PEDOMAN UMUM POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR EDISI SATU CETAKAN KE DUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN UMUM POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR EDISI SATU CETAKAN KE DUA"

Transkripsi

1 PEDOMAN UMUM POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR EDISI SATU CETAKAN KE DUA

2

3 KATA SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga Buku Pedoman Posbindu PTM dapat dibuat disusun sebagai salah satu karya kita dalam rangka Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM). Pos pembinaan terpadu (Posbindu) PTM adalah peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan monitoring terhadap faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Pelaksanaan tindak lanjutnya dalam bentuk konseling dan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Upaya pengembangan program Posbindu PTM sedang gencar dilakukan, dan harapan saya ke depan Posbindu PTM dapat dijadikan kendaraan program pengendalian penyakit tidak menular di masyarakat. Agar upaya ini dapat berjalan dengan baik, benar, dan tepat sasaran perlu disusun satu pedoman untuk melaksanakannya sehingga implementasi dari Posbindu PTM mempunyai daya ungkit dalam pengendalian faktor risiko PTM, khususnya PTM Utama seperti Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Kanker, Diabetes Melitus, Penyakit Paru menahun, serta Gangguan Akibat Kecelakaan. Saya berharap pedoman ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan secara baik dan benar oleh individu, kelompok, masyarakat dan organisasi masyarakat, dalam rangka pengendalian PTM. Jakarta, Februari 2014 Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama NIP i

4 KATA PENGANTAR Saat ini, Indonesia menghadapi tiga beban penyakit dalam pembangunan kesehatan, yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, penyakit menular baru dan penyakit menular yang sudah lama hilang muncul kembali, sementara itu penyakit tidak menular (PTM) semakin meningkat. PTM merupakan penyakit yang seringkali tidak terdeteksi karena tidak bergejala dan tidak ada keluhan. Biasanya ditemukan dalam tahap lanjut sehingga sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau kematian dini. Keadaan ini menimbulkan beban pembiayaan yang besar bagi penderita, keluarga dan negara. PTM ini dapat dicegah melalui pengendalian faktor risiko, yaitu merokok, kurang aktifitas fisik, diet yang tidak sehat, dan konsumsi alkohol. Peningkatan kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap faktor risiko PTM sangat penting dalam pengendalian PTM. Untuk itu diperlukan pemberdayaan dan peran serta masyarakat yang dikenal dengan pembinaan terpadu (Posbindu) PTM. Pelaksanaan Posbindu PTM memerlukan pedoman sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan maupun pengelola program di berbagai tingkatan administrasi untuk memfasilitasi terselenggaranya Posbindu PTM di masyarakat. Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak sehingga penyelenggaraan Posbindu PTM dapat berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan buku ini, untuk itu diharapkan masukan dan saran dalam penyempurnaan buku pedoman ini. Jakarta, Februari 2014 Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes NIP ii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Faktor Risiko PTM... 6 Gambar 2. Hubungan Faktor Risiko dengan PTM... 7 Gambar 3. Kerangka Kerja Pengendalian PTM... 8 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tingkat Perkembangan Posbindu PTM iii

6 iv

7 DAFTAR ISI Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Gambar... Daftar Tabel... Daftar Isi... i ii iii iii v BAB I PENDAHULUAN Lalar Belakang Tujuan Landasan Hukum Ruang Lingkup BAB II TUJUAN DAN STRATEGI KEGIATAN Tujuan Kegiatan Tujuan Umum Tujuan Kusus Strategi Kegiatan BAB III KONSEP DASAR POSBINDU PTM Kontribusi Faktor Risiko Bersama Terhadap PTM Sasaran Kegiatan BAB IV GORGANISASIAN KEGIATAN POSBINDU PTM Pengertian Kegiatan Posbindu PTM Perencanaan Kegiatan Posbindu PTM PelaksanaanKegiatan Posbindu PTM Pencatatan dan Pelaporan BAB V PEMANTAUAN, PENILAIAN DAN PEMBINAAN Pemantauan dan Penilaian Pembinaan v

8 BAB VI PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN Pusat UPT Kementerian Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Puskesmas Organisasi Sosial Kemasyarakatan BAB VII PENUTUP Tim Penyusun Daftar Pustaka vi

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29 juta (80%) justru terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010). Peningkatan kematian akibat PTM di masa mendatang diproyeksikan akan terus terjadi sebesar 15% ( 44 juta kematian) dengan rentang waktu antara tahun 2010 dan Kondisi ini timbul akibat perubahan perilaku manusia dan lingkungan yang cenderung tidak sehat terutama pada negara-negara berkembang. Pada awal perjalanan PTM seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan tanda klinis secara khusus sehingga datang sudah terlambat atau pada stadium lanjut akibat tidak mengetahui dan menyadari kondisi kelainan yang terjadi pada dirinya. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukan bahwa 69,6% dari kasus diabetes melitus dan 63,2% dari kasus hipertensi masih belum terdiagnosis. Keadaan ini mengakibatkan penanganan menjadi sulit, terjadi komplikasi bahkan berakibat kematian lebih dini. Dalam kurun waktu tahun , kematian akibat PTM mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner 1,5%, Gagal Jantung 0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per 1000, Penyakit Paru Kronik Obstruktif 3,7% dan Cidera 8,2%. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi merokok 36,3%, (dibagi menjadi perokok laiki-laki dan perokok wanita) kurang aktifitas fisik 26,1%, kurang konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti makanan manis 53,1%, makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan berpenyedap 77,3% serta gangguan mental emosional 6,0%. obesitas umum 15,4%,dan obesitas sentral 26,6%. Peningkatan prevalensi PTM berdampak terhadap peningkatan beban pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung Negara dan masyarakat. Penyandang PTM memerlukan biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang menjadi kronik dan terjadi komplikasi. 1

10 Data Pusat Pemeliharaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa PTM menghabiskan biaya pengobatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan biaya pengobatan tertinggi dari seluruh penyakit menular. Pembiayaan Hemodialisis pada kasus Gagal Ginjal Kronik sebesar Rp ,- dan pada penyakit kanker sebesar Rp sementara pembiayaan untuk TBC sebesar Rp PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya, yaitu merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan konsumsi minuman beralkohol. Mencegah dan mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila dibandingkan dengan biaya pengobatan PTM. Pengendalian faktor risiko PTM merupakan upaya untuk mencegah agar tidak terjadi faktor risiko bagi yang belum memiliki faktor risiko, mengembalikan kondisi faktor risiko PTM menjadi normal kembali dan atau mencegah terjadinya PTM bagi yang mempunyai faktor risiko, selanjutnya bagi yang sudah menyandang PTM, pengendalian bertujuan untuk mencegah komplikasi, kecacatan dan kematian dini serta meningkatkan kualitas hidup,. Salah satu strategi pengendalian PTM yang efisien dan efektif adalah pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat. Masyarakat diberikan fasilitas dan bimbingan untuk ikut berpartisipasi dalam pengendalian faktor risiko PTM dengan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan deteksi dini, monitoring faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya. Kegiatan ini disebut dengan Pos pembinaan terpadu (Posbindu) PTM. Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya yang dilaksanakan secara terpadu, rutin, dan periodik. Kegiatan Posbindu PTM diharapkan dapat meningkatkan sikap mawas diri masyarakat terhadap faktor risiko PTM sehingga peningkatan kasus PTM dapat dicegah. Sikap mawas diri ini ditunjukan dengan adanya perubahan perilaku masyarakat yang lebih sehat dan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan tidak hanya pada saat sakit, melainkan juga pada keadaan sehat. Dalam menyelenggarakan Posbindu PTM diperlukan suatu pedoman yang dapat menjadi panduan bagi penyelenggaraan kegiatan bagi para pemangku kepentingan serta pelaksana di lapangan. 2

11 1.2 TUJUAN Sebagai panduan bagi pengelola program PPTM di Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten / Kota, Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan dan Puskesmas serta institusi dan organisasi lain nya. 1.3 LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perundangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 6. Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2010 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan 7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 7 tahun 2007 Tentang Petugas pelaksana Pemberdayaan Masyarakat 9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota 10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 1 tahun 2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga 12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengendalian Dampak Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan 13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1479 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan PTM Terpadu 3

12 14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 430 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker 15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga 1.4 RUANG LINGKUP Ruang lingkup pedoman ini meliputi tujuan dan strategi kegiatan, konsep dasar program Posbindu PTM, pengorganisasian Posbindu PTM, pemantauan, penilaian dan pembinaan serta peran pemangku kepentingan. 4

13 BAB II TUJUAN DAN STRATEGI KEGIATAN 2.1. TUJUAN KEGIATAN Tujuan Umum : Terlaksananya pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM berbasis peran serta masyarakat secara terpadu, rutin dan periodik Tujuan khusus : a. Terlaksananya deteksi dini faktor risiko PTM b. Terlaksananya monitoring faktor risiko PTM c. Terlaksananya tindak lanjut dini 2. 2 STRATEGI KEGIATAN Untuk mencapai keberhasilan program Posbindu PTM perlu dikembangkan strategi pelaksanaan kegiatan, yaitu : a. Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah, pihak legislatif, pemerintah daerah serta pemangku kepentingan. b. Peningkatan kemampuan dan keterampilan masyarakat dalam pengendalian faktor risiko PTM. c. Fasilitasi ketersediaan sarana dan prasarana. d. Peningkatan jejaring kerja PTM dengan melibatkan lintas program, lintas sektor dan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait baik di Pusat maupun Provinsi, dan Kabupaten/ Kota dan puskesmas. e. Peningkatan peran pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi. f. Berbasis bukti ilmiah (evidence-based) dan sesuai kearifan lokal. g. Pendekatan.integratif pada kelompok masyarakat khusus dan pada berbagai tatanan seperti disekolah, tempat kerja, lingkungan pemukiman. 5

14 6

15 BAB III KONSEP DASAR PROGRAM POSBINDU PTM 3.1 KONTRIBUSI FAKTOR RISIKO BERSAMA TERHADAP PTM Pada umumnya PTM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan secara total apabila kondisi penyakit sudah sampai pada fase akhir, oleh karena itu upaya yang terbaik melalui pengendalian faktor risikonya sehingga kejadian PTM di masyarakat dapat dicegah. Untuk dapat mengendalikan faktor risiko PTM, maka perlu dikenali terlebih dahulu faktor risiko PTM. ( Gambar 1 ) Gambar 1. FAKTOR RISIKO PTM Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah Umur, Sex) Keturunan ) " FAKTOR RISIKO FISIOLOGIS PENYAKIT ANTARA FASE AKHIR PJK-PD Stroke Risiko Perilaku Merokok Diet tdk sehat Kurang aktivitas Fisik Konsumsi alkohol Hipertensi Diabetes Hiperglikemi Penyakit Ginjal Kronik Obesitas Kanker Dislipidemia PPOK " Lesi Pra kanker Cedera Benjolan pada Gagal ginjal Stres " payudara Thalasemia Lupus Risiko Lingkungan : Globalisasi, Sosio ekonomi Modernisasi,dll 7

16 Tahapan yang akan dilalui suatu penyakit tidak menular sebelum sampai pada fase akhir penyakit, adalah sebagai berikut (Gambar 1): a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu umur, jenis kelamin, keturunan. b. Faktor risiko perilaku yang bisa diubah yaitu merokok, kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi buah dan sayur, konsumsi alkohol, stress, dan potensi cedera, perilaku seks tidak sehat, paparan zat karsinogenik dan radiasi c. Faktor risiko lingkungan yaitu kondisi ekonomi daerah, lingkungan sosial seperti modemisasi, serta lingkungan fisik antara lain seperti polusi, pemukiman yang padat dan lokasi di bawah tegangan listrik tinggi, dan kebisingan d. Faktor risiko fisiologis - penyakit antara meliputi hipertensi, hiper glikemia, dislipidemia, obesitas dan lesi pra kanker serta benjolan pada payudara Faktor risiko perilaku dapat diubah dengan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan gaya hidup sehat melalui kegiatan promosi kesehatan seperti advokasi dan sosialisasi, edukasi, penyuluhan dan konseling secara terus menerus. Gambar dibawah ini ( Gambar 2) adalah hubungan antara faktor risiko dengan PTM. Faktor risiko tersebut saling berkaitan dan mempu nyai konstribusi satu sama lainnya dalam menyebabkan terjadinya PTM. Merokok berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, penyakit kanker, penyakit diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Diet tidak seimbang berisiko terjadinya penyakit kardiovaskuler, penyakit kanker, diabetes. kurang aktifitas fisik berisiko dengan terjadinya penyakit kardiovaskuler, penyakit kanker, penyakit diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan konsumsi alkohol berisiko terjadinya terjadinya penyakit kardiovaskuler, penyakit kanker, penyakit diabetes dan demikian seterusnya dengan faktor risiko lainnya. Pengendalian faktor risiko PTM merupakan upaya efektif dan ekonomis, karena dengan mencegah dan mengendalikan salah satu faktor risiko akan mengurangi terjadinya kasus PTM. Upaya pengendalian empat faktor risiko bersama PTM akan mengurangi kejadian baru kasus PTM secara signifikan. 8

17 Gambar 2. HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN PTM Merokok Penyakit Kardiovaskuler Kanker Diet Tidak Seimbang Diabetes Kurang Aktifitas Fisik Konsumsi Alkohol Penyakit Paru Kronis Gangguan Akibat Kecelakaan Dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan deteksi dini faktor risiko tersebut diatas maka faktor risiko fisiologis penyakit antara sebagaimana gambar 1 dapat dideteksi secara dini sebelum muncul sebagai penyakit atau fase akhir. Deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM dilakukan secara terpadu dengan strategi pendekatan kesehatan masyarakat yang fokus pada faktor risiko melalui penyelenggarakan Posbindu PTM. 3.2 SASARAN KEGIATAN Sasaran dalam penyelenggaraan Posbindu PTM dibagi menjadi 3 kelompok yaitu sasaran utama, sasaran antara, dan sasaran penunjang. Pendekatan terhadap ketiga sasaran tersebut tidak dilakukan satu persatu berurutan namun harus dilakukan secara integratif selama proses pelaksanaan. a. Sasaran Utama Sasaran utama merupakan sasaran penerima langsung manfaat pelayanan yang diberikan, yaitu masyarakat sehat, masyarakat berisiko dan masyarakat dengan PTM berusia mulai dari 15 tahun ke atas. b. Sasaran Antara Sasaran antara merupakan sasaran individu/ kelompok masyarakat yang dapat berperan sebagai agen pengubah terhadap faktor risiko PTM, dan lingkungan yang lebih kondusif untuk penerapan gaya 9

18 hidup sehat. Sasaran antara tersebut adalah petugas kesehatan baik pemerintah maupun swasta, tokoh panutan masyarakat, anggota organisasi masyarakat yang peduli PTM. c. Sasaran Penunjang Sasaran penunjang merupakan sasaran individu, kelompok/organisasi/ lembaga masyarakat dan profesi, lembaga pendidikan dan lembaga pemerintah yang berperan memberi dukungan baik dukungan kebijakan, teknologi dan ilmu pengetahuan, material maupun dana, untuk terlaksananya Posbindu PTM dan keberlanjutannya. Mereka antara lain adalah pimpinan daerah/ wilayah, Perusahaan, Lembaga Pendidikan, Organisasi Profesi, dan Penyandang Dana. 10

19 BAB IV PENGORGANISASIAN POSBINDU PTM 4.1 PENGERTIAN POSBINDU PTM Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor risiko PTM tidak memberikan gejala pada yang mengalaminya. Posbindu PTM merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat (UKM) yang berorientasi kepada upaya promotif dan preventif dalam pengendalian PTM dengan melibatkan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Masyarakat diperankan sebagai sasaran kegiatan, target perubahan, agen pengubah sekaligus sebagai sumber daya. Dalam pelaksanaan selanjutnya kegiatan Posbindu PTM menjadi Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM), di mana kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan sumber daya, kemampuan, dan kebutuhan masyarakat 4.2 Perencanaan Posbindu PTM Persiapan dalam penyelenggaraan Posbindu PTM didahului dengan identifikasi kelompok potensial yang ada di masyarakat, sosialisasi dan advokasi, fasilitasi teknis, dan logistik, pengaturan mekanisme kerja antara tenaga pelaksana Posbindu PTM dengan pembinanya, serta sumber pembiayaan. Secara substansi Posbindu PTM mengacu kepada kegiatan, bukan terhadap tempat. Hal ini yang membedakan Posbindu PTM dengan UKBM lainnya. Kegiatannya berupa deteksi dini, monitoring faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya. Kegiatan ini dapat berlangsung secara terintegrasi dengan kegiatan masyarakat yang sudah aktif seperti majelis taklim, karang taruna, PERSADIA, YKI, Yastroki, YJI dan Klub Jantung Sehat dan lain-lain dan dapat dikembangkan pada kelompok khusus seperti kelompok Jemaah Haji, anak sekolah, pekerja/karyawan, pengemudi di perusahaan angkutan/po Bus, kelompok masyarakat adat, kelompok masyarakat keagamaan, petani/nelayan, masyarakat binaan negara di lembaga pemasyarakatan 11

20 Biaya penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM dapat berasal dari berbagai sumber. Pada awal pelaksanaan mendapat stimulasi atau subsidi dari pemerintah. Secara berangsur-angsur, diharapkan masyarakat mampu membiayai untuk penyelenggaraan kegiatan secara mandiri.pihak swasta berpartisipasi dalam membina kegiatan Pembinaan Terpadu PTM dalam bentuk dan mekanisme kemitraan yang sudah ada, yaitu "CSR (Corporate Social responsibility) sebagai tanggung jawab social perusahaan. Puskesmas juga dapat memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang potensial untuk mendukung dan memfasilitasi penyelengga raan kegiatan Pembinaan Terpadu PTM selaku pembina kesehatan di wilayah kerjanya. Salah satunya melalui pemanfaatan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang ada di Puskesmas melalui fasilitasi transportasi petugas Puskesmas untuk melakukan penilaian dan monitoring terhadap pencapaian kegiatan Pembinaan Terpadu PTM di masyarakat. Pemerintah Daerah setempat memiliki kewajiban juga untuk menjaga keberlangsungan kegiatan Posbindu PTM di desa/kelurahan, agar terus tumbuh dan berkembang dengan dukungan kebijakan termasuk berbagai fasilitasi lainnya. 4.3 Pelaksanaan Posbindu PTM Penyelenggaraan Posbindu PTM meliputi kegiatan wawancara, pengukuran, pemeriksaan dan tindak lanjut. Wawancara dilakukan untuk menelusuri faktor risiko perilaku seperti merokok, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, dan stress. Pengukuran berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, dan tekanan darah. Pemeriksaan faktor risiko PTM seperti gula darah sewaktu, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinik payudara, arus puncak ekspirasi, lesi pra kanker (Inspeksi Visual asam asetat /IVA positif), kadar alkohol dalam darah, tes amfetamin urin. Berdasarkan hasil wawancara, pengukuran dan pemeriksaan dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan secara terpadu dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat tentang cara mengendalikan faktor risiko PTM melalui penyuluhan/ dialog interaktif secara massal dan atau konseling faktor risiko secara terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat termasuk rujukan sistematis dalam sistem pelayanan kesehatan paripurna. 12

21 Rujukan dilakukan dalam kerangka pelayanan kesehatan berkelanjutan (Continuum of Care) dari masyarakat hingga ke fasilitas pelayanan kesehatan dasar termasuk rujuk balik ke masyarakat untuk pemantauannya. Kegiatan posbindu PTM dalam situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Pelaksanaan Posbindu PTM secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut : Gambar 3. Proses Kegiatan Posbindu PTM Pemeriksaan (satu persatu) Tahapan layanan 5 " Identifikasi faktor risiko Tahapan layanan 4 " Tahapan layanan 3 " Tahapan layanan 2 Tahapan layanan 1 " Pemeriksaan Tekanan Pengukuran TB,BB, Wawancara oleh Registrasi,Pemberian nomor PTM, Konseling/Edukasi, darah, Gula darah, IMT Lingkar perut, Petugas urut / kode yang sama serta serta tindak lanjut ainnya Kolesterol total Analisa Lemak Pelaksana pencatatan ulang hasil dantrigliserida, Tubuh Posbindu PTM pengisian Buku monitoring FR- APE, lain-lain PTM ke Buku Pencatatan oleh Petugas Pelaksana Posbindu PTM Sebelum dan setelah kegiatan Posbindu PTM dapat dilaksanakan kegiatan bersama, seperti senam bersama, bersepeda, ceramah agama, demo makanan sehat, penyuluhan kesehatan tentang IVA dan CBE, upaya berhenti merokok, gizi seimbang, dll. 4.4 Pencatatan dan Pelaporan Posbindu PTM Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan Posbindu PTM dilakukan secara manual dan/atau menggunakan sistem informasi manajemen PTM oleh Petugas Pelaksana Posbindu PTM maupun oleh Petugas Puskesmas. Petugas Puskesmas mengambil data hasil pencatatan posbindu PTM atau menerima hasil pencatatan dari petugas pelaksana posbindu PTM. Hasil pencatatan ini dianalisis untuk digunakan dalam pembinaan, sekaligus melaporkan ke instansi terkait secara berjenjang. 13

22 Hasil pencatatan dan pelaporan kegiatan posbindu PTM merupakan sumber data yang penting untuk pemantauan dan penilaian perkembangan kegiatan posbindu PTM.. Laporan hasil kegiatan bulanan/ triwulan/ tahunan yang berisi laporan tingkat perkembangan Posbindu PTM, proporsi faktor risiko PTM, cakupan kegiatan Posbindu di tingkat Puskesmas, kab /kota, provinsi dan nasional. Melalui kegiatan surveilans faktor risiko PTM berbasis posbindu PTM, dilakukan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap faktor risiko PTM secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada peserta, penyelengara program maupun pihak yang bertanggung jawab terhadap kegiatan posbindu PTM untuk dilakukan intervensi dalam rangka pengembangan kegiatan, pencegahan dan pengendalian faktor risiko PTM. 14

23 BAB V PEMANTAUAN, PENILAIAN DAN PEMBINAAN POSBINDU PTM 5.1 PEMANTAUAN DAN PENILAIAN Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil kegiatan sudah sesuai dengan target yang diharapkan dan mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dihadapi, serta menentukan alternatif pemecahan masalah, Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan, proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan kegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat perkemban gan kegiatan Posbindu PTM dalam penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan. Pemantauan dilakukan dengan cara :: a. Analisis laporan hasil kegiatan Posbindu PTM b. Kunjungan Lapangan pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM c. Sistim Informasi Manajemen PTM. Pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM dilakukan sebagai berikut: 1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas Puskesmas. 2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas pelaksana Posbindu PTM. 3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali dan penilaian indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali. 4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai bahan penilaian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan informasi besaran faktor risiko PTM di masyarakat serta tingkat perkembangan kinerja Kegiatan Posbindu PTM disamping untuk bahan menyusun perencanaan pengendalian PTM pada tahun berikutnya. 5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM disosialisasikan kepada lintas program, lintas sektor terkait dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut. 15

24 Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan Kegiatan Posbindu PTM di masyarakat/ lembaga / institusi, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Obyektif dan profesional Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan pengendalian PTM. 2. Terbuka/Transparan Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara terbuka/transparan dan dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil kegiatan pemantauan dan penilaian Kegiatan Posbindu PTM. 3. Partisipatif Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan penilaian dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku program PTM. 4. Akuntabel Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal. 5. Tepat waktu Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. 6. Berkesinambungan. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan. 7. Berbasis indikator kinerja. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan berdasarkan kriteria kinerja, baik indikator masukan, proses, luaran, manfaat maupun dampak. Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM harus dilakukan dengan membandingkan indikator yang telah ditetapkan sejak awal dan dibandingkan dengan hasil pencapaiannya. Indikator tersebut terdiri dari; 16

25 Tingkat Perkembangan Posbindu PTM Penilaian terhadap tingkat perkembangan Posbindu dilakukan sebagai bahan dasar perencanaan dan pengembangan kegiatan serta intervensi pembinaan dalam dukungan penguatan kapasitas Posbindu PTM terhadap upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat. Beberapa tolak ukur hasil pengukuran dan tindak lanjut faktor risiko PTM yang menjadi indicator untuk perkembangan kegiatan Posbindu PTM yaitu merokok,konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, Konsumsi minuman beralkohol, IMT, lingkar perut, tekanan darah,gula darah, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, IVA, pemeriksaan funsi paru (arus puncak ekspirasi), kadar alkohol dalam darah, tes amfetamine urin, Untuk menilai hal tersebut dapat dilihat berdasarkan indikator cakupan kegiatan posbindu PTM dan indikator proporsi faktor risiko PTM. Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM Indikator ini untuk menilai cakupan kegiatan Posbindu PTM terhadap masyarakat di tingkat desa/kelurahan.cakupan tingkat posbindu adalah prosentase penduduk > 15 tahun yang diperiksa faktor risiko PTM di 1(satu) Posbindu PTM dibagi dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun di satu desa / kelurahan. Cakupan posbindu: Ʃ pddk > 15 tahun yang diperiksa faktor risiko PTM di 1(satu) Posbindu PTM x 100 % Ʃ jumlah penduduk berusia 15 tahun di satu desa / kelurahan Dengan indikator tersebut, maka diketahui sejauh mana kegiatan Posbindu PTM pada suatu wilayah telah menjangkau masyarakat sehingga dengan demikian pengelola program PTM dapat melakukan pembinaan dan tindak lanjut terkait hal ini. 17

26 Indikator Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di Tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Indikator ini digunakan untuk menilai cakupan kegiatan Posbindu PTM pada tingkatan Puskesmas, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional berdasarkan prosentase masing-masing wilayah. Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di Tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional adalah prosentase penduduk berusia lebih >15 tahun yang diperiksa faktor risiko disuatu wilayah (Puskesmas, kab/ kota, provinsi, nasional) dibagi jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah yang sama. Cakupan Kegiatan Posbindu PTM di Tingkat Puskesmas, Kabupaten/Kota, Propinsi dan Nasional: penduduk berusia lebih >15 tahun yang diperiksa faktor risiko disuatu wilayah (Puskesmas, kab/ kota, provinsi, nasional) x 100% jumlah penduduk usia > 15 tahun di wilayah yang sama Hasil cakupan akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari desa / kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional dengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai yang ditetapkan dan hijau bila kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan Indikator Proporsi Faktor Risiko PTM pada Posbindu PTM. Berdasarkan hasil pemeriksaan faktor risiko, maka dapat diketahui kondisi faktor risiko disuatu posbindu atau suatu wilayah yang merupakan rekapitulasi proporsi dari posbindu di wilayahnya. Proporsi faktor risiko ini untuk kewaspadaan masyarakat dan pengelola program PTM terhadap suatu faktor risiko di waktu tertentu dan prediksi atau proyeksi PTM di masa datang, serta intervensi yang diperlukan. Proporsi Faktor Risiko PTM adalah prosentase hasil faktor risiko dari peserta Posbindu PTM yang diperiksa dibagi jumlah peserta setiap kunjungan posbindu PTM. 18

27 Proporsi Faktor Risiko PTM: Ʃ positif faktor risiko PTM x 100 % Ʃ peserta setiap kunjungan posbindu PTM Hasil proporsi akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari desa / kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional dengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai yang ditetapkan dan hijau bila kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan 5.2 PEMBINAAN Pembinaan teknis ditujukan terhadap kelompok masyarakat yang aktif menyelenggarakan Posbindu PTM. Hasil penilaian terhadap masing-masing indikator merupakan informasi yang digunakan untuk pembinaan lebih lanjut. Pembinaan dilakukan secara berjenjang oleh puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, provinsi, dan nasional. Dukungan Pemerintah pusat dan Daerah terhadap kegiatan posbindu PTM harus berjalan optimal untuk menjamin keberlangsungan penyelenggaraan Posbindu PTM di masyarakat, termasuk memotivasi dan memfasilitasi organisasi masyarakat/ profesi /swasta/ dunia usaha sesuai dengan kearifan lokal. Adanya kegiatan Posbindu PTM di setiap Desa/Kelurahan, merupakan bagian integral dari kegiatan Desa / Kelurahan Siaga, yang mempunyai komponen akses pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat, pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM dan mendorong upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan serta Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 19

28 20

29 BAB VI PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN Penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM memerlukan peran lintas program seperti promosi kesehatan, gizi, kesehatan ibu anak, pelayanan kesehatan, surveilans, pelayanan kesehatan tradisional, Infeksi menular seksual, kesehatan kerja dan olahraga, kesehatan jiwa; lintas sektor seperti PKK, BKKBN, Bea cukai, Perhubungan, Pertambangan, Kehutanan, Pertanian, Perikanan dan pemangku kepentingan lainnya seperti pihak swasta, mulai di Pusat, Provinsi, Kabupaten/ Kota sampai ke tingkat Desa dan masyarakat. Adapun peran tersebut, seperti berikut. 6.1 PUSAT 1. Menyusun norma, standar, prosedur, modul, dan pedoman 2. Menyusun materi dan Media KIE Pengendalian PTM termasuk pendistribusiannya. 3. Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik sebagai stimulan untuk mendukung kegiatan Posbindu PTM. 4. Melakukan sosialisasi dan advokasi baik kepada lintas program, lintas sektor dan pemegang kebijakan baik di Pusat dan Daerah dalam pengembangan Posbindu PTM. 5. Membentuk dan memfasilitasi jejaring kerja dalam pengendalian PTM di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. 6. Melakukan bimbingan teknis program pengendalian PTM. 7. Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan. 6.2 Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan (UPT) UPT yaitu Kantor Kesehatan Pelabuhan, Balai Teknis Kesehatan Lingkungan, Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat,Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru, Balai Kesehatan Masyarat, Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional, Balai Besar Litbang Vektor dan reservoir penyakit, Balai Besar Pelatihan Kesehatan, melakukan: 1. Melakukan sosialisasi dan advokasi baik kepada lintas program, lintas sektor dan pemegang kebijakan di wilayah kerjanya. 2. Membentuk dan memfasilitasi jejaring kerja. 3. Melakukan bimbingan teknis 4. Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan. 21

30 6.3 DINAS KESEHATAN PROPINSI 1. Melaksanakan kebijakan, peraturan dan perundang-undangan di bidang PPTM 2. Mensosialisasikan pedoman umum dan pedoman teknis, modul, standar dan prosedur kegiatan Posbindu PTM 3. Melakukan sosialisasi dan advokasi kegiatan Posbindu PTM kepada Pemerintah Daerah, DPRD, lintas program, lintas sektor, dan swasta. 4. Memfasilitasi Kabupaten/Kota dalam mengembangkan Posbindu di wilayahnya. 5. Memfasilitasi pertemuan baik lintas program maupun lintas sektor. 6. Membangun dan memantapkan kemitraan dan jejaring kerja PTM secara berkesinambungan. 7. Memfasilitasi sarana dan prasarana termasuk logistik dan perbekalan dalam mendukung pengembangan Posbindu PTM bersumber dana APBD 5. Melaksanakan Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan. 6. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta mengirimkan ke Pusat 6.4. DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA 1. Mensosialisasikan pedoman umum dan teknis, modul, standar operasional prosedur dari Kegiatan Posbindu PTM. 2. Melakukan Advokasi kegiatan Posbindu PTM kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota dan DPRD, lintas program, lintas sektor, swasta, dan masyarakat. 3. Melaksanakan bimbingan dan pembinaan teknis ke Puskesmas dan jaringannya. 4. Menyelenggarakan pelatihan penyelenggaran Posbindu PTM bagi petugas puskesmas dan petugas pelaksana. 5. Memfasilitasi Puskesmas dan jaringannya dalam mengembangkan Posbindu di wilayah kerjanya. 6. Melaksanakan monitoring dan evaluasi Kegiatan Posbindu PTM. 7. Mengelola surveilans epidemiologi faktor risiko PTM pada wilayah Kabupaten/Kota. 8. Melaksanakan pertemuan lintas program maupun lintas sektor. 22

31 9. Melaksanakan Promosi pengendalian PTM melalui berbagai metode dan media penyuluhan kepada dan masyarakat/petugas pelaksana. Pedoman Umum Penyelenggaraan Kegiatan Posbindu PTM. 10. Membangun dan memantapkan jejaring kerja serta forum masyarakat pemerhati PTM secara berkelanjutan. 11. Melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya pengendalian PTM yang sesuai dengan kondisi daerah (lokal area specific) melalui kegiatan Kegiatan Posbindu PTM. 12. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan serta mengirimkan ke Provinsi. 13. Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan PUSKESMAS 1. Melakukan penilaian kebutuhan dan sumber daya masyarakat, termasuk identifikasi kelompok potensial di masyarakat untuk menyelenggarakan Posbindu PTM, misalnya swasta/dunia usaha, PKK/dasa wisma, LSM, organisasi profesi, serta lembaga pendidikan misalnya Sekolah, Perguruan Tinggi. 2. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang Posbindu PTM, yang meliputi informasi tentang PTM dan dampaknya, bagaimana pengendalian dan manfaatnya bagi masyarakat, kepada pimpinan wilayah, pimpinan organisasi, kepala/ketua kelompok dan para tokoh masyarakat yang berpengaruh. 3. Mempersiapkan sarana dan tenaga di Puskesmas dalam menerima rujukan dari Posbindu PTM. 4. Memastikan ketersediaan sarana dan prasarana termasuk logistik dan perbekalan lainnya untuk menunjang kegiatan posbindu PTM. 5. Menyelenggarakan pelatihan tenaga pelaksana Posbindu PTM. 6. Menyelenggarakan pembinaan dan fasilitasi teknis kepada petugas pelaksana Posbindu PTM. 7. Melakukan pemantauan, penilaian dan pembinaan KELOMPOK / ORGANISASI / LEMBAGA MASYARAKAT / SWASTA 1. Menyelenggarakan Posbindu PTM di lingkungannya. 23

32 2. Mendorong secara aktif anggota kelompoknya untuk menerapkan gaya hidup sehat dan mawas diri terhadap faktor risiko PTM. 3. Memfasilitasi pembentukan, pembinaan dan pemantapan jejaring kerja pengendalian PTM secara berkesinambungan. 4. Mendukung implementasi kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengendalian PTM. 5. Berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas dalam menyelenggarakan kegiatan Posbindu PTM. 6. Berpartisipasi mengembangkan rujukan dari Posbindu PTM ke Puskesmas. 7. Berkontribusi mengembangkan Posbindu PTM melalui dana CSR 24

33 BAB VII PENUTUP Salah satu strategi dalam pengendalian faktor risiko PTM dengan pemberdayaan dan peran serta aktif dari masyarakat. Dengan membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap ancaman PTM, maka peningkatan kasus PTM di masyarakat pada masa mendatang dapat dikendalikan sehingga beban pembiayaan kesehatan yang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara dapat dihindari. Peran pimpinan masyarakat/kelompok/organisasi/institusi serta petugas pelaksana Posbindu PTM dalam pengendalian PTM di masyarakat menjadi sangat penting. Di samping itu, efektifitas dan optimalisasi penyelenggaraan Posbindu PTM memerlukan dukungan, fasilitasi, dan pembinaan berkesinambungan. 25

34 TIM PENYUSUN Pengarah: Direktur Pengendalian PTM Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Rl Tim Penyusun: Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes Titi Sari Renowati, SKM, MScPH dr. Prima Yosephine, MKM dr. Niken Wastu Palupi, MKM dr. Lily Banonah Rivai, M.Epid Rita Djupuri, BSc, DCN, M.Epid dr. Aries Hamzah dr.sylviana Andinisari, M.Sc dr. Sedya Dwisangka dr. Esti Widiastuti, M.ScPH dr. Chita Septiawati, MKM dr. Hj. Farina Andayani, M.Sc dr. Tiara Pakasi,M Setyadi, ST, MKes dr. Sorta, M.Sc Lili Lusiana, SKM dr. Rainy Fathiyah dr. Prihandriyo Sri Hijranti dr.tristiyenny P, M.Kes Rindu Rachmiati, SKM Punto Dewo, M.Kes Kontributor: Dr. Nunik Kusumawardhani, SKM, M.Sc.PH Editor: Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes dr. Ernanti Wahyurini, M.Sc, Ismoyowati, SKM, M.Kes 26

35 DAFTAR PUSTAKA 1. Bloom, D.E, Cafiero, E.T, Jane-Llopis, E., Abrahams-Geseel, S., Bloom, L.R., Fathima, S., Freighl, A.B., Gaziano, T., Mowafi, M., Pandya, A., Prether, K., Rosenberg, L., Seligman, B., Stein, A.Z., & Weinstein, C, The Global Economic Burden of Noncommunicable Diseases. Geneve: World Economic Forum,. 2. Kementerian Dalam Negeri Rl, Pedoman Penataan Kelembagaan Masyarakat. Jakarta. 3. Kementerian Kesehatan Rl, Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta 4. Kementerian Kesehatan Rl, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Jakarta. 5. Kementerian Kesehatan Rl, Pusat Promosi Kesehatan, Buku Paket Pelatihan Petugas pelaksana Kesehatan dan Tokoh Masyarakat dalam Pengembangan Desa Siaga (Untuk Petugas pelaksana). Jakarta. 6. Kementerian Kesehatan Rl, Pusat Promosi Kesehatan, Panduan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga.Jakarta. 7. Kementerian Kesehatan Rl, Pusat Promosi Kesehatan, Rencana Operasional Promosi Kesehatan Dalam Pengendalian PTM Tahun Jakarta. 8. Kementerian Kesehatan Rl, Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta. 9. Kementerian Kesehatan Rl, Revitalisasi Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 10. Perkeni, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. 11. Rahajeng, Ekowati, Kegiatan Posbindu PTM. Jakarta. 12. WHO, The Protocol For The WHO Study on The Effectiveness of Community Based Programmes For NCD Prevention and Control (COMPASS). Geneve, Switzerland: WHO. 13. WHO, 2011 Global Status Report on Non Communicable Diseases Geneve, Switzerland: WHO. 14. WHO, Global Status Report on Road Safety Geneve, Switzerland: WHO. 15. WHO, Mental Health Action Plan Geneve, Switzerland: WHO. 27

36

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di

Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian. utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di KERANGKA ACUAN POSBINDU PTM PENDAHULUAN A.Latar Belakang Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : Tanggal : PEDOMAN PELAKSANAAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR DI PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PEDOMAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT TIDAK MENULAR PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan BAB I PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan diperhatikan oleh pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan kesejahteraan suatu

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian

KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian KERANGKA ACUAN PROGRAM PENYAKIT TIDAK MENULAR(PTM) A. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005, (WHO), dan 80 % kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk lebih serius dalam menangani masalah kesehatan, baik masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan di dunia merupakan tanggung jawab bersama dalam menanggulanginya demi terwujudnya masyarakat sehat. Hal ini mendorong setiap negara untuk lebih serius

Lebih terperinci

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008

KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 KEBIJAKAN & STRATEGI PROGRAM PTM DINAS KESEHATAN PROPINSI SUMATERA BARAT 2008 PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) adalah penyakit yang tidak menular dan BUKAN KARENA PROSES INFEKSI yang mempunyai FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP) DR.dr.H.RACHMAT LATIEF, SPpD-KPTI.,M.Kes., FINASIM Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular

Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular Oleh : Agus Samsudrajat S, SKM Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius). Beberapa penelitian

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SINERGITAS PENANGANAN DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR LAPORAN TAHUN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2015 UPTD PUSKESMAS SUKALARANG JL. RAYA SUKALRANG KM. II TELP (0266)260120 KODE POS 43193 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dewasa ini sedang dihadapkan pada terjadinya transisi epidemiologi, transisi demografi dan transisi teknologi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan pola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1775, 2015 KEMENKES. Penyakit Tidak Menular. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT TIDAK

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI O U T L I N E PENDAHULUAN SITUASI TERKINI STROKE

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung

BAB 1 : PENDAHULUAN. daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka

Lebih terperinci

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS)

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) PERAN ORGANISASI PROFESI KESEHATAN MASYARAKAT Dalam Program GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT (GERMAS) Disampaikan Oleh FILOSOFI DAN KONSEP DASAR FAKTA PERUBAHAN POLA PENYAKIT TERKAIT DENGAN FAKTOR PERILAKU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola kejadian penyakit pada saat ini telah mengalami perubahan yang ditandai dengan transisi epidemiologi. Secara garis besar transisi epidemiologi ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

DRAFT. PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR BERBASIS POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) (12 Des 2013)

DRAFT. PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR BERBASIS POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) (12 Des 2013) DRAFT PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR BERBASIS POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) (12 Des 2013) KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN

Lebih terperinci

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT

GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT DALAM 30 TAHUN TERAKHIR... TERJADI PERUBAHAN POLA PENYAKIT TERKAIT DENGAN PERILAKU MANUSIA TAHUN 1990: SEJAK 2010: PENYAKIT MENULAR Penyebab terbesar kesakitan dan kematian

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat menjadi komplikasi metabolik

BAB 1 PENDAHULUAN. absolut. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat menjadi komplikasi metabolik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang No.78, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kesehatan Kerja. Pos. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2015 TENTANG POS UPAYA KESEHATAN KERJA TERINTEGRASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 68 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kurang gizi, terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

POS PEMBINAAN TERPADU

POS PEMBINAAN TERPADU ISBN PETUNJUK TEKNIS POS PEMBINAAN TERPADU PENYAKIT TIDAK MENULAR (POSBINDU PTM) Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Direktorat Pengendalian Penyakit

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) SATUAN ACARA PENYULUHAN MASALAH KESEHATAN PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) Pokok Pembahasan : Masalah Kesehatan penyakit tidak menular (PTM) Sasaran : komunitas dewasa pekerja di RT 3 dan 5 Jam : 16.00 WIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (Non-Communicable diseases) terdiri dari beberapa penyakit seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR 1 . Luas Wilayah 47.959 Km² 38 Kab/Kota yang terdiri dari 29 Kab dan 9 Kota Jumlah

Lebih terperinci

OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012

OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012 OLEH: Ismoyowati DISAMPAIKAN PADA SIMPOSIUM DALAM MUKERNAS KE-12 IAKMI PONTIANAK-10 JULI 2012 Indonesia : >18,000 kepulauan kecil & besar 33 Provinsi, 363 kabupaten, 91 kota. Kaya SosBud dan Bahasa Lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2015 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik simpulannya sebagai berikut : 1. Penderita hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik simpulannya sebagai berikut : 1. Penderita hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV dapat ditarik simpulannya sebagai berikut : 1. Penderita hipertensi lansia di Desa Pingit Kecamatan Pringsurat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 2007 SERI : PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 56 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN RW SIAGA KOTA BEKASI WALIKOTA BEKASI, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR)

POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) POSBINDU PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR) Pengertian Regulasi Referensi Peran serta masyarakat dalam melakukan kegiatan deteksi dini dan pemantauan factor resiko PTM yang dilakukan secara terpadu, rutin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi di negara berkembang dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia. Tekanan darah

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor190, Tamba

2016, No Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor190, Tamba No.550, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kesehatan. Jemaah Haji. Istithaah. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG ISTITHAAH KESEHATAN JEMAAH HAJI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi penyebab kematian terbanyak diseluruh dunia. Penyakit Tidak Menular (PTM) umumnya dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya arus globalisasi di segala bidang berupa perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada pola hidup masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

FORMULIR SURVEILANS PTM

FORMULIR SURVEILANS PTM FORMULIR SURVEILANS PTM Form PTM utk laboratorium SURVEILANS FAKTOR RISIKO PTM DARI LABORATORIUM Form 4 Tahun Propinsi : Bulan Kabupaten/Kota : Jumlah Kunjungan No JENIS PEMERIKSAAN 1 Gula darah sewaktu

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN IAKMI

PELUANG DAN TANTANGAN IAKMI PELUANG DAN TANTANGAN IAKMI PADA GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SDM KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI SISTIMATIKA 2 1 3 FILOFOSI DAN KONSEP DASAR PRINSIP PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

SOSIALISASI DETEKSI DINI PENYAKIT KANKER SERVIK, KANKER PAYUDARA, PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG

SOSIALISASI DETEKSI DINI PENYAKIT KANKER SERVIK, KANKER PAYUDARA, PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG KERANGKA ACUAN SOSIALISASI DETEKSI DINI PENYAKIT KANKER SERVIK, KANKER PAYUDARA, DAN HIPERTENSI PUSKESMAS TENGARAN KABUPATEN SEMARANG I. PENDAHULUAN Kanker servik atau leher rahim adalah termasuk kelompok

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR

REVIEW INDIKATOR RENSTRA DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR REVIEW INDIKATOR DINAS KESEHATAN KOTA BOGOR 2015-2019 MISI 1 : Menyediakan sarana dan masyarakat yang paripurna merata, bermutu, terjangkau, nyaman dan berkeadilan No Tujuan No Sasaran Indikator Sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Berdasarkan data WHO (2013), pada tahun 2008 angka kematian Penyakit Tidak Menular

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes

IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT. Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes IMPLEMENTASI PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PTM DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kepala Dinas Kesehatan Prov Kalbar Dr. Andy Jap, M.Kes KalBar dengan kondisi masyarakat dan budaya yang ada, memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN OLEH: DR.DR.H.RACHMAT LATIEF, SPPD-KPTI., M.KES., FINASIM KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN WORSHOP LS DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan perubahan pola penyakit yaitu dari penyakit infeksi atau penyakit menular ke penyakit tidak menular (PTM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi lingkungannya,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Pendahuluan Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Saat ini penyakit kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

Surveilans Berbasis Masyarakat Surveilans berbasis masyarakat merupakan upaya kesehatan untuk melakakun penemuan kasus/masalah kesehatan yang dilakukan oleh masyarakat yang kemudian diupayakan pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola hidup masyarakat selalu mengalami perkembangan, baik tingkat ekonomi, sosial maupun teknologi. Perubahan penyakit menular ke penyakit tidak menular menyebabkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Daftar Pertayaan No. Indikator Pertanyaan

LAMPIRAN. Daftar Pertayaan No. Indikator Pertanyaan LAMPIRAN Daftar Pertayaan No. Indikator Pertanyaan 1. Adanya SOP dan Regulasi yang mangtur tentang pelaksanaan program 2. Adanya tujuan pelaksanaan program 3. Adanya informasi kemajuan pelaksanaan program

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui

Lebih terperinci

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga LEMBAR FAKTA 1 Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga Apa itu Pendekatan Keluarga? Pendekatan Keluarga Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 288/MENKES/SK/III/2003 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN SARANA DAN BANGUNAN UMUM MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor

BAB. I PENDAHULUAN. Undang Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 dan Undang Undang Nomor BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya memenuhi salah satu hak dasar masyarakat, yaitu hak memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945 pasal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016)

PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016) PETUNJUK TEKNIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN (Permenkes No. 43/ 2016) Biro Perencanaan dan Anggaran Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI 1 DASAR HUKUM STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur.

PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur. PEMBUDAYAAN HIDUP SEHAT MELALUI GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) Penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi masalah di Jawa Timur. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa Prevalensi gagal jantung

Lebih terperinci

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Kepala Puskesmas Wara Barat Nomor : / SK / PKM - WB / I Tanggal : Januari 2015 PEDOMAN PEDOMAN PENGELOLAAN USIA LANJUT (USILA) PUSKESMAS WARA BARAT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGINTEGRASIAN LAYANAN SOSIAL DASAR DI POS PELAYANAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG Di Susun Oleh: Ineu Cahyati., A.Md.Keb SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)POSBINDU PTM UPTD PUSKESMAS HAURPANGGUNG A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI

SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI SUBDIT BINA KESEHATAN PERKOTAAN DAN OLAHRAGA DIREKTORAT BINA KESEHATAN KERJA DAN OLAHRAGA DITJEN BINA GIZI DAN KIA KEMENTERIAN KESEHATAN RI Adalah : Upaya kesehatan yang memanfaatkan latihan fisik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat. World Health Organization (WHO) memperkirakan akan

Lebih terperinci

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, -1- KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/312/2016 TENTANG TIM KESEHATAN PADA ARUS MUDIK LEBARAN DAN NATAL TAHUN 2016, SERTA TAHUN BARU TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut laporan WHO, hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian akibat penyakit jantung

Lebih terperinci

KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR

KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR KEGIATAN DALAM RANGKA HARI KANKER SEDUNIA 2013 DI JAWA TIMUR PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Setiap tahun,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG KESEHATAN MATRA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran seperti pola makan, penanganan stres, kebiasaan olahraga, serta gaya hidup berpeluang besar menimbulkan berbagai masalah kesehatan apabila tidak disikapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka mempercepat dan mensinergikan tindakan dari upaya promotif dan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 50 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 50 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLITAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker paru merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia akibat kanker, baik pada pria maupun wanita di dunia. Di seluruh dunia, kematian akibat kanker paru sendiri

Lebih terperinci

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MADIUN

URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MADIUN URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MADIUN No 1 Kepala Dinas membantu Walikota melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang kesehatan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci