PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI"

Transkripsi

1 PENGHITUNGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI Seperti pada contoh perhitungan kredit pajak luar negeri Wajib Pajak Badan, apabila penghasilan tersebut diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi, untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak harus dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Oleh karena itu, penghitungan PPH Pasal 24 menjadi sebagai berikut : 1. Penghasilan neto dalam negeri Rp ,00 Penghasilan neto luar negeri Rp ,00 PTKP (TK/0) (Rp ,00) Penghasilan Kena Pajak Rp ,00 2. Pajak Penghasilan terutang sesuai tarif pasal 17 UU PPh 5% X Rp ,00 = Rp ,00 15% X Rp ,00 = Rp ,00 25% X Rp ,00 = Rp ,00 30% X Rp ,00 = Rp ,00 Total Rp ,00 3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri: Rp ,00 X Rp ,00 = Rp ,00 Rp ,00 Pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri Rp ,00 ternyata masih lebih kecil di banding batas maksimumnya ( Rp ,00). Oleh karena itu, jumlah kredit pajak luar negeri (pasal 24) yang diperkenankan adalah Rp ,00. KERUGIAN DIDALAM NEGERI PT Tugu Indah Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2011 sebagai berikut. Penghasilan dari usaha luar negeri Rp ,00 Rugi usaha didalam negeri (Rp ,00) Pajak atas penghasilan diluar negeri misalnya 40% Rp ,00 Perhitungan maksimum kredit pajak luar negeri serta pajak terutang adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan dari usaha diluar negeri Rp ,00 Rugi usaha didalam negeri (Rp ,00) Jumlah penghasilan neto Rp ,00) 2. Apabila jumlah penghasilan neto sama dengan Penghasilan Kena Pajak, maka sesuai dengan tariff Pasal 17 UU PPh, Pajak Penghasilan Terutang : 25% X Rp ,00 = Rp ,00

2 3. Batas maksimum kredit pajak luar negeri : Rp ,00 X Rp ,00 = Rp ,00 Rp ,00 Oleh karena pajak yang dibayar diluar negeri (Rp ,00) dan batas maksimum kredit pajak luar negeri yang dapat dikreditkan Rp ,00 masih lebih besar dari jumlah pajak terutang ( Rp ,00), maka pajak yang dibayar diluar negeri diperkenankan untuk dikreditkan dalam perhitungan Pajak Penghasilan yaitu sebesar Pajak Penghasilan yang terutang Rp ,00. PENGHASILAN WAJIB PAJAK DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL Mengacu pada pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan mengatur Objek Pajak yang pengenaan pajaknya tersendiri (diatur dengan peraturan pemerintah). Penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final tidak digabungkan dengan peghasilan teratur lainnya. Contoh : PT. Jayakarta memperoleh penghasilan tahun 2011 yang terdiri atas : 1. Penghasilan dari Cina Rp ,00 dengan tarif pajak 30% 2. Penghasilan dalam negeri Rp ,00 Dalam penghasilan dalam negeri ini termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan sebesar Rp ,00. Penghitungan kredit pajak luar negeri. 1. Penghasilan dari luar negeri Penghasilan dari cina Rp ,00 2. Penghasilan dari dalam negeri Rp ,00 Koreksi (pasal 4 ayat 2) Rp ,00 Rp ,00 3. Total penghasilan neto Rp ,00 4. PPh Terutang: 25% X Rp ,00 = Rp ,00 5. Batas maksimum kredit pajak luar negeri sebesar : Rp ,00 x Rp ,00 = Rp ,00 Rp ,00 Pajak yang terutang di Cina sebesar 30% X Rp ,00 = Rp ,00 namun maksimum kredit pajak yang dapat di kreditkan sebesar Rp ,00 sehigga jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan hanya sebesar Rp ,00. Ayat jurnal kasus pengkreditan. Tgl Akun Debit Kredit PPh terutang PPh pasal , ,00

3 PENGURANGAN/ PENGEMBALIAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan, apabila terjadi pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang dibayar diluar negeri sehingga besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecildari besarnya perhitungan semula, maka selisihnya ditambah pada pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. Contoh : Dalam tahun 2011,Wajib Pajak mendapat pengurangan Pajak atas Penghasilan luar negeri pada tahun pajak 2010 sebesar Rp ,00 yang semula telah termasuk dalam jumlah pajak yang telah dikreditkan terhadap pajak yang telah terutang untuk tahun pajak 2010 maka jumlah sebesar Rp tersebut ditambah pada pajak penghasilan terutang dalam tahun pajak PERUBAHAN BESARNYA PENGHASILAN LUAR NEGERI Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghsilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan pembetulan Surat pemberitahuan Tahunan untuk tahun wajib pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Apabila akibat pembetulan tersebut terjadi koreksi fisikal diluar negeri yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan yang mengakibatkan pajak atas penghasilan yang terutang diluar negeri lebih besar dari pada yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak diluar negeri kurang dibayar, maka terdapat kemungkinan pajak penghasilan diindonesia juga kurang dibayar. Sepanjang koreksi fisikal di luarnegeri dilaporkan sendiri oleh wajib pajak melalui surat pembetulan pemberitahuan tahunan, maka ats kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 aya (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP. Contoh : 1. Penghasilan Diluar negeri (SPT) Rp ,00 2. Penghasilan dalam negeri tahun 2009 Rp ,00 3. Penghasilan diluar negeri setelah dikoreksi di luar negeri Rp ,00 4. Pajak atas penghasilan terutang diluar negeri misalnya 40% 5. PPh pasal 25 yang dibayar Rp ,00 6. PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fisikal diluar negeri sebagai berikut :

4 SPT PPh Badan Pembetulan SPT 1 Penghasilan diluar negeri ,00 1 Penghasilan diluar negeri ,00 2 Penghasilan dalam negeri ,00 2 Penghasilan dalam negeri ,00 3 Penghasilan Kena Pajak ,00 3 Penghasilan Kena Pajak ,00 4 PPh Terutang (tarif Pasal 17) ,00 4 PPh Terutang (tarif Pasal 17) ,00 5 Kredit Pajak Luar Negeri: 5 Kredit Pajak Luar Negeri: Rp x Rp Rp ,00 x Rp Rp , , ,00 Harus dibayar , ,00 PPh Pasal , ,00 PPh pasal , ,00 NIHIL *dalam contoh ini terjadi NIHIL bila terjadi kurang bayar tidak ditagih bunga. Apabila koreksi fisikal diluar negeri menyebabkan penghasilan dan pajak penghasilan yang terutang diluar negeri lebih kecil dari yang dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan, sehingga pajak pajak diluar negeri lebih dibayar, maka hal ini mengakibatkan pajak penghasilan yang terutang diindonesia menjadi lebih kecil, sehingga Pajak Penghasilan menjadi lebih dibayar. Atas kelebihan bayar pajak tersebut dapat dikembalikan kepada wajib pajak setelah perhitungan dengan utang pajak lainnya. Contoh : 1. Penghasilan Diluar negeri (SPT) Rp ,00 2. Penghasilan dalam negeri tahun 2009 Rp ,00 3. Penghasilan diluar negeri setelah dikoreksi di luar negeri Rp ,00 4. Pajak atas penghasilan terutang diluar negeri misalnya 40% 5. PPh pasal 25 yang dibayar Rp ,00 6. PPh terutang sebelumdan sesudah koreksi fiscal di luar negeri sebagai berikut : SPT Pembentukan SPT 1 Penghasilan luar negeri Rp Penghasilan luar negeri Rp Penghasilan dalam negeri Rp Penghasilan dalam negeri Rp Penghasilan kena pajak Rp Penghasilan kena pajak Rp PPh terutang (tarif Pasal 17) Rp PPh terutang (tarif Pasal 17) Rp Kredit pajak luar negeri 5 Kredit pajak luar negeri x x Rp Rp

5 6 Harus dibayar di indonesia Rp Harus dibayar di indonesia Rp PPHh Pasl 25 Rp PPHh Pasl 25 Rp PPh Pasal 29 Rp kurang bayar Rp PPh pasal 29 telah dibayar Rp Lebih bayar Rp PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Sesuai dengan system perpajakandi Indonesia yang dianut yaitu self assessment system bahwa kepada Wajib Pajak diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menghitung pajak terutang,memperhitungkan,menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang. Khusus untuk pembayaran pajak yang dilakukan sendiri oleh wajib pajak selama tahun berjalan atas usahanya (self payment) sesuai ketentuan yang berlaku disebut PPH pasal 25. Dengan Demikian, PPH Pasal 25 adalah angsuran pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan.besarnya angsuran paja tersebut (PPH Pasal 25) digunakan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhit tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak Penghasilan. PPH terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong dan /atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh dikreditkan (Pasal 21,Pasal 22,Pasal 23,Pasal 24) selanjutnya dibagi engan 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Contoh: Pajak penghasilan terutang berdaarkan SPT Tahunan Tn.Brahman (WP Orang Pribadi) Pajak penghasilan 2011 Rp Dikurang: Pajak Penghasilan yang dipotong pemberia kerja (PPh Pasal 21) Rp Pajak peghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp Kredit pajak penghasilan luar negeri(pph pasal 24) Rp Rp Pajak penghasilan yang dibayar sendiri Rp Besarnya PPh pasal 25 yang harus dibay sendiri tiap bulan Tn.Brahman untuk tahun pajak 2012=1/12xRp =Rp

6 Apabila untuk tahun 2011 ternyata penghasilan yang diterima atau diperolehnya untuk masa 6 bulan maka besarnya angsuran bulan yang harus dibayar sendiri tipa bulan tahun pajak 2012=1/6xRp =Rp Perlu diperhatikan bila perhitungan besarnya PPh pasal 25 tersebut untuk Wajib pajak badan terutama berkaitan dengan kredit pajak PPh pasal 21.PPh pasal 21 tidak dapat dikreditkan dalam menghitung besarnya PPh Pasal 25,karena Wajib Pajak Badan sebagai Pemotong PPh Pasal 21. Seperti contoh terdahulu bila Pajak Penghasilan terutang PT Rahwana sebesar Rp sesuai dengan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2011 dan Kredit Pajak (1) PPh pasal 22 sebesar Rp ,(2)PPh pasal 23 sebesar Rp dan (3)PPh pasal 24 sebesar Perhitungan besarnya PPh Pasal 25 Pajak Penghasilan Terutang berdaasarkan SPT Tahunan PT Rahwana Pajak penghasilan 2011 Rp Kredit pajaktpengurangan) Pajak peghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) Rp Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp Kredit paja penghasilan luar negeri(pph Pasal 24) Rp Rp Pajak penghasilan yang dibayar sendiri Rp Besarnya PPh Pasal 15 yang harus dibay sendiri setiap bulannya PT Rahwana untuk tahun pajak 2012=1/12x Rp =Rp AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 Berdasarkan ada contoh diatas pihak yang membayar PPh pasal 25 akan menyusun ayat jurnal Saat pembayaran tiap bulan. PPh Pasal

7 Saat diperhitungkan dengan PPh terutang PPh terutang PPh Pasal (Selama 12 bulan rata-rata membayar Rp per bulan ) Setelah pajak terutan (sesuai SPT Tahunan PPh) dilakukan pengkreditan dengan kredit pajak lainnya yang tidak bersifat final seperti PPh Pasal 21,Pasal 22,Pasal 23,Pasal 24 sisanya hasih harus dikurangi dengan angsuran pajak (PPh Pasal 25) yang telah disetor selama satu tahun pajak.apabila ternyata masih terdapat bagian pajak terutang yang belum dibayar pada akhit tahun (PPh pasal 29) maka penyetoran harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak. Pembayaran PPh Pasal 25 sebagai angsuran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak setiap bulan yang telah ditetapkan sesuai batas waktu pembayaran yaitu paling lambat tanggal 15 bulan takwin berikutnya setelah masa pajak berakhir. Contoh:PT Amna membayar PPh pasal 25 bulan MAret 2012 sebesar Rp sehingga ayat juran yang di susun saat pembayaran tunai sebagai berikut PPh Pasal Seperti telah dijelaskan bahwa perhitungan pada akhir tahun dapat terjadi Kurang Bayar dengan mengacu pada pasal 29 Undang-undang PPH demikian sebaliknya dapat erjadi Lebih Bayar yang mengacu pada Pasal 28A UU PPh.Ilustrasi selengkapnya dalam jurnal akhit tahun. 1. Saat akhir tahun atau erhitungan Kurang Bayar PPh Terutang PPh Pasal 25 PPh Pasal 29 Terutang

8 2. Saat Pelunasan PPh Pasal 29 PPh Pasal 29 Terutang Saat akhir atau Perhitungan Lebih Bayar PPh Terutang PPh Pasal 28A Lebih Bayar PPh Pasl PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 Terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia,selain penghasilan usaha yang diperoleh melalui bentuk usaha tetap di imdonesia,dipotong PPh Pasl 26.Pengenaan pajak penghasilan menurut perundang-undangan perpajakn menganut dua sitem,yaitu: 1. Sistem Pemenuhan sendiri Digunakan sebagai kewajiban perpajakan untuk Wajib pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu Bentuk Uaha Tetap di Indonesia 2. Sistem Perpotongan Pada system perpotongan ini,dilakukan pemotongan pajak terhadap penghasilan oleh pihak yang Wajib Pajak luar Negeri lainnya AKUNTANSI PAJK PENGHASILAN PASAL 26 Khususnya untuk PPh Pasal 26 apabila terjadi pembayaran deviden dan bnga yang ditunjukan pembayaran kepada Wajib Paka Luar Negeri yang bersifat final (tetapi perlu diperhatikan adanya perjanjian dengan Negara lain) maka tariff yang umumnya diberlaukan untuk PPh Pasal 26 yaitu sebesar 20% haruslah diperlakukan penyesuaian dengan tariff menurut perjanjian perpajakn.dengan menggunakan tariff yang lebih rendah terhadap wajib pajak luar negeri harus menunjukan keterangan domisili dari kantor pajak Negara asal.secara umum akuntansi komersial dan akuntasi pajak berkaitan dengan PPh Pasal 26 tidak terdapat perbedaan perlakuan. Sebagai contoh,pt Dahana membayar premi ansuransi kepada Nagoya Corporation Ltd.sebesar Rp dengan perkiraan penghasilan neto sesuai Keputusan Menteri Keuangan sebesar 50%. Perhitungan PPh Pasal 26 yang dipotong oleh PT Dahana=(20%x50%xRp )=Rp Ayat jurnal bagi pihak pemotong

9 1. Saat pemotongan PPh Pasal 26 Premi ansuransi PPh pasal 26 terutang Saat Penyetoran PPh Pasal 26 PPh Pasal 26 terutang PPh Pasal 26 merupakan Pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas potongan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap yang pemenuhannya sebagaimana diuraikan diatas.sifat pengenaan terhadap PPh pasal 26 ini adalah final,sehingga tidak dapat dikreditkan dengan pajak terutang alinnya. AKUNTANSI PAJAK ATAS PAJAK PENGHASILAN YANG PENGENAANNYA BERSIFAT FINAL (PPH PASAL 4 AYAT 2) Dengan mengacu pada Pasal 4 ayat 2 UU Pajak Penghasilan sebagi penghasilan tertentu yang pengenaan pajak nya diatur dalam peraturan pemerintah.pertimbangan yang mendasar diberikannya perlakuan sendiri antara lain adalah kesederhaan dalam pemugutan pajak,keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajaknya serta perkembangan ekonomi dan moneter.penghasilanpenghasilan tertentu yang pengenaannya bersifat final meliputi Bunga DEposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia SBI) Peraturan pemrinttah nimor 138 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000 atas bunga deposito dan tabungan serta sertifikat Bank Indonesia termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito atau tabungan yang ditempatkan diluar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau luar negeri di Indonesia dikenakan pemotongan pajak yang bersifat final termasuk bank Indonesia.Sedangkan tariff diatur sebagai berikut 1. Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas bunga dan diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan,baik orang pribadi maupun badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap di Indonesia 2. Sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan tariff yang ditetapkan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dan bersifat final atas bunga diskonto yang terutang atau dibayarkan kepada penerima penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri,baik orang pribadi maupun badan selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

10 PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN TERHADAP WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG BERPENGHASILAN RENDAH Pada prinsipnya pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia bersifat Final.Namun demikian,bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang tergolong berpenghasilan relative rendah dan seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto yang dalam satu tahun pajak tidak melebih Peghasilan Tidak Kena Pajak(PTKP) atas pajak yang telah dipotong ersebut dapat diajukan permohonan retritusi melalui prosedur retritusi sederhana. DIKECUALIKAN dari PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN Atas penghasilan berupa bunga yang berasl dari deposito dan tabngan serta Sertifikat Bank Indonesia yang dikecualikan atau tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut 1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjnag jumlah deposito dan tabungan serta sertifikat bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp dan bukan merupakan jumlah yang dipecah pecah 2. Bunga dan Diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia Contoh : PT Bank Aman membayar bunga bank sebesar Rp kepada PT Amarta atas deposito. Jumlah bunga yang dibayarkan = 20% x Rp = Rp Ayat Jurnal yang dibuat oleh PT Bank Aman adalah sebagi berikut. Saat pengakuan beban bunga. Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp) Beban Bunga Utang Bunga PPh Final Saat pembayaran beban bunga Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp) Utang Bunga PPh Final BEBERAPA JENIS PENGHASILAN PENGENAAN PAJAKNYA BERSIFAT FINAL Terdapat beberapa jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah atau keputusan/peraturan Menteri Keuangan akan disampaikan pada tabel berikut, sedangkan perlakuan yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. 1. Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan penghasilan yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun( penghasilan yang pemajakan tidak bersifat final).

11 2. Jumlah PPh atas penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final tersebut tidak dapat diperhitungkan/ dikreditkan dengan PPh yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang dikenakan pajak dengan tarif progresif pada akhir tahun. 3. Beban /biaya/pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan PPh nya bersifat final tidak dapat dikurangkan dalam rangka perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, pasal-pasal yang mengatur mengenai jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final terdapat dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1), Pasal 15, Pasal 19 ayat (1), Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (4). Jenis penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final (sewaktu-waktu sesuai aturan pelaksaan dapat berubah) secara ringkas tampak pada tabel berikut. No. Jenis Penghasilan Tarif Keterangan Dasar Hukum 1. Bunga Deposito/Tabungan dan 20% Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 20% Jumlah bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri Jumlah bruto bagi Wajib Pajak luar negeri atau tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda(p3b) yang berlaku 2. Hadiah Undian 25% Jumlah bruto nilai hadiah yang dibayarkan atau nilai pasar hadiah berupa natura atau kenikmatan 3. Bunga Simpanan Anggota Koperasi 15% Seluruh bunga yang diterima, tanpa dikurangi batas bunga simpanan yang tidak dipotong PPh sebesar Rp Penghasilan Bunga dan Diskonto dari Obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan pada perdagangan di bursa Efek 5. Penjualan Saham Pendiri dan Bukan Pendiri di Bursa Efek 6. Penjualan bahan bakar minyak,gas dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas 20% 20% 20% 0,1% 0,5% 0.25 % 0,3% Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi Dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal diatas harga perolehan obligasi tidak termasuk bunga berjalan Dari selisih lebih harga jual atau niali nominal diatas harga perolehan obligasi Jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham Tambahan PPh bagi pemilik saham pendiri, dari nilai saham pada saat penawaran umum perdana. Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina Dari penjualan tidak termasuk PPN untuk kepada SPBU bukan Pasal 4 ayat (2) PP No. 131/ /KMK.04/01 Kep.217/PJ./01 Pasal 4 ayat(2) PP No.132/2000 Kep.395/PJ./200 1 Pasal 23 ayat (4)g 522/KMK.04/19 98 SE- 43/PJ.43/1998 Pasal 4 ayat (2) PP No.6 Tahun /KMK.03/20 02 Pasal 4 ayat (2) PP No.41/1994 PP No.14/ /KMK.04/19 97 SE-06/PJ.4/1997 Pasal 22 Undang-Undang PPh

12 0,3% 0,3% Pertamina dan Non SPBU. Dari penjualan bahan bakar gas tidak termasuk PPN. Dari penjualan pelumas tidak termasuk PPN. 7. Penjualan hasil produksi dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha tertentu. 8. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan,/atau Bangunan 9. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan Tanah dan/atau Bangunan 10. Usaha Jasa Kontruksi yang memenuhi kualifikasi usaha kecil dan nilai pengadaan s.d satu miliar rupiah 11. Uang pesangon, uang manfaat pensiun. Tunjangan Hari Tua atau jaminan Hari Tua. 12. Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran dalam negeri. 13. Penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha pelayaran atau penerbangan luar negeri. 14. Penghasilan Wajib Pajak LN yang mempunyai kantor perwakilan 0,1% 0,25 % 0,45 % Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan kertas di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan untuk semua jenis semen di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri. Dari dasar pengenaan PPN untuk penjualan baja di dalam negeri. 0,3% 10% Jumlah bruto nilai penjualan/ pengalihan tanah dan atau bangunan lainnya. Nilai pengalihan kurang dari Rp 60 juta tidak diharuskan membayar PPh. 10% Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan. 2% 4% 4% Atas imbalan jasa pelaksanaan kontruksi. Atas imbalan jasa perencanaan kontruksi. Atas imbalan jasa pengawasan kontruksi Tarif ditetapkan berbeda untuk setiap jenis pembayaran yaitu untuk pembayaran uang pesangon, manfaat pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. Lebih jelasnya perhatian bab akuntansi Pajak Penghasilan. Pasal 22 Undang-Undang PPh Pasal 4 ayat (2) PP No.27/ /KMK.04/19 96 PP No.79/ /KMK.04/ Pasal 4 ayat (2) PP No.5 Tahun 2002;120/ KMK.03/2002 KEP- 227/PJ./2002 Pasal 4 ayat (2) PP No.40/2009 Pasal 4 ayat (2) PERMENKEU 16/ PMK.03/2010/ Tanggal 25 Januari ,2% Dari peredaran bruto. Pasal /KMK.04/ ,64 % 0,44 % Dari peredaran bruto. Pasal /KMK.04/1 996 Dari peredaran bruto. Pasal /KMK.04/1

13 dagang di Indonesia berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan. 15. Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun atas beban APBN/APBD yang diterima pejabat Negara,PNS, Anggota TNI dan POLRI, serta pensiunan. 16. Nilai bangunan yang diterima dalam rangka Bangun Guna Serah sehubungan dengan berakhirnya masa perjanjian. 994 Kep- 667/pj./ % Dari peredaran bruto. Pasal 21 ayat (1) PP 45 Tahun 1994 Kep- 545/PJ./2000 5% Dari nilai penyerahan bangunan. Pasal /KMK.04/1 995 SE- 38/PJ.4/1995 Hadiah Undian Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan atas hadiah undian adalah Peraturan Pemerintah No.132 Tahun 2000 Tanggal 15 Desember Sedangkan yang menjadi objek pajak adalah hadiah undian. Pengertian hadiah undian adalah adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang pemberiannya melalui cara undian. Untuk hadiah atau penghargaan yang pemberian tidak dengan cara undian, pemotongan pajak penghasilan melalui Pasal 21 atau Pasal 23/Pasal 26. Tarif Pajak Besarnya tarif pajak atas pemotongan Pajak Penghasilan atas undian sebesar 25% dari jumlah bruto nilai hadiah undian dengan sifat pengenaan bersifat final. Akuntansi Pajak Sebagai contoh, Tn.Arfin memperoleh hadiah undian yang diperolehnya dengan cara undian sebesar Rp ,00 Tunai. Ayat Jurnal Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp) PPh final Hadiah Undian Persewaan Tanah dan/atau Bangunan Dasar hukum pengertian Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan adalah Peraturan Pemerintah No.5 Tahun 2002 Tanggal 23 Maret 2002 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Tarif Pajak Besarnya tarif Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan ditetapkan sebesar 10%(sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan bersifat final.

14 Pengertian jumlah bruto adalah semua jumalh yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan. Akuntansi Pajak Sebagai contoh, PT Aman membayar sewa tanah dan bangunan sebesar Rp Jurnal yang dibuat sebagai berikut. 1. Saat pemotongan PPh Pasal 4(2) Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp) Beban Sewa Bangunan PPh final Saat penyetoran PPh Pasal 4(2) Tgl Akun Debit (Rp) Kredit (Rp) PPh final Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1 Januari 2009 dan sebagai tindak lanjut pelaksanaan ketentuan Pasal 17 ayat (2d) ditetapkanlah aturan yang terutang dalam Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Dividen yang diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dikenai Pajak Penghasilan sebesar 10% ( sepuluh persen) dan bersifat final. Tata cara pengenaan pajaknya dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen. Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan Kepada Anggota Koperasi Mengacu Pasal 4 ayat (2) huruf a, bahwa penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota kopeerasi orang pribadi dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Pasal 17(7) mengatur penetapan Tarif Pajak tersendiri. Peraturan Pemerintah no.15 Tahun 2009 mengatur tentang berikut ini. 1. Penghasilan Berupa Bunga Simpanan yaitu imbalan berupa bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi dari dana simpanan anggota koperasi orang pribadi pada koperasi terdapat orang pribadi tersebut menjadi anggota. 2. Tidak termasuk dalam kategori Penghasilan Berupa Bunga Simpanan yaitu bunga simpanan yang diterima anggota koperasi orang pribadi yang merupakan bagian dari Sisa Hasil Usaha(SHU).

15 3. Besarnya Pajak Penghasilan dan sifat pengenaan: a. 0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp per bulan; atau b. 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebuh dari Rp per bulan. c. Sifat pengenaan pemotongan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final. 4. Saat terutangnya yaitu pada saat pembayaran yang dilakukan koperasi. 5. Peraturan pemerintah mulai berlaku pada tanggal 1 Januari Pajak Penghasilan atas Penghasilan Transaksi Derivatif Ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan bahwa transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai Pajak Penghasilan bahwa transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Peraturan Pemerintah No.17 tahun 2009 telah mengatur berikut ini. 1. Pengertian transaksi derivatif adalah transaksi yang didasari pada kontrak dan perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi,ekuiti dan indeks baik yang diikuti dengan pergerakan maupun tanpa pergerakan dana atau instrumen. 2. Kontrak berjangka yaitu perjanjian termasuk pada kontrak standar untuk membeli atau menjual sejumlah efek atau komoditas yang jumlah, mutu, jenis, tempat dan waktu penyerahan di kemudian hari telah ditetapkan. 3. Margin Awal yaitu sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjaminan untuk menjamin pelaksaan transaksi kontrak berjangka. 4. Lembaga kliring dan penjaminan adalah badan usaha yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk pelaksaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka. 5. Penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang dirdagangkan di bursa dikenai Pajak Penghasilan sebesar 2,5% 9dua koma lima persen) dari margin awal. Sifat pengenaannya yaitu bersifat final. 6. Saat terutangnya yaitu pada saat orang pribadi atau badan menerima dan/atau memperoleh penghasilan. Lembaga kliring dan Penjaminan wajib memungut Pajak Penghasilan pada saat menerima penyetoran margin awal oleh pialang berjangka atau anggota bursa. 7. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa: PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2 Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa: Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap perlakuan perpajakan dan perhitungan Pajak Penghasilan atas penghasilan

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan Final: Suatu Penjelasan Singkat atas Objek, Tarif, dan Pihak yang ditunjuk Sebagai Pemotong

Pajak Penghasilan Final: Suatu Penjelasan Singkat atas Objek, Tarif, dan Pihak yang ditunjuk Sebagai Pemotong Journal of Business and Economics December 2010 Vol. 9 No. 2, p 116-124 ISSN: 1412-0070 Pajak Penghasilan Final: Suatu Penjelasan Singkat atas Objek, Tarif, dan Pihak yang ditunjuk Sebagai Pemotong Billy

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 38 /PJ/2009, TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT PAJAK TABEL AKUN PAJAK DAN 1. Kode Akun Pajak 411121 Untuk Jenis Pajak PPh Pasal 21 100 Masa PPh Pasal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-26/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-34/PJ/2010

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B.PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR PAJAK PERHATIAN 77 S SPT AN

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 770 PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI FORMULIR DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHATIAN 177 S SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; DALAM NEGERI LAINNYA;

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL 25 BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR 1770 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1. Aturan Perbankan II.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah: Bank adalah bidang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK IDENTITAS PERHATIAN TAHUN PAJAK FORMULIR SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 770 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

Lebih terperinci

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN

TABEL KODE AKUN PAJAK DAN KODE JENIS SETORAN TABEL AKUN PAJAK DAN Berdasarkan : 1. PER-38/PJ/2009 2. PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010 3. PER-24/PJ/2013 Keterangan : 1. Yang berwarna.. adalah perubahan yang terdapat dalam PER-23/PJ/2010 dan SE-54/PJ/2010

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ.

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ. PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN WP ORANG PRIBADI SEDERHANA (FORMULIR 1770 S DAN LAMPIRANNYA) (Sesuai PER-34/PJ./2009 dan PER-66/PJ./2009) Tahun Pajak : 2009 Formulir 1770 S ini merupakan formulir SPT Tahunan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PERHATIAN 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN SPT YANG DIKENAKAN

Lebih terperinci

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot

SURAT SETORAN PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SSP. 25 April STIE Widya Praja Tanah Grogot STIE Widya Praja Tanah Grogot Tanggal Penerbitan 25 April 2016 Pertemuan SURAT SETORAN PAJAK Wajib Pajak dapat membayar pajak yang terutang dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1. Dengan menggunakan Surat Setoran

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS

BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS BAB IV EVALUASI PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 PADA PT TGS Pada laporan rugi laba yang telah dibuat oleh PT TGS yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2003 menunjukkan adanya unsur penjualan yang telah berhasil

Lebih terperinci

PA JAK PENGHASILAN F INAL

PA JAK PENGHASILAN F INAL PAJAK PENGHASILAN FINAL DEFINISI Pajak yang terutang dan dibayarkan seketika penghasilan diperoleh atau diterima. Pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak lain yang ditentukan. Ketika

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh 165 BAB VIII SURAT KETERANGAN BEBAS PEMOTONGAN dan/atau PEMUNGUTAN PPh PENGERTIAN SKB adalah Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh bagi WP yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu, sama

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR TAHUN PAJAK KEMENTERIAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 24/PJ/2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 0 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 6 G. LAMPIRAN F. ANGSURAN PPh PASAL TAHUN PAJAK BERIKUTNYA E. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR D. KREDIT PAJAK C. PPh TERUTANG B. PENGHASILAN KENA PAJAK A. PENGHASILAN NETO IDENTITAS FORMULIR BAGI WAJIB PAJAK YANG

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI. YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL 10 S SPT AN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DALAM NEGERI LAINNYA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL PERHATIAN SEBELUM

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 12 BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang pelaksanaan kerja praktek Selama melaksanakan praktek kerja lapangan penulis di tempatkan di bagian pemasaran dan bagian umum. Di bagian ini pula penulis

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh), karena dalam PPh ada Perampungan yang dilakukan setiap akhir tahun

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh), karena dalam PPh ada Perampungan yang dilakukan setiap akhir tahun Jenis pajak yang memiliki sifat final, dimana si pembayar pajak tidak lagi dikenai kewajiban untuk memasukkan obyek pajak dan pajak yang bersangkutan kedalam perhitungan pajak akhir tahun, karena pajak

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 6 BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS; DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA; YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU X PEMBUKUAN PENCATATAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI 2 0 0 MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN ATAU NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL BAB V BAB V BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN DENGAN TARIF KHUSUS

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan)

PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) PERTEMUAN 13: PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan) A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai PPh Pasal 25 (Umum /Perhitungan), Anda harus mampu: 1.1 Memahami Definisi PPh Pasal 25, Subjek

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771 SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN

I. PENDAHULUAN MAKSUD DAN TUJUAN I. PENDAHULUAN Mengingat pentingnya masalah Perpajakan dalam pengelolaan Dana Pensiun, maka perlu adanya pedoman mendasar tentang Perpajakan. Peraturan Perpajakan Dana Pensiun mengacu pada Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

Pemotongan/PemungutanPPh

Pemotongan/PemungutanPPh Pemotongan/PemungutanPPh KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORATJENDERALPAJAK OASIS Pemotongan/Pemungutan PPh R E V I S I 2 0 1 3 UNTUK KEPENTINGAN DINAS TIDAK DIPERJUALBELIKAN OASIS PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE PASAL 04 AYAT 02 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20%

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

Materi E-Learning Perpajakan

Materi E-Learning Perpajakan Kompilasi Materi Teori Perpajakan : 1. Bentuk Usaha Tetap 2. Norma Perhitungan Penghasilan Netto 3. Pajak Penghasilan Final 4. Utang Pajak dan Penagihan Pajak Sumber : Seri Perpajakan www.pajak.go.id BENTUK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d.

III/$ 2 0 A A KREDIT PAJAK DALAM NEGERI N P W P : NAMA WAJIB PAJAK : PERIODE PEMBUKUAN : s.d. 1771 - III/$ LAMPIRAN - III KREDIT PAJAK DALAM NEGERI NO. NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / TRANSAKSI PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dokter merupakan seseorang yang memiliki kompetensi di bidang kesehatan dan bertugas memberikan layanan kesehatan kepada pasien dalam rangka membantu menyembuhkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI IDENTITAS FORMULIR PERHATIAN MEMPUNYAI PENGHASILAN DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA DARI PENGHASILAN LAIN

Lebih terperinci

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK

DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK DATA IDENTITAS WAJIB PAJAK A. NPWP : 0 7 4 5 6 1 2 3 0 0 1 3 0 0 0 B. C. JENIS USAHA : SPESIFIKASI USAHA : D. ALAMAT : Pegawai Swasta JL. BATU TULIS NO. 33 E. KELURAHAN / : KECAMATAN F. KOTA / KODE POS

Lebih terperinci

PPh Pasal 26. Pengantar

PPh Pasal 26. Pengantar PPh Pasal 26 Pengantar PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak LN (baik orang pribadi maupun badan) selain bentuk

Lebih terperinci

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak

PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak PERTEMUAN 6 By Ely Suhayati SE MSi Ak PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2) / PPH FINAL Penghasilan yang termasuk penghasilan pasal 4 ayat (2) perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajaknya

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA

SPT TAHUNAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA X PADA 1771/$ PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI

Lebih terperinci

MAKALAH PERPAJAKAN. Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA

MAKALAH PERPAJAKAN. Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA MAKALAH PERPAJAKAN Disusun Oleh : Florentina Rosalia Marseli UNIVERSITAS SRIWIJAYA Tahun 2016-2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya, pasti memiliki kebijakan

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

PER - 43/PJ/2009 BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2),

PER - 43/PJ/2009 BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2), PER - 43/PJ/2009 BENTUK FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2), Contributed by Administrator Friday, 24 July 2009 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN 1771 PERHATIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN SEBELUM MENGISI BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN)

Lebih terperinci

SOSIALISASI. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017

SOSIALISASI. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017 SOSIALISASI SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Tahun Pajak 2017 PMK NOMOR 243/PMK.03/2014 s.t.d.t.d. PMK NOMOR 9/PMK.03/2018 Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan,

Lebih terperinci

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK :

NOMOR :. TANGGAL : MULAI TAHUN PAJAK : D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR C. KREDIT PAJAK B. PPh TERUTANG A. PENGHASILAN KENA PAJAK IDENTITAS 1771/$ SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 SPT TAHUNAN 1771 DEPARTEMEN KEUANGAN RI ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK BERI TANDA "X" DALAM (KOTAK) YANG SESUAI ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS 2 0 0 6 SESUAI DENGAN PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini (awal tahun 2007) berpengaruh terhadap penerimaan pajak yang

BAB I PENDAHULUAN. kini (awal tahun 2007) berpengaruh terhadap penerimaan pajak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak terjadinya kenaikan BBM dipertengahan tahun 2000 lalu hingga kini (awal tahun 2007) berpengaruh terhadap penerimaan pajak yang disebabkan karena berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

I Daftar dan Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Pengecualian: a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Perpajakan 1. Pengertian pajak Menurut Rochmat Soemitro seperti dikutip oleh Waluyo ( 2007 : 3 ) mengemukakan bahwa : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang

Lebih terperinci

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00.

a. Rp ,00 d. Rp ,00 b. Rp ,00 e. Rp ,00. SOAL PAJAK SMK 1.Penghasilan yang termasuk obyek PPh Pasal 21 (Pajak Penghasilan Pasal 21) adalah. a. bunga b. deviden c. Gaji d. royalty e. sewa 2. Berdasarkan data laporan keuangan atas usaha tahun pajak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain :

BAB II BAHAN RUJUKAN. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan alat bagi pemerintah dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN

SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN FORMULIR 1771 KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN PERHATIAN : SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan kejelasan bagi masyarakat dalam memahami

Lebih terperinci

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK

KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK KONSEP PENDAPATAN DALAM PAJAK MENGHITUNG PAJAK TERUTANG Pajak Terutang = Tarif PPh X Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak ====> Penghasilan Netto Penghasilan Netto = Penghasilan - Biaya Perhitungan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 2 September 2013 A. Umum SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 42/PJ/2013 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Secara umum pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010

Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan Oleh Bambang Kesit Accounting Department UII Yogyakarta 21 Juni 2010 Pokok-Pokok Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan 2008 Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN

BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN BAB IV ANALISIS PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS KOMPENSASI OPSI SAHAM UNTUK KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN A. Pajak Penghasilan atas Kompensasi Opsi Saham untuk Karyawan dari Pekerjaan

Lebih terperinci

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018

I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018 I. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018 Pada tanggal 12 April 2018 telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian

Lebih terperinci

2

2 2 3 4 5 6 7 8 JAWABAN SOAL 1: a. Pajak final adalah pajak yang terutang dan dibayarkan seketika saat penghasilan diperoleh atau diterima, serta pemotongan dilakukan oleh pemberi penghasilan, atau pihak

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi. Selain mendapat imbalan atas jasa pelaksanaan konstruksi yang diberikan, PT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG Menimbang : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 32/PJ/2013 TENTANG TATA CARA PEMBEBASAN DARI PEMOTONGAN DAN/ATAU PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BAGI WAJIB PAJAK YANG DIKENAI PAJAK PENGHASILAN

Lebih terperinci

a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu.

a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas harus dicatat secara teratur dan kronologis menurut urutan waktu. LAMPIRAN I Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Yang Diterima Dari Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai Pajak Bersifat Final a. Peredaran kegiatan usaha dan/atau

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM.

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM. SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini, yang dimaksud dengan : Pasal 1 1. Wajib Pajak adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan

BAB II LANDASAN TEORI. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Pajak Menurut Mr. Dr. N. J. Feldmann yang telah diterjemahkan oleh Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2010:6), Pajak adalah prestasi yang dapat dipaksakan sepihak

Lebih terperinci

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut:

Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan rincian sebagai berikut: Putusan Nomor : Put- 87938/PP/M.XVIB/25/2017 Jenis Pajak : PPh Final Pasal 4 ayat (2) Tahun Pajak : 2012 Pokok Sengketa : bahwa dalam sengketa banding ini terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak, dengan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MEMPUNYAI PENGHASILAN : 1. DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN

Lebih terperinci

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6)

Penghasilan Lainnya Bulan... Tahun... Biaya (Rp) Jumlah Bruto (Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-4/PJ/2009 Bentuk dan Tata Cara Pencatatan Yang Diterima Dari Luar Kegiatan Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Yang Merupakan Objek Pajak Yang Tidak Dikenai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2

PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PENCATATAN PAJAK Dwi Martani 1 PAJAK PERUSAHAAN Pajak penghasilan perusahaan Pajak pihak ketiga PPN dan PPnBM Pajak Lain-lain 2 PAJAK PENGHASILAN Pajak atas penghasilan perusahaan yang dipotong oleh pihak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2000 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci