POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG"

Transkripsi

1 ` POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT JIWA PROF. HB. SA ANIN PADANG KARYA TULIS ILMIAH Oleh : DINO SAPUTRA NIM : JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2017

2 ` POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT JIWA PROF. HB. SA ANIN PADANG KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Diploma pada Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Padang Oleh : DINO SAPUTRA NIM : JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG TAHUN 2017

3 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Dino Saputra NIM : Tempat/tanggal lahir : Lubuk Basung/ 31 Agustus 1996 Agama Status perkawinan Orang tua : Islam : Belum Menikah : Ayah : Jhonni Aries Ibu : Samsi Fitri Alamat : Pasar Durian, Manggopoh, Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam, Sumatra Barat Riwayat Pendidikan Pendidikan Tahun TK Pertiwi SD Negeri 18 Balai Satu SMP Negeri 2 Lubuk Basung SMA Negeri 2 Lubuk Basung Poltekkes Kemenkes Padang

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan Judul Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang Tahun 2017 Peneliti menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari ibu Heppi Sasmita, S.Kp, M.Kep, Sp.Jiwa selaku pembimbing I dan bapak H. Sunardi, SKM, M.Kes selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan peneliti dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Dan tidak lupa pula mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak H.Sunardi,SKM,M.Kes selaku Direktur Politeknik kesehatan Kementrian Kesehtan RI Padang. 2. Ibu Hj.Murniati Muchtar,SKM, M.Biomed selaku Ketua Jurusan Keperawatan Politenik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI padang. 3. Ibu Ns.Idrawati Bahar,S.Kep M.Kep selaku Ketua Program Studi D III Keperawatan Padang Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Padang. 4. Ibu Dr. Lily Gracediani, M.Kes selaku kepala RSJ Prof. HB. Saanin Padang beserta staf yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian. 5. Bapak ibu dosen serta staf Jurusan Keperawatan yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman selama perkuliahan. 6. Teristimewa kepada oragtua dan saudara tercinta yang telah memberikan semangat dan dukungan serta restu yang tak dapat ternilai dengan apapun. 7. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang Program Studi D-III keperawatan Padang serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. 8. Kepala Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. 9. Perawat ruangan rawat inap Dahlia RSJ Prof. HB. Saanin Padang yang telah membantu untuk melakukan penelitian karya tulis ilmiah.

6 10. Para sahabat saya Gian Sizal, Fauzan Suki, Angga Ujang dan Yanda Ijun yang selalu membantu peneliti dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, peneliti berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta peneliti mendoakan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Semoga nantinya dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan. Aamiin. Padang, Juni2017 Peneliti

7

8

9 POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PADANG JURUSAN KEPERAWATAN Karya Tulis Ilmiah, Juni 2017 Dino Saputra Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Isi : xii + 62 Halaman + 9 Lampiran ABSTRAK Defisit perawatan diri banyak terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa. Penderita gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang sebanyak jiwa (28,5 %) pada tahun Tujuan penelitian ini adalah menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri diruangan dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Desain penelitian yaitu studi kasus dalam bentuk deskriptif. Waktu penelitian tanggal Mei 2017 di Ruangan Dahlia RSJ Prof HB Saanin Padang. Populasi adalah 21 orang pasien gangguan jiwa yang mengalami defisit perawatan diri dan sampel yang diambil adalah 2 (dua) orang pasien defisit perawatan diri yang berada di Ruang Dahlia RSJ Prof HB Saanin Padang dengan cara simple random sampling. Instrumen yang digunakan adalah format pengkajian sampai evaluasi keperawatan jiwa. Cara pengumpulan data dimulai dari wawancara, pengukuran, observasi dan studi dokumentasi. Analisa yang dilakukan meliputi menganalisis semua tahapan proses keperawatan jiwa dibandingkan dengan dan teori. Hasil penelitian didapatkan partisipan 1 lebih suka menyendiri, malu, tidak memiliki kemampuan melakukan aktivitas dan mencurigai orang lain. Partisipan 2 mendengar suara-suara yang menyuruh untuk tidak melakukan aktivitas, mondar mandir, bicara sendiri dan terdapat penyakit kulit diseluruh tubuhnya. Diagnosa keperawatan jiwa yang didapatkan yaitu, defisit perawatan diri, harga diri rendah, pada partisipan 1 terdapat resiko perilaku kekerasan dan pada partisipan 2 halusinasi serta kerusakan integritas kulit. Rencana keperawatan jiwa yang dilaksanakan sudah terstandar dan intervensi untuk kerusakan integritas kulit yaitu pemberian salap ketokonazole, semua rencana tindakan keperawatan jiwa dapat dilaksanakan pada implementasi keperawatan dan evaluasi. Penelitian ini Sebagai gambaran dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri bahwa perawat tidak hanya terfokus melakukan implementasi pada diagnosa defisit perawatan diri saja tetapi harus memperhatikan diagnosa penyerta seperti kerusakan integritas kulit. Kata Kunci (Key Word) : Defisit Perawatan Diri, Asuhan Keperawatan Daftar Pustaka : 20 ( )

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR RIWAYAT HIDUP...i HALAMAN PENGESAHAN...ii KATA PENGANTAR...iii LEMBAR ORISINALITAS...v LEMBAR PERSETUJUAN...vi ABSTRAK...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL...x DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR LAMPIRAN...xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 B. Rumusan Masalah...6 C. Tujuan Penelitian...7 D. Manfaat Penelitian...8 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Pengertian Rentang Respon Defisit Perawatan Diri Proses Terjadinya Masalah Defisit Perawatan Diri Psikodinamika Terjadinya Defisit Perawatan Diri Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri Tanda dan Gejala Defisit Perawatan Diri Dampak Defisit Perawatan Diri Mekanisme Koping...15 B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri Pengkajian Pohon masalah Masalah keperawatan Intervensi keperawatan Implementasi keperawatan Evaluasi keperawatan Dokumentasi keperawatan...33 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian...34 B. Tempat dan waktu...34 C. Populasi dan sampel...34 D. Instrument pengumpulan data...35 E. Teknik pengumpulan data...36 F. Jenis dan cara pemgumpulan data...37

11 G. Analisa Data...38 BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kasus Pengkajian Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan...48 B. Pembahasan Pengkajian Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan...58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...60 B. Saran...62 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Intervensi keperawatan...22 Tabel 4.1 Deskripsi Kasus...39

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Rentang respon defisit perawatan diri...10 Gambar 2.2 Psikodinamika terjadinya defisit perawatan diri...13 Gambar 2.3 Pohon masalah...22

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pengkajian asuhan keperawatan jiwa Partisipan 1 dan partisipan 2 Lampiran 2. Inform consent partisipan 1 dan partisipan 2 Lampiran 3. Lembar konsultasi proposal Lampiran 4. Lembar konsultasi karya tulis ilmiah Lampiran 5. Surat pengantar izin penelitian Poltekkes Kemenkes Padang Lampiran 6. Surat izin penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Lampiran 7. Surat telah selesai melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Lampiran 8. Daftar nama pasien Defisit Perawatan Diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang Lampiran 9. Ganchart Kegiatan

15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU Nomor 18 pasal 1 & 3 Tahun 2014 Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, bekerja secara produktif serta mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya (UU Kesehatan Jiwa, 2014). Apabila seseorang/individu tersebut mengalami kesehatan jiwa baik fisik, mental, spiritual, tapi tidak dapat mengendalikan stres dan tidak ingin bersosialisasi dengan orang lain maka individu tersebut mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir, kehendak, emosi dan tindakan, di mana individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungan (Marshaly, 2013). Menurut Madalise dkk (2015) Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak /menyakiti dirinya sendiri. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, terdapat sekitar 350 juta orang mengalami depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang menderita skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Karena berbagai faktor biologis, psikologis, sosial dan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah serta memberikan dampak

16 pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang (WHO, 2016). Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia dengan gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di DI Yogyakarta dan Aceh (masing-masing 2,7%), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat (0,7%). Prevalensi gangguan jiwa berat nasional sebesar 1,7 jiwa per mil.sedangkan di Provinsi Sumatera Barat prevalensi gangguan jiwa berat dalam persentase sekitar 1,9%, dibawah DI Yogyakarta dan Aceh yang mengalami gangguan jiwa berat paling tinggi (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data dari Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas kesehatan Kota Padang, jumlah kunjungan rawat jalan, rawat inap dan kunjungan gangguan jiwa di sarana pelayanan kesehatan Kota Padang tahun 2014 didapatkan kunjungan gangguan jiwa di RSJ Prof HB Saanin Padang dengan klien rawat jalan laki-laki dan perempuan sebanyak orang, kunjungan rawat inap laki-laki dan perempuan sebanyak orang (Profil Kesehatan Kota Padang Tahun 2014, Dinas Kesehatan Kota Padang 2015). Data dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang pada tahun 2016, pasien dengan gangguan jiwa sebanyak jiwa dengan pasien rawat inap baru sebanyak jiwa dan pasien lama sebanyak jiwa, sedangkan pasien rawat jalan baru sebanyak jiwa dan pasien lama sebanyak jiwa dengan skizofrenia sebanyak jiwa. Penderita gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri sebanyak jiwa (28,5 %) dan terbanyak pada tahun 2016 adalah di ruang Gelatik sebanyak 534 jiwa.

17 Sedangkan Maret 2017 didapatkan data pasien dengan gangguan jiwa di 6 Ruangan diantaranya Ruang Melati sebanyak 41 orang, Ruang Cendrawasih 12 orang, Ruang Merpati 27 orang, Ruang Flamboyan 16 orang, Ruang Nuri 32 orang dan di Ruang Dahlia didapatkan 44 orang pasien dengan 21 orang dengan gangguan defisit perawatan diri. Gangguan jiwa terbagi kedalam dua jenis yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat. Skizofrenia merupakan salah suatu gangguan jiwa berat yang akan membebani masyarakat sepanjang hidup penderita, ditandai dengan disorganisasi pikiran, perasaan dan perilaku defisit perawatan diri. Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berhias, makan dan BAK/BAB (Khaeriyah,2013). Menurut Yusuf (2015) Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak rapi. Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri biasanya tampak seperti rambut kotor, gigi kotor, badan berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor, rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien perempuan tidak berdandan, tidak ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran dan tidak pada tempatnya, buang air besar atau buang air kecil

18 tidak pada tempatnya dan tidak membersihkan diri dengan baik setelah buang air besar atau buang air kecil (Keliat dan Akemat, 2014) Dampak apabila defisit perawatan diri tidak ditangani, maka akan berakibat buruk baik bagi dirinya sendiri, orang lain sertalingkungan sekitarnya. Dampak fisik bagi dirinya sediri yaitu banyaknya gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan diri dengan baik seperti gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. Sedangkan untuk dampak psikososial yaitu gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi dan gangguan interaksi sosial (Dermawan, 2013). Sedangkan dampak bagi orang lain dan lingkungan sekitarnya adalah terganggunya kenyamanan dan ketentraman masyarakat. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diantaranya sebagai pendidik, narasumber, penasihat dan pemimpin (Direja, 2011). Adapun peran perawat dalam penanganan masalah defisit perawatan diri di rumah sakit jiwa yaitu melakukan penerapan asuhan keperawatan berupa penerapan strategi pelaksanaan defisit perawatan diri. Strategi pelaksanaan pada pasien defisit perawatan diri yaitu dengan melatih pasien cara perawatan kebersihan diri/mandi, melatih pasien berdandan atau berhias, melatih pasien makan dan minum secara mandiri dan mengajarkan pasien melakukan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri (Fitria, 2012). Untuk mengoptimalkan kemampuan pasien dalam perawatan diri, maka petugas memberikan reward

19 atau reinforcement kepada pasien berupa pujian yang dapat memotivasi pasien untuk melakukan kebersihan diri. Berdasarkan hasil Penelitian yang dilakukan oleh Khaeriyah (2013) di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang, mengenai kemampuan perawatan diri pada 50 orang klien defisit perawatan diri yang diberikan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan kemampuan perawatan diri pre dan post strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri. Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang merupakan rumah sakit tipe A yang ada di kota padang dan merupakan salah satu Rumah Sakit Jiwa terbesar yang ada di Sumatera Barat. Menurut pengalaman peneliti saat praktek klinik keperawatan Jiwa II di Ruangan Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang pada tanggal 31 oktober sampai dengan 12 november 2016 ditemukan sekitar 6 dari 10 (60%) pasien dengan masalah defisit perawatan diri. Hasil wawancara dengan salah satu petugas didapatkan sekitar 65% pasien yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang mengalami gangguan defisit perawatan diri. Masalah yang biasanya timbul pada pasien di ruangan tersebut yaitu badan klien bau, pakaian yang tidak rapi, makan berceceran, dan kadang buang air besar dan buang air kecil tidak pada tempatnya seperti di tempat tidur. Survey awal pada tanggal 21 Maret 2017 di Ruang Dahlia didapatkan 44 orang pasien pada bulan Maret dengan 21 orang mengalami gangguan defisit perawatan diri. Berdasarkan studi pendahuluan dari 21 orang pasien

20 dilakukan observasi kepada 3 orang pasien dan didapatkan gejala seperti, pakaian yang tidak rapi, makan berceceran dan rambut acak-acakan. Penerapan strategi pelaksanaan komunikasi kebersihan diri pada klien sudah diterapkan di ruangan. Strategi Pelaksanaan komunikasi ini dilaksanakan oleh perawat pelaksana dan mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani praktik klinik di ruangan. Tetapi kesenjangan yang ditemukan adalah belum efektifnya pelaksanaan Strategi Pelaksanaan komunikasi ini karena perawat pelaksana belum melakukan secara berkesinambungan serta kurang maksimalnya pengevaluasian yang dilakukan pada klien setelah diberikan intervensi melalui strategi pelaksanaan komunikasi. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas maka peneliti tertarik mengangkat kasus tentang penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang tahun B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan oleh peneliti diatas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Provinsi Sumatera Barat Padang 2017?

21 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Provinsi Sumatera Barat Padang Tujuan Khusus Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut : a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang e. Mampu mendeskripsikan evaluasi pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang 2017.

22 D. Manfaat Penelitian 1. Aplikatif a. Bagi Rumah Sakit dan Perawat Sebagai masukan serta acuan bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan, terutama dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan defisit perawatan diri. b. Peneliti Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri. 2. Pengembangan Keilmuan Hasil penulisan yang di peroleh dapat digunakan sebagai perbandingan dan bahan untuk penelitian selanjutnya di bidang keperawatan dan dapat menjadi referensi dan rujukan dalam pembuatan ataupun pengaplikasian askep gangguan Defisit Perwatan Diri.

23 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Pewatan diri adalah salah satu kemampuan manusia dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari guna mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien bisa dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri sendiri (Depkes, 2000 dalam Direja, 2011). Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Poter. Perry, 2005 dalam Direja, 2011). Tarwoto dan Wartonah (2000, dalam Direja, 2011) menjelaskan kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan, 2013) Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan seseorang untuk melakukan aktifitas perawatan diri seperti mandi, berhias/berdandan, makan dan toileting. Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak rapi. Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Pasien gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini

24 merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, 2015). 2. Rentang Respon Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai berikut : Adaptif Maladaptif Pola perawatan diri Kadang perawatan diri seimbang kadang tidak Gambar 2.1 Rentang Respon Tidak melakukan perawatan diri pada saat stress a. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri. b. Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya, c. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor. 3. Proses Terjadinya Masalah Defisit Perawatan Diri Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), penyebab defisit perawatan diri adalah : a. Faktor predisposisi 1) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu. 2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

25 3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. 4) Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. b. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah: 1) Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. 2) Praktik sosial Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene. 3) Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. 4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya. 5) Budaya

26 Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan. 6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain. 7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. 4. Psikodinamika terjadinya defisit perawatan diri Perasaan negatif terhadap diri sendiri Trauma situasional - Kecelakaan - Perceraian - Korban perkosaan - Putus sekolah Perasan tidak mampu

27 Harga Diri Rendah Faktor Predisposisi - Perkembangan : keluarga terlalu memanjakan klien - Biologis : penyakit kronis - Kemampuan realitas menurun : ketidakpedulian dirinya - Sosial : kurang dukungan dan latihan Kemampuan melakukan aktivitas menurun Faktor Presipitasi - Kurang penurunan motivasi - Kerusakan kognisi atau perceptual - Lelah/lemah yang dialami individu Data Subyektif - Pasien mersa lemah - Malas untuk beraktivitas - Merasa tidak berdaya Data Obyektif - Rambut kotor, acak-acakan - Badan dan pakaian kotor dan bau - Mulut dan gigi bau - Kulit kusam dan kotor - Kuku panjang dan tidak terawat Koping individu tidak efektif Defisit Perawatan Diri Menarik diri, merasa tidak berguna, rasa bersalah Ketidakpedulian merawat diri Menghindari interaksi dengan orang lain stress kesepian Isolasi sosial Koping individu tidak efektif Gambar 2.2 Proses terjadinya defisit perawatan diri (Dermawan, 2013) 5. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri Menurut Nurjannah (2004, dalam Dermawan (2013) Jenis-jenis defisit perawatan diri terdiri dari:

28 a. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan diri. b. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri. c. Kurang perawatan diri : makan Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan. d. Kurang perawatan diri : toileting Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan. 6. Tanda dan Gejala Defisit Perawatn Diri Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah : a. Fisik 1) Badan bau, pakaian kotor. 2) Rambut dan kulit kotor. 3) Kuku panjang dan kotor. 4) Gigi kotor disertai mulut bau. 5) Penampilan tidak rapi. b. Psikologis 1) Malas, tidak ada inisiatif. 2) Menarik diri, isolasi diri. 3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina. c. Sosial 1) Interaksi kurang. 2) Kegiataan kurang. 3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma. 4) Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

29 Data yang biasa ditemukan dalam defisit perawatan diri adalah : a. Data subyektif 1) Pasien merasa lemah. 2) Malas untuk beraktivitas. 3) Merasa tidak berdaya. b. Data obyektif 1) Rambut kotor, acak-acakan. 2) Bdan dan pakaian kotor dan bau. 3) Mulut dan gigi bau. 4) Kulit kusam dan kotor. 5) Kuku panjang dan tidak terawat. 7. Dampak Defisit Perawatan Diri Menurut Dermawan (2013) dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene ialah : a. Dampak fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku. b. Dampak psikososial Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencinti, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial. 8. Mekanisme Koping Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut: a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).

30 b. Penyangkalan ( Denial ), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi sakit atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk, 2015). c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013). d. Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan sudah nasibnya atau sekarang ia sudah tidak menderita lagi (Yusuf dkk, 2015) B. Asuhan Keperawatan Teorotis 1. Pengkajian Keperawatan a. Identitas Biasanya identitas terdiri dari: nama klien, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, tanggal masuk, alasan masuk, nomor rekam medik, keluarga yang dapat dihubungi. b. Alasan Masuk Biasanya apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat dirumah sakit. Biasanya masalah yang di alami pasien yaitu senang menyendiri, tidak mau banyak berbicara dengan orang lain, terlihat murung, penampilan acak-acakan, tidak peduli dengan diri sendiri dan mulai mengganggu orang lain. c. Faktor Predisposisi. Pada pasien yang mengalami defisit perawatan diri ditemukan adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, adanya

31 penyakit fisik dan mental yang diderita pasien sehingga menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri. Ditemukan adanya faktor perkembangan dimana keluarga terlalu melindungi dan memanjakan pasien sehingga perkembangan inisiatif terganggu, menurunnya kemampuan realitas sehingga menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri serta didapatkan kurangnya dukungan dan situasi lingkungan yang mempengaruhi kemampuan dalam perawatan diri. d. Pemeriksaan Fisik Biasanya pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tandatanda vital (TTV), pemeriksaan secara keseluruhan tubuh yaitu pemeriksaan head to toe yang biasanya penampilan klien yang kotor dan acak-acakan. e. Psikososial 1) Genogram Biasanya menggambarkan pasien dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, dilihat dari pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh. 2) Konsep diri a) Citra tubuh Biasanya persepsi pasien tentang tubuhnya, bagian tubuh yang disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai. b) Identitas diri Biasanya dikaji status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelamin dan posisinnya. c) Peran diri

32 Biasanya meliputi tugas atau peran pasien dalam keluarga/ pekerjaan/ kelompok/ masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau perannya, perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat, bagaimana perasaan pasien akibat perubahan tersebut. d) Ideal diri Biasanya berisi harapan pasien terhadap kedaan tubuh yang ideal, posisi, tugas, peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien terhadap lingkungan sekitar, serta harapan pasien terhadap penyakitnya e) Harga diri Biasanya mengkaji tentang hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi, dampak pada pasien berubungan dengan orang lain, fungsi peran tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan atau penghargaan orang lain. f) Hubungn sosial Biasanya hubungan pasien dengan orang lain sangat terganggu karena penampilan pasien yang kotor sehingga orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan dalam behubungan dengan orang lain, minat berinteraksi dengan orang lain. g) spiritual 1) Nilai dan keyakinan Biasanya nilai dan keyakinan terhadap agama pasien terganggu karna tidak menghirauan lagi dirinya. 2) Kegiatan ibadah Biasanya kegiatan ibadah pasien tidak dilakukan ketika pasien menglami gangguan jiwa. h) Status mental

33 1) Penampilan Biasanya penampilan pasien sangat tidak rapi, tidak tahu cara berpakaian, dan penggunaan pakaian tidak sesuai. 2) Cara bicara/ pembicaraan Biasanya cara bicara pasien lambat, gagap, sering terhenti/bloking, apatisserta tidak mampu memulai pembicaraan. 3) Aktivitas motorik Biasanya klien tampak lesu, gelisah, tremor dan kompulsif. 4) Alam perasaan Biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina. 5) Afek Biasanya afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien berubah-ubah, kesepian, apatis, depresi/sedih dan cemas. 6) Interaksi selama wawancara Biasanya respon pasien saat wawancara tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak kurang serta curiga yang menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara atau orang lain. 7) Persepsi Biasanya pasien berhalusinasi tentang ketakutan terhadap hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran, penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien tidak mau membersihkan diri dan pasien mengalami depersonalisasi. 8) Proses pikir Biasanya bentuk pikir pasien otistik, dereistik, sirkumtansial, kadang tangensial, kehilangan asosiasi,

34 pembicaraan meloncat dari topik satu ke topik lainnya dan kadang pembicaraan berhenti tiba-tiba. i) Kebutuhan pasien pulang 1) Makan Biasanya pasien kurang makan, cara makan pasien terganggu serta pasien tidak memiliki kemampuan menyiapkan dan membersihkan alat makan. 2) Berpakaian Biasanya pasien tidak mau mengganti pakaian, tidak bisa menggunakan pakaian yang sesuai dan tidak bisa berdandan. 3) Mandi Biasanya pasien jarang mandi, tidak tahu cara mandi, tidak gosok gigi, tidak mencuci rambut, tidak menggunting kuku, tubuh pasien tampak kusam dan bdan pasien mengeluarkan aroma bau. 4) BAB/BAK Biasanya pasien BAB/BAK tidak pada tempatnya seperti di tempat tidur dan pasien tidak bisa membersihkan WC setelah BAB/BAK. 5) Istirahat Biasanya istirahat pasien terganggu dan tidak melakukan aktivitas apapun setelah bangun tidur. 6) Penggunaan obat Apabila pasien mendapat obat, biasanya pasien minum obat tidak teratur. 7) Aktivitas dalam rumah Biasanya pasien tidak mampu melakukan semua aktivitas di dalam maupun diluar rumah karena pasien selalu merasa malas. j) Mekanisme koping

35 1) Adaptif Biasanya pasien tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak bisa menyelesikan masalah yang ada, pasien tidak mampu berolahraga karena pasien selalu malas. 2) Maladaptif Biasanya pasien bereaksi sangat lambat atau kadang berlebihan, pasien tidak mau bekerja sama sekali, selalu menghindari orang lain. 3) Masalah psikososial dan lingkungan Biasanya pasien mengalami masalah psikososial seperti berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan. Biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dari keluarga, pendidikan yang kurang, masalah dengan sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan. 4) Pengetahuan Biasanya pasien defisit perawatan diri terkadang mengalami gangguan kognitif sehingga tidak mampu mengambil keputusan. k) Sumber Koping Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stressdan mengadopsi strategi koping yang efektif. 2. Pohon Masalah Effect Isolasi Sosial Core Problem Defisit Perawatan Diri

36 Causa Harga Diri Rendah Kronis Gambar 2.3 Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri (Fitria, 2012) 3. Masalah Keperawatan Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan defisit perawatan diri menurut Fitria (2012), adalah sebagai berikut: a. Defisit perawatan diri b. Harga diri rendah c. Isolasi sosial 4. Intervensi Keperawatan Berdasarkan Nursing Intervention Classification & Nursing Outcome Clsasification (2016) : MASALAH KEPERWATAN Defist perawatan diri : mandi NOC Tabel 2.1 Perawatan diri : mandi Kriteria hasil : - Masuk dan keluar dari kamar mandi - Mengambil alat/bahan mandi - Mendapat air mandi - Menyalakan keran - Mengatur air - Mengatur aliran air - Mandi di bak cuci - Mandi di bak mandi - Mandi dengan bersiram - Mencuci wajah - Mencuci badan NIC Bantuan perawatan diri : mandi/berpakaian Definisi : membantu pasien melakukan kebersihan diri. Aktivitaas-aktivitas : 1. Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri 2. Pertimbangkan usia pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri 3. Tentukan jumlah dan tipe terkait bantuan

37 bagian atas - Mandi badan bagian bawah - Membersihkan area perineum - Mengeringkan badan yang diperlukan 4. Letakkan handuk, sabun, deodoran, alat bercukur, dan asesoris lain yang diperlukan di tepi tempat tidur atau kamar mandi 5. Sediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan kehangatan, suasana rileks, privasi dan pengalaman pribadi 6. Fasilitsi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat 7. Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri dengan tepat 8. Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan kemampuan merawat diri pasien 9. Monitor integritas kulit pasien 10.Jaga ritual kebersihan 11. Fasilitasi untuk mempertahankan rutunitas waktu tidur pasien yang biasanya, tanda sebelun tidur, dan obyek yang familiar untuk pasien 12.Dukung orangtua atau keluarga berpartisipasi dalam ritual menjelang tidur yang biasa dilakukan, dengan tepat 13.Berikan bantuan sampai pasien benarbenar mampu merawat diri secara mandiri Memandikan Aktivitas-aktivitas : - Bantu memandikan

38 Defist perawatan diri : berpakaian Perawatan diri : berpakaian/berdandan Kriteria hasil : - Memilih pakaian - Mengambil pakaian dari lemari - Mengambil pakaian dari lemari dinding - Mengambil pakaian - Memakai pakaian bagian atas - Memakai pakaian bagian bawah - Mengancingkan baju - Menggunakan ikat pasien dengan menggunakan kursi untuk mandi, bak tempat mandi, mandi dengan mandiri, dengan menggunakan cara yang tepat atau sesuai keinginan pasien - Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau keinginan - Mandi dengan air yang mempunyai suhu yang nyaman - Bantu dalam hal perawatan perineal jika memang diperlukan - Bantu dalam hal kebersihan - Cukur pasien sesuai dengan indikasi - Tawarkan mencuci tangan setelah eliminasi dan sebelum makan - Monitor kondisi kulit saat mandi - Monitor fungsi kemampuan saat mandi Berpakaian Definisi : memilih, memakaikan, dan melepaskan pakaian seseorang yang tidak bisa melakukan sendiri Aktivitas-aktivitas : 1. Identifikasi area dimana pasien membutuhkan bantuan dalam berpakaian 2. Monitor kemampuan pasien untuk berpakaian sendiri

39 Defist perawatan diri : makan/minum pinggang - Menutup resleting - Memakai kaos kaki - Memakai sepatu - Memasang tali sepatu - Membuka baju bagian atas - Membuka baju bagian bawah Perawatan diri : makan Kriteria hasil : - Menyiapkan makanan yang akan disantap - Membuka tutup makanan - Menggunakan alat makan - Menaruh makanan pada alat makan - Mengambil cangkir atau gelas - Memasukkan makanan ke mulut dengan jari - Memasukkan makanan ke mulut dengan sendok - Memasukkan makanan ke mulut dengan peralatan (makan) - Minum dengan gelas atau cangkir - Menaruh makanan di mulut 3. Pakaikan pasien setelah membersihkan diri diselesaikan 4. Dukung pasien untuk berpartisipasi dalam pemilihan pakaian 5. Dukung penggunaan perangkat perawatan diri dengan tepat 6. Pakaikan pakaian yang tidak ketat, dengan tepat 7. Ganti pakaian pasien pada saat waktu tidur 8. Tawari untuk mencuci pakaian, bila perlu 9. Berikan bantuan sampai pasien sepenuhnya mampu memikul tanggung jawab untuk berpakaian sendiri Bantuan perawatan diri: pemberian makan Definisi : membantu seseorang untuk makan Aktivitas-aktivitas : 1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan 2. Identifikasi diet yang disarankan 3. Atur meja dan nampan makanan agar terlihat menarik 4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan 5. Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi mengunyah dan menelan 6. Berikan bantuan fisik, sesuai kebutuhan 7. Berikan penurunan

40 - Memanipulasi makanan di mulut - Mengunyah makanan - Menelan makanan - Menelan minuman - Menghabiskan makanan nyeri yang cukup sebelum makan, dengan tepat 8. Berikan kebersihan mulut sebelum makan 9. Makanan disajikan dengan tepat dalam nampansesuai kebutuhan, misalnya daging yang sudah dipotong atau telur yang telah dikupas 10. Buka bungkusan makanan 11. Jangan meletakkan makanan pada sisi dimana pandangan seseorang tidak dapat melihat 12. Gambarkan lokasi dari makanan yang ada di nampan untuk seseorang yang memiliki gangguan penglihatan 13. Posisikan pasien dalam posisi makan yang nyaman 14. Berikan pengalas makanan 15. Berikan sedotan minuman, sesuai kebutuhan atau sesuai keinginan 16. Berikan makanan dengan suhu yang paling sesuai 17. Sediakan makanan dan minuman yang disukai, dengan tepat 18. Monitor berat badan pasien dengan tepat 19. Monitor status hidrasi pasien dengan tepat 20. Dukung pasien untuk makan di ruang makan, jika tersedia 21. Sediakan interaksi

41 Defist perawatan diri : elminasi Perawatan diri : eliminasi Kriteria hasil : - Merespon saat kandung kemih penuh dengan tepat waktu - Menanggapi dorongan untuk buang air besar secara tepat waktu - Masuk dan keluar dari kamar mandi - Membuka pakaian - Memposisikan diri di toilet atau alat bantu eliminasi - Sampai ke toilet antara dorongan atau hampir keluarnya urin - Sampai ke toilet antara dorongan sampai keluarnya feses - Mengosongkan kandung kemih - Mengosongkan usus - Mengelap sendiri setelah buang urin - Mengelap sendiri setelah buang air besar - Berdiri setelah sosial dengan tepat 22. Berikan alat-alat yang bisa memfasilitasi pasien untuk makan sendiri 23. Gunakan cangkir dengan pegangan yang besar, jika diperlukan 24. Gunakan alat makan dan gelas yang tidak mudah pecah dan tidak berat, sesuai kebutuhan 25. Berikan penanda sesering mungkin dengan pengawasan ketat, dengan tepat Bantuan perawatan diri: eliminasi Definisi : membantu dalam eliminasi Aktivitas-aktivitas : 1. Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri 2. Pertimbangkan usia pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri 3. Lepaskan baju yang diperlukan sehingga bisa melakukan eliminasi 4. Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk eliminasi pada interval waktu tertentu 5. Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi

42 eliminasi atau berdiri dari kursi bantu untuk eliminasi - Merapikan pakaian setelah ke kamar mandi 6. Beri privasi selama eliminasi 7. Fasilitasi kebersihan toilet setelah menyelesaikan eliminasi 8. Ganti pakaian pasien setelah eliminasi 9. Siram toilet/berdihkan alatalat untuk eliminasi (kursi toilet/commode, pispot) 10. Buatlah jadwal aktivitas terkait eliminasi, dengan tepat 11. Instruksikan pasien atau yang lain dalam rutinitas toilet 12. Buatlah kegiatan eliminasi, dengan tepat dan sesuai kebutuhan 13. Sediakan alat bantu (misalnya, kateter eksternal atau urinal), dengan tepat 14. Monitar integritas kulit pasien Manajemen lingkungan Aktivitas-aktivits : 1. Ciptakan lingkungan yang aman bagi pasien 2. Lindungi pasien dengan pegangan pada sisi/bantalan disisi ruangan yang sesuai 3. Dampingi pasien selama tidak ada perawatan bangsal 4. Sediakan tempat tidur

43 dengan ketinggian yang rendah 5. Letakkan benda yang sering digunakan dalam jangkauan pasien 6. Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman 7. Sediakan linen dan pakaian dalam dengan kondisi baik 8. Singkirkan bahanbahan yang dipergunakan selama penggantian pakaian dan eliminasi, serta bau apapun yang tersisa, sebelum kunjungan dan waktu makan A. Tindakan keperawatan pada pasien Menurut dermawan (2013), penatalaksanaan defisit perawatan diri dapat dilakukan dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP). Strategi pelaksanaan tersebut adalah : SP 1 pasien : 1) Identifikasi masalah perawatan diri : kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK. 2) Jelaskan pentingnya kebersihan diri. 3) Jelaskan cara dan alat kebersihan diri. 4) Latih cara menjaga kebersihan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku. 5) Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk latihan mandi, sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu), potong kuku (satu kali per minggu). SP 2 pasien :

44 1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian. 2) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan. 3) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, rias muka untuk perempuan; sisiran, cukuran untuk pria. 4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. SP 3 pasien : 1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian. 2) Jelaskan cara dan alat makan dan minum. 3) Latih cara dan alat makan dan minum. 4) Latih cara makan dan minum yang baik. 5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum yang baik. SP 4 pasien : 1) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum. Beri pujian. 2) Jelaskan cara buang air besar dan buang air kecil yang baik. 3) Latih buang air besar dan buang air kecil yang baik. 4) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan dan minum serta buang air besar dan buang air kecil. B. Tindakan keperawatan pada keluarga SP 1 keluarga : 1) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien. 2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala dan proses terjadinya defisit perawatan diri (gunakan booklet). 3) Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri. 4) Latih cara merawat : kebersihan diri. 5) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberikan pujian. SP 2 keluarga : 1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien kebersihan diri. Beri pujian.

45 2) Bimbing keluarga membantu pasien berdandan. 3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan memberi pujian. SP 3 keluarga : 1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian. 2) Bimbing keluarga membantu makan dan minum pasien. 3) Anjurkan membantu pasien sesuai jadwal dan berikan pujian. SP 4 keluarga : 1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat atau melatih pasien kebersihan diri, berdandan, makan dan minum. Beri pujian. 2) Bimbing keluarga merawat buang air besar dan buang air kecil pasien. 3) Jelaskan follow up ke PKM, tanda kambuh, rujukan. 5. Implementasi Implementasi tindakan keoerawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh pasien saat ini. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons pasien didokumentasikan (Prabowo, 2014). 6. Evaluasi Menurut Direja (2011), evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada pasien. Evaluasi dapat dibagi dua yaitu: Evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil tau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respons pasien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.

46 Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai berikut a. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dapat di ukur dengan menanyakan kepada pasien langsung. b. O : Respon objektif pasien terhadap tinddakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada saat tindakan dilakukan. c. A : Analisis ulang atas data subjektif data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. d. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh perawat. Rencana tindakan lanjut dapat berupa: a. Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan c. Rencanakan dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ad serta diagnosa lama dibatalkan d. Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru. Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi aga dapat melihat perubahan berusaha mempertahankan dan memelihara. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforment untuk menguatkan perubahan yang positif. Pasien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan selfreinforcement (Prabowo, 2014). 9. Dokumentasi Dokumentasi implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan hendaknya tidak dianggap hal yang sepele oleh perawat maupun

47 peserta didik keperawatan, dan hal ini dianjurkan menggunakan formulir yang sama seperti dokumentasi proses keperawatan di unit rawat jalan. Gawat darurat, rehabilitasi (Direja, 2011). Dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan setiap tahap proses keperawatan, karenanya dokumentasi asuhan dalam keperawatan jiwa berupa dokumentasi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Dermawan, 2013). BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial,

48 ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, cara hidup (pola hidup), dan lain-lain (Hidayat, 2012). Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada dua responden dengan defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang dari tanggal 17 Mei 2017 sampai dengan 26 Mei C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi adalah seluruh subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam 2015). Populasi dari penelitian ini adalah 21 orang pasien gangguan jiwa yang mengalami defisit perawatan diri setelah di observasi yang berada di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang bulan Maret Sampel Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien defisit perawatan diri yang berda di Ruang Dahlia RSJ Prof HB Saanin Padang tahun Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengumpulkan seluruh pasien gangguan defisit perawatan diri di Ruangan Dahlia yang sudah di observasi yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti. Setelah diobservasi didapatkan 21 orang klien yang memenuhi kriteria, maka dilakukan cara simple random sampling atau acak sederhana yaitu dengan menggunakan cara pengambilan lot nama-nama pasien atau pengundian. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 2 (dua) orang pasien defisit perawatan diri yang berada di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang. Sample yang dipilih berdasarkan kriteria sampel.

49 Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah : a. Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015). Kriteria Inklusi : 1) Pasien dan keluarga bersedia menjadi responden 2) Pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri 3) Klien gangguan jiwa berat yang sudah kooperatif dan sudah bisa berkomunikasi verbal dengan cukup baik 4) Pasien dengan defisit perawatan diri yang berada di Ruang Dahlia RSJ Prof HB Saanin Padang tahun 2017 b. Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2015). Kriteria ekslusi : 1) Pasien yang mengalami cacat fisik yang dapat mengganggu proses penelitian. D. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian atau disebut alat pengumpulan data. Dalam pembuatannya mengacu pada variabel penelitian, definisi operasional dan skala pengukuran data yang dipilih (Suyanto, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format asuhan keperawatan, format skrining dan alat-alat pemeriksaan fisik. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi. 1. Format pengkajian keperawatan terdiri dari: identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, psikososial, genogram, konsep diri, dan program pengobatan. 2. Format analisa data terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, data, masalah, dan etiologi (pohon masalah).

50 3. Format diagnosa keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, tanggal dan paraf ditemukannya masalah, serta tanggal dan paraf dipecahkannya masalah. 4. Format rencana asuhan keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, diagnosa keperawatan, intervensi. 5. Format implementasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan, dan paraf yang melakukan implementasi keperawatan. 6. Format evaluasi keperawatan terdiri dari: nama pasien, nomor rekam medik, hari dan tanggal, diagnosa keperawatan, evaluasi keperawatan, dan paraf yang mengevaluasi tindakan keperawatan. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama yaitu dengan menggunakan teknik observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak (Sugiyono, 2014). 1. Observasi Dalam observasi ini, peneliti mengobservasi atau melihat kondisi dari pasien seperti keadaan umum pasien, ekspresi pasien saat berkomunikasi dan kegiatan pasien di ruangan 2. Pengukuran Pengukuran yaitu melakukan pemantauan kondisi pasien dengan metoda mengukur dengan menggunakan alat ukur pemeriksaan, seperti melakukan pengukuran tanda-tanda vital. 3. Wawancara

51 Peneliti melakukan wawancara dengan kedua partisipan menggunakan format pengkajian yang telah disediakan mulai dari pengkajian identitas sampai kepada aspek medik. 4. Dokumentasi Peneliti melakukan pendokumentasian tindakan yang telah dilakukan. F. Jenis Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari pasien seperti pengkajian kepada pasien, meliputi: Identitas pasien, riwayat kesehatan pasien, pola aktifitas sehari-hari dirumah dan pemeriksaan fisik terhadap pasien. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh langsung dari keluarga, perawat, rekam medis, dan data penunjang (hasil labor dan diagnostik) yang ada di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan. 2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi langsung, dan studi dokumentasi. Adapun langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah: a. Peneliti meminta izin penelitian dari institusi asal peneliti yaitu Poltekkes Kemenkes Padang. b. Meminta surat rekomendasi ke Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang c. Meminta izin ke Kepala Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang

52 d. Meminta izin ke Kepala Ruangan Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang e. Melakukan pemilihan sampel dengan populasi pasien defisit perawatan diri di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang f. Pemilihan sample dilakukan dengan teknik simple random sampling dimana sampel dipilih dengan sistem acak yaitu dengan pengundian, di dapatkan dua sampel untuk dijadikan responden. Dalam hal ini peneliti melakukan pemilihan acak dengan cara mengambil lot nama-nama pasien g. Informed Consent diberikan kepada petugas ruangan sebelum meminta persetujuan responden h. Mendatangi responden dan menjelaskan tentang tujuan penelitian i. Responden menandatangani Informed Consent, peneliti meminta waktu responden untuk melakukan asuhan keperawatan, dan kemudian peneliti pamit dan meninggalkan RSJ Prof. HB. Saanin Padang. G. Rencana Analisis Data yang ditemukan saat pengkajian dikelompokan dan dianalisis berdasarkan data subjektif dan objektif, sehingga dapat dirumuskan diagnosa keperawatan, kemudian menyusun rencana keperawatan dan melakukan implementasi serta evaluasi keperawatan dengan cara dinarasikan. Analisis selanjutnya membandingkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien 1 dan 2 dengan teori dan penelitian terdahulu (Nursalam, 2015). BAB IV DESKRIPSI KASUS DAN PEMBAHASAN Deskripsi kasus ini menjelaskan tentang ringkasan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien defisit perawatan diri yang telah dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang yang dimulai tanggal Mei Gambaran asuhan keperawatan yang telah peneliti lakukan meliputi pengkajian keperawatan,

53 merumuskan diagnosa keperawatan, merumuskan intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan sampai melakukan evaluasi keperawatan. Kasus yang dikelola peneliti berjumlah 2 partisipan, partisipan 1 dengan Tn. N seorang laki-laki, berusia 47 tahun, beragama islam, tinggal di Komp. Villa Anggrek Blok 2 no. 26 RT. 04 RW. 13 Balai Gadang, Koto Tangah, Padang dan tidak memiliki pekerjaan. Partisipan 2 dengan Tn. M seorang laki-laki, berusia 45 tahun, beragama islam, tinggal di Jl. Sudirman no. 125 Jawi-Jawi, Pariaman Tangah dan tidak memiliki pekerjaan. A. Deskripsi Kasus Tabel 4.1 Asuhan Keperawatan Identitas Klien Alasan Masuk Keluhan Utama Partisipan 1 Partisipan 2 Pengkajian dilakukan oleh peneliti pada tanggal 17 Mei 2017 pada pukul 11:00 WIB dan didapatkan identitas klien yaitu jenis kelamin laki-laki dengan inisial Tn. N. Partisipan 1 berusia 47 tahun, agama islam dan bertempat tinggal di Komp. Villa Anggrek Blok 2 no. 26 RT. 04 RW. 13 Balai Gadang, Koto Tangah, Padang. Klien dirawat sejak tanggal 24 april Partisipan 1 masuk Rumah Sakit Jiwa karena klien gelisah, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, mudah tersinggung, meninju-ninju dinding dan adanya perasaan curiga. Klien mengatakan bertengkar dengan kakaknya. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17 Mei 2017, partisipan 1 mengatakan lebih suka sendiri dan tidur-tiduran di kamar. Partisipan 1 mengatakan malu, dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas. Tatapan masih tajam, sering mengepalkan tangannya, masih Pengkajian dilakukan oleh peneliti pada tanggal 17 Mei 2017 pada pukul 14:00 WIB dan didapatkan identitas klien yaitu jenis kelamin laki-laki dengan inisial Tn. M berusia 45 tahun, agama islam dan bertempat tinggal di Jl. Sudirman no. 125 Jawi-Jawi, Pariaman Tangah. Klien dirawat sejak tanggal 2 februari Partisipan 2 masuk Rumah Sakit Jiwa karena klien mengamuk di RSM Regina Eye Center, memecah kaca, melempar mobil, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, bicara-bicara sendiri, baju barlapis-lapis, bau dan kumal. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 17 Mei 2017, partisipan 2 mengatakan ada suara-suara yang menyuruhnya untuk tidak melakukan aktivitas, merasa tidak mampu melakukan aktivitas. Partisipan 2 tampak mondar-mandir dan bicara sendiri, menundukkan kepala. Mulut bau, pakaian

54 Faktor Predisposisi Pemeriksaan Fisik mencurigai orang lain. Penampilan partisipan 1 tampak tidak rapi, kuku pendek tapi kotor, sesekali tampak menggaruk-garuk kaki dan tangannya, dan saat makan masih berserakan dan mulut bau. Partisipan 1 mengatakan sudah mengalami sakit sejak tahun 2004 dan sekarang dirawat untuk yang ketiga kalinya, dirawat terakhir kali pada tahun Partisipan 1 menggelandang ± 3 bulan ini dan kadang pulang ke rumah kakaknya. Partisipan 1 sebelumnya sudah pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. Namun sejak pulang dari rawatan partisipan 1 tidak pernah minum obat. Partisipan 1 mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa. Partisipan 1 pernah sebelumnya melakukan kekerasan kepada anggota keluarganya yaitu bertengkar dengan kakaknya. Tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan serta tindakan kriminal baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar. Partisipan 1 mengatakan tidak pernah memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada partisipan 1 didapatkan TD : 120/80 mmhg, Nadi : 84 x/i, Pernafasan : 21 x/i, Suhu : 36,7 o C. Partisipan 1 mengatakan tidak ada mengalami keluhan tidak rapi, terdapat penyakit kulit di seluruh tubuhnya, tampak menggaruk-garuk tubuhnya. Pada saat makan tampak masih berserakan. Partisipan 2 mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat. Klien menderita penyakit ini sejak tahun Partisipan 2 tidak pernah mengalami aniaya fisik, kekerasan seksual, tindakan kriminal serta penolakan baik dalam keluarga maupun lingkungan sekitar. Partisipan 2 mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa dan tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa serta tidak ada memiliki pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada partisipan 2 didapatkan data TD : 130/70 mmhg, Nadi : 89 x/i, Pernafasan : 19 x/i, Suhu : 37 o C. Partisipan 2 mengatakan badan terasa lemah, mengeluh

55 Psikososial a. Genogram b. Konsep diri c. Hubungan Sosial d. Spiritual fisik pada tubuhnya. Tampak klien menggaruk tangan dan kakinya. Gigi klien terlihat kotor. Pada pengkajian psikososial, partisipan 1 mengatakan orangtuanya sudah meninggal dunia dan dia tinggal dengan kakaknya. Tn. N merupakan anak kelima dari 5 bersaudara. Terkadang Tn. N sering bertengkar dengan kakaknya, mengambil keputusan sendiri dan kabur dari rumah kakaknya. Pengkajian kensep diri pada partisipan 1 didapatkan partisipan 1 mengatakan dirinya seorang laki-laki dan menyukai seluruh bagian tubuhnya serta menyadari perannya sebagai seorang ayah dari anak-anaknya dan suami dari istrinya serta mengatakan dirinya dihargai keluarganya, pada saat ini partisipan 1 ingin cepat sembuh dan ingin pulang. Partisipan 1 mengatakan biasanya dekat dengan anakanak, istri, kakak dan orangtuanya. Partisipan 1 tinggal dengan kakaknya. Tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain disekitarnya. Partisipan 1 tidak ada berperan serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat sejak sakit. Semenjak dirawat partisipan 1 mengatakan jarang melakukan ibadah seperti shalat dan berzikir namun Tn. N menjunjung tinggi dan mengatakan beragama islam kulitnya gatal-gatal, menderita penyakit kulit pada kepala, tangan, kaki dan badan. Pengkajian psikososial partisipan 2 didapatkan partisipan 2 merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara dan mengatakan dirinya belum menikah. Partisipan 2 mengatakan tidak memiliki tempat tinggal dikarenakan kedua orantuanya telah meninggal dunia. Didalam keluarga yang sering mengambil keputusan adalah ayahnya sebelum ayahnya meninggal. Pada pengkajian pola konsep diri didapatkan Partisipan 2 mengatakan tidak ada anggota tubuh yang partisipan 2 tidak sukai. Partisipan 2 menyadari dirinya sebagai seorang lakilaki, tinggal di jalanan dan tidak punya keluarga. Partisipan 2 tidak ada berperan di masyarakat. Partisipan 2 ingin sembuh dan pulang kerumah sendiri. Partisipan 2 mengatakan masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan dan mencari pekerjaan. Pada pengkajian pola hubungan sosial, Partisipan 2 mengatakan tidak memiliki orang terdekat, tidak memiliki peran di dalam masyarakat. Partisipan 2 mengatakan tidak ada orang-orang yang mau menerima keberadaannya. Pada pengkajian pola spiritual didapatkan partisipan 2 mengatakan beragama islam. Tapi partisipan 2 mengatakan tidak perlu beribadah karena

56 Status Mental a. Penampilan b. Pembicaraa n c. Aktivitas Motorik d. Alam Perasaan e. Afek f. Interaksi selama wawancara g. Persepsi h. Proses Pikir i. Isi Pikir j. Tingkat Kesadaran k. Memori l. Tingkat konsentrasi dan Pada saat dilakukan pengkajian partisipan 1 berpenampilan tidak rapi, kuku pendek tapi kotor dan badan bau. Pada saat wawancara partisipan 1 tidak mampu memulai pembicaraan dengan lawan bicara. Partisipan 1 cukup kooperatif namun nada bicara lambat dan pelan. Partisipan 1 tampak gelisah, sering terlihat mondar-mandir di ruangan. Partisipan 1 mengatakan sedih karena jauh dari keluarganya dan khawatir terhadap apabila terjadi sesuatu pada dirinya namun kekhawatirannya masih bisa dikontrol. Pada saat dilakukan wawancara partisipan 1 tampak labil. Pada saat dilakukan wawancara dan interaksi partisipan 1 sering diam dan mudah tersinggung. Partisipan menyuruh untuk wawancara dengan pasien lain. Partisipan 1 mengatakan tidak ada melihat atau mendengar bayangan atau yang tidak nyata. Ketika diajak wawancara partisipan 1 menjawab pertanyaan dengan berbelitbelit dan terkadang tidak nyambung dengan pertanyaan tapi bisa sampai pada tujuan bahasan. Partisipan 1 terus bertanya kapan dia akan pulang. Partisipan 1 tidak mengalami dipersonalisasi pikiran magis tidak akan diterima. Saat dilakukan pengkajian partisipan 2 tampak berpenampilan tidak rapi, kuku agak panjang dan kotor, badan bau dan terdapat penyakit kulit pada kaki, tangan, badan dan kepala. Pada saat wawancara partisipan 2 cukup kooperatf namun tidak mampu memulai pembicaraan. Nada bicara lambat dan pelan. Tampak jarang berbicara dengan pasien lain. Partisipan 2 tampak tegang, jalan mondar-mandir dan sering berdiam diri di tempat tidurnya. Partisipan 2 mengatakan perasaannya biasa-biasa saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pada saat dilakukan wawancara partisipan 2 afeknya labil, kadang tampak tenang. Selama poses interaksi partisipan 2 menjawab pertanyaan dengan suara yang pelan serta kontak mata yang kurang. Namun partisipan 2 tidak menunjukan sikap tidak percaya pada orang. Partisipan 2 bingung, bicara ngawur, bicara-bicara sendiri, mondar-mandir di ruangan. Saat ditanya halusinasinya partisipan 2 membantahnya dan mengatakan tidak ada mendengar suara-suara. Ketika dilakukan wawancara partisipan 2 menjawab pertanyaan dengan berbelitbelit tapi bisa sampai pada

57 berhitung m. n. Kemampua n Penilaian o. Daya tarik diri ataupun waham. Partisipan 1 mengetahui namanya, waktu dan tempat tetapi tampak sering bingung saat wawancara. Pada saat pengkajian partisipan 1 mengatakan tidak ingat kejadian lebih dari 1 tahun yang lalu. Partisipan 1 tidak mampu berkonsentrasi pada saat wawancara sering mengalihkan pembicaraan. Partisipan 1 mampu memilih dan mengambil keputusan yang sederhana ketika diberikan sedikit bantuan misalnya partisipan 1 mampu memilih akan mandi dahulu baru makan. Partisipan 1 mengatakan kurang menyadari tentang perubahan fisik pada dirinya namun tidak menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. tujuan pembicaraan Partisipan 2 terus bertanya kapan pulang, partisipan 2 juga terus mengatakan ia ingin bekerja dan meiliki banyak uang. Partisipan 2 mengetahui nama, tempat dan waktu pada saat dilakukan wawancara, namun sesekali tampak bingung dengan pertanyaan yang baru pertama kali didengarnya. Pengkajian memori, partisipan 2 mengatakan tidak mampu menceritakan tentang pengalaman-pengalaman masa lalunya. Pada saat dilakukan wawancara partisipan 2 tidak mampu berkonsentrasi, asik dengan kesibukannya dan cenderung meninggalkan perawat saat berinteraksi. Partisipan 2 mampu memilih salah satu dari dua pilihan yang diajukan. Partisipan 2 memilih untuk keluar dari proses bercakap-cakap. Partisipan 2 mengatakan menerima bahwa dirinya sedang sakit dan butuh perawatan. Kebutuhan Pasien Pulang a. Makan b. BAB/BAK c. Mandi Partisipan 1 makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayuran tanpa ada pantangan atau alergi. Setelah makan Tn. N membereskan alat makannya. Partisipan 1 mampu BAB/BAK pada tempatnya dan selalu disiram sampai Partisipan 2 makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayuran dan ada pantangan atau alergi yaitu ikan tongkol dan kacang tanah/kedelai. Partisipan 2 BAB/BAK secara mandiri pada tempatnya dan membersihkan kamar mandi (wc) setelah menggunakannya.

58 d. Berpakaian/ berhias e. Istirahat/tid ur f. Pemelihara an kesehatan g. Kegiatan di dalan rumah h. Kegiatan/ak tivitas di luar rumah Mekanisme Koping Masalah Psikososial dan Lingkungan bersih. Partisipan 1 mandi 2x sehari tanpa disuruh tapi jarang menggosok gigi Partisipan 1 sudah bisa berpakaian dengan benar namun belum bisa berhias/bercukur sendiri. Partisipan 1 tidur dengan nyenyak di malam hari, jarang tidur siang, sebelum tidur tidak mencuci kaki, tangan dan gosok gigi Partisipan 1 minum obat teratur dan mengatakan akan selalu minum obat sampai dirinya sembuh. Partisipan 1 mandiri di rumah tanpa dibantu oleh orang lain. Partisipan 1 tidak memiliki pekerjaan, sering berjalan keluar rumah dan pulang pada malam hari. Partisipan 1 mampu berbicara dan berkomunikasi dengan orang lain, bisa menyelesaikan masalah sederana dengan bantuan orang lain. Tapi jika pusing, sering marah tanpa sebab. Partisipan 1 mengatakan didalam kelompok bisa diterima dan tidak diasingkan, tidak ada masalah, merasa tidak pernah melakukan hal yang meresahkan masyarakat, hanya saja kelompok memiliki penilaian berbeda terhadap dirinya. Partisipan 1 hanya bersekolah sampai SMP dan tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Partisipan 1 tidak memiliki pekerjaan, tinggal Partisipan 2 mandi 2x sehari dan harus disuruh petugas, sikat gigi kadang ada kadang tidak. Partisipan 2 sudah bisa berpakaian dengan benar tapi mengganti pakaian harus disuruh petugas. Tidak bisa berhias/bercukur sendiri. Partisipan 2 tidur siang selama 1-2 jam sehari, pada malam hari partisipan 2 tidur dengan cukup. Partisipan 2 tidak pernah melakukan pengobatan baik di puskesmas maupun rumah sakit sebelumnya. Sekarang partisipan 2 mengatakan akan minum obat secara teratur karena ingin sembuh. Partisipan 2 mandiri dirumah tanpa bantuan orang lain. Partisipan 2 tidak memiliki pekerjaan. Partisipan 2 menggelandang di jalanan. Partisipan 2 mengatakan tidak terbuka dengan masalah yang dimilikinya kepada orang lain karena tidak memiliki orang terdekat. Partisipan 2 mengatakan tidak didukung oleh kelompok, tidak ada lingkungan yang mempesulikan keberadaan partisipan 2. Partisipan 2 bersekolah tidak sampai tamat SD, tidak memiliki pekerjaan, tidak memiliki rumah dan tidak mampu berobat sendiri karena tidak ada keluarga yang mendukung dalam program pengobatan.

59 Pengetahuan dengan kakaknya dan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan. Partisipan 1 mengatakan tahu kondisinya saat ini dan klien belum bisa benar-benar mengontrol emosinya. Aspek Medik Partisipan 1 didiagnosa Skizofrenia dengan terapi medik Risperidon : 2x1 mg, Lorazepam : 1x2 mg, Fe : 2x1 mg, As. Folat : 2x1 mg. Perumusan masalah keperawatan Intervensi Keperawaan Dari data hasil pengkajian dan observasi diatas ditemukan diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan prioritas yaitu defisit perawatan diri, harga diri rendah dan resiko perilaku kekerasan. Diagnosa keperawatan prioritas pertama yang diambil adalah defisit perawatan diri. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sebagai berikut : 1. Mengajarkan pasien tentang membersihkan diri dengan cara mandi dengan benar. 2. Mengajarkan pasien cara berhias dan berdandan/bercukur. 3. Mengajarkan pasien cara makan dan minum dengan baik. 4. Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK dengan baik dan benar. Diagnosa keperawatan prioritas kedua adalah harga diri rendah. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sebagai berikut : Partisipan 2 mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya tetapi dia berharap dapat sembuh dari proses pengobatannya dan dapat mencari pekerjaan. Partisipan 2 didiagnosa skizofrenia ytt dengan terapi medik risperidon 2 mg, lorazepam 1x2 mg dan ketokonazole 1x200 mg. Dari data hasil pengkajian dan observasi diatas ditemukan diagnosa keperawatan yang muncul sesuai dengan prioritas yaitu defisit perawatan diri, harga diri rendah dan halusinasi. Diagnosa keperawatan prioritas pertama yang diambil adalah defisit perawatan diri. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sebagai berikut : 1. Mengajarkan pasien tentang membersihkan diri dengan cara mandi dengan benar 2. Mengajarkan pasien cara berhias dan berdandan/bercukur. 3. Mengajarkan pasien cara makan dan minum dengan baik. 4. Mengajarkan pasien melakukan BAB dan BAK dengan baik dan benar. Diagnosa keperawatan prioritas kedua adalah harga diri rendah. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sebagai berikut :

60 Tindakan Keperawatan 1. Membantu pasien memilih beberapa kegiatan yang dapat dilakukannya, pilih salah satu kegiatan yang dapat dilatih saat ini. 2. Membantu pasien memilih kegiatan kedua, latih kegiatan kedua. 3. Membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga. 4. Membantu pasien memilih kegiatan keempat, latih kegiatan keempat. Diagnosa keperawatan prioritas ketiga adalah resiko perilaku kekerasan. Strategi pelaksanaan yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Melatih pasien cara mengontrol marah dengan latihan nafas dalam dan pukul bantal. 2. Melatih pasien 6 cara minum obat yang benar. 3. Mengontrol marah secara verbal yaitu meminta dan menolak dengan baik. 4. Mengontrol marah dengan cara spiritual. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Implementasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh peneliti sesuai dengan kriteria yang telah 1. Membantu pasien memilih beberapa kegiatan yang dapat dilakukannya, pilih salah satu kegiatan yang dapat dilatih saat ini. 2. Membantu pasien memilih kegiatan kedua, latih kegiatan kedua. 3. Membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga. 4. Membantu pasien memilih kegiatan keempat, latih kegiatan keempat. Diagnosa keperawatan prioritas ketiga adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien yaitu sebagai berikut : 1. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik halusinasi. 2. Mengajarkan pasien cara 6 benar minum obat. 3. Mengontrol halusinasi dengan cara bercakapcakap dengan orang lain. 4. Mengontrol halusinsi dengan cara mengajarkan pasien melakukan kegiatan / aktivitas sehari-hari. Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Implementasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh peneliti sesuai dengan kriteria yang telah

61 ditetapkan dengan membuat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien. Implementasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri dilakukan dari tanggal 17 Mei-20 Mei Pada pertemuan pertama sekali yang dilakukan peneliti yaitu membina hubungan saling percaya dan melatih partisipan 1 tentang membersihkan diri dengan cara mandi dengan benar. 2. Kedua peneliti melatih pasien cara berhias dan berdandan. 3. Ketiga peneliti melatih pasien cara makan dan minum dengan baik. 4. Terakhir peneliti melatih pasien cara melakukan BAB dan BAK dengan baik dan benar. Implementasi pada diagnosa keperawatan prioritas kedua yaitu harga diri rendah yang dilakukan dari tanggal 20 Mei- 23 Mei 2017 dengan implementasi sebagai berikut : 1. Pertama peneliti lakukan adalah membina hubungan saling percaya. Selanjutnya membantu mengarahkan pasien untuk mengidentifikasikan aspek positif yang pasien miliki, lalu menolong pasien untuk menilai kegiatan yang dapat pasien lakukan yaitu ditetapkan dengan membuat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien. Implementasi pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri dilakukan dari tanggal 17 Mei-20 Mei Pada pertemuan pertama sekali yang dilakukan peneliti yaitu membina hubungan saling percaya dan melatih partisipan 1 tentang membersihkan diri dengan cara mandi dengan benar. 2. Kedua peneliti melatih pasien cara berhias dan berdandan. 3. Ketiga peneliti melatih pasien cara makan dan minum dengan baik. 4. Terakhir peneliti melatih pasien cara melakukan BAB dan BAK dengan baik dan benar. Implementasi pada diagnosa keperawatan prioritas kedua yaitu harga diri rendah yang dilakukan dari tanggal 20 Mei- 23 Mei 2017 dengan implementasi sebagai berikut : 1. Pertama peneliti lakukan adalah membina hubungan saling percaya. Selanjutnya membantu mengarahkan pasien untuk mengidentifikasikan aspek positif yang pasien miliki, lalu menolong pasien untuk menilai kegiatan yang dapat pasien lakukan yaitu mencuci piring. 2. Melatih kegiatan

62 mencuci piring. 2. Melatih kegiatan kedua yaitu merapikan tempat tidur. 3. Melatih kegiatan ketiga yaitu menyapu ruangan. 4. Melatih pasien kegitan keempat yaitu melipat pakaian. Peneliti juga melakukan implementasi pada diagnosa keperawatan prioritas ketiga yaitu resiko perilaku kekerasan yang dilakukan dari tanggal 23 Mei-26 Mei 2017 adalah : 1. Pada pertemuan pertama peneliti langsung membina hubungan saling percaya dengan pasien dan melatih pasien cara mengontrol marah dengan latihan nafas dalam dan pukul bantal. 2. Kedua peneliti melatih pasien 6 cara minum obat yang benar. 3. Ketiga peneliti melatih pasien cara mengontrol marah secara verbal yaitu meminta dan menolak dengan baik. 4. Dan yang terakhir peneliti melatih pasien cara mengontrol marah dengan cara spiritual. kedua yaitu merapikan tempat tidur. 3. Melatih kegiatan ketiga yaitu menyapu ruangan. 4. Melatih pasien kegitan keempat yaitu melipat pakaian. Peneliti juga melakukan implementasi pada diagnosa keperawatan prioritas ketiga yaitu halusinasi yang dilakukan dari tanggal 23 Mei-26 Mei 2017 dengan implementasi sebagai berikut : 1. Pada pertemuan pertama yang perawat lakukan yaitu membina hubungan saling percaya dan melatih pasien cara menghardik halusinasi. 2. Peneliti melatih pasien dengan cara patuh minum obat. 3. Peneliti melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. 4. Peneliti melatih pasien cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari. Evaluasi Keperawatan Hasil evaluasi defisit perawatan diri pada hari terakhir tanggal 26 Mei 2017 didapatkan, partisipan 1 telah mampu untuk melakukan kegiatan kebersihan diri yaitu mandi secara mandiri dan gosok gigi tanpa harus disuruh, Hasil evaluasi defisit perawatan diri pada hari terakhir tanggal 26 Mei 2017 didapatkan, partisipan 2 telah mampu untuk melakukan kegiatan kebersihan diri yaitu mandi dan gosok gigi tapi belum mandiri. Peneliti sudah

63 telah mampu memakai baju sendiri tetapi masih belum bisa bercukur sendiri, mampu makan sendiri tanpa berserakan serta mampu BAB dan BAK secara mandiri. Hasil evaluasi untuk diagnosa harga diri rendah pada hari terakhir yaitu tanggal 26 Mei 2017 didapatkan bahwa partisipan 1 telah mampu membangun hungan terapeutik dengan peneliti, sudah mulai berbicara dengan pasien lain, sudah bisa melakukan kegiatan sehari-hari seseaui yang diajarkan sertadapat berperan serta dengan baik dalam proses asuhan keperawatan yang dilakukan peneliti. Klien mengatakan senang bisa melaksanakan kegiatan secara bertahap. Hasil evaluasi untuk diagnosa resiko perilaku kekerasanpada hari terakhir yaitu tanggal 26 Mei 2017 didapatkan bahwa, partisipan 1 telah mampu membangun hubungan terapeutik dengan peneliti, sudah mampu mengontrol marah, sudah tau prinsip 6 benar minum obat serta sudah mau malakukan ibadah walaupun kadang lupa. menyampaikan kepada perawat ruangan agar mengoptimalkan kemampuan mandi klien, telah mampu memakai baju sendiri tetapi masih belum bisa bercukur sendiri, mampu makan sendiri tanpa berserakan serta mampu BAB dan BAK secara mandiri. Hasil evaluasi untuk diagnosa harga diri rendah pada hari terakhir yaitu tanggal 26 Mei 2017 didapatkan bahwa partisipan 1 telah mampu membangun hungan terapeutik dengan peneliti, sudah mulai berbicara dengan pasien lain, sudah bisa melakukan kegiatan sehari-hari seseaui yang diajarkan sertadapat berperan serta dengan baik dalam proses asuhan keperawatan yang dilakukan peneliti. Klien mengatakan senang bisa melaksanakan kegiatan secara bertahap. Hasil evaluasi untuk halusinasi pada hari terakhir yaitu tanggal 26 Mei 2017 didapatkan partisipan 2 sudah bisa berinteraksi dengan pasien lain, saat peneliti datang partisipan 2 selalu tersenyum dan menjawab salam peneliti, sudah bisa mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi, sudah rutin minum obat serta mampu melakukan aktivitas yang ada di ruangan dengan baik. B. Pembahasan Kasus

64 Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan jiwa yang di lakukan pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan masalah defisit perawatan diri yang dilakukan sejak tanggal 17 Mei 26 Mei 2017 di ruangan Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang di temukan dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap partisipan 1 dan partisipan 2 dengan defisit perawatan diri. Dalam penyusunan asuhan keperawatan penulis melakukan suatu proses yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut: 1. Pengkajian Keperawatan a. Keluhan utama Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 ditemukan data partisipan 1 masuk karena klien gelisah, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, mudah tersinggung, meninju-ninju dinding dan adanya perasaan curiga. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada partisipan 2 ditemukan data partisipan 2 masuk karena klien mengamuk, memecah kaca, melempar mobil, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, bicarabicara sendiri, baju berlapis-lapis, bau dan kumal. Hal ini sesuai dengan teori Dermawan (2013), menjelaskan bahwa keadaan fisik pasien yaitu badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor/kumal, penampilan tidak rapi. Keadaan psikologis dan sosial klien yaitu klien malas, menarik diri, isolasi diri, interaksi kurang, kegiatan kurang dan tidak mampu berperilaku sesuai norma. Disini pasien malu, tidak memiliki kemampuan, penampilan tidak rapi, tatapan tajam dan sering mengepalkan tangan, terdapat gangguan integritas kulit, malas, kegiatan kurang dan tidak sopan. Asumsi peneliti tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek yang di temukan dilapangan. Disini sudah didapatkan kesesuaian antara

65 kasus dengan konsep teori bahwa tanda dan gejala yang muncul atau yang dialami oleh kedua partisipan terdapat dalam teori. b. Faktor Predisposisi Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 didapatkan faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa (defisit perawatan diri) pada klien adalah kemampuan realitas menurun dimana klien tidak mempedulikan dirinya dan kadang klien berkeliaran di jalanan. Sedangkan penelitian yang dilakukan pada partisipan 2 didapatkan faktor predisposisi (sosial) yang memperberat terjadinya gangguan jiwa pada klien dimana tidak adanya dukungan keluarga serta lingkungan sekitar. Pada pasien gangguan jiwa dengan defisit perawatan diri adanya factor predisposisi seperti faktor kemampuan realitas dan faktor sosial. Hal ini sesuai dengan teori Dermawan (2013), mengatakan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri serta kurangnya dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri dan lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri. Asumsi peneliti tidak terdapat perbedaan antara teori dan kasus yang di temukan dilapangan. Kedua partisipan sama-sama memiliki faktor predisposisi. Hanya saja peneliti mengemukakan bahwa terdapat perbedaan faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa (defisit perawatan diri) antara partisipan 1 dan partisipan 2. Penyebab gangguan jiwa pada partisipan 1 yaitu faktor kemampuan realitas yang menurun dan pada partisipan 2 yaitu faktor soaial, merupakan faktor yang memperberat gangguan jiwa pada klien terutama perawatan diri. c. Hubungan Sosial

66 Penelitian yang dilakukan pada partisipan 1 didapatkan data klien mengatakan biasanya dekat dengan anak-anak, istri, orangtua dan kakaknya. Partisipan 1 tinggal dengan kakaknya, tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain disekitarnya dan klien tidak ada berperan serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat sedangkan pada partisipan 2 mengatakan tidak memiliki orang terdekat, tidak memiliki peran dalam masyarakat, tidak ada orang-orang yang mau menerima keberadaanya. Gangguan pola hubungan sosial pada partisipan 2 tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Dermawan (2013), menyatakan hubungan pasien dengan orang lain sangat terganggu karena penampilan pasien yang kotor sehingga orang sekitar menghindari pasien. Adanya hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, serta hambatan minat berinteraksi dengan orang lain. Asumsi peneliti menyatakan bahwa dari data diatas terdapat perbedaan pada pola hubungan sosial antara partisipan 1 dan partisipan 2 dimana pada partisipan 1 tidak terdapat gangguan sedangkan pada partisipan 2 terdapat gangguan pada hubungan sosial. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya dukungan keluarga dari partisipan 1 sehingga bisa menjalin hubungan dengan orang lain dan pada partisipan 2 tidak adanya dukungan baik dari keluarga maupun lingkungan. d. Status Mental Penelitian yang dilakukan terhadap partisipan 1 didapatkan data klien mengatakan sedih karena jauh dari keluarganya dan khawatir terhadap apabila terjadi sesuatu pada dirinya namun kekhawatirannya masih bisa dikontrol. Sedangkan pada partisipan 2 mengatakan perasaannya biasa-biasa saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Asumsi peneliti menyatakan bahwa hasil pengkajian alam perasaan pada partisipan 1 dan partisipan 2 berbeda. Pada partisipan 2 bertentangan dengan teori sedangkan pada partisipan 1 sesuai dengan teori Dermawan (2013),

67 yang menyatakan bahwa biasanya keadaan pasien tampak sedih, putus asa, merasa tidak berdaya, rendah diri dan merasa dihina. 2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan jiwa pada partisipan 1, ditemukan diagnosa defisit perawatan diri, harga diri rendah dan resiko perilaku kekerasan. Sedangkan pada partisipan 2, ditemukan diagnosa defisit perawatan, harga diri rendah dan gangguan persepsi sensori : halusinasi. Teori Fitria (2012), menyatakan bahwa pohon masalah pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri yaitu harga diri rendah sebagai penyebab, defisit perawatan diri sebagai coreproblem, dan isolasi sosial sebagai akibat. Peneliti tidak menemukan adanya gangguan menarik diri : isolasi sosial pada partisipan 1 dan partisipan 2 pada kasus ini. Dimana pasien tidak ada menunjukan tanda-tanda objektif seperti ekspresi wajah sedih, afek tumpul, tidak ada kontak mata dan berdiam diri di kamar. Dalami (2014), menyatakan bahwa tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain, klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri di kamar. Sementara itu prioritas diagnosa keperawatan yang pertama partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu gangguan defisit perawatan diri. Data yang memperkuat penulis mengangkat diagnosa defisit perawatan diri yaitu pada partisipan 1 didapatkan data objektif penampilan klien tidak rapi, kuku pendek tapi kotor, sesekali tampak menggaruk-garuk kaki dan tangannya, dan saat makan masih berserakan, gigi tampak kuning dan mulut bau, sedangkan partisipan 2 didapatkan data gigi partisipan 1 tampak kuning, mulut bau, pakaian tidak rapi, terdapat penyakit kulit di seluruh tubuhnya, tampak menggaruk-garuk tubuhnya, pada saat makan

68 tampak masih berserakan.pernyataan dan keadaan pasien tersebut sesuai dengan teori menurut Dermawan (2013), dimana kuku klien kotor, gigi kotor disertai mulut bau, penampilan tidak rapi, badan bau dan pakaian kotor, rambut dan kulit kotor serta cara makan tidak teratur atau berserakan. Prioritas kedua diagnosa keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 adalah harga diri rendah. Peneliti memprioritaskan diagnosa kedua pada masing-masing partisipan berdasarkan data yang sering muncul atau aktual. Pada partisipan 1 didapatkan data, klien malu dengan keadaannya dan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas. Sedangkan, partisipan 2 didapatkan data klien mengatakan orang-orang menganggap rendah dirinya, klien pesimis terhadap dirinya, klien tampak sering menyendiri. Prioritas ketiga diagnosa keperawatan pada partisipan 1 resiko perilaku kekerasan adalah tatapan klien masih tajam, sering mengepalkan tangannya, masih mencurigai orang lain. Teori ini diperkuat oleh Dalami (2014) yaitu perubahan yang terjadi pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan antara lain jengkel, labil, pandangan tajam, wajah tegang, menarik diri, curiga dan ragu-ragu. Sedangkan pada partisipan 2 adalah gangguan persepsi sensori : halusinasi. Pada partisipan 2 didapatkan data klien mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul orang lain, tampak bicara-bicara sendiri dan sering mondar-mandir di ruangan. Asumsi peneliti adalah tidak terdapat perbedaan antara teori dan praktek tentang tanda dan gejala pasien yang yang peneliti temukan di lapangan. Tetapi pada kasus ini peneliti menemukan perbedaan diagnosa yang muncul antara partisipan 1 dan partisipan 2 yaitu diagnosa isolasi sosial yang tidak ditemukan pada kedua partisipan dan pada partisipan 1 muncul diagnosa resiko perilaku kekerasan sedangkan pada partisipan 2 yang muncul yaitu diagnosa halusinasi. 3. Intervensi Keperawatan

69 Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada partisipan 1 yaitu gangguan defisit perawatan diri, harga diri rendah dan resiko perilaku kekerasan sedangkan pada partisipan 2 yaitu gangguan defisit perawatan diri, harga diri rendah dan halusinasi, perawat membuat rencana keperawatan yang terstandar dengan membuat strategi pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap pasien. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan untuk diagnosa prioritas pertama defisit perawatan diri pada partisipan 1 dan partisipan 2 yang dilakukan pada klien terdiri dari empat latihan yaitu pertama perawat melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi, cuci rambut, kedua melatih cara berdandan : sisiran, ketiga melatih cara makan dan minum dengan baik, keempat melatih BAB/BAK dengan baik. Diagnosa keperawatan prioritas kedua adalah harga diri rendah. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien terdiri dari empat, yaitu pertama perawat membantu pasien memilih beberapa kegiatan yang dapat dilakukannya, pilih salah satu kegiatan yang dapat dilatih saat ini, kedua yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan kedua, latih kegiatan kedua, ketiga yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan ketiga, latih kegiatan ketiga, keempat yaitu perawat membantu pasien memilih kegiatan keempat, latih kegiatan keempat. Diagnosa keperawatan prioritas ketiga untuk partisipan 1 adalah resiko perilaku kekerasan. Strategi pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa resiko perilaku kekerasan adalah melatih pasien cara mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal, melatih 6 cara minum obat yang benar, mengontrol marah dengan cara verbal yaitu meminta dan menolak dengan baiak serta mengontrol marah dengan cara kegitan spiritual. Sedangkan diagnosa keperawatan halusinasi adalah diagnosa prioritas ketiga yang muncul pada partisipan 2. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien terdiri dari empat, yaitu pertama menghardik halusinasi, kedua yaitu dengan cara 6 benar minum

70 obat, ketiga yaitu bercakap-cakap dengan orang lain dan yang ke empat yaitu dengan melakukan kegiatan / aktivitas sehari-hari. Penyusunan rencana keperawatan pada partisipan 1 telah sesuai dengan rencana teoritis menurut Dermawan (2013). Namun tetap disesuaikan kembali dengan kondisi pasien serta dievaluasi secara terus menerus sehingga tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dapat tercapai. Peneliti juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang telah disusun mulai dari menentukan prioritas masalah sampai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dalam perencanaan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam memprioritaskan masalah dan perencanaan tindakan keperawatan. Asumsi peneliti bahwa tidak terdapat perbedaan perencanaan tindakan keperawatan menggunakan strategi pelaksanaan sesuai dengan masalah yang dimiliki partisipan. Selalu memantau kondisi pasien serta dievaluasi secara terus menerus dapat mendukung keberhasilan perkembangan pasien sehingga tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan dapat tercapai 4. Pelaksanaan keperawatan Implementasi keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan. Hasil penelitian pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan gangguan defisit perawatan diri sudah peneliti lakukan beberapa tindakan keperawatan diantaranya : pada hari Rabu, 17 Mei 2017 dilaksanakan yang pertama membina hubungan saling percaya. Selanjutnya langsung menerapkan latihan 1 defisit perawatan diri dengan cara mengajarkan cara membersihkan diri dengan mandi. Pada hari Kamis, 18 Mei 2017 dilaksanakan latihan 2 defisit perawatan diri dengan mengajarkan cara berhias dan berdandan/bercukur. Pada hari Jumat, 19 Mei 2017 dilaksanakan latihan 3 defisit perawatan diri dengan mengajarkan pasien cara makan dan minum yang benar. Pada hari Sabtu, 20 Mei 2017

71 dilaksanakan latihan 4 defisit perawatan diri dengan mengajarkan cara BAB/BAK yang benar. Pada partisipan 1 dengan diagnosa harga diri rendah dilaksanakan pada Sabtu, 20 Mei 2017 latihan 1 harga diri rendah. Pada hari Minggu, 21 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 2 harga diri rendah. Pada Senin, 22 Mei 2017 dilaksanakan latihan 3 harga diri rendah. Pada hari Selasa, 23 Mei 2017 dilaksanakan latihan 4 harga diri rendah. Pada partisipan 1 dengan diagnosa resiko perilaku kekerasan telah dilaksanakan pada Selasa, 23 Mei 2017 latihan 1 resiko perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal. Pada hari Rabu, 24 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 2 resiko perilaku kekerasan yaitu mengajarkan 6 cara benar minum obat. Pada hari Kamis, 25 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 3 resiko perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cara verbal. Dan pada hari Jumat, 26 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 4 resiko perilaku kekerasan yaitu mengontrol marah dengan cra spiritual. Pada partisipan 2 peneliti melakukan beberapa tindakan keperawatan diantaranya : pelaksanaan latihan 1 sampai 4 defisit perawatan diri bersamaan dengan dilaksanakannya latihan 1 sampai 4 pada partisipan 1. Pelaksanaan kegiatan latihan diagnosa keperawatan harga diri rendah pada partisipan 2 dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan latihan harga diri rendah pada partisipan 1. Pada diagnosa halusinasi dilaksanakan pada Selasa, 23 Mei 2017 kegiatan latihan 1 halusinasi. Pada hari Rabu, 24 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 2 halusinasi. Pada hari Kamis, 25 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 3 halusinasi dan pada hari Jumat, 26 Mei 2017 dilaksanakan kegiatan latihan 4 halusinasi. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Peneliti menemukan kesulitan dalam pelaksanaan tindakan

72 keperawatanyaitu strategi pelaksanaan defisit perawatan diri. Pasien sudah mampu menyebutkan keeempat strategi pelaksanaan saat evaluasi subjektif, hanya saja pasien masih malas untuk melakukan apabila tidak ada kontak antara perawat dengan pasien secara berkesinambungan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dilakukan oleh Khaeriyah (2013) mengenai kemampuan perawatan diri pada 50 orang klien defisit perawatan diri yang diberikan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri, didapatkan hasil bahwa ada perbedaan kemampuan perawatan diri pre dan post strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri. Sedangkan untuk diagnosa harga diri rendah, resiko perilaku kekerasan serta diagnoasa halusinasi peneliti tidak ada mengalami kesulitahan hanya saja tingkat pemahaman dan pelaksanaan masing-masing partisipan berbeda ditandai dengan partisipan 1 yang lebih cepat menangkap semua kegiatan yang telah diajarkan dibandingkan partisipan 2, klien bekerjasama dengan baik antar peneliti. 5. Evaluasi Keperawatan Pada kasus penulis melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan dilakukan selama 10 hari dari tanggal 17 Mei 2017 sampai 26 Mei Ketiga masalah keperawatan masing-masing partisipan telah teratasi. Evaluasi yang peneliti lakukan pada kedua partisipan adalah meliputi telah terjalinnya hubungan yang terapeutik dan saling percaya antara perawat dan klien ditandai dengan klien bersedia duduk berhadapan dengan peneliti dan mau berkenalan serta berjabat tangan dengan peneliti. Pada diagnosa keperawatan defisit perawatan diri, pasien menunjukan perubahan yang cukup signifikan. Pasien sudah mampu melakukan kebersihan diri dan menunjukan kemajuan. Pasien mengatakan merasa nyaman, pasien juga mampu memperagakan ulang cara yang dilatih dengan benar sehingga diharapkan kebersihan diri pasien dapat terjaga. Pada diagnosa keperawatan harga diri rendah, pada kedua partisipan juga

73 menunjukan perbaikan yang cukup signifikan. Pasien tidak malas lagi melakukan kegiatan sehari-hari yang bisa ia lakukan. Pada diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan pada partisipan 1 menunjukkan perubahan dengan klien mengatakan sudah tidak marah lagi dan sudah mau melakukan kegiatan spiritual. Serta pada diagnosa keperawatan halusinasi pada partisipan 2 juga menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pasien sudah tidak lagi atau jarang mendengar suara-suara yang muncul serta pasien mengatakan sudah merasa tenang dan mampu memperagakan kembali latihan yang dipelajari dan diharapkan halusinasi pasien tidak muncul kembali. Evaluasi akhir menurut peneliti setelah dilakukan tindakan strategi pelaksanaan pada masing-masing partisipan didapatkan partisipan 2 lebih lambat dalam menangkap atau merespon tindakan yang telah diajarkan hal ini didukung oleh persepsi partisipanyang mana partisipan 2 mengalami halusinasi. Keadaan ini sesuai dengan teori Dermawan (2013), mengatakan bahwa persepsi biasanya terjadi pada pasien yang berhalusinasi seperti tentang ketakutan terhadap hal-hal kebersihan diri baik halusinasi pendengaran, penglihatan serta halusinasi perabaan yang membuat pasien tidak mau membersihkan diri dan pasien mengalami dipersonalisasi. BAB V PENUTUP Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada partisipan 1 dan partisipan 2 dengan diagnosa keperawatan gangguan defisit perawatan diri. Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2017 sampai tanggal 26 Mei 2017 maka dapat disimpulkan : A. Kesimpulan 1. Pengkajian

74 Pada partisipan 1 ditemukan klien lebih suka sendiri, malu, tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas, tatapan tajam, curuga terhadap orang lain, penampilan tidak rapi dan kuku kotor. Peneliti berpendapat factor predisposisi yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa (defisit perawatan diri) pada partisipan 1 karena kemampuan realitas klien menurun dimana klien tidak mempedulikan keadaan dirinya dan kadang klien berkeliaran dijalanan.. Pada partisipan 2 ditemukan klien sering mondar-mandir, tampak bicara sendiri, klien mendengar suara-suara yang tak berwujud yang mengatakan dirinya untuk tidak melakukan aktivitas, mulut bau, tidak rapi, terdpat penyakit kulit diseluruh tubuh. Peneliti berpendapat bahwa faktor predisposisi yang memperberat terjadinya gangguan jiwa pada partisipan 2 adalah faktor sosial dimana tidak adanya dukungan keluarga serta lingkungan sekitarnya untuk melakukan kebersihan diri. 2. Analisa data dan diagnosa Dalam menegakkan diagnosa keperawatan peneliti mengumpulkan data dan menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah yang ada pada teori. Asumsi peneliti terdapat perbedaan antara teori dan praktek yang peneliti temukan dilapangan. Pada teori yang muncul yaitu harga diri rendah sebagai penyebab dan isolasi sosial sebagai akibat yang bisa ditimbulkan oleh defisit perawatan diri, tetapi peneliti tidak menemukan diagnosa isolasi sosial pada kedua partisipan karena tidak ditemukan data subjektif atau objektif yang mendukung pada partisipan serta didapatkan diagnosa kerusakan integritas kulit pada partisipan 2. Penulis tidak menemukan hambatan karena kedua partisipan cukup kooperatif saat berinteraksi dengan penulis. 3. Intervensi keperawatan Pada perencanaan peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang ditemukan untuk diagnosa keperawatan jiwa hanya saja terdapat

75 intervensi untuk diagnosa kerusakan integritas kulit. Dalam menyusun perencanaan keperawatan, peneliti telah membuat perencanaan sesuai teoritis yang ada dan diharapkan dapat mengatasi masalah pasien. Disini peneliti berusaha memprioritaskan masalah sesuai dengan pohon masalah yang telah ada baik itu dari penyebab maupun akibat yang muncul. 4. Implementasi keperawatan Tahap ini tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan yang telah peneliti susun yang didapat dari teoritis. Pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan adalah diagnosa gangguan defisit perawatan diri, harga diri rendah, resiko perilaku kekerasan dan gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dilaksanakan sampai strategi pelaksanaan 4 sesuai dengan pelaksanaan yang telah direncanakan serta diagnosa kerusakan integritas kulit. 5. Evaluasi Pada evaluasi untuk masalah keperawatan, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 10 hari, kedua partisipan mampu menjaga kebersihan diri, melakukan kegiatan yang telah dipilih, mengontrol marah dan mengntrol halusinasi serta peneliti telah menyampaikan kepada perawat ruangan agar melakukan intervensi terhadap kerusakan integritas kulit pada partisipan 2. Faktor pendukung bagi penulis dalam mengumpulkan data dimana kedua partisipan cukup kooperatif dalam member informasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan data. Untuk pendokumentasian asuhan keperawatan pada kedua partisipan, maka penulis dapat melakukannya sesuai dengan tindakan keperawatan yang dilakukan dan dibantu oleh perawat ruangan. B. Saran 1. Bagi Mahasiswa

76 Agar dapat menambah wawasan mahasiswa dan pengalaman mahasiswa dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa dengan mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh dibangku perkuliahan khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri. 2. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan bacaan dan referensi karya tulis ilmiah perpustakaan untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang keperawatan jiwa bagi mahasiswa yang bersangkutan di Poltekkes Kemenkes RI Padang khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri. 3. Rumah Sakit Sebagai gambaran dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan gangguan defisit perawatan diri bahwa perawat tidak hanya terfokus melakukan implementasi pada diagnosa defisit perawatan diri saja tetapi harus memperhatikan diagnosa penyerta seperti kerusakan integritas kulit. DAFTAR PUSTAKA Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Riset kesehatan dasar (2013). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta. Dalami, Ernawati, dkk Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa, Jakarta : Trans Info Media.

77 Dermawan, Deden dan Rusdi Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Kperawatan Jiwa. Yogyakarta, Gosyan Publishing. Direja, Ade Herman surya Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika. Fitria, Nita Prinsip dasar dan aplikasi penulisan laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (LP dan SP) untuk 7 diagnosis keperawatan jiwa berat, Jakarta : Salemba Medika. Gloria Bulecheck, Howard Butcher, dkk Nursing Interventions Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Rights. Hidayat, Aziz Alimul Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Ed. 2. Jakarta : Salemba Medika. Keliat, BA dan Akemat Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC Khaeriyah, Uswatun, dkk Pengaruh Komunikasi Terapeutik (SP 1-4) Terhadap Kemauan dan Kemampuan Personal Higiene pada Klien dengan Defisit Perawatan Diri di RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO Semarang.. L. Ratumbuysang Propinsi Sulawesi Utara. Diakses pada tanggal 10 Januari 2017 pukul 22:47 WIB. Madalise, Seniaty, dkk Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Gangguan Jiwa (Defisit Perawatan Diri)Terhadap Pelaksanaan Adl (Activity Of Dayli Living) Kebersihan Gigi Dan Mulut Di Rsj Prof.Dr. V. L Ratumbuysang Ruang Katrili. ref=browse&mod=viewarticle&article= Diakses pada tanggal 10 januari 2016 pukul 01:15 WIB. Makaghe, Marshaly, dkk Hubungan Pengetahuan, Nilai dan Sikap Keluarga dengan Pemberian Dukungan pada Pasien Gangguan Jiwa di Poliklinik Psikiatri RSJ Prof. DR. V. ref=browse&mod=viewarticle&article= Diakses pada tanggal 10 Januari 2017 pukul 23:52 WIB. Nursalam Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Ed. 3. Jakarta : Salemba Medika. Prabowo, Eko Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Profil Kesehatan Kota Padang Dinas Kesehatan Kota Padang edisi 2015.

78 RSJ Prof HB Saanin Padang Laporan Rekam Medik Defisit Perawatan Diri. Padang : Instalasi Rekam Medik. Sue Moorhead, Marion Johnson, dkk Nursing Outcome Classification (NOC). Singapore : Elsevier Global Rights. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suyanto Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. UU Nomor 18 Tahun 2014 pasal 1 (ayat 1 & 3) Tentang Kesehatan Jiwa. Yusuf, AH, dkk Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Pengkajian Ruang Rawat: Dahlia Tanggal Dirawat: 24 April 2017 I. Identitas Klien Inisial Klien : Tn. N Umur : 47 tahun No. Rekam Medik :

79 Tanggal Pengkajian : 17 Mei 2017 Informan : Klien, status dan perawat ruangan Alamat Lengkap : Komp. Villa Anggre Blok 2 no. 26 Rt. O4 Rw. 13 Balai Gadang Koto Tangah Padang II. Alasan Masuk Klien masuk Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang pada tanggal 24 April 2017 melalui IGD karena klien gelisah, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, mudah tersinggung, meninju-ninju dinding dan curiga. Klien mengatakan bertengkar dengan kakaknya. III. Faktor Predisposisi a. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu Klien sakit semenjak tahun 2004 dan sekarang klien dirawat untuk yang ke 3 kalinya. Klien dirawat terakhir pada tahun Klien menggelandang ± 3 bulan ini dan kadang pulang kerumah kakaknya. b. Pengobatan Sebelumnya Klien sebelumnya sudah pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang dan mendapatkan pegobatan sebelumnya pada tahun Namun sejak pulang dari pengobatn klien tidak pernah minum obat. Keluarga mengatakan ± 1 bulan yang lalu klien pernah dirawat di RS. Yossudarso selama 1 minggu karena diare. c. Trauma Aniaya Fisik Klien tidak pernah mendapatkan perlakuan aniaya fisik baik dari lingkungan maupun keluarga. Aniaya Seksual Klien tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi dalam aniaya seksual. Penolakan Klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan sosial baik dari keluarga ataupun lingkungan masyarakat sekitar. Kekerasan Dalam Keluarga

80 Klien sebelumnya melakukan kekerasan kepasa keluarga yaitu bertengkar dengan kakaknya Tindakan Kriminal Klien tidak pernah menjadi pelaku korban atau saksi yang terkait denan tindakan kriminal. IV. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda Vital : TD: 120/80 mmhg N: 84x/i S: 36,7 C P: 21x/i Ukuran : TB: 164 cm BB: 50 kg Keluhan Fisik : Klien mengatakan tidak ada mengalami keluhan fisik pada tubuhnya. Tampak klien menggaruk tangan dan kakinya. Gigi klien terlihat kotor. V. Psikososial a. Genogram Keterangan : = Perempuan = Klien = Laki-laki = Hubungan Keluarga = Meninggal = Tinggal Serumah Klien mengatakan orangtuanya sudah meninggal dunia dank lien tinggal dengan kakaknya. Klien merupkan anak terakhir dari 5 bersaudara.terkadang klien sering bertengkar dengan kakanya dan klien mengambil keputusan sendiri dan kabur dari rumah kakaknya.

81 b. Konsep Diri Citra Tubuh Klien mengatakan menyukai seluruh bagian tubuhnya Identitas Diri Klien mengatkan dirinya seorang laki-laki Peran Diri Klien menyadari perannya adalah seorang ayah dari anak-anak nya dan suami dari istrinya Ideal Diri Klien mengatakan dari ingin cepat sembuh dan ingin pulang Harga Diri Klien mengatkan dirinya diharai oleh keluaranya c. Hubungan Sosial Orang Terdekat Anak-anak,Istri, Kakak dan orangtua Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat Klien tidak ada berperan serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat sejak sakit Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain d. Spiritual Tidak ada hambatan dalam hubungan dengan orang lain di sekitarnya Nilai dan Keyakinan Klien mengunjung tinggi dan mengatakan beragama islam Kegiatan Ibadah Semenjak dirawat klien mengatakan jarang melakukan ibadah seperti shalat dan berzikir

82 VI. Status Mental a. Penampilan Klien berpenampilan tidak rapi, kuku pendek tapi kotor dan badan klien bau b. Pembicaraan Klien tidak mampu memulai pembicaraan dengan lawan bicara, cukup kooperatif namun nada bicara lambat dan pelan. c. Aktivitas motorik Klien tampak gelisah saat diwawancara klien juga sering terlihat mondar-mandir diruangan d. Alam perasaaan Klien mengatakan merasa sedih karna jauh dari keluarga dan orantuanya. Klien khawatir terhadap apabila terjadi sesuatu pada dirinya namun kekhawatirannya masih bisa dikotrol e. Afek Klien tampak labil pada saat dilakukan wawancara f. Interaksi selama wawancara Saat dilakukan interpeksi wawancara, klien sering diam dan mudah tersinggung, klien meminta untuk wawancara dengan orang lain g. Persepsi Klien mengatakan tidak ada mendengar atau melihat bayangan atau suara yang tidak nyata h. Proses pikir Ketika diajak wawancara, klien menjawab pertanyaan dengan berbelitbelit dan terkadang tidak nyambung dengan jawaban tapi bisa sampai pada tujuan bahasan i. Isi pikir Klien terus bertanya kapan ia akan pulang dan diantar denagn mobil kerumahnya. Klien tidak mengalami dipersonalisasi pikiran magis ataupun waham j. Tingkat kesadaran

83 Klien mengatakan namanya tetap klien tempak sering bingung pada saat dilakukan wawancara. k. Memori Klien mengatakan tidak ingat kejadian lebih dari 1 tahun yang lalu. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Klien tidak mampu berkonsentrasi pada saat wawancara klien sering mengatakan pembicaraan. m. Kemampuan penilaian Klien dapat memeilih dan megambil keputusan yang sederhana ketika diberikan sedikit bantuan misalnya klien mampu memilih akan menjadi dahulu atau makan. n. Daya tilik diri Klien kurang menyadari tentang perubahan fisik pada dirinya namun klien juga tidak menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. VII. Kebutuhan Pasien Pulang a. Makan Klien makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayuran tanpa ada pantangan atau alergi. Setelah makan klien membersihkan peralatan makan b. BAB/BAK Klien BAB ± 2x seminggu dan BAK ± 6X sehari. BAB dan BAK pasie selalu disiram dengan bersih c. Mandi Klien mandi 2x sehari dan klien mandi dngan benar jarang menggosok gigi d. Berpakaian/Berhias Klien mengatakan sudah bisa berpakaian dengan benar. Namun belum bisa berhias / bercukur sendiri e. Istirahat/tidur

84 Klien mengatakan tidur dengan nyenyak dimalam hari jarang tidur siang, sebelum tidur klien tidak mencuci kaki, tangan dan gosok gigi f. Penggunaan obat Klien mengatakan minum obat secara teratur selama dirumah sakit Risperidon Lorazepam g. Pemeliharaan kesehatan Klien mengatakan akan selalu minum obat sampai dirinya sembuh h. Kegiatan didalam rumah Klien mandi tanpa dibantu orang lain. i. Kegiatan/aktivitas di luar rumah Klien tidak memiliki pekerjaan. Klien sering berjalan keluar rumah dan pulang pada malam hari VIII. Mekanisme Koping a. Koping adaptif Klien mampu berbicara dengan orang lain. Klien bisa menyelesaikan masalah sederhana dengan bantuan orang lain b. Koping maldaptif Jika klien sedang pusing, klien sering marah tanpa sebab IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan a. Masalah dengan dukungan kelompok Klien mengatakan dalam kelompok bisa diterima dan tidak diasingkan, hanya saja kelompok mempunyai penilaian berbeda kepada dirinya b. Masalah berhubungan dengan lingkungan Klien mengatakan tidak ada masalah antara dirinya dan lingkungan masyarakat. Klien merasa tidak pernah melakukan hal yang meresahkan masyarakat dan lingkungan sekitar. c. Masalah dengan pendidikan Klien mengatakan menyelesaikan bangku sekolah hingga smp. Klien tidak melanjutkan ke SMA

85 d. Masalah dengan pekerjaan Klien mengatakan tidak memiliki pekejaan e. Masalah dengan perumahan Klien mengatakan tinggal bersama kakaknya f. Masalah ekonomi Klien tidak memiliki pekerjaan g. Masalah dengan pelayanan kesehatan Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pelayana kesehatan X. Pengetahuan Klien mengatakan tahu kondisinya saat ini dan pasien belum bisa benarbenar mengontrolnya XI. Aspek Medik Diagnosa Medik : Skizofrenia Terapi Medik : 1. Risperidon : 2x1 mg 2. Lorazepam : 1x2 mg 3. Fe : 2x1 mg 4. As. Folat : 2x1 mg XII. Analisa Data No Data Masalah 1. DS:- Klien mengatakan ia tidak suka marah marah lagi Resiko Perilaku Kekerasan - Klien mengatakan ia tidak memukul orang - Klien mengatakan jika emosi ia menggepalkan tagan DO:- Emosi klien masih labil - Klien tampak waspada - Klien tampak kesal jika ditanya banyak-banyak DS:- Klien mengatakan mandi 2x sehari

86 2 3 - Klien mengatakan jarang mengosok gigi dan menyisir rambut DO:- Saat makan masih berserakan dan ada sisasisa makanan dimulut - Kuku tamapak panjang dan kotor - Klien mandi masih disuruh, badan bau DS:- Klien mengatakan lebih suka sendirian di kamar - Klien mengatakan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas DO:- Klien tidak mau menatap mata pada saat wawancara - Klien tampak sering menyendiri - Klien tampak mudah tersinggung Defisit perawatan diri Harga diri rendah I. Daftar Masalah 1. Perilaku kekerasan 2. Ketidakefektifan koping keluarga : ketidakmampuan 3. Disstres spiritual 4. Defisit perawatan diri 5. Gangguan komunikasi verbal 6. Resiko perilaku kekerasan 7. Gangguan proses pikir : obsesi 8. Gangguan pemeliharaan kesehatan 9. Kurang pengetahuan II. Pohon Masalah

87 Effect Isolasi Sosial Core Problem Defisit Perawatan Diri Causa Harga Diri Rendah Kronis III. Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Defisit perawatan diri 2. Harga diri rendah 3. Resiko perilaku kekerasan INTERVENSI KEPERAWATAN Nama klien : Tn. N No. MR : Diagnosa No Keperawa tan 1. Defisit Perawatan Diri Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Pasien mampu: Menjaga kebersih an diri sesuai strategi pelaksan aan tindakan keperaw atan sehingga klien merasa nyaman dan rapi. Setelah 2-4x pertemuan: Klien mampu menjaga kebersihan diri dengan cara: 1. Member sihkan diri dengan cara mandi 2. Mampu berhias dan bedanda n 3. Mampu melakuk SP 1 Pasien: pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi, cuci rambut, sikat gigi, potong kuku 1. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK 2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri. 3. Jelaskan alat dan Rasio nal

88 an makan dan minum dengan baik 4. Mampu melakuk an BAB/BA K dengan baik. cara kebersihan diri 4. Latih cara menjaga membersihkan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku 5. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi dan sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu) potong kuku ( satu kali per minggu) SP 2 Pasien: melatih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisian, rias muka untuk perempuan, cukuran untuk pria 1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian 2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan 3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, cukuran untuk pria 4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. SP 3 Pasien : melatih cara

89 makan dan minum dan baik 1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian 2. Jelaskan cara dan alat makan dan minum 3. Latih cara makan dan minum yang baik 4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan makan/minum yang baik. SP 4 Pasien : melatih BAB dan BAK yang baik 1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum. Beri pujian 2. Jelaskan cara BAB/BAK yang baik 3. Latih cara BAB/BAK yang baik. 4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK 2. Harga diri rendah Pasien mampu : Meningk atkan kepercay aan diri Setelah 2-4x pertemuan : Klien mampu meningkatkan harga diri dengan cara : 1. Mengkaji SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama 1. Identifikasi pandangan/penila ian pasien

90 yang dimiiki klien dan melatih klien sesuai kemamp uannya melalui tindakan keperaw atan sehingga klien tidak lagi merasa putus asa dan lebih berarti kemampuan yang dimiliki klien serta melatih kegiatan pertama 2. Latihan kegiatan kedua yang telah disepakati 3. Latihan kegiatan ketiga 4. Latihan kegiatan ke empat yang telah disepakati klien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi 2. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif paasien ( buat daftar kegiatan) 3. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan) 4. Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini 5. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih 6. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan nya) 7. Masukkan kegiatan yang telahh dilatih pada jadwal kegiatan untuk

91 latihan SP 2 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien 1. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah 2. Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian 3. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama 4. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih 5. Latih kegiatan kedua (alat dan cara) 6. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien 1. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah 2. Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian 3. Evaluasi manfaat

92 melakukan kegiatan pertama dan kedua 4. Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih 5. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) 6. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien 1. Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah 2. Validasi kemampuan melakukan kegiatan ertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian 3. Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga 4. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih 5. Latih kegiatan keempat (alat dan cara) 6. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan 3. Resiko Pasien Setelah SP Pasien

93 perilaku kekerasan mampu : Mengont rol marah sesuai strategi pelaksan aan tindakan keperaw atan sehingga klien merasa nyaman dilakukan pertemuan 2 4x klien mampu mengontrol marah dengan cara : 1. Mengontrol marah dengan latihan nafas dalam dan pukul bantal 2. Minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat 3. Mengontrol marah secara verbal 4. Mengontrol marah dengan cara spiritual SP 1 pasien : pengkajian dan mengenal marah 1. Mengkaji pengetahuan pasien tentang marah : penyebab, tandatanda, jenis, dan akibat marah. 2. Menjelaskan cara mengontrol marah dengan cara tarik nfas dalam dan pukul bantal. 3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan nafas dalam dan pukul bantal SP 2 pasien : 6 benar minum Obat 1. Evalusi tanda dan gejala marah 2. Validasi kemampuan pasien mengenal marah yang dialami dan kemampuan pasien mengontrol marah dengan tarik nfas dalam dan pukul bantal, berikan pujian 3. Evalusi manfaat mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal 4. Latih cara mengontrol marah dengan patuh minum obat

94 (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) 5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat sesuai jadwal Berikut ini tindakan keperawatan yang harus dilakukan agar pasien patuh minum obat : a. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program c. Jelaskan akibat bila putus obat d. Jelaskan cara endapatkan obat atau berobat e. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) SP 3 pasien : mengontrol marah dengan cara verbal 1. Evaluasi gejala marah

95 2. Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan minum obat, berikan pujian 3. Evaluasi manfaat mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan minum obat sesuai jadwal 4. Latih cara mengontrol marah dengan cara verbal 5. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan SP 4 pasien : Mengontrol marah dengan cara spiritual 1. Evaluasi gejala marah 2. Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol marah dengan tarik nafas dalam, pukul bantal, minum obat dan dengan cara verbal, berikan pujian 3. Evaluasi manfaat mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal, minum obat dan dengan cara verbal sesuai jadwal

96 4. Latih cara mengontrol marah dengan cara spititual 5. Masukkan pada jadwal kegiatan harian untuk tarik nafas dalam dan pukul bantal, minum obat, mengontrol marah secara verbal dan spiritual. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Nama : Tn. N No. MR : Ruangan : Dahlia HARI/TG L 17 Mei 2017 DIAGNOS A Defisit perawatan diri IMPLEMENTASI KEPERAWATAN SP 1 Pasien: pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri : cuci rambut, sikat gigi, potong kuku a. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK b. Jelaskan pentingnya EVALUASI PARA F S : Klien mengatakan malas untuk menyisir rambutnya, Klien mengatakan malas untuk mencuci rambutnya O : Tampak

97 kebersihan diri. c. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri d. Latih cara menjaga membersihkan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku rambut klien kusut, tampak ada ketombe, klien mengerti cara untuk mencuci rambut A: Klien dapat melakukan kegiatan tetapi dengan bantuan 18 Mei 2017 Defisit perawatan diri SP 2 Pasien: melatih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, bercukur untuk pria a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian b) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan/bercukur c) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : bercukur P : Optimalkan SP 1, lanjutkan SP 2 S : Klien mengatakan nyaman dengan penampilan saat ini O : Klien tampak masih kusut, tampak klien sudah bercukur, tetapi dengan bantuan petugas A : Depisit perawatan diri : berhias diri masih ada, Klien dapat melakukan kegiatan dengan bantuan

98 19 Mei 2017 Defisit perawatan diri SP 3 Pasien : melatih cara makan dan minum dan baik a. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian b. Jelaskan cara dan alat makan dan minum c. Latih cara makan dan minum yang baik P : Optimalkan SP 2 dan lanjutkan SP 3 S : Klien mengatakan sudah bisa melakukan cara makan yang baik dan benar O : Klien tampak bisa mempraktekk an cara makan yang baik dan benar A : Klien mampu melakukan kegiatan dengan baik tanpa arahan 20 Mei 2017 Defisit perawatan diri pendengara n SP 4 Pasien : melatih BAB dan BAK yang baik a. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum. Beri pujian b. Jelaskan cara BAB/BAK yang baik c. Latih cara BAB/BAK yang baik. P : Optimalkan SP 3 dan lanjut SP 4 S : Klien mengatakan mengetahui cara BAB/BAK yang benar O : Klien tampak rapi dan bersih, klien dapat menyebutkan alat dan cara BAB/BAK yang benar

99 Harga diri rendah SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama a) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi A : Klien bisa melakukan kegiatan yang dilatih denan baik P : Optimalkan SP 4 dan evaluasi kembali SP 1, 2 dan 3 S : Klien mengatakan perasaan dirinya tidak mampu melakukan apa-apa 21 Mei 2017 Harga diri rendah b) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan) c) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih d) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan nya) SP 2 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 2 a) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian O : klien tampak hanya berdiam diri saja, diselasela wawancara klien terkadang merunduk A : Klien melakukan kegiatan tanpa arahan perawat P : Optimalkan kemampuan SP 1 S : Klien mengatakan sudah melakukan kegiatan pertama yaitu merapikan

100 b) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama c) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih d) Latih kegiatan kedua (alat dan cara) tempat tidur, klien dapat menyebutkan alat untuk kegiatan kedua menyapu ruangan O : Klien tampak sudah bisa melakukan kegiatan, kontak mata kooperatif A: Harga diri rendah masih ada, klien melakukan dengan arahan perawat 22 Mei 2017 Harga diri rendah SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 a) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian b) Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih c) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) P: Optimalkan kegiatan SP 1 dan 2 S : Klien mengatakan drinya senang dapat melakukan kegiatan, klien bicara dengan nada keras O : Kien tampak sudah bisa menyiapkan makanan, klien tampak bersemangat A : Klien

101 mampu melakukan kegiatan tanpa arahan perawat 23 Mei 2017 Harga diri rendah Resiko perilaku kekerasan SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 (1) Validasi kemampuan melakukan kegiatan ertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian (2) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga (3) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih (4) Latih kegiatan keempat (alat dan cara) P : Optimal kegiatan SP 3,2 dan 1 S : Klien mengatakan dirinya lebih mampu dan mandiri dari biasanya O : Klien bisa melakukan kegiatan mencuci piring, klien tampak bersemangat A : Klien mampu melakukan kegiatan tanpa arahan perawat Strategi Pelaksanaan 1 (Mengontrol marah dengan pukul bantal dan tarik nafas dalam) a) Membina hubungan saling percaya b) Mendiskusikan tentang penyebab marah c) Mengidentifikasi tanda dan gejala marah d) Memvalidasi perasaan dan masalah klien e) Mengidentifikasi marah yang dilakukan P : Optimalkan kegiatan SP 4 dan evaluasi kegiatan SP 1, 2 dan 3 S : Klien mengatakan jika emosi ia mengepalkan tangannya. Klien mengatakan akan bicara-

102 f) Menjelaskan cara mengontrol marah dangan tarik nafas dalam dan pukul bantal g) Masukkan kedalam jadwal harian bicara sendiri O : klien tampak waspada. Klien tampak keasal jika ditanya banyakbanyak. Tatapan klien tajam 24 Mei 2017 Resiko perilaku kekerasan Strategi Pelaksanaan 2 (6 benar minum obat) a) Evaluasi manfaat mengontrol marah dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal b) Latih cara mengontrol marah dengan patuh minum obat. (Jelaskan pentingnya penggunan obat, akibat bila obat tidak digunakan sesuai program, akibat bila putus obat, cara mendapatkan A : marah masih ada, SP 1 tercapai klien mampu membina hubungan saling percaya, klien dapat memperagaka n cara tarik nafas dalam dan pukul bantal P : Lanjutkan SP 2 perilaku kekerasan, evaluasi kegiatan SP 1 S : Klien mengatakan masih sering kesal kepada pasien lain dan klien bisa mengontrol dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bntal, klien mengetahui obat yang didapatkanny a

103 obat/berobat. Jelaskan prinsip 6 benar minum obat: jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas minum obat. c) Masukkan kedalam jadwal harian O : Klien tampak gelisah, klien bisa menyebutkan obatnya A : Resiko perilaku kekerasan masih ada, SP 2 optimalkan 25 Mei 2017 Resiko perilaku kekerasan Strategi Pelaksanaan 3 (mengontrol marah dengan cara verbal) a) Evaluasi sp 1 dan 2 pasien b)validasi kemampuan pasien dalam mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal, minum obat, berikan pujian c) Latih cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu meminta dan menolak dengan baik saat merasa marah d)masukkan ke dalam jadwal harian P : Lanjutkan SP 3, evaluasi kegiatan SP 1 dan 2 S : Klien Mengatakan akan melakukan cara mengontrol marah dengan meminta dan menolak dengan baik O : klien tampak agak tenang. Klien tampak memprakteka n cara mengontrol marah dengan meminta dan menolak dengan baik A : Marah masih ada, SP 3 belum optimal P : Lanjutkan SP 4, evaluasi kegiatan SP

104 26 Mei 2017 Resiko perilaku kekerasan Strategi Pelaksanaan 4 (mengontrol marah dengan cara spiritual) a)evaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol marah dengan tarik nafas dalam dan pukul bantal, minum obat, dan meminta dan menolak dengan baik,berikan pujian b) Latih cara mengontrol marah dengan cara spiritual 1, 2 dan 3 S : Klien mengatakan marah sudang jarang, klien dapat mengontrol marahnya O : Klien tampak sudah tenang dan berbicara dengan orang lain, klien masih sering mondarmandir A : Klien dapat mengontrol dengan melakukan kegiatan spiritual P : Optimalkan SP 4 dan evaluasi kegiatan SP 1 2 dan 3

105 PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Pengkajian Ruang Rawat: Dahlia Tanggal Dirawat: 2 Februari 2017 I. Identitas Klien Inisial Klien : Tn. M Umur : 45 tahun No. Rekam Medik : Tanggal Pengkajian : 17 Mei 2017 Informan : Klien, status dan petugas ruangan Alamat Lengkap : Jl. Sudirman no. 125 Jawi-Jawi, Pariaman Tangah. II. Alasan Masuk Klien masuk Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang pada tanggal 2 februari 2017 melalui IGD karena klien mengamuk di RSM Regina Eye Center, memecah kaca, melempar mobil, marah-marah tanpa sebab, emosi labil, bicara-bicara sendiri, baju barlapis-lapis, bau dan kumal.

106 III. Faktor Predisposisi a. Gangguan Jiwa Dimasa Lalu Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 17 Mei 2017 klien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya, klien menderita penyakit ini sejak tahun b. Pengobatan Sebelumnya Klien mengatakan belum pernah melakukan pengobatan sebelumnya, baik di puskesmas maupun di rumah sakit jiwa.. c. Trauma Aniaya Fisik Klien tidak pernah mendapatkan perlakuan aniaya fisik baik dari lingkungan maupun keluarga. Aniaya Seksual Klien tidak pernah menjadi pelaku, korban atau saksi dalam aniaya seksual. Penolakan Klien mengatakan tidak pernah mengalami penolakan sosial baik dari keluarga ataupun lingkungan masyarakat sekitar. Kekerasan Dalam Keluarga Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan dalam keluarga. Tindakan Kriminal Klien tidak pernah mengalami tindakan kriminal sebelumnya. IV. Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda Vital : TD: 130/70 mmhg N: 89 x/i S: 37 o C P: 19 x/i Ukuran : TB: 158 cm BB: 49 kg

107 Keluhan Fisik : Klien mengatakan badan terasa lemah, mengeluh kulitnya gatal-gatal, menderita penyakit kulit pada kepala, tangan, kaki dan badan. V. Psikososial a. Genogram Keterangan : = Perempuan = Klien = Laki-laki =Hubungan Keluarga = Meninggal = Tinggal Serumah Klien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara dan mengatakan dirinya belum menikah. Klien mengatakan tidak memiliki tempat tinggal dikarenakan kedua orantuanya telah meninggal dunia. Didalam keluarga yang sering mengambil keputusan adalah ayahnya sebelum ayahnya meninggal. b. Konsep Diri Citra Tubuh Klien mengatakan tidak ada anggota tubuh yang klien tidak sukai. Identitas Diri Klien menyadari dirinya sebagai seorang laki-laki, tinggal di jalanan dan tidak punya keluarga. Peran Diri

108 Klien tidak ada berperan di masyarakat. Ideal Diri Klien ingin sembuh dan pulang kerumah sendiri. Harga Diri Klien mengatakan masih bisa melakukan kegiatan-kegiatan dan mencari pekerjaan. c. Hubungan Sosial Orang Terdekat Klien mengatakan tidak memiliki orang terdekat. Peran seta dalam kegiatan kelompok masyarakat Klien mengatakan tidak memiliki peran di dalam masyarakat Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Klien mengatakan tidak ada orang-orang yang mau menerima keberadaannya. d. Spiritual Nilai dan Keyakinan Klien mengatakan beragama islam. Kegiatan Ibadah Klien mengatakan tidak perlu beribadah karena tidak akan diterima. VI. Status Mental a. Penampilan Pada saat dilakukan pengkajian klien tampak berpenampilan tidak rapi, kuku agak panjang dan kotor, badan bau dan terdapat penyakit kulit pada kaki, tangan, badan dan kepala. b. Pembicaraan Pada saat wawancara klien cukup kooperatf namun tidak mampu memulai pembicaraan. Nada bicara lambat dan pelan. Tampak jarang berbicara dengan pasien lain.

109 c. Aktivitas motorik Klien tampak tegang, jalan mondar-mandir dan sering berdiam diri di tempat tidurnya. d. Alam perasaaan Klien mengatakan perasaannya biasa-biasa saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. e. Afek Pada saat dilakukan wawancara klien afeknya labil, kadang tampak tenang. f. Interaksi selama wawancara Selama poses interaksi klien menjawab pertanyaan dengan suara yang pelan serta kontak mata yang kurang. Namun klien tidak menunjukan sikap tidak percaya pada orang. g. Persepsi Klien bingung, bicara ngawur, bicara-bicara sendiri, mondar-mandir di ruangan. Saat ditanya halusinasinya klien membantahnya dan mengatakan tidak ada mendengar suara-suara. h. Proses pikir Ketika dilakukan wawancara klien menjawab pertanyaan dengan berbelit-belit tapi bisa sampai pada tujuan pembicaraan i. Isi pikir Klien terus bertanya kapan pulang, klien juga terus mengatakan ia ingin bekerja dan meiliki banyak uang. j. Tingkat kesadaran Klien mengetahui nama, tempat dan waktu pada saat dilakukan wawancara, namun sesekali tampak bingung dengan pertanyaan yang baru pertama kali didengarnya. k. Memori Pengkajian memori, klien mengatakan tidak mampu menceritakan tentang pengalaman-pengalaman masa lalunya. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung

110 Pada saat dilakukan wawancara klien tidak mampu berkonsentrasi, asik dengan kesibukannya dan cenderung meninggalkan perawat saat berinteraksi. m. Kemampuan penilaian Klien mampu memilih salah satu dari dua pilihan yang diajukan. Klien memilih untuk keluar dari proses bercakap-cakap. n. Daya tilik diri Klien mengatakan menerima bahwa dirinya sedang sakit dan butuh perawatan. VII. Kebutuhan Pasien Pulang a. Makan Klien makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk dan sayuran dan ada pantangan atau alergi yaitu ikan tongkol dan kacang tanah/kedelai. b. BAB/BAK Klien BAB/BAK secara mandiri pada tempatnya dan membersihkan kamar mandi (wc) setelah menggunakannya. c. Mandi Klien mandi 2x sehari dan harus disuruh petugas, sikat gigi kadang ada kadang tidak. d. Berpakaian/Berhias Klien sudah bisa berpakaian dengan benar tapi mengganti pakaian harus disuruh petugas. Tidak bisa berhias/bercukur sendiri. e. Istirahat/tidur Klien tidur siang selama 1-2 jam sehari, pada malam hari partisipan 1 tidur dengan cukup. f. Penggunaan obat Klien minum obat 3 kali sehari dengan bantuan minimal. g. Pemeliharaan kesehatan Klien tidak pernah melakukan pengobatan baik di puskesmas maupun rumah sakit sebelumnya. Sekarang klien mengatakan akan minum obat secara teratur karena ingin sembuh.

111 h. Kegiatan didalam rumah Klien mandiri dirumah tanpa bantuan orang lain. i. Kegiatan/aktivitas di luar rumah Klien tidak memiliki pekerjaan. Klien menggelandang di jalanan. VIII. Mekanisme Koping a. Koping adaptif Klien mengatakan tidak terbuka dengan masalah yang dimilikinya kepada orang lain karena tidak memiliki orang terdekat. b. Koping maldaptif Klien lebih sering menghindari petugas dan memilih tidur di kamar. IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan a. Masalah dengan dukungan kelompok Klien mengatakan tidak didukung oleh kelompok b. Masalah berhubungan dengan lingkungan Klien mengatakan tidak ada lingkungan yang menerima keberadaan klien. c. Masalah dengan pendidikan Klien tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar d. Masalah dengan pekerjaan Klien mengatakan tidak memiliki pekerjaan. e. Masalah dengan perumahan Klien tidak memiliki rumah. f. Masalah ekonomi Klien tidak memiliki pekerjaan g. Masalah dengan pelayanan kesehatan Kl\ien tidak mampu berobat sendiri. Tidak ada keluarga yang mendukung pengobatan klien.

112 X. Pengetahuan Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya tetapi dia berharap dapat sembuh dari proses pengobatannya dan dapat mencari pekerjaan. XI. Aspek Medik Diagnosa Medik : klien didiagnosa skizofrenia ytt Terapi Medik : 1. Risperidon 2x1 mg 2. Lorazepam 1x2 mg 3. Ketokonazole 1x200 mg XII. Analisa Data No Data Masalah 1 DS : - Klien mengatakan mendengar Gangguan persepsi sensori : suara-suara yang menyuruhnya halusinasi untuk tidak beraktivitas. - Klien mengatakan suara itu datang. DO : - Klien tampak bicara-bicara sendiri. - Klien tampak mondar-mandir di ruangan. - Klien tampak bingung dan bicara ngawur. 2 3 DS : - Klien mengatakan tidak berharga di masyarakat - Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas DO : - Nada bicara klien pelan - Klien hanya tidur-tiduran dikamar. - Klien tampak menyendiri DS : - Klien mengatakan tidak bisa bercukur sendiri - Klien mengatakan gatal-gatal di seluruh tubuhnya DO : - Tampak penyakit kulit di tangan, kaki, kepala dan badan klien. Harga diri rendah Defisit perawatan diri

113 - Klien tampak menggarukgaruk badannya - Gigi klien tampak kotor Daftar Masalah 1. Isolasi sosial 2. Disstres spiritual 3. Defisit perawatan diri 4. Resiko perilaku kekerasan 5. Perilaku kekerasan 6. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran 7. Gangguan proses pikir 8. Waham kebesaran 9. Koping maladaptif 10. Gangguan pemeliharaan kesehatan 11. Kurang pengetahuan Pohon Masalah Effect Isolasi Sosial Core Problem Defisit Perawatan Diri Causa Harga Diri Rendah Kronis Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Defisit perawatan diri 2. Harga diri rendah 3. Gangguan persepsi sensori : halusinasi

114 INTERVENSI KEPERAWATAN Nama klien : Tn. M No. MR : Diagnosa No Keperawa tan 1. Defisit Perawatan Diri Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Pasien mampu: Menjaga kebersih an diri sesuai strategi pelaksan aan tindakan keperaw atan sehingga klien merasa nyaman dan rapi. Setelah 2-4x pertemuan: Klien mampu menjaga kebersihan diri dengan cara: 5. Member sihkan diri dengan cara mandi 6. Mampu berhias dan bedanda n 7. Mampu melakuk an makan dan minum dengan baik 8. Mampu melakuk an BAB/B AK dengan baik. SP 1 Pasien: pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri : mandi, cuci rambut, sikat gigi, potong kuku a) Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK b) Jelaskan pentingnya kebersihan diri. c) Jelaskan alat dan cara kebersihan diri d) Latih cara menjaga membersihkan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku e) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan mandi dan sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut ( 2 kali per minggu) potong kuku ( satu kali per minggu) SP 2 Pasien: melatih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisian, rias Rasio nal

115 muka untuk perempuan, cukuran untuk pria a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian b) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan c) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, cukuran untuk pria d) Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan. SP 3 Pasien : melatih cara makan dan minum dan baik a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian b) Jelaskan cara dan alat makan dan minum c) Latih cara makan dan minum yang baik d) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan makan/minum yang baik. SP 4 Pasien : melatih BAB dan BAK yang baik a) Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum. Beri pujian b) Jelaskan cara

116 BAB/BAK yang baik c) Latih cara BAB/BAK yang baik. d) Masukan pada jadwal kegiatan untuk kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK 2. Harga diri rendah Pasien mampu : Meningk atkan kepercay aan diri yang dimiiki klien dan melatih klien sesuai kemamp uannya melalui tindakan keperaw atan sehingga klien tidak lagi merasa putus asa dan lebih berarti Setelah 2-4x pertemuan : Klien mampu meningkatkan harga diri dengan cara : 5. Mengkaji kemampuan yang dimiliki klien serta melatih kegiatan pertama 6. Latihan kegiatan kedua yang telah disepakati 7. Latihan kegiatan ketiga 8. Latihan kegiatan ke empat yang telah disepakati klien SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama a) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi b) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif paasien ( buat daftar kegiatan) c) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan) d) Buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini e) Bantu pasien

117 memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih f) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan nya) g) Masukkan kegiatan yang telahh dilatih pada jadwal kegiatan untuk latihan SP 2 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 2 pada pasien a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah b) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama d) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih e) Latih kegiatan kedua (alat dan cara) f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kegiatan SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 pada pasien a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan

118 3. Halusinasi Pasien mampu : Setelah dilakukan pertama, dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama dan kedua d) Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih e) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) f) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan tiga kegiatan SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 pada pasien a) Evaluasi tanda dan gejala harga diri rendah b) Validasi kemampuan melakukan kegiatan ertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian c) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga d) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih e) Latih kegiatan keempat (alat dan cara) f) Masukkan padajadwal kegiatan untuk latihan empat kegiatan SP Pasien SP 1 pasien :

119 Mengont rol halusinas i sesuai strategi pelaksan aan tindakan keperaw atan sehingga klien merasa nyaman pertemuan 2 4 x klien mampu mengontrol halusinasi dengan cara : 5. Menghar dik suara yang palsu 6. Minum obat dengan prinsip 6 benar minum obat 7. Mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap 8. Melakukan aktivitas yang terjadwal pengkajian dan mengenal halusinasi a) Mengkaji kesadaran pasien akan halusinasinya dan pengenalan akan halusinasi : Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan, respon pasien, serta upaya yang telah dilakukan pasien untuk mengontrol halusinasi b) Menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan mengahardik c) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik SP 2 pasien : 6 benar minum Obat a) Evalusi tanda dan gejala halusinasi b) Validasi kemampuan pasien mengenal halusinasi yang dialami dan kemampuan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik, berikan pujian c) Evalusi manfaat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat (jelaskan 6 benar : jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara,

120 kontinuitas minum obat) e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk minum obat sesuai jadwal Berikut ini tindakan keperawatan yang harus dilakukan agar pasien patuh minum obat : 1) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa 2) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program 3) Jelaskan akibat bila putus obat 4) Jelaskan cara endapatkan obat atau berobat 5) Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar (jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat) SP 3 pasien : Bercakap cakap a) Evaluasi gejala halusinasi b) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol alusiansi dengan menghardik, minum obat, berikan pujian c) Evaluasi manfaat emngontrol halusinasi dengan menghardik, minum

121 obat sesuai jadwal d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap saat terjadi halusinasi e) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan SP 4 pasien : Melakukan aktifitas sehari hari Pada tindakan keempat ini dapat diulang untuk beberapa kegiatan harian. Semakin banyak kegiatan yang dilakukan semakin sedikit kemungkinan berhalusinasi. Berikut beberapa kegiatan yang dapat dilatih 1. Mengepel lantai a. Evalusi tanda dan gejala halusinasi b. Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusiansi dengan menghardik, minum obat, dan bercakap cakap dengan orang lain, berikan pujian c. Latih cara mengontrol halusinasi dengan kegiatan harian (mulai 2 kegiatan) d. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk melakukan kegiatan harian 2. Melakukan aktifitas

122 sehari hari : Menyapu lantai IMPLEMENTASI DAN EVALUASI TINDAKAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Nama : Tn. M Ruangan : Dahlia No. MR : HARI/ TGL 17 Mei 2017 DIAGNOSA Defisit perawatan diri IMPLEMENTASI KEPERAWATAN SP 1 Pasien: pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri : cuci rambut, sikat gigi, potong kuku e. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK f. Jelaskan pentingnya kebersihan diri. g. Jelaskan alat dan cara kebersihan diri h. Latih cara menjaga membersihkan diri : mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku EVALUASI S : Klien mengatakan malas untuk menyisir rambutnya, Klien mengatakan malas untuk mencuci rambutnya O : Tampak rambut klien kusut, tampak ada ketombe, klien mengerti cara untuk mencuci rambut A: Klien dapat melakukan kegiatan tetapi dengan bantuan PAR AF 18 Mei 2017 Defisit perawatan diri SP 2 Pasien: melatih cara berdandan setelah kebersihan diri : sisiran, bercukur untuk pria P : Optimalkan SP 1, lanjutkan SP 2 S : Klien mengatakan nyaman dengan

123 d) Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian e) Jelaskan cara dan alat untuk berdandan/bercukur f) Latih cara berdandan setelah kebersihan diri : bercukur penampilan saat ini O : Klien tampak masih kusut, tampak klien sudah bercukur, tetapi dengan bantuan petugas A : Depisit perawatan diri : berhias diri masih ada, Klien dapat melakukan kegiatan dengan bantuan 19 Mei 2017 Defisit perawatan diri SP 3 Pasien : melatih cara makan dan minum dan baik d. Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian e. Jelaskan cara dan alat makan dan minum f. Latih cara makan dan minum yang baik P : Optimalkan SP 2 dan lanjutkan SP 3 S : Klien mengatakan sudah bisa melakukan cara makan yang baik dan benar O : Klien tampak bisa mempraktekka n cara makan yang baik dan benar A : Klien mampu melakukan kegiatan dengan baik tanpa arahan

124 20 Mei 2017 Defisit perawatan diri pendengaran Harga diri rendah SP 4 Pasien : melatih BAB dan BAK yang baik d. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan/minum. Beri pujian e. Jelaskan cara BAB/BAK yang baik f. Latih cara BAB/BAK yang baik. SP 1 Pasien : Pengkajian dan latihan kegiatan pertama e) Identifikasi pandangan/penilaian pasien tentang diri sendiri dan pengaruhnya terhadap hubungan dengan orang lain, harapan yang telah dan belum tercapai, upaya yang dilakukan untuk mencapai harapan yang belum terpenuhi f) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan mana kegiatan yang dapat dilaksanakan) g) Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih P : Optimalkan SP 3 dan lanjut SP 4 S : Klien mengatakan mengetahui cara BAB/BAK yang benar O : Klien tampak rapi dan bersih, klien dapat menyebutkan alat dan cara BAB/BAK yang benar A : Klien bisa melakukan kegiatan yang dilatih denan baik P : Optimalkan SP 4 dan evaluasi kembali SP 1, 2 dan 3 S : Klien mengatakan perasaan dirinya tidak mampu melakukan apa-apa O : klien tampak hanya berdiam diri saja, diselasela wawancara klien terkadang merunduk

125 h) Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukan nya) A : Klien melakukan kegiatan tanpa arahan perawat 21 Mei 2017 Harga diri rendah SP 2 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 2 e) Validasi kemampuan pasien melakukan kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian f) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama g) Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih h) Latih kegiatan kedua (alat dan cara) P : Optimalkan kemampuan SP 1 S : Klien mengatakan sudah melakukan kegiatan pertama yaitu merapikan tempat tidur, klien dapat menyebutkan alat untuk kegiatan kedua menyapu ruangan O : Klien tampak sudah bisa melakukan kegiatan, kontak mata kooperatif A: Harga diri rendah masih ada, klien melakukan dengan arahan perawat 22 Mei 2017 Harga diri rendah SP 3 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 3 d) Validasi kemampuan melakukan kegiatan pertama, dan kedua yang telah dilatih dan P: Optimalkan kegiatan SP 1 dan 2 S : Klien mengatakan drinya senang dapat melakukan kegiatan, klien

126 berikan pujian e) Bantu pasien melih kegitan ketiga yang akan dilatih f) Latih kegiatan ketiga (alat dan cara) bicara dengan nada keras O : Kien tampak sudah bisa menyiapkan makanan, klien tampak bersemangat A : Klien mampu melakukan kegiatan tanpa arahan perawat 23 Mei 2017 Harga diri rendah Halusinasi SP 4 Pasien : Strategi pelaksanaan pertemuan 4 (5) Validasi kemampuan melakukan kegiatan ertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian (6) Evaluasi manfaat melakukan kegiatan pertama, kedua dan ketiga (7) Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih (8) Latih kegiatan keempat (alat dan cara) P : Optimal kegiatan SP 3,2 dan 1 S : Klien mengatakan dirinya lebih mampu dan mandiri dari biasanya O : Klien bisa melakukan kegiatan mencuci piring, klien tampak bersemangat A : Klien mampu melakukan kegiatan tanpa arahan perawat Strategi Pelaksanaan 1 (Menghardik halusinasi) h) Membina hubungan saling percaya i) Mengidentifikasi jenis halusinasi klien j) Mengidentifikasi isi P : Optimalkan kegiatan SP 4 dan evaluasi kegiatan SP 1, 2 dan 3

127 halusinasi klien k) Mengidentifikasi waktu terjadi halusinasi klien l) Mengidentifikasi situasi pencetus yang menimbulkan halusinasi m)menjelaskan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik S : Klien mengatakan mendengar suara-suara yang memanggil dirinya, klien mengatakan suara tersebut sering mengatakan dirinya untuk mati 24 Mei 2017 Halusinasi Strategi Pelaksanaan 2 (6 benar minum obat) g) Evaluasi manfaat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik h) Latih cara mengontrol O : Klien tampak sering mondar - mandir, klien mampu memperagakan menghardik halusinasi A : Halusinasi masih ada, SP 1 tercapai klien mampu membina hubungan saling percaya, klien dapat memperagakan cara menghardik P : Lanjutkan SP 2 halusinasi, evaluasi kegiatan SP 1 S : Klien mengatakan suara yang memanggil masih sering muncul dan klien bisa mengontrol

128 25 Mei 2017 halusinasi dengan patuh minum obat. (Jelaskan pentingnya penggunan obat, akibat bila obat tidak digunakan sesuai program, akibat bila putus obat, cara mendapatkan obat/berobat. Jelaskan prinsip 6 benar minum obat: jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara dan kontinuitas minum obat. Halusinasi Strategi Pelaksanaan 3 (Bercakap-cakap dengan orang lain) e) Evaluasi gejala halusinasi f) Validasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum obat, berikan pujian g)latih cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap saat terjadi halusinasi dengan cara menghardik, klien mengetahui obat yang didapatkannya O : Klien tampak gelisah, klien bisa menyebutkan obatnya A : Halusinasi masih ada, SP 2 optimalkan P : Lanjutkan SP 3, evaluasi kegiatan SP 1 dan 2 S : Klien Mengatakan suara yang memanggil manggil sudah jarang terdengar O : klien tampak terkadang bermenung senndiri, klien tampak bersosialisasi dengan orang lain A : Halusinasi masih ada, SP 3 belum optimal P : Lanjutkan SP 4, evaluasi kegiatan SP 1,

129 26 Mei 2017 Halusinasi Strategi Pelaksanaan 4 (melakukan aktivitas seharihari) c)evaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik, minum obat, dan bercakap-cakap dengan orang lain,berikan pujian d) Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian 2 dan 3 S : Klien mengatakan halusinasi sudah jarang muncul, klien dapat mengontrol halusinasinya O : Klien tampak sudah berbicara dengan orang lain, klien masih sering mondarmandir A : Klien dapat mengontrol dengan melakukan kegiatan diruangan P : Optimalkan SP 4 dan evaluasi kegiatan SP 1 2 dan 3

130

131

132

133

134

135

136

137

138

139

140

141

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien BAB II KONSEP DASAR A. Pengetian Kurangnya perawatan diri pada pasien gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun, kurang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Defisit Perawatan Diri 1.1. Pengertian Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KASUS DEFISIT PERAWATAN DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KASUS DEFISIT PERAWATAN DIRI LAPORAN PENDAHULUAN KLIEN DENGAN KASUS DEFISIT PERAWATAN DIRI 1.1 KONSEP PERAWATAN DIRI A. Definisi Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUMAH SAKIT JIWA PROF. Dr. MUHAMMAD ILDREM PROVSU OLEH : REFIDA VERONIKA S 012015020 STIKes SANTA ELISABETH MEDAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Personal Hygiene berasal dari bahasa yunani yang berarti Personal yang artinya perorangan Hygiene berarti sehat. Personal Hygiene adalah suatu tindakan memelihara kesehatan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN. pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN. pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 1 BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis membahas dua kasus asuhan keperawatan pada klien defisit perawatan diri dengan penerapan pendidikan kesehatan personal hygiene di rumah

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG A. Identitas Pasien 1. Inisial : Sdr. W 2. Umur : 26 tahun 3. No.CM : 064601

Lebih terperinci

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DI UNIT RAWAT INAP RS JIWA RUANGAN RAWAT : TANGGAL DIRAWAT : I. IDENTITAS KLIEN Inisial : ( L

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi perkembangan individu secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. suatu kondisi perkembangan individu secara fisik, mental, spiritual, dan sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan Jiwa menurut Undang-undang kesehatan jiwa tahun 2014 adalah suatu kondisi perkembangan individu secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2014 Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Status perkawinan Agama Pendidikan Pekerjaan : Tn. M : Laki-laki : 34 thn : Sudah Menikah : Islam

Lebih terperinci

2.7 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian

2.7 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian ASKEP DPD 2.7 Asuhan Keperawatan A. Pengkajian 1. Identitas klien Nama : Tn. A Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 35 Tahun tinggal : Status : 2. Riwayat kesehatan RKS :lelah,badan bau,rambut kotor dan pemalas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri,

BAB I PENDAHULUAN. menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif. terhadap diri sendiri, tumbuh, berkembang, memiliki aktualisasi diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA Ruang rawat :... Tanggal dirawat:... A. IDENTITAS KLIEN Nama :... L/P) Umur :... tahun No. CM :... Tanggal masuk :... B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI......

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kondisi sehat baik secara fisik, mental, sosial maupun spiritual yang mengharuskan setiap orang hidup secara produktif baik secara sosial maupun

Lebih terperinci

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA A. IDENTITAS KLIEN Nama :... L/P) Umur :... tahun No. CM :... Tanggal masuk :... B. ALASAN MASUK/FAKTOR PRESIPITASI...... C. FAKTOR PREDISPOSISI 1. Pernah mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian I. Identitas Pasien Nama Umur Pendidikan Alamat Agama : Tn.G : 30 th : tamat SMA : Blora : Islam Tanggal masuk : 06/12/2009 Tgl pengkajian : 06/12/2009 No.cm : 06 80

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN A. Pembahasan Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan antara konsep dasar teori dan kasus nyata Sdr. D diruang Dewa Ruci RSJD Amino Gondohutomo

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. Oleh PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI DI RUANG ARIMBI RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh Afandi 1), Y.Susilowati 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida Husada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Manusia adalah mahluk sosial yang terus menerus membutuhkan orang lain disekitarnya. Salah satu kebutuhannya adalah kebutuhan sosial untuk melakukan interaksi sesama

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat Mendapatkkan gelar ahli madya keperawatan Disusun

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN MASALAH DEFISIT PERAWATAN DIRI Disusun Oleh : Kelompok 8 1. Bagas Amang S (14.401.15.014) 2. Dayu Ageng Safitri (14.401.15.021) 3. Dimas Viki H

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri

Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri Asuhan Keperawatan pada Pasien Defisit Perawatan Diri Pasien yang mengalami gangguan jiwa kronik sering kali tidak memdulikan perawatan diri. Hal ini yang menyebabkan pasien dikucilkan dalam keluarga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

GAMBARAN KINERJA PERAWAT DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG

GAMBARAN KINERJA PERAWAT DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG GAMBARAN KINERJA PERAWAT DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN PERSONAL HYGIENE KLIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH DR. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG 5 Nurul Amin ABSTRAK Kebutuhan personal hygiene klien skizofrenia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa peneliti melaporkan kasus gangguan jiwa terbesar adalah skizofrenia. Menurut capai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A.

III. RIWAYAT KESEHATANSEKARANG A. Asuhan Keperawatan kasus I. PENGKAJIAN Nama/Inisial : Tn. S Jenis kelamin : Laki-laki Umur : 28 tahun Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMA Pekerjaan : - Alamat :Jl. Dusun I

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan salah satu modal penting bagi setiap individu untuk melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia yang

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. Tindakan Keperawatan

CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan. Tindakan Keperawatan No. Hari/ Dx tanggal 1. Selasa/ 18 juni 2013 CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Pukul Tindakan Keperawatan SP 1 08.30 - Mengidentifikasi kemampuan klien dalam melakukan kebersihan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 19 Januari 2009, jam 10.00 WIB, di Ruang VIII Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Amino Gondhohutomo Semarang. 1. Biodata a. Identitas klien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif

Lebih terperinci

Koping individu tidak efektif

Koping individu tidak efektif LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI I. PROSES TERJADINYA MASALAH Isolasi social merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain

Lebih terperinci

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) BAB II TUNJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993) Menarik diri merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, industri dan termasuk Indonesia. Meskipun gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi hidup manusia menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan sempurna baik fisik, mental, dan sosial serta bukan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI A. Konsep Dasar Teori 1. Definisi Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok mengalami,

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN

LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN Implementasi NO. Keperawatan DX Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi 1. Kamis, 10.00 1. Mempertimbangkan S : Klien mengatakan 21 Mei 2015 WIB budaya klien ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, juga dapat diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJAUAN KONSEP BAB II TINJAUAN KONSEP A. Pengertian Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG.

PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. PENATALAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG GATHOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG Oleh R.Purwasih 1), Y. Susilowati 2), 1) Alumni Akademi Keperawatan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN GANGGUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI Disusun oleh : Kelompok 8 1. Khusnul khotimah (14.401.15.050) 2. Marfuah (14.401.15.054) 3. Muhammad Gimnastiyar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun 2014 merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PERAWATAN KEBERSIHAN DIRI (PERSONAL HYGIENE) Di Ruang Cendana V RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tugas Mandiri Stase Praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014 merupakan suatu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan yang terjadi setiap daerah, banyak menyebabkan perubahan dalam segi kehidupan manusia baik fisik, mental,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI

RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI PENGARUH TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK PENYALURAN ENERGI (OLAHRAGA) TERHADAP ACTIVITY OF DAILY LIVING (ADL) PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI PUSKESMAS REJOSO KEDIRI RENCANA TESIS OLEH : NORMA RISNASARI JUDUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN KASUS

BAB II PENGELOLAAN KASUS BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri 1. Definisi Defisit Perawatan Diri Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan kesehatan mental psikiatri sebagai efek negatif modernisasi atau akibat krisis multidimensional dapat timbul dalam bentuk tekanan dan kesulitan pada seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bahwa sehat-sakit dan adaptasi-maladaptasi merupakan konsep yang berbeda, tiap konsep berada pada rentang yang terpisah. Rentang seta-sakit berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut definisi World Health Organization (WHO), kematian. negara atau daerah adalah kematian maternal (Prawirohardjo, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut definisi World Health Organization (WHO), kematian. negara atau daerah adalah kematian maternal (Prawirohardjo, 1999). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut definisi World Health Organization (WHO), kematian maternal adalah kematian wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sejak dulu sudah dikenal adanya gangguan jiwa, misalnya dalam cerita Mahabarata dan Ramayana dikenal adanya Srikandi Edan, Gatot Kaca Gandrung. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien mulai dari pasien yang tidak mampu melakukan aktivitasnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien mulai dari pasien yang tidak mampu melakukan aktivitasnya secara BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perawat memiliki peran dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak yang dimiliki pasien dalam memperoleh perawatan yang baik (Asmadi, 2008). Peran tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan. yang mengakibatkan perilaku psikotik, gangguan dalam memproses 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia termasuk jenis psikosis yang menempati urutan atas dari seluruh gangguan jiwa. Skizofrenia adalah penyakit yang menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hingga saat ini penanganan penderita penyakit Skizofrenia belum memuaskan terutama di negara berkembang, ini disebabkan karena ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan

BAB III TINJAUAN KASUS. 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal di Ruang ketergantungan BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian 1. Pengkajian dilakukan pada tanggal 18-12-2008 di Ruang ketergantungan obat Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondho Hutomo Semarang, dengan diagnosa medis skizofrenia

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG JALAK RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG MALANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG JALAK RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG MALANG ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI DI RUANG JALAK RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG MALANG Hesti Wulandari 1312010012 SUBJECT: Asuhan Keperawatan, Defisit Perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN KASUS

BAB II PENGELOLAAN KASUS BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar Personal Hygiene Personal Hygiene merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut UU No.36 tahun 2009 adalah "Kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan keselarasan, dalam pengendalian diri serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk lansia umur 60 tahun ke. atas di seluruh dunia sangat cepat, bahkan lebih cepat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan penduduk lansia umur 60 tahun ke. atas di seluruh dunia sangat cepat, bahkan lebih cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk lansia umur 60 tahun ke atas di seluruh dunia sangat cepat, bahkan lebih cepat dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah. keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah. keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadian 55 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut World Health Organization (WHO) adalah berbagai karateristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering muncul adalah gangguan konsep diri harga diri rendah, yang mana harga diri rendah digambarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Beban Kerja 1. Pengertian Everly dkk (dalam Munandar, 2001) mengatakan bahwa beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas yang harus diselesaikan pada waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses keperawatan merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (problem solving) (Keliat dkk, 2005). Proses keperawatan ditujukan untuk memenuhi tujuan asuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan masalah yang serius, penting dan berbahaya. Karena dapat menyangkut keselamatan dan kerugian bagi diri sendiri maupun orang lain, bahkan hingga

Lebih terperinci

d. Sosial Universitas Sumatera Utara

d. Sosial Universitas Sumatera Utara BAB II PENGELOLAAN KASUS A. Konsep Dasar 1. Defenisi Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008),

BAB I PENDAHULUAN. dapat meningkatkan jumlah penderita gangguan jiwa (Nurdwiyanti,2008), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang mendunia dan semakin beratnya tuntutan ekonomi masyarakat saat ini mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia meningkat saat ini diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)

Lebih terperinci