AKUNTANSI BAHAN SISA STONEWARE BSK-4 PADA PRODUKSI ASBAK COKLAT (D 11,0 CM T 5,5 CM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKUNTANSI BAHAN SISA STONEWARE BSK-4 PADA PRODUKSI ASBAK COKLAT (D 11,0 CM T 5,5 CM)"

Transkripsi

1 AKUNTANSI BAHAN SISA STONEWARE BSK-4 PADA PRODUKSI ASBAK COKLAT (D 11,0 CM T 5,5 CM) I Nyoman Normal 1), Wiryawan Suputra Gumi 2) 1) UPT PSTKP Bali-BPPT, 2) STIMI Handayani 1) inyomannormal_s@yahoo.com Abstracts : The aims of this research were: (1) To know the cost of goods manufactured BSK-4 stoneware; (2) To know the accounting treatment of scrap material; (3) To know the influence of accounting treatment of scrap material to cost of goods manufactured brown astray; and (4) To know the influence of accounting treatment of scrap material to net profit margin brown astray. The research results shew that: (1) The the cost of goods manufactured BSK-4 stoneware was Rp 2.633,76 each kg. The BSK-4 stoneware is a work in process goods, because it was an result from production process of quartz, kaolin, Kalimantan clay, RRT feldspar, and it was a raw material to produce ceramics goods that is brown astray; (2) The production process of brown astray (d 11,0 cm - h 5,5 cm) based Kalimantan clay create scrap material, that is BSK-4 stoneware about 3% or 0,012 kg. Its scrap material was not sold and its creating was caused by its ordering characteristic. The accounting treatment of BSK-4 stoneware annihilation cost was load on brown astray order, by debit of work in process goods - raw material cost, and credit of raw material cost; (3) The accounting treatment of scrap material BSK-4 stoneware was influence of cost of goods manufactured brown astray. Cost of goods manufactured brown astray before accounting treatment of scrap material was Rp ,35, and after accounting treatment of scrap material was Rp ,35 each unit, so it was decrease Rp 18,00 each unit; and (4) The accounting treatment of scrap material BSK-4 stoneware was influence of net profit margin brown astray. Net profit margin brown astray before accounting treatment of scrap material was Rp 2.780,44, and after accounting treatment of scrap material was Rp 2.784,56 each unit, so it was decrease Rp 4,12 each unit. Keywords: accounting, scrap material, astray, cost of goods manufactured, profit. PENDAHULUAN Pembangunan nasional tidak hanya diarahkan untuk peningkatan dibidang ekonomi yaitu laju pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga memperhatikan aspek pemerataan hasil pembangunan, yang sangat berpengaruh terhadap terciptanya pembangunan ekonomi dalam ruang lingkup daerah secara keseluruhan atau secara makro seperti dijabarkan oleh Suparmoko (1991:5), memiliki tujuan untuk mencapai dan mempertahankan kesempatan kerja penuh (full employment), mempertahanan stabilitas harga, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mencapai keseimbangan neraca pembayaran internasional. Perkembangan ekonomi pada akhir-akhir ini mengalami pergeseran yang begitu cepat dengan ditandai, cepatnya perkembangan teknologi dan arus informasi yang semakin global. Sebagai konsekuensi dari pergeseran ini mengakibatkan persaingan yang semakin 52 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

2 ketat dan kompleks dalam berbagai sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu Negara guna mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat (Wijaya dan Kanca, 2014:88). Pembangunan ekonomi juga bisa diartikan sebagai proses multidimensional yang menjadikan pendapatan per kapita dalam suatu negara mengalami peningkatan dalam jangka panjang. Sektor industri memegang peranan penting dalam perkembangan ekonomi karena perusahaan industri (pabrik) ini menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat, serta dapat menyerap tenaga kerja yang banyak dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Industri kreatif subsector kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh pelaku usaha atau tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya (Astiti, 2014:49). Perusahaan industri (pabrik) merupakan perusahaan yang kegiatannya mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan kemudian barang jadi tersebut dijual terhadap masyarakat yang membutuhkannya. Pengolahan bahan baku ini disebut dengan proses produksi. Untuk memproduksi produk tersebut diperlukan biaya yang biasanya disebut dengan biaya produksi. Biaya produksi merupakan biaya yang dibebankan dalam proses produksi selama satu periode akuntansi. Bidang akuntansi yang menangani masalah biaya produksi adalah akuntansi biaya, dengan tujuan untuk menetapkan harga pokok produksi yang nantinya digunakan untuk menentukan besarnya harga jual dari produk yang dihasilkan. Setiap badan usaha didirikan pada prinsipnya bertujuan untuk mendapatkan laba yang diperoleh dari kegiatan usaha dan dapat bersaing dalam pasar. Untuk mencapai hal tersebut perusahaan harus dapat memproduksi produk dengan biaya yang serendah-rendahnya dengan kualitas produk yang memuaskan bagi konsumen. Kepuasan konsumen hanya dapat dicapai dengan memberikan kualitas yang baik. Kualitas produk sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan dengan indikator antara lain (Ariana, 2013:14): kinerja (performance), ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), keandalan (realiability), kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), daya tahan (durability), serviceability, estetika, dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) yang semuanya dapat diwakili oleh parameter tertentu. Berdirinya UPT PSKTP Bali sebagai lembaga pemerintah non kementerian, mempunyai tugas pokok melakukan kegiatan pengkajian, pengembangan, pelayanan, dan perekayasaan keramik dan porselin, khususnya pada bidang pelayanan jasa teknologi. Dalam operasionalnya, UPT PSKTP Bali melakukan kegiatan yang menghasilkan laba (Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP) dari jasa teknologi yang diberikan kepada pelanggan, yaitu jasa teknologi keramik berupa: jasa pengolahan bahan baku, jasa penyediaan bahan baku siap pakai, jasa desain dan pengolahan produk, jasa pembakaran, dan jasa pendidikan & pelatihan. Jasa penyediaan bahan baku siap pakai terdiri dari beberapa jenis, yaitu stoneware, earthenware, porselen, massa cor, glasir, dan lain-lain. Pada proses penyediaan bahan baku siap pakai berupa massa bodi (stoneware), UPT PSTKP Bali memproduksi beberapa jenis massa bodi tergantung bahan baku yang digunakan. Salah satu massa bodi yang diproduksi adalah stoneware BSK-4, yang bahan baku utamanya berupa lempung atau tanah liat yang berasal dari Kalimantan. Proses pengolahan stoneware BSK-4 menggunakan metode harga pokok pesanan, dengan tujuan untuk melayani pesanan. Stoneware BSK-4 digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi asbak coklat (d 11,0 cm t 5,5 cm) dengan jenis dekorasi tempel. Penerapan tiga konsep revitalisasi hasil penelitian Sudana (2014:179) tentang FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

3 kerajinan gerabah tradisional Gorontalo adalah: (1) Revitalisasi pengolahan bahan baku dilakukan melalui penerapan teknik kering dengan formulasi bubuk batu bata dan bantuan mixer tanah yang dibuat secara modifikasi; (2) Revitalisasi teknik produksi dilakukan dengan menerapkan konsep diversifikasi teknik produksi; dan (3) Revitalisasi hasil produksi dilakukan dengan penerapan konsep revitalisasi tekstual (bentuk), dan kontekstual (fungsi). Pada proses produksi stoneware BSK-4 menjadi asbak, seringkali bahan baku yang dibebankan masih tersisa berupa bahan sisa yang tidak laku dijual. Rata-rata 3% dari bahan yang digunakan masih tersisa dan tidak laku dijual. Adanya bahan sisa menimbulkan masalah akuntansi dalam perusahaan industri, terutama bagaimana memperlakukan bahan sisa tersebut. Kondisi ini mengakibatkan tidak terarahnya proses produksi dan penjualan yang dilakukan, serta pembebanan biaya yang tidak akurat. Mencermati hal tersebut diatas, dalam hal ini bahan sisa cukup berarti bagi perusahaan karena hasil jual dari bahan sisa tersebut akan mempunyai pengaruh terhadap bahan yang telah dikorbankan oleh perusahaan, sedangkan biaya bahan baku merupakan unsur yang membentuk harga pokok produk. Jadi secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap harga pokok produk, harga jual, dan laba yang merupakan unsur laporan laba-rugi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pokok permasalahan dalam penelitian yang berkaitan dengan stoneware BSK-4 sebagai bahan sisa dalam proses produksi asbak (d 11,0 cm t 5,5 cm) ini adalah: (1) Berapa harga pokok produksi stoneware BSK-4?; (2) Bagaimana perlakuan akuntansi bahan sisa (stoneware BSK-4)?; (3) Bagaimana pengaruh perlakuan akuntansi bahan sisa (stoneware BSK-4) terhadap harga pokok produksi asbak?; dan (4) Bagaimana pengaruh perlakuan akuntansi bahan sisa (stoneware BSK-4) terhadap marjin laba bersih asbak? Bahan sisa merupakan salah satu masalah khusus yang berhubungan dengan bahan baku. Ada beberapa pendapat mengenai definisi bahan sisa, antara lain: sisa bahan adalah barang yang mengalami kerusakan dalam proses pengerjaannya (Mulyadi, 2007). Dalam buku Cost Accounting tercantum bahwa scrap is residue from manufacturing operations that has measurable but relatively minor recovery value (Charles T. H., & Foster G.,1999:139). Dalam perusahaan manufaktur dapat timbul bahan sisa dari proses pengolahan produk. Bahan sisa adalah bahan yang tersisa atau bahan yang rusak di dalam proses pengolahan produk atau penyimpanan dan tidak dapat digunakan kembali dalam perusahaan (Supriyono, 2013). Penyebab timbulnya bahan sisa dapat karena sifat bahan baku yang diproses, atau karena sifat pengolahan produk atau karena bahan baku terlalu lama disimpan. Ditinjau dari dapat dijual atau tidaknya bahan sisa, maka bahan sisa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan sisa yang tidak laku dijual, dan bahan sisa yang laku dijual. Bahan sisa yang tidak laku dijual timbul masalah akuntansi apabila untuk membuang atau memusnahkan bahan sisa diperlukan biaya, misalnya supaya tidak mencemarkan lingkungan hidup, perlakuan biaya tersebut tergantung penyebab timbulnya bahan sisa tersebut (Supriyono, 2013), yaitu: (a) Apabila bahan sisa terjadinya karena pengerjaan pesanan tertentu, maka biaya pemusnahan atau pembuangan bahan sisa diperlakukan sebagai tambahan biaya bahan baku pesanan tersebut; dan (b) Apabila bahan sisa secara normal terjadinya dalam perusahaan, maka biaya pemusnahan atau pembuangan bahan sisa diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik sesungguhnya. Bahan sisa yang laku dijual menimbulkan masalah akuntansi atas perlakuan hasil penjualan bahan sisa bahan, yaitu: (a) Apabila timbulnya sisa bahan disebabkan karena pengolahan pesanan tertentu, maka hasil penjualan bahan sisa diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku atau pengurang keseluruhan biaya 54 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

4 produksi pesanan yang bersangkutan; (b) Apabila timbulnya bahan sisa sifatnya normal dalam perusahaan, maka hasil penjualan bahan sisa diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead pabrik sesungguhnya atau sebagai penghasilan lain-lain. Perlakuan terhadap sisa bahan baku tergantung dari hasil jual itu sendiri. Jika harga jual itu rendah, biasanya tidak dilakukan pencatatan jumlah dan harganya sampai pada saat penjualan, tetapi jika harga jual tinggi perlu dicatat jumlah dan harga jualnya yang tujuannya untuk mengetahui perolehan laba perusahaan pada periode tertentu. Stoneware yang dibuat pada penelitian ini adalah Stoneware Komposisi BSK-4 yang bahan bakunya terdiri dari : kuarsa 7,50%, kaolin 19,66%, lempung Kalimantan 25,17%, feldspar RRC 42,67%, dan kapur 5,00%. Asbak coklat (d 11,0 cm t 5,5 cm) merupakan salah satu produk keramik berupa barang seni sebagai hasil dari proses produksi massa bodi (stoneware BSK-4) yang dipakai sebagai tempat abu rokok di hotel, restoran, rumah makan, maupun rumah tangga dengan memodifiaksi atau memberi bentuk bulat berdiameter 11,0 cm dan tinggi 5,5 cm agar memberikan kepuasan kepada mereka yang melihat, memakai, ataupun memiliki. Untuk menarik dan memberi nilai seni pada asbak, seringkali produk tersebut diberi warna glasir sesuai bentuk dasarnya yang khusus dan memberikan dekorasi tempel. Warna yang sesuai dan cocok diterapkan pada asbak ini adalah warna coklat. Komponen laporan keuangan yang lengkap menurut IAI dalam SAK (2004: PSAK No.1, Paragraf 07) terdiri dari: neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laba dan rugi (profit and loss) adalah hasil dari mempertemukan secara wajar antara penghasilan dengan semua biaya dalam periode akuntansi yang sama (Supriyono, 2013). Apabila semua penghasilan lebih besar dibanding biaya maka selisihnya adalah laba. Menurut Soemarso (2005) laba bersih (net income) adalah selisih pendapatan atas biaya-biaya yang dibebankan dan merupakan kenaikan bersih atas modal yang berasal dari kegiatan usaha. Dalam laporan rugi laba bentuk multiple step, dilakukan pengelompokkan yang lebih teliti sesuai dengan prinsip yang digunakan secara umum (Munawir, 2010). Dalam bentuk ini timbul beberapa pengertian laba, yaitu: laba kotor, laba operasi (usaha), laba bersih sebelum pos luar biasa, dan laba bersih sebelum pajak. Harga pokok produksi merupakan bagian dari komponen harga pokok penjualan mengurangi penjualan untuk memperoleh laba kotor. Harga jual merupakan harga yang disepakati oleh pembeli dan penjual atas transaksi suatu barang atau jasa tertentu. Harga jual dikalikan dengan unit yang terjual merupakan nilai penjualan pada suatu periode tertentu. Kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu (Artatik dan Rupa, 2014:9). Penelitian terdahulu pernah dilakukan oleh Normal (2015:1163) tentang pentingnya akuntansi massa bodi BSK-2 sebagai bahan sisa dalam proses produksi teko coklat (d 18,5 cm t 24 cm). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa adanya bahan sisa pada produksi teko coklat dapat meningkatkan harga pokok produksi sebesar Rp 100,00 per buah, dari Rp ,08 menjadi Rp ,08). Marjin laba bersih juga meningkat Rp 9,00 per buah dari Rp ,27 menjadi Rp ,27. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu (sebelumnya) pada sisi tahun penelitian, bahan baku, produk keramik, dan lainnya. Penelitian yang berkaitan dengan produk keramik juga dilakukan oleh Normal (2015:67) tentang harga pokok produksi dan pangakuan laba kotor atas produksi patung jangir (p 11 cm, l 4 cm, t 14 cm) menggunakan tiga tungku yang berukuran FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

5 berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba kotor patung jangir tahun 2015 adalah Rp ,00 (bila menggunakan tungku kecil), Rp ,00 (bila menggunakan tungku sedang), dan Rp ,00 (bila menggunakan tungku besar). Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya pada sisi jenis produk keramik yang diteliti, metode perhitungan harga pokok produksi, dan substansi penelitian. Harga pokok produksi adalah jumlah semua pengeluaran-pengeluaran langsung atau tidak langsung yang berhubungan dengan perolehan, penyiapan dan penempatan persediaan tersebut agar dapat dijual (Zaki Baridwan, 2008). Mulyadi (2007) menyatakan bahwa harga pokok adalah pengorbanan sumber ekonomis untuk memperoleh aktiva. Setiap perusahaan dengan tujuan untuk mencari keuntungan dengan menggunakan segala sumber daya dan dana yang tersedia. Usaha memperoleh laba dicapai melalui aktivitas transaksi bisnis. Bagi perusahaan aktivitas utamanya adalah menjual produk jadi terhadap konsumen, sedangkan bagi perusahaan industri dengan mengolah bahan baku menjadi produk jadi dan menjualnya kepada pembeli akan tetapi ada bagian bahan Biaya bahan baku Biaya tenaga kerja langsung baku yang terpaksa tidak dapat digunakan lagi sebagai bahan jadi dalam proses pengerjaannya yang disebut sisa bahan baku. Dari hasil penjualan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap biaya-biaya produksi yang telah dikeluarkan dan akan menambah pendapatan perusahaan melalui pencatatan rekening luar biasa. Dalam akuntansi perhitungan biaya ditetapkan berdasarkan: biaya pemakaian bahan baku untuk tiap unit produksi, biaya upah langsung untuk tiap unit produksi, dan biaya overhead untuk unit produksi. Dalam ketiga pemakaian biaya produksi tersebut merupakan biayabiaya yang merubah bahan baku menjadi barang dalam proses pengolahan untuk menghasilkan barang jadi. Apabila terhadap sisa bahan baku dalam proses produksi maka jumlah yang direalisasi dari penjualan sisa bahan biasanya ditangani sebagai suatu pengurang dalam harga, biaya pemakaian bahan baku yang dibebankan tiap penjualan atau produk, perlakuan terhadap sisa bahan apabila terjadi penjualan perlu adanya pencatatan jumlah dan harga jualnya untuk memperoleh laba perusahaan pada suatu periode tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut: Keterangan: Bahan sisa diperlakukan sebagai: penambah biaya bahan baku 56 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

6 METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, skema, dan gambar (Sugiyono, 2008). Pada penelitian ini, data kualitatif yang digunakan adalah: sejarah berdirinya UPT PSTKP Bali- BPPT, aktiva tetap yang digunakan dalam pembuatan massa bodi (stoneware), struktur organisasi, fungsi pokok UPT PSTKP Bali- BPPT, uraian tugas, proses pembuatan massa bodi, dan jenis bahan baku pembuatan massa bodi; dan (2) Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2008). Pada penelitian ini, data kuantitatif yang digunakan adalah: biaya penyusutan aktiva tetap yang digunakan dalam proses produksi, kuantitas bahan, harga bahan, biaya listrik, biaya telepon, biaya air, biaya tenaga kerja selama proses produksi, komposisi bahan, harga pokok produksi, jam mesin, jam tenaga kerja langsung, dan Upah Minimum Kota Denpasar. Sumber data dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh seorang peneliti atau suatu lembaga tertentu langsung dari sumbernya, dicatat dan diamati untuk pertama kalinya dan hasilnya digunakan langsung oleh peneliti atau oleh lembaga itu sendiri untuk memecahkan permasalahan yang akan dicari jawabannya (Gorda, 1994:78). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah: aktiva tetap, biaya penyusutan, biaya listrik, biaya telepon, biaya air, jam mesin, jam tenaga kerja langsung, komposisi bahan baku, penggunaan bahan baku, biaya pemliharaan, dan jumlah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam pengolahan bahan; dan (2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti bukan dari hasil pengumpulan dan pengolahan sendiri melainkan dilakukan oleh orang lain atau oleh lembaga tertentu (Gorda, 1994:79). Jadi data yang digunakan oleh peneliti dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan penelitiannya adalah data yang dipublikasikan oleh orang lain atau lembaga tertentu lainnya dan tidak oleh peneliti sendiri. Data sekunder pada penelitian ini adalah: upah minimum kota Denpasar dari Depnakertrans, jenis bahan baku keramik dari Balai Besar Industri Keramik Bandung, dan standar peresapan air yang memenuhi syarat sebagai massa bodi (stoneware) dari American Standard Testing Material (ASTM). Pengumpulan data dilakukan melalui: (1) Observasi, yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati langsung terhadap obyeknya atau mengganti obyeknya (Gorda, 1994:84). Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati proses pembentukan massa bodi (stoneware) dan campuran bahan baku yang digunakan; dan (2) Wawancara, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara lisan antara pewawancara dan orang yang diwawancarai atau responden (Gorda, 1994:81). Pada teknik ini terjadi interaksi yang berhadap-hadapan antara pewawancara dengan responden, kesan pertama pewawancara akan menentukan keberhasilan dalam pengumpulan data. Wawancara pada penelitian ini dilakukan kepada bagian pengolahan bahan, bendahara pelayanan teknis, manajer pelayanan teknis, dan kelompok fungsional tekno-ekonomi. Teknik analisis data yang digunakan adalah: (1) Untuk menghitung harga pokok produksi stoneware BSK-4 digunakan sistem biaya standar dengan metode biaya penuh (full costing), yang dikemukakan oleh Mulyadi (2007), dengan rumus harga pokok produksi = biaya bahan baku + biaya tenaga kerja langsung + biaya overhead pabrik variabel + biaya overhead pabrik tetap. Standar biaya bahan baku = Standar pemakaian bahan baku x Standar harga bahan baku. Pemakaian bahan baku = Persentase penggunaan bahan baku x Kebutuhan bahan/kg. Standar harga bahan baku = Harga rata-rata yang diharapkan masing-masing bahan baku. Standar biaya tenaga kerja langsung = Tarif per jam x Standar waktu per kg stoneware. Tarif per jam = (Upah tenaga kerja langsung per bulan) : (Jam kerja efektif per bulan). Atau FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

7 Tarif per jam = (100% x Upah Minimum Kota Denpasar) : (Jam kerja efektif per bulan). Standar waktu u/ 1 kg stoneware = (Jam kerja untuk pembuatan stoneware dl. 1 kali proses) : (Jumlah stoneware yang dihasilkan dl. 1 kali proses). Standar tarif biaya overhead pabrik dihitung dengan membagi jumlah biaya overhead pabrik yang dianggarkan pada kapasitas normal. Tarif BOP V = (Budget biaya overhead pabrik variabel bulanan) : (Unit stoneware pada kapasitas normal). Tarif BOP T = (Budget biaya overhead pabrik tetap bulanan) : (Unit stoneware pada kapasitas normal). (2) Untuk mengetahui perlakuan akuntansi bahan sisa dalam proses produksi asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) digunakan konsep pengakuan bahan sisa yang dibukukan kedalam jurnal, berikut: dalam menentukan angka yang didebit dan dikredit, dilihat apakah bahan sisa tersebut dapat dijual atau tidak, dan penyebab terjadinya bahan sisa; (3) Untuk menentukan pengaruh perlakuan akuntansi bahan sisa dalam proses produksi asbak coklat (d 11,0 cm t 5,5 cm) terhadap harga pokok produksi digunakan sistem biaya standar; dan (4) Untuk menentukan pengaruh perlakuan akuntansi bahan sisa terhadap marjin laba bersih asbak coklat (d 11,0 cm t 5,5 cm), digunakan metode multiple step, yaitu marjin laba bersih = penjualan harga pokok penjualan beban operasi +/- pendapatan/biaya lain-lain. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Harga Pokok Produksi Stoneware BSK-4 Standar Biaya Bahan Baku Standar biaya bahan baku = standar pemakaian atau kuantitas bahan baku per kg stoneware BSK-4 x standar harga bahan baku. Standar pemakaian bahan baku atau kuantitas bahan baku stoneware BSK-4 ditentukan dari rata-rata pemakaian bahan baku untuk masing-masing janis bahan dalam suatu komposisi. Perhitungan standar biaya bahan baku ditunjukkan pada Lampiran 1. Biaya bahan baku stoneware BSK-4 adalah Rp 1.771,82 per kg. Perbedaan biaya bahan baku untuk suatu komposisi disebabkan oleh karena perbedaan persentase penggunaan bahan baku untuk setiap komposisi, jenis (kualitas) bahan baku, dan standar harga bahan baku. Semakin besar persentase penggunaan bahan baku dalam suatu komposisi, maka biaya bahan baku cenderung semakin besar. Demikian sebaliknya, semakin kecil persentase penggunaan bahan baku dalam suatu komposisi, biaya bahan baku cenderung semakin kecil. Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar biaya tenaga kerja langsung dihitung dengan cara menentukan tarif biaya tenaga kerja langsung per jam dikalikan dengan standar waktu (jam) yang digunakan untuk memproduksi 1 kg stoneware. Rumusnya: Standar Biaya Tenaga Kerja Langsung = Tarif Biaya Tenaga Kerja Langsung per Jam x Standar Waktu per Jam x Standar Waktu untuk mengerjakan stoneware per kg. Perhitungan standar biaya tenaga kerja langsung untuk memproduksi stoneware BSK-4 dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada lampiran 2. Pada lampiran 2 terlihat bahwa standar biaya tenaga kerja langsung untuk memproduksi stoneware BSK-4 adalah Rp 348,75 per kg. Standar biaya tenaga kerja langsung relatif berbeda untuk jumlah komposisi bahan baku tertentu. Hal ini disebabkan oleh karena proses pengolahan 58 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

8 stoneware untuk komposisi adalah identik atau sama, artinya tidak ada perbedaan proses pengolahan stoneware dari tahap penggilingan sampai dengan tahap penghomogenan massa, tetapi untuk jenis bahan baku yang lebih banyak cenderung mengkonsumsi jam kerja yang lebih besar pada tahap penggilingan, terutama pada proses penimbangan, dan pengangakatan ke ball mill. Personil yang terlibat, jam mesin yang dibutuhkan, jam tenaga kerja langsung yang digunakan, tarif listrik, biaya air, biaya penyusutan, dan jenis bahan baku yang digunakan hampir homogen berupa bongkahan-bongkahan yang tidak terlalu padat seperti batu. Standar Biaya Overhead Pabrik Variabel Standar biaya overhead pabrik variabel dihitung: dengan menentukan tarif biaya overhead pabrik variabel (Tarif BOPV), yaitu membagi jumlah biaya overhead pabrik variabel yang dianggarkan pada kapasitas normal dengan unit produk yang dihasilkan pada kapasitas tersebut atau jam mesin. Tarif BOPV = (Budget biaya overhead pabrik variabel bulanan) : (Unit Stoneware pada kapasitas normal). Hasil perhitungan tarif biaya overhead pabrik variabel dijelaskan pada lampiran 3. Pada lampiran 3 terlihat bahwa tarif biaya overhead pabrik variabel adalah Rp 97,65 per kg. Tarif sebesar itu diperoleh dari budget biaya overhead pabrik variabel yang terdiri dari biaya listrik untuk penggunaan aktiva tetap (mesin) berupa ball mill, filter press, dan pug mill, serta penggunaan air yang dicampur dengan bahan baku pada saat penggilingan. Jumlah stoneware yang dihasilkan selama satu bulan adalah kg x 12,8 kali = kg. Jumlah tersebut dipakai membagi budget biaya overhead pabrik variabel selama sebulan, sehingga didapatkan sebuah tarif. Perbedaan tarif biaya overhead pabrik variabel untuk suatu komposisi akan terjadi, apabila jenis bahan baku yang dimasukkan proses produksi adalah relatif berbeda, yaitu ada yang berupa bongkahan-bongkahan, ada yang berupa butiran yang agak lembut, atau berupa padatan yang bersifat keras. Perbedaan jenis atau bentuk fisik bahan baku akan mempengaruhi proses pengolahan bahan baku tersebut. Jenis atau bentuk fisik bahan baku yang relatif keras dan berupa padatan memerlukan proses penghancuran dengan alat jaw cruiser sebelum dimasukkan ke ball mill untuk digiling. Adanya proses penghancuran ini, memerlukan tambahan jam mesin untuk menghancurkan bahan-bahan padat dan keras. Penggunaan tambahan jam mesin membawa efek pada penambahan biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin dan penggunaan air. Standar Biaya Overhead Pabrik Tetap Standar biaya overhead pabrik tetap dihitung dengan menentukan tarif biaya overhead pabrik tetap (Tarif BOP T), yaitu membagi jumlah biaya overhead pabrik tetap yang dianggarkan pada kapasitas normal dengan unit produk yang dihasilkan pada kapasitas tersebut atau jam mesin. Tarif BOP T = (Budget biaya overhead pabrik tetap bulanan) : (Unit Stoneware pada kapasitas normal). Hasil perhitungan tarif biaya overhead pabrik tetap selengkapnya dijelaskan pada Lampiran 3. Pada Lampiran 3 terlihat bahwa tarif biaya overhead pabrik tetap adalah Rp 415,54 per kg. Tarif sebesar itu diperoleh dari budget biaya overhead pabrik tetap yang terdiri dari Upah tak langsung, biaya listrik yang bersifat tetap untuk penggunaan aktiva tetap (mesin) berupa ball mill, filter press, dan pug mill, biaya penyusutan gedung pengolahan bahan, biaya penyusutan mesin ball mill, filter press, dan pug mill, serta biaya pemeliharaan aktiva tetap. Jumlah stoneware yang dihasilkan selama satu bulan adalah kg x 12,8 kali = kg. Jumlah tersebut dipakai membagi budget biaya overhead pabrik tetap sebulan, sehingga didapatkan sebuah tarif tetap. Tarif biaya overhead pabrik tetap adalah sama untuk suatu komposisi. Hal ini disebabkan oleh karena proses pengolahan stoneware untuk suatu komposisi adalah identik atau sama, artinya tidak ada FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

9 perbedaan proses pengolahan stoneware dari tahap penggilingan sampai dengan tahap penghomogenan massa. Dengan demikian tidak ada penambahan mesin maupun aktiva tetap pabrik lain yang digunakan untuk pengolahan bahan yang sifatnya tidak keras dan tidak padat. Harga Pokok Produksi Stoneware BSK-4 Harga pokok produksi stoneware BSK-4 dihitung dengan menjumlahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik variabel, dan biaya overhead pabrik tetap per kg. Artinya harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi oleh karena dalam memproduksi stoneware di UPT PSTKP Bali BPPT tidak adanya sediaan barang dalam proses awal maupun sediaan barang dalam proses akhir. Perhitungan harga pokok produksi stoneware BSK-4 dijelaskan pada Lampiran 4. Lampiran 4 menunjukkan bahwa harga pokok produksi stoneware BSK-4 adalah Rp 2.663,76 per kg. Variasi harga pokok produksi stoneware per kg yang menggunakan biaya standar disebabkan oleh variasi bahan baku per kg yang digunakan membentuk stoneware, sementara biaya tenaga kerja langsung tetap untuk jumlah jenis bahan baku tertentu maupun biaya overhead pabrik (variabel dan tetap) untuk semua komposisi adalah sama. Biaya tenaga kerja langsung yang relatif sama dan biaya overhead pabrik variabel maupun tetap yang sama untuk suatu komposisi disebabkan oleh karena proses produksi stoneware adalah sama, dan kondisi fisik bahan baku yang identik dan tidak keras seperti padatan, melainkan berupa butiranbutiran kecil yang tidak memerlukan proses penghancuran dengan alat jaw cruiser. Tidak adanya proses penghancuran menunjukkan tidak diperlukannya tambahan biaya untuk tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Akuntansi Stoneware BSK-4 sebagai Bahan Sisa pada Produksi Asbak Coklat (D 11,0 cm T 5,5 cm) Harga Pokok Produksi Asbak Coklat (D 11,0 cm T 5,5 cm) Sebelum Pembebanan Biaya Pemusnahan Bahan Sisa A. Pendesainan 1) Biaya Bahan Baku (BBB) : - 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL): a) Pendesainan (pelukisan) asbak coklat secara tipis 0,15 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 1 orang = Rp 1.687,50; b) Penebalan perspektif lukisan asbak coklat 0,15 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 1 orang = Rp 1.687,50. BTKL = Rp 3.375,00. 3) Biaya Overhead Pabrik Variabel (BOPV): a) `Penggunaan pensil 2B 1/500 x Rp 2.500,00 = Rp 5,00; b) Penggunaan kertas desain 1/250 x Rp 5.000,00 = Rp 20,00. c) Penggunaan penghapus --> 1/500 x Rp 2.000,00 = Rp 4,00; dan d) Penggunaan Penggaris --> 1/500 x Rp = Rp 50,00. BOPV = Rp 79,00. 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap (BOPT): a) Penyusutan meja per bulan (1/10) x (1/12) x Rp ,00 = Rp 4.166,67. b) Penyusutan kursi per bulan (1/10) x (1/12) x Rp ,00 = Rp 2.500,00. c) Penyusutan gedung per bulan (1/20) x(1/12)x6 m2 x Rp ,00 = Rp ,00. Penyusutan meja, kursi, dan gedung per bulan = Rp 4.166,67 + Rp 2.500,00 + Rp ,00 = Rp ,67. Jam kerja normal per bulan: 4 minggu x 5 hari x 8 jam = 160 jam. Waktu yang diperlukan untuk aktivitas pendesainan: 0,15 jam + 0,15 jam = 0,3 jam. Aktivitas desain yang dapat dilakukan dalam 1 bulan = 160 jam/0,3 jam = 533 kali. Sekali aktivitas pendesainan dihasilkan 1 buah desain asbak coklat, sehingga dalam 533 kali pendesainan dihasilkan 1 buah x 533 = 533 buah. Biaya penyusutan meja, kursi, dan gedung per buah produk adalah Rp ,67/533 = Rp 60 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

10 60,00. Jumlah BOPT pada aktivitas pendesainan Rp 60,00 Pembebanan biaya asbak coklat pada aktivitas pendesainan Rp 3.375,00+ Rp 79,00 + Rp 60,00 = Rp 3.514,00. B.Pembentukan Prototipe 1) Biaya Bahan Baku (BBB): a) Penggunaan stoneware BSK-4 --> 0,4 kg x Rp 2.633,76 = Rp 6.250,00. Jumlah BBB = Rp 1.053,50. 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL): a) Pembentukan prototipe dengan sistem putar, yaitu stoneware diletakkan di atas wheel yang dialasi dengan papan berbentuk lingkaran, kaki menekan tangkai wheel dan tangan menekan stoneware untuk membentuk desain asbak --> 0,15 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 4 jam) x 1 orang = Rp 1.687,50; b) Menghaluskan (merapikan) prototipe --> 0,1 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 1 orang = Rp 1.125,00. Jumlah BTKL = Rp 2.812,50. 3) Biaya Overhead Pabrik Variabel (BOPV):(a) Triplek 1 buah x Rp x (1/700) = Rp 71,43; (b) Air 0,001 m3 x Rp 1.675,00 = Rp 1,68; dan (c) Listrik 0,2 KW x 0,15 jam x Rp 914,00 = Rp 27,42. Jumlah BOPV = Rp 100,53 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap (BOPT): (a) Penyusutan electric wheel 1 bh x 1/10 x 1/12 x Rp ,00 = Rp ,33; (b) Penyusutan kursi kecil 1/10 x 1/12 x Rp ,00 = Rp 1.666,67; (c) Penyusutan gedung 1/20 x 1/12 x 1,5 m x 2 m x Rp ,00 = Rp ,00; dan (d) Listrik: (0,2KW/41,5KW) x Rp ,00 = Rp 4.920,00. Jadi Biaya Overhead Pabrik Tetap = Rp ,00. Jika dalam sebulan, aktiva tetap hanya digunakan untuk membentuk asbak, maka jam kerja normal aktiva tetap adalah 4 minggu x 5 hari x 8 jam = 160 jam. Waktu pembentukan prototipe asbak dalam satu bulan = (0,15 jam x 1 orang) + (0,10 jam x 1 orang) = 0,25 jam. Frekuensi pembentukan asbak dalam 1 bulan = 160 jam/0,25 jam = 640 kali. Sekali pembentukan bisa dihasilkan 1 x 1 buah = 1 buah prototipe. Dalam 640 kali, bisa dihasilkan 640 x 1 buah = 640 buah prototipe. BOPT sekali pembentukan = Rp ,00/640 = Rp 160,03. Untuk sekali pembentukan bisa dihasilkan 1 buah, sehingga biaya overhead pabrik tetap per buah = Rp 160,03/1 = Rp 160,03. Pembebanan biaya prototipe asbak pada tahap pembentukan = Rp 1.053,50 + Rp 2.812,50+ Rp 100,53+ Rp 160,03 = Rp 4.126,56. C. Pendekorasian 1) Biaya Bahan Baku (BBB): - 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL): - 3) Biaya Overhead Pabrik Variabel (BOPV): - 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap (BOPT): - D. Pembakaran Biskuit 1) Biaya Bahan Baku (BBB) : - 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) a) Memasukkan prototipe asbak ke dalam tungku pembakar 2,0 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp ,00; (b) Menghidupkan tungku 0,025 jam x (Rp ,00)/(4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp 562,50; (c) Pembakaran --> 8 jam; d) Mendinginkan prototipe selama 1 jam --> - e) Mengambil (mengeluarkan) FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

11 prototipe asbak dari dalam tungku --> 2,0 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp ,00. Jumlah BTKL yang dibebankan pada proses pembakaran biskuit = Rp Rp 562,50 + Rp ,00 = Rp ,50. Prototipe yang dapat dibakar adalah = 4 x 4 x 14 = 448 buah. BTKL yang dibebankan pada proses pembakaran biskuit = Rp ,50/448 = Rp 202,15. 3) Biaya Overhead pabrik variabel: (a) LPG 100 kg x Rp 7.300,00 = Rp ,00. LPG tersebut dapat digunakan untuk membakar biskuit (8 jam) sebanyak 3 kali dan membakar glasir (12 jam) sebanyak 2 kali. Total jam pembakaran untuk 100 kg LPG adalah (8 jam x 3) + (12 jam x 2) = 48 jam. Tarif LPG menjadi Rp ,00 : 48 jam = Rp ,33/jam. Sekali pembakaran biskuit membutuhkan biaya LPG: 8 jam x Rp ,33/jam = Rp ,64. Dengan menggunakan tungku ukuran volume besar (panjang 130 cm, lebar 125 cm, dan tinggi 120 cm) dengan kapasitas plat bakar 52 cm x 90 cm x 90 cm, maka jumlah patung jangir yang dapat dibakar adalah: 4 x 4 x 14 = 448 buah. Biaya LPG yang dikeluarkan untuk pembakaran biskuit asbak adalah: Rp ,64 : 448 buah = Rp 271,58/buah. Biaya Overhead pabrik variabel pada proses pembakaran biskuit adalah Rp 271,58. 4) Overhead pabrik Tetap: (a) Penyusutan tungku dan kelengkapannya 1/15 x 1/12 x Rp ,00 = Rp ,77; dan (b) Penyusutan gedung 1/20 x 1/12 x 2m x 3 m x Rp ,00 = Rp ,00. Jadi Biaya Overhead Pabrik Tetap = Rp ,77. Apabila tungku hanya digunakan untuk pembakaran asbak, maka jam kerja normal sebulan: 4 minggu x 5 hari x 8 jam = 160 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk pembakaran asbak = 8 jam. Frekuensi pembakaran asbak dalam 1 bulan = 160/8 = 20 kali. Asbak yang dapat dibakar dalam 1 bulan = 20 x 448 buah = buah. Jadi BOP Tetap per buah = Rp ,77/8.960 = Rp 33,79. Harga pokok produksi asbak pada aktivitas pembakaran biskuit adalah Rp 202,15 + Rp 217,63 + Rp 33,79 = Rp 453,57. E. Penghalusan 1) Biaya bahan Baku 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung: a) Penghalusan --> 0,10 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 1 orang = Rp 1.125,00. b) Penempatan di tempat penjemuran --> 0,05 x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 1 orang = Rp 562,50. Jumlah BTKL pada tahap penghalusan = Rp 1.125,00 + Rp 2562,50 = Rp 1.687,50. 3) Biaya Overhead Pabrik Variabel: (a) Penggunaan amplas --> 1 lembar x Rp 1.000,00 x 1/50 = Rp 20,00. d).penggunaan air --> 0,002 m3 x Rp 1.675,00 x 1/50 = Rp 0,07. Jumlah BOPV pada tahap penghalusan = Rp 20,00 + Rp 0,07 = Rp 20,07. 4). Biaya Overhead Pabrik Tetap: a) Biaya penyusutan ember --> ½ x 1/12 x Rp ,00 x 1 buah = Rp 1.041,67. b) Biaya penyusutan papan (triplek) --> ½ x 1/12 x (2 m x 1,6 m /2,5 m x 1,5 m) x Rp ,00 x 1 buah = Rp 1.493,33. c) Biaya penyusutan gedung --> 1/20 x 1/12 x 2 m x 2,0 m x Rp ,00= Rp ,67. Jumlah BOPT per bulan = Rp 1.041,67 + Rp 1.493,33 + Rp ,67 = Rp ,67. Jika dalam sebulan, aktiva tetap hanya digunakan untuk proses penghalusan asbak, maka jam kerja normal tungku adalah 4 minggu x 5 hari x 8 jam = 160 jam. Waktu penghalusan prototipe asbak dalam satu bulan = 0,10 jam + 0,05 jam = 0,15 jam. Frekuensi penghalusan asbak dalam 1 bulan = 160 jam/0,15 jam = kali. BOPT untuk sekali penghalusan= Rp ,67/1.067 = 62 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

12 Rp 18,00. Untuk sekali penghalusan bisa dihasilkan 1 buah, sehingga biaya penghalusan per buah = Rp 18,00/1=Rp 18,00. Pembebanan biaya prototipe asbak pada aktivitas penghalusan = Rp 1.687,50 + Rp 20,07 + Rp 18,00 = Rp 1.725,57. F. Pengglasiran 1) Biaya Bahan Baku: a) Penggunaan glasir coklat 0,25 liter x Rp ,00 = Rp 8.750,00. Biaya bahan baku pada tahap pengglasiran = Rp 8.750,00. 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung: a) Pencelupan prototipe ke dalam glasir --> 0,01 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp 225,00; dan b) Penghalusan --> 0,0083 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp 187,50. Jumlah BTKL pada aktivitas pengglasiran Rp 225,00 + Rp 187,50 = Rp 412,50. 3) Biaya overhead pabrik Variabel: a) Spon --> 10 buah x Rp 1.500,00 = Rp ,00. Jumlah prototipe asbak yang dapat diglasir = 448 buah. Biaya spon per unit = Rp ,00/448 buah = Rp 33,48,00. Jumlah BOP V pada aktivitas pengglasiran Rp 33,48. 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap: a) Biaya penyusutan ember per bulan: ½ x 1/12 x Rp ,00 x 2 buah = Rp 2.083,33. b) Biaya penyusutan papan (meja) per bulan --> 1/10 x 1/12 x Rp ,00 x 1 buah = Rp 2.500,00. c) Biaya penyusutan kursi per bulan --> 1/10 x 1/12 x Rp ,00 x 1 buah -= Rp 1.666,67. d) Biaya penyusutan gedung per bulan = 1/20 x 1/12 x Rp 2 m x 2 m x Rp ,00 = Rp ,67. e) Biaya penyusutan penjepit per bulan --> 1/5 x 1/12 x Rp ,00 x 1 buah = Rp 250,00. Jumlah biaya penyusutan per bulan adalah Rp 2.083,33 + Rp 2.500, ,67 + Rp ,67 + Rp 250,00 = Rp ,67. Jika dalam sebulan, aktiva tetap hanya digunakan untuk proses pengglasiran asbak, maka jam kerja normal aktiva tetap adalah 4 minggu x 5 hari x 8 jam = 160 jam. Waktu pengglasiran asbak dalam satu bulan= (0,01 jam x 2 orang) + (0,0083 jam x 2 orang)= 0,0366 jam. Frekuensi penghalusan asbak dalam 1 bulan = 160 jam/0,0366 jam = kali. Jumlah asbak yang dapat diglasir dalam sekali pengglasiran = x 1 buah = buah. BOPT per buah produk adalah Rp ,67/4.371 = Rp 5,30. Pembebanan BOPT pada aktivitas pengglasiran = Rp 8.750,00 + Rp 412,50 + Rp 33,48 + Rp 5,30 = Rp 9.201,28. G. Pembakaran Glasir 1) Biaya Bahan Baku : - 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL) a) Memasukkan prototipe asbak ke dalam tungku pembakar 2,0 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp ,00; (b) Menghidupkan tungku 0,025 jam x (Rp ,00)/(4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp 562,50; (c) Pembakaran --> 8 jam; d) Mendinginkan prototipe selama 1 jam --> - e). Mengambil (mengeluarkan) prototipe asbak dari dalam tungku --> 2,0 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp ,00. Jumlah BTKL yang dibebankan pada proses pembakaran glasir = Rp Rp 562,50 + Rp ,00 = Rp ,50. Prototipe yang dapat dibakar adalah 4 x 4 x 14 = 448 buah. BTKL yang dibebankan pada proses pembakaran biskuit = Rp ,50/448 = Rp 202,15. 3) Biaya overhead Pabrik Variabel: a) 100 kg x Rp 7.300,00 = Rp ,00. LPG tersebut dapat digunakan untuk membakar biskuit (8 jam) sebanyak 3 kali dan membakar glasir (12 jam) sebanyak 2 kali. Total jam pembakaran FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

13 untuk 100 kg LPG adalah (8 jam x 3) + (12 jam x 2) = 48 jam. Tarif LPG menjadi Rp ,00 : 48 jam = Rp ,33 /jam. Sekali pembakaran glasir membutuhkan biaya LPG : 12 jam x Rp ,33/jam = Rp ,96. Dengan menggunakan tungku ukuran volume besar (panjang 130 cm, lebar 125 cm, dan tinggi 120 cm) dengan kapasitas plat bakar 52 cm x 90 cm x 90 cm, maka jumlah asbak yang dapat dibakar adalah 4 x 4 x 14 = 448 buah buah. Biaya LPG yang dikeluarkan untuk pembakaran glasir asbak adalah Rp ,96 : 448 buah = Rp 407,37/ buah. Biaya overhead pabrik variabel adalah 407,37/buah. 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap: a) Penyusutan tungku dan kelengkapannya 1/15 x 1/12 x Rp ,00 = Rp ,77; dan (b) Penyusutan gedung 1/20 x 1/12 x 2m x 3 m x Rp ,00 = Rp ,00. Jadi Biaya Overhead Pabrik Tetap = Rp ,77. Apabila tungku hanya digunakan untuk pembakaran glasir asbak coklat, maka jam kerja normal sebulan : 4 minggu x 5 hari x 12 jam = 240 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk pembakaran glasir asbak coklat = 12 jam. Frekuensi pembakaran asbak coklat dalam 1 bulan = 240/12= 20 kali. Asbak coklat yang dapat dibakar dalam 1 bulan = 20 x 448 buah = buah. Jadi BOP Tetap per buah = Rp ,77/8.960 = Rp 33,79. Pembebanan biaya pada aktivitas pembakaran glasir = Rp 202,15 + Rp 407,37+ Rp 33,79 = Rp 643,31. H. Penyimpanan 1) Biaya Bahan Baku : - 2) Biaya Tenaga Kerja Langsung : - 3) Biaya Overhead Pabrik Variabel: a) Upah pemindahan produk ke gudang penyimpanan 1,5 jam x (Rp ,00/4 minggu x 5 hari x 8 jam) x 2 orang = Rp ,00. Jumlah produk yang dapat dipindahkan adalah 448 buah. BOP V per buah produk pada aktivitas penyimpanan adalah Rp ,00/448 = Rp 75,33. 4) Biaya Overhead Pabrik Tetap: a) Penyusutan gudang penyimpanan: 1/20 x 1/12 x Rp ,00 x 3 m x 3 m = Rp ,00. b).penyusutan Rak barang: 1/5 x 1/12 x (2 x Rp , x Rp ,00) = ,67. Jumlah penyusutan aktiva tetap = Rp ,00 + Rp ,67 = Rp ,67. Apabila aktiva tetap hanya digunakan untuk menyimpan asbak coklat, maka jam kerja normal = 4 minggu x 5 hari x 24 jam = 480 jam. Waktu penempatan asbak coklat dalam satu bulan = 24 jam. Frekuensi penempatan asbak coklat dalam 1 bulan = 480 jam/24 jam = 20 kali. Biaya penyusutan aktiva tetap untuk sekali penempatan = Rp ,67/20 = Rp ,33. Untuk sekali penempatan bisa dilakukan (4 x 25 x 4 x 2 rak) + (4 x 16 x 4 x 2 rak) = buah produk, sehingga biaya penyusutan aktiva tetap per buah = Rp ,33/1.312 = Rp 7,78. Jadi BOPT = Rp 7,78. Harga pokok produksi asbak coklat pada aktivitas penempatan Rp 75,33 + Rp 7,78 = Rp 83,11. Pembebanan biaya asbak coklat ukuran diameter bodi 11,0 cm dan tinggi 5,5 cm dapat diringkas pada Tabel 2 sebagai berikut: 64 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

14 Tabel 2 menunjukkan bahwa harga pokok produksi asbak coklat diameter bodi 11,0 cm - tinggi 5,5 cm dengan metode full costing adalah sebesar Rp ,35. Jumlah tersebut terdiri dari Biaya Bahan Baku Rp 9.803,50, Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 8.691,80, Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp 987,36 dan Biaya Overhead Pabrik Tetap Rp 318,69. Pembebanan Biaya Pemusnahan Bahan Sisa Stoneware BSK-4 Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi asbak coklat per buah adalah 0,9616 jam yang terdiri dari pendesainan & pengembangan 0,25 jam, pembentukan 0,25 jam, pendekorasian 0,00 jam, pembakaran biskuit 0,018 jam, penghalusan 0,15 jam, pengglasiran 0,0366 jam, pembakaran glasir 0,027 jam, dan penyimpanan 0,018 jam. Dengan mengasumsikan dalam 1 bulan ada 160 jam kerja, maka asbak coklat yang dapat diproduksi dalam sebulan adalah 160 jam : 0,9616 jam = 166 buah. Bahan baku stoneware BSK-4 yang dibutuhkan untuk memproduksi 166 buah asbak coklat adalah 166 buah x 0,40 kg/buah = 66,40 kg. Pada akhir proses produksi (1 bulan) biasanya terdapat bahan sisa sebesar 3% atau kira-kira 1,992 kg. Bahan sisa ini biasanya tidak laku dijual dan disebabkan oleh karena pesanan yang bersangkutan dalam proses produksi. Untuk membersihkan atau memusnahkan bahan tersebut dikeluarkan biaya Rp 1.500,00 per kg. Total biaya pemusnahan yang diperlukan adalah Rp 2.988,00. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dari sisi akuntansi manajemen dan akuntansi biaya, dapat dibuat jurnal untuk mencatat pengakuan bahan sisa yang terjadi pada proses produksi asbak coklat, sebagai berikut (Tabel 2): FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

15 Tabel 2. Jurnal Pengakuan Biaya Pemusnahan Sisa Stoneware BSK-4 pada Pelayanan Jasa Teknologi UPT PSTKP Bali Bulan Maret 2015 (dalam Rupiah) 66 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

16 Jumlah harga pokok pesanan tertentu Harga pokok satuan = Jumlah produk pesanan yang bersangkutan (Rp ,00 + Rp 2.988,00) + Rp ,80+ Rp ,76+ Rp ,54 = buah Rp ,10 = buah = Rp ,35/buah. Pengaruh Perlakuan Akuntansi Bahan Sisa Stoneware BSK-4 terhadap Harga Pokok Produksi Asbak Coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) Harga pokok produksi asbak coklat sebelum adanya perlakuan akuntansi bahan sisa adalah Rp ,35 per buah. Harga pokok produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku Rp 9.803,50, biaya tenaga kerja langsung Rp 8.691,80, biaya overhead pabrik variabel Rp 987,36, dan biaya overhead pabrik tetap Rp 318,69. Pada perhitungan harga pokok produksi tersebut, diasumsikan semua bahan baku (66,40 kg) yang dimasukkan dalam proses produksi semua menjadi barang jadi, sehingga tidak ada pembebanan biaya pemusnahan bahan sisa dalam pabrik. Namun dalam kenyataannya pada proses produksi asbak coklat rata-rata 3% dari bahan baku yang dimasukkan dalam produksi merupakan bahan sisa yang tidak laku dijual, dan penyebabnya adalah karena karena pesanan asbak yang bersangkutan. Biaya pemusnahan bahan sisa stoneware BSK-4 perlu dibebankan sesuai dengan perlakuan akuntansi bahan sisa dengan melihat apakah bahan tersebut laku dijual atau tidak, dan memperhatikan penyebab terjadinya bahan sisa tersebut. Oleh karena bahan sisa tersebut tidak laku dijual dan penyebab terjadinya adalah karena pesanan tasbak tersebut, maka timbul biaya pemusnahan bahan sisa yang dibebankan kepada harga pokok pesanan yang bersangkutan, yaitu kepada pesanan tekoasbak. Harga pokok produksi asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) setelah adanya perlakuan akuntansi bahan sisa adalah Rp ,35 per buah. Harga pokok produksi tersebut terdiri dari biaya bahan baku Rp 9.821,50, biaya tenaga kerja langsung Rp 8.691,80, biaya overhead pabrik variabel Rp 987,36987,36, dan biaya overhead pabrik tetap Rp 318,69. Harga pokok produksi asbak coklat sebelum adanya perlakuan akuntansi bahan sisa lebih kecil sebesar Rp 18,00 dari pada harga pokok produksi asbak coklat setelah adanya perlakuan akuntansi bahan sisa. Perbedaan harga pokok produksi asbak dapat dilihat pada Tabel 3. Bahan sisa merupakan bahan yang tidak bisa digunakan dalam proses produksi asbak, terlebih-lebih bahan sisa tersebut tidak laku dijual, maka akan merupakan beban bagi perususahaan untuk memusnahkannya. Manajemen harus dapat memperkecil terjadinya bahan sisa, dengan melakukan perencanaan yang lebih matang, pengawasan yang lebih melekat, aktivitas divisi penelitian & pengembangan yang lebih optimal, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang lebih andal. FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

17 Pengaruh Perlakuan Akuntansi Bahan Sisa Stoneware BSK-4 terhadap Marjin Laba Bersih Asbak Coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) Harga jual asbak sebelum pembebanan bahan sisa stoneware BSK-4 adalah 1,3 x Rp ,35 = Rp ,76 dibulatkan menjadi Rp ,00 per buah. Harga jual asbak setelah pembebanan bahan sisa stoneware BSK-4 adalah 1,3 x Rp ,35 = Rp ,16 dibulatkan menjadi Rp ,00 per buah. Marjin laba bersih sebelum pembebanan bahan sisa adalah harga jual harga pokok penjualan beban operasi beban lain-lain. Marjin laba bersih = Rp ,00 Rp ,35 15% (Rp ,35) 1% (Rp ,35). Marjin laba bersih = Rp ,00 Rp ,35 Rp 2.970,20 Rp 198,01. Marjin laba bersih = Rp 2.780,44. Marjin laba bersih setelah pembebanan bahan sisa adalah harga jual harga pokok penjualan beban operasi beban lain-lain. Marjin laba bersih = Rp ,00 Rp ,35 15% (Rp ,35) 1% (Rp ,35). Marjin laba bersih = Rp ,00 Rp ,35 Rp 2.972,90 Rp 198,19. Marjin laba bersih = Rp 2.784,56. Marjin laba bersih asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) sebelum adanya perlakuan akuntansi bahan sisa lebih kecil sebesar Rp 4,12 dari pada marjin laba bersih asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) setelah adanya perlakuan akuntansi bahan sisa. Perbedaan marjin laba bersih asbak coklat dapat dilihat pada Tabel 4. Bahan sisa merupakan bahan yang tidak bisa digunakan dalam proses produksi asbak, terlebih-lebih bahan sisa tersebut tidak laku dijual, maka akan meningkatkan harga pokok produksi. Harga pokok produksi merupakan satu-satunya elemen yang mempunyai kepastian yang relatif tinggi dalam penentuan harga jual. Harga pokok produksi yang meningkat sebagai akibat adanya bahan sisa yang tidak laku dijual akan meningkatkan harga jual asbak. Manajemen harus menetapkan harga jual yang lebih hati-hati kepada asbak coklat, karena kenaikan harga jual akan meningkatkan penjualan, yang selanjutnya cenderung meningkatkan laba bersih. Namun di sisi lain, kenaikan harga jual akan berpengaruh pada kemampuan atau daya 68 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

18 beli konsumen untuk membeli asbak. Apabila pendapatan konsumen tetap, maka kenaikan harga jual asbak justru akan menurunkan daya beli konsumen. Faktor pesaing juga harus diperhatikan dalam keputusan peningkatan harga jual dalam rangka memperoleh marjin laba bersih yang wajar. Tabel 4. Perbedaan Marjin Laba Bersih Asbak Coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) Sebelum dan Sesudah Pembebanan Biaya Pemusnahan Bahan SIsa Stoneware BSK-4 (dalam Rp) KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat dibuat simpulan sebagai berikut: (1) Harga pokok produksi stoneware BSK-4 adalah Rp 2.633,76 per kg; (2) Proses produksi asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) berbasis tanah Kalimantan menghasilkan bahan sisa stoneware BSK-4 sekitar 3% atau 0,012 kg. Perlakuan akuntansi terhadap biaya pemusnahan bahan sisa stoneware BSK-4 dibebankan pada pesanan tersebut, dengan mendebit Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku, dan mengkredit Persediaan Bahan Baku. Pembebanan biaya tersebut dapat meningkatkan biaya bahan baku; (3) Perlakuan akuntansi bahan sisa stoneware BSK-4 berpengaruh terhadap harga pokok produksi asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm). Harga pokok produksi asbak coklat sebelum perlakuan bahan sisa adalah Rp ,35 per buah. Harga pokok produksi asbak coklat setelah perlakuan bahan sisa adalah Rp ,35 per buah. Harga pokok produksi asbak coklat sebelum perlakuan bahan sisa lebih kecil sebesar Rp 18,00 dari pada setelah perlakuan bahan sisa; dan (4) Perlakuan akuntansi bahan sisa stoneware BSK-4 berpengaruh terhadap marjin laba bersih asbak coklat. Marjin laba bersih asbak coklat sebelum perlakuan bahan sisa Rp ,00, sedangkan setelah perlakuan bahan sisa adalah Rp ,00 per buah. Marjin laba bersih asbak coklat sebelum perlakuan bahan sisa lebih kecil sebesar Rp 4,12 dari pada setelah perlakuan bahan sisa. Berdasarkan kesimpulan yang dibuat, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) Kepada UPT PSTKP Bali- BPPT, agar segera memperbaiki perlakuan akuntansi bahan sisa stoneware BSK-4 dalam memproduksi asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) yang semula tidak diakui, untuk selanjutnya dibebankan sesuai dengan konsep perlakuan akuntansi bahan sisa secara tepat; (2) Kepada perajin atau pengusaha FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

19 keramik, agar meningkatkan efisiensi maupun efektivitas proses produksi asbak, dan mengurangi terjadinya bahan sisa dalam proses produksi, sehingga diperoleh hasil produksi yang kualitasnya stándar, harga pokok pokok produksi yang ekonomis, dan marjin laba bersih yang wajar; (3) Kepada peneliti, teknisi litkayasa, perekayasa, dan kalangan akademis lain (lanjutan), agar menerapkan konsep perlakuan akuntansi bahan sisa tidak hanya pada pembentukan asbak coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) tetapi pada berbagai macam produk keramik lain yang lebih spesifik, sehingga setiap jenis produk dapat diidentifikasi bahan sisa secara lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Ariana, I M. E Pengaruh Kualitas Produk, Harga, Kualitas Layanan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan di Hotel Patra Bali Resort & Villas Kabupaten Badung. Jurnal Wacana Ekonomi. XI (01): Artatik, D. P. S., dan Rupa I W Pengaruh Konservatisme Akuntansi dan Rasio Keuangan terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Jurnal Krisna (Kumpulan Riset Akuntansi). 5 (1): 12. Astiti, N. K. A Uang Kepeng Sepanjang Masa: Perspektif Arkeologi dan Ekonomi Kreatif di Provinsi Bali. Forum Arkeologi. 27 (1): Baridan, Zaki, Intermediate Accounting. BPFE. Yogyakarta. Gorda, I G. N Metode Penelitian Sosial. Undiknas. Denpasar. Horngren, C. T, Foster, G Pengantar Akuntansi Manajemen. Jilid 2. Edisi Keenam. Cetakan Kedua. Erlangga. Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesa Standar Akuntansi Keuangan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan,Paragraf 14 No.03. Salemba Empat. Jakarta. Mulyadi Akuntansi Manajemen (Konsep, Manfaat, dan Rekayasa). STIE YKPN. Yogyakarta. Munawir Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta. Normal, I N Evaluasi Proses Pembuatan Patung Jangir Pada UPT PSTKP Bali- BPPT. Jurnal Forum Manajemen. 13 (1): Normal, I N Pentingnya Akuntansi Massa Bodi BSK-2 sebagai Bahan Sisa dalam Proses Produksi Teko Coklat (D18,5 cm T 24 cm), dan Pengaruhnya terhadap Harga Pokok Produksi dan Marjin laba Bersih Pada UPT PSTKP Bali-BPPT. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humanika. 3 (2): Soemarso, S.R Akuntansi Suatu Pengantar Jilid 1. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sudana, I W Strategi Pengembangan Kerajinan Keramik Gerabah Tradisional Gorontalo Guna Mendukung Industri Kreatif. Mudra (Jurnal Seni Budaya). 29 (20): FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

20 Sugiyono Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesebelas. CV Alfabeta. Bandung. Suparmoko Pengantar Ekonomi Makro. BPFE. Yogyakarta. Supriyono, R.A Akuntansi Biaya, Pengumpulan Biaya & Penentuan Harga Pokok. Buku 1. Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM. Yogyakarta. Wijaya, I N., & Kanca, I N Pembangunan Pariwisata yang Efektif dan Efisien dalam Mengembangkan Pariwisata Provinsi Bali. Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. 10 (2): FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

21 DAFTAR LAMPIRAN 72 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

22 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun

23 Gambar Asbak Coklat (d 11,0 cm - t 5,5 cm) 74 FORUM MANAJEMEN, Volume 13, Nomor 2, Tahun 2015

Kata kunci : akuntansi, massa bodi BSK-2 sebagai bahan sisa, teko coklat (d 18,5 cm - t 24 cm), harga pokok produksi, marjin laba bersih..

Kata kunci : akuntansi, massa bodi BSK-2 sebagai bahan sisa, teko coklat (d 18,5 cm - t 24 cm), harga pokok produksi, marjin laba bersih.. PENTINGNYA AKUNTANSI MASSA BODI BSK-2 SEBAGAI BAHAN SISA DALAM PROSES PRODUKSI TEKO COKLAT (D 18,5 CM T 24 CM), DAN PENGARUHNYA TERHADAP HARGA POKOK PRODUKSI DAN MARJIN LABA BERSIH PADA UPT PSTKP BALI-BPPT

Lebih terperinci

I NYOMAN NORMAL (Peneliti Akuntansi Keuangan, Kelompok Fungsional Tekno-Ekonomi, UPT PSTKP Bali BPPT,)

I NYOMAN NORMAL (Peneliti Akuntansi Keuangan, Kelompok Fungsional Tekno-Ekonomi, UPT PSTKP Bali BPPT,) PENERAPAN BIAYA STANDAR DENGAN PENDEKATAN BIAYA PENUH DALAM MENGHITUNG HARGA POKOK PRODUKSI PROTOTIPE TEKO HIJAU BERDEKORASI PATRA PUNGGEL (D 17,5 CM T 14,5 CM) SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL DAN PERSEDIAAN

Lebih terperinci

BIAYA OVERHEAD BERSAMA DALAM MEMPRODUKSI PRODUK COMMON GELAS DAN LEPEKAN HIJAU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT

BIAYA OVERHEAD BERSAMA DALAM MEMPRODUKSI PRODUK COMMON GELAS DAN LEPEKAN HIJAU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT 154 Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol 11. No. 2 Juli 2015 BIAYA OVERHEAD BERSAMA DALAM MEMPRODUKSI PRODUK COMMON GELAS DAN LEPEKAN HIJAU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT I Nyoman Normal UPT PSTKP Bali-BPPT

Lebih terperinci

I Wayan Wardita (Dosen STIMI Handayani Denpasar)

I Wayan Wardita (Dosen STIMI Handayani Denpasar) AKUNTANSI PENILAIAN DAN PENCATATAN PERSEDIAAN STONEWAREMENJADI BAHAN BAKU KERAMIK SEBAGAI DASAR PENENTUAN LABA KOTOR YANG WAJAR MENURUT TEORI AKUNTANSI KEUANGAN I Nyoman Normal ( Peneliti Akuntansi Keuangan,

Lebih terperinci

I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi Keuangan, Kelompok Fungsional Tekno-Ekonomi, Kantor UPT PSTKP Bali BPPT,)

I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi Keuangan, Kelompok Fungsional Tekno-Ekonomi, Kantor UPT PSTKP Bali BPPT,) AKUNTANSI PENILAIAN DAN PENCATATAN PERSEDIAAN STONEWARE MENJADI BAHAN BAKU KERAMIK SEBAGAI DASAR PENENTUAN LABA KOTOR YANG WAJAR MENURUT TEORI AKUNTANSI KEUANGAN I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi Keuangan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Akuntani Biaya 1. Pengertian biaya Biaya merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses produksi dalam satu perusahaan manufaktur. Terdapat

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan

Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PENGARUH KOMPOSISI PIGMEN R338 TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK DAN VARIABEL KEUANGAN YANG MENJADI DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN BISNIS GLASIR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

EVALUASI PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI PRODUK KREATIF KERAMIK BERBASIS BIAYA UTAMA PADA KERAMIK GRAZINIA DAN KERAMIK PANJI

EVALUASI PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI PRODUK KREATIF KERAMIK BERBASIS BIAYA UTAMA PADA KERAMIK GRAZINIA DAN KERAMIK PANJI Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan Vol.12. No.3 Nopember 2016 216 EVALUASI PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI PRODUK KREATIF KERAMIK BERBASIS BIAYA UTAMA PADA KERAMIK GRAZINIA DAN KERAMIK PANJI I Nyoman Normal

Lebih terperinci

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

I Nyoman Normal (Peneliti bidang Akuntansi Keuangan, UPT PSTKP Bali-BPPT) Wiryawan Suputra Gumi (Dosen STIMI Handayani, Denpasar)

I Nyoman Normal (Peneliti bidang Akuntansi Keuangan, UPT PSTKP Bali-BPPT) Wiryawan Suputra Gumi (Dosen STIMI Handayani, Denpasar) KAJIAN TEKNOLOGI PROSES DAN HARGA POKOK PRODUKSI MASSA COR CN7 DENGAN SISTEM PEMBEBANAN BERBASIS AKTIVITAS, DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HARGA TRANSFER DAN PERSEDIAAN I Nyoman Normal (Peneliti bidang Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biaya Informasi biaya sangat bermanfaat bagi manajemen perusahaan. Diantaranya adalah untuk menghitung harga pokok produksi, membantu manajemen dalam fungsi perencanaan dan

Lebih terperinci

MANFAAT INFORMASI BIAYA PENUH BAGI KEPUTUSAN MANAJEMEN ATAS PRODUKSI PATUNG GANESHA TANPA DAN BERGLASIR BIRU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT

MANFAAT INFORMASI BIAYA PENUH BAGI KEPUTUSAN MANAJEMEN ATAS PRODUKSI PATUNG GANESHA TANPA DAN BERGLASIR BIRU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT MANFAAT INFORMASI BIAYA PENUH BAGI KEPUTUSAN MANAJEMEN ATAS PRODUKSI PATUNG GANESHA TANPA DAN BERGLASIR BIRU PADA UPT PSTKP BALI-BPPT 1) I Nyoman Normal 2) Gusti Ayu Mahanavami UPT PSTKP Bali-BPPT, STIMI

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN 2.1 Harga Pokok Produksi 1. Pengertian Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Ada beberapa pengertian biaya yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: Daljono (2011: 13) mendefinisikan Biaya adalah suatu pengorbanan sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mulyadi ada empat unsur pokok dalam definisi biaya tersebut yaitu : BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Pengertian biaya yang dikemukakan oleh Mulyadi, dalam bukunya akuntansi Biaya ialah sebagai berikut : - Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

Lebih terperinci

METODE HARGA POKOK PESANAN

METODE HARGA POKOK PESANAN 1 METODE HARGA POKOK PESANAN Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Method) adalah metode pengumpulan harga pokok produk dimana biaya dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa secara

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan dalam menentukan harga pokok adalah biaya. Biaya mengandung dua pengertian, yaitu dalam beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama halnya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha. Mikro, Kecil dan Menengah bahwa usaha mikro adalah usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha. Mikro, Kecil dan Menengah bahwa usaha mikro adalah usaha BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 2.1.1. Pengertian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi suatu perusahaan. Akuntansi biaya mengukur

Lebih terperinci

METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING) A K U N T A N S I B I A Y A T I P F T P UB

METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING) A K U N T A N S I B I A Y A T I P F T P UB METODE HARGA POKOK PESANAN (FULL COSTING) A K U N T A N S I B I A Y A T I P F T P UB Pembebanan Biaya ke Produk 2 Obyek Biaya Biaya Langsung Biaya Bahan Biaya Tenaga Kerja PRODUK Biaya tdk Langsung Biaya

Lebih terperinci

PERANAN ANALISIS SELISIH BIAYA OVERHEAD PABRIK SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENGENDALIAN BIAYA

PERANAN ANALISIS SELISIH BIAYA OVERHEAD PABRIK SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENGENDALIAN BIAYA PERANAN ANALISIS SELISIH BIAYA OVERHEAD PABRIK SEBAGAI SALAH SATU ALAT PENGENDALIAN BIAYA Amin Setio Lestiningsih Universitas BSI Bandung Jl. Sekolah Internasional No 1 6, Terusan Jalan Jakarta Antapani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya memberikan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Menurut Hansen dan Mowen (2011:47) Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya dan Pengklasifikasian Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi baik organisasi bisnis, non bisnis, manufaktur, dagang dan jasa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi Biaya merupakan hal yang penting bagi perusahaan manufaktur dalam mengendalikan suatu biaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam dunia bisnis saat ini menunjukkan tingkat kemajuan yang begitu pesat. Hal ini dilihat dari banyaknya perusahaan yang terus bermunculan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya 1. Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi berkaitan dengan hal pengukuran, pencatatan dan pelaporan informasi keuangan kepada pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya merupakan salah satu pengeluaran yang pasti dalam suatu perusahaan, oleh karenanya, biaya sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Masiyah Kholmi dan Yuningsih biaya (cost)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Masiyah Kholmi dan Yuningsih biaya (cost) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan dalam menentukan harga pokok adalah biaya. Biaya mengandung dua pengertian, yaitu dalam beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatan utamanya mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Keseluruhan biaya yang dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. membantu perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi global menuntut perusahaan menata manajemennya, mengingat ketatnya persaingan dan segala bentuk perubahan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya Dalam kegiatan perusahaan ada banyak keputusan yang harus diambil oleh manajemen untuk kelangsungan hidup perusahaan. Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan informasi

Lebih terperinci

METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD) FULL COSTING - Oleh : Ani Hidayati

METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD) FULL COSTING - Oleh : Ani Hidayati METODE HARGA POKOK PESANAN (JOB ORDER COST METHOD) FULL COSTING - Oleh : Ani Hidayati Metode Harga Pokok Pesanan (Job Order Cost Method) Perusahaan yang berproduksi berdasar pesanan mengumpulkan harga

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN PERLAKUAN PRODUK SAMPINGAN PADA UD. SARI NADI SINGARAJA TAHUN 2012

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN PERLAKUAN PRODUK SAMPINGAN PADA UD. SARI NADI SINGARAJA TAHUN 2012 PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DAN PERLAKUAN PRODUK SAMPINGAN PADA UD. SARI NADI SINGARAJA TAHUN 2012 ¹ Putu Yesi Yasinta, ² Made Nuridja, ³ Anjuman Zukhri ¹, ², ³Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Setiap perusahaan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan akan selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan

Lebih terperinci

Wiryawan Suputra Gumi (Dosen STIMI Hadayani Denpasar)

Wiryawan Suputra Gumi (Dosen STIMI Hadayani Denpasar) KAJIAN HARGA POKOK PRODUKSI PROTOTIPE BUAH KELAPA KECIL KUNING DENGAN SISTEM PEMBEBANAN BERBASIS AKTIVITAS DAN EFEKNYA TERHADAP HARGA JUAL DAN PERSEDIAAN Wiryawan Suputra Gumi (Dosen STIMI Hadayani Denpasar)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini, penulis akan menguraikan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang akan digunakan sebagai landasan dalam menganalisa permasalahan yang ada diperusahaan PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan merupakan organisasi yang mempunyai berbagai tujuan baik jangka panjang maupun jangka pendek. Salah satu tujuan yang penting untuk dicapai oleh perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan merupakan suatu organisasi yang mempunyai kegiatan tertentu yang sangat kompleks. Pertumbuhan suatu badan usaha biasanya tidak lepas dari berbagai

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PESANAN (Studi pada UD. GALIH JATI Semarang)

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PESANAN (Studi pada UD. GALIH JATI Semarang) PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PESANAN (Studi pada UD. GALIH JATI Semarang) Mila Ariskawati, Sumanto Politeknik Negeri Semarang, Jl. Prof. Soedharto SH Tembalang Semarang 50277

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih popular dengan singkatan UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan adalah biaya.

BAB II BAHAN RUJUKAN. Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan adalah biaya. BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Salah satu data penting yang diperlukan oleh perusahaan adalah biaya. Biaya mengandung dua pengertian, yaitu dalam beban (expense) dan dalam pengertian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Informasi Sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya sangat berperan penting dalam kegiatan perusahaan. Salah satu peranan akuntansi biaya

Lebih terperinci

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA

BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA BAB II BIAYA PRODUKSI PADA CV. FILADELFIA PLASINDO SURAKARTA Manajemen dalam menjalankan tugasnya harus mempunyai keahlian serta kemampuan untuk memanfaatkan setiap faktor produksi yang ada. Salah satu

Lebih terperinci

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu: 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya

Lebih terperinci

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI

BAB II HARGA POKOK PRODUKSI BAB II HARGA POKOK PRODUKSI Bab ini berisi teori yang akan digunakan sebagai dasar melakukan analisis data. Mencakup pengertian dan penggolongan biaya serta teori yang berkaitan dengan penentuan harga

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama hal nya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, dan sebagainya.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU BROMO SEBAGAI BAHAN BAKU

PEMANFAATAN ABU BROMO SEBAGAI BAHAN BAKU PEMANFAATAN ABU BROMO SEBAGAI BAHAN BAKU STONEWARE BERKODE KLBR-1 DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERHITUNGAN VARIABEL KEUANGAN PADA UPT PSTKP BALI I Nyoman Normal ( Peneliti Akuntansi Keuangan, Kelompok Fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini persaingan dalam dunia bisnis terasa semakin ketat, hal tersebut juga dapat dirasakan di Indonesia. Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari banyaknya

Lebih terperinci

80 Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.2 Juli 2011

80 Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.2 Juli 2011 80 Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan. Vol. 7 No.2 Juli 2011 KAJIAN TEKNOLOGI PROSES DAN HARGA POKOK PRODUKSI MASSA COR CC3 SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA TRANSFER DAN PENGAKUAN PERSEDIAAN PADA UPT PSTKP BALI

Lebih terperinci

BAB VI METODE HARGA POKOK PROSES

BAB VI METODE HARGA POKOK PROSES BAB VI METODE HARGA POKOK PROSES Pengumpulan biaya produksi tergantung karakteristik perusahaan dalam melakukan proses produksi : Perusahaan yang berproduksi atas dasar pesanan : pengumpulan biaya produksi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama hal nya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak, dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan bukan merupakan tipe akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya salah satu bagian atau unsure dari harga dan juga unsur yang paling pokok dalam akuntansi biaya, untuk itu perlu

Lebih terperinci

METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING. AKUNTANSI BIAYA EKA DEWI NURJAYANTI, S.P., M.Si

METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING. AKUNTANSI BIAYA EKA DEWI NURJAYANTI, S.P., M.Si METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING AKUNTANSI BIAYA EKA DEWI NURJAYANTI, S.P., M.Si SIKLUS AKUNTANSI Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan dipengaruhi oleh siklus kegiatan usaha perusahaan tsb. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari definisi biaya tersebut mengandung empat unsur penting biaya yaitu: 1. Pengorbanan sumber-sumber ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dari definisi biaya tersebut mengandung empat unsur penting biaya yaitu: 1. Pengorbanan sumber-sumber ekonomi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Biaya Pengertian biaya menurut Supriyono (1999:252) adalah pengorbanan sumbersumber ekonomi yang sudah terjadi atau akan terjadi yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Manajemen Akuntansi dapat dipandang dari dua tipe akuntansi yang ada yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Sebagai salah satu tipe informasi akuntansi manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian. Proses ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian. Proses ini memerlukan sejumlah teknik dan prosedur pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Analisis Biaya-Volume-Laba Analisis Biaya-Volume-Laba merupakan instrumen perencanaan dan pengendalian. Proses ini memerlukan sejumlah teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah suatu kegiatan yang ditunjukkan untuk menyediakan informasi biaya bagi manajemen yang merupakan alat dalam merencanakan, mengorganisir,

Lebih terperinci

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA - Jurusan Teknik Industri TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA Teknik Industri Lesson 1 RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Mata Kuliah : Kode : TID 4019 Semester : 3 Beban Studi : 3 SKS Capaian Pembelajaran (CPL): 1. Menguasai

Lebih terperinci

MODUL I AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU

MODUL I AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU MODUL I AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU A. TUJUAN Setelah melakukan kegiatan praktikum Akuntansi Biaya Bahan Baku, maka mahasiswa di harapkan dapat mengetahui dan memahami akuntansi kos untuk bahan baku B.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi selama satu periode (Soemarso, 1999:295). bahan baku menjadi produk selesai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses produksi selama satu periode (Soemarso, 1999:295). bahan baku menjadi produk selesai. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori. 2.1.1. Biaya Produksi. Biaya produksi (production cost) adalah biaya yang dibebankan dalam proses produksi selama satu periode (Soemarso, 1999:295). Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menetapkan pilihan yang mengucurkan laba incremental terbesar. Laba

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menetapkan pilihan yang mengucurkan laba incremental terbesar. Laba BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian analisis diferensial Menurut Henry Simamora (2002:230), analisis diferensial adalah menetapkan pilihan yang mengucurkan laba incremental terbesar.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian dari akuntansi keuangan yang membahas mengenai penentuan harga pokok produk. Akuntansi biaya secara khusus berkaitan dengan

Lebih terperinci

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-01-06 Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P

Lebih terperinci

I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi Keuangan UPT PSTKP Bali BPPT)

I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi Keuangan UPT PSTKP Bali BPPT) KAJIAN EKONOMI HARGA POKOK PRODUKSI DAN PEMASARAN GLASIR FG15 SUHU 1.250 O C 1.300 O C SERTA PENGARUHNYA TERHADAP HARGA JUAL DAN KEPUTUSAN BISNIS PADA UPT PSTKP BALI BPPT I Nyoman Normal (Peneliti Akuntansi

Lebih terperinci

METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING

METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING METODE HARGA POKOK PESANAN FULL COSTING 1 Pengertian Metode Harga Pokok Pesanan Metode ini digunakan oleh perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan. Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP RASIO KEUANGAN PRODUK INDUSTRI KREATIF KERAMIK

PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP RASIO KEUANGAN PRODUK INDUSTRI KREATIF KERAMIK Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.19, No.3 September 2015, hlm. 378 390 Terakreditasi SK. No. 040/P/2014 http://jurkubank.wordpress.com PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP RASIO KEUANGAN PRODUK INDUSTRI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1. Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan hal yang paling penting bagi manajemen perusahaan sebagai basis data biaya

Lebih terperinci

TONY PUJIARYANTO Universitas Dian Nuswantoro Semarang

TONY PUJIARYANTO Universitas Dian Nuswantoro Semarang PENGGUNAAN FULL COSTING METHOD UNTUK MENERAPKAN HARGA POKOK PRODUKSI SEBAGAI PENENTUAN HARGA JUAL ALMARI UKIR ( Studi Kasus : Meubel Ukir Sido Katon Banyumanik ) TONY PUJIARYANTO Universitas Dian Nuswantoro

Lebih terperinci

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-01-06 Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Harga Pokok Produksi Menurut Mulyadi (2007:18) yang dimaksud dengan harga pokok produksi adalah harga pokok produksi memperhitungkan semua unsur biaya yang terdiri dari biaya

Lebih terperinci

Bab 1. PENDAHULUAN

Bab 1.  PENDAHULUAN Bab 1 http://www.gunadarma.ac.id/ PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi biaya yang tepat dan akurat dapat membantu perusahaan untuk menentukan harga jual yang sesuai dengan mutu produk tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Akuntansi Biaya 2.1.1. Pengertian Akuntasi Biaya Secara garis besar Akuntasi berarti pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan penyajian dari transaksi-transaksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pembiayaan Sistem pembiayaan (costing system) secara umum terbagi menjadi dua tipe, yaitu sistem akuntansi biaya konvensional. Sistem akuntansi biaya konvensional menggunakan

Lebih terperinci

AKUNTANSI BIAYA KA2083. Modul Praktek. Hanya dipergunakan di lingkungan Fakultas Ilmu Terapan

AKUNTANSI BIAYA KA2083. Modul Praktek. Hanya dipergunakan di lingkungan Fakultas Ilmu Terapan AKUNTANSI BIAYA KA2083 Modul Praktek Hanya dipergunakan di lingkungan Fakultas Ilmu Terapan Program Studi D3 Komputerisasi Akuntansi Fakultas Ilmu Terapan Universitas Telkom Daftar Penyusun Daftar Penyusun

Lebih terperinci

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing

Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P a b r i k T a h u B u G i t o D e n Metode Process Costing Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-01-06 Perhitungan Harga Pokok Produksi þÿ P a d a P

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan penyajian biaya pembuatan dan penjualan produk atau jasa, dengan cara-cara tertentu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan bagian akuntansi yang mencatat berbagai macam biaya, mengelompokkan, mengalokasikannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Pokok Produksi 2.1.1 Pengertian harga pokok produksi Harga pokok produksi adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan ditransfer ke produk dalam proses pada periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Secara garis besar bahwa akuntansi dapat diartikan sebagai pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PROSES PADA PERUSAHAAN SOUN CAP KETELA MAS TAMBAK. Dwi Suprajitno.

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PROSES PADA PERUSAHAAN SOUN CAP KETELA MAS TAMBAK. Dwi Suprajitno. ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI DENGAN METODE HARGA POKOK PROSES PADA PERUSAHAAN SOUN CAP KETELA MAS TAMBAK. Dwi Suprajitno Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perhitungan harga

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya 2.2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi sebagai salah satu ilmu terapan mempunyai dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Salah satu yang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL PADA PABRIK ROTI DEE- DEE BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL PADA PABRIK ROTI DEE- DEE BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI UNTUK MENENTUKAN HARGA JUAL PADA PABRIK ROTI DEE- DEE BAKERY DENGAN MENGGUNAKAN METODE FULL COSTING Nama : Nur Amelia NPM : 25210114 Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Istichanah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biaya dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Biaya Biaya merupakan salah satu komponen yang sangat penting karena biaya sangat berpengaruh dalam mendukung kemajuan suatu perusahaan dalam melaksanakan aktifitas

Lebih terperinci

Penganggaran Perusahaan 53 ANGGARAN PRODUKSI

Penganggaran Perusahaan 53 ANGGARAN PRODUKSI Penganggaran Perusahaan 53 bab 3 ANGGARAN PRODUKSI A. Pengertian Anggaran Produksi Pengertian menurut R A Supriyono (2000) anggaran produksi adalah anggaran yang dinyatakandidalam satuan fisik produk yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Mulyadi (2009:1) Harrison, Horngren, Thomas, Suwardy

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Mulyadi (2009:1) Harrison, Horngren, Thomas, Suwardy BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya merupakan salah satu pengkhususan dalam akuntansi, sama halnya dengan akuntansi keuangan, akuntansi pemerintahan, akuntansi pajak dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Di masa lalu, akuntansi biaya secara luas dianggap sebagai cara perhitungan nilai persediaan yang dilaporkan di neraca dan harga pokok penjualan yang disajikan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Dalam menjalankan fungsinya, manajemen membutuhkan informasi untuk

BAB II BAHAN RUJUKAN. Dalam menjalankan fungsinya, manajemen membutuhkan informasi untuk 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Dalam menjalankan fungsinya, manajemen membutuhkan informasi untuk membuat perencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan. Untuk itu manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Akuntansi dan Akuntansi Biaya l. Pengertian Akuntansi Pengertian akuntansi secara teoritis menurut Skausen dan Hongren (2001:6) adalah "proses pencatatan, penggolongan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya memiliki peranan penting bagi manajemen perusahaan agar dapat memiliki pemahaman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur dalam melakukan produksi memerlukan pengorbanan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur dalam melakukan produksi memerlukan pengorbanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan manufaktur dalam melakukan produksi memerlukan pengorbanan sumber daya untuk memproses bahan mentah atau bahan setengah jadi menjadi barang jadi.

Lebih terperinci