LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MATERIAL TEKNIK MARCO SEPTIAN KELOMPOK 8C LABORATORIUM METALOGRAFI DAN HST DEPARTEMEN MESIN FTUI 1

2 DEPOK 2010 KARTU PRAKTIKUM METALOGRAFI & HST 2

3 DAFTAR ISI COVER...1 KARTU PRAKTIKUM...2 DAFTAR ISI...3 BAB.1 PREPARASI SAMPEL...4 I.1 PEMOTONGAN (CUTTING)...4 I.2 MOUNTING...5 I.3 PENGAMPELASAN (GRINDING)...8 I.4 PEMOLESAN (POLISHING)...10 I.5 ETSA (ETCHING)...12 BAB II. PERCOBAAN JOMINY...14 BAB III. PEMBAHASAN...16 III.1 PREPARASI SAMPEL...16 III.1.1 HASIL MOUNTING...16 III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN (GRINDING)...16 III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING)...18 III.1.4 HASIL ETSA (ETCHING)...19 III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO...20 III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL III PEMBAHASAN...20 III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL III.2.1 PEMBAHASAN...22 III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL III PEMBAHASAN...24 III.4 PERCOBAAN JOMINY...25 III.4.1 GRAFIK & HASIL PERHITUNGAN...25 III.4.2 CONTOH PERHITUNGAN...25 III.4.3 PEMBAHASAN GRAFIK...26 BAB IV. KESIMPULAN & SARAN...29 IV.1 KESIMPULAN...29 IV.1.1 PREPARASI SAMPEL...29 IV.1.2 FOTO MIKRO...29 IV.1.3 PERCOBAAN JOMINY...29 IV.2 SARAN...30 DAFTAR PUSTAKA

4 BAB I. PREPARASI SAMPEL I.1 PEMOTONGAN (CUTTING) I.1.1 Tujuan Mengetahui prosedur proses pemotongan sampel dan menentukan teknik pemotongan yang tepat dalam pengambilan sampel metalografi, sehingga didapat benda uji yang representatif. I.1.2 Dasar Teori Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan, penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu : Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low speed diamond saw I.1.3 Metodologi dan Penelitian Alat dan Bahan Bahan : sampel pengujian, media pendingin (pelumas) Alat : sample holder, saw blade, mesin pemotong 4

5 Flow Chart Tentukan daerah pemilihan sampel yang representatif Letakkan benda yang akan dipotong pada sample holder Letakkan beban pada ujung/pangkal sample holder Pastikan saw blade tercelup kedalam media pendingin (pelumas) Nyalakan alat pemotong Sampe terpotong Amati permukaan hasil potong deformasi pada permukaan sampel I.2 MOUNTING I.2.1 Tujuaan Percobaan ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media, untuk memudahkan penanganan yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel. I.2.2 Dasar Teori Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah : 5

6 Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa) Sifat eksoterimis rendah Viskositas rendah Penyusutan linier rendah Sifat adhesi baik Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material palstik dan sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castasble resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik/lunak sehingga kurang cocok untuk materialmaterial yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubukyang tersedia dengan warna yang beragam. I.2.3 Metodologi dan Penelitian Alat dan Bahan Alat : cetakan (alat khusus compression mounting) Bahan : sampel pengujian; resin, hardener (castable mounting); bubuk bakelit ( compression mounting) Flow Chart Proses a. Castable Mounting Siapkan cetakan silinder Tutup salah satu bagian ujung dari silinder dengan isolasi 6

7 Letakkan sample pada dasar cetakan Siapkan resin sebanyak 1/3 bagian cetakan Campur resin dengan 15 tetes hardener Tuangkan resin yang telah dicampur hardener ke dalam cetakan Biarkan selama menit hingga resin mengeras Keluarkan mounting dari cetakan b. Compression Mounting Persiapkan permukaan sampel Letakkan piston hingga naik ke bagian atas silinder Letakkan permukaan sample hingga menempel pada permukaan piston Kurangi tekanan sehingga piston turun Tuangkan bubuk bakelit dalam silinder secukupnya Tutup bagian atas silinder dengan dies penutup Pasang pemanas pada tempatnya Tambahkan tekanan berdasarkan standar 7

8 Aktifkan pemanas Pertahankan tekanan sesuai standar Setelah tekanan stabil, tunggu selama 5 menit, kemudian lepaskan pemanas. Pasang blok pendingin Mounting telah dingin Turunkan tekanan hingga 1 atm Buka dies penutup Keluarkan sampel Buka dies penutup Keluarkan sampel I.3 PENGAMPELASAN (GRINDING) I.3.1 Tujuan Untuk meratakan dan menghaluskan permukaan sampel dengan cara menggosokkan sampel pada kain abrasif / amplas. I.3.2 Dasar Teori Sampel yang baru saja dipotong atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 8

9 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekerasan permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Lihat tabel berikut ini: Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit) untuk pengamplasan pertama Gergaji pita Gergaji abrasif Gergaji kawat / intan kecepatan rendah Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemindah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul sehingga dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yangharus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450/900 terhadap arah sebelumnya. I.3.3 Metodologi Penelitian Alat dan Bahan Bahan : sampel pengujian, kertas amplas berbagai grit, air Alat : mesin amplas Flow Chart Proses Potong kertas amplas 120 # membentuk lingkaran Pasang kertas amplas pada mesin amplas Nyalakan mesin pada kecepatan rendah Tuangkan air pada permukaan kertas amplas secara kontinu Pegang erat sampel, kemudian letakkan sampel pada permukaan kertas amplas 9

10 Tambah kecepatan putaran sesuai kebutuhan Ubah arah pengamplasan 45 o atau 90 o terhadap arah sebelumnya Ganti kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga diperoleh permukaan yang halus dan rata I.4 PEMOLESAN (POLISHING) I.4.1 Tujuan Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat seperti akca tanpa gores. I.4.2 Teori Dasar Setelah di amplas sampai halus (600 grit), sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin serta menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0,01 µm. Permukaan sampel yang akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar/bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang darimikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat dijelaskan pada gambar berikut : Permukaan halus Permukaan kasar Tahap pemolesan kasar terlebih dahulu dilakukan kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Terdapat tiga metode pemolesan antara lain sebagai berikut : 10

11 a. Pemolesan elektrolit kimia Mempunyai hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadiproses pemolesan. b. Pemolesan kimia mekanis Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak diatas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. c. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher) Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu. I.4.3 Metodologi dan Penelitian Alat dan Bahan Bahan : sampel pengujian, kain poles, alumina Alat : mesin poles Flow Chart Proses Pasang kain poles pada mesin poles Tuangkan sedikit alumina pada permukaan kain poles Nyalakan mesin poles pada kecepatan rendah Letakkan sample pada permukaan kain poles Lakukan pemolesan dengan memutar sample pada porosnya secara kontinu dan perlahan 11

12 Tambahkan lagi alumina jika perlu Lakukan pemolesan hingga diperoleh permukaan yang mengkilat I.5 ETSA (ETCHING) I.5.1 Tujuan Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta aplikasinya Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar I.5.2 Teori Dasar Etsa merupakan proses penyerangan/pengikisan batas butir secara selekti fdan terkendali dengan pencelupan kedalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa, sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Etsa dibagi menjadi dua macam, yaitu : a. Etsa Kimia Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Perlu diingat bahwa waktu etsa jangan terlalu lama (umumnya sekitar 4-30 detik), dan setelah di etsa segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol kemudiandikeringkan. b. Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik) Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa kimia sulit untuk mendapatkan detail 12

13 strukturnya.khusus untuk Stainless Steel karena dengan etsa kimia sulit untuk mendapatkan detail strukturnya. I (ma/cm 2 ) B C D E (Grafik hubungan rapat arus dan tegangan) A waktu pitting Daerah A B Daerah B C Daerah C D Daerah D E : daerah proses etsa : daerah tidak stabil : daerah poles : terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana gelembung gas melekat dan menetap pada permukaan anoda untuk yang lama, sehingga menyebabkan I.5.3 Metodologi dan Penelitian Alat dan Bahan Bahan : Zat etsa; FeCl3, Nital 2%, HF 0,5% dan asam oksalat (H2C2O4) 15g/100ml air. Alat : blower, cawan gelas dan pipet, alat elektro-etsa; rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif Flow Chart Proses Pembersihan sampel dengan air dan alkohol Meneteskan zat etsa pada sampel selama beberapa detik Bersihkan dengan alkohol dan keringkan dengan blower Lap dengan tissue 13

14 BAB II. PERCOBAAN JOMINY II.1 Tujuan Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan langsung dengan kekerasan bahan (kemampukerasan bahan) Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut II.2 Teori Dasar Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk pada kondisi pendinginan yang berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian Jominy (jominy test) dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan ini, sampel dipanaskan hingga suhu austenit, selanjutnya didinginkan secara merata, lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat berakhirnya quenced. Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan kekerasan makin turun. III. Metodologi dan Penelitian Alat dan Bahan Batang baja sebagai benda uji (d = 2.5 cm, L = 10 cm) Oven Muffle temperatur max C Kran air dengan tekanan cukup Amplas Alat penguji kekerasan Brinell Mikroskop pengukur jejak 14

15 Flow Chart Proses Siapkan batang benda uji, amplas salah satu sisi batang untuk penjejakan Panaskan batang uji dalam oven dengan temperatur preheating 350 o C selama 15 menit dan temperatur austenisasi 900 o C selama 30 menit Keluarkan batang dari oven dengan cepat dan letakkan batang tersebut pada alat bangku Jominy Bersihkan bagian untuk penjejakan dengan amplas Lakukan penjejakan Brinell pada 15 titik yang berjarak sama Ukur besarnya diameter jejak yang didapat Perhitungan kekerasan dengan rumus: HB = 2P/π D (D- D 2 d 2 ); P = beban yang digunakan Kg Buat/isi kolom pada lembar data Hitung kekerasan pada setiap lokasi penjejakan dengan menggunakan rumus kekerasan Brinell Buat / isi kolom pada lembar data 15

16 BAB III. PEMBAHASAN III.1 PREPARASI SAMPEL III.1.1 HASIL MOUNTING Percobaan mounting ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media untuk memudahkan penanganan yang berukuran kecil dan tidak beraturan tanpa merusak sampel. Apabila sampel yang akan kita ujikan sudah berukuran cukup besar, maka proses mounting ini tidak perlu dilakukan lagi. Ada 2 metode dalam melakukan mounting, yaitu Castable Mounting dan Compression Mounting. Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Pada saat akan memulai percobaan, kami mendapat sampel yang sudah di mounting. Sampel yang kami dapat adalah Medium Carbon, Gear Carborizing, dan CuZn. Dari hasil mounting yang kami dapat, hasil mounting tersebut berbentuk bulat dan di dalamnya sudah terdapat sampel yang akan diujikan. Mounting tersebut memiliki permukaan yang tidak rata atau disebut cacat Tacky Tops dan sedikit cacat bubbling, dan permukaan yang berkerut akibat isolasi. Di beberapa bagian juga terdapat discoloration. Discoloration menyebabkan permukaan sampel setelah dimounting menjadi sedikit kekuning-kuningan akibat resin yang telah teroksidasi sehingga dapat mengakibatkan perubahan warna pada cetakan mounting. Cacat bubbling disebabkan adanya udara yang terperangkap pada saat pengadukan resin dengan hardener, untuk itu pengadukan harus dilakukan tidak terlalu cepat. Sedangkan cacat tacky tops menyebabkan permukaan sampel menjadi tidak rata akibat perbandingan antara resin dan hardener tidak rata pembagiannya. Pencegahannya dapat berupa menyeimbangkan perbandingan antara resin dan hardener serta pengadukan yang perlahan-lahan serta merata. III.1.2 HASIL PENGAMPLASAN (GRINDING) Setelah melakukan proses mounting, selanjutnya adalah melakukan grinding atau pengamplasan. Tujuan dari grinding ini adalah untuk meratakan dan menghaluskan permukaan 16

17 sampel. Setelah mendapatkan hasil mounting dengan permukaan kasar dan tidak rata, permukaan yang kasar tersebut harus diratakan agar pengamatan struktur mudah dilakukan. Pengamplasan dapat dilakukan baik secara manual maupun otomatis. Pengamplasan secara manual lebih sulit dan memakan waktu lebih lama, karena kita harus menggosok sampel ke amplas secara terus menerus hingga permukaan halus. Lain halnya jika melakukan pengamplasan secara otomatis. Pengamplasan secara otomatis mendapatkan hasil yang lebih optimal dan mempercepat kerja. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (180 hingga 600 mesh). Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. Disamping itu, dalam proses pengamplasan, ada 2 material yang kita gunakan, yaitu material berbahan ferrous dan non-ferrous. Untuk mengamplas material berbahan ferrous, kita harus meletakkan sampel di pinggir kertas amplas (berada jauh dari pusat rotasi amplas) dan untuk mengamplas bahan non-ferrous, kita meletakkan sampel di dekat pusat rotasi amplas (bagian tengah). Tujuan dilakukannya hal tersebut adalah untuk mengurangi kemungkinan sisa - sisa amplas benda yang lebih keras yang tertinggal di kertas amplas dapat ikut mengikis sampel yang lebih lunak bila sampel yang lebih keras berada dekat dengan pusat rotasi. Pada percobaan menggunakan mesin otomatis, kami menggunakan mesin amplas 1000 dan 1500, sedangkan pada pengamplasan manual, kami menggunakan amplas ukuran 200 dan 800. Hasil yang kami lakukan pada proses pengamplasan adalah sampel yang diamplas mengalami goresan goresan yang cukup banyak, sehingga kami harus mengulangi proses pengamplasan beberapa kali hingga permukaannya menjadi halus. Cara mengatasi goresan goresan tersebut adalah pada saat mengamplas, kita tidak boleh menekan sampel terlalu kuat ke amplas dan juga kita harus memutar arah pengampelasan 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. Namun kita tetap harus memegang sampel dengan kuat agar sampel tersebut tidak terlempar keluar dari mesin yang berputar dengan cepat. Berikut langkah langkah yang kami lakukan ketika melakukan proses grinding: 17

18 Memotong kertas amplas membentuk lingkaran Tujuan memotong kertas amplas ini adalah agar kertas amplas melekat dengan kuat pada mesin amplas dengan menjepit kertas pada permukaan mesin. Memasang kertas amplas pada mesin amplas Kertas amplas dipasang pada mesin amplas dan pemasangan kertas amplas harus diberi air agar kertas amplas melekat pada permukaan secara merata dan untuk menghindari friksi antara kertas amplas dengan permukaan mesin amplas. Menyalakan mesin amplas pada kecepatan rendah, kemudian menuangkan air pada permukaan amplas secara kontinu. Memegang erat sampel, kemudian meletakannya pada permukaan kertas amplas secara kontinu. Mengubah arah pengampelasan 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. Arah pengampelasan yang harus selalu dijaga tetap untuk satu jenis ukuran amplas dan baru diubah secara tegak lurus terhadap arah sebelumnya ketika jenis ukuran amplas diganti. Perubahan arah tersebut dilakukan agar alur-alur yang terjadi dapat dihilangkan. Mengganti dengan kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga diperoleh permukaan yang halus dan rata. III.1.3 HASIL PEMOLESAN (POLISHING) Setelah melakukan pengamplasan (grinding), langkah selanjutnya adalah melakukan pemolesan atau polishing. Pemolesan bertujuan untuk mendapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilap seperti kaca tanpa gores serta menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga 0,01 mikron. Dalam proses pemolesan ini, kami menggunakan sebuah alat poles. Alat poles ini ada dua macam, yaitu alat poles untuk material ferrous dan non-ferrous. Dalam proses pengamplasan ini, juga menggunakan air untuk membantu mempercepat penghalusan permukaan serta menggunakan zat alumina (Al 2 O 3 ) yang dilarutkan dalam air. Fungsi dari alumina tersebut adalah sebagai zat pengkikis material yang sangat halus, sehingga hasil permukaan sampel yang didapat dapat sangat halus. Kami menggunakan 3 sampel yang masing masing berupa medium carbon, gear carburizing, dan CuZn. Untuk sampel medium carbon dan gear carburizing, menggunakan mesin poles paduan ferrous sedangkan CuZn menggunakan mesin poles paduan non-ferrous. Dalam pemolesan, hal hal yang harus kita lakukan adalah memutar-mutar permukaan sampel pada mesin poles yang telah diberi alumina sambil secara kontinu menambahkan air 18

19 pada pusat mesin poles untuk menghilangkan geramnya. Air yang ditambahkan harus lebih sedikit dari yang kita lakukan pada saat proses pengamplasan. Sering dalam proses pemolesan ini, terjadi cacat yang berupa permukaan menjadi tidak rata atau bahkan permukaanya menjadi kusam, tidak seperti yang telah kita lakukan pada proses pengamplasan. Pada permukaan yang kusam, proses pemolesan hanya sebentar, lain hal-nya dengan permukaannya menjadi tidak rata, maka proses pemolesan menjadi lebih lama. Hal tersebut dapat terjadi karena disebabkan karena bahan autosol atau alumina yang digunakan sangat sedikit atau terlalu kental sehingga bukannya permukaan menjadi halus, melainkan struktur dalamnya mengalami perubahan akibat gesekan yang mengakibatkan temperatur sampel meningkat yang mungkin juga ditambah dengan menjalankan mesin poles dengan kecepatan yang terlalu tinggi. Dari hasil sampel yang kami poles, seringkali sampel kami menjadi kusam dan ada juga yang menjadi tidak rata. Maka dari itu harus dilakukan pengamplasan ulang lalu dipoles kembali, namun untuk sampel yang kusam, cuku melakukan proses pemolesan hingga hasil yang diinginkan didapat. III.1.4 HASIL ETSA (ETCHING) Setelah melalui proses pemolesan, maka selanjutnya adalah melakukan etsa. Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Dalam melakukan proses etsa, kami memakai zat zat yang berbeda tergantung dari matrial sampel. Untuk sampel medium carbon dan gear carburizing menggunakan zat etsa Nitrid Acid yang waktu pencelupannya sekitar 5-10 detik. Sedangkan pada CuZn, zat yang digunakan adalah Ferric Chloride yang waktu pencelupannya sekitar detik. Setelah ketiga sampel tersebut dicelupkan ke dalam zat, maka sampel sampel tersebut harus dicuci dengan air dan alkohol kemudian dikeringkan menggunakan hair dryer. Fungsi dari alkohol tersebut adalah untuk menghentikan laju reaksi sementara dari zat etsa. Dalam proses etsa yang kami lakukan, sampel medium carbon dan gear carburizing mengalami kegagalan karena kurangnya etsa yang dilakukan. Kami hanya mencelupkan selama 7 detik, sehingga kami harus mengulangi proses etsa tersebut. Beberapa hal yang harus dihindari ketika melakukan etsa adalah sampel yang telah dietsa tidak boleh menyentuh permukaan apapun, jika hal itu terjadi, maka harus diulangi lagi dari proses poles. Selain itu, hindari waktu pencelupan zat etsa yang terlalu lama karena akan mengakibatkan permukaan sampel menjadi gosong. 19

20 III.2 PENGAMATAN STRUKTUR MIKRO III.2.1 HASIL FOTO SAMPEL 1 Foto Hasil Percobaan Keterangan : Gear Carburizing Perbesaran : 500x Etsa : Nitrid Acid Foto Literatur Keterangan : Gear Carburizing Perbesaran : 500x Etsa : Nitrid Acid III PEMBAHASAN Karburisasi adalah proses yang dilakukan menggunakan media karbon aktif dan energizer 10 persen BaCO3. Proses ini berlangsung pada temperatur 950 O C dengan holding time selama 1 atau 2 jam lalu dilanjutkan furnace cooling. Hasil dari proses karburisasi 20

21 menunjukkan bahwa penambahan waktu karburasi (dari 1 jam ke 2 jam) mengakibatkan terjadinya peningkatan kedalaman penetrasi karbon dari 1,05 mm menjadi 1,46 mm. Tujuan dari proses karburising adalah untuk mengeraskan permukaan (kulit) baja hingga kedalaman tertentu, sedangkan bagian dalamnya tetap ulet. Sebab dengan proses karburising tersebut akan terjadi disfusi atom karbon dari media (carburizer) ke kulit baja. Difusi atom akan terjadi jika ada beda konsentrasi. Tingkat karburisasi bergantung pada suhu dan waktu pemanasan baja. Semakin tinggi suhu dan waktu pemanasan maka tingkat karburisasinya juga semakin besar. Ini bisa dibuktikan dengan semakin dalamnya penetrasi atom karbon yang menembus kulit baja dan semakin naiknya kerasan pada kulit baja tersebut. Dari foto di atas, terlihat jelas batasnya. Bagian yang berwarna lebih gelap menunjukkan batas karbon yang terkarburisasi. Bila dibandingkan dengan foto literature, foto terlihat sama. Baja karburisasi banyak digunakan dalam industri otomotif. Khususnya dalam pembuatan bodi mobil. III.2.2 HASIL FOTO SAMPEL 2 Foto Hasil Percobaan Keterangan : Cu-Zn Perbesaran : 200x Fasa : α dan β Etsa : FeCl 3 21

22 Foto Literatur Keterangan : Cu-Zn Perbesaran : 200 x Fasa : α dan β Etsa : NH 4 OH + Air + H 2 O 2 III PEMBAHASAN Cu-Zn merupakan paduan yang cukup banyak dikenal orang. Nama lainnya adalah brass atau kuningan. Kuningan merupakan paduan antara Cu dengan Zn yang dalam hal ini memiliki kadar Zn sebesar 30 %. Berdasarkan literatur, bagian yang berwarna kemerahan merupakan paduan dengan kadar Zn + 30 %, sedangkan daerah yang lebih muda warnanya merupakan paduan dengan kadar Zn yang lebih rendah. Dilihat dari gambar kuningan memiliki dua fasa, yaitu alfa dan beta, yang berarti kuningan tersebut adalah jenis brass. Kuningan memiliki sifat ketahanan korosi dan aus yang lebih rendah dibanding bronze atau perunggu, tetapi memiliki mampu cor yang lebih baik. Pada gambar diatas dapat dilihat terdapat daerah yang lebih terang dan daerah yang lebih gelap. Daerah yang lebih gelap adalah daerah dengan kadar Zn yang lebih tinggi dan daerah yang lebih terang adalah daerah dengan kadar Zn yang lebih rendah. Pada diagram fasa kuningan untuk 70-30, fasa α merupakan fasa yang lunak dan mudah dikerjakan, sedangkan pada diagram fasa kuningan untuk fasa α +β mempunyai kekuatan tinggi, dan banyak paduan dari ini yang mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. Paduan dengan kira-kira 45%Zn mempunyai kekuatan yang paling tinggi akan tetap tidak dapat dikerjakan, jadi hanya dipergunakan untuk paduan cor. Kuningan/brass tersebut adalah jenis 22

23 naval brass yang memiliki ketahanan korosi yang baik, aus yang lebih rendah dari brons, dengan mampu cor yang baik dan harga yang murah. III.2.3 HASIL FOTO SAMPEL 3 FOTO HASIL PERCOBAAN Keterangan : Med-C Perbesaran : 500x Etsa : Nital 2% FOTO LITERATUR Keterangan : Med-C AISI 1045 Perbesaran : 500x Etsa : Nital 2% 23

24 III PEMBAHASAN Foto mikro diatas terlihat menyerupai dengan baja AISI 1045 yang ada di-literatur yaitu baja AISI 1045 yang dinormalisasi dengan austenisasi pada suhu 845 o C, lalu didinginkan diudara, dan kemudian ditemper selama 2 jam pada suhu 480 o C. Namun mungkin serupa seperti pada sampel sebelumnya, sekilas terlihat bahwa fasa pearlite pada foto literatur lebih besar dibanding foto percobaan, hal ini mungkin karena perbedaan komposisi atau mungkin juga perbedaan perlakuan terhadap sampel untuk foto literatur dengan sampel percobaan. Fasa yang terlihat ialah ferit yang berwarna putih dan pearlit yang berwarna hitam (gelap). Pada foto asli terlihat butir-butir ferrite yang besar-besar dengan perbesaran juga 500x. Pada foto pearlit, sama seperti sebelumnya, butir-butir pearlite terlihat hitam juga karena struktur perlit yang berbentuk lamellar, dimana lamelar-lamelar tersebut sangat rapat, sehingga terlihat seperti hitam karena perbesaran dan depth of field mikroskop tidak dapat mencapainya. Apabila depth of field-nya tercapai, maka butir pearlit akan terlihat berlamel atau bergaris-garis. Seperti komposisi baja pada umumnya, pada baja Med-C ini juga mengandung Mn, P dan S, namun jumlah unsur-unsur ini bisa terbilang cukup tinggi. Unsur unsur tersebut secara umum akan meningkatkan kekuatan dari baja, dan kemudian secara khusus adanya unsur S pada baja ini menbuat baja ini lebih mudah untuk dilakukan proses machining. Baja Med-C memiliki komposisi struktur ferrit dan pearlit. Ferit merupakan fasa yang memiliki kekuatan yang rendah dan memiliki struktur kristal BCC (Body Centered Cubic). Apabila ferit memiliki ukuran butir yang halus, maka material akan memiliki keuletan dan mampu bentuk yang baik. Fasa perlit merupakan campuran dari ferit dan sementit, dimana 2 fasa ini adalah hasil transformasi dari fasa austenit. Pembentukan fasa pearlit memerlukan pendinginan lambat dari daerah austenit. Hasil foto yang diambil terlihat ada sebagian gambar foto yang terlihat agak kurang fokus, pada bagian pinggir foto. Kemungkinan terjadinya ketidakfokusan ini disebabkan oleh permukaan sampel yang cembung. Permukaan yang cembung ini mungkin terjadi karena ketika sewaktu pengamplasan atau pemolesan sampel uji tidak dilakukan dengan prosedur yang benar. Namun secara umum, gambar struktur yang terbentuk sangat jelas dan mudah untuk diidentifikasi. Aplikasi dari baja Med-C ini biasanya digunakan sebagai roda dan rel kereta api, gears, crankshaft dan bagian mesin lainnya, yang pada prinsipnya merupakan struktur yang membutuhkan kombinasi ketangguhan yang tinggi, ketahanan aus, dan kekuatan. 24

25 III.4 PERCOBAAN JOMINY III.4.1 GRAFIK & HASIL PERHITUNGAN Data yang kami dapatkan dari percobaan Jominy adalah sebagai berikut: Diameter Bola (D) = 3.2 mm Beban (P) = kg Titik ke- X(mm) Y(mm) d (diameter Jarak dari BHN indentor) End-Quench mm mm mm BHN 0.5 cm mm mm mm BHN 3.5 cm mm mm mm HBN 7.5 cm III.4.2 CONTOH PERHITUNGAN Setelah dilakukan penjejakan kekerasan di 15 titik yang berjarak sama dan mengukur besarnya diameter jejak yang didapat, maka langkah selanjutnya adalah menghitung kekerasan yang bisa didapat dengan menggunakan rumus: Contoh perhitungan yang diambil dari salah satu data yang ada: Diketahui: X = mm Y = mm = 25

26 III.4.3 PEMBAHASAN GRAFIK Setelah melakukan perhitungan, saya akan membahas grafik yang telah dihasilkna oleh percobaan jominy. Ada 2 tujuan dari percobaan jominy, yaitu: 1. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan dengan pendinginan langsung dengan kekerasan bahan. 2. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut. Proses kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut perlakuan panas (heat treatment). Pengujian Jominy ini telah distandardisasikan oleh ASTM, SAE, dan AISI. Setelah sampel dipanaskan hingga C, sampel akan didinginkan dalam air yang mengalir. Sampel akan merespon pendinginan yang diperlukan. Bagian bawah sampel yang dialiri air mengalir akan mengalami pendinginan paling cepat dan bagian bawah tersebut akan terbentuk fase martensit hingga bagian atas adalah fase ferrit. Fase martensit menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki tingkat kekerasan paling keras. Sebaliknya fase ferrit menunjukkan tingkat kekerasan yang paling lunak di antara fase lainnya. Logam yang didinginkan dengan kecepatan dan media pendingin berbeda memberikan perubahan struktur mikro yang berbeda pula. Setiap struktur mikro yang terbentuk (martensit, bainit, ferit dan perlit) merupakan hasil transformasi fasa austenit. Tiap fasa tersebut terbentuk pada kondisi pendinginan yang berbeda-beda sebagaimana yang dapat dilihat pada diagram CCT dan TTT. Tiap fasa memiliki nilai kekerasan yang berbeda-beda. Dengan pengujian Jominy (jominy test) dapat dibuktikan bahwa laju pendinginan yang berbeda-beda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Pada percobaan ini, sampel dipanaskan hingga suhu austenit, selanjutnya didinginkan secara merata, lalu dihitung nilai kekerasannya. Nilai kekerasan berbanding lurus dengan jarak dari tempat berakhirnya quenced. Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang ditampilkan dan kekerasan makin turun. 26

27 lakukan. Berikut adalah perbedaan grafik literatur dengan grafik percobaan jominy yang kami GRAFIK LITERATUR 27

28 Dapat dilihat pada grafik percobaan yang kami lakukan dengan grafik literatur menunjukkan gambar yang hampir sama. Yang berarti proses yang telah kami lakukan sudah benar. Namun apabila ada perbedaan antara grafik percobaan dan grafik literatur, maka sudah pasti ada kesalahan dalam proses yang telah dilakukan. Pada grafik tersebut menunjukkan bahwa sampel memiliki kekerasan yang berbeda seiring dengan laju pendinginan. Semakin jauh jarak indentasi dari end-quench, maka kekerasannya pun semakin lemah. 28

29 IV.1 KESIMPULAN IV.1.1 PREPARASI SAMPEL BAB IV. KESIMPULAN & SARAN IV MOUNTING Proses mounting hanya dilakukan jika sampel yang akan diuji berukuran sangat kecil. Media mounting yang dipilih harus sesuai dengan material dan jenis ragam etsa yang akan digunakan. Dalam melakukan proses mounting, kita harus memperhatikan hal hal yang dapat menyebabkan cacat pada mounting seperti bubble, tacky tops, dan discoloration. IV PENGAMPLASAN (GRINDING) Dalam melakukan grinding, kita harus melakukannya mulai dari nomor mesh yang rendah. Makin rendah nomor mesh, maka semakin kasar amplas yang digunakan untuk proses grinding. Air sangat berfungsi penting dalam grinding, tanpa adanya air, maka kerusakan akibat panas yang timbul akan semakin besar. Dalam grinding, kita juga harus memperhatikan pola pengamplasan, yaitu dengan cara mengubah arah pengamplasan 45 0 atau 90 0 terhadap arah sebelumnya. IV PEMOLESAN (POLISHING) Pemolesan bertujuan agar sampel memiliki permukaan yang jelas, rata, dan mengkilap sehingga struktur sampel dapat dilihat dengan jelas melalui mikroskop. Dalam proses pemolesan, kita menggunakan zat alumina (Al 2 O 3 )yang dilarutkan dalam air yang berguna sebagai zat pengkikis material yang sangat halus, sehingga hasil permukaan sampel yang didapat dapat sangat halus. IV ETSA (ETCHING) Etsa merupakan oksidasi terkendali yang merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif. Masing masing sampel menggunakan zat yang berbeda beda sesuai dengan bahannya. Dalam etsa, kita harus menghindari pengetsaan yang terlalu lama agar tidak terjadi permukaan yang gosong pada sampel. IV.1.2 FOTO MIKRO Dalam pengamatan foto mikro, yang harus kita perhatikan adalah titik fokus dan oencahayaan yang baik. Apabila hal itu sudah dipenuhi, maka hasil dari pengamatan pasti akan terlihat jelas melalui mikroskop IV.1.3 PERCOBAAN JOMINY Tujuan dari percobaan jominy adalah untuk mendapatkan hubungan antara jarak permukaan pada pendinginan langsung dengan sifat kemampukerasan bahan. Terdapat fase fase dalam percobaan jominy, fase martensit menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki 29

30 tingkat kekerasan paling keras sedangkan fase ferrit menunjukkan tingkat kekerasan yang paling lunak di antara fase lainnya. IV.2 SARAN Saran saya terhadap praktikum ini adalah sebaiknya proses mounting dilakukan oleh mahasiswa agar semua proses dari preparasi sampel dapat kita lakukan dan kita dapat dengan jelas mengetahui semua proses ini. Namun secara keseluruhan, percobaan ini sudah sangat membantu para mahasiswa dalam pengamatan struktur beberapa sampel. 30

31 DAFTAR PUSTAKA 1.Gesafalugongesa Hardenability and Jominy Test. From 2. Ady, Surya Putra Muhammad. Diagram TTT & CCT. From 3. Modul Praktikum Material Teknik Vander Voort, George F Microstructure of Ferrous Alloys. From gnvcm100000f932a8c0 5.. Somad, Raden Makalah Metalografi. From metalografi.html. 28 April Wikipedia 31

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Proses karakterisasi material Bantalan Luncur dengan menggunakan metode pengujian merusak. Proses penelitian ini dapat dilihat dari diagram alir berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro.

III. METODOLOGI. ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur mikro. 30 III. METODOLOGI 3.1 Material dan Dimensi Spesimen Bahan yang dipilih dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah. Baja karbon ini dibentuk menjadi spesimen kekerasan, spesimen uji tarik dan struktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Percobaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Percobaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini terdapat beberapa jenis bahan yang digunakan pada industriindustri atau tujuan-tujuan lain. Untuk mendapatkan material yang baik harus diketahui segala hal

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR 24 3.2. ALAT DAN BAHAN Alat 1. Oven Nabertherm 2. Mesin Amplas 3. Mesin Poles 4. Mesin Uji Kekerasan (Hoytom) 5. Instrumen Ultrasonik Pulser-Receiver PANAMETRIC

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penimbangan Serbuk Alumunium (Al), Grafit (C), dan Tembaga (Cu) Pencampuran Serbuk Al dengan 1%Vf C dan 0,5%Vf Cu Kompaksi 300 bar Green Compact

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai. 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat yaitu preparasi sampel di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Persiapan Sampel Pemotongan Sampel Sampel 1 (tanpa perlakuan panas) Perlakuan panas (Pre heat 600 o C tiap sampel) Sampel 2 Temperatur 900 o C

Lebih terperinci

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020

TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 TUGAS METALURGI II PENGUJIAN METALOGRAFI BAJA 1020 Disusun oleh : Endah Lutfiana 2710 100 099 Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Spesifikasi bearing Metode pengujian Persiapan Pengujian: Pengambilan bahan pengujian bearing baru, bearing bekas pakai dan bearing

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini penulis meneliti tentang pengaruh penahanan waktu pemanasan (holding time) terhadap kekerasan baja karbon rendah pada proses karburasi dengan menggunakan media

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas pada kondisi struktur mikro dan sifat kekerasan pada paduan Fe-Ni-Al dengan beberapa variasi komposisi, dilakukan serangkaian

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013 BAB IV UJI JOMINY (JOMINY TEST) 4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Latar Belakang Pada dunia engineering, penggunaan bahan yang spesifik pada aplikasi tertentu sangatlah krusial. Salah satu metode yang sering diaplikasi

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian

Gambar 3.1 Diagram alur Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alur Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori untuk penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN komposisi tidak homogen akan memiliki perbedaan kelarutan dalam pembersihan, sehingga beberapa daerah ada yang lebih terlarut dibandingkan dengan daerah yang lainnya. Ketika oksida dihilangkan dari permukaan,

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Studi Literatur Pembuatan Master Alloy Peleburan ingot AlSi 12% + Mn Pemotongan Sampel H13 Pengampelasan sampel Grit 100 s/d 1500 Sampel H13 siap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Pengumpulan Data dan Informasi Pengamatan Fraktografi Persiapan Sampel Uji Kekerasan Pengamatan Struktur Mikro Uji Komposisi Kimia Proses Perlakuan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Perancangan Tugas Akhir ini direncanakan di bagi dalam beberapa tahapan proses, dituliskan seperti diagram alir berikut ini : Mulai Studi literatur

Lebih terperinci

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.

yang tinggi, dengan pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat. 10: HARDENABILITY 10.1 Hardenability Mampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasinya. Mampu keras tidak dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Ingot AC8H Proses peleburan Proses GBF (Gas Bubbling Floatation) Spektrometer NG Proses pengecoran OK Solution Treatment Piston As Cast Quenching

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu tempering terhadap sifat mekanik baja

Lebih terperinci

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C Somawardi Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung Kawasan Industri Air Kantung,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. masing-masing benda uji, pada pengelasan las listrik dengan variasi arus 80, 90, BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Spesimen 4.1.1. Proses Pengelasan Setelah pengamatan, pengukuran serta pengujian dilaksanakan terhadap masing-masing benda uji, pada pengelasan

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK TUGAS AKHIR MM09 1381- PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK MOHAMMAD ISMANHADI S. 2708100051 Yuli Setyorini, ST, M.Phil LATAR

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB III PENGUMPULAN DATA 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Spesimen & Studiliteratur Gambar teknik & Pengambilan sample pengujian Metalografi: Struktur Makro & Mikro Uji Kekerasan: Micro Vickers komposisi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Start

BAB IV METODE PENELITIAN. Start BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Secara umum rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Start Studi literatur Jurnal, Text book Persiapan alat dan bahan Pembentukan spesimen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Baja (steel) adalah material yang paling banyak dan umum digunakan di dunia industri, hal ini karena baja memberikan keuntungan keuntungan yang banyak yaitu pembuatannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian

Gambar 3.1 Blok Diagram Metodologi Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Penelitian dalam tugas akhir ini dilakukan dalam beberapa tahapan penting, meliputi: menentukan tujuan penelitian, mengumpulkan landasan teori

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Sasi Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini, akan diuraikan mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian, diagram alir penelitian, proses pengujian tarik geser, proses pengujian kekerasan dan proses

Lebih terperinci

Analisis Struktur Mikro (Metalografi)

Analisis Struktur Mikro (Metalografi) Analisis Struktur Mikro (Metalografi) Irfan Fadhilah Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia fadhilahirfan48@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus sampai bulan Oktober 2012.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus sampai bulan Oktober 2012. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Agustus sampai bulan Oktober 2012. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat yaitu preparasi sampel dilakukan

Lebih terperinci

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang

Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang Analisis Struktur Mikro Baja Tulangan Karbon Sedang Tio Gefien Imami Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesa 10 Bandung 40132,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Penelitian yang dilakukan sesuai dengan diagram alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 Gambar 3.1. Diagram alir penelitian 3.2. ALAT DAN BAHAN

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengikuti diagram alir berikut. Studi literatur Sampel uji: Sampel A: AC4B + 0 wt. % Sr + 0 wt. % Ti Sampel B: AC4B + 0.02

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1.DIAGRAM ALIR PENLITIAN Persiapan Benda Uji Material Sand Casting Sampel As Cast Perlakuan Quench/ Temper Preheat 550 O C 10 menit Austenisasi 920 O C 40 menit Quenching

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan prosedur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN Percobaan ini dilakukan untuk mendapatkan data energi impak dan kekerasan pada baja AISI H13 yang diberi perlakuan panas hardening dan tempering. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan Spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Persiapan Spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi pustaka Persiapan Spesimen Raw Material Perlakuan Panas Quenching (oli) Quenching dan tempering Uji Kekerasan Uji Keausan Analisa /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel atau baja yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%

Lebih terperinci

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L Disusun oleh : Suparjo dan Purnomo Dosen Tetap Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR Penambahan penghalus butir titanium Karakterisasi: Uji komposisi Uji kekerasan Karakterisasi: Uji kekerasan Mikrostruktur (OM) Penuaan (T4 dan T6) T = 28

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah digunakan sebagai benda uji. Benda uji dipanaskan ulang pada temperatur 1200 O C secara isothermal selama satu jam.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September 2012 sampai dengan November

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Bulan September 2012 sampai dengan November III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan September 2012 sampai dengan November 2012. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135 JURNAL Teori dan Aplikasi Fisika Vol. 4, No. 02, Juli Tahun 2016 Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN bawah ini. Metodologi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada kedua bagan di Gambar 3.1 Proses Pembuatan bahan matriks Komposit Matrik Logam Al5Cu 27 28 Gambar

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METOOLOGI PENELITIAN III.1 IAGRAM ALIR PENELITIAN Persiapan bahan baku serbuk Karakterisasi serbuk Penimbangan Al Penimbangan NaCl Penimbangan Zn(C 18 H 35 O 2 ) 2 Penimbangan Al 2 O 3 Pencampuran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR BAB III METODOLOGI PENELITIAN STUDI LITERATUR ALUMINIUM AC8H PROSES PELEBURAN PROSES GBF PENGUJIAN KOMPOSISI KIMIA PENAMBAHAN Sr (LADLE TREATMENT) PENAMBAHAN PHOSPOR (LADLE TREATMENT)

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3.1. Uji Kekerasan Rockwell Pengujian Rockwell merupakan suatu uji untuk mengetahui tingkat kekerasan. Tingkat kekerasan yang di uji adalah tingkat kekerasan logam baik logam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2014 sampai Juni 2015di Laboratorium Material Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1. Mulai Mempersiapkan Alat dan Bahan Proses Peleburan Proses

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 36 BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Peralatan yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian dan pengujian ini antara lain: 1. Tabung Nitridasi Tabung nitridasi merupakan

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S Mahasiswa Edwin Setiawan Susanto Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M. Sc. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si. 1 Latar

Lebih terperinci

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan IRWNS 213 Analisa Deformasi Material 1MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda Muhammad Subhan Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Manufaktur Negeri Bangka Belitung, Sungailiat, 33211

Lebih terperinci

BAB III. dan RX-KING ditujukan pada diagram dibawah ini yaitu diagram alir penelitian. Rumah Kopling F1-ZR. Rumah Kopling RX-KING.

BAB III. dan RX-KING ditujukan pada diagram dibawah ini yaitu diagram alir penelitian. Rumah Kopling F1-ZR. Rumah Kopling RX-KING. BAB III PENELITIAN 3.1. Diagram aliran Penelitian Secara skematis prosedur penelitian dan pengujian pada rumah kopling F1-ZR dan RX-KING ditujukan pada diagram dibawah ini yaitu diagram alir penelitian.

Lebih terperinci

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT Saefudin 1*, Toni B. Romijarso 2, Daniel P. Malau 3 Pusat Penelitian Metalurgi dan Material Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kawasan PUSPIPTEK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA

ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA ANALISA PERBEDAAN SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA PISTON HASIL PROSES PENGECORAN DAN TEMPA Ahmad Haryono 1*, Kurniawan Joko Nugroho 2* 1 dan 2 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Pratama Mulia Surakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

BAB III METODE PENELITIAN dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2011 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisika Material Departemen Fisika

Lebih terperinci

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Sub Modul Praktikum PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST Tim Penyusun Herdi Susanto, ST, MT NIDN :0122098102 Joli Supardi, ST, MT NIDN :0112077801 Mata Kuliah FTM 011 Metalurgi Fisik + Praktikum JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA KARBON RENDAH (ST41) DENGAN METODE PACK CARBIRIZING

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA KARBON RENDAH (ST41) DENGAN METODE PACK CARBIRIZING Teknika : Engineering and Sains Journal Volume 1, mor 2, Desember 2017, 117-124 ISSN 2579-5422 online ISSN 2580-4146 print ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA BAJA

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng

Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng Oleh : Winarto Hadi Candra (2710100098) Dosen Pembimbing : Sutarsis, S.T, M.Sc.Eng JURUSAN TEKNIK MATERIAL DAN METALURGI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIS KOMPONEN STUD PIN WINDER BAJA SKD-11 YANG MENGALAMI PERLAKUAN PANAS DISERTAI PENDINGINAN NITROGEN Naskah Publikasi ini disusun guna memenuhi Tugas

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) HEAT TREATMENT PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Proses laku-panas atau Heat Treatment kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian. 32 3.2 Peralatan dan Bahan 3.2.1 Peralatan Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengujian anodizing pada aluminium seri 1xxx, maka diperoleh data-data pengujian yang kemudian dijabarkan melalui beberapa sub-sub pembahasan dari masing-masing

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL

PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADA PROSES PENGKARBONAN PADAT BAJA MILD STEEL Pramuko I. Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan

Lebih terperinci

PENGUJIAN METALOGRAFI DAN HST

PENGUJIAN METALOGRAFI DAN HST PENGUJIAN METALOGRAFI DAN HST I. Tujuan Untuk mempelajari struktur logam maupun material lainnya dengan bantuan mikroskop optik. II. Dasar Teori Metalografi merupakan displin ilmu yang mempelajari karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pembuatan soft magnetic menggunakan bahan serbuk besi dari material besi laminated dengan perlakuan bahan adalah dengan proses kalsinasi dan variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknik pengerasan permukaan merupakan suatu proses untuk meningkatkan sifat kekerasan serta kinerja dari suatu komponen atau material. Kerusakan suatu material biasanya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Struktur Akibat Heat Treatment pada Logam ST, FC Dan Ni-Hard 4

Analisa Perubahan Struktur Akibat Heat Treatment pada Logam ST, FC Dan Ni-Hard 4 Analisa Perubahan Struktur Akibat Heat Treatment pada Logam ST, FC Dan Ni-Hard 4 Herwandi dan Asrul Hidayat Jurusan Teknik Perancangan Mekanik Politeknik Manufaktur Timah E-mail: zulfan@zircon.timah.ac.id

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR NOVITA EKA JAYANTI 2108030030 PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM A 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY PROGAM STUDI DIII TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING

ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING TUGAS AKHIR PENGARUH CARBURIZING ARANG KAYU JATI DAN ARANG CANGKANG KELAPA DENGAN AUSTEMPERING PADA MILD STEEL (BAJA LUNAK) PRODUK PENGECORAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci