS HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SIBOLGA, SUMATERA UTARA DEYSI OLGA SITANGGANG DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi SPL secara Spasial dan Temporal Pola distribusi SPL sangat erat kaitannya dengan pola angin yang bertiup pada suatu daerah. Wilayah Indonesia sendiri dipengaruhi

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN BINUANGEUN, BANTEN TOPAN BASUMA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Mentawai adalah kabupaten termuda di Propinsi Sumatera Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No.49 Tahun 1999. Kepulauan ini terdiri dari empat pulau

Lebih terperinci

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam

Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam 5. DAERAH PENANGKAPAN DAN HASlL TANGKAPAN 5.1. Peta Daerah Penangkapan Daerah penangkapan ikan pelagis kecil di Selat Sunda yang diamati dalam penelitian ini adalah di seluruh perairan Selat Sunda yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum aktivitas perikanan tangkap di Indonesia dilakukan secara open access. Kondisi ini memungkinkan nelayan dapat bebas melakukan aktivitas penangkapan tanpa batas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS

HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT JAWA DARI CITRA SATELIT MODIS Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Vol. 3. No. 1 November 2012: 1-10 ISSN 2087-4871 HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DAN SUHU PERMUKAAN LAUT DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS UTAMA DI PERAIRAN LAUT

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK

FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK FENOMENA UPWELLING DAN KAITANNYA TERHADAP JUMLAH TANGKAPAN IKAN LAYANG DELES (Decapterus Macrosoma) DI PERAIRAN TRENGGALEK Indri Ika Widyastuti 1, Supriyatno Widagdo 2, Viv Djanat Prasita 2 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian.

3. METODOLOGI. Gambar 7 Peta lokasi penelitian. 23 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangandaran, Jawa Barat (Gambar 7). Pengumpulan data jumlah hasil tangkapan dan posisi penangkapannya dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna

6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna 38 6 PEMBAHASAN 6.1 Produksi Hasil Tangkapan Yellowfin Tuna Berdasarkan data statistik Palabuhanratu tahun 1997-2011, hasil tangkapan Yellowfin Tuna mengalami fluktuasi. Jika dilihat berdasarkan data hasil

Lebih terperinci

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG

MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG MUSIM PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING PROVINSI LAMPUNG (Fishing Season of Large Pelagic Fish in Lempasing Coastal Fishing Port Lampung Province) Setia Agustina 1

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN DI PPN PENGAMBENGAN

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN DI PPN PENGAMBENGAN PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU BERDASARKAN KANDUNGAN KLOROFIL-A DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN YANG DIDARATKAN DI PPN PENGAMBENGAN DANIEL JULIANTO TARIGAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan 22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan 5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Spesifikasi ketiga buah kapal purse seine mini yang digunakan dalam penelitian ini hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Ukuran kapal tersebut dapat dikatakan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN PURSE SEINE WARING UNTUK PELESTARIAN SUMBERDAYA IKAN TERI (Stolephorus devisi) DI PERAIRAN WONOKERTO, KABUPATEN PEKALONGAN Catch Analyses of Purse Seine Waring for Preservation

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL DI TELUK LAMPUNG

HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL DI TELUK LAMPUNG HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TONGKOL DI TELUK LAMPUNG Tiara Dea Kuswanto, Mega Laksmini Syamsuddin, dan Sunarto Universitas Padjadjaran Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn:

Depik Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan p-issn: , e-issn: RESEARCH ARTICLE DOI: 10.13170/depik.6.2.5381 Selektivitas alat tangkap purse seine di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Jakarta Purse seine fishing gear selectivity at Muara Angke Fishing Port Jakarta

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Kota Serang Kota Serang adalah ibukota Provinsi Banten yang berjarak kurang lebih 70 km dari Jakarta. Suhu udara rata-rata di Kota Serang pada tahun 2009

Lebih terperinci

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi

Tabel 1 Contoh spesifikasi kapal purse seine Pekalongan No. Spesifikasi Dimensi 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perikanan purse seine Pekalongan 4.1.1.1 Kapal purse seine Pekalongan Secara umum armada penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan adalah

Lebih terperinci

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI SAFIRA ZAKIAH

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI SAFIRA ZAKIAH PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN LEMURU MELALUI ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DI PPP MUNCAR, BANYUWANGI SAFIRA ZAKIAH DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran

Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman Hamdani Universitas Padjadjaran PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL BERDASARKAN PENDEKATAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN UTARA INDRAMAYU JAWA BARAT Nadhilah Nur Shabrina, Sunarto, dan Herman

Lebih terperinci

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VII No. 2 /Desember 2016 (97-102) SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) MUARA ANGKE JAKARTA Azlhimsyah Rambun P., Sunarto, Isni Nurruhwati

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Jenis dan Sumber Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan data dilakukan di wilayah Teluk Jakarta bagian dalam, provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pengambilan data dilakukan pada Bulan Agustus 2010 dan Januari

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN MELALUI PENDEKATAN KONVENSIONAL P. Ika Wahyuningrum prieha@yahoo.com p_ika_w Ika Wahyuningrum Kompleksitas perikanan tangkap di Indonesia 1. Komposisi UPI 2. Common property

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise Peta sebaran SPL dan salinitas berdasarkan cruise track Indomix selengkapnya disajikan pada Gambar 6. 3A 2A

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Statistik Produksi Ikan dan Telur Ikan Terbang 4.1.1 Produksi tahunan ikan dan telur ikan terbang Produksi ikan terbang (IT) di daerah ini dihasilkan dari beberapa kabupaten yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie-

PENDAHULUAN. Malaysia, ZEE Indonesia India, di sebalah barat berbatasan dengan Kab. Pidie- PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah Pengelolaan Perikanan 571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka dan Laut Andaman. Secara administrasi WPP 571 di sebelah utara berbatasan dengan batas terluar ZEE Indonesia

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Selat Sunda Perairan Selat Sunda terletak di antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa sehingga perairan ini merupakan pertemuan antara perairan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) BERDASARKAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN IDI RAYEUK KABUPATEN ACEH TIMUR DETERMINATION OF FISHING AREA OF Euthynnus affinis BASED

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 59 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Karakteristik konsumen di RW 11 Muara Angke Penjelasan tentang karakteristik individu konsumen yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia,

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU Zulkhasyni Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK Perairan Laut Bengkulu merupakan

Lebih terperinci

VALIDASI DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL MENGGUNAKAN PURSE SEINEDENGANCITRA SATELITDI PERAIRAN PIDIE JAYA

VALIDASI DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL MENGGUNAKAN PURSE SEINEDENGANCITRA SATELITDI PERAIRAN PIDIE JAYA VALIDASI DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL MENGGUNAKAN PURSE SEINEDENGANCITRA SATELITDI PERAIRAN PIDIE JAYA Afdhal Fuadi 1*, Musri Musman 1, Edy Miswar 1. 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENDUGAAN MUSIM IKAN MALALUGIS BIRU (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN SEKITAR LIKUPANG, SULAWESI UTARA.

PENDUGAAN MUSIM IKAN MALALUGIS BIRU (Decapterus macarellus) DI PERAIRAN SEKITAR LIKUPANG, SULAWESI UTARA. @2003 Alfret Luasunaung Posted 10 December 2003 Makalah falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor Desember 2003 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab)

Lebih terperinci

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil

Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil Analisis Hasil Tangkapan Jaring Insang di Kuala Baru Kabupaten Aceh Singkil The Analysis on Fish Catches of Gillnet in Kuala Baru of Aceh Singkil Regency Nelci Sylvia 1*, Chaliluddin Marwan 1, Ratna Mutia

Lebih terperinci

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR .A lecy STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG S K W I P S I FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR 1 9 9 1 RINGKASAN RACHMANS JAH. 199 1. STUD1 TENTANG KELIMPAHAN

Lebih terperinci

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR

.A lecy. lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG. STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN. FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR .A lecy STUD1 TENTANG KELlMPAHABil MUSIMAN lkan PELAGIS PANTAI Dl TELUK LAMPUNG S K W I P S I FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANiAN BOGOR 1 9 9 1 RINGKASAN RACHMANS JAH. 199 1. STUD1 TENTANG KELIMPAHAN

Lebih terperinci

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia.

Kata kunci: Citra satelit, Ikan Pelagis, Klorofil, Suhu, Samudera Hindia. HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) SADENG YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MODIS Dewantoro Pamungkas *1, Djumanto 1

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT

STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT STUDI PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TONGKOL MELALUI PEMETAAN PENYEBARAN KLOROFIL- A DAN HASIL TANGKAPAN DI PALABUHANRATU, JAWA BARAT HARRY SATRIYANSON GIRSANG SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna 24 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna Pendataan produksi tuna di PPN Palabuhanratu pada tahun 1993-2001 mengalami perbedaan dengan data produksi tuna pada tahun 2002-2011. Perbedaan ini

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN

ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN ANALISIS HASIL TANGKAPAN MINI PURSE SEINE MENGGUNAKAN JUMLAH LAMPU YANG BERBEDA. OLEH: AGUS SUHERMAN PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK AGUS SUHERMAN. Analisis Hasil Tangkapan Mini

Lebih terperinci

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 2 November 2015: 159-168 ISSN 2087-4871 POTENSI LESTARI IKAN LAYANG (Decapterus spp) BERDASARKAN HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI

Lebih terperinci

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor KOMPOSISI JUMLAH DAN UKURAN PANJANG IKAN CAKALANG DAN TONGKOL HASIL TANGKAPAN PAYANG DI PERAIRAN PALABUHANRATU DAN BINUANGEUN The Amount and Length Size Composition of Skipjack and Frigate Mackerel Cought

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik : PENANGKAPAN DAN DISTRIBUSI HIU (APPENDIX II CITES) OLEH NELAYAN RAWAI DI PERAIRAN SELATAN TIMOR CATCH AND DISTRIBUTION OF SHARKS (APPENDIX II CITES) BY LONGLINE FISHERMEN IN SOUTH WATER OF TIMOR Oleh :

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus Sp) With The Arrested Purse Seine in Samudera Fishing Port (Pps) Lampulo

Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus Sp) With The Arrested Purse Seine in Samudera Fishing Port (Pps) Lampulo Studi Hasil Tangkapan Ikan Layang (Decapterus Sp) Dengan Alat Tangkap Pukat Cincin (Purse Seine) Yang Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera (Pps) Lampulo Study Catches of Decpterus Fish (Decapterus

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru

5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru 5 PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Perairan di Kabupaten Barru Perairan Kabupaten Barru terletak di pantai barat pulau Sulawesi dan merupakan bagian dari Selat Makassar. Perairan ini merupakan salah satu pintu masuk

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN POTENSIAL IKAN TUNA MATA BESAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN LHOKSEUMAWE

PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN POTENSIAL IKAN TUNA MATA BESAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN LHOKSEUMAWE PENENTUAN DAERAH PENANGKAPAN POTENSIAL IKAN TUNA MATA BESAR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN LHOKSEUMAWE FISHING GROUND PREDICTION OF BIG-EYE TUNA USING SATELLITE IMAGINARY IN THE WATERS OF

Lebih terperinci

Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara

Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi Utara Analisis Penentuan Musim Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis L.) di Perairan Sangihe Sulawesi tara 1 Marline S. Paendong, 2 John Socrates Kekenusa, 3 Winsy Ch. D. Weku 1 Jurusan Matematika, FMIPA,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena

Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor. yang sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan karena 1.1. Latar Belakang Keberadaan sumber daya ikan sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan, sehingga kelimpahannya sangat berfluktuasi di suatu perairan. MacLennan dan Simmonds (1992), menyatakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali

Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali Journal of Marine and Aquatic Sciences 3(1), 30-46 (2017) Pengaruh Sebaran Konsentrasi Klorofil-a Berdasarkan Citra Satelit terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol (Euthynnus sp) Di Perairan Selat Bali I

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya

6 PEMBAHASAN. 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya 99 6 PEMBAHASAN 6.1 Kondisi Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Faktor kondisi perairan yang menjadi perhatian utama dalam penelitian tentang penentuan ZPPI dan kegiatan penangkapan ikan ini adalah SPL,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang

Tengah dan Selatan. Rata-rata SPL selama penelitian di Zona Utara yang pengaruh massa air laut Flores kecil diperoleh 30,61 0 C, Zona Tengah yang 8 PEMBAHASAN UMUM Berdasarkan letaknya yang pada bagian selatan berbatasan dengan laut Flores, karakteristik perairan Teluk Bone sangat dipengaruhi oleh laut ini. Arus permukaan di Teluk Bone sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA

PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA PENENTUAN DAERAH POTENSIAL PENANGKAPAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis) MENGGUNAKAN CITRA SATELIT DI PERAIRAN JAYAPURA SELATAN KOTA JAYAPURA THE DETERMINATION OF POTENTIAL FISHING AREA OF SKIPJACK TUNA

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA

PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA PENGARUH PERUBAHAN DAN VARIABILITAS IKLIM TERHADAP DINAMIKA FISHING GROUND DI PESISIR SELATAN PULAU JAWA OLEH : Dr. Kunarso FOKUSED GROUP DISCUSSION CILACAP JUNI 2016 PERUBAHAN IKLIM GLOBAL Dalam Purwanto

Lebih terperinci

KAJIAN HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG

KAJIAN HUBUNGAN HASIL TANGKAPAN IKAN CAKALANG KJIN HUUNGN HSIL TNGKPN IKN CKLNG (Katsuwonus pelamis) DENGN KLOROFIL-a PD WPP 714, WPP 715, DN WPP 716 SEGI FISHING GROUND NELYN DI ITUNG sia*, Moh. Zaini, M. Zainul rifin Politeknik Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil 7. PEMBAHASAN UMUM 7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil Terdapat 3 komponen utama dalam kegiatan penangkapan ikan, yaitu 1) teknologi (sumberdaya manusia dan armada), 2) sumberdaya ikan, 3)

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Letak geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat, secara geografis terletak di antara 6 0.57`- 7 0.25`

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci