BAB I PENDAHULUAN. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan
|
|
- Yanti Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan telah ada sejak lama. Adanya perbedaan ini menyebabkan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, terutama bagi perempuan perdesaan untuk terlibat dan menikmati hasil pembangunan. Menurut Seda (2007), perempuan masih mengalami ketertinggalan dalam beberapa bidang pembangunan karena faktor kultural dan struktural. Faktor kultural yaitu nilai-nilai agama dan budaya yang sangat kuat dengan ideologi patriarki. Sementara, faktor struktural yaitu sistem ekonomi dan politik yang menganggap bahwa seharusnya laki-laki lebih mendapatkan kesempatan dan akses dibandingkan dengan perempuan. Ketidaksetaraan gender termanifestasikan dalam bentuk marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi dalam politik, pembentukan stereotype, kekerasan, serta beban kerja yang lebih panjang dan lebih banyak (Fakih, 2005). Ketidaksetaraan gender juga membuat perempuan bergantung pada pihak lain. Perempuan tidak memiliki kuasa atau otonomi bahkan untuk mengambil keputusan terkait kehidupannya sendiri. Jika perempuan ini telah menikah maka ia akan sangat bergantung pada suaminya. Salah satu sektor pekerjaan yang dapat mereduksi marjinalisasi perempuan perdesaan adalah pariwisata. UNWTO (2013) menyebutkan bahwa pariwisata 1
2 2 dapat berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan, mempromosikan keadilan gender, pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, serta pengembangan kerjasama. Menurut UNWTO dan UN Woman (2010), pariwisata menyediakan kesempatan besar bagi partisipasi perempuan dibanding dengan sektor ekonomi lainnya. Perempuan dapat berpartisipasi sebagai tenaga kerja dan wirausahawan. Pariwisata juga membuka kesempatan bagi perempuan untuk memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan kemiskinan di dalam komunitas perdesaan. Sektor pariwisata yang dapat melibatkan partisipasi perempuan perdesaan adalah desa wisata yang berarti pariwisata yang berlokasi di area perdesaan, berskala perdesaan, dan karakter serta fungsinya mencerminkan pola kompleks dari lingkungan perdesaan (Lane, 1994). Desa wisata harus memiliki sumber daya alam dan budaya, infrastruktur, serta fasilitas akomodasi, makanan, minuman, dan lainnya (Cawley dan Gillmor, 2008). Menjamurnya desa wisata juga terjadi di Provinsi D.I Yogyakarta. Menurut Dinas Pariwisata Provinsi D.I Yogyakarta (2014) saat ini ada 112 desa wisata yang tersebar di satu kota dan empat kabupaten. Provinsi D.I Yogyakarta adalah provinsi yang memiliki desa wisata terbanyak di Indonesia (Afriansari, 2014). Keberadaan desa wisata membawa angin segar bagi perekonomian masyarakat lokal karena laki-laki dan perempuan dapat berpartisipasi sebagai pengurus dan pelaku usaha di desa wisata.
3 3 Salah satu bentuk partisipasi perempuan di desa wisata adalah peran mereka sebagai pelaku usaha mikro. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap banyak tenaga kerja, baik laki-laki ataupun perempuan (Sudaryanto dkk, 2011). Pemerintah mendorong perempuan menjadi pelaku usaha mikro agar memiliki penghasilan untuk membantu ekonomi keluarga sehingga kesetaraan gender dalam rumah tangga dapat terwujud. Cara pemerintah mendorong perempuan menjadi pelaku usaha mikro melalui pemberian modal bagi usaha mikro perempuan dan mendorong ketersediaan koperasi simpan pinjam yang dapat diakses oleh perempuan (Kementerian Koperasi dan UKM, 2010). Jenis pekerjaan perempuan di usaha mikro biasanya berhubungan dengan bidang perdagangan dan industri pengolahan, misalnya warung makan, pengolahan makananan, toko kecil, dan industri kerajinan karena usaha tersebut dapat dilakukan di rumah sehingga perempuan dapat tetap berperan sebagai ibu rumah tangga (Priminingtyas, 2010). Pemilihan jenis usaha itu karena perempuan belum dapat melepaskan diri dari belenggu domestifikasi walaupun terlibat aktif dalam kegiatan usaha (Bappenas, 2006). Perempuan di desa wisata memang menjalankan usaha yang berhubungan dengan pekerjaan domestik, misalnya berjualan makanan, menyediakan jasa memasak (catering), dan menyediakan penginapan. Perempuan di desa wisata memilih jenis pekerjaan tersebut karena sifat pekerjaan yang part time, fleksibel, diizinkan suami, dan agar dapat terus menjalankan peranan sosial seperti merawat anak, bertani, dan bekerja di dapur (Boonabaana, 2014).
4 4 Pekerjaan usaha mikro yang ada di desa wisata membuat perempuan memiliki penghasilan sendiri. Penghasilan perempuan berkontribusi terhadap ekonomi rumah tangga sehingga perempuan menjadi orang penting dalam keluarga. Peran penting perempuan dalam rumah tangga mendorong perempuan untuk memiliki kontrol dan akses terhadap sumber daya rumah sehingga ia dapat membuat keputusan-keputusan penting, yang berarti perempuan memiliki otonomi. Menurut Jejeebhoy dan Sathar (2001), otonomi adalah kontrol perempuan terhadap materi dan sumber daya, akses terhadap pengetahuan dan informasi, dapat membuat keputusan, bebas untuk melakukan mobilitas, dan mampu membangun hubungan. Menurut Susilastuti (2003), perempuan yang bekerja menunjukkan otonomi yang lebih besar dibanding perempuan yang tidak bekerja. Perempuan di usaha mikro memang memiliki penghasilan sendiri, tetapi pembagian kerja dalam rumah tangga tidak berubah secara substantif. Pekerjaan perempuan di pariwisata juga tetap dibidang perawatan, membersihkan, dan katering. Perawatan anak juga masih menjadi tanggung jawab utama perempuan (Pettersson dan Cassel, 2014). sehingga pekerjaan perempuan di usaha mikro tidak selalu berhubungan dengan terwujudnya otonomi dan kesetaraan gender. Namun, menurut Brandth dan Haugen (2010), pekerjaan perempuan di pariwisata telah menantang hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga karena perempuan memiliki penghasilan sendiri.
5 5 1.2 Masalah Penelitian Salah satu desa wisata di Provinsi D.I Yogyakarta yang melibatkan hampir seluruh perempuan di desa tersebut untuk menjadi pelaku usaha mikro adalah Desa Wisata Pentingsari di Dusun Pentingsari, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Provinsi D.I Yogyakarta. Usaha mikro perempuan yang ada di Desa Wisata Pentingsari yaitu usaha kuliner dan home industry. Usaha kuliner menyediakan konsumsi berupa makanan dan snack bagi wisatawan. Usaha home industry memproduksi cemilan oleh-oleh aneka keripik, sekaligus bertindak sebagai pendemo atraksi pembuatan cemilan tersebut. Perempuan yang memiliki penghasilan sendiri berkesempatan mendorong otonomi. Namun, apakah pekerjaan perempuan di usaha mikro di Desa Wisata Pentingsari dapat mendorong terwujudnya otonomi? Atau justru malah semakin memarjinalkan perempuan karena pekerjaan di usaha mikro adalah pekerjaan domestik yang justru semakin mengukuhkan peran domestik perempuan dan membuat perempuan memiliki peran ganda? Menurut UNWTO dan UN Women (2010), pekerjaan pada sektor pariwisata yang disediakan untuk perempuan dapat membawa kesempatan bagi perbaikan ekonomi rumah tangga sekaligus menjadi tantangan bagi kesetaraan gender. ini adalah: Berdasarkan masalah penelitian tersebut maka rumusan masalah penelitian 1. Bagaimana peran desa wisata dalam mendorong munculnya usaha mikro di Desa Wisata Pentingsari?
6 6 2. Bagaimana hubungan usaha mikro dan otonomi perempuan di Desa Wisata Pentingsari? 3. Apa tantangan usaha mikro dalam mendorong otonomi perempuan di Desa Wisata Pentingsari? 1.3 Pembatasan Masalah Jejeebhoy dan Sathar (2001) menjelaskan bahwa otonomi perempuan dapat dilihat dari empat aspek, seperti; 1. Kewenangan dalam pembuatan keputusan. Perempuan dapat berpendapat dalam keputusan keluarga dan memutuskan hal-hal terkait hidupnya dan kesejahteraannya sendiri. Pembuatan keputusan secara ekonomi dapat dilihat dari; (1) Biaya belanja kebutuhan makanan; (2) Biaya belanja kebutuhan rumah tangga; (3) Biaya belanja harta seperti perhiasan dan pakaian 2. Otonomi untuk melakukan mobilitas Perempuan bebas untuk bepergian tanpa perlu diantar. Mobilitas yang penting bagi perempuan adalah ke; (1) Pusat kesehatan; (2) Komunitas desa atau pasar; (3) Rumah saudara atau teman; (4) Desa tetangga. 3. Otonomi secara emosional Perempuan dapat menikmati hubungan yang hangat dengan pasangan dan bebas dari ancaman kekerasan dan pelecahan. Jenis ancaman kekerasan dan pelecahan, misalnya; (1) Perempuan takut kepada suaminya dan mendapat perlakuan kasar; (2) Perempuan mendapat perlakuan kasar tetapi tidak takut
7 7 kepada suaminya; (3) Perempuan takut kepada suaminya tetapi tidak mendapat perlakuan kasar. 4. Otonomi secara ekonomi dan sosial Perempuan dapat mengakses dan mengontrol sumber daya miliknya sendiri dan sumber daya ekonomi rumah tangga. Akses terhadap sumber daya rumah tangga, seperti; (1) Memiliki ide bagaimana mengelola keuangan rumah tangga; (2) Dapat membelanjakan uang secara tunai; (3) Bebas untuk membeli perhiasan-perhiasan kecil; (4) Bebas untuk membeli hadiah. Akses perempuan dalam mengontrol sumberdayanya sendiri, seperti; (1) Apakah ada harta berharga keluarga (tanah/rumah/kendaraan) yang dimiliki atas nama perempuan; (2) Apakah perempuan harus melaporkan mengenai bagaimana ia membelanjakan uangnya; (3) Apakah perempuan memiliki tabungan yang dapat menopang kebutuhan dirinya di hari tua. Pada penelitian ini aspek otonomi yang akan diteliti yaitu otonomi secara ekonomi dan otonomi untuk melakukan mobilitas. Kedua otonomi tersebut diadaptasi dari aspek otonomi menurut Jejeebhoy dan Sathar. Pengadaptasian dilakukan karena beberapa hal seperti; 1. Otonomi terkait kewenangan perempuan dalam pembuatan keputusan ekonomi rumah tangga dan otonomi secara ekonomi adalah hal yang sama karena keduanya sama-sama melibatkan kemampuan pembuatan keputusan ekonomi. Penulis memilih menggunakan otonomi secara ekonomi karena memberikan makna yang lebih umum. Pada aspek otonomi secara ekonomi, penulis menggabungkan aspek kewenangan perempuan dalam pembuatan
8 8 keputusan ekonomi dan aspek otonomi secara ekonomi karena kesemua aspek tersebut penting. Namun, pada penggunaan sub-aspek, penulis menghilangkan dua sub-aspek yaitu: (1) Dapat membelanjakan uang secara tunai karena perempuan di Indonesia biasanya telah memiliki uang belanja yang dapat dibelanjakan secara tunai dan; (2) Bebas untuk membeli perhiasan-perhiasan kecil karena telah diwakili oleh sub-aspek dapat membuat keputusan untuk belanja perhiasan dan pakaian. 2. Penulis menghilangkan otonomi secara emosional karena untuk melihat hubungan suami-istri terkait ancaman dan kekerasan memakan waktu lama dan memerlukan instrumen khusus, kecuali jika penulis melakukan penelitian otonomi secara emosional di shelter-shelter perlindungan perempuan yang mewadahi perempuan-perempuan korban kekerasan. Pada penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Wisata Pentingsari. Berdasarkan hal tersebut, maka otonomi yang diteliti penulis adalah; 1. Otonomi secara ekonomi yang dilihat dari beberapa aspek seperti; a. Kewenangan dalam pembuatan keputusan ekonomi rumah tangga, yang dapat dilihat dari; (1) Biaya belanja kebutuhan makanan; (2) Biaya belanja kebutuhan rumah tangga; (3) Biaya belanja harta seperti perhiasan dan pakaian b. Akses perempuan terhadap sumber daya rumah tangga, yang dapat dilihat dari; (1) Memiliki ide bagaimana mengelola keuangan rumah tangga; (2) Bebas untuk membeli hadiah.
9 9 c. Akses perempuan terhadap sumber daya sendiri, yang dapat dilihat dari; (1) Apakah ada harta berharga keluarga (tanah/rumah/kendaraan) yang dimiliki atas nama perempuan; (2) Apakah perempuan harus melaporkan hal kecil atau besar mengenai bagaimana ia menggunakan atau membelanjakan hartanya; (3) Apakah perempuan berharap dapat menopang kebutuhan dirinya di hari tua dari uang tabungannya sendiri. 2. Otonomi perempuan untuk melakukan mobilitas yaitu bagaimana perempuan bebas bepergian tanpa perlu diantar terutama untuk pergi ke: (1) Pusat kesehatan; (2) Komunitas desa atau pasar; (3) Rumah saudara atau teman; dan (3) Desa tetangga. 1.4 Keaslian Penelitian Penelitian bertema usaha mikro perempuan, otonomi perempuan, dan desa wisata telah banyak dilakukan, namun penelitian yang menggabungkan ketiga tema tersebut menjadi satu tema besar belum pernah dilakukan. Supeni dan Sari (2011) telah melakukan penelitian mengenai usaha mikro dengan fokus penelitian mengetahui hasil pemberdayaan perempuan melalui usaha mikro dari aspek kesejahteraan, akses, konsientiasi, partisipasi, dan kesetaraan dalam kekuasaan. Penelitian kualitatif tersebut dilakukan dengan menggunakan teknik focus group discussion terhadap ibu-ibu bukan pelaku usaha mikro, ibu-ibu pelaku usaha mikro namun gagal, dan ibu-ibu yang menjalankan usaha mikro sampai sekarang. Pada tahun 2014, Oktaviani melakukan penelitian mixed method mengenai otonomi perempuan. Penelitiannya fokus pada penyebab keoptimalan otonomi
10 10 perempuan dalam rumah tangga. Hasil penelitiannya adalah otonomi dapat diukur dengan melihat bagaimana kekuasaan perempuan dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Otonomi sangat dipengaruhi oleh kontribusi ekonomi yang diberikan perempuan pada rumah tangganya. Kontribusi ekonomi berhubungan erat dengan pendidikan yang memudahkan untuk mencari pekerjaan. Pada tahun 2000, Lont melakukan penelitian kualitatif mengenai otonomi ekonomi perempuan di Bujung, Yogyakarta. Ia membandingkan otonomi perempuan pada rumah tangga miskin dan rumah tangga menengah dari aspek kontrol terhadap belanja rumah tangga dan mengambil kredit. Hasil penelitiannya adalah perempuan pada rumah tangga miskin biasanya memiliki pendapatan untuk membantu ekonomi keluarga sehingga mereka memiliki kontrol terhadap anggaran belanja dan dapat mengakses kredit untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan kata lain, ketika perempuan memiliki pendapatan meskipun itu merupakan bagian kecil dari pendapatan rumah tangga, hal tersebut dapat meningkatkan otonomi mereka secara ekonomi. Pada tahun 2014, Afriansari melakukan penelitian kualitatif deskriptif terkait alasan perempuan untuk bergabung dengan kelompok usaha di desa wisata Samiran, Boyolali. Menurutnya, meskipun jumlah perempuan yang terlibat di desa wisata tidak sebanyak laki-laki, namun dari sisi iuran kelompok yang masuk kas desa wisata, 66% disumbang oleh kelompok perempuan. Penelitian tersebut dilakukan dengan wawancara mendalam pada 12 perempuan dengan level partisipasi di desa wisata yang berbeda-beda.
11 11 Keempat penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Perbedaan penelitian terletak pada tema, fokus penelitian, kriteria informan, dan lokasi penelitian. Penelitian penulis untuk dilakukan untuk mendalami hubungan usaha mikro yang dijalankan perempuan terhadap otonomi mereka dalam rumah tangga. Selain itu, perbedaan terlihat pada kriteria informan yang dipilih. Kriteria pemilihan informan penulis adalah: (1) Anggota aktif kelompok usaha mikro; (2) Telah menikah dan memiliki anak; (3) Tidak memiliki pekerjaan formal. Selain itu, perbedaan penelitian juga tampak pada lokasi penelitian, penelitian penulis dilakukan pada rumah tangga di perdesaan. 1.4 Tujuan Penelitian adalah: Dengan melihat rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian ini, 1. Untuk mengetahui peran desa wisata dalam mendorong munculnya usaha mikro di Desa Wisata Pentingsari 2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan usaha mikro dan otonomi perempuan di Desa Wisata Pentingsari 3. Untuk mengetahui tantangan usaha mikro dalam mendorong otonomi perempuan di Desa Wisata Pentingsari
12 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis: a. Manfaat Teoritis: 1. Dapat memberikan sumbangan tentang terbentuknya usaha mikro di desa wisata yang dapat melibatkan partisipasi perempuan perdesaan 2. Dapat memberikan deskripsi mengenai hubungan usaha mikro terhadap otonomi perempuan serta langkah-langkah agat usaha mikro dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan. b. Manfaat Praktis: 1. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan oleh pengurus desa wisata untuk mengetahui hubungan usaha mikro terhadap otonomi perempuan sehingga pengurus desa wisata dapat mengambil langkah-langkah untuk menciptakan usaha mikro yang dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan anggota usaha mikro 2. Hasil penelitian dapat membantu pemerintah dalam memfasilitasi usahausaha mikro perempuan yang ada di desa wisata lainnya agar usaha mikro dapat mendorong terwujudnya otonomi perempuan dan kesetaraan gender dalam rumah tangga. 3. Penelitian dapat dimanfaatkan sebagai solusi terkait reduksi marjinalisasi perempuan perdesaan secara ekonomi melalui pendirian dan pengelolaan desa wisata yang lebih baik agar dapat mendorong terbentuknya kelompok usaha mikro perempuan.
I. PENDAHULUAN. membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan adanya keterbukaan informasi, maka pemerintah harus mulai membuka diri terhadap informasi-informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan adanya keterbukaan informasi, maka pemerintah harus mulai membuka diri terhadap informasi-informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam potensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki beraneka ragam potensi alam, seni dan budaya. Potensi-potensi itu tentu harus dikembangkan agar dapat membawa dampak positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup, serta baiknya pengelolaan sumber daya alam yang ada. diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan dalam model
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan ekonomi yang bersifat kerakyatan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, lebih fokus untuk tujuan mengurangi kemiskinan, pengangguran, kesenjangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan Pertumbuhan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) merupakan salah satu motor pengerak yang sangat penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di
Lebih terperinciKata Kunci: Perempuan pengrajin batik, gender, sosial ekonomi keluarga
ABSTRAK Tinuk Nawangsih. K8410057. PERAN PEREMPUAN PENGRAJIN BATIK DALAM PENINGKATAN KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA (Studi Kasus di Desa Pungsari, Plupuh, Sragen). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Lebih terperinciMAKALAH PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM
MAKALAH PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM Dr. Nahiyah J.Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9
BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 banyak menyebabkan munculnya masalah baru, seperti terjadinya PHK secara besar-besaran, jumlah pengangguran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. besar mengalami kebangkrutan dan memberikan beban berat bagi negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, pemerintah baru tersadar bahwa usaha besar yang dibangga-banggakan justru sebagian besar mengalami kebangkrutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan
Lebih terperinciBAGAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
BAGAN SUSUNAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH LAMPIRAN 1 BUPATI BANYUWANGI WAKIL BUPATI BANYUWANGI DAERAH STAF AHLI KELOMPOK JABATAN ASISTEN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN ASISTEN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN DAN
Lebih terperinciPerempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women
Perempuan dan Sustainable Development Goals (SDGs) Ita Fatia Nadia UN Women Stand Alone Goal Prinsip Stand Alone Goal: 1. Kesetaraan Gender 2. Hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. 3. Pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjangkau kalangan bawah. Masyarakat di sekitar obyek-obyek wisata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata sebagai penggerak sektor ekonomi dapat menjadi solusi bagi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi. Sektor pariwisata tidak hanya menyentuh
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH
BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)
Lebih terperinciBAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM
BAB VIII STRATEGI DAN PERENCANAAN PROGRAM Strategi dan perencanaan program disusun berdasarkan permasalahanpermasalahan yang muncul pada dan potensi yang dimiliki oleh. Program disusun oleh berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363
Lebih terperinciSTRATEGI PENGEMBANGAN BISNIS PADA DIVA CAKE AND COOKIESDI KABUPATEN SUMEDANG
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengembangan Industri Pariwisata merupakan hal penting bagi Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Bab 1 Pasal 1 Industri pariwisata adalah
Lebih terperinciBUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG
BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBERDAYA LOKAL DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinci4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah
4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: pemberdayaan, kesejahteraan, potensi, koperasi wanita
Judul : Peran Koperasi Wanita dalam Upaya Pemberdayaan Perempuan pada Koperasi Wanita di Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar Nama : Cyntia Putri Devanty NIM : 1306105108 Abstrak Kabupaten Gianyar sebagai
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang
Lebih terperinciBAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha
Lebih terperinciBAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ternyata tidak mampu bertahan dengan baik ketika krisis ekonomi yang mengarah pada krisis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia telah memberikan suatu pelajaran penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor korporasi yang semula menjadi primadona perekonomian ternyata
Lebih terperinciLEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2 Sebagian besar penduduk miskin di Indonesia adalah perempuan, dan tidak kurang dari 6 juta mereka adalah kepala rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan berkelanjutan menjadi isu penting dalam menanggapi proses. yang strategis baik secara ekonomi maupun sosial politis.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pengembangan usaha mikro sangat relevan dan sejalan dengan arus pemikiran global yang sedang berkembang saat ini. Pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang
BAB II KAJIAN TEORI A. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang kebijakan nasional promosi kesehatan dan keputusan Menteri Kesehatan No. 114/MenKes/SK/VII
Lebih terperinciGAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG
GAMBARAN PELAYANAN DINAS KOPERASI UKM DAN PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOTA BANDUNG Dinas Koperasi UKM dan Perindustrian Perdagangan Kota Bandung adalah salah satu perangkat daerah di lingkungan Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang kaya akan objek wisata baik wisata alamnya yang sangat menarik, wisata budaya, wisata buatan dan peninggalan sejarah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan
Lebih terperinciBAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2008
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 24 TAHUN 2008 KEPALA BADAN DAN KEPEGAWAIAN PENYUSUNAN RENCANA KERJA PRASARANA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD 4.1.1 VISI Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, pada pasal 1 ayat (12) dinyatakan bahwa visi adalah rumusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu industri yang terdiri dari serangkaan perusahaan yang menghasilkan jasa
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB IX KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 9.1 Kesimpulan Krisis ekonomi tahun 1998 memberikan dampak yang positif bagi kegiatan usaha rajutan di Binongjati. Pangsa pasar rajutan yang berorientasi ekspor menjadikan
Lebih terperinciINTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM
INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni
Lebih terperinciSUSUNAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2017
PERANGKAT DAERAH KOTA BUKITTINGGI TAHUN 2017 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK PELAYANAN PENCATATAN SIPIL PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN & PEMANFAATAN
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah
`BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) merupakan salah satu alternatif yang dipilih pemerintah dalam upaya mengurangi pengangguran, mengentas kemiskinan
Lebih terperinciRINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN
Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 1/2015 28 January 2015 PEMERINTAH KOTA PALEMBANG RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciMemperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan
Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia 14 Desember 2015 PROGRAM PENGUATAN PARTISIPASI PEREMPUAN
Lebih terperinciIV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM
10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut.
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian sebagaimana disampaikan dalam bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa kesimpulan yang dirumuskan sebagai berikut. a. Strategi penguatan kelembagaan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Perkembangan Koperasi dan UMKM ini langsung
Lebih terperinciIPTEKS BAGI MASYARAKAT ( IbM ) HOME INDUSTRI NATA DE COCO ( SARI KELAPA) Setia Iriyanto. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang
IPTEKS BAGI MASYARAKAT ( IbM ) HOME INDUSTRI NATA DE COCO ( SARI KELAPA) Setia Iriyanto Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang Eny Winaryati Fakultas MIPA Universitas Muhammadiyah Semarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan dimasa krisis
Lebih terperinciIV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM
10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan menjadi langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciPerempuan dan Industri Rumahan
A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas
Lebih terperinciTINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN
65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Masyarakat Dalam menanggulangi masalah kemiskinan perlu adanya suatu proses pengembangan atau pemberdayaan terhadap sumber daya manusia dalam menggali potensi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan manfaat (benefit) kepada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah mengakibatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu mengalami kemunduran, baik
Lebih terperinciRINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN
Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : Tahun 2017 27 Januari 2017 PEMERINTAH KOTA MEDAN RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dengan luas 1.910.931 km, Pariwisata di Indonesia merupakan sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciBADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 8 TAHUN 2012 KEPALA BADAN BIDANG SOSIAL BUDAYA
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 8 TAHUN 2012 PENYUSUNAN RENCANA KERJA FISIK SOSIAL BUDAYA PEMERINTAHAN EKONOMI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah mempunyai peranan yang sangat penting
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, memainkan peran yang sangat berpotensi dalam meningkatkan pasokan baru
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian, rumah tangga yang aktif bekerja di sarana wisata Gua Pindul memiliki pendapatan perkapita antara Rp329.250,- sampai dengan Rp1.443.750,-
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN
Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 6.1. STRATEGI Untuk mewujudkan visi dan misi daerah Kabupaten Tojo Una-una lima tahun ke depan, strategi dan arah
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi pembangunan daerah dirumuskan untuk menjalankan misi guna mendukung terwujudnya visi yang harapkan yaitu Menuju Surabaya Lebih Baik maka strategi dasar pembangunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, sehingga merupakan harapan bangsa dan memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan pengelolaan sumberdaya wilayah secara mandiri. Kebijakan tersebut membuka
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI
PEMERINTAH KOTA KEDIRI KEDIRI KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH
Lebih terperinciBAB II PERENCANAAN KINERJA
BAB II PERENCANAAN KINERJA Pemerintah Kabupaten Demak Perencanaan strategik, sebagai bagian sistem akuntabilitas kinerja merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah agar mampu
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
122 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, yang bertujuan untuk mempercepat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari
Lebih terperinciIKU Pemerintah Provinsi Jambi
Pemerintah Provinsi Jambi dalam menjalankan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan senantiasa memperhatikan visi, misi, strategi dan arah kebijakan pembangunan. Untuk itu, dalam mewujudkan capaian keberhasilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu upaya untuk mencapai pertumbuhan kesejahteraan sosial, yaitu berupa kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai
Lebih terperinciLAPORAN REALISASI ANGGARAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014
PEMERINTAH KOTA DENPASAR SKPD BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK LAPORAN UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 1 DESEMBER 2014 (Dalam Rupiah) 5. BELANJA 7.206.227.000,00 6.275.0.01,00 91.19.699,00 91.19.699,00
Lebih terperinciDampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan
Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai penyedia lapangan kerja tidak perlu diragukan lagi. Peningkatan unit UMKM wanita atau perempuan, ternyata berdampak positif untuk mengurangi angka kemiskinan.
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan individu dalam memenuhi. perekonomiannya, bermacam-macam pekerjaan telah menjadi pilihan setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan suatu kebutuhan individu dalam memenuhi perekonomiannya, bermacam-macam pekerjaan telah menjadi pilihan setiap orang. Mulai dari pekerjaan kasar
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN
SALINAN NOMOR 28, 2014 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA MALANG TAHUN 2013 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang:
Lebih terperinciPEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN
PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang
Lebih terperinciMida Saragih Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI)
Mida Saragih Koordinator Nasional Forum Masyarakat Sipil untuk Keadilan Iklim (CSF-CJI) Defenisi Pemberdayaan Pemberdayaan perempuan adalah upaya pemampuan perempuan untuk memeroleh akses dan kontrol terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia yang semakin komplek membuat manusia tersebut berada dalam keadaan yang tertekan. Aktivitas kehidupan sehari-hari manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 118,010,413 jiwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk perempuan di Indonesia mencapai 118,010,413 jiwa (Tabel Sensus Penduduk 2010). Jumlahnya yang banyak merupakan salah satu komponen penting dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. daerah tersebut. Tahun 2010, laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten. Regional Bruto Angka Dasar Harga Konstan (PDRB ADHK) Kabupaten
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi sering digunakan sebagai salah satu indikator penting dalam mengkaji ekonomi suatu daerah, apabila semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisa komponen pengembangan wisata belanja, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada potensi dan kemungkinan pengembangan wisata belanja Kabupaten Karanganyar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia, ini bisa dilihat dari proporsi UMKM sebesar 99,99% dari total keseluruhan
Lebih terperinciANALISIS HASIL PENELITIAN
69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun
Lebih terperinci