A. Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasiinformasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan ber

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasiinformasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan ber"

Transkripsi

1 METODE EKSPLORASI Metoda dalam eksplorasi dapat digolongkan dalam dua kelompok besar, yaitu : I. Metoda langsung, terdiri dari : A. Metoda langsung di permukaan B. Metoda langsung di bawah permukaan II. Metoda tidak langsung, terdiri dari : A. Metoda tidak langsung cara geokimia yang mencakup antara lain mengenai bed rock, soil, air, vegetasi dan stream deposit. B. Metoda tidak langsung cara geofisika yang mencakup beberapa cara yaitu cara magnetik (sudah jarang digunakan), gravitasi (sudah jarang digunakan), cara seismik yang terdiri dari cara reflaksi dan refleksi, cara listrik (resistifity), dua cara yang terakhir yaitu cara radiokatif yang masih jarang digunakan, hal ini disebabkan karena cara ini relatif lebih mahal dan lebih rumit dari cara-cara sebelumnya. I. Metoda Langsung Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari, serta dapat dilakukan deskripsi megaskopis/mikroskopis, pengukuran, dan sampling terhadap objek yang dianalisis. Begitu juga dengan interpretasi yang dilakukan, dapat berhubungan langsung dengan fakta-fakta dari hasil pengamatan lapangan. Metode eksplorasi langsung ini dapat dilakukan pada sepanjang kegiatan eksplorasi (tahap awal sampai dengan detail). Beberapa metode yang akan dipelajari sehubungan dengan Metode Eksplorasi Langsung ini adalah : A. Pemetaan Geologi B. Tracing Float, Paritan, dan Sumur uji C. Sampling D. Pemboran Eksplorasi

2 A. Pemetaan Geologi Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasiinformasi geologi permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah tersebut. Selain pemetaan informasi geologi, pada kegiatan ini juga sekaligus memetakan tanda-tanda mineralisasi yang berupa alterasi mineral. Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasi-informasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal, skala peta 1 : mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi sampai dengan penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : sampai dengan 1 : Pada tahapan eksplorasi awal, pengumpulan data (informasi singkapan) dapat dilakukan dengan menggunakan palu dan kompas geologi, serta penentuan posisi melalui orientasi lapangan atau dengan cara talikompas. Namun dalam tahapan eksplorasi lanjut sampai dengan detail, pengamatan singkapan dapat diperluas dengan menggunakan metodemetode lain seperti uji sumur, uji parit, maupun bor tangan atau auger, sedangkan penentuan posisi dilakukan dengan menggunakan alat ukur permukaan seperti pemetaan dengan plane table atau dengan teodolit 1. Penyelidikan singkapan (out crop) Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai bagian dari tubuh

3 batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya. Singkapan segar umumnya dijumpai pada : a. Lembah-lembah sungai, hal ini dapat terjadi karena pada lembah sungai terjadi pengikisan oleh air sungai sehingga lapisan yang menutupi tubuh batuan tertransportasi yang menyebabkan tubuh batuan nampak sebagai singkapan segar b. Bentuk-bentuk menonjol pada permukaan bumi, hal ini terjadi secara alami yang umumnya disebabkan oleh pengaruh gaya yang berasal dari dalam bumi yang disebut gaya endogen misalnya adanya letusan gunung berapi yang memuntahkan material ke permukaan bumi dan dapat juga dilihat dari adanya gempa bumi akibat adanya gesekan antara kerak bumi yang dapat mengakibatkan terjadinya patahan atau timbulnya singkapan ke permukaan bumi yang dapat dijadikan petunjuk letak tubuh batuan. Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain : a. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap. b. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada. c. Pemberian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur, mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapa 2. Traverse (Lintasan) Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi

4 daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif. Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi (batuan). Kadangkadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan (traverse) pemetaan ada 2, yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop (titik awal dan titik akhir sama). Namun yang perlu diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi batas satuan-satuan litologi. Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas) dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan. Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail. Umumnya pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap memuat informasi litologi keseluruhan wilayah 3. Interpretasi dan informasi data Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan geologi/alterasi antara lain : a. Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara). b. Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara. c. Penyebaran dan pola alterasi yang ada.

5 d. Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi). e. Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah. f. Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi. g. Bangunan-bangunan, dll. Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu diperhatikan, antara lain : a. Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi. b. Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan zona (penyebaran) alterasi. c. Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan proses sedimentasi. d. Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusan-kelurusan, dll. Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara lain : a. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan). b. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan. c. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi). d. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti B. Tracing Float dan Tracing dengan panin (Paritan, dan Sumur Uji) 1. Tracing Float (penjejakan) Float adalah fragmen-fragmen atau potongan-potongan biji yang berasal dari penghancuran singkapan yang umumnya disebabkan oleh erosi, kemudian tertransportasi yang biasanya dilakukan oleh air, dan dalam melakukan tracing kita harus berjalan

6 berlawanan arah dengan arah aliran sungai sampai float dari bijih yang kita cari tidak ditemukan lagi, kemudian kita mulai melakukan pengecekan pada daerah antara float yang terakhir dengan float yang sebelumnya dengan cara membuat parit yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran sungai, tetapi jika pada pembuatan parit ini dirasa kurang dapat memberikan data yang diinginkan maka kita dapat membuat sumur uji sepanjang parit untuk mendata tubuh batuan yang terletak jauh dibawah over burden. 2. ` Tracing dengan Panning (mendulang) Caranya sama seperti tracing float, tetapi bedanya terdapat pada ukuran butiran mineral yang dicara biasanya cara ini digunakan untuk mencari jejak mineral yang ukurannya halus dan memiliki masa jenis yang relatif besar. Persamaan dari cara tracing yaitu pada kegiatan lanjutan yaitu trencing atau test pitting. Cara-cara tracing, baik tracing float maupun tracing dengan panning akan dilanjutkan dengan cara trenching atau test pitting. a. Trenching (pembuatan parit) Pembuatan parit memiliki keterbatasan yaitu hanya bisa dilakukan pada overburden yang tipis, karena pada pembuatan parit kedalaman yang efektif dan ekonomis yang dapat dibuat hanya sedalam 2-2,5 meter, selebih dari itu pembuatan parit dinilai tidak efektif dan ekonomis. Pembuatan parit ini dilakukan dengan arah tegak lurus ore body dan jika pembuatan parit ini dilakukan di tepi sungai maka pembuatan parit harus tegak lurus dengan arah arus sungai. Paritan dibangun dengan tujuan untuk mengetahui tebal lapisan permukaan, kemiringan perlapisan, struktur tanah dan lain-lain. Trenching (pembuatan paritan) merupakan salah satu cara dalam observasi singkapan atau dalam pencarian sumber (badan) bijih/endapan.

7 1) Pada pengamatan (observasi) singkapan, paritan uji dilakukan dengan cara menggali tanah penutup dengan arah relatif tegak lurus bidang perlapisan (terutama pada endapan berlapis). Informasi yang diperoleh antara lain ; jurus bidang perlapisan, kemiringan lapisan, ketebalan lapisan, karakteristik perlapisan (ada split atau sisipan), serta dapat sebagai lokasi sampling. 2) Sedangkan pada pencarian sumber (badan) bijih, parit uji dibuat berupa series dengan arah paritan relatif tegak lurus terhadap jurus zona badan bijih, sehingga batas zona bijih tersebut dapat diketahui. Informasi yang dapat diperoleh antara lain ; adanya zona alterasi, zona mineralisasi, arah relatif (umum) jurus dan kemiringan, serta dapat sebagai lokasi sampling. Dengan mengkorelasikan series paritan uji tersebut diharapkan zona bijih/minerasisasi/badan endapan dapat diketahui. b. Test Pitting (pembuatan sumur uji) Jika dengan trenching tidak dapat memberikan data yang akurat maka sebaiknya dilakukan test pitting untuk menyelidiki tubuh batuan yang letaknya relatif dalam. Kita harus ingat bahwa pada test pitting kita harus memilih daerah yang terbebas dari bongkahan-bongkahan maka hal ini akan menyulitkan kita pada waktu pembuatan sumur uji dan juga daerah yang hendak kita buat sumur uji harus bebas dari air, karena dengan adanya air dapat menyulitkan kita pada waktu melakukan penyelidikan struktur batuan yang terdapat pada sumur uji yang kita buat. Pada pembuatan sumur uji ini kita juga harus mempertimbangkan faktor keamanan, kita harus dapat membuat sumur dengan penyangga sesedikit mungkin tetapi tidak mudah runtuh. Hal ini juga akan mempengaruhi kenyamanan pada waktu melakukan penelitian. Kedalaman

8 sumur uji yang kita buat bisa mencapai kedalaman sampai 30 meter. Hal-hal yang perlu diperhatikan dari penggalian sumur adalah gejala longsoran, keluarnya gas beracun, bahaya akan banjir dan lain-lain. Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapanendapan yang berhubungan dengan pelapukan dan endapanendapan berlapis. 1) Pada endapan berlapis, pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan kemenerusan lapisan dalam arah kemiringan, variasi litologi atap dan lantai, ketebalan lapisan, dan karakteristik variasi endapan secara vertikal, serta dapat digunakan sebagai lokasi sampling. Biasanya sumur uji dibuat dengan kedalaman sampai menembus keseluruhan lapisan endapan yang dicari, misalnya batubara dan mineralisasi berupa urat (vein). 2) Pada endapan yang berhubungan dengan pelapukan (lateritik atau residual), pembuatan sumur uji ditujukan untuk mendapatkan batas-batas zona lapisan (zona tanah, zona residual, zona lateritik), ketebalan masing-masing zona, variasi vertikal masing-masing zona, serta pada deretan sumur uji dapat dilakukan pemodelan bentuk endapan. C. Sampling 1. Konsep sampling Sampel (conto) merupakan satu bagian yang representatif atau satu bagian dari keseluruhan yang bisa menggambarkan berbagai karakteristik untuk tujuan inspeksi atau menunjukkan bukti-bukti kualitas, dan merupakan sebagian dari populasi stastistik dimana sifatsifatnya telah dipelajari untuk mendapatkan informasi keseluruhan.

9 Secara spesifik, conto dapat dikatakan sebagai sekumpulan material yang dapat mewakili jenis batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) dalam arti kualitatif dan kuantitatif dengan pemerian (deskripsi) termasuk lokasi dan komposisi dari batuan, formasi, atau badan bijih (endapan) tersebut. Proses pengambilan conto tersebut disebut sampling. Sampling dapat dilakukan karena beberapa alasan (tujuan) maupun tahapan pekerjaan (tahapan eksplorasi, evaluasi, maupun eksploitasi). a. Selama fase eksplorasi sampling dilakukan pada badan bijih (mineable thickness) dan tidak hanya terbatas pada zona mineralisasi saja, tetapi juga pada zona-zona low grade maupun material barren, dengan tujuan untuk mendapatkan batas yang jelas antara masing-masing zona tersebut. b. Selama fase evaluasi, sampling dilakukan tidak hanya pada zona endapan, tapi juga pada daerah-daerah di sekitar endapan dengan tujuan memperoleh informasi lain yang berhubungan dengan kestabilan lereng dan pemilihan metode penambangan. c. Sedangkan selama fase eksploitasi, sampling tetap dilakukan dengan tujuan kontrol kadar (quality control) dan monitoring front kerja (kadar pada front kerja yang aktif, kadar pada bench open pit, atau kadar pada umpan material). Pemilihan metode sampling dan jumlah conto yang akan diambil tergantung pada beberapa faktor, antara lain : a. Tipe endapan, pola penyebaran, serta ukuran endapan. b. Tahapan pekerjaan dan prosedur evaluasi c. Lokasi pengambilan conto (pada zona mineralisasi, alterasi, atau barren) d. Kedalaman pengambilan conto, yang berhubungan dengan letak dan kondisi batuan induk. e. Anggaran untuk sampling dan nilai dari bijih.

10 Beberapa kesalahan yang mungkin terjadi dalam sampling, antara lain: a. Salting, yaitu peningkatan kadar pada conto yang diambil sebagai akibat masuknya material lain dengan kadar tinggi ke dalam conto. b. Dilution, yaitu pengurangan kadar akibatnya masuknya waste ke dalam conto. c. Erratic high assay, yaitu kesalahan akibat kekeliruan dalam penentuan posisi (lokasi) sampling karena tidak memperhatikan kondisi geologi. d. Kesalahan dalam analisis kimia, akibat conto yang diambil kurang representatif. Secara umum, dalam pemilihan metode sampling perlu diperhatikan karakteristik endapan yang akan diambil contonya. Bentuk keterdapatan dan morfologi endapan akan berpengaruh pada tipe dan kuantitas sampling. Aspek karakteristik endapan untuk tujuan sampling ini dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pada endapan berbentuk urat 1) Komponen mineral atau logam tidak tersebar merata pada badan urat. 2) Mineral bijih dapat berupa kristal-kristal yang kasar sehingga diperlukan sample dengan volume yang besar agar representatif. 3) Kebanyakan urat mempunyai lebar yang sempit (jika dibandingkan dengan bukaan stope) sehingga rentan dengan dilution. 4) Kebanyakan urat berasosiasi dengan sesar, pengisi rekahan, dan zona geser (regangan), sehingga pada kondisi ini memungkinkan terjadinya efek dilution pada batuan samping, sehingga batuan samping perlu dilakukan sampling. 5) Perbedaan assay (kadar) antara urat dan batuan samping pada umumny tajam, berhubungan dengan kontak dengan batuan samping, impregnasi pada batuan samping, serta pola urat yang

11 menjari (bercabang), sehingga dalam sampling perlu dicari dan ditentukan batas vein yang jelas. 6) Fluktuasi ketebalan urat sulit diprediksi, dan mempunyai rentang yang terbatas, serta mempunyai kadar yang sangat erratic (acak/tidak beraturan) dan sulit diprediksi, sehingga diperlukan sampling dengan interval yang rapat. 7) Kebanyakan urat relatif keras dan bersifat brittle, sehingga cukup sulit untuk mencegah terjadinya bias akibat variabel kuantitas per unit panjang sulit dikontrol. 8) Sampling lanjutan kadang-kadang terbatas terhadap jarak (interval), karena pada umumnya harus dilanjutkan melalui pemboran inti. b. Pada endapan stratiform Endapan stratiform disini termasuk endapan-endapan logam dasar yang terendapkan selaras/sejajar dengan bidang perlapisan satuan litologi (litofasies), dimana mineral bijih secara lateral dikontrol oleh bidang perlapisan atau bentuk-bentuk sedimen yang lain (sedimentary hosted). Karakteristik umum tipe endapan ini yang berhubungan dengan metode sampling antara lain : 1) Mempuyai ketebalan yang cukup besar. 2) Mempunyai penyebaran lateral yang cukup luas. 3) Kadang-kadang diganggu oleh struktur geologi atau tektonik yang kuat, sehingga dapat menimbulkan masalah dalam sampling. 4) Arah kecenderungan kadar relatif seragam dan dapat diprediksi, namun kadang-kadang dapat terganggu oleh adanya remobilisasi, metamorfisme, atau berbentuk urat. 5) Perubahan-perubahan gradual atau sistematis dalam kadar harus diikuti oleh perubahan dalam interval sampling.

12 6) Dalam beberapa kondisi mungkin terdapat mineralisasi yang berbutir halus dan kemudian berpengaruh pada besar volume material yang dilakukan sampling. 7) Pada tipe hosted by meta-sediment, perlu diperhatikan variabel ukuran conto akibat perubahan ukuran, kekerasan batuan, atau nugget effect. 8) Setempat dapat terjadi perubahan kadar yang moderat dan dapat menyebabkan kesalahan pada sampling yang signifikan. 9) Cut off kadar dapat gradasional (tidak konstan). c. Pada endapan sedimen Pada tipe endapan ini, termasuk endapan batubara, ironstones, potash, gipsum, dan garam, yang mempunyai karakteristik : 1) Mempuyai kontak yang jelas dengan batuan samping. 2) Mempunyai fluktuasi perubahan indikator kualitas yang bersifat gradual. 3) Sampling sering dikontrol oleh keberadaan sisipan atau parting dalam batubara, sehingga interval sampling lebih bersifat ply per ply. 4) Perubahan (variasi) ketebalan lapisan yang cenderung gradual, sehingga anomali-anomali yang ditemukan dapat diprediksi lebih awal (washout, sesar, perlipatan, dll.), sehingga pola dan kerapatan sampling disesuaikan dengan variasi yang ada. 5) Rekomendasi pola sampling (strategi sampling) adalah dengan interval teratur secara vertikal, bed by bed (atau ply by ply), atau jika relatif homogen dapat dilakukan secara komposit. d. Pada endapan porfiri Karakteristik umum dari tipe endapan ini yang perlu diperhatikan adalah :

13 1) Mempuyai dimensi yang besar, sehingga sampling lebih diprioritaskan dengan pemboran inti (diamond atau percussion). 2) Umumnya berbentuk non-tabular, umumnya mempunyai kadar yang rendah dan bersifat erratic, sehingga kadang-kadang dibutuhkan conto dalam jumlah (volume) yang besar, sehingga kadang-kadang dilakukan sampling melalui winze percobaan, adit eksplorasi, dan paritan. 3) Zona-zona mineralisasi mempunyai pola dan variabilitas yang beragam, seperti tipe disseminated, stockwork, vein, atau fissure, sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam pemilihan metode sampling. 4) Keberadaan zona-zona pelindian atau oksidasi, zona pengkayaan supergen, dan zona hipogen, juga perlu mendapat perhatian khusus. 5) Mineralisasi dengan kadar hipogen yang relatif tinggi sering terkonsentrasi sepanjang sistem kekar sehingga penentuan orientasi sampling dan pemboran perlu diperhatikan dengan seksama 6) Zonasi-zonasi internal (alterasi batuan samping) harus selalu diperhatikan dan direkam sepanjang proses sampling 7) Variasi dari kerapatan pola kekar akan mempengaruhi kekuatan batuan, sehingga interval (kerapatan) sampling akan sangat membantu dalam informasi fragmentasi batuan nantinya. 2. Grab sampling Secara umum, metode grab sampling ini merupakan teknik sampling dengan cara mengambil bagian (fragmen) yang berukuran besar dari suatu material (baik di alam maupun dari suatu tumpukan) yang mengandung mineralisasi secara acak (tanpa seleksi yang khusus). Tingkat ketelitian sampling pada metode ini relatif mempunyai bias yang cukup besar

14 Beberapa kondisi pengambilan conto dengan teknik grab sampling ini antara lain : a. Pada tumpukan material hasil pembongkaran untuk mendapatkan gambaran umum kadar. b. Pada material di atas dump truck atau belt conveyor pada transportasi material, dengan tujuan pengecekan kualitas. c. Pada fragmen material hasil peledakan pada suatu muka kerja untuk memperoleh kualitas umum dari material yang diledakkan, dll. 3. Bulk Sampling Bulk sampling (conto ruah) ini merupakan metode sampling dengan cara mengambil material dalam jumlah (volume) yang besar, dan umum dilakukan pada semua fase kegiatan (eksplorasi sampai dengan pengolahan). Pada fase sebelum operasi penambangan, bulk sampling ini dilakukan untuk mengetahui kadar pada suatu blok atau bidang kerja. Metode bulk sampling ini juga umum dilakukan untuk uji metalurgi dengan tujuan mengetahui recovery (perolehan) suatu proses pengolahan. Sedangkan pada kegiatan eksplorasi, salah satu penerapan metode bulk sampling ini adalah dalam pengambilan conto dengan sumur uji (lihat Gambar 6.5). 4. Chip sampling Chip sampling (conto tatahan) adalah salah satu metode sampling dengan cara mengumpulkan pecahan batuan (rock chip) yang dipecahkan melalui suatu jalur (dengan lebar ± 15 cm) yang memotong zona mineralisasi dengan menggunakan palu atau pahat. Jalur sampling tersebut biasanya bidang horizontal dan pecahanpecahan batuan tersebut dikumpulkan dalam suatu kantong conto. Kadang-kadang pengambilan ukuran conto yang seragam (baik ukuran butir, jumlah, maupun interval) cukup sulit, terutama pada

15 urat-urat yang keras dan brittle (seperti urat kuarsa), sehingga dapat menimbulkan kesalahan seperti oversampling (salting) jika ukuran fragmen dengan kadar tinggi relatif lebih banyak daripada fragmen yang low grade. 5. Channel sampling Channel sampling adalah suatu metode pengambilan conto dengan membuat alur (channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan. Ada beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengumpulkan fragmen-fragmen batuan dalam satu conto atau melakukan pengelompokan conto (sub-channel) yang tergantung pada tipe (pola) mineralisasi, antara lain : a. Membagi panjang channel dalam interval-interval yang seragam, yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona bijih relatif lebar. Contohnya pada pembuatan channel dalam sumur uji pada endapan laterit atau residual b. Membagi panjang channel dalam interval-interval tertentu yang diakibatkan oleh variasi (distribusi) zona mineralisasi. c. Untuk kemudahan, dimungkinkan penggabungan sub-channel dalam satu analisis kadar atau dibuat komposit. d. Pada batubara atau endapan berlapis, dapat diambil channel sampling per tebal seam (lapisan) atau ply per ply (jika terdapat sisipan pengotor). 6. Preparasi conto conto diperoleh, kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilakukan assay (analisis kadar). Karena yang dianalisis tersebut hanya sebagian kecil dari conto, maka diperlukan preparasi conto,

16 agar bagian conto yang dianalisis masih representatif terhadap kondisi yang sebenarnya. Namun secara umum, ukuran conto dapat berpengaruh terhadap hasil analisis, sehingga biasanya analisis dilakukan sedikitnya pada dua laboratorium yang berbeda, dan sebagian conto lagi disimpan sebagai dokumentasi. Pengurangan conto (reduksi sampel) sebaiknya dilakukan setelah pengurangan ukuran partikel, atau dengan kata lain proses pembagian (split) conto dilakukan pada fraksi ukuran yang telah seragam D. Pemboran Salah satu keputusan penting di dalam kegiatan eksplorasi adalah menentukan kapan kegiatan pemboran dimulai dan diakhiri. Pelaksanaan pemboran sangat penting jika kegiatan yang dilakukan adalah menentukan zona mineralisasi dari permukaan. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mineralisasi dari permukaan sebaik mungkin, namun demikian kegiatan pemboran dapat dihentikan jika telah dapat mengetahui gambaran geologi permukaan dan mineralisasi bawah permukaan secara menyeluruh. Dalam melakukan perencanaan pemboran, hal-hal yang perlu diperhatikan dan direncanakan dengan baik adalah : 1. kondisi geologi dan topografi 2. tipe pemboran yang akan digunakan, 3. spasi pemboran, 4. waktu pemboran, dan 5. pelaksana (kontraktor) pemboran. Selain itu aspek logistik juga harus dipikirkan dengan cermat, antara lain: 1. juru bor 2. peralatan dan onderdil yang dibutuhkan 3. alat transportasi 4. konstruksi peralatan pemboran, dll

17 Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan alat pemboran : 1. tujuan (open hole coring) 2. topografi dan geografi (keadaan medan, sumber air) 3. litologi dan struktur geologi (kedalaman pemboran, pemilihan mata bor) 4. biaya dan waktu yang tersedia 5. peralatan dan keterampilan. Hasil yang diharapkan dari pemboran eksplorasi, antara lain : 1. identifikasi struktur geologi 2. sifat fisik batuan samping dan badan bijih 3. mineralogi batuan samping dan badan bijih 4. geometri endapan 5. sampling, dll. Umumnya mekanisme pemboran dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rotary drilling, percussive drilling, dan rotary-percussive drilling. Pada mekanisme rotary drilling terdapat tiga macam penggerak atau pemutar stang bor yaitu spindle, rotary table, dan top drive. Mesin penggerak yang digunakan dapat bekerja secara mekanik (dengan bahan bakar) maupun elektrik. Mata bor yang sering digunakan umumnya berupa tricone bit untuk pemboran open hole (non coring) ataupun diamond bit untuk pemboran inti (coring) Fluida bor yang sering digunakan dalam suatu operasi pemboran dapat berupa udara, air, lumpur atau campuran air dan lumpur. Fluida bor pada umumnya berfungsi untuk : (a) pendingin mata bor, (b) pelumas, (c) mengangkat sludge ke atas, (d) melindungi dinding lubang bor dari runtuhan. 1. Perencanaan dan pola pemboran Metode pemboran yang digunakan bergantung kepada asumsi letak dan ketebalan target yang akan dibor berdasarkan pada informasi/data permukaan yang diperoleh. Dengan melakukan

18 pemboran, maka dapat dievaluasi kembali konsep dan prediksi geologi (interpretasi) yang telah ada sebelumnya. Pembuatan lubang bor secara vertikal digunakan untuk kondisi dimana zona mineralisasi diperkirakan pada kedalaman yang dangkal atau pada endapan disseminated. Namun demikian kondisi lubang bor yang cenderung miring atau curam biasanya digunakan untuk target endapan yang mempunyai kemiringan yang besar, dengan tujuan agar dapat menembus zona mineralisasi pada sudut 90 0 (relatif tegak lurus). Selain itu dari pemboran juga diharapkan dapat diketahui batas-batas zona pelapukan, zona oksidasi, atau zona bijih (batuan dasar). a. Pola pemboran Pemboran dilakukan untuk dapat menentukan batas (outline) dari beberapa endapan dan juga kemenerusan dari endapan tersebut yang berfungsi untuk perhitungan cadangan. Metode pemboran yang akan digunakan bergantung kepada akses permukaan. Pada daerah yang tidak mengalami kendala akses pola pemboran yang digunakan adalah persegi panjang dengan bentuk teratur. Lubang bor pertama digunakan untuk proyeksi dip dari anomali bawah permukaan atau interpretasi pusat anomali geofisika (atau anomali geokimia) di bawah permukaan. Program berikutnya direncanakan setelah melihat hasil dari sejumlah lubang bor pada daerah target. Spasi lubang bor didasarkan pada antisipasi ukuran target, atau pengalaman sebelumnya terhadap endapan yang sejenis dan dari sejumlah kegiatan pemboran di lokasi tersebut. Lokasi pemboran dan orientasi titik bor selanjutnya didasarkan pada sukses pemboran pada lubang pertama. Jika pemboran pada lubang pertama tidak memberikan keyakinan geologi yang pasti maka daerah target lain harus dicoba. Suatu endapan paling tidak sudah didefinisikan arah kemenerusan dan zona mineralisasinya. Spasi antar lubang bor

19 bergantung pada tipe mineralisasi dan kemenerusannya. Contoh kasus seperti endapan urat, lubang bor pertama digunakan untuk mengidentifikasikan struktur, dan tidak banyak digunakan untuk penentuan kadar karena hal tersebut biasanya ditaksir secara akurat dengan sampel bawah permukaan. Tipe spasi untuk endapan urat adalah m sedangkan untuk endapan stratiform spasinya antara 100 m sampai beberapa ratus meter. Pola pemboran dalam kegiatan eksplorasi bergantung dari data yang diperoleh. Pada tahap pengenalan dimana seorang geologist belum mengetahui secara jelas lokasi tsb maka lubang bor pertama dapat digunakan untuk orientasi. Untuk eksplorasi endapan uranium, batubara dan borat lubang pengamatan dapat dibuat pada jarak 10 km dari formasi sedimen yang diamati. Lubang berikutnya terletak beberapa km dari target dengan spasi m. Namun demikian spasi pemboran dapat juga ditentukan dari peta geologi, geokimia, geofisika dan hasil geostatistik. Penentuan pola pemboran secara normal dilakukan dengan grid yang teratur pada suatu zona mineralisasi. Hal ini akan memberikan data statistik yang baik dan penampang geologi dengan proyeksi minimum. Pagaran sangat baik dibuat pada jarak m dengan interval lubang antara m sehingga memberikan ruang untuk pengisian kembali. Letak lubang khusus sangat penting dan biasanya dibor dengan sudut siku-siku terhadap arah kemiringan rata-rata. b. Monitoring kegiatan pemboran Monitoring geologi dan mineralisasi yang dipotong selama pemboran sangat penting dalam rangka pengontrolan harga/biaya. Pada tahap awal dari pemboran dibutuhkan seorang engineer

20 disamping alat bor sehingga kegiatan pemboran dapat berjalan dengan cepat. Contoh : 1) Jika menggunakan percussive drilling maka ahli geologi bertugas untuk melakukan observasi atau pengamatan material yang keluar dari lubang bor. 2) Pada pemboran dengan diamond drilling maka pengamatan dilakukan dua kali sehari untuk menganalisis inti bor, membuat log awal, dan memutuskan lokasi lubang bor berikutnya. Data mineralisasi, litologi, dan struktur dapat direkam dan diplot pada grafik log sesegera mungkin setelah data diperoleh. Data ini umumnya diperoleh dari kepingan material yang dibor yang biasanya menyatu dengan permukaan alat bor. Informasi mengenai assay dapat diperoleh beberapa hari kemudian tetapi lokasi dan kedudukan mineralisasi harus segera diplot pada log litologi. Dengan pemboran dapat diketahui kontrol struktur dan stratigrafi dari suatu zona mineralisasi. Adanya pengambilan asumsi pada saat interpretasi pemboran sering tidak dapat dilokalisasi sampai adanya data yang valid tentang kondisi bawah permukaan. Beberapa metode yang digunakan untuk memplot atau mengekspresikan data lubang bor, antara lain : 1) Kontur struktur. 2) Peta isopach. 3) Kontur kadar. 4) Peta ketebalan. 5) Peta kombinasi antara kadar dan ketebalan. Peta-peta tersebut biasanya digunakan untuk memperkirakan letak bijih dan juga membantu dalam pemboran lanjut. Salah satu kunci dalam kegiatan pemboran adalah kemenerusan zona

21 mineralisasi, hal ini menentukan spasi lubang bor serta ketelitian dalam perhitungan cadangan. Dalam beberapa kegiatan eksplorasi kemenerusan ini dapat dilihat dengan membandingkan endapan tersebut dengan endapan yang sejenis, uji kemenerusan ini dilakukan dengan jalan menguji titik-titik terdekat atau pengujian terhadap suatu lokasi kecil dengan spasi rapat. c. Keputusan pemboran diakhiri Salah satu keputusan yang paling sulit dalam kegiatan pemboran adalah memutuskan kapan pemboran tersebut diakhiri. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengambil keputusan adalah : 1) Tidak adanya mineralisasi yang dijumpai. 2) Mineralisasinya dapat dilokalisasi tetapi tidak ekonomis atau terlalu dalam. 3) Pemboran yang dilakukan menghasilkan beberapa zona mineralisasi yang ekonomis tetapi penyebaran kadarnya terbatas atau perhitungan cadangan menunjukkan bahwa endapan tersebut terlalu kecil dibanding yang diinginkan. 4) Tubuh kadar yang ekonomis sudah diketahui pasti. 5) Biaya pemboran sudah habis. Keputusan pada langkah pertama relatif lebih mudah, namun demikian penyebab anomali permukaan atau bawah permukaan yang menentukan letak lubang bor tidak dapat dihindari. Langkah kedua lebih sulit dan dalam hal ini kemungkinan mineralisasi kadar tinggi harus dapat dieliminasi. Adanya beberapa perpotongan pada saat prospeksi memberikan gambaran bahwa proses penentuan kadar yang ekonomis berlaku tetapi tidak pada skala yang memungkinkan dalam suatu endapan yang besar. Adanya kadar mineralisasi yang tinggi sering menghasilkan beberapa tahap pemboran untuk menguji semua hipotesis dan lokasi di sekitarnya.

22 d. Kontrak pemboran Pemboran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan sendiri atau dengan mengontrak perusahaan/konsultan pemboran. Permasalahan menyangkut kondisi pemboran, jumlah lubang yang diminta, dan harga akan dijelaskan dalam surat kontrak. Tujuan pemboran adalah untuk memperoleh data yang representatif dari target yang ada dengan biaya yang tersedia. Konsekuensinya pemilihan alat bor sangat penting dan bergantung kepada pemimpin proyek. Disamping kondisi pemboran yang harus diperhatikan kita juga harus dapat membandingkan beberapa metode pemboran yang berbeda sebelum kegiatan lain dilakukan. Beberapa hal penting dari kontrak pemboran adalah : 1) Mobilisasi dan transportasi peralatan ke lokasi bor. 2) Tatanan lokasi dan pergerakan antar tiap lubang bor. 3) Harga satuan tiap meter lubang yang akan dibor. 4) Perolehan inti bor (%) jika digunakan pemboran inti. 5) Biaya konstruksi lubang (penyemenan, casing dan survei). 6) Pengangkutan dan mobilisasi kembali peralatan bor. Setiap hal tersebut harus dapat dideskripsikan secara detail didalam kontrak. Dalam hal pembayaran tenaga kerja juru bor biasanya dibayar per shift dan sesuai dengan kedalaman lubang yang dibor, sedangkan wellsite geologist dibayar sesuai dengan perjanjian mulai dari kegiatan eksplorasi sampai target tercapai. 2. Beberapa jenis metode pemboran Beranekaragam metode pemboran memiliki tujuan tertentu dalam eksplorasi, jika kondisi dimana dana tidak mencukupi maka kita dapat menggunakan metode pemboran yang agak murah seperti auger, rotary atau percussive drilling, namun kekurangannya adalah kualitas samplingnya kurang baik dengan kemungkinan terjadinya

23 percampuran material pada level yang berbeda dapat terjadi. Untuk pemboran yang lebih mahal biasanya menggunakan metode sirkulasi balik atau dengan diamond drilling. Pada prinsipnya pemboran adalah suatu kegiatan pembuatan lubang berdiameter kecil pada suatu target eksplorasi dengan kedalaman mencakup ratusan meter untuk memperoleh data yang representatif. a. Pemboran auger Auger adalah bor tangan dengan tangkai yang dilengkapi spiral untuk membawa material halus ke permukaan, biasanya digunakan untuk endapan plaser. Kelebihan alat bor ini adalah dapat digunakan untuk sampling dalam jika sumuran uji tidak praktis. Dengan auger kita dapat mencapai kedalaman 60 m tapi biasanya cukup sampai 30 m. Pada tanah yang halus pemboran dengan auger biasanya cepat sehingga conto yang keluar harus dapat diorganisasikan dengan baik. Auger adalah bor ringan dan tidak cocok digunakan untuk tanah atau material yang keras dan berbongkah. b. Rotary drilling Rotary drilling adalah metode pemboran non-coring dan tidak sebanding jika pemboran dilakukan pada batuan dengan kekerasan halus-sedang seperti batugamping atau batulumpur. Tipe mata bor (bit) pada jenis pemboran ini menggunakan tricone atau roller rock bit yang ditutupi oleh tungsten karbida. Potongan atau kepingan batuan akan ditekan keluar oleh fluida bor yang rata-rata kecepatannya 100 m/jam. Tipe alat bor ini biasanya digunakan oleh industri minyak dengan diameter lubang besar (>20 cm) dan kedalaman ratusan sampai ribuan meter dengan fluida bor berupa lumpur.

24 c. Percussive drilling Pada dasarnya alat ini menggunakan kompresor udara dan ukurannya bervariasi dari kecil (bor tangan) sampai alat bor besar dengan rata-rata kedalaman pemboran ratusan meter. Secara umum alat ini dapat dibagi dalam dua tipe, yaitu : 1) Down-the-hole hammer drills Alat bor jenis ini biasanya diletakkan lebih rendah dari lubang sampai batas akhir dari stang bor dan digunakan untuk pemboran non-coring. Lubang dengan diameter sampai 20 cm dan tekanan kedalaman sampai 200 m masih mungkin, tetapi biasanya kedalaman yang efisien antara m. Cutting bor ditekan keluar oleh kompresor udara. Pada tanah yang basah daya angkat yang dihasilkan oleh kompresor dapat menjadi tidak teratur. 2) Top hammer drills Sesuai dengan namanya jenis bor ini memiliki alat tumbuk yang diletakkan di bagian atas dari stang bor. Energi untuk pemboran non-coring ini dialirkan lewat stang bor, alat ini lebih baik dari Down-the-hole hammer drills dan biasanya digunakan untuk lubang dengan diameter 10 cm dan kedalaman lebih dari 100 m, tapi biasanya 20 m. Percussive drilling adalah metode yang paling cepat dan murah namun sering terjadi data tidak lengkap dibanding dengan diamond drilling. d. Reverse circulation Reverse circulation (RC) drilling mulai digunakan pada pertengahan tahun 70-an dan biasanya digunakan untuk material sedimen yang tidak terkonsolidasi seperti pada endapan aluvial. Air atau udara dapat digunakan sebagai fluida bor dan inti bor atau sludge dapat diperoleh semua. Media fluida dialirkan ke sludge

25 lewat dua dinding pada stang bor dan kembali ke permukaan lewat pusat stang bor. Pada percussive drilling kepingan batuan juga tertransport ke permukaan lewat tengah stang bor kemudian menuju ke cyclon dimana disana ditampung conto bor.kegunaan alat bor ini adalah untuk mengumpulkan kepingan batuan lebih dari auger, rotary atau percussive drilling. Conto dapat dikumpulkan dengan cepat dan kadar kontaminasinya sedikit. 3 Pemboran inti Pada pemboran dengan metode ini sampel diambil dari target dengan diamond bit atau impregnated bit. Hal ini mengakibatkan conto yang diperoleh pada tabung dalam (inner tube) dari core barrel berbentuk silinder. Mata bor dan core barrel dihubungkan ke permukaan dengan tali baja yang juga digunakan untuk menurunkan mata bor dan core barrel ke dalam lubang. a. Drill bit Bentuk mata bor ini terdiri dari butiran sintetik halus dengan kadar intan tanpa semen metalik yang memiliki karatan tertentu. Pada umumnya keseluruhan mata bor ini digunakan untuk batuan yang sangat keras seperti rijang, sedangkan mata bor intan tunggal digunakan untuk batuan yang lebih halus seperti batugamping. Diamond bit dapat digunakan untuk batuan tertentu tetapi karena harganya yang sangat mahal maka perlu pengalaman dan pemilihan lokasi yang tepat dalam penggunaannya. b. Core barrel Inti bor diperoleh dari perputaran mata bor dan kemudian didorong ke core barrel oleh perputaran tabung. Core barrel dapat diklasifikasikan sesuai panjang inti bor yang ditampung biasanya 1,5 3 m namun dapat pula mencapai 6 m. Umumnya terdapat dua tabung dimana tabung luar untuk menangkap inti bor dan tabung

26 dalam dalam posisi tidak berputar. Triple-tube dapat digunakan untuk tanah yang kurang baik selanjutnya inti bor dapat diangkat dengan menggunakan tali pada stang bor ke permukaan. c. Sirkulasi Air disirkulasikan pada bagian dalam dari stang bor dengan tujuan untuk mencuci sludge, permukaan mata bor dan kemudian dikeluarkan lewat celah antara antara dinding lubang bor dan stang bor. Tujuan sirkulasi ini juga untuk memberi pelumasan pada mata bor, mendinginkannya dan melepaskan hancuran batuan yang menempel pada permukaan mata bor. Air dapat dikombinasikan dengan lempung atau bahan aditif lainnya untuk memberikan daya angkat bagi material yang dibor. d. Casing Casing digunakan untuk menutupi atau menguatkan permukaan lubang bor. Casing dilengkapi dengan tabung baja sehingga tali baja dapat dioperasikan dengan aman. Casing dan mata bor telah seukuran sehingga ukuran yang lebih kecil dari itu (diameter kecil) akan melewati ukuran besar pada lubang yang akan dibor. e. Kecepatan dan biaya pemboran Mesin bor yang digunakan dalam eksplorasi mineral biasanya memiliki kapasitas sampai 2000 m dan dapat diletakan horisontal atau vertikal. Rata-rata penggunaannya bergantung kepada tipe alat bor, mata bor, diameter lubang, tipe batuan, kedalaman dan keahlian juru bor. Seorang juru bor harus mempertimbangkan berapa besar volume fluida yang akan digunakan, besar tekanan yang akan dipakai, besarnya perubahan putaran dan pemilihan mata bor yang benar. Sampai sekarang belum ada kondisi baku untuk

27 menentukan faktor kritis penggunaan mata bor jika kita menginginkan optimasi pemboran yang efisien. Pemboran sampai kedalaman 10 m/jam mungkin saja terjadi bergantung kepada kemampuan juru bor yang menanganinya dan juga kondisi batuan yang dibor. 4. Sampling dan informasi dari pemboran Informasi dari lubang bor dapat diperoleh dari beberapa sumber batuan, inti bor atau sludge, geofisika bawah permukaan; dan informasi dari hasil pemboran. Pada bagian ini akan lebih ditekankan pada pengamatan geologi. a. Pemboran inti (coring) Core recovery (CR) atau perolehan inti sangat penting, biasanya dinyatakan dalam persen volume. Jika CR kurang dari 85 90% maka inti bor tersebut masih diragukan nilainya, hal ini berarti terjadi loss selama pemboran dan inti bor tersebut tidak menunjukkan conto yang sebenarnya. Logging (pengamatan) inti bor biasanya dilakukan di samping lokasi bor untuk menentukan apakah pemboran dilanjutkan atau dihentikan. Beberapa organisasi memiliki prosedur standar dalam logging inti bor dan terminologi standar untuk mendeskripsikan sifat geologi. Logging awal pada lokasi bor biasanya dilengkapi dengan hasil analisis inti bor. Dari logging awal ini biasanya diperoleh data tentang gambaran umum struktur (rekahan dan orientasi) juga litologi (warna, tekstur, mineralogi, alterasi dan nama batuan) serta core recovery. Deskripsi harus dilakukan secara sistematis menyangkut kualitas dan kuantitasnya. Inti bor biasanya disimpan dalam boks kayu, plastik atau logam yang dapat memudahkan orang memindahkannya. Inti bor dikumpulkan untuk berbagai tujuan, bukan untuk sekedar deskripsi geologi saja biasanya digunakan juga untuk analisis metalurgi dan

28 assay. Untuk kedua tujuan tersebut inti bor biasanya dibagi dalam dua bagian dengan gergaji intan, setengah untuk assay dan investigasi lain, setengahnya lagi disimpan dalam core box untuk tujuan lain. Potongan batuan dari sludge dapat dikumpulkan selama pemboran; keduanya menggambarkan batuan yang dipotong oleh mata bor intan. Pemboran dengan menggunakan sirkulasi udara pada lubang dangkal biasanya menghasilkan cutting atau sludge yang sangat cepat ke permukaan. Namun demikian dengan pemboran inti sirkulasi air untuk lubang yang dalam sering terjadi cutting lambat naik ke permukaan, hal ini dapat dilihat bahwa untuk kedalaman 1000 m cutting dapat diambil dalam waktu menit ke permukaan sehingga biasanya sludge yang dianalisis dahulu selama pemboran. b. Pemboran non-corring Dalam pemboran non-coring kepingan (chips) batuan dapat diperoleh pada selang 1 2 m dalam keadaan kering dan dikumpulkan pada sisi lokasi bor, setelah dicuci conto tersebut lebih mudah untuk dianalisis secara mikroskopi. Conto tersebut dapat juga didulang untuk memperoleh mineral berat dan kemudian diberi perekat dan disusun sesuai interval untuk memberikan gambaran lubang bor tersebut. c. Kombinasi core dan sludge Core adalah inti bor yang ditampung dalam core barrel dimana ukuran inti sangat tergantung dengan ukuran mata bor. Sedangkan sludge adalah hancuran batuan yang diangkat (terbawa) oleh fluida bor, dan biasanya sludge ditampung dalam sludge tank. II. Metoda Tidak Langsung

29 Metode eksplorasi tak langsung ialah suatu metode eksplorasi yang tidak berhubungan langsung dengan kondisi permukaan atau bawah permukaan, terhadap endapan yang dicari. Namun melalui anomaly-anomali yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran dengan memanfaatkan sifat-sifat fisik atau kimia dari endapan. Beberapa metode eksplorasi tak langsung adalah: A. Metoda tidak langsung cara geofisika Geofisika merupakan disiplin ilmu atau metoda untuk memperkirakan lokasi akumulasi bahan/tambang dengan cara pengukuran besaran-besaran fisik batuan bawah permukaan bumi. Metoda yang dapat dilakukan eksplorasi geofisika diantaranya : 1. Metoda Gravitasi Metoda ini berdasarkan hukum gaya tarik antara dua benda di alam. Bumi sebagai salah satu benda di alam juga menarik benda-benda lain di sekitarnya. Kalau sebuah bandul digantung dengan sebuah pegas, maka pegas tersebut akan merengganng akibat bandulnya mengalami gravitasi, di tempat yang gravitasinya rendah maka regangan tadi kecil dan di tempat yang gravitasinya besar maka regangan tadi juga lebih besar. Dengan demikian dapat diperkirakan bentuk struktur bawah tanah dari melihat besarnya nilai gravitasi dari bermacam-macam lokasi dari suatu daerah penyelidikan. Di lapangan besarnya gravitasi ini diukur dengan alat yang disebut gravimeter, yaitu suatu alat yang sangat sensitif dan presisi. Gravimeter bekerja atas dasar torsion balance, maupun bantuk atau pendulum, dan dapat mengukur perbedaan yang kecil dalam gravitasi bumi di berbagai lokasi pada suatu daerah penyelidikan. Gaya gravitasi bumi dipengaruhi oleh besarnya ukuran batuan, distribusi atau penyebaran batuan, dan kerapatan (density) dari batuan. Jadi kalau ada anomali gravitasi pada suatu tempat, mungkin di situ terdapat struktur tertentu, seperti lipatan, tubuh intrusi dangkal, dan sebagainya. Juga jalur suatu patahan besar, meskipun tertutup oleh endapan aluvial, sering dapat diketahui karena adanya anomali gravitasi.

30 2. Metoda Magnetik Bumi adalah suatu planet yang bersifat magnetik, dimana seolaholah ada suatu barang magnet raksasa yang membujur sejajar dengan poros bumi. Teori modern saat ini mengatakan bahwa medan magnet tadi disebabkan oleh arus listrik yang mengalir pada inti bumi. Setiap batang magnet yang digantung secara bebas di muka bumi. Di setiap titik permukaan bumi medan magnet ini memiliki dua sifat utama yang penting di dalam eksplorasi, yaitu arah dan intensitas. Arah dari medan magnet dinyatakan dalam cara-cara yang sudah lazim, sedang intensitas dinyatakan dalam apa yang disebut gamma. Medan magnet bumi secara normal memiliki intensitas sampai gamma jika diukur pada permukaan bumi. Bijih yang mengandung mineral magnetik akan menimbulkan efek langsung pada peralatan, sehingga dengan segera dapat diketahui. Metoda eksplorasi dengan magneti sangat berguna dalam pencarian sasaran eksplorasi sebagai berikut : a. Mencari endapan placer magnetik pada endapan sungai b. Mencari deposit bijih besi magnetik di bawah permukaan c. Mencari bijih sulfida yang kebetulan mengandung mineral magnetit sebagai mineral ikutan d. Intrusi batuan basa dapat diketahui kalau kebetulan mengandung magnetit dalam jumlah cukup e. Untuk dapat mengetahui ketebalan lapisan penutup pada suatu batuan beku yang mengandung mineral magnetik. 3. Metoda Seismik Metoda ini jarang dipergunakan dalam penyelidikan pertambangan bijih tetapi banyak dipergunakan dalam penyelidikan minyak bumi. Suatu gempa atau getaran buatan dibuat dengan cara meledakan dinamit pada kedalaman sekitar 3 meter dari permukaan bumi dan kecepatan merambatnya getaran yang terjadi diukur. Untuk mengetahui kecepatan

31 rambatan getaran tersebut pada perlapisan-perlapisan batuan, disekitar titik ledakan dipasang alat penerima getaran yang disebut geofon (seismometer). Geofon-geofon yang dipasang secara teratur di sekitar lobang ledakan tadi akan terbias atau refraksi. Dengan mengetahui waktu ledakan dan waktu kedatangan gelombang-gelombang tadi, maka dapat diketahui kecepatan rambatan waktu getaran melalui perlapisanperlapisan batuan. Dengan demikian konfigurasi struktur bahwa permukaan dapat diketahui. Gelombang akan merambat dengan kecepatan yang berbeda pada batuan yang berbeda-beda. Geophone merupakan alat penerima gelombang yang dipantulkan kepermukaan, hidrophone untuk gelombang di dasar laut. Cepat rambat gelombang seismik pada batuan tergantung pada : a. Jenis batuan b. Derajat pelapukan c. Derajat pergerakan d. Tekanan e. Porositas (kadar air) f. Umur (diagenesa, konsolidasi, dll) H. Mooney (1977) mengatakan bahwa harga cepat rambat gelombang akan lebih besar (dibandingkan) : a. Batuan beku basa : batuan beku asam b. Batuan beku : batuan sedimen c. Sedimen terkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi d. Sedimen unkonsolidasi : sedimen un-konsolidasi e. Soil basah : soil kering f. Batuan sedimen karbonat : batupasir g. Batuan utuh : batuan terkekarkan h. Batuan segar : batuan lapuk i. Batuan berat : batuan ringan j. Batuan berumur tua : batuan berumur muda

32 4. Metoda Geolistrik Dalam metoda ini yang diukur adalah tahanan jenis (resistivity) dari batuan. Yang dimaksud dengan tahanan jenis batuan adalah tahanan yang diberikan oleh masa batuan sepanjang satu meter dengan luas penampang satu meter persegi kalau dialiri listrik dari ujung ke ujung, satuannya adalah Ohm-m 2 /m atau disingkat Ohm-meter. Dalam cara pengukuran tahanan jenis batuan di dalam bumi biasanya dipakai sistem empat elektrode yang dikontakan dengan baik pada bumi. dua elektrode dipakai untuk memasukan arus listrik ke dalam bumi, disebut elektrode arus (current electrode) disingkat C, dan dua elektrode lainnya dipakai untuk mengukur voltage yang timbul karena arus tadi, elektrode ini disebut elektrode potensial atau potential electode disingkat P. ada beberapa cara dalam penyusun ke empat elektode tersebut, dua diantaranya banyak yang dipakai adalah cara Wenner dan cara Shlumberger. B. Metoda tidak langsung cara geokimia Pengukuran sistimatika terhadap satu atau lebih unsur jejak (trace elements) pada batuan, tanah, stream, air atau gas. Tujuannya untuk mencari anomali geokimia berupa konsentrasi unsur-unsur yang kontras terhadap lingkungannya atau background geokimia. Anomali dihasilkan dari mobilitas dan dispresi unsur-unsur yang terkonsentrasi pada zona mineralisasi. Anomali merupakan perbedaanperbedaan yang mencolok antara satu titik atau batuan dengan titik lainnya. Pada dasarnya eksplorasi jenis ini lebih cenderung untuk menentukan perbedaan mendasar (anomali) unsur-unsur yang terdapat pada tanah atau sampel yang kita cari. Proses untuk membedakan unsur ini dilakukan dengan beberapa reaksi kimia.

I. Metode Eksplorasi Langsung

I. Metode Eksplorasi Langsung I. Metode Eksplorasi Langsung Metode eksplorasi langsung mempunyai pengertian bahwa pengamatan dapat dilakukan dengan kontak visual dan fisik dengan kondisi permukaan/bawah permukaan, terhadap endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam bahan galian, yang kemudian bahan galian tersebut dimanfaatkan oleh industry pertambangan untuk memnuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN Oleh : Tim Penyusun 1. PENDAHULUAN Kegiatan usaha pertambangan harus dilakukan secara optimal, diantaranya termasuk melakukan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN ISTILAH DAN DEFINISI Beberapa istilah dan definisi yang digunakan diambil dari acuan-acuan, yang dimodifikasi sesuai kebutuhan, yaitu : Bahan galian, segala jenis bahan

Lebih terperinci

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

Tambang Terbuka (013)

Tambang Terbuka (013) Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Eksplorasi Eksplorasi adalah suatu aktivitas untuk mencari tahu keadaan suatu daerah, ruang ataupun suatu area yang sebelumnya tidak diketahui keberadaannya. Pada studi ini penulisan

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA Tahapan Eksplorasi Kegiatan eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk dimensi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional SNI 13-6606-2001 Standar Nasional Indonesia Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian ICS 73.020 Badan Standardisasi Nasional BSN Daftar isi Prakata.. Pendahuluan. 1. Ruang Lingkup 2. Acuan...

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi

PEMETAAN GEOLOGI. A. Peta Geologi. B. Pemetaan Geologi PEMETAAN GEOLOGI A. Peta Geologi Peta geologi merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelongsoran Tanah Kelongsoran tanah merupakan salah satu yang paling sering terjadi pada bidang geoteknik akibat meningkatnya tegangan geser suatu massa tanah atau menurunnya

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Perencanaan dan Manajemen Eksplorasi

Perencanaan dan Manajemen Eksplorasi Pekerjaan eksplorasi dengan tujuan untuk mendapatkan data mengenai endapan (bentuk, penyebaran, letak, posisi, kadar/kualitas, jumlah endapan, serta kondisikondisi geologi) harus dilakukan sebelum rencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi Latar Belakang Besi. merupakan bahan logam penting yang banyak memberikan sumbangan pada perkembangan peradaban

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumber

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI Hasil pengolahan data yang didapat akan dibahas dan dianalisis pada bab ini. Analisis dilakukan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara geometri yang berdasarkan

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI Disusun Oleh : ERWINSYAH F1B3 13 125 TEKNIK JURUSAN PERTAMBANGAN FAKULTAS ILMU TEKNOLOGI KEBUMIAN UNIVERSITAS HALUOLEO 2017 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.

batuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada. DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.

Lebih terperinci

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai

Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai Gophering Adalah metode penambangan yang tidak sistematis, umumnya dilakukan secara tradisional / manual. Dipakai untuk endapan tersebar dengan nilai sedang-tinggi Bijih dan batuan samping cukup kuat,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia

TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral. Pengenalan Eksplorasi Geokimia TA5212 Eksplorasi Cebakan Mineral Pengenalan Eksplorasi Geokimia Pendahuluan Awalnya geokimia digunakan dalam program eksplorasi hanya untuk menentukan kadar dari material yang akan ditambang. Pada akhirnya

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W

Proses Pemboran Sumur CBM. Rd Mohammad Yogie W Proses Pemboran Sumur CBM Rd Mohammad Yogie W 101101026 Mengenal CBM Gas Metana Batubara adalah gas bumi (hidrokarbon) dengan gas metana merupakan komposisi utama yang terjadi secara alamiah dalam proses

Lebih terperinci

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI Penginderaan jauh atau disingkat inderaja, berasal dari bahasa Inggris yaitu remote sensing. Pada awal perkembangannya, inderaja hanya merupakan teknik

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah Ditinjau dari sistem penyanggaannya, maka metode penambangan bawah tanah (Underground mining)

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan suatu petunjuk yang sangat penting dalam menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu ( S-1) pada Program Studi Teknik Geologi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, maka setiap mahasiswa

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN

MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN MAKALAH TEKNIK PENGEBORAN DAN PENGGALIAN JENIS-JENIS PEMBORAN Oleh: EDI SETIAWAN NIM. 1102405 Dosen Mata Kuliah: Mulya Gusman, S.T, M.T PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain : BAB I PENDAHULUAN Pemboran produksi (eksploitasi) merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan peledakan, karena dengan melakukan kegiatan peledakan tersebut terlebih dahulu batuan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Estimasi Sumber Daya Bijih Besi Eksplorasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mencari sumberdaya bahan galian atau endapan mineral berharga dengan meliputi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/

BAB I PENDAHULUAN. Meilani Magdalena/ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem porfiri merupakan suatu endapan hipotermal yang dicirikan oleh stockwork yang tersebar (disseminated) dalam massa batuan yang besar yang berhubungan

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN RISWAN 1, UYU SAISMANA 2 1,2 Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bahan bakar fosil dewasa ini masih menjadi primadona sebagai energi terbesar di dunia, namun minyak dan gas bumi (migas) masih menjadi incaran utama bagi para investor

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN Halaman 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Permasalahan... 2 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1. Sejarah Perusahaan Untuk merealisasikan perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani oleh direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dengan

Lebih terperinci

GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK )

GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) Kuncoro bbkuncoro_sda@yahoo.com 08122953788 Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Apa itu geophysical well

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alterasi hidrotermal adalah suatu proses kompleks yang meliputi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia yang terjadi akibat interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar belakang penelitian ini secara umum adalah pengintegrasian ilmu dan keterampilan dalam bidang geologi yang didapatkan selama menjadi mahasiswa dan sebagai syarat

Lebih terperinci

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani

BENTANG ALAM KARST. By : Asri Oktaviani http://pelatihan-osn.blogspot.com Lembaga Pelatihan OSN BENTANG ALAM KARST By : Asri Oktaviani Pengertian tentang topografi kars yaitu : suatu topografi yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono,

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian banjir, air baku 300 liter/ detik dan energi listrik 535 KWH (Wicaksono, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bendungan Kuningan merupakan bendungan tipe urugan yang mampu menampung air sebesar 25,955 juta m 3. Air dari bendungan ini akan menjadi sumber air bagi Daerah Irigasi

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. dengan udara terbuka. Salah satu metode pertambangan bawah tanah yang sering BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sistem pertambangan bawah tanah diterapkan untuk memproduksi endapan bijih yang tersimpan di bawah permukaan dan tidak mengalami kontak langsung dengan udara terbuka.

Lebih terperinci

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity)

Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) Keselarasan dan Ketidakselarasan (Conformity dan Unconformity) a) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya yang kontinyu (menerus),

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah baik di dalam maupun permukaan bumi ataupun diluar permukaan bumi karena tanahnya yang subur dan fenomena struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki wilayah sangat luas dan sumber daya alam yang berlimpah. Kondisi sumber daya alam Indonesia saat ini, sangat

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran BAB III DASAR TEORI 3.1 Prinsip Pengeboran Hampir dalam semua bentuk penambangan, batuan keras diberai dengan pengeboran dan peledakan. Pengeboran dan peledakan dibutuhkan di sebagian besar tambang terbuka

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci