BAB IV HUKUM PERJODOHAN PAKSA MENURUT SYARI AT ISLAM. A. Analisis Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis di Desa Brokoh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HUKUM PERJODOHAN PAKSA MENURUT SYARI AT ISLAM. A. Analisis Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis di Desa Brokoh"

Transkripsi

1 BAB IV HUKUM PERJODOHAN PAKSA MENURUT SYARI AT ISLAM A. Analisis Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis di Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Perjodohan yang dialami oleh informan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Perjodohan Pasangan Kelompok Pertama adalah pasangan SD dengan RH dan pasangan AN dengan AR (Nama inisial). Praktik perjodohan yang dialami pasangan SD dengan RH dan pasangan AN dengan AR mempunyai masalah yang sama dalam perjodohannya. Mereka dijodohkan murni oleh kedua orang tua masing-masing karena faktor ekonomi dan kondisi umur perempuan yang sudah cukup dewasa. Praktik perjodohan ini belum sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini dilihat dari kasus yang dialami mereka yang berdampak pada perceraian. Hak dan kewajiban mereka kurang terpenuhi antara suami-istri. Pihak istri tidak bisa menjadi istri yang baik. Dikarenakan perjodohan ini tidak dilandasi dengan adanya cinta dan komunikasi yang baik, maka istri enggan untuk berhubungan badan dengan suaminya. Selain itu, di dalam bahtera rumah tangganya sering terjadi pertengkaran yang menyebabkan hubungan tidak harmonis antara keduanya. Kasus itu juga menyebar sampai ke ranah orang tua. Hubungan antara orang tua dengan anak maupun menantu pun menjadi tidak harmonis juga. Pasangan ini tidak seperti selayaknya pasangan-pasangan pada umumnya. Adanya perjodohan yang tidak 74

2 75 dilandasi dengan cinta dan komunikasi yang baik maka perkawinannya pun tidak mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah seperti yang didambakan oleh pasangan suami istri pada umumnya. Bahkan sampai memunculkan terjadinya konflik antara keluarga pihak perempuan dan pihak laki-laki. Perjodohan pasangan SD dengan RH dan pasangan AN dengan AR termasuk kategori perjodohan paksa murni atas kehendak orang tua, tanpa melibatkan persetujuan anak terlebih dahulu dalam hal ini anak tidak bisa ikut andil memilih dan menentukan dengan siapa seorang anak akan menikah. Alasan wali atau orang tua pasangan tersebut menjodohkan paksa mereka yaitu demi terpeliharanya kemaslahatan dari segi ekonomi dan nasab keturunannya nanti. Pasangan Kelompok kedua terdiri dari dua pasangan yaitu pasangan LF dengan VV dan WR dengan DI (Nama inisial). Praktik perjodohan yang dialami mereka mempunyai latar belakang masalah yang sama. Pasangan ini mengalami perjodohan karena adanya unsur paksaan dari pihak perempuan. Bahkan, pihak perempuan mendesak pihak laki-laki agar cepat menikahinya dikarenakan sudah hamil, padahal orang yang menghamili perempuan tersebut bukanlah dia saja. Pasangan Kelompok ketiga terdiri dari tiga pasangan yaitu pasangan JI dengan TH, KN dengan NH, dan NC dengan SM (Nama inisial). Praktik perjodohan yang dialami mereka mempunyai latar belakang masalah yang sama. Mereka memiliki faktor penyebab

3 76 perjodohan yang sama, yaitu dipaksa oleh orang tua masing-masing. Awalnya mereka merasa keberatan dan tertekan dengan perjodohan tersebut namun mereka berusaha menerima karena mau tidak mau harus menerima perjodohan tersebut dan pada akhirnya mereka dikaruniai satu orang anak. B. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Perjodohan Paksa Anak Gadis yang dilakukan Oleh Masyarakat Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Ditinjau dari hukum Islam pengertian perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. 1 Dari sini dapat diketahui dengan jelas bahwa perkawinan merupakan dasar keikhlasan untuk menerima menjadi pasangan suami istri yang saling menolong dan saling menghormati diantara keduanya. Dikatakan ikhlas pernikahan merupakan perjalanan hati seseorang dalam melangkah menuju kehidupan yang layak, mapan dan tentram. Unsur ikhlas ini dikatakan saling menerima, tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun kecuali keadaan-keadaan lain yang memaksakan hal paksaan terjadi. Saling menerima dari suami istri oleh agama diartikan lebih jauh dari sekedar arti menerima secara fisik, tetapi diartikan menerima 1 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang 1993), hlm 37.

4 77 kekurangan-kekurangan materi-materi dalam kelangsungan kehidupan berumah tangga, oleh sebab itu dikatakan kunci kebahagiaan suatu rumah tangga adalah ikhlas, ridho, apa adanya. Perkawinan yang tidak dilandasi keikhlasan yang tulus akan berakibat buruk dalam rumah tangganya seperti yang terjadi dalam keluarga yang akhirnya berujung pada perceraian. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan. Dari sudut pandang Islam, orang tua punya kuasa atau otoritas untuk menikahkan anak gadisnya meskipun anak gadisnya menolak. Meskipun demikian, dalam menggunakan otoritas tersebut, orang tua dibatasi dengan beberapa syarat. Syaratnya yaitu: 1. Mempelai laki-laki itu harus sekufu (setingkat) dengan mempelai perempuan. 2. Mempelai laki-laki harus membayar maskawin dengan tunai. 3. Tidak ada permusuhan antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. 4. Tidak ada permusuhan yang nyata antara perempuan yang dinikahkan dengan wali yang menikahkan 2. Perjodohan pasangan pada kelompok pertama yaitu SD dengan RH serta AN dengan AR jika ditinjau dari syarat yang pertama sebenarnya mereka tidak memenuhi syarat tersebut. Pihak perempuan dan pihak laki- 2 Miftahul Huda, Kawin Paksa Ijbar Nikah dan Hak-hak Reproduksi Perempuan (Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press 2009), hlm 32.

5 78 laki tidak sederajat. Baik dari segi ekonomi maupun pendidikan. Sehingga memunculkan adanya kesenjangan diantara keduanya. Syarat yang kedua telah terpenuhi dengan baik. Sedangkan syarat yang ketiga tidak terpenuhi dikarenakan mempelai laki-laki dan perempuan tidak saling mencintai. Pasangan SD dengan RH tidak saling mencintai sedangkan pasangan kedua AN mencintai AR tetapi AR tidak mencintainya. Hal itu menyebabkan tidak terjalinnya komunikasi yang baik diantara kedua masing-masing pasangan. Kemudian dilihat dari syarat yang keempat, bermula dari ketidaksukaan masing-masing mempelai serta tanpa adanya komunikasi yang baik berimbas pada hubungan terhadap orang tua atau wali yang kurang baik juga. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa syarat-syarat yang seharusnya terpenuhi dalam perjodohan tersebut, ternyata belum sepenuhnya terpenuhi. Dalam ajaran Islam orang tua tidak boleh memaksa mengawinkan anak putrinya yang sudah dewasa dengan laki-laki yang tidak disukainya. 3 Salah satu prinsip pernikahan dalam islam adalah persetujuan masingmasing pihak dan didasarkan atas perasaan sukarela. 4 Hal ini sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda: Ghazali Mukri, Panduan Fiqh Perempuan, (Yogyakarta: Salma Pustaka, 2000), hlm 4 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 6 ayat (1).

6 79 Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta persetujuannya terlebih dahulu, dan tidak boleh seorang janda dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah. Lalu ada yang berkata: Sesungguhnya gadis itu bersifat pemalu, Beliau menjawab, persetujuannya ialah jika ia diam. ( HR. Jama ah) 5 Hadis diatas menjelaskan bahwa perlu untuk meminta persetujuan diantara kedua mempelai untuk dijodohkan. Namun, pada kenyataannya kedua mempelai dipaksa untuk menikah. Bahkan ketika menikah pun mereka tidak ikhlas. Mengenai masalah akad dalam perkawinan, semua ulama madzhab kecuali Imam Hanafi, telah sepakat bahwa akad haruslah dilakukan secara sukarela tanpa adanya paksaan dan atas dasar kehendak sendiri kesepakatan para ulama madzhab ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh sayyid Abu Al-hasan Al-Isfahami dalam Al-Wasilahnya pada bab al-zawaj yang mengatakan bahwa, untuk sahnya suatu akad disyaratkan adanya kehendak sendiri pada kedua mempelai. Kalau keduanya atau salah seorang diantaranya dipaksa, maka akad itu tidaklah sah. Tetapi kalau paksaan itu kemudian diikuti dengan kerelaan dari orang 5 Asy. Syaukani, Terjemahan Nailul Authar, Jilid V alih bahasa A. Qadir Hassan, dkk (Surabaya:PT Bima Ilmu 1984) hlm 2162.

7 80 yang dipaksa, maka menurut pendapat yang lebih kuat, akad tersebut menjadi sah. 6 Berdasarkan pendapat para ulama tersebut, melihat kasus perjodohan kelompok pertama ini dapat dikatakan pernikahnya tidak sah tetapi pada waktu akad mereka hanya diam saja yang menandakan setuju, sehingga akad tersebut tetap dilaksanakan dan menjadi sah. Walaupun pada kenyataannya kedua mempelai merasa tidak ikhlas. Terlihat murung dan bahkan menangis merenungi nasib yang menimpanya. Karena tidak dilandasi dengan keikhlasan dari mempelai laki-laki atau sebaliknya. Kerelaan dari masing-masing mempelai pun tidak muncul sama sekali setelah beberapa hari melakukan akad dan pada akhirnya memunculkan berbagai konflik dalam rumah tanggganya. Ujung dari perjodohan kelompok pertama ini adalah perceraian. Berdasarkan uraian di atas, sudah jelas adanya perjodohan dengan unsur pemaksaan serta kurang terpenuhinya syarat-syarat perjodohan menyebabkan bahtera rumah tangganya tidak langgeng dan berakhir pada perceraian. Perjodohan pasangan pada kelompok kedua ditinjau dari terpenuhinya atau tidak syarat-syarat perjodohan, pada kasus ini telah memenuhi syarat tersebut. Masing-masing mempelai sudah sekufu, tidak ada permusuhan antara mempelai laki-laki dan perempuan, dan tidak ada permusuhan yang nyata antara perempuan dengan wali yang menikahkan. Cet IV, hlm Muhammad Jawad Al-Mugniyah, Fiqh Lima Madzhab, (Jakarta:PT Lentera Bastitama)

8 81 Syarat perjodohan itu memang sudah terpenuhi hanya saja ada unsur kebohongan dari pihak perempuan yang belum diketahui oleh pihak lakilaki. Dilihat dari kasus ini hak mempelai laki-laki tidak terpenuhi dikarenakan dipaksa untuk menutupi aib mempelai perempuan. Berdasarkan syarat-syarat perjodohan seharusnya ada kerelaan atau keikhlasan dari kedua mempelai, akan tetapi pada kasus ini akhirnya mempelai laki-lakinya tidak ikhlas menikahinya ketika kebohongan yang dilakukan oleh mempelai perempuan terungkap. Pada awalnya mempelai laki-laki dibohongi oleh pihak perempuan. Sebelumnya mempelai perempuan tidak mengatakan bahwa bukanlah dia saja yang menghamilinya. Dirinya sudah melakukan hubungan suami istri beberapa kali dengan orang lain. Orang lain yang telah menghamilinya tidak bertanggung jawab. Kekhawatiran pihak keluarga perempuan akan nasib calon anak yang dikandung oleh perempuan tersebut menjadikan perempuan tersebut dengan niat menjebak pada laki-laki yang kaya dari segi ekonomi untuk terakhir kali menghamilinya tanpa sepengetahuan pihak laki-laki tersebut. Dasar Hukum Al-Qur an Surat An-Nur ayat 3.

9 82 Artinya: laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin. Ketika akad mempelai laki-laki ikhlas dalam melakukannya dikarenakan ketidaktahuannya tentang kebohongan yang dilakukan oleh mempelai perempuan. Ketika waktu berjalan terus menerus akhirnya kebohongan itu terungkap. Akibat dari terungkapnya kebohongan itu, mempelai laki-laki pergi dari rumah sehingga tidak memenuhi hak dan kewajibannya lagi sebagai seorang suami. Hubungan antara pihak perempuan dan pihak laki-laki pun menjadi tidak harmonis. Pada akhirnya mereka pisah rumah sampai sekarang. Perjodohan pasangan pada kelompok ketiga ditinjau dari syaratsyarat perjodohan, mereka telah melakukan perjodohan dengan benar. Semua syarat telah terpenuhi. Masing-masing mempelai telah sekufu, mahar dibayar dengan tunai, tidak adanya pertikaian baik antara kedua mempelai maupun terhadap orang tua. Pada awalnya mereka belum menerima sepenuhnya pada saat akad nikah, terlihat ketika melaksanakan ijab qabul dan resepsi pernikahan. Seorang perempuan yang sebenarnya tidak mau terpaksa mengikuti prosesi perkawinan itu, maka dengan murung dan bahkan menangis ia merenungi nasib yang menimpanya yang hal ini tidak sebagaimana mestinya seorang pengantin yang selalu menampakkan wajah berbinar, menebarkan senyuman dan cinta kasih dalam perkawinan. Tetapi setelah

10 83 kurun waktu tiga bulan barulah mereka berusaha menerima satu dengan yang lainnya dengan berusaha sepenuhnya. Mereka menjalankan hak dan kewajiban masing-masing sebagai seorang suami atau istri dengan baik. Tidak ada permusuhan diantara kedua belah pihak. Kemaslahatannya lebih banyak dibandingkan kemudhorotannya. Sehingga sampai sekarang bahtera rumah tangga mereka berjalan dengan baik dan dikaruniai seorang anak. Dalam berumah tangga yang dilandasi dengan adanya perjodohan paksa, namun pada akhirnya hidup bahagia dikarenakan mereka telah memegang teguh asas-asas atau prinsip perkawinan. Ada enam prinsip atau asas dalam undang-undang perkawinan itu adalah 7 : a. Asas perkawinan yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masingmasing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu, dan mencapai kesejahteraan spiritul dan material. b. Asas legalitas yaitu bahwa suatu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Dan disamping masing-masing perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Asas monogami yaitu perkawinan antara seorang suami dengan istri, hal ini bukan berarti bahwa perkawinan seorang suami dengan lebih dari 35 7 Arso Sosroatmojo, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) hlm

11 84 seorang istri ditutup sama sekali kemungkinannya, perkawinan seorang suami dengan istri lebih dari seorang masih dimungkinkan, apabila dikehendaki yang bersangkutan yang mengizinkan, meskipun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang istri dikehendaki oleh yang bersangkutan hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh pengadilan. d. Prinsip selanjutnya adalah prinsip kedewasaan ialah bahwa calon suami istri itu harus matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat melangsungkan dan mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir dengan perceraian serta mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih dibawah umur. Apabila diingat bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat dengan masalah kependudukan, yang merupakan batas umur yang merupakan masalah nasional kita, maka Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan menentukan batas umur kawin untuk laki-laki dan perempuan, untuk laki-laki batas umur untuk kawin 19 tahun dan untuk perempuan 16 tahun. e. Asas mempersulit terjadinya perceraian telah diterangkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal, sejahtera, maka Undang-undang Perkawinan No 1 tahun 1974 tentang perkawinan menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian. perceraian hanya terjadi apabila dipenuhinya alasan-alasan tertentu yang terdapat

12 85 dalam perundang-undangan serta dilakukan didepan pengadilan, sedangkan sidang pengadilan sendiri memberikan nasihat agar suatu perceraian dapat digagalkan sehingga dapat terlaksana tujuan perkawinan yang bahagia, kekal, sejahtera, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. f. Asas keseimbangan, maksudnya adalah hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat. Sehingga dengan demikian maka segala sesuatunya dalam keluarga dapat dirundingkan. Setelah menganalisis beberapa kasus diatas, maka jika dikaitkan dengan dasar hukum perjodohan paksa jelas dapat disimpulkan bahwa hal ini sangat dilarang oleh agama, karena setiap gadis maupun janda punya hak atas dirinya. Oleh karena itu mereka berhak dimintai persetujuannya. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah saw: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta persetujuannya terlebih dahulu, dan tidak boleh seorang janda dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah. Lalu ada yang berkata: Sesungguhnya gadis itu bersifat pemalu, Beliau menjawab, persetujuannya ialah jika ia diam. ( HR. Jama ah) 8 8 Asy. Syaukani, Terjemahan Nailul Authar,...hlm 2162

13 86 Sedangkan menurut ketentuan hukum yang ada didalam pasal 6 ayat 1 Bab II mengenai syarat-syarat perkawinan dalam Undang-undang No 1 tahun 1974 adalah tentang perkawinan, bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Tidak adanya paksaan dari kedua belah pihak yang akan melakukan perkawinan. Dalam Undangundang tersebut terdapat beberapa prinsip untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan, salah satunya adalah adanya asas sukarela. 9 Sebagaimana konsekuensi dari asas sukarela tersebut maka perkawinan harus berdasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Pasal ini juga dipertegas dalam penjelasannya, bahwa oleh karena perkawinan mempunyai maksud agar suami dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula dengan hak asasi manusia, maka perkawinan harus disetujui kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun. 10 sehingga dapat hlm 76. disimpulkan bahwa pasal ini menjamin tidak adanya kawin paksa. berbunyi: Hal ini disebutkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 16 yang 1. Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai. 2. Bentuk persetujuan calon mempelai perempuan dapat berupa pernyataan tegas dan nyata dengan tulisan, lisan, atau syarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan tegas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 6 ayat (1). 10 Cahyadi Takariawan, Di Jalan Dakwah Aku Menikah (Surakarta: Era Intermedia 2010), 11 Direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam,... hlm 19.

14 87 Diantara tuntutan yang dikehendakinya adalah adanya jaminan perlindungan hukum yang melindungi hak asasinya di bidang perkawinan. Para kaum perempuan menghendaki, bahwa praktik-praktik pemaksaan perkawinan terhadap anak perempuan dengan alasan bahwa hak memaksa itu berada ditangan wali atau orang tua haruslah dikategorikan sebagai perbuatan yang tidak dapat dibenarkan, yakni melanggar hak asasi manusia, oleh karena itu sebuah perkawinan haruslah dalam persetujuan perempuan. 12 Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa suatu pernikahan yang terjadi tanpa adanya kesanggupan maupun persetujuan dari pihak-pihak yang berkepentingan, maka pernikahanya tidak dapat dilangsungkan. Sayyid Sabiq dalam fiqh sunnah bab kufu dalam perkawinan, bahwa jika perempuan yang saleh dikawinkan oleh bapaknya dengan lakilaki yang fasik, kalau perempuannya masih gadis, maka ia berhak menuntut pembatalan. 13 Jika seorang gadis dikawinkan bapaknya dengan peminum khamr atau laki-laki yang fasik, maka ia berhak untuk menolak perkawinannya dan hakim memperhatikan hal itu supaya membatalkannya. Alasan bagi perempuan untuk mengajukan pembatalan perkawinan juga dibenarkan bilamana laki-laki yang hendak dikawinkan 12 Mirin Primudiastri, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Perempuan Dalam Menyetujui Perkawinan, (Bandung: Dinamika Hukum Th Ke IX, 2003) hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 7, (Bandung: Al-Ma arif, 1982) hlm 38.

15 88 dengannya berpenghasilan atau mempunyai pekerjaan dari pekerjaan yang haram. 14 Meskipun di dalam Islam permasalahan Ijbar ada pendapat yang memperbolehkan, akan tetapi, tidak bisa menjadi alasan untuk mengambil hak orang tua terhadap seorang anak untuk memilih calon pasangan, karena anak tetap bukanlah hak milik bagi orang tua. Orang tua berkewajiban mengasuh, membesarkan, mendidik dan menikahkan putraputri mereka apabila telah waktunya tiba. Di dalam Islam pendapat yang memperbolehkan Ijbar kepada anak gadisnya dengan beberapa syarat diantaranya: 1. Antara ayah dan anak tidak ada permusuhan 2. Dinikahkan dengan calon suami yang sekufu 3. Dinikahkan dengan mahar yang sesuai 4. Calon suami tidak sulit memberikan mahar 5. Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang menjadikanya menderita dalam pergaulanya, seperti dengan laki-laki tuna netra, tuna renta dan sebagainya. 15 Jadi menurut analisis penulis sebagaimana telah di sebutkan dalam hukum positif maupun hukum Islam bahwa kerelaan mempelai yang akan melaksanakan akad perkawinan adalah suatu yang sangat penting dan menentukan sah atau tidaknya akad pernikahan tersebut. namun dalam 14 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 7...hlm Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jilid II, alih bahasa As ad Yasin, (Jakarta:Gema Insani Press, 1995) hlm 468.

16 89 pelaksanaan atau proses perjodohan paksa tersebut ada hal yang penulis tidak sepakati karena tidak melibatkan anak gadisnya dalam menentukan dan memilih pasangan hidup. Hendaknya orang tua atau wali yang mempunyai hak Ijbar tidak semena-mena dalam mempergunakan haknya, harus melihat kemaslahatan bagi perempuan yang ada dalam perwaliannya, tidak hanya sepihak memaksa kehendaknya, perlu adanya komunikasi saling musyawarah dalam menentukan pasangan hidupnya. karena perkawinan yang sangat suci itu diperlukan kesiapan jasmani maupun rohani dan kematangan jiwa agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan ditengah perjalanan kehidupan rumah tangga seperti pertengkaran yang bisa berujung pada perceraian.

BAB 1 PENDAHULUAN. membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dengan seorang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang paling sempurna. Tujuan membentuk suatu perkawinan yang

Lebih terperinci

BAB III PRAKTIK PERJODOHAN PAKSA ANAK GADIS DI DESA BROKOH KEC. WONOTUNGGAL KAB. BATANG

BAB III PRAKTIK PERJODOHAN PAKSA ANAK GADIS DI DESA BROKOH KEC. WONOTUNGGAL KAB. BATANG BAB III PRAKTIK PERJODOHAN PAKSA ANAK GADIS DI DESA BROKOH KEC. WONOTUNGGAL KAB. BATANG A. Setting Sosial Masyarakat Desa Brokoh Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Desa Brokoh adalah suatu desa berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM 40 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM Eksistensi perwalian dalam Islam memiliki dasar hukum yang sangat jelas dan kuat. Hal ini dapat dipahami sebagai salah satu

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP WALI MUJBIR DALAM PERNIKAHAN DI DESA PUGUH KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP WALI MUJBIR DALAM PERNIKAHAN DI DESA PUGUH KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP WALI MUJBIR DALAM PERNIKAHAN DI DESA PUGUH KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL A. Analisis Terhadap Persepsi Masyarakat Terhadap Wali Mujbir Dalam Pernikahan Yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menguraikan tentang pembahasan dan analisis sesuai dengan memperhatikan pokok-pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, yang berjudul Pendapat Hakim Pengadilan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan

BAB V PEMBAHASAN. A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan BAB V PEMBAHASAN A. Praktek Dan Pemahaman Masyarakat Desa Pinggirsari Kecamatan Ngantru tentang Kafa ah Dalam Perkawinan Kafa ah dalam perkawinan merupakan persesuaian keadaan antara si suami dengan perempuannya

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DAN PERJODOHAN. 1. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukum Perkawinan

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DAN PERJODOHAN. 1. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukum Perkawinan BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN DAN PERJODOHAN A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan dan Dasar Hukum Perkawinan Istilah Nikah berasal dari bahasa Arab; sedangkan menurut istilah bahasa Indonesia adalah

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN 63 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TRADISI MELARANG ISTRI MENJUAL MAHAR DI DESA PARSEH KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN A. Analisis Tentang Latarbelakang Tradisi Melarang Istri Menjual Mahar Di

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. BAB IV ANALISIS A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Di dalam Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur masalah nafkah secara terperinci.

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya mempunyai kodrat, yaitu memiliki hasrat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia dilahirkan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA. 82 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN PAKSA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA. A. Analisis Terhadap Deskripsi Kawin Paksa. Telah dijelaskan dalam Bab sebelumnya mengenai pengertian atau deskripsi kawin paksa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA A. Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di bawah Umur Tanpa Dispensasi Kawin Perkawinan ialah

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialahikatan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera.

BAB I PENDAHULUAN. meneruskan kehidupan manusia dalam rangka menuju hidup sejahtera. BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah suatu proses penyatuan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, karena itu perkawinan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap

Lebih terperinci

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar 49 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI STANDARISASI PENETAPAN MAHAR DALAM PERNIKAHAN GADIS DAN JANDA DI DESA GUA-GUA KECAMATAN RAAS KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS A. Deskripsi Kasus Perkasus Berdasarkan hasil wawancara kepada para responden maupun informan dengan terjun langsung ke lapangan mengenai permasalahan Faktor-Faktor Terjadinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS

PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS بسم االله الرحمن الرحيم PROSESI PRANIKAH DAN NIKAH HERVI FIRDAUS MOTIVASI MENIKAH Kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia adalah Dia memberikan pahala bagi semua bentuk ikatan cinta yang mengeratkan

Lebih terperinci

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H

FAKULTAS SYARI'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) ZAWIYAH COT KALA LANGSA 2015 M/1436 H Status Perkawinan Orang Murtad (Studi Komparatif Mazhab Syafi'i dan KHI) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Syari'ah/Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P E N E T A P A N Nomor 0062/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa perkara perdata dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006, merupakan salah satu badan

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *

TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim * Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN Dahlan Hasyim * Abstrak Perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup bersama dengan manusia yang lain terutama ketertarikan lawan jenis untuk membentuk sebuah keluarga

Lebih terperinci

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan Perkawinan atau pernikahan dalam fikih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Menurut fiqih,

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun

Lebih terperinci

BAB IV WALI AD}AL KARENA KESAMAAN WETON DITINJAU DALAM HUKUM ISLAM

BAB IV WALI AD}AL KARENA KESAMAAN WETON DITINJAU DALAM HUKUM ISLAM BAB IV WALI AD}AL KARENA KESAMAAN WETON DITINJAU DALAM HUKUM ISLAM A. Dasar Hukum Penetapan Wali Ad}al Karena Kesamaan Weton di Pengadilan Agama Kota Kediri Kasus wali ad}al adalah termasuk kategori peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Allah Subhanahu wa Ta ala dibandingkan dengan makhluk-makhluk. anugerah yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. oleh Allah Subhanahu wa Ta ala dibandingkan dengan makhluk-makhluk. anugerah yang dapat dipergunakan oleh manusia dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta ala dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya. Allah

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN BAB IV ANALISIS 4 MADZAB FIQIH TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ TENTANG WALI AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB II. Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh

BAB II. Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh 22 BAB II Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh A. Tujuan Sah Perkawinan Allah menciptakan dua jenis manusia yang berbeda dengan alat kelamin yang tidak dapat berfungsi secara sempurna

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh HENDRIX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki ketidakmampuan untuk bertahan hidup sendiri. Hal ini membuat manusia belajar untuk hidup berkelompok

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr A. Analisis terhadap proses penyelesaian wali adhal di Pengadilan Agama Singaraja Nomor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang laki-laki yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua perkawinan yang berada di Indonesia sebenarnya mempunyai ketetapan bahwa perkawinan hanya bisa dilakukan menurut kepercayaan agama masing-masing dan

Lebih terperinci

bismillahirrahmanirrahim

bismillahirrahmanirrahim P E N E T A P A N Nomor 0051/Pdt.P/2015/PA.Sit bismillahirrahmanirrahim DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Situbondo yang memeriksa perkara tertentu dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN 74 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMAKSAAN PERJODOHAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAIN A. Pemaksaan Perjodohan di Desa Murbatah, Kec. Banyuates, Sampang Perjodohan, atau dalam bahasa sederhana penulis;

Lebih terperinci

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik

A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Perkara Perceraian Putusan. mediator yang tujuannya agar dapat memberikan alternatif serta solusi yang terbaik BAB IV ANALISIS TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PERCERAIAN MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM NO.0255/Pdt.G/2013/PA.Pas. di PENGADILAN AGAMA PASURUAN A. Pertimbangan Hukum Hakim dalam

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI

KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI KAJIAN YURIDIS TERHADAP PERKAWINAN KEDUA SEORANG ISTRI YANG DITINGGAL SUAMI MENJADI TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) KE LUAR NEGERI 1) TITIN APRIANI, 2) RAMLI, 3) MUHAMMAD AFZAL 1),2) Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah

BAB LIMA PENUTUP. sebelumnya. Dalam bab ini juga, pengkaji akan mengutarakan beberapa langkah BAB LIMA PENUTUP 5.0 Pendahuluan Di dalam bab ini, pengkaji akan mengemukakan kesimpulan yang diperoleh daripada perbahasan dan laporan analisis kajian yang telah dijalankan daripada babbab sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian tentang perkawinan di Indonesia tercantum dalam Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, disana dijelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan

Lebih terperinci

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH

PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH PERKAWINAN KELUARGA SAKINAH I. Pendahuluan Allah SWT menurunkan Agama Islam sebagai rahmatan lil alamin, Agama Islam merupakan tuntunan dan petunjuk bagi umat dalam memelihara hubungan dengan Allah, hubungan

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor: 0381/Pdt.G/2012/PA.PRA

P U T U S A N Nomor: 0381/Pdt.G/2012/PA.PRA P U T U S A N Nomor: 0381/Pdt.G/2012/PA.PRA BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Praya yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, perkawinan merupakan kehidupan yang berpijak pada rasa cinta dan kasih sayang, dan masing-masing suami-istri memainkan peran pentingnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1994), hlm 453 Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Allah SWT

Lebih terperinci