Modul-3 : Sistem Waktu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Modul-3 : Sistem Waktu"

Transkripsi

1 Modul-3 : Sistem Waktu Hasanuddin Z. Abidin Geodesy Research Division Institute of Technology Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia hzabidin@gd.itb.ac.id Bumi KU Meridian pengamat Version : February 2007 Titik semi Lecture Slides of GD Satellite Geodesy Geodesy & Geomatics Engineering Institute of Technology Bandung (ITB)

2 SISTEM WAKTU (1) Sistem Waktu berperan dalam pendefinisian Sistem Koordinat. Contoh : CIS > CEP pada epok J CTS > arah sumbu-x (meridian Greenwich) Dua aspek waktu : epok (kala) dan interval. - Epok mendefinisikan secara presisi waktu kejadian suatu fenomena atau pengamatan - Interval adalah selang waktu antara dua epok. Sistem waktu diperlukan untuk menghubungkan ukuran waktu yang biasa kita gunakan (tahun,bulan,hari,jam,menit,detik) dengan fenomena fisik maupun geometrik yang diukur/diamati. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

3 SISTEM WAKTU (2) ADA 3 SISTEM WAKTU [Moritz and Mueller, 1987] : 1. WAKTU BINTANG (sidereal time) dan WAKTU MATAHARI (universal/solar time) yang berdasarkan rotasi harian Bumi. 2. WAKTU DINAMIK, yang berdasarkan pada pergerakan benda-benda langit (celestial bodies) dalam sistem matahari. 3. WAKTU ATOM, yang berdasarkan pada osilasi elektromagnetik yang dikontrol atau dihasilkan oleh transisi kuantum dari suatu atom. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

4 Pergerakan (orbit) satelit X Z Rotasi Bumi t 1 t 2 Pengukuran jarak Y EFFEK KESALAHAN WAKTU DALAM GEODESI SATELIT Hasanuddin Z. Abidin, 2001

5 SISTEM WAKTU PROSES PERIODIK Rotasi Bumi Revolusi Bumi Osilasi Atom JENIS -Universal Time (UT) -Greenwich Sidereal Time (GST) -Ephemeris Time (ET) -Terrestrial Dynamic Time (TDT) -Barycentric Dynamic Time (TDB) -Geocentric Coordinate Time (TCG) -Barycentric Coordinate Time (TCB) -International Atomic Time (IAT) -UT Coordinated (UTC) -GPS Time KATEGORI - S.W. Matahari - S.W. Bintang - S.W. Dinamik - S.W. Dinamik - S.W. Dinamik - S.W. Dinamik - S.W. Dinamik - S.W. Atom - S.W. Atom - S.W. Atom Hasanuddin Z. Abidin, 2001

6 SISTEM WAKTU BINTANG (1) Waktu bintang (sidereal time) berkaitan langsung dengan rotasi bumi. Epok waktu bintang secara numerik adalah sudut waktu dari titik semi (vernal equinox). Waktu bintang biasanya ditentukan dengan pengamatan bintang. Titik semi Bumi KU waktu bintang Meridian pengamat Hasanuddin Z. Abidin, 1997

7 SISTEM WAKTU BINTANG (2) Sudut waktu dari titik semi sejati (masih dipengaruhi oleh presesi dan nutasi) dinamakan WAKTU BINTANG SEJATI (Apparent Sideral Time, AST). Bila referensinya meridian Greenwich maka dinamakan GAST (Greenwich Apparent Sideral Time), dan bila referensinya meridian lokal dinamakan LAST (Local Apparent Sideral Time). Sudut waktu dari titik semi menengah (masih dipengaruhi oleh presesi) dinamakan WAKTU BINTANG MENENGAH (Mean Sideral Time, MST). Bila referensinya meridian Greenwich maka dinamakan GMST (Greenwich Mean Sideral Time), dan bila referensinya meridian lokal dinamakan LMST (Local Mean Sideral Time). Titik semi Bumi KU waktu bintang Meridian pengamat Hasanuddin Z. Abidin, 1997

8 SISTEM WAKTU BINTANG (3) Ekuator Meridian Greenwich Ekuator Meridian Greenwich KU GAST KU GMST Meridian Lokal EE Meridian Lokal Titik semi sejati LAST Titik semi menengah LMST (Mean-Apparent) Sidereal Times = Equation of Equinoxes (EE) GMST - LMST = GAST - LAST =, GMST - GAST = LMST - LAST =. cos(ee). dimana adalah bujur dari meridian lokal dan adalah nutasi dalam komponen bujur. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

9 SISTEM WAKTU BINTANG (4) Satu hari bintang adalah interval waktu antara dua kulminasi atas yang berurutan dari titik semi menengah di meridian tertentu. Jam nol (00:00) suatu hari bintang adalah pada saat titik semi (menengah) berkulminasi atas. Bumi KU Meridian pengamat waktu bintang Waktu bintang sejati tidak Titik semi digunakan sebagai ukuran interval waktu karena kecepatannya yang tidak uniform, yang disebabkan oleh bervariasinya kecepatan rotasi bumi dan juga arah dari sumbu rotasi bumi itu sendiri. Karena titik semi menengah masih dipengaruhi oleh presesi, maka satu hari bintang akan lebih pendek sekitar s dari periode bumi yang sebenarnya. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

10 SISTEM WAKTU MATAHARI (1) Waktu matahari (solar or universal time) berkaitan dengan rotasi bumi dan juga revolusi bumi sekeliling matahari. Epok waktu matahari secara numerik adalah sudut waktu dari matahari. Matahari Bumi KU waktu matahari Meridian pengamat Karena pergerakan matahari sejati (apparent sun) sepanjang ekliptika tidak uniform, maka matahari sejati kurang ideal untuk pendefinisian sistem waktu. Yang sebaiknya digunakan adalah matahari khayal (fictious sun) atau matahari menengah (mean sun) yang dikarakterisir dengan pergerakannya yang uniform sepanjang ekliptika. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

11 SISTEM WAKTU MATAHARI (2) Jam nol (00:00) suatu hari matahari adalah pada saat matahari menengah berkulminasi bawah KU tengah malam Satu hari matahari adalah interval waktu antara dua kulminasi bawah yang berurutan dari matahari menengah di meridian tertentu Matahari Bumi waktu matahari Meridian pengamat dari tengah malam ke tengah malam berikutnya. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

12 SISTEM WAKTU MATAHARI (3) Sistem waktu matahari menengah (mean solar time, MT) didefinisikan sebagai : MT = Sudut waktu matahari menengah + 12 jam Bila referensinya meridian Greenwich dinamakan GMT (Greenwich Mean Solar Time) yang disebut juga Universal Time (UT). Bila referensinya meridian lokal dinamakan LMT (Local Mean Solar Time). Dalam kasus matahari sejati, bila referensinya meridian Greenwich maka waktu mataharinya dinamakan GAT (Greenwich Apparent Solar Time). Bila referensinya meridian lokal dinamakan LAT (Local Apparent Solar Time). Matahari Bumi KU waktu matahari Meridian pengamat Hasanuddin Z. Abidin, 1997

13 SISTEM WAKTU MATAHARI (4) GAT LAT Meridian Greenwich GMT LMT Meridian Greenwich Matahari Sejati Meridian Lokal Matahari Menengah Meridian Lokal Hasanuddin Z. Abidin, 1999

14 Solar Days are not all alike Ellipse Dec. 1 fast Dec 2 slow June 2 June 1 A Solar Day is the time between consecutive Solar Noons. All Solar Days are not the same length (sundial watch)! The Earth moves faster in orbit when closer to the Sun. Due to the Earth s orbital tilt, the Sun s apparent motion along the Ecliptic is faster near the Solstices than near the Equinoxes. A Mean Solar Day is the average length of all Solar Days Source : internet file, site unknown

15 UNIVERSAL TIME, U.T. (1) Universal Time (UT) adalah waktu matahari menengah yang bereferensi ke meridian Greenwich (Greenwich Mean Solar Time, GMT). UT akan dipengaruhi oleh ketidak-teraturan rotasi bumi. Ketidak-teraturan rotasi bumi disebabkan oleh : adanya variasi spasial dari posisi sumbu rotasi bumi terhadap badan bumi ----> gerakan kutub (polar motion) adanya variasi temporal dari kecepatan rotasi bumi ----> adanya variasi dalam panjangnya hari (length of day, LOD). Variasi dari kecepatan rotasi bumi dapat dibagi atas 3 jenis, yaitu : variasi musim dan variasi-variasi periodik lainnya (variasi harian). perlambatan ataupun percepatan yang berjangka waktu lama (sekular). fluktuasi-fluktuasi yang tidak teratur sifatnya. Karena adanya variasi-variasi di atas, UT dikategorikan atas beberapa macam, yaitu UT0, UT1, dan UT2. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

16 UNIVERSAL TIME, U.T. (2) UT0 = UT dari hasil pengamatan UT1 = UT0 + koreksi gerakan kutub UT2 = UT1 + koreksi variasi musim 60 Variasi cepat dari UT1 (dari VLBI) mikrodetik Ref. : NASA Homepage Januari 1994

17 UNIVERSAL TIME, U.T. (3) Pada saat ini ada sekitar 50-an stasion pengamat di dunia yang menentukan LMST (Local Mean Sidereal Time) nya. LMST ini kemudian ditransformasikan ke UT0, melalui LMT (Local Mean Solar Time) sebagai berikut : LMT = (LMST - m ) + 12 h UT0 = LMT - dimana m adalah asensio rekta dari matahari menengah dan adalah bujur dari stasion pengamat. Setiap stasion pengamat kemudian mengirimkan UT0 nya ke BIH di Paris. BIH kemudian mengaplikasikan koreksi-koreksi gerakan kutub dan variasi musim ke seluruh UT0. Proses smoothing kemudian diterapkan untuk menentukan harga tunggal UT1 dan UT2 yang bersifat internasional. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

18 UNIVERSAL TIME, U.T. (4) Dihitung LMT = (LMST - m ) + 12 h UT0 = LMT - UT0 LMT Meridian Greenwich Vernal Equinox m - Matahari Menengah LMST Meridian Lokal Hasanuddin Z. Abidin, 1999 Diukur

19 UNIVERSAL TIME, U.T. (5) Dalam penentuan UT1 dan UT2 perlu dicatat bahwa koreksi gerakan kutub berbeda untuk setiap stasion pengamat; sedangkan koreksi musim sama untuk setiap stasion. UT2 masih dipengaruhi oleh variasi sekular dan fluktuasi yang tidak teratur. UT1 adalah representasi dari rotasi bumi yang sebenarnya dan punya peran yang penting : - UT1 adalah skala waktu fundamental dalam astronomi geodesi dan geodesi satelit. - UT1 mendefinisikan orientasi sebenarnya dari CTS dalam ruang. - UT1 adalah sistem waktu dasar untuk navigasi. Ketelitian tipikal dari hasil estimasi UT1 pada saat ini adalah 0.02 ms. Hasanuddin Z. Abidin, 1997

20 UNIVERSAL TIME, U.T. (6) Contoh variasi UT1 sejak 1600-an [Langley, 1999] : 80 dt (detik) variasi sekular variasi periodik dan variasi fluktuatif -40 Tahun Hasanuddin Z. Abidin, 2001

21 Hari Matahari vs Hari Bintang Karena Bumi melakukan revolusi sekitar Matahari, maka satu hari Matahari akan sedikit lebih panjang dibandingkan satu hari Bintang courses//astro201/sidereal.htm 0.986/360 x 24 jam 4 menit

22 Hari Matahari vs Hari Bintang 1 Hari Matahari = 24 hr 1 Hari Bintang = 23 hr 56 m s

23 Sidereal time vs. Solar time. Left: a distant star (the small red circle) and the Sun are at culmination, on the local meridian. Centre: only the distant star is at culmination (a mean sidereal day). Right: few minutes later the Sun is on the local meridian again. A solar day is complete Hasanuddin Z. Abidin, 2001

24 Animasi Hari Matahari vs Hari Bintang

25 WAKTU BINTANG WAKTU MATAHARI Hubungan antara kedua sistem waktu adalah didasarkan pada hubungan matematis berikut : MST = MT + m - 12 h dimana MST adalah Mean Sidereal Time, MT adalah Mean Solar Time, dan m adalah asensio rekta dari matahari menengah. Hubungan di atas dapat dijabarkan sbb. [Seeber, 1993] : MST = MT + 6 h 41 m s s.t s.t s.10-6.t 3 dimana t adalah waktu sejaka sejak epok standar J2000, January 1, 12h UT1, dihitung dalam abad Julian, yang 1 tahunnya = hari. 1 hari bintang menengah = 1 hari matahari menengah - 3 m s Hasanuddin Z. Abidin, 2001

26 SISTEM WAKTU DINAMIK (1) Sistem waktu dinamik diturunkan berdasarkan pergerakanpergerakan Bumi, Bulan dan planet-planet dalam sistem matahari. Sistem waktu dinamik ini didefinisikan pertama kali dengan sistem Ephemeris Time (ET) pada tahun 1960, karena adanya ketidakcermatan dalam skala waktu UT yang disebabkan oleh adanya ketidakteraturan dan variasi pada rotasi Bumi. ET adalah skala waktu astronomis yang didasarkan pada pergerakan Bumi mengelilingi Matahari [NIST, 2000]. Secara praktis ET ditentukan dengan membandingkan posisi hasil pengamatan dari Matahari, planet-planet dan Bulan, dengan data tabulasi hasil prediksi berdasarkan teori-teori analitis atau empiris dari pergerakan benda-benda langit. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

27 SISTEM WAKTU DINAMIK (2) Sekitar tahun 1976, dua jenis sistem waktu dinamik baru didefiniskan, yaitu : TDB (Barycentric Dynamic Time) dan TDT (Terrestrial Dynamic Time). Sistem waktu TDB diturunkan dari pergerakan planet-planet serta bulan yang mengacu ke barycenter (pusat massa) dari sistem matahari dan sistem TDT mengacu ke pusat massa Bumi (geocenter). TDB adalah sistem waktu inersia (berdasarkan Hukum Newton) dan umum digunakan dalam pendefinisian ephemeris dari sistem matahari serta navigasi wahana angkasa. TDT adalah sistem waktu kuasi-inersia pengganti Ephemeris Time; dan umum digunakan dalam pengintegrasian persamaan diferensial dari pergerakan satelit dalam mengorbit bumi. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

28 SISTEM WAKTU DINAMIK (3) Dalam kerangka teori relativitas umum (general relativity) jam yang bergerak bersama Bumi akan mengalami variasi periodik akibat pergerakannya dalam medan gravitasi matahari. Dalam kerangka ini waktu tidak lagi menjadi kuantitas yang absolut, melainkan kuantitas yang berubah dengan lokasi dan kecepatan. Dengan kata lain setiap jam akan menunjukkan waktu sebenarnya (proper time) nya masing-masing tergantung lokasi dan kecepatannya, dan kesemuanya terhubungkan melalu transformasi ruang-waktu empat-dimensi [Montenbruck & Gill, 2000]. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

29 SISTEM WAKTU DINAMIK (4) Untuk mengakomodir adanya efek relativitas ini maka pada tahun 1992, IAU mendefiniskan sistem-sistem waktu baru, yaitu : Terrestrial Time (TT), Geocentric Coordinate Time (TCG), dan Barycentric Coordinate Time (TCB). TT dimaksudkan untuk menggantikan TDT. Secara konseptual, TT adalah skala waktu uniform yang akan diukur oleh suatu jam yang ideal di permukaan geoid. Secara praktis, TT direalisasikan dengan waktu atom internasional (TAI). TT dinyatakan dalam hari, dimana satu harinya sama dengan detik SI (Satuan Internasional). TCG adalah koordinat waktu relativistik dari kerangka geosentrik 4-D TCB adalah koordinat waktu relativistik dari kerangka barisentrik 4-D Hasanuddin Z. Abidin, 2001

30 SISTEM WAKTU ATOM (1) Waktu Atom (Atomic Time, AT) didasarkan pada osilasi elektromagnetik yang dihasilkan oleh transisi kuantum suatu atom. Unit waktu secara internasional adalah detik yang didefinisikan berdasarkan waktu atom yang dijabarkan sebagai berikut : The unit of time of the International System of Units is the second defined in the following term : The second is the duration of periods of the radiation corresponding to the transition between the two hyperfine levels of the ground state of the Cesium-133 atom [ICWM, 1967]. Atom lainnya selain Cesium, seperti Rubidium dan Hydrogen Maser, juga dapat digunakan untuk merealisasikan sistem waktu atom. Hasanuddin Z. Abidin, 1999

31 CONTOH JAM ATOM Contoh jam atom Cesium yang digunakan oleh USNO (United States Naval Observatory). Model HP5071A made by Hewlett- Packard, Inc Ref. Hasanuddin Z. Abidin, 2000

32 SISTEM WAKTU ATOM (2) Waktu Atom Internasional (International Atomic Time, TAI) ditetapkan dan dijaga oleh BIPM di Paris. Sampai Nov TAI ditentukan berdasarkan data dari 50 laboratorium yang mengoperasikan sekitar 200 jam atom di seluruh dunia. TAI ditentukan dengan mengambil nilai rata-rata (dengan pembobotan) dari pembacaan seluruh jam yang terlibat. Beberapa jenis jam (osilator) atom : Tipe Osilator Frekuensi osilasi (Hz) Stabilitas perhari (df/f) Waktu untuk kehilangan 1 detik (dalam tahun) Kristal Quartz (tipikal) 10.E-9 30 Rubidium E ribu Cesium E ribu Hydrogen Maser E juta Hasanuddin Z. Abidin, 2000

33 Hubungan WAKTU ATOM Dengan WAKTU BINTANG/MATAHARI Waktu Atom terikat dengan Waktu Bintang ataupun Waktu Matahari melalui UT1, berdasarkan formulasi berikut: TAI = UTC n UT1 - UTC < 0.90 dimana UTC adalah Universal Time Coordinated, dan n adalah bilangan genap yang ditetapkan oleh IERS. Sebagai contoh pada Juni 1996, n=30. Kalau UT1 - UTC >0.9 maka 1 detik tambahan (leap second) akan ditambahkan ke waktu UTC. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

34 Variasi Skala Waktu UT1 Perbedaan antara skala waktu yang didasarkan pada rotasi Bumi (UT1) dengan skala waktu yang uniform ditunjukkan pada grafik di samping. Grafik ini juga menunjukkan adanya perlambatan dalam rotasi Bumi. Variasi dari UT1 Quadratic fit Ref. : Langley (1999) Hasanuddin Z. Abidin, 2000

35 UTC (Universal Time Coordinated) UTC adalah skala waktu terkoordinir yang dijaga oleh the Bureau International des Poids et Mesures (BIPM). Di adopsi sejak tahun Detik dari UTC adalah detik SI, yaitu detik atom yang didefinisikan oleh frekuensi resonansi dari atom Cesium. UTC adalah basis yang digunakan untuk desiminasi tanda waktu dan frekuensi standar saat ini di dunia. Jam UTC punya kecepatan yang sama dengan jam atom TAI, tapi berbeda senilai bilangan integer detik (leap seconds). Penunjukkan waktu UTC dibuat agar selalu dekat dengan penunjukkan waktu astronomis UT1, yaitu dalam interval 0.9s. Seandainya perbedaannya melebihi 0.9s, maka leap second akan ditambahkan atau dikurangkan ke UTC, tergantung kecepatan rotasi Bumi (sampai saat ini semua leap second adalah bilangan positif). Ref. : Langley (1999) Hasanuddin Z. Abidin, 2000

36 TAI - UTC Sejak tahun 1972, perbedaan antara International Atomic Time (TAI) dan UTC adalah bilangan integer dari detik, dimana saat ini (Feb. 2007) adalah 33 sec. Sebelum tahun 1972, UTC di adjust dalam step-step yang lebih kecil, dan juga kecepatannya diubah-ubah. Ref. : Langley (1999) Hasanuddin Z. Abidin, 2000

37 UTC - TAI Sejak UTC-TAI Sejak UTC-TAI 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Juli detik 1 Juli detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Juli detik 1 Jan detik 1 Juli detik 1 Jan detik Ref. : [Montenbruck & Gill, 2000]; Hasanuddin Z. Abidin, 20017

38 WAKTU ATOM dan WAKTU DINAMIK Waktu Atom terikat dengan Waktu Dinamik melalui hubungan berikut : 60 TAI = TDT TDB TCB TCG dimana TDT adalah Terrestrial Time Dynamic. dt (detik) UT1 TT(=TDT=ET) TAI GPS -30 UTC Tahun Hasanuddin Z. Abidin, 2001

39 WAKTU ATOM dan WAKTU GPS Waktu Atom terikat dengan waktu GPS melalui hubungan berikut : TAI = Waktu GPS (offset konstan) dimana Waktu GPS adalah sistem waktu yang digunakan oleh sistem satelit navigasi GPS (Global Positioning System). Dari hubungan sebelumnya, maka hubungan antara UTC dan waktu GPS dapat diformulasikan sebagai berikut : Waktu GPS = UTC n UTC dan waktu GPS adalah sistem-sistem waktu atom. Hasanuddin Z. Abidin, 2001

40 Hubungan : UTC-GPS-TAI-TT Rate SI Rate UTC GPS TAI TT s (fixed) (ET ) 32 s (Jan. 1999) 13 s (Jan. 1999) Variable but generally slower rate UT1 0.9 s lag Ref. : Langley (1999) Hasanuddin Z. Abidin, 2000

41 PENANGGALAN JULIAN Penanggalan Julian (Julian Date, JD) dihitung mulai 1 Januari 4713 SM. Unit waktunya adalah hari. Suatu hari Julian dimulai jam 12:00 UT (tengah hari). Untuk menghemat dijit dan menempatkan awal hari di tengah malam sebagaimana sistem waktu sipil, diperkenalkan sistem penanggalan yang merupakan modifikasi dari penanggalan Julian, yang dinamakan Modified Julian Date (MJD). MJD diturunkan dari JD dengan formulasi berikut : MJD = JD Beberapa contoh : - 6 Januari 1980 jam 00:00 UT (epok standar GPS) JD = Januari 2000 jam 12:00 UT (epok standar, e.g CIS) JD = Hasanuddin Z. Abidin, 1999

42 SIPIL ke JULIAN Diketahui : Waktu dalam penanggalan sipil yang dinyatakan sbb. Tahun dinyatakan dengan bilangan bulat Y. Bulan dinyatakan dengan bilangan bulat M. Hari dinyatakan dengan bilangan bulat D. Jam dinyatakan dengan bilangan pecahan UT. Ditanyakan : Waktu tersebut dalam penanggalan Julian, JD. Penyelesaian : Algoritma berikut ini [Hoffmann-Wellenhof, 1992] berlaku untuk epok antara Maret 1900 sampai Februari JD = INT [ y] + INT [ (m+1)] + D + UT/ dimana : INT(.) = bilangan bulat dari bilangan pecahan (.) y = Y - 1 dan m = M + 12, bila M 2 y = Y dan m = M, bila M 2 Dalam hal GPS, minggu GPS yang dinyatakan dengan WEEK dapat dihitung sbb. : WEEK = INT [(JD )/7] Hasanuddin Z. Abidin, 1999

43 JULIAN ke SIPIL Diketahui Ditanyakan : Waktu tersebut dalam penanggalan Julian, JD. : Waktu dalam penanggalan sipil yang dinyatakan sbb. Tahun dinyatakan dengan bilangan bulat Y. Bulan dinyatakan dengan bilangan bulat M. Hari dinyatakan dengan bilangan bulat D. Penyelesaian : Algoritma berikut ini [Hoffmann-Wellenhof, 1992] berlaku untuk epok antara Maret 1900 sampai Februari D = b - d - INT[ e] + FRAC[JD+0.5] M = e INT[e/14] Y = c INT[(7 + M)/10] FRAC[.] = nilai pecahan dari bilangan pecahan (.) Hari dalam suatu minggu dapat dihitung sbb. : N = modulo { INT[JD + 0.5], 7 } a = INT[JD + 0.5] b = a c = INT[(b )/365.25] d = INT[ c] e = INT[(b-d)/ ] N = 0 ---> Senin N = 1 ---> Selasa.. N = 6 ---> Minggu Hasanuddin Z. Abidin, 1999

44 International Time Zones International time zones define the time of day in places around the world with respect to the standard time kept in Greenwich, England, a city that lies on the prime meridian. Each time zone spans about 15 degrees of longitude, but actual zone lines vary to account for political boundaries and economic considerations.

45 TIME TRANSFER : Common-View Technique A measurement technique used to compare two clocks or oscillators at remote locations Hasanuddin Z. Abidin, 2007

46 Learning Sites on Time System Hasanuddin Z. Abidin, 2007

47 Tugas-3 : Geodesi Satelit - I Waktu Penyelesaian = 1 minggu 1. Jelaskan hubungan antara sistem waktu dan sistem koordinat. Gunakan gambar/ilustrasi untuk memperjelas jawaban saudara/i. 2. Jelaskan yang dimaksud dengan istilah-istilah berikut : a. GMT, UT0, UT1, dan UT2 b. TAI, UTC, dan Waktu GPS 3. Buat program komputer atau MATLAB untuk mengkonversikan penaggalan sipil ke penanggalan Julian dan sebaliknya. Dengan program ini : a. Buktikan bahwa : JD = 6 Januari 1980, jam 0:00 U.T. JD = 1 Januari 2000, jam 12:00 U.T. dan sebaliknya. b. Hitung tanggal Julian dari tanggal lahir saudara/i dan temukan hari kelahiran anda (Senin, Selasa, dst.nya). Hasanuddin Z. Abidin, 1999

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS

TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT. Sistem Koordinat CIS dan CTS TUGAS 1 ASISTENSI GEODESI SATELIT KELAS A Sistem Koordinat CIS dan CTS Oleh : Enira Suryaningsih (3513100036) Dosen : JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

Macam-macam Waktu. Universal Time dan Dynamical Time

Macam-macam Waktu. Universal Time dan Dynamical Time Macam-macam Waktu Waktu (time) sangat penting bagi kehidupan kita. Allah SWT berfirman dengan bersumpah wal ashri. Barangsiapa yang pandai menggunakan waktu dengan benar, ia akan beruntung. Waktu terus

Lebih terperinci

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( )

TATA KOORDINAT BENDA LANGIT. Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah ( ) 2. Winda Yulia Sari ( ) 3. Yoga Pratama ( ) TATA KOORDINAT BENDA LANGIT Kelompok 6 : 1. Siti Nur Khotimah (4201412051) 2. Winda Yulia Sari (4201412094) 3. Yoga Pratama (42014120) 1 bintang-bintang nampak beredar dilangit karena bumi berotasi. Jika

Lebih terperinci

BAB II SISTEM WAKTU DALAM PERSPEKTIF ASTRONOMI DAN KONSEPSI WAKTU SALAT MENURUT FIKIH

BAB II SISTEM WAKTU DALAM PERSPEKTIF ASTRONOMI DAN KONSEPSI WAKTU SALAT MENURUT FIKIH 20 BAB II SISTEM WAKTU DALAM PERSPEKTIF ASTRONOMI DAN KONSEPSI WAKTU SALAT MENURUT FIKIH A. Sistem Waktu dalam Perspektif Astronomi Waktu adalah konsep dasar yang berkaitan dengan terjadinya peristiwa.

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI Sebelum diuraikan tentang sistem satelit navigasi COMPASS, terlebih dahulu akan diulas beberapa hal mendasar yang dianggap perlu tentang sistem satelit navigasi. Satelit

Lebih terperinci

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal

Pertemuan 3. Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Pertemuan 3 Penentuan posisi titik horizontal dan vertikal Koordinat 3D Koordinat 3D Koordinat 3D Pernyataan lintang Pernyataan bujur dan Tinggi λ (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN DAFTAR ISI PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN INTISARI ABSTRACT vii x xii xiii xv xvii xviii xix BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

Lebih terperinci

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY

Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY Sabar Nurohman Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY Dafatar Isi Bumi dalam Bola Langit Tata Surya Sistem Bumi-Bulan Gerak Planet dan Satelit Fisika Bintang Evolusi Bintang Galaksi Struktur Jagad Raya Bumi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali ke kaki langit di tempat terbenam. Satu hari didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kembali ke kaki langit di tempat terbenam. Satu hari didefinisikan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman dahulu, pengetahuan waktu merupakan kepentingan sekunder. Ritme kehidupan hanya didasarkan dari terbit dan terbenamnya Matahari dan untuk sebagian besar

Lebih terperinci

MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH

MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH MENGENAL SISTEM WAKTU UNTUK KEPENTINGAN IBADAH Misbah Khusurur Dosen Fakultas Syari ah Institut Agama Islam Imam Ghozali (IAIIG) Cilacap Jl. Kemerdekaan Barat No. 1, Kesugihan, 53274 ABSTRAK Adanya perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS 150 BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN KAMARIAH ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS Pada bab ini, penulis akan menganalisis tentang sistem hisab Almanak Nautika dan Astronomical

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SIMULATOR ORBIT SATELIT NON-GEOSTASIONER LANDSAT 7 TUGAS AKHIR

RANCANG BANGUN SIMULATOR ORBIT SATELIT NON-GEOSTASIONER LANDSAT 7 TUGAS AKHIR RANCANG BANGUN SIMULATOR ORBIT SATELIT NON-GEOSTASIONER LANDSAT 7 TUGAS AKHIR ADHE PRIYAMBODO NRP. 2499100080 JURUSAN TEKNIK FISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

Modul-4 : Sistem Orbit

Modul-4 : Sistem Orbit Modul-4 : Sistem Orbit Hasanuddin Z. Abidin Geodesy Research Division Institute of Technology Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung, Indonesia E-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id Version : March 2007 Lecture Slides

Lebih terperinci

BESARAN, SATUAN DAN DIMENSI. Silabus

BESARAN, SATUAN DAN DIMENSI. Silabus BESARAN, SATUAN DAN DIMENSI TIM FISIKA Silabus Pendahuluan, Dimensi dan Satuan Besaran Skalar dan Vektor Mekanika Hukum Newton, Statika, Kinematika, Dinamika Fluida Fisika Termal Gelombang, Akustik (Mekanik),

Lebih terperinci

Horizon Lokal Dan Jam Matahari

Horizon Lokal Dan Jam Matahari Horizon Lokal Dan Jam Matahari Rosa M. Ros International Astronomical Union Technical University of Catalonia, Barcelona, Spain Tujuan Memahami gerak harian Matahari Memahami gerak tahunan Matahari Memahami

Lebih terperinci

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015

SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015 SOAL UJIAN PRAKTEK ASTRONOMI OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2014 CALON PESERTA INTERNATIONAL EARTH SCIENCE OLYMPIAD (IESO) 2015 Bidang : KEBUMIAN SUB BIDANG ASTRONOMI Materi : ANALISIS DATA (Langit Mendung)

Lebih terperinci

TRANSFORMASI KOORDINAT BOLA LANGIT KE DALAM SEGITIGA BOLA (EQUATORIAL DAN EKLIPTIKA) DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT

TRANSFORMASI KOORDINAT BOLA LANGIT KE DALAM SEGITIGA BOLA (EQUATORIAL DAN EKLIPTIKA) DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT TRANSFORMASI KOORDINAT BOLA LANGIT KE DALAM SEGITIGA BOLA (EQUATORIAL DAN EKLIPTIKA) DALAM PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT Muthmainnah Universitas Cokroaminoto Yogyakarta inna.faiz@gmail.com Abstract There

Lebih terperinci

Meridian Greenwich. Bujur

Meridian Greenwich. Bujur 5. TATA KOORDINAT Dalam astronomi, amatlah penting untuk memetakan posisi bintang atau benda langit lainnya, dan menerapkan system koordinat untuk membakukan posisi tersebut. Prinsip dasarnya sama dengan

Lebih terperinci

MENGENAL EQUATION OF TIME, MEAN TIME, UNIVERSAL TIME/ GREENWICH MEAN TIME DAN LOCAL MEAN TIME UNTUK KEPENTINGAN IBADAH

MENGENAL EQUATION OF TIME, MEAN TIME, UNIVERSAL TIME/ GREENWICH MEAN TIME DAN LOCAL MEAN TIME UNTUK KEPENTINGAN IBADAH MENGENAL EQUATION OF TIME, MEAN TIME, UNIVERSAL TIME/ GREENWICH MEAN TIME DAN LOCAL MEAN TIME UNTUK KEPENTINGAN IBADAH Oleh: Misbah Khusurur dan Jaenal Arifin ABSTRACT Regular cycle of day and night due

Lebih terperinci

Dr. Eng. Rinto Anugraha, M.Si..

Dr. Eng. Rinto Anugraha, M.Si.. MEKANIK IKA BENDA LAN NGIT Dr. Eng. Rinto Anugraha, M.Si.. Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada 2012 ii Kata Pengantar Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah, akhirnya

Lebih terperinci

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84?

Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Nama : Muhamad Aidil Fitriyadi NPM : 150210070005 Mengapa proyeksi di Indonesia menggunakan WGS 84? Jenis proyeksi yang sering di gunakan di Indonesia adalah WGS-84 (World Geodetic System) dan UTM (Universal

Lebih terperinci

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus

Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus Datum Geodetik & Sistem Koordinat Maju terus 31/03/2015 8:34 Susunan Lapisan Bumi Inside eartth Datum geodetik atau referensi permukaan atau georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk mendefinisikan

Lebih terperinci

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014

Oleh : Kunjaya TPOA, Kunjaya 2014 Oleh : Kunjaya Kompetensi Dasar X.3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju konstan dan penerapannya dalam teknologi X.4.5 Menyajikan ide / gagasan terkait gerak melingkar Pengertian

Lebih terperinci

Tujuan. 1. Mahasiswa memahami apa itu sinkronisasi dan pentingnya sinkronisasi pada sistem terdistribusi.

Tujuan. 1. Mahasiswa memahami apa itu sinkronisasi dan pentingnya sinkronisasi pada sistem terdistribusi. Overview Sistem tersebar sebenarnya adalah proses-proses yang berkolaborasi atau bekerjasama. Sebelumya telah dibahas komunikasi yang merupakan dasar kesemuanya, dibahas juga penamaan yang penting untuk

Lebih terperinci

Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd

Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd Astronomi Sabar Nurohman, M.Pd Sabar Nurohman Dafatar Isi Bumi dalam Bola Langit Tata Surya Sistem Bumi-Bulan Gerak Planet dan Satelit Fisika Bintang Evolusi Bintang Galaksi Struktur Jagad Raya Bumi dan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 15 TAHUN 2013 /2001 TENTANG SISTEM REFERENSI GEOSPASIAL INDONESIA 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang :

Lebih terperinci

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB

MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB MENGENAL GERAK LANGIT DAN TATA KOORDINAT BENDA LANGIT BY AMBOINA ASTRONOMY CLUB A. Gerak Semu Benda Langit Bumi kita berputar seperti gasing. Ketika Bumi berputar pada sumbu putarnya maka hal ini dinamakan

Lebih terperinci

GANGGUAN PADA SATELIT GSO

GANGGUAN PADA SATELIT GSO GANGGUAN PADA SATELIT GSO Neflia dan Abd. Rachman Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains dan Antariksa, LAPAN AB STRACT A truly geostationery orbit will have zero inclination and zero eccentricities and the

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

FISIKA 9/13/2012. Physics for Scientists and Engineers - Serway/Jewett 6 th Ed/7 th Ed. *TUGAS (PR 2 setelah UTS) = 10% *UTS = 30%

FISIKA 9/13/2012. Physics for Scientists and Engineers - Serway/Jewett 6 th Ed/7 th Ed. *TUGAS (PR 2 setelah UTS) = 10% *UTS = 30% Tim Fisika FISIKA 1. Besaran, Dimensi dan Satuan. Besaran Skalar dan Vektor 3. Mekanika Hukum Newton, Statika, Kinematika, Dinamika 4. Fluida 5. Fisika Termal 6. Gelombang, Akustik (Mekanik), Optik (Elektromagnetik)

Lebih terperinci

Datum dan Ellipsoida Referensi

Datum dan Ellipsoida Referensi Datum dan Ellipsoida Referensi RG141227 - Sistem Koordinat dan Transformasi Semester Gasal 2016/2017 Ira M Anjasmara PhD Jurusan Teknik Geomatika Datum Geodetik Datum Geodetik adalah parameter yang mendefinisikan

Lebih terperinci

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Konsep Geodesi untuk Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Konsep Geodesi untuk Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Geodesi Menurut definisi klasik dari F.R. Helmert, Geodesi adalah sebuah sains dalam pengukuran dan pemetaan permukaan bumi. Pembahasan tentang

Lebih terperinci

BAB III SISTEM HISAB ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS. Astronomical Algortihms karya Jean Meeus. Pembahasan lebih memfokuskan

BAB III SISTEM HISAB ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS. Astronomical Algortihms karya Jean Meeus. Pembahasan lebih memfokuskan 53 BAB III SISTEM HISAB ALMANAK NAUTIKA DAN ASTRONOMICAL ALGORITHMS JEAN MEEUS Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Almanak Nautika dan Astronomical Algortihms karya Jean Meeus. Pembahasan lebih

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH, IRSYÂD AL-MURÎD, DAN ṠAMARÂT AL-FIKAR KARYA AHMAD GHOZALI

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH, IRSYÂD AL-MURÎD, DAN ṠAMARÂT AL-FIKAR KARYA AHMAD GHOZALI BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ANFA AL-WASÎLAH, IRSYÂD AL-MURÎD, DAN ṠAMARÂT AL-FIKAR KARYA AHMAD GHOZALI A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat dalam Kitab Anfa al-wasîlah,

Lebih terperinci

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI

BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI BENTUK BUMI DAN BIDANG REFERENSI Geoid dan ellipsoida merupakan bidang 2 yang sangat penting didalam Geodesi. Karena masing 2 bidang tersebut merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan dalarn pengertian

Lebih terperinci

Vol: 3 No. 2 September 2014 ISSN: SIMULATOR POSISI MATAHARI DAN BULAN BERBASIS WEB DENGAN WEBGL

Vol: 3 No. 2 September 2014 ISSN: SIMULATOR POSISI MATAHARI DAN BULAN BERBASIS WEB DENGAN WEBGL SIMULATOR POSISI MATAHARI DAN BULAN BERBASIS WEB DENGAN WEBGL Kamshory* dan Syafii** *Mahasiswa S2 Teknik Elektro Universitas Andalas *Staf Pengajar Teknik Elektro Universitas Andalas Abstrak Bulan sebagai

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESTABILAN PENGUKURAN FREKUENSI RUBIDIUM DENGAN PEMANFAATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM DISCIPLINED OSCILLATOR

PENINGKATAN KESTABILAN PENGUKURAN FREKUENSI RUBIDIUM DENGAN PEMANFAATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM DISCIPLINED OSCILLATOR PENINGKATAN KESTABILAN PENGUKURAN FREKUENSI RUBIDIUM DENGAN PEMANFAATAN GLOBAL POSITIONING SYSTEM DISCIPLINED OSCILLATOR Windi Kurnia Perangin-angin 1, A. Mohamad Boynawan 2, Ratnaningsih 3 1 Puslit KIM

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan. Teori-teori yang didapatkan merupakan hasil studi dari beragai macam referensi. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan

Lebih terperinci

Bumi berotasi. Getak Harian - dari timur ke barat. - periodanya 24 jam. - sejajar ekuator langit.

Bumi berotasi. Getak Harian - dari timur ke barat. - periodanya 24 jam. - sejajar ekuator langit. Gerak Bumi Animasi Bumi berotasi Bola langit melakukan gerak semu, arahnya berlawanan dgn arah gerak rotasi bumi Getak Harian - dari timur ke barat. - periodanya 24 jam. - sejajar ekuator langit. Di ekuator,

Lebih terperinci

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x)

II. TINJUAN PUSTAKA. lim f(x) = L berarti bahwa bilamana x dekat tetapi sebelah kiri c 0 maka f(x) II. TINJUAN PUSTAKA 2.1. Limit Definisi lim f(x) = L, dan mengatakan limit f (x) ketika x mendekati a sama dengan L, jika dapat dibuat nilai f (x) sebarang yang dekat dengan L dengan cara mengambil nilai

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal. 1-7 ISSN : Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (13), Hal. 1-7 ISSN : 337-8 Visualisasi Efek Relativistik Pada Gerak Planet Nurul Asri 1, Hasanuddin 1, Joko Sampurno 1, Azrul Azwar 1 1 Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan berbagai macam teknologi sekarang ini tidak terlepas dari berkembangnya teknologi satelit. Mulai dari teknologi informasi dan komunikasi, teknologi penginderaan

Lebih terperinci

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin

BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA. Hasanuddin Z. Abidin BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG SISTEM DAN KERANGKA REFERENSI KOORDINAT UNTUK DKI JAKARTA Hasanuddin Z. Abidin Jurusan Teknik Geodesi, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 e-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id

Lebih terperinci

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI

IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI IPA TERPADU KLAS VIII BAB 14 BUMI, BULAN, DAN MATAHARI KOMPETENSI INTI 3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) pada tahun 1973. Saat ini, satelit altimetri mempunyai

Lebih terperinci

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung

AS Astronomi Bola. Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung AS 2201 - Astronomi Bola Suhardja D. Wiramihardja Endang Soegiartini Yayan Sugianto Program Studi Astronomi FMIPA Institut Teknologi Bandung PENDAHULUAN Menjelaskan posisi benda langit pada bola langit.

Lebih terperinci

ROTASI BENDA LANGIT. Chatief Kunjaya. KK Atronomi, ITB. Oleh : TPOA, Kunjaya 2014

ROTASI BENDA LANGIT. Chatief Kunjaya. KK Atronomi, ITB. Oleh : TPOA, Kunjaya 2014 ROTASI BENDA LANGIT Oleh : Chatief Kunjaya KK Atronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XI.3.6 Menerapkan konsep torsi, momen inersia, titik berat dan momentum sudut pada benda tegar (statis dan dinamis) dalam kehidupan

Lebih terperinci

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer

Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-712 Pembuatan Program Pengolahan Data GPS Analisa Pseudorange Dan Koreksi Troposfer Mohammad Hadi Kunnuha dan Akbar Kurniawan

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit

4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat. AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat AS 2201 Mekanika Benda Langit 4. Orbit dalam Medan Gaya Pusat 4.1 Pendahuluan Pada bab ini dibahas gerak benda langit dalam medan potensial umum, misalnya potensial sebagai

Lebih terperinci

Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola

Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola Daftar Isi Bab 1 Masalah Dua Benda 1.1 Vektor I-1 1.2 Momentum linier, momentum sudut, momen dan gaya I-2 1.3 Potensial bola padat I-5 1.4 Persamaan gerak dua titik massa I-7 1.6 Orbit dalam bentuk polar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN KAMARIAH QOTRUN NADA DALAM KITAB METHODA AL-QOTRU

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN KAMARIAH QOTRUN NADA DALAM KITAB METHODA AL-QOTRU BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL BULAN KAMARIAH QOTRUN NADA DALAM KITAB METHODA AL-QOTRU A. Analisis Metode dan Dasar Penentuan Hisab Awal Bulan Kamariah Qotrun Nada dalam Kitab Methoda Al-Qotru Hisab

Lebih terperinci

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17,

3. ORBIT KEPLERIAN. AS 2201 Mekanika Benda Langit. Monday, February 17, 3. ORBIT KEPLERIAN AS 2201 Mekanika Benda Langit 1 3.1 PENDAHULUAN Mekanika Newton pada mulanya dimanfaatkan untuk menentukan gerak orbit benda dalam Tatasurya. Misalkan Matahari bermassa M pada titik

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat

Lebih terperinci

Kumpulan Soal Astronomi dan Jawabannya

Kumpulan Soal Astronomi dan Jawabannya Kumpulan Soal Astronomi dan Jawabannya 1. Sebutkan ciri ciri galaksi spiral! - Diberi tanda huruf S - Inti pusat dikelilingi oleh piringan yang pipih - Piringan pipih mengandung bintang, gas, dan debu

Lebih terperinci

GERAK BUMI DAN BULAN

GERAK BUMI DAN BULAN MATERI ESENSIAL IPA SEKOLAH DASAR (Pengayaan Materi Guru) KONSEP ILMU PENGETAHUAN BUMI DAN ANTARIKSA GERAK BUMI DAN BULAN Agus Fany Chandra Wijaya DIGITAL LEARNING LESSON STUDY JAYAPURA 2010 GERAK BUMI

Lebih terperinci

GLOSARIUM. Aberasi : Perpindahan semu arah berkas cahaya bintang akibat gerak Bumi

GLOSARIUM. Aberasi : Perpindahan semu arah berkas cahaya bintang akibat gerak Bumi 204 GLOSARIUM Aberasi : Perpindahan semu arah berkas cahaya bintang akibat gerak Bumi mengelilingi Matahari. Peristiwa aberasi menyebabkan berkas cahaya jatuh miring, meskipun arah datangnya cahaya tegak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini terdiri dari dua sub bab yaitu latar belakang serta tujuan dan manfaat penelitian. Berikut ini uraian dari masing-masing sub bab tersebut. I.1. Latar Belakang Dinamika

Lebih terperinci

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi :

Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Bahan Minggu XV Tema : Pengantar teori relativitas umum Materi : Teori Relativitas Umum Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga

Lebih terperinci

GPS vs Terestris (1)

GPS vs Terestris (1) untuk KADASTER Dr. Hasanuddin Z. Abidin Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail : hzabidin@gd.itb.ac.id vs Terestris (1) Pada survai dengan tidak diperlukan

Lebih terperinci

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521

SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 SISTEM KOORDINAT SISTEM TRANSFORMASI KOORDINAT RG091521 Sistem Koordinat Parameter SistemKoordinat Koordinat Kartesian Koordinat Polar Sistem Koordinat Geosentrik Sistem Koordinat Toposentrik Sistem Koordinat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM PROGRAM JAM WAKTU SALAT LED. A. Algoritma penentuan awal waktu Salat dalam Program Jam Waktu

BAB IV ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM PROGRAM JAM WAKTU SALAT LED. A. Algoritma penentuan awal waktu Salat dalam Program Jam Waktu BAB IV ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM PROGRAM JAM WAKTU SALAT LED A. Algoritma penentuan awal waktu Salat dalam Program Jam Waktu Salat Duwi Arsana LED Dalam bab III telah penulis jelaskan, bahwa

Lebih terperinci

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Membandingkan Hasil Pengukuran Beda Tinggi dari Hasil Survei GPS dan Sipat Datar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001 BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI 2001 A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001 Sistem hisab waktu salat di Indonesia sangat beragam dan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB 2 DATA DAN METODA BAB 2 DATA DAN METODA 2.1 Pasut Laut Peristiwa pasang surut laut (pasut laut) adalah fenomena alami naik turunnya permukaan air laut secara periodik yang disebabkan oleh pengaruh gravitasi bendabenda-benda

Lebih terperinci

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET

HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET HUKUM NEWTON TENTANG GRAVITASI DAN GERAK PLANET Kompetensi Dasar 3.2 Mengevaluasi pemikiran dirinya terhadap keteraturan gerak planet dalam tatasurya berdasarkan

Lebih terperinci

GERAK EDAR BUMI & BULAN

GERAK EDAR BUMI & BULAN GERAK EDAR BUMI & BULAN Daftar isi : Pendahuluan Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Materi : 1. Bentuk dan Ukuran Bumi 2. Pengaruh Rotasi Bumi 3. Pengaruh Revolusi Bumi 4. Bulan Sebagai Satelit

Lebih terperinci

Sabar Nurohman, M.Pd

Sabar Nurohman, M.Pd Sabar Nurohman, M.Pd Bulan merupakan benda langit kedua, setelah matahari, yang kenampakannyapaling menonjol di langit. Di lihat dari luar angkasa, sistem bumi-bulan nampak sebagai suatu sistem planet

Lebih terperinci

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA

PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA PROYEKSI PETA DAN SKALA PETA Proyeksi Peta dan Skala Peta 1. Pengertian Proyeksi peta ialah cara pemindahan lintang/ bujur yang terdapat pada lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Ada beberapa ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB A. Uji Komparasi dan Analisis Hasil Perhitungan Equation of Time Jean Meeus dan Newcomb Menggunakan Parameter Almanak

Lebih terperinci

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT

ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT ANALISA NILAI TEC PADA LAPISAN IONOSFER DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGAMATAN GPS DUA FREKUENSI MOCHAMMAD RIZAL 3504 100 045 PEMBIMBING EKO YULI HANDOKO, ST, MT PENDAHULUAN Ionosfer adalah bagian dari lapisan

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567)

MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567) MODUL PRAKTIKUM Perkuliahan Astrofisika (FI567) Disusun oleh: Judhistira Aria Utama, M.Si. Laboratorium Bumi dan Antariksa Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar

Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat Titik-Titik Kerangka Dasar Pemetaan Skala Besar Reka Geomatika Jurusan Teknik Geodesi Itenas No. 2 Vol. 1 ISSN 2338-350X Desember 2013 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Aplikasi Survei GPS dengan Metode Statik Singkat dalam Penentuan Koordinat

Lebih terperinci

Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin

Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 6, No.2, (2017) 2337-3520 (2301-928X Print) A 45 Analisis dan Kontrol Optimal Sistem Gerak Satelit Menggunakan Prinsip Minimum Pontryagin Putri Saraswati, Mardlijah, Kamiran

Lebih terperinci

BAB I SISTEM KOORDINAT

BAB I SISTEM KOORDINAT BAB I SISTEM KOORDINAT 1.1 Sistem Koordinat Sistem koordinat adalah suatu cara ang digunakan untuk menentukan letak suatu titik pada bidang ( R ) atau ruang ( R ). Beberapa macam sistem koordinat ang kita

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA SISTIM GPS SISTEM KOORDINAT PENGGUNAAN GPS SISTIM GPS GPS Apakah itu? Singkatan : Global Positioning System Dikembangkan oleh DEPHAN A.S. yang

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG. Winardi Puslit Oseanografi - LIPI PENENTUAN POSISI DENGAN GPS UNTUK SURVEI TERUMBU KARANG Winardi Puslit Oseanografi - LIPI Sekilas GPS dan Kegunaannya GPS adalah singkatan dari Global Positioning System yang merupakan sistem untuk menentukan

Lebih terperinci

Proyeksi Peta. Tujuan

Proyeksi Peta. Tujuan Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Setelah menyelesaikan bab ini, anda diharapkan dapat: Memahami tentang bentuk permukaan bumi Memahami proyeksi dari peta bumi (3D) ke peta topografi

Lebih terperinci

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA

5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA 5. BOLA LANGIT 5.1. KONSEP DASAR SEGITIGA BOLA Tata koordinat yang kita kenal umumnya adalah jenis Kartesian (Cartesius) yang memakai sumbu X dan Y. Namun dalam astronomi, koordinat ini tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan

BAB IV ANALISIS. Gambar 4.1 Suhu, tekanan, dan nilai ZWD saat pengamatan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Input Data Setelah dilakukan pengolahan data, ada beberapa hal yang dianggap berpengaruh terhadap hasil pengolahan data, yaitu penggunaan data observasi GPS dengan interval

Lebih terperinci

Telaah Teoretis dan Perhitungan Komputasional untuk Penentuan Posisi Geogras dengan Menggunakan Global Positioning System (GPS)

Telaah Teoretis dan Perhitungan Komputasional untuk Penentuan Posisi Geogras dengan Menggunakan Global Positioning System (GPS) Jurnal Penelitian Sains Volume 4 Nomer 3(B) 4306 Telaah Teoretis dan Perhitungan Komputasional untuk Penentuan Posisi Geogras dengan Menggunakan Global Positioning System (GPS) Tri Wahyu Ningsih, Arsali

Lebih terperinci

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

Bab II TEORI DASAR. Suatu batas daerah dikatakan jelas dan tegas jika memenuhi kriteria sebagai berikut: Bab II TEORI DASAR 2.1 Batas Daerah A. Konsep Batas Daerah batas daerah adalah garis pemisah wilayah penyelenggaraan kewenangan suatu daerah dengan daerah lain. Batas daerah administrasi adalah wilayah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Ahmad Ghozali dalam Kitab Ṡamarāt al-fikar 1. Hisab Waktu Salat Kitab

Lebih terperinci

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER

B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER B A B III GPS REALTIME UNTUK PENGAMATAN TROPOSFER DAN IONOSFER 3.1 Pengembangan Sistem GPS Realtime Karakteristik dari lapisan troposfer dan ionosfer bervariasi secara spasial dan temporal, oleh karena

Lebih terperinci

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS

BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS BAB II SISTEM SATELIT NAVIGASI GPS Satelit navigasi merupakan sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. Satelit dapat memberikan posisi suatu objek di muka bumi dengan akurat dan

Lebih terperinci

1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari. Gerhana Matahari

1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari. Gerhana Matahari 1. Fenomena Alam Akibat Perubahan Kedudukan Bumi, Bulan, terhadap Matahari Gerhana Matahari Peristiwa gerhana matahari cincin (GMC) terlihat jelas di wilayah Bandar Lampung, Lampung, pada letak 05.21 derajat

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2 SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 3. Mengenal Planet Bumilatihan soal 3.2 1. Pergerakan bumi sebagai benda angkasa yang menempuh waktu 365 hari disebut. gerak presesi gerak rotasi gerak revolusi gerak

Lebih terperinci

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.)

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.) KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.) 1. Seorang pengamat di lintang 0 0 akan mengamati sebuah bintang yang koordinatnya (α,δ) = (16h14m, 0 0 ) pada tanggal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM

BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM BAB IV ANALISIS KUAT MEDAN PADA PENERIMAAN RADIO AM 4.1 ANALISIS PERHITUNGAN KUAT MEDAN PADA PROPAGASI GROUND WAVE Langkah yang pertama kali dilakukan dalam analisis ini ialah mencari nilai s 1 dan s 2

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris

Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris ROTASI DAN REVOLUSI BUMI Cladius Ptolemaus (abad 2) Geosentris Bumi sebagai pusat tata surya Planet-planet (termasuk Mth.) berputar mengelilingi bumi Sambil mengelilingi Bumi, planet-planet bergerak melingkar

Lebih terperinci

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: PROSES DAN TIPE PASANG SURUT Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNLAM Pengertian Pasang Surut Pasang surut

Lebih terperinci

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S.

PENGENALAN GPS & PENGGUNAANNYA Oleh : Winardi & Abdullah S. Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang) Jl. Raden Saleh, 43 jakarta 10330 Phone : 62.021.3143080 Fax. 62.021.327958 E-mail : Coremap@indosat.net.id

Lebih terperinci

Bab III Aplikasi Efek Radiasi Termal Pada Asteroid

Bab III Aplikasi Efek Radiasi Termal Pada Asteroid Bab III Aplikasi Efek Radiasi Termal Pada Asteroid Main Belt Asteroids (MBAs) adalah asteroid-asteroid yang mendiami daerah diantara Mars dan Jupiter, yakni 2.0 3.3 AU, yang ditaksir berjumlah sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata

BAB I PENDAHULUAN. Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satu hal yang menarik ketika kita mengamati bintang-bintang dengan mata telanjang adalah sebagian di antara mereka bukan bintang tunggal. Jika dilihat dengan jeli

Lebih terperinci

BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH BAB IV PASANG SURUT AIR LAUT TIPE MIXED TIDES PREVAILING DIURNAL (PELABUHAN TANJUNG MAS SEMARANG) UNTUK PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH A. Validitas Data Pasang Surut Air Laut Dari Tiga Sumber Berbeda Penelitian

Lebih terperinci