BAB I PENDAHULUAN. masih kurang berhasilnya skema- skema perhutanan sosial yang telah dilakukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. masih kurang berhasilnya skema- skema perhutanan sosial yang telah dilakukan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tesis ini mengangkat topik pelaksanaan Program Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kalibiru, Kulon Progo. Alasan yang melatarbelakangi tema tersebut adalah masih kurang berhasilnya skema- skema perhutanan sosial yang telah dilakukan pemerintah selama ini, serta capaian keberhasilan HKm Kalibiru dalam mencapai tujuan Program HKm. Perhutanan sosial (Social Forestry) dianggap sebagai sebuah paradigma pengelolaan hutan alternatif yang muncul sejak diselenggarakannya Kongres Kehutanan Dunia di Jakarta tahun 1978 dengan tema Forest for People. Paradigma ini sekaligus sebagai jawaban atas kritik terhadap praktik kehutanan Indonesia yang sentralistis dan lebih menitikberatkan produksi kayu (state based dan timber based) daripada kepentingan masyarakat lokal. Beberapa program dalam bingkai Social Forestry telah diluncurkan oleh Departemen Kehutanan sejak 1985 seperti Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dilaksanakan oleh Perhutani, HPH Bina Desa (SK Menhut 691/1991) dan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH- SK Menhut 69/1995) yang dilaksanakan oleh HPH di Luar Jawa. Berbagai program tersebut bertujuan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dari penelusuran pustaka, secara umum program- program perhutanan sosial di Indonesia tersebut masih belum menggembirakan dan terjebak pada kegiatan rehabilitasi hutan yang bersifat keproyekan. Kemanfaatan program HPH Bina Desa Hutan dirasakan masih sangat kecil (Soetrisno, 1995:122) oleh masyarakat dan belum mencapai sasaran (Aryadi, 1996) 1

2 yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar hutan, serta meningkatkan kualitas sumber daya hutan. Kartodihardjo seperti dikutip Resosudarmo (2003:214) mengungkapkan beberapa penyebab kegagalan program HPH Bina Desa itu antara lain : kebutuhan masyarakat tidak benar- benar digali melalui peran serta dalam perencanaan; hak masyarakat yang berkaitan dengan akses terhadap lahan tidak diakui; masyarakat lokal tidak pernah mendapatkan hak untuk memanen kayu secara komersial; dan pemegang HPH merasa tidak mendapatkan keuntungan apapun dari program tersebut. Sementara untuk PMDH, Subarudi (2000) menilai program tersebut gagal dilihat dari aspek fisik, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Menurutnya, ketidakberhasilan PMDH disebabkan karena dirancang tanpa persiapan yang matang dan di dalam perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pemantauannya tidak melibatkan stakeholders sehingga mengalami banyak hambatan di lapangan. Sementara Aryadi (1996) mengemukakan beberapa hasil penelitian lapangan dan menemukan adanya kendala- kendala dalam pelaksanaan PMDH antara lain : pertama, studi diagnostik perencanaan dan penetapan jenis- jenis kegiatan tidak partisipatif; kedua, tidak bertumpu pada pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam lokal yang ada; ketiga, tidak diarahkan untuk mengembangkan pranata sosial ekonomi yang sangat esensial dalam mendukung kemandirian dan kesejahteraan masyarakat; keempat, tidak dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan pembangunan desa lainnya. Program PMDH oleh HPH di Luar Jawa di atas juga telah memasukkan kegiatan hutan kemasyarakatan di antara serangkaian proyek sosial lainnya. Akan tetapi yang terjadi HKm di sini seringkali hanyalah perkebunan skala kecil, dikerjakan oleh masyarakat desa hutan yang sebenarnya adalah buruh kontrak dan menerima upah untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Hampir semua kajian 2

3 menyimpulkan bahwa dampak positif dari program ini kemungkinan bersifat jangka pendek karena hanya meningkatkan penghasilan sesaat dalam bentuk uang tunai/upah (lihat Wrangham, 2003:33). Program HKm secara resmi diluncurkan pertama kali oleh pemerintah Departemen Kehutanan pada tahun 1995, dengan SK Menteri Kehutanan nomor 622/Kpts- II/1995 tentang Pedoman Pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan. Menurut Wrangham (2003:33-34) program tersebut memiliki masalah yang sama dengan program HKm dibawah PMDH. Ia mencontohkan Proyek Pembangunan HKm yang dilaksanakan di Sanggau, Kalimantan Barat yang didanai lembaga donor luar negeri yaitu GTZ. Meski selama beberapa tahun diklaim sebagai keberhasilan yang langka, menurutnya proyek ini mengalami berbagai masalah. Wrangham mengutip pendapat Aminuddin yang menyatakan bahwa dampak positif dari proyek tersebut tidak berkelanjutan, bahkan masyarakat meninggalkannya atau membakar pohon yang telah mereka tanam (yang pada awalnya dikerjakan seringkali hanya untuk memperoleh insentif yang disediakan oleh proyek serta mendapatkan hasil tanaman pangan yang boleh mereka tanam di antara pepohonan) sebelum pohon- pohon itu menjadi produktif. Senada dengan Wrangham, Lindayati (2003:59) berpendapat bahwa HKm kurang menarik minat penduduk desa sekitar hutan karena kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa lahan- lahan hutan itu adalah miliknya. Dengan mengikuti program HKm, secara de facto masyarakat mengakui hutan itu sebagai Hutan Negara dan dengan begitu akan mengurangi hak mereka atas manfaat hutan. Kondisi di atas cukup beralasan jika melihat Kepmenhut 622//Kpts- II/1995 pasal 1, bahwa yang dimaksud dengan Areal Hutan Kemasyarakatan menunjuk pada kawasan hutan yang ditetapkan sebagai Hutan Kemasyarakatan. Frasa kawasan hutan mengandung makna Hutan Negara. 3

4 Thompson (1999) dalam Rosyadi (2010) menyimpulkan bahwa kegagalan berbagai program kehutanan yang melibatkan masyarakat di Indonesia berakar dari lemahnya upaya pemberdayaan masyarakat sehingga yang terjadi justru pemiskinan masyarakat desa hutan. Pandangan Thompson menyiratkan bahwa pelibatan masyarakat desa hutan dalam pengelolaan sumberdaya hutan perlu didukung dengan upaya peningkatan kapasitas masyarakat serta pembagian hak- hak pengelolaan yang lebih jelas. Kemudian, pada tahun 2010 Kementerian Kehutanan telah menetapkan target capaian Program Hutan Kemasyarakatan dalam Renstra Kemenhut seluas 2 juta hektar sampai pada tahun 2014, atau rata- rata bertambah 400 ribu hektar per tahun. Sementara dalam Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) ditargetkan capaian luasan HKm dan Hutan Desa seluas 5 juta Ha pada tahun Menurut hitungan Kemitraan, target sebesar itu jika terpenuhi bisa menutup penurunan emisi di sektor kehutanan sebesar 14% 1, serta menurunkan angka kemiskinan masyarakat sekitar hutan sebesar 50% (seperti yang terjadi di Lampung 2 ). Program HKm adalah peluang besar bagi masyarakat miskin yang selama ini tinggal di sekitar hutan dan menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan untuk berpartisipasi dalam mengelola hutan. Melalui program ini mereka memiliki kesempatan untuk bisa memanfaatkan hutan secara berkelanjutan, baik berupa kayu maupun non kayu. Sayangnya, di lapangan program populis itu belum berjalan efektif, angka- angka realisasinya sangat jauh berada di bawah targetnya (Santoso, 2013). Sampai 1 Pemerintah menyetujui untuk menurunkan emisi karbon sampai dengan tahun 2020 sebesar 26% (sector kehutanan mendapat kuota sebesar 14% atau setara 53,8% dari target tersebut). Kemitraan.or.id 2 Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Kependudukan LIPI menunjukkan bahwa HKm di Sumber Jaya, Lampung mampu menurunkan angka kemiskinan sebesar 50%, sebuah angka capaian yang jauh di atas program- program pengentasan kemiskinan yang lain ( phbm- lebih- ampuh- turunkan- kemiskinan akses 28 Februari 2014) 4

5 September 2011 kawasan hutan yang telah diverifikasi sebagai HKm baru seluas hektar; hektar di antaranya telah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, dan hektar di antaranya telah dikeluarkan ijinnya (IUPHHKm) (Suharjito, 2012). Sementara Kemitraan merilis data bahwa sampai dengan bulan Juni 2012 luasan HKm baru tercapai sebesar hektar (Kemitraan.or.id). Data terbaru 2014 yang dirilis Menteri Kehutanan, pencapaian penetapan areal cadangan HKm sebesar hektar atau sekitar 10,49 % (lampost.com). Rendahnya capaian tersebut tentunya dapat menjadi satu catatan minus kinerja Kementerian Kehutanan dan dianggap sebagai mal administrative oleh Ombudsman (antaranews.com, mongabay.com). Di antara sedikitnya realisasi target pembangunan HKm di atas, dapat dilihat beberapa lokasi yang cukup berhasil melaksanakan, mengembangkan, dan memperoleh manfaat dari program HKm itu. Sebagai contoh di Lampung, penyelenggaraan HKm menunjukkan bahwa pola HKm berkembang secara baik dan dapat diterima masyarakat dan Pemda. Masyarakat yang melaksanakan program HKm bisa mematuhi ketentuan- ketentuan yang disyaratkan. HKm tidak hanya berkembang menjadi pelaksanaan penyelamatan hutan, tetapi juga sebuah sarana pembelajaran (watala.org). Sementara di DIY, satu kelompok yang cukup menarik yaitu Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan (KTHKm) Mandiri Dusun Kalibiru, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo. Kelompok ini menarik karena keberhasilannya 3 dalam mencapai tujuan HKm. Pendekatan penilaian keberhasilan 3 Dalam menilai keberhasilan implementasi Program HKm di Kalibiru, penulis merujuk pada perspektif kedua pendapat Ripley dalam Purwanto dan Sulistyatsuti (2012:68-72) yaitu perspektif What s happening?. Dalam buku tersebut menurut Ripley, keberhasilan implementasi dapat dilihat dari dua perspektif yaitu compliance dan what s happening. Perspektif compliance memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para implementer dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan. Perspektif ini kental dipengaruhi oleh pandangan yang melihat 5

6 HKm di Kalibiru tersebut dilihat dari dua aspek yaitu penerapan strategi perhutanan sosial dan capaian pemberdayaan masyarakat. Pertama, keberhasilan pelaksanaan HKm di Kalibiru dilihat dari penerapan strategi pengembangan perhutanan sosial yaitu kelola kawasan, kelola kelembagaan, dan kelola usaha (lihat Bab II.A. Perhutanan Sosial). Dari kriteria kelola kawasan, KTHKm Mandiri berhasil mengembalikan kondisi kawasan hutan yang semula gundul menjadi kawasan bertegakan cukup rapat dengan jenis pohon penghasil kayu dan jenis pohon serbaguna. Kondisi ini berdampak positif terhadap fungsi kawasan itu sebagai kawasan hutan lindung. Dalam laporan BPDAS SOP, potensi tegakan pohon yang ada di HKm kalibiru adalah sebanyak batang pohon atau 79% pada kriteria pohon per hektar. Masyarakat juga melakukan kegiatan penataan lahan secara bergotong royong seperti : penguatan terasering dengan batu, tanaman rumput, dan hijauan pakan ternak; pembagian dan penataan batas lahan andil anggota kelompok; serta pembuatan jalur- jalur inspeksi (jalan setapak) yang sebagian di antaranya dikembangkan menjadi trek wisata alam. Dari sisi kelola kelembagaan, KTHKm Mandiri berhasil menyusun dan mengaplikasikan aturan internal kelompok secara mandiri. Keberadaan aturan internal ini penting artinya bagi sebuah kelompok atau komunitas sebagai rules/seperangkat aturan main yang wajib dipatuhi oleh setiap anggotanya. Aturan itu memuat nilai- nilai, hak, kewajiban, serta sanksi yang disusun bersama, disepakati, dan kemudian dilaksanakan oleh para anggota. Upaya penguatan kelembagaan ini terbukti membawa dampak terhadap perubahan cara pandang, keberhasilan implementasi sangat ditentukan oleh persoalan pengelolaan urusan administrasi dan manajemen (ketepatan mengikuti SOP). Perspektif kedua, berusaha memahami keberhasilan implementasi dari aspek yang lebih luas dengan pertanyaan What is it achieving? And Why or What s happening? and why?. Hal ini berarti bahwa keberhasilan implementasi diukur dari keberhasilan mereka/implementer dalam merealisasikan tujuan- tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya dampak kebijakan. Karena pada kenyataannya kepatuhan saja tidak cukup untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah ditentukan atau dengan kata lain kebijakan mengalami kegagalan. 6

7 sikap dan perilaku anggota terhadap kawasan hutan. Jika sebelumnya masyarakat Kalibiru adalah perambah dan perusak hutan, sekarang menjadi masyarakat penjaga dan pelestari hutan. Kesadaran dan kepedulian untuk menjaga kawasan dan kelestarian hutan tumbuh dalam diri anggota kelompok tani. Dari sisi kelola usaha, KTHKm Mandiri berhasil melakukan terobosan memanfaatkan ijin definitif HKm menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan. Langkah itu adalah pemanfaatan jasa lingkungan areal HKm menjadi wisata alam dan diklaim sebagai yang pertama lahir dari program HKm. Berbekal potensi keindahan alamnya serta penambahan berbagai fasilitas yang sudah dibangun oleh masyarakat, Wisata Alam Kalibiru berhasil menarik minat kunjungan wisatawan yang ingin menikmati keindahan pemandangan dari atas perbukitan, menikmati kesejukan lingkungan dan keramahtamahan penduduk desa. Dari tahun ke tahun kunjungan wisatawan ke Wisata Alam Kalibiru mengalami peningkatan (lihat Grafik 1.1). Dusun Kalibiru secara cepat bermetamorfosa dari desa yang kurang dikenal dan terisolir menjadi desa yang cukup terkenal dan enjadi salah satu Desa Wisata andalan Kulon Progo dan DIY (Observasi Internet). Grafik 1.1. Jumlah Kunjungan Wisatawan WA Kalibiru/Bulan Tahun Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Sumber : Sekretariat Wisata Alam Kalibiru Selain sebagai tempat wisata alam yang mengandalkan keindahan panorama alam, Wisata Alam Kalibiru juga menyediakan cottage untuk menginap pengunjung, 7

8 mengadakan acara seperti outbond training, high rope games, camping, olah raga alam bebas, down hill cycling, pengamatan satwa, dan lain- lain. Adanya variasi kegiatan wisatawan di dusun ini merangsang kreatifitas masyarakat dalam mengemas dan memberikan pelayanan terhadap tamu dan pengunjung. Beberapa di antaranya adalah usaha warung- warung di lokasi wisata, jasa catering, layanan parkir, penginapan/homestay, gula semut, dan masih banyak peluang yang bisa digali dan digarap oleh masyarakat seperti pembuatan kerajinan dan oleh- oleh. Dengan demikian, wisata alam HKm ini secara langsung maupun tidak langsung mampu mendongkrak kegiatan ekonomi warga. Ini menjadi salah satu bukti keberhasilan Kalibiru dari sisi kelola usaha di samping usaha ternak bergulir dan usaha simpan pinjam. Kedua, keberhasilan HKm Kalibiru dilihat dari aspek pemberdayaan masyarakat sesuai tujuan utama program HKm ini. Pemberdayaan secara sederhana adalah pemberian daya (power) kepada yang tidak berdaya (powerless). Pada konteks program HKm ini, maka masyarakat sekitar hutan diberikan ijin pemanfaatan hutan oleh negara sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan tersebut dapat berupa kesejahteraan secara ekonomi, politik, sosial budaya, dan lingkungan (Aina, 2007). Dari hasil observasi, studi literatur dan wawancara secara ringkas keberhasilan- keberhasilan program HKm di Kalibiru penulis sajikan dalam tabel di bawah ini 4. 4 Referensi indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat yang digunakan dalam tesis ini mengadopsi tesis Aina (2007). Indikator Kesejahteraan Politik : tersedianya kesempatan bagi masyarakat untuk berkreasi dan mengeluarkan pedapatnya dalam berbagai forum. Indikator Kesejahteraan Ekonomi : tersedianya wadah dalam kegiatan peningkatan perekonomian masyarakat dan adanya peningkatan pendapatan masyarakat yaitu berupa finansial. Indikator Kesejahteraan Sosial : dapat dilihat dari perubahan pola pikir masyarakat menjadi lebih maju dan adanya peningkatan kwalitas masyarakat. Peningkatan kwalitas masyarakat dapat dilihat dari tingkat pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam berorganisasi. Indikator Kesejahteraan Budaya : terciptanya kelestarian nilai- nilai budaya yang dimiliki masyarakat desa yakni gotong royong, guyub dan tolong menolong. Hal ini akan menghasilkan kesejahteraan berupa terciptanya rasa aman dan terciptanya rasa 8

9 Tabel 1.2 Hasil- hasil Pemberdayaan Program HKm di Kalibiru Ekonomi Sosial Budaya Politik Lingkungan Kemudahan mencari pakan ternak (HMT) (Kamijan,Parjan) Pemeliharaan ternak jadi lebih mudah (Parjan) Akses terhadap usaha ternak terbuka (Parjan) Mengurangi urbanisasi, pemuda betah tinggal di rumah dan mengelola wisata alam (Kamijan) Meningkatkan kerukunan warga Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan berorganisasi Terbukanya saluran informasi dan komunikasi masyarakat (Kamijan) Ada forum- forum pertemuan warga Berani mengungkapkan ide dan gagasan (Kamijan) Kegiatan penanaman berhasil (Parjan) Keamanan hutan terjaga(nangsir) Tegakan hutan makin rapat (Nangsir) Peningkatan kepemilikan ternak masyarakat (Parjan) Mendapat hasil empon- empon (Kamijan) Kesempatan kerja di desa terbuka (petugas retribusi, operator game, penjaga parkir (Parjan, Kamijan) Peluang usaha bertambah. (Warung, penginapan, catering, kelapa muda, pengolahan empon- empon) (Parjan) Jumlah kunjungan wisata meningkat dari tahun ke tahun (Data WA Kalibiru) Dusun semakin dikenal masyarakat sebagai pasar, menguntungkan secara ekonomi (Dishut KP, Internet) Mudah menjual hasil pertanian (Tumiranto) Mendapat alat pengolah hasil pertanian, ada nilai tambah (Kamijan, Tumiranto) Mudah mengakses modal koperasi/hutang (Parjan) Memperkuat kelembagaan masyarakat (Kamijan, Pendamping) Terjaganya semangat kegotongroyongan Aman dan nyaman dalam memanfaatkan lahan (Parjan) Menambah wawasan teknis kehutanan dan pertanian melalui studi banding, pembinaan dan pelatihan (Parjan) Meningkatkan kemandirian masyarakat (Pendamping) Perubahan cara hidup dari perambah menjadi penjaga dan pelestari hutan (Kamijan,Parlan) Saling kontrol antar kelompok dalam pemanfaatan hutan (Parlan) Adanya jaringan internet Wi Fi (Kamijan) Terbuka wawasan dengan interaksi wisatawan (Nangsir) Masyarakat berani dan makin terbiasa berhadapan dengan pihak luar (Parjan, Tumiranto) Terbuka jaringan kerjasama dengan pihak luar desa (Tumiranto,Parjan) Ada komunitas HKm (lingkar) memperkuat posisi tawar terhadap pihak luar (Kamijan, Tumiranto) Saling kontrol dalam keamanan dan pengelolaan lahan sekitar (Parlan) Kelompok makin dikenal pemerintah, semakin mendapat perhatian dan fasilitasi (Pendamping, Parjan) Kehidupan politik masyarakat semakin dinamis, berani memperjuangkan hak (Pendamping) Aktualisasi kreatifitas masyarakat (Nangsir, Pendamping) Punya kekuatan hukum, surat kekancingan dalam memanfaatkan hutan (Parjan) Mandor hutan tidak berani lagi main kayu (Parjan) Satwa berdatangan (Nangsir, Kamijan) Mulai bermunculan mata air (Kamijan, Parlan) Kondisi udara (iklim mikro) lebih sejuk (Parlan) Penataan dan penguatan terasering (Parjan) Mengurangi erosi air Resiko bencana longsor berkurang (Dinas Kehutanan KP) Kembalinya fungsi lindung kawasan hutan Kelestarian hutan terjaga Ada lembaga untuk menabung/arisan (koperasi. (Observasi) Kesadaran berkoperasi bertambah Kekompakan dalam menindak anggota yang "nakal"(parjan) Adanya bagi hasil dari pendapatan wisata alam (Parjan) Kegiatan kesenian semakin bergairah menunjang desa wisata Komitmen kuat terhadap aturan bersama (Nangsir) Motivasi membuka kegiatan lain selain mamanfaatkan hutan (Kamijan) Kesadaran untuk selalu berproses/belajar (Pendamping) Terbukanya hak- hak masyarakat (Pendamping) nyaman dalam interkasi sosial. Indikator Kesejahteraan Ekologi : terjaganya kelestarian lingkungan (hutan). 9

10 Tambahan penghasilan dari usaha alternatif lahan hutan (lebah madu, kroto) (Parjan, Tumiranto) Masyarakat bisa mendapatkan rencekan (kayu bakar) (Kamijan) Kesadaran bahwa bantuan karitatif (BLSM, raskin, BLT) tidak menyelesaikan akar masalah (Kamijan, Parjan) Terbentuknya Kelompok Tani HKm Partisipasi warga dalam perencanaan kegiatan HKm Kemudahan dalam mamanfaatkan air (Kamijan) Sumber : Dari berbagai sumber (diolah) Partisipasi dalam pembangunan lokal Geliat masyarakat Kalibiru dalam mengelola HKm itu telah mendapat pengakuan dan apresiasi berbagai pihak. HKm Kalibiru sering menjadi lokasi tujuan studi banding dari berbagai daerah yang berminat untuk mengembangkan HKm maupun wisata alam, seperti dari Papua, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Kelompok Tani HKm Mandiri berhasil meraih beberapa prestasi di antaranya Juara I Lomba Perintis Lingkungan Tingkat DIY tahun 2011 sekaligus sebagai wakil dari DIY ke tingkat nasional tahun 2012, Juara III HKm Terbaik dari 42 HKm di DIY tahun Kalibiru juga berhasil naik peringkat dari Juara Harapan III Lomba Desa Wisata se- DIY tahun 2012 menjadi Juara I Lomba Desa Wisata se- DIY tahun 2013 (portal.jogjaprov.go.id) dan berhak mewakili DIY pada event serupa di level nasional pada Juli 2014 berkat ikon Wisata Alam Hutan Kemasyarakatannya itu. Keberhasilan- keberhasilan di atas menarik penulis untuk mengetahui lebih jauh mengenai bagaimana implementasi program HKm di Kalibiru. Keberhasilan Kalibiru sebagai salah satu pemegang ijin HKm menjadi sangat penting untuk ditelusuri dan didokumentasikan agar menjadi inspirasi bagi proses belajar dan tolok ukur positif bagi para pihak yang terlibat dalam pengembangan HKm, terutama pihak pemerintah untuk mendorong percepatan realisasi target HKm, dan bagi masyarakat lokal sekitar hutan daerah lain yang sedang berencana, berjuang, dan yang sudah memperoleh ijin HKm di seluruh Indonesia. 10

11 Dalam bingkai yang lebih luas, capaian sekecil apapun seperti keberhasilan program HKm di Kalibiru sangat penting artinya dalam mendukung Penurunan Kemiskinan 5 dan Kelestarian Lingkungan Hidup seperti yang tercantum dalam RPJMN dan Target Millenium Development Goals 7, serta dalam kerangka penurunan emisi karbon (REDD+). Sebagaimana konsep yang selalu diyakini oleh para aktivis lingkungan think globally act locally. B. Rumusan Permasalahan Berangkat dari latar belakang di atas, maka dirumuskan pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu : Mengapa implementasi program Hutan Kemasyarakatan di Dusun Kalibiru berhasil?. Untuk lebih memperdalam uraian maka disusun pertanyaan turunannya sebagai berikut : 1. Bagaimana proses implementasi program HKm di Kalibiru? 2. Apa faktor- faktor yang bekerja pada implementasi program HKm di Kalibiru? 5 Data BPS menyebutkan bahwa dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 219,9 juta jiwa, sekitar 48,8 juta jiwa atau 12% tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dari 48,8 juta jiwa penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar hutan tersebut, 10,2 juta jiwa atau 25% diantaranya tergolong dalam kategori miskin (Hakim, 2010) 6 11 Kebijakan Prioritas Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II 1) Reformasi birokrasi dan tata kelola; 2)Pendidikan; 3) Kesehatan; 4)Penanggulangan kemiskinan; 5) Ketahanan pangan; 6) Infrastuktur; 7) Iklim investasi dan iklim usaha; 8)Energi; 9) Lingkungan hidup dan pengelolan bencana;10)daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik; 11) Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi. 7 Millennium Development Goals (MDGs) adalah Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara PBB yang mulai dijalankan pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 yaitu : 1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2) Mencapai pendidikan dasar untuk semua; 3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) Menurunkan angka kematian anak; 5) Meningkatkan kesehatan ibu; 6) Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya; 7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan 8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan ( akses 22 Januari 2014). 11

12 C. Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini adalah proses implementasi kebijakan HKm di Kalibiru dan faktor apa saja yang turut berperan dalam keberhasilan implementasi program HKm di Kalibiru tersebut. D. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui proses implementasi Program HKm di Kalibiru. 2. Mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh terhadap implementasi Program HKm di Kalibiru. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Secara teoritis, dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan baik pada ilmu Administrasi Publik maupun pada ilmu Kehutanan, serta menambah wawasan bagi penulis. 2. Secara praktis, dapat dijadikan sebagai bahan acuan maupun masukan dalam upaya melakukan perbaikan terhadap upaya pemberdayaan masyarakat lokal khususnya dalam kerangka pengelolaan hutan kemasyarakatan. F. Sistematika Penulisan Tesis ini dibagi dalam beberapa bab untuk memperjelas alur tulisan. Tesis diawali Pendahuluan di Bab I yang menyajikan latar belakang penelitian yaitu keberhasilan pelaksanaan program HKm di Kalibiru, kemudian rumusan 12

13 permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tesis. Pada Bab II penulis memaparkan kerangka teori yang terkait dengan tema penelitian yang diangkat yaitu kebijakan Social Forestry (Hutan Kemasyarakatan) dan implementasi kebijakan. Dari kedua topik teori sebagai dasar untuk menyusun kerangka pikir penelitian ini, yaitu faktor- faktor yang bekerja dalam implementasi kebijakan HKm di Kalibiru dan disajikan dalam sub bab terakhir Bab II ini. Bab III menyajikan metode penelitian yang digunakan, tata cara penelitian, dan analisa data yang dilaksanakan. Pada Bab IV penulis menyajikan deskripsi umum lokasi penelitian, serta sejarah pengelolaan hutan di Kalibiru. Pada Bab V disajikan proses implementasi program HKm secara kronologis. Sementara pembahasan dan analisa hasil penelitian dipaparkan pada Bab VI, diikuti kesimpulan dan saran pada Bab VII. 13

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pemberdayaan mulai mengemuka pada periode tahun 1970 hingga tahun 1980-an. Pada masa itu Indonesia merupakan Negara acuan dunia di bidang pembangunan terutama

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab- bab sebelumnya sudah dibahas mengenai proses implementasi, hasil pelaksanaan dan faktor- faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan imlementasi program HKm di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia seharusnya dapat di akses oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitasnya. Tapi

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada paradigma kehutanan sosial, masyarakat diikutsertakan dan dilibatkan sebagai stakeholder dalam pengelolaan hutan, bukan hanya sebagai seorang buruh melainkan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. memaksimalkan potensi wisata. Tahap-tahap partisipasi yang dilakukan

BAB VII PENUTUP. memaksimalkan potensi wisata. Tahap-tahap partisipasi yang dilakukan BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini berupa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat dan strategi masyarakat untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada didaerahnya. Pengelolaan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON

SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON SUMATERA BARAT, SEBAGAI JANTUNG SUMATERA UNTUK PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI SKEMA HUTAN NAGARI DAN HKM, DAN KAITANNYA DENGAN SKEMA PENDANAAN KARBON KKI WARSI LATAR BELAKANG 1. Hutan Indonesia seluas + 132,9

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Maka kesehatan adalah dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah kebutuhan utama dan mendasar bagi kehidupan manusia. Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang bermanfaat bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series

BAB I PENDAHULUAN. 1 Berdasarkan UNFPA (2003) dalam Population and Development Strategies Series BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beberapa waktu dalam dasawarsa terakhir ini, konsep mengenai programprogram Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 LOMBA KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA TAHUN 2017 A. Dasar Pemikiran Tanggal 10 Juli 2017, Pemerintah Indonesia telah mengundangkan Peraturan Presiden

Lebih terperinci

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH

PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN DAN PENGGERAK UTAMA PEMBANGUNAN DAERAH 5.1. Visi Visi Kabupaten Sintang 2011-2015, tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumatera Barat memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.35/Menhut-II/2013 tanggal 15 Januari 2013 tentang perubahan atas

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi sumberdaya hutan yang tidak hanya memiliki keanekaragaman hayati tinggi namun juga memiliki peranan penting dalam perlindungan dan jasa lingkungan,

Lebih terperinci

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan www.wbh.or.id Penjaringan Aspirasi Masyarakat Sebagai Masukan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 di Gedung Serbaguna Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Indonesia selama ini diwarnai dengan ketidakadilan distribusi manfaat hutan terhadap masyarakat lokal. Pengelolaan hutan sejak jaman kolonial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai luas hutan negara berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakat (TGHK) 1 seluas 140,4 juta hektar terdiri atas kawasan hutan tetap seluas 113,8 juta hektar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals) adalah Deklarasi Millennium hasil kesepakatan yang ditandatangani oleh kepala negara dan perwakilan dari

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN

LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN 1 LEMBAR INFORMASI JARINGAN MASYARAKAT HUTAN KORIDOR GUNUNG SALAK-HALIMUN SEKARANG KITA BERSAMA!!!! LANGKAH AWAL UNTUK PENGELOLAAN HUTAN KORIDOR SALAK-HALIMUN YANG ADIL, SEJAHTERA, DAN LESTARI Apa itu

Lebih terperinci

MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL. Oleh : Drs. Andang Muryanta

MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL. Oleh : Drs. Andang Muryanta MENGGAPAI TARGET MDGs DALAM PROGRAM KB NASIONAL Oleh : Drs. Andang Muryanta PENDAHULUAN Banyak negara diberbagai belahan dunia telah berkomitmen secara serius dalam menggapai target MDGs (Millenium Development

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kondisi hutan yang semakin kritis mendorong pemerintah membuat sebuah komitmen untuk melibatkan masyarakat di dalam pembangunan pengelolaan hutan. Komitmen tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan tujuan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah di Indonesia sejak adanya otonomi daerah harus terintegrasi antar berbagai sektor. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS TAHUN 2015 Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Pekalongan Tahun 2015 merupakan tahun keempat pelaksanaan RPJMD Kabupaten Pekalongan tahun 2011-2016.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi ekologi dan sosial yang tinggi yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia

Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus. di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul. 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia Kemandirian Ekonomi Melalui Sertifikasi Hutan Rakyat (Kasus di Gunungkidul) Ir. Murbani Dishutbun Kab. Gunungkidul 6 Februari 2009 Bogor - Indonesia Kondisi Hutan Rakyat Luas hutan di kabupaten Gunungkidul

Lebih terperinci

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD) SERBA SERBI HUTAN DESA (HD) Oleh Agus Budhi Prasetyo, S.Si.,M.Si. Dalam Renstra 2010-2014, Kemenhut merencanakan hutan kemasyarakatan seluas 2 juta ha dan hutan desa seluas 500.000 ha. Dari areal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran Pembangunan Millennium (Millennium Development Goals atau disingkat dalam bahasa Inggris MDGs) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun

Lebih terperinci

BAB III Tahapan Pendampingan KTH

BAB III Tahapan Pendampingan KTH BAB III Tahapan Pendampingan KTH Teknik Pendampingan KTH 15 Pelaksanaan kegiatan pendampingan KTH sangat tergantung pada kondisi KTH, kebutuhan dan permasalahan riil yang dihadapi oleh KTH dalam melaksanakan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan menegaskan tentang kondisi Kota Palembang yang diinginkan dan akan dicapai dalam lima tahun mendatang (2013-2018).

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Dokumen perencanaan tahunan daerah yang digunakan sebagai acuan perencanaan pembangunan dan penyusunan anggaran Tahun 2014, adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan

Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan ANALISIS SOSIAL BUDAYA REDD+ 2011 Penyusunan Kriteria Indikator Pemilihan Lokasi dan Strategi Keberhasilan Implementasi REDD dari Perspektif Struktur Sosial Budaya Tim Peneliti PUSPIJAK Pusat Penelitian

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 365/Kpts-II/2003 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. BUKIT BATU HUTANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan

I. PENDAHULUAN. Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah enam puluh sembilan tahun Indonesia merdeka, telah banyak tindakantindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha menyejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

Pelaksanaan Green Jobs di Indonesia

Pelaksanaan Green Jobs di Indonesia Pelaksanaan Green Jobs di Indonesia Maruli A. Hasoloan Ses. Badan Penelitian Pengembangan & Informasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi The National Conference on Green Jobs the Way Forward Jakarta,

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN. INDIKATOR KINERJA Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN MAGETAN No SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 2 3 4 1 Meningkatkan kualitas rumah ibadah dan 1. Jumlah rumah ibadah yang difasilitasi 400 jumlah kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. 1 Universitas Indonesia. Analisis pelaksanaan..., Rama Chandra, FE UI, 2010. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi, terutama, oleh negara-negara yang sedang berkembang, memang sangatlah kompleks. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan

Lebih terperinci

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS)

KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN SDGs. Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) KESIAPAN KABUPATEN MAROS MELAKSANAKAN Ir. H. M. HATTA RAHMAN, MM (BUPATI MAROS) LATAR BELAKANG KONDISI KABUPATEN MAROS PASCA MDGs (RPJMD PERIODE 2010 2015) DATA CAPAIAN INDIKATOR MDGs TAHUN 2010 2015 MENUNJUKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI PRIORITAS NASIONAL DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH PROVINSI GORONTALO SINKRONISASI DENGAN BELANJA DAERAH DALAM APBD TAHUN ANGGARAN 2013 NO. 1 Prioritas 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Pemantapan Tata Kelola Pemerintahan yang Lebih baik

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERUM PERHUTANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY. Oleh: Sri Purwani Konsultan

MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY. Oleh: Sri Purwani Konsultan MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY (Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo, Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon dan Desa Sumbermulya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat 73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan

Lebih terperinci

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017 PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun 2017-2022 Wates, 27 September 2017 1 PDRB PER KAPITA MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI D.I. YOGYAKARTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU, 2012-2016 (JUTA RUPIAH) 1 PERSENTASE PENDUDUK

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI

DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI PERAN EKOSISTEM HUTAN BAGI IKLIM, LOKAL, GLOBAL DAN KEHIDUPAN MANUSIA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAMBI DISAMPAIKAN PADA ACARA PELATIHAN BUDIDAYA KANTONG SEMAR DAN ANGGREK ALAM OLEH KEPALA DINAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

Dinas Kesehatan balita 4 Program Perencanaan Penanggulangan

Dinas Kesehatan balita 4 Program Perencanaan Penanggulangan 1 Menanggulangi kemiskinan secara 1 Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan terpadu dan berkelanjutan Sembilan Tahun 2 Program pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin, RSUD Dr. Soeroto 3 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, ** (Miliar Rupiah)

1 PENDAHULUAN. Tabel 1. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, ** (Miliar Rupiah) 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis dan astronomis Indonesia sangat strategis. Secara georafis, Indonesia terletak diantara dua Benua dan dua samudera. Benua yang mengapit Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi didefinisikan sebagai suatu kondisi ideal masa depan yang ingin dicapai dalam suatu periode perencanaan berdasarkan pada situasi dan kondisi saat ini.

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan merupakan prasyarat utama untuk memperbaiki derajat kesejahteraan rakyat. Indonesia pada September tahun

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 165 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan 1. Kesejahteraan masyarakat di tiga kabupaten pemekaran : a. Berdasarkan Klassen Typology yang dimodifikasi, Kabupaten Rokan Hilir adalah kabupaten pemekaran

Lebih terperinci

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. 0PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam baik hayati maupun non-hayati sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup manusia. Alam memang disediakan untuk memenuhi kebutuhan manusia di bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu kesatuan usaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam setiap aktivitasnya, komunikasi adalah suatu instrumen yang penting dalam

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN BONE BOLANGO NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1. Optimalisasi peran dan fungsi Persentase produk hukum kelembagaan pemerintah daerah daerah ditindaklanjuti

Lebih terperinci

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan

6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) yakni di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu proses prioritas pembangunan nasional sebagaimana dimanfaatkan oleh program pembangunan nasional ( Propenas ) 2005-2009 yakni di bidang sumber daya

Lebih terperinci

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003

MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (MDGs) Diterjemahkan dari: Population and Development Strategies Series Number 10, UNFPA, 2003 MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS (TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM) 1. Menanggulangi Kemiskinan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil

Lebih terperinci

DIT. KTNL KSDI dan KKP3K

DIT. KTNL KSDI dan KKP3K DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN KKJI-KP3K-KKP Agustus 2010 Dasar Hukum : UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

PERUBAHAN RPJMD KOTA SEMARANG TAHUN

PERUBAHAN RPJMD KOTA SEMARANG TAHUN k e g i a t a n K O N S U L T A S I P U B L I K PERUBAHAN RPJMD KOTA SEMARANG TAHUN 2016-2021 - S e m a r a n g, 0 3 M e i 2 0 1 7-1 K e r a n g k a p e n y a j i a n 2 2 1. Berdasarkan HASIL EVALUASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan bagian penting dari negara Indonesia. Menurut angka resmi Kementerian Kehutanan Republik Indonesia pada tahun 2012 luas kawasan hutan di Indonesia sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian serta perubahan lingkungan yang dihadapi dunia begitu cepat dan dinamis. Perkembangan ekonomi tentunya memberikan perubahan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG

BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG BUPATI LOMBOK TENGAH RANCANGAN PERATURAN BUPATI LOMBOK TENGAH NOMOR... TENTANG INTEGRASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DALAM STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Menimbang : a. Bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAGIAN PERTAMA PRIORITAS NASIONAL DAN BAB 1 PENDAHULUAN PRIORITAS NASIONAL LAINNYA

DAFTAR ISI BAGIAN PERTAMA PRIORITAS NASIONAL DAN BAB 1 PENDAHULUAN PRIORITAS NASIONAL LAINNYA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i BAGIAN PERTAMA PRIORITAS NASIONAL BAB 1 PENDAHULUAN... 1-1 BAB 2 PRIORITAS NASIONAL DAN PRIORITAS NASIONAL LAINNYA.... 2-1 A. PRIORITAS NASIONAL 2.1 PRIORITAS NASIONAL 1: REFORMASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai modal dasar pembangunan perlu dipertahankan keberadaannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Luas kawasan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 PERMASALAHAN PEMBANGUNAN TAHUN 1. Perlunya memajukan pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan kelautan)

Lebih terperinci