BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dilakukan pada penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan RSUD Ario Wirawan Salatiga pada tanggal 18 Maret sampai 7 April Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu memilih subjek penelitian yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Selanjutnya subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (mendapat terapi standar PPOK eksaserbasi akut dan resveratrol) dan kelompok kontrol (terapi standar PPOK eksaserbasi akut). Subjek penelitian didapatkan 34 orang selanjutnya dibagi menjadi dua kelompok yaitu 17 orang kelompok perlakuan (mendapatkan terapi standar PPOK eksaserbasi akut dan resveratrol 1x500 mg per oral) dan 17 orang kelompok kontrol (terapi standar PPOK eksaserbasi akut). Satu pasien kelompok perlakuan diskontinu karena satu pasien masuk perawatan intensif karena perburukan penyakit penyerta/komorbid dan satu pasien kelompok perlakuan diekslusi karena menolak perawatan rumah sakit lebih lanjut. Dua pasien kelompok kontrol diekslusi karena menolak perawatan rumah sakit lebih lanjut. Total subjek penelitian berjumlah 30 pasien yang terbagi menjadi 15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol. Pasien yang ikut dalam penelitian ini tidak ada yang mengeluhkan efek samping resveratrol secara klinis antara lain mual, muntah, peningkatan SGOT/SGPT tiga kali diatas batas normal, dan peningkatan ureum/kreatin kinase tiga kali diatas nilai normal. Dilakukan pengukuran kadar IL-8 plasma, MMP-9 plasma dan pencatatan skor CAT saat eksaserbasi dan sesudah tercapai kondisi klinis stabil. 1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik subjek penelitian yaitu jenis kelamin, umur, IMT, pendidikan, pekerjaan, derajat merokok, dan derajat eksaserbasi, serta komorbid. diukur dan dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol. Karakteristik subyek masing-masing kelompok diukur dan dibandingkan untuk mengetahui homogenitas sebagai syarat kelayakan prosedur penelitian uji klinis. Penentuan uji statistik yang akan digunakan setelah dilakukan uji normalitas distribusi data. Kelompok data terbagi atas data kategorik (nominal) dan data numerik.

2 Data kategorik meliputi jenis kelamin, IMT, pendidikan, pekerjaan, derajat merokok, derajat eksaserbasi, dan komorbid. Data kategorik (nominal) jenis kelamin pada masingmasing kelompok dilakukan uji beda dengan uji fisher s exact test, karena tabel 2x2 dan nilai expeted count tidak memenuhi syarat uji chi square. Indeks massa tubuh (IMT), pendidikan, pekerjaan, derajat merokok, derajat eksaserbasi, dan komorbid pada masing-masing kelompok menggunakan uji mann whitney. Data numerik umur menggunakan mean (ratarata) dan standart deviation (simpang baku) dilakukan uji normalitas dengan uji shapiro wilk dan didapatkan data tidak berdistribusi normal sehingga uji beda dilakukan dengan uji mann whitney. Jenis kelamin, umur, IMT, pendidikan, pekerjaan, derajat merokok, derajat eksaserbasi, dan komorbid pada kelompok kontrol dan perlakuan memiliki nilai p > 0.05 dapat disimpulkan secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan (homogen). Karakteristik subyek penelitian meliputi jenis kelamin, umur, IMT, pendidikan, pekerjaan, derajat merokok, derajat eksaserbasi, dan komorbid terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Karateristik dasar subjek penelitian Karakteristik Kelompok p

3 Kontrol (n = 15) Perlakuan (n = 15) Jenis Kelamin c Laki-laki Perempuan 12 (80.0%) 3 (20.0%) 13 (86.7%) 2 (13.3%) Umur mean+sd a Pendidikan b Tidak Sekolah SD SMP SMA 1 (6.7%) 10 (66.7%) 3 (20.0%) 1 (6.7%) 4 (26.7%) 9 (60.0%) 1 (6.7%) 1 (6.7%) 0,415 Pekerjaan b Buruh 2 (13.3%) 2 (13.3%) Dagang 2 (13.3%) 1 (6.7%) IRT 1 (6.7%) 2 (13.3%) Pensiun 3(20.0%) 0 (0.0%) Petani 5 (33.3%) 9 (60.0%) Supir 0 (0.0%) 1 (6.7%) Tidak Bekerja 2 (13.3%) 0 (0.0%) IMT (kg/m 2 ) b Kurang (<18.5) 5 (33.3%) 5 (33.3%) Normal ( ) 8 (53.3%) 10 (66.7%) Lebih (>22.9) 2 (13.3%) 0 (0.0%) Derajat Merokok b Tidak merokok 3 (20.0%) 2 (13.3%) Ringan (1-199) 0 (0.0%) 2 (13.3%) Sedang ( ) 6 (40.0%) 11 (73.3%) Berat (> 600) 6 (40.0%) 0 (0.0%) Derajat eksaserbasi PPOK c Derajat 2 3 (20.0%) 4 (26.7%) Derajat 3 12 (80.0%) 11 (73.3%) Komorbid b CPC 3 (20.0%) 2 (13.3%) HHD 2 (13.3%) 0 (0.0%) Hipertensi gr1 2 (13.3%) 3 (20.0%) Pneumoni 2 (13.3%) 4 (26.7%) Tidak Ada 6 (40.0%) 6 (40.0%) Keterangan: a Variabel numerik, dideskripsikan dengan mean SD, diuji beda dengan manwhitney karena data tidak berdistribusi normal (umur) ; b Variabel kategorik skala nominal, dideskripsikan dengan frekuensi (%), diuji beda dengan chi square test; c Variabel kategorik skala nominal, dideskripsikan dengan frekuensi (%) uji fisher s exact test. karena tabel 2x2 dan nilai expeted count tidak memenuhi syarat uji chi square. d Variabel kategorik skala ordinal, dideskripsikan dengan frekuensi (%) uji mann whitney 2. Kadar IL-8 plasma dan perbedaan pada kelompok perlakuan dan kontrol Kadar IL-8 plasma kelompok perlakuan sebelum pemberian resveratrol (pre perlakuan) ditemukan rata-rata 29,11 6,11 pg/ml dan post perlakuan rata-rata 24,81 6,74 pg/ml. Perubahan kadar IL-8 plasma pre-post kelompok perlakuan mengalami penurunan rata-rata -4,30 4,80 pg/ml. Kadar IL-8 plasma kelompok kontrol sebelum pemberian terapi standar PPOK eksaserbasi akut (pre kontrol) ditemukan rata-rata 24,09 7,67 pg/ml dan setelah pemberian terapi standar terapi standar PPOK eksaserbasi akut (post kontrol) rata-rata 23,20 8,83 pg/ml. Perubahan kadar IL-8 plasma pre-post kelompok kontrol mengalami

4 penurunan rata-rata -0,89 6,61 pg/ml. Kadar IL-8 pre, post, dan perubahan yang terjadi prepost pada kelompok perlakuan dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kadar IL-8 plasma pre, post, dan perubahan yang terjadi pre-post pada kelompok perlakuan dan kontrol Kelompok IL-8 (pg/ml) Pre Post p (Pre Post Perlakuan (Resveratrol) 29,11 6,11 24,81 6, d -4,30 4,80 Kontrol 24,09 7,67 23,20 8, c -0,89 6,61 p 0,037 b 0,579 a 0,019 b Keterangan: Kadar IL-8 dideskripsikan dengan mean SD, nilai negatif pada selisih (pre post) berarti penurunan. a uji beda kelompok tidak berpasangan lulus syarat normalitas (independent sampel t test), b uji beda kelompok tidak berpasangan tidak lulus syarat normalitas (mann whitney). c uji beda kelompok berpasangan lulus syarat normalitas (pair sampel t test). d uji beda kelompok berpasangan tidak lulus syarat normalitas (wilcoxon rank test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. (Sumber data primer yang diolah, 2016 ) 3. Kadar MMP-9 plasma dan perbedaan pada kelompok perlakuan dan kontrol Berdasarkan Uji Shapiro Wilk, distribusi data hasil pengamatan kadar MMP-9 plasma data pre-post kelompok perlakuan dan kontrol berdistribusi normal, uji beda pre-post berpasangan dengan uji pair sampel t test dan uji beda kelompok tidak berpasangan dengan uji independent sampel t test Kadar MMP-9 plasma kelompok perlakuan sebelum pemberian resveratrol (pre perlakuan) ditemukan rata-rata ng/ml dan post perlakuan rata-rata ng/ml. Perubahan kadar MMP-9 plasma pre-post kelompok perlakuan mengalami peningkatan rata-rata ng/ml. Kadar MMP-9 plasma kelompok kontrol sebelum pemberian terapi standar PPOK eksaserbasi akut (pre kontrol) ditemukan rata-rata ng/ml dan setelah pemberian terapi standar PPOK eksaserbasi akut (post kontrol) rata-rata ng/ml. Perubahan kadar MMP-9 plasma pre-post kelompok kontrol mengalami peningkatan rata-rata ng/ml. Kadar MMP-9 pre, post, dan perubahan yang terjadi pre-post pada kelompok perlakuan dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 8.. Tabel 8. Kadar MMP-9 plasma pre, post, dan perubahan yang terjadi pre-post pada kelompok perlakuan dan kontrol

5 Kelompok MMP-9 plasma (ng/ml) Pre Post p a (Pre Post) Perlakuan (Resveratrol) , Kontrol p b 0,245 0,508 0,367 Keterangan: Kadar MMP-9 plasma pre post kelompok perlakuan dan kontrol berdistribusi normal dan dideskripsikan dengan mean SD. Nilai positif pada (pre post) berarti peningkatan a uji beda post pre berpasangan lulus syarat normalitas (pair sampel t test), b uji beda kelompok tidak berpasangan lulus syarat normalitas (independent sampel t test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. (Sumber data primer yang diolah, 2016 ) 4. Skor CAT dan perbedaan pada kelompok perlakuan dan kontrol Berdasarkan Uji Shapiro Wilk, distribusi data hasil pengamatan Skor CAT plasma data pre-post, kelompok perlakuan dan kontrol berdistribusi normal uji beda pre-post berpasangan dengan uji pair sampel t test dan uji beda kelompok tidak berpasangan dengan uji independent sampel t test Skor CAT penderita PPOK eksaserbasi kelompok perlakuan sebelum pemberian resveratrol (pre perlakuan) didapatkan rata-rata dan skor CAT post perlakuan rata-rata Perubahan skor CAT pre-post kelompok perlakuan mengalami penurunan rata-rata Skor CAT penderita PPOK eksaserbasi akut kelompok kontrol sebelum pemberian terapi standar PPOK eksaserbasi akut (pre kontrol) didapatkan rata-rata dan skor CAT setelah pemberian terapi standar PPOK eksaserbasi akut post kontrol rata-rata Perubahan skor CAT pre-post kelompok kontrol mengalami penurunan rata-rata Skor CAT pre, post, dan perubahan yang terjadi pre-post antara kelompok perlakuan dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Skor CAT pre, post, dan perubahan yang terjadi post-pre pada penderita PPOK eksaserbasi kelompok perlakuan dan kontrol Skor CAT Kelompok Pre Post p a Pre Post Perlakuan (Resveratrol) ,

6 Kontrol , Keterangan: p b Skor CAT pretest-posttest dan selisih (Post-Pre) kelompok perlakuan dan kontrol berdistribusi normal dan dideskripsikan dengan mean SD. Nilai negatif pada (pre post) berarti penurunan a uji beda post pre berpasangan (pair sampel t test), b uji beda kelompok tidak berpasangan (independent sampel t test). Perubahan dinyatakan signifikan apabila uji menghasilkan p < 0,05. (Sumber data primer yang diolah, 2016 ) B. Pembahasan Eksaserbasi PPOK adalah suatu keadaan akut yang ditandai dengan perburukan gejala diluar variasi normal sehari-hari sehingga memerlukan pengobatan yang adekuat. Gejala eksaserbasi meliputi sesak napas bertambah, produksi sputum meningkat, dan terjadi perubahan warna sputum 1. Eksaserbasi berat memiliki 3 gejala diatas, eksaserbasi sedang memiliki 2 gejala diatas, dan eksaserbasi ringan memiliki 2 gejala diatas 1,4. Peningkatan frekuensi eksaserbasi menyebabkan angka kematian dan kesakitan meningkat, risiko rawat inap meningkat, dan kualitas hidup penderita PPOK meurun 16. Pada keadaan eksaserbasi ditandai dengan peningkatan sel dan mediator inflamasi antara lain IL-8 dan MMP Interleukin (IL)-8, kemokin CXC adalah kemoaktraktan poten terhadap netrofil yang memiliki peranan penting dalam amplifikasi respons inflamasi pada PPOK eksaserbasi. Kadar IL-8 meningkat di sputum dan plasma pada penderita PPOK eksaserbasi. Peningkatan kadar IL-8 dalam sputum dikaitkan dengan peningkatan jumlah sel netrofil dalam sputum. Peningkatan kadar IL-8 dalam sputum dan plasma menyebabkan perburukan gejala klinis 14. Matrix metalloproteinase (MMP)-9 merupakan enzim elastolitik utama MMP yang berperan dalam remodelling dan perbaikan jaringan melalui degradasi kolagen tipe IV dan protein matrik lainnya pada membran basal. Peningkatan aktivitas sel netrofil menyebabkan banyak pengeluaran MMP-9 kedalam saluran napas. Peningkatan kadar MMP9 dalam sputum, cairan bronkoalveolar, dan plasma dikaitkan dengan tanda inflamasi lokal dan sistemik pada penderita PPOK 18,34,35. Penatalaksanaan eksaserbasi PPOK antara lain inhalasi bronkodilator β-2 agonis aksi cepat kombinasi dengan atau tanpa antikolinergik, bronkodilator golongan xanthine. Antibiotik diberikan pada penderita PPOK eksaserbasi dengan tiga gejala kardinal atau dua gejala kardinal yang salah satunya adalah purulensi sputum 1,4. Kortikosteroid sistemik diberikan pada penderita PPOK eksaserbasi, namun respons inflmasi abnormal di paru masih dapat terjadi sehingga menjadi pemikiran dibutuhkan antiinflamasi tambahan, salah satunya obat resveratrol 79.

7 Resveratrol memiliki peranan sebagai antioksidan dan antiinflamasi, sehingga mempunyai peluang menurunkan pembentukan sitokin inflamasi dengan menghambat aktivitas makrofag melalui hambatan NFκβ (Nuclear factor kaffa β) sebagai faktor transkripsi yang mengatur pembentukan gen sitokin proinflamasi. Resveratrol dapat menghambat aktivitas NFκβ dengan menghalangi fosforilasi dan degradasi protein inhibitor kaffa β (Iκβ) sebagai protein penting yang mengikat NFκβ 9,74. Pemberian resveratrol dosis 500 mg/hari pada penelitian ini diharapkan dapat menurunkan kadar IL-8 plasma, MMP-9 plasma, dan skor CAT penderita PPOK eksaserbasi akut yang dirawat inap di RSUD dr. Moewardi Surakarta dan RSUD Ario Wirawan Salatiga. 1. Karakteristik subjek penelitian Subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi berjumlah 30 orang yang terdiri dari 15 orang kelompok perlakuan dan 15 orang kelompok kontrol. Prosentase jenis kelamin pada kelompok perlakuan yaitu laki-laki 13 orang (86.7%) dan perempuan 2 orang (13.3%), sedangkan pada kelompok kontrol laki-laki 12 orang ( 80.0%) dan perempuan 3 orang (20.0%). Berdasarkan penelitian ini sebagian besar prevalensi PPOK pada kedua kelompok adalah laki-laki. Serupa dengan penelitian Indrayati (2014) di RSUD Dr. meowardi didapatkan 13 orang laki-laki kelompok perlakuan dan 12 orang laki-laki kelompok kontrol 80. Prevalensi PPOK di Indonesia lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Prevalensi ini dikaitkan dengan riwayat kebiasaan merokok laki-laki lebih tinggi sekitar 60% dan perempuan 4% 81. Prevalensi PPOK terbanyak pada laki-laki sering dikaitkan dengan risiko riwayat kebiasaan merokok, pajanan di luar lingkungan, termasuk pajanan polusi di tempat kerja 1,4. Umur kelompok perlakuan rata-rata tahun lebih muda dibandingkan kelompok kontrol tahun namun secara statistik rata-rata umur pada kedua kelompok tidak ada perbedaan signifikan (homogen) dengan nilai p=0,202 (p>0,05). Umur merupakan salah satu faktor risiko PPOK dengan mekanisme yang belum jelas dipahami, diperkirakan dengan pertambahan umur mencerminkan kumulatif/jumlah pajanan selama hidup sehingga dapat berkembang menjadi PPOK 1. Indeks massa tubuh (IMT) subjek penelitian sebagian besar memiliki nilai normal (IMT= 18,5-22,9) yaitu 10 orang (66.7%) kelompok resveratrol dan 8 orang (53.3%) kelompok kontrol. Serupa dengan penelitian oleh Indrayati (2014), didapatkan IMT normal kelompok perlakuan 13 orang (86,7%) dan kelompok kontrol 14 (93,3%) 80. Berdasarkan penelitian ini subjek dengan IMT normal harus lebih dipertahankan dengan memberikan asupan makanan yang adekuat untuk mencegah penurunan IMT yang dapat menyebabkan

8 perburukkan PPOK. Status gizi kurang atau malnutrisi dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi saluran napas 82. Derajat merokok pada kelompok perlakuan (resveratrol) dan kelompok kontrol sebagian besar adalah dengan indeks brigman sedang-berat. Penelitian yang dilakukan oleh Indrayati (2014) derajat merokok pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol adalah sedang-berat sebanyak 80% 77. Faktor risiko utama PPOK yaitu merokok namun tidak semua perokok dapat menjadi PPOK. Keterlibatan faktor genetik dan pajanan lingkungan perlu dipertimbangkan 1,2,35. Kebiasaan merokok 10 pak/tahun atau setara dengan indeks brigman (IB) sedang lebih berisiko berkembang menjadi PPOK dibandingkan IB ringan 3. Beratnya derajat eksaserbasi PPOK menyebabkan respons inflamasi di saluran napas meningkat yang mengakibatkan perburukan gejala klinis, penurunan fungsi paru dan kualitas hidup, serta peningkatan mortalitas 83. Derajat eksaserbasi PPOK pada kedua kelompok penelitian ini sebagian besar adalah derajat 2 dan 3 dengan distribusi yang homogen sehingga tidak mempengaruhi outcome penelitian. Tingkat pendidikan dan pekerjaan menjadi indikator sosial ekonomi individu. Tingkat pendidikan dan pekerjaan kedua kelompok penelitian ini sebagian besar adalah SD dan petani. Berdasarkan penelitian ini sebagian besar subjek penelitian berstatus sosial ekonomi rendah. Sosial ekonomi rendah menjadi salah satu faktor risiko PPOK yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dalam memandang kebiasaan merokok, pajanan polutan baik di dalam dan luar lingkungan, serta kepatuhan pengobatan 1,84 Faktor risiko eksaserbasi PPOK antara lain infeksi saluran napas, pajanan polutan lingkungan, dan beberapa kondisi komorbid 1,4. Komorbid pada kelompok perlakuan sebanding dengan kelompok kontrol antara lain penyakit cor pulmonale, hipertensi, hipertensi heart disease, dan pneumoni. Komorbid dikaitan dengan tingkat keparahan PPOK dan mortalitas. Penelitian ini mendapatkan distribusi komorbid homogen pada kedua kelompok sehingga komorbid kemungkinan tidak mempengaruhi outcome penelitian. 2. Pengaruh pemberian resveratrol terhadap kadar IL-8 plasma Kadar IL-8 plasma pada kelompok perlakuan mengalami penurunan rata-rata dari 29,11 6,11 pg/ml (pre) menjadi 24,81 6,74 pg/ml (post), secara statistik penurunan tersebut signifikan (p= 0,004). Kadar IL-8 plasma pada kelompok kontrol mengalami penurunan rata-rata dari 24,09 7,67 pg/ml (pre) menjadi 23,20 8,83 pg/ml (post). Kelompok kontrol mengalami penurunan kadar IL-8 tidak signifikan (p= 0,086).

9 Penurunan kadar IL-8 plasma pada kedua kelompok terdapat perbedaan yaitu Kadar IL-8 kelompok perlakuan menurun rata-rata (-4,30 4,80) pg/ml lebih besar dibanding kelompok kontrol (-0,89 6,61) pg/ml dan perbedaan penurunan signifikan (p=0.019). Berdasarkan hasil diatas disimpulkan bahwa resveratrol efektif menurunkan kadar IL-8 plasma. Penelitian Culpitt dkk. tahun 2001 menunjukkan resveratrol dapat menghambat pelepasan IL-8 yang dikeluarkan oleh sel epitel bronkus (diakibatkan oleh pajanan asap rokok dan LPS) serta dinyatakan pada perokok potensi menderita PPOK sekitar 88% dan 94% 28. Interleukin (IL)-8, kemokin CXC merupakan kemoaktraktan poten netrofil yang memiliki peranan penting dalam amplifikasi respons inflamasi pada PPOK eksaserbasi. Interleukin (IL)-8 disintesis oleh beberapa sel yaitu epitel, netrofil, makrofag sebagai respons terhadap stimulus (antara lain pajanan asap rokok, produk infeksi bakteri dan virus, serta faktor komorbid) 14,15. Kondisi eksaserbasi menyebabkan kadar IL-8 meningkat di dalam sputum dan plasma. Peningkatan kadar IL-8 sputum dan plasma dikaitkan dengan perburukkan gejala klinis dan peningkatan mortalitas 16. Resveratrol sebagai antiinflamasi diketahui dapat menghambat faktor transkripsi utama NFκβ melalui hambatan pembentukan inhibitor κβ kinase (IκK). Hambatan enzim IκK mencegah fosforilasi dan degradasi protein Iκβ kinase sehingga mencegah translokasi heterodimer subunit p65 dan p50 NFκβ kedalam inti sel. Hambatan NFκβ mencegah pelepasan kadar IL-8 yang meningkat akibat infeksi, polutan, serta komorbid 28, Pengaruh pemberian resveratrol terhadap kadar MMP-9 plasma Kadar MMP-9 plasma kelompok perlakuan mengalami peningkatan rata-rata dari ng/ml (pre) menjadi ng/ml (post), secara statistik peningkatan tersebut tidak signifikan (p=0,385). Kadar MMP-9 plasma kelompok kontrol mengalami peningkatan rata-rata dari ng/ml (pre) menjadi ng/ml (post), secara statistik peningkatan tersebut signifikan (p=0,007). Peningkatan kadar MMP-9 plasma antar kelompok perlakuan dan kontrol terdapat perbedaan yaitu kadar MMP-9 plasma pre-post kelompok perlakuan rata-rata ( ) ng/ml lebih rendah dibandingkan kadar MMP-9 plasma kelompok kontrol ( ) ng/ml, secara statistik perbedaan peningkatan tidak signifikan (p=0.367). Berdasarkan hasil data diatas disimpulkan pemberian resveratrol tidak menunjukkan pengaruh terhadap penurunan kadar MMP-9 plasma, akan tetapi penelitian justru mengalami peningkatan, meskipun perbedan kadar MMP-9 pre perlakuan dibanding post perlakuan tidak signifikan. Penelitian

10 sebelumnya untuk mengetahui pengaruh pemberian resveratrol terhadap penurunan kadar MMP-9 pada penderita PPOK belum ditemukan oleh penulis. Matriks metalloproteinase (MMP) merupakan suatu enzim yang terdiri dari 24 rumpun dan mampu mendegradasi matriks jaringan. Ekspresi MMP yang berlebihan berkaitan erat dengan perusakan jaringan khususnya elastin sehingga menyebabkan emfisema paru. Enzim elastase yang memiliki kemampuan memecah elastin terutama MMP Makrofag alveolar merupakan sumber utama elastase MMP-9, dapat meningkat pada makrofag yang aktif 56. Aktivitas elastase makrofag meningkat secara signifikan setelah pajanan asap rokok (diakibatkan oleh pajanan nikotin rokok) dan lingkungan berpolutan 57. Kadar enzim elastase MMP-9 dalam sirkulasi dan bahkan pada septum interalveoler dapat berbulan-bulan, dan lebih lama dibanding sitokin inflamasi. Hasil penelitian lavase cairan bronkus kadar MMP-9 lebih tinggi ditemukan pada penderita emfisema dibanding tidak emfisema 58. Peningkatan sekresi dan aktivitas enzimatik elastase MMP-9 lebih besar ditemukan dalam cairan BAL dan penderita emfisema 85. Resveratrol sebagai anti inflamasi dapat menurunkan aktivitas inflamasi dan diperhitungkan dapat menurunkan enzim elastase (MMP-9) melalui hambatan aktivasi NFκβ. Hasil penelitian ini, tidak menemukan penurunan kadar MMP-9 namun menunjukkan peningkatan meskipun uji beda kadar MMP-9 sebelum pemberian resveratrol (pre perlakuan) dibanding sesudah pemberian (post perlakuan) tidak bermakna. Selanjutnya apabila dibanding dengan kelompok kontrol, nilai peningkatan pada kelompok kontrol (197.07) lebih besar dibanding kelompok perlakuan (89.12), keadaan ini dapat dinyatakan terdapat unsur pengendalian pada kenaikan kadar MMP-9 yang kemungkinan dapat diakibatkan oleh pengaruh pemberian terapi resveratrol meskipun memerlukan kajian lebih lanjut, salah satu hal yang dimungkinan karena kurangnya lama pemberian resveratrol. Dosis dan lama pemberian resveratrol pada penderita PPOK secara spesifik juga belum ditemukan oleh penulis. 3. Pengaruh pemberian resveratrol terhadap skor CAT pada kelompok perlakuan dan kontrol Skor CAT penderita PPOK eksaserbasi akut kelompok perlakuan rata-rata mengalami penurunan dari (pre) menjadi (post), perbedaan skor CAT pre dibanding post pada kelompok perlakuan adalah signifikan (p=0.000). Skor CAT penderita PPOK eksaserbasi akut kelompok kontrol rata-rata juga mengalami penurunan dari (pre) menjadi (post), perbedaan skor CAT pre dibanding post pada kelompok kontrol adalah signifikan (p=0.000). Nilai penurunan skor CAT kelompok

11 perlakuan yaitu -6.60, sedangkan pada kelompok kontrol -5.00, menunjukkan penurunan pada kelompok perlakuan lebih besar dibanding kelompok kontrol, meskipun perbedaan tidak signifikan (p= 0,176). Hal ini dapat dinyatakan pemberian resveratrol pada PPOK eksaserbasi akut dapat berpengaruh terhadap penurunan skor CAT, melalui efek anti inflamasi yang didukung oleh penurunan kadar IL-8, dan penurunan respons inflamasi selama eksaserbasi akan memperbaiki gejala klinis penderita PPOK eksaserbasi akut. Skor COPD assessment test (CAT) merupakan skor yang digunakan untuk mendeteksi gejala PPOK terhadap status kesehatan penderita secara klinis. Nilai skor CAT meningkat saat eksaserbasi dan menggambarkan beratnya eksaserbasi berkaitan dengan fungsi paru dan lamanya perawatan 1,62. Resveratrol memiliki efek antiinflamasi sehingga dapat mencegah pengeluaran sitokin proinflamasi melalui hambatan NFκβ 28. Penurunan jumlah sel dan mediator inflamasi dapat menurunkan inflamasi saluran napas, edema, dan hipersekresi mukus sehingga gejala klinis PPOK eksaserbasi menurun. Gejala klinis eksaserbasi PPOK dapat dinilai dengan skor CAT 1,62. Mencermati keseluruhan karakteristik subjek dan variable penelitian yang dilakukan pada penderita PPOK eksaserbasi akut kelompok subjek yang diberikan tambahan terapi resveratrol sebagai kelompok perlakuan dan kelompok yang tidak diberikan resveratrol sebagai kontrol diperoleh hasil karakteristik kedua kelompok tidak ditemukan perbedaan yang signifikan atau homogen. Homogeniti subjek penelitian dapat menjadi dasar penilaian analisis temuan selanjutnya. Kadar IL-8 plasma, MMP-9 plasma, dan perbaikan klinis berdasarkan skor CAT merupakan parameter evaluasi dalam penelitian. Ditemukan perbedaan nilai rata-rata kadar IL-8 dan MMP-9 plasma post perlakuan baik pada kelompok perlakuan dan kontrol. Pada kelompok perlakuan ditemukan nilai ratarata kadar IL-8 plasma post pemberian resveratrol lebih rendah dibanding kelompok kontrol, yang secara statistik signifikan. Kadar MMP-9 plasma post pemberian resveratrol pada kelompok perlakuan meningkat dibanding sebelum pemberin resveratvatrol, namun perbedaan tersebut tidak signifikan. Berbeda pada kelompok kontrol, ditemukan peningkatan yang lebih besar kadar MMP-9 pada fase pencapaian perbaikan klinis dan ditemukan perbedaan yang bermakna. Nilai perubahan yang terjadi pada kadar MMP-9 dapat dinyatakan, peningkatan kelompok kontrol lebih besar dibanding kelompok perlakuan berdasarkan nilai perbandingan antara 197,07 (kelompok kontrol) dibanding 89,12 (kelompok perlakuan) dan keduanya menunjukkan perbedaan yang bermakna (p <0,05). Kondisi tersebut dapat dinyatakan terdapat unsur pengendalian inlamasi pada kelompok

12 perlakuan yang diberikan reservatrol sehingga dapat mengendalikan terjadinya peningkatan kadar enzim MMP-9 plasma. Perbaikkan klinis berdasarkan skor CAT resveratrol ditemukan petunjuk yang lebih baik pada kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol, yaitu nilai penurunan skor CAT kelompok perlakuan 6,60 lebih besar dibanding kelompok kontrol 5,00 meskipun perbedaan tidak signifikan. Sehingga manfaat penelitian ini, dapat diketahui yaitu pemberian resveratrol 1x500mg/hari per oral (po) berkontribusi pada perbaikan klinis penderita PPOK eksaserbasi akut. Pemberian resveratrol 1x500mg/hari per oral (po) sebagai terapi tambahan bermanfaat dalam mengendalikan respons inflamasi yang diketahui dengan menurunnya kadar IL-8 plasma, dan terkendalinya laju peningkatan kadar MMP-9 plasma meskipun secara statistik tidak nyata, serta dapat berperan pada perbaikan klinis berdasarkan penurunan nilai skor CAT. C. Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini antara lain, penelitian ini singkat sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar MMP-9 belum tercapai. Dosis relevan untuk menurunkan kadar enzim MMP-9 plasma belum ditemukan. Penilaian skor CAT penderita PPOK eksaserbasi akut berdasarkan questionere sudah diakui meskipun mengandung unsur subjektivitas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Pada penelitian ini kerangka konsep mengenai karakteristik pasien PPOK eksaserbasi akut akan diuraikan berdasarkan variabel katagorik

Lebih terperinci

Pengaruh Resveratrol terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma, MMP-9 Plasma dan Skor CAT Penderita PPOK Eksaserbasi

Pengaruh Resveratrol terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma, MMP-9 Plasma dan Skor CAT Penderita PPOK Eksaserbasi Pengaruh Resveratrol terhadap Kadar Interleukin-8 Plasma, MMP-9 Plasma dan Skor CAT Penderita PPOK Eksaserbasi Evata Putri, 1,2 Suradi, 1 Diffah, 1 Harsini 1 1 Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan salah satu jenis dari penyakit tidak menular yang paling banyak ditemukan di masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan uji klinis experimental dengan pendekatan pre test dan post test pada kelompok perlakuan dan kontrol. B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL. Selama penelitian diambil sampel sebanyak 50 pasien

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 52 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies dengan pendekatan pretest posttest pada kelompok perlakuan dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS) mengartikan Penyakit Paru Obstruktif Kronik disingkat PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 20 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional di mana variabel bebas dan variabel tergantung diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis kronik yang berobat di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan permasalahan terkait kebiasaan merokok yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah batang rokok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis 49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat non-eksperimental dengan rancangan penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. B. Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang mempunyai karakteristik keterbatasan aliran nafas yang persisten, bersifat progresif dan berkaitan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Penelitian ini dilakukan di Poltekkes YRSU Dr.Rusdi. Jl.H Adam Malik No.140-142 Medan, Sumatera Utara. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Poltekkes YRSU Dr.Rusdi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Poliklinik THT-KL RSUD Karanganyar, Poliklinik THT-KL RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. 61 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain kuasi eksperimental. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized

BAB 3 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized 36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis double blind randomized controlled trial untuk melihat penurunan kadar interleukin-6 setelah pemberian cairan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis experimental, pretest dan posttest design.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan uji klinis experimental, pretest dan posttest design. 47 BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis experimental, pretest dan posttest design. B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di RSUD Soehadi Pridjonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 2008).

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN 37 BAB III. METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan metode Quasi Experimental dan menggunakan Pretest and posttest design pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi 29 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. HASIL PENELITIAN 4.1.1. Jumlah Sampel Penelitian Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan 44 penderita rinitis alergi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian yang dilakukan bulan Mei sampai Juni 2009 didapatkan 32 data yang diperoleh dari data sekunder yang memenuhi kriteria penelitian, namun jumlah sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan epidemiologi kesehatan pada umumnya berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, dapat dilihat dari sejarah ilmu epidemiologi itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN 38 A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan secara cross sectional, variabel bebas dan variabel terikat diobservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diatasi, dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diatasi, dikarakterisir dengan keterbatasan aliran udara yang menetap, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diatasi, dikarakterisir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan

BAB 6 PEMBAHASAN. tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik subyek penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata usia sampel penelitian 47,2 tahun, usia termuda 18 tahun dan tertua 68 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru

B A B I PENDAHULUAN. penyakit akibat pajanan debu tersebut antara lain asma, rhinitis alergi dan penyakit paru B A B I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajanan debu kayu yang lama dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sistem pernafasan, pengaruh pajanan debu ini sering diabaikan sehingga dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting dan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara diseluruh dunia. Meskipun penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of Chronic Obstructive Lung Diseases (GOLD) merupakan penyakit yang dapat cegah dan diobati, ditandai

Lebih terperinci

BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2.

BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN. Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta. 1. Populasisasaran:Pasien DM tipe 2. BAB 4 MATERI METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode Randomized Double Blind Controlled Trial. 4.. Tempat Bagian Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c-

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN. Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin (GA) dan high sentitif c- BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil peneltian 5.1.1 Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh Super Oxide Dismutase Oral (SOD) terhadap kadar Glicated Albumin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi

BAB V HASIL PENELITIAN. Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Karekteristik sampel penelitian dipaparkan dalam Tabel 5.1 diskripsi dan frekuensi berdasarkan nilai mean dan persentase penelitian untuk dapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar

BAB V HASIL PENELITIAN. ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar BAB V HASIL PENELITIAN Telah dilakukan penelitian eksperimental untuk menganalisis efektivitas ekstrak kulit manggis (Garcinia mangostana) terhadap jumlah sel NK dan kadar sitokin IFN- γ pada penderita

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian nefrologi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak khususnya bidang 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang Lingkup Tempat Semarang.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian mengenai Identifikasi Permasalahan Dosis dan Terapi Obat pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue (DBD) Rawat Inap Pengguna Askes

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Geriatri. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam khususnya Ilmu 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci dilakukan abrasi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN L-CARNITINE TERHADAP % VEP-1 dan SKOR CAT PENDERITA PPOK STABIL

PENGARUH PEMBERIAN L-CARNITINE TERHADAP % VEP-1 dan SKOR CAT PENDERITA PPOK STABIL PENGARUH PEMBERIAN L-CARNITINE TERHADAP % VEP-1 dan SKOR CAT PENDERITA PPOK STABIL T E S I S Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar DOKTER SPESIALIS PARU DAN PERNAPASAN Oleh Wahyu

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit Jumlah total leukosit sebelum diberikan perlakuan pada kelompok kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan kohort retrospektif B. Tempat dan Waku Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur 12-23 bulan yaitu sebanyak 23 balita (44,2%).

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini BAB V PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan derajat berat merokok dengan kejadian infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari 2015. Penelitian ini dilakukan di Poliklinik dan Ruang Rawat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di ruang fisioterapi RS PKU Muhammadiyah Gamping. Subjek penelitian adalah pasien

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat. dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV ini membahas hasil penelitian yaitu analisa univariat dan bivariat serta diakhiri dengan pembahasan. 4.1. ANALISA UNIVARIAT Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita

BAB V HASIL PENELITIAN. Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita 44 BAB V HASIL PENELITIAN Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 30 perempuan penderita xerostomia yang berusia lanjut sebagai sampel, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok musik klasik barat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit dengan penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema ditutupi sisik tebal

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini mencakup disiplin Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut, dan Ilmu Onkologi Radiasi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka teori yang ada, tidak semua variabel akan diteliti, tetapi peneliti memilih variabel yang memungkinkan untuk dilakukan penelitian,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi

BAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi 43 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian dilaksanakan di klinik RSUD Gunung Jati Cirebon, dengan populasi sampel adalah pasien HIV dengan terapi ARV >6 bulan. Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( )

BAB III METODE PENELITIAN. obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. ( ) ( ) ( ) 22 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan desain penelitian obeservasional analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Populasi dan Sampel

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Penyakit Dalam, sub ilmu Pulmonologi dan Geriatri. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat peneltian ini adalah

Lebih terperinci

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam

CURRICULUM VITAE. Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam CURRICULUM VITAE Nama : DR. Dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Tempat, tanggal lahir : Ujung Pandang, 12 April 1959 Agama: Islam Email: nurahmad_59@yahoo.co.id Jabatan: Ketua Divisi Pulmonologi Dept.

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran umum Penelitian dilaksanakan di klinik dan bangsal THT-KL dan laboratorium Patologi Klinik RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode Mei Agustus 2011. Selama penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara

BAB V HASIL. Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara BAB V HASIL Penelitian dilakukan pada 12 ekor kelinci jantan New Zealand, secara random dibagi menjadi dua kelompok dengan jumlah masing-masing kelompok 6 ekor kelinci. Enam ekor kelinci yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Karakteristik Responden a. Karakteristik Responden Tabel 6 memperlihatkan data karakteristik responden dan hasil uji homogenitas responden berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1. Lingkup Ilmu Penelitian ini melingkupi Ilmu Imunologi, Penyakit Infeksi, dan Farmakologi. 4.1.2. Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bangsal Firdaus RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bangsal Firdaus RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Penelitian Subjek penelitian adalah ibu bersalin dengan Sectio Caesarea di Bangsal Firdaus RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan 79 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN Penelitian telah dilaksanakan selama kurun waktu 6 bulan, yaitu antara bulan September 2010 sampai dengan bulan Februari 2011 di Poli Rawat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 2016. B. Jenis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 29 BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan selama dua belas bulan (Agustus 2006 Juli 2007). Subjek uji yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 92 orang penderita, 67 orang berasal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain quasi experimental studies dengan pendekatan pre test dan post test pada kelompok intervensi dan kontrol.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan

BAB III METODE PENELITIAN. cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Dalam penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi

Lebih terperinci