2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebun Raya Bogor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebun Raya Bogor"

Transkripsi

1 7 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebun Raya Bogor KRB pada mulanya merupakan bagian dari 'samida' (hutan buatan atau taman buatan) yang paling tidak telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, ) dari Kerajaan Sunda, sebagaimana tertulis dalam prasasti Batutulis. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Oleh karenanya sejak Reinwardt tiba di Indonesia pada tahun 1816 dia melihat setidaknya terdapat satu instansi botani yang sebenarnya sudah berjalan yang berkedudukan di Bogor (Goss 2004). Goss (2004) menerangkan ketika Hasskarl datang ke Bogor tahun 1817 dia melihat kebun sebagai taman yang cantik namun tidak ada sentuhan sains. Sejak itu Hasskarl mentransformasi kebun raya dari taman kantor gubernur jenderal menjadi instansi yang didedikasikan untuk menginterpretasikan alam daerah kolonisasi dan sebagai pusat pengetahuan alam. Reinwardt mendapatkan wewenang untuk mengurus sains dan pertanian di daerah koloni Belanda ini untuk segera menjawab tugasnya antara lain mengumpulkan informasi tentang flora yang memiliki manfaat ekonomi. Sejak awal abad 20 instansi biologi pemerintahan kolonial Belanda diidentikkan dengan KRB. KRB saat ini merupakan suatu kawasan konservasi ex situ yang mengoleksi berbagai spesies tumbuhan yang ditata dalam tatanan arsitektur lanskap. Tumbuhan koleksinya diutamakan berasal dari Indonesia, yang dimanfaatkan sebagai tempat penelitian, pendidikan lingkungan dan rekreasi. Koleksi KRB dicatat di Bagian Registrasi agar menjadi jelas asal usul tumbuhan tersebut (Yuzammi et al. 2006). Secara umum masyarakat mengenal kebun raya sebagai tempat rekreasi alam, namun sebenarnya fungsi kebun raya bukan sekedar tempat rekreasi. Ruang lingkup tugas dan fungsi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor (PKT- KRB), LIPI diuraikan dengan jelas dalam Keputusan Presiden RI Nomor 103 tahun 2001 serta Keputusan Ketua LIPI Nomor 1151/M/2001 (LIPI 2002). Adapun tugas KRB diuraikan sebagai berikut:

2 8 Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program, pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika serta evaluasi dan penyusunan laporan. Sedangkan fungsi PKT-KRB adalah: 1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika. 2. Penyusunan pedoman, pembinaan, dan pemberian bimbingan teknis penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika. 3. Penyusunan rencana dan program pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika. 4. Pemantauan pemanfaatan hasil penelitian bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika. 5. Pelayanan jasa ilmu pengetahuan dan teknologi bidang konservasi ex situ tumbuhan tropika. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan penelitian bidang konservasi ex situ. 7. Pelaksanaan urusan tata usaha. Sementara itu secara global misi kebun raya di dunia sebenarnya adalah (International Agenda Botanic Gardens in Conservation): 1. Mencegah kehilangan spesies dan keanekaragaman genetik tumbuhan. 2. Mencegah degradasi lingkungan alam. 3. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan nilai penting tumbuhan dan ancaman yang dihadapinya. 4. Meningkatkan manfaat alam lingkungan. 5. Mempromosikan dan menjamin pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Dari tugas dan fungsi serta misi secara global di atas maka dapat disimpulkan pada hakekatnya terdapat 4 fungsi utama dari suatu kebun raya, yaitu: 1. Fungsi konservasi, yaitu melestarikan representasi keanekaragaman tumbuhan secara ex situ untuk menjadi back up yang penting dan sumber pemulihan jenis-jenis tumbuhan terancam kepunahan serta lahan-lahan terdegradasi.

3 9 2. Fungsi penelitian, yaitu melaksanakan dan memfasilitasi berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang botani, konservasi, hortikultura dan pemanfaatan tumbuhan. 3. Fungsi pendidikan, yaitu menyajikan informasi yang jelas dan memberikan kemudahan bagi pengunjung untuk meningkatkan pengetahuan di bidang botani, konservasi, lingkungan, budidaya dan pemanfaatan tumbuhan, serta mampu merangsang tumbuh-kembangkan kesadaran, kepedulian, tanggungjawab dan komitmen masyarakat terhadap pelestarian sumberdaya hayati. 4. Fungsi rekreasi, yaitu mampu menciptakan suasana yang nyaman, aman, menyegarkan dan inspiratif untuk mendukung kehidupan sosial kemasyarakatan yang lebih baik Tumbuhan Obat Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tumbuhan obat merupakan kebutuhan utama di alam sehingga sangat dekat hubungan antara manusia dengan pengembangan botani dan pengetahuan tumbuhan obat (Shan-an and Zhong-ming 1991). Tumbuhan obat telah berabad-abad didayagunakan oleh bangsa Indonesia dalam bentuk jamu untuk memecahkan berbagai masalah kesehatan yang dihadapinya dan merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Pengetahuan tentang obat tumbuh-tumbuhan asli Indonesia dan cara pemakaiannya diperoleh hanya dengan melihat dan mendengar belaka dari orang tuanya. Sementara di luar negeri pengobatan dengan tumbuhtumbuhan itu oleh beberapa pihak dianjurkan secara kuat dan meyakinkan (Sastroamidjojo 1997). Tumbuhan obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obat-obatan. Ahli lain mengelompokkan tumbuhan berkhasiat obat menjadi tiga kelompok (Siswanto 2004), yaitu: 1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

4 10 Pengertian obat tradisional berdasarkan UU RI No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 1 menyebutkan bahwa: Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. 2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat. Sedangkan Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tanaman obat Indonesia seperti yang tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu: 1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. 2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor). 3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Selanjutnya berdasarkan keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tentang ketentuan pokok pengelompokan dan penandaan obat bahan alam Indonesia, obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Suharmiati dan Handayani 2006). Obat alami didefinisikan sebagai sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan farmasetik, berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni berasal dari alam (Helmi 2008). Organisasi kesehatan dunia memperkirakan sekitar 400 juta orang di dunia percaya akan obat herbal dan 25% resep-resep pengobatan didasarkan pada bahan-bahan obat yang berasal dari tumbuhan (Rai et al. 2000). Sementara itu saat ini diperkirakan lebih dari spesies tumbuhan tingkat tinggi di dunia digunakan untuk keperluan obat dan spesies tumbuhan obat secara global

5 11 mengalami ancaman diakibatkan kehilangan habitat, pemanenan berlebihan untuk perdagangan, tekanan jenis-jenis invasif dan pencemaran (Hamilton 2008). Peran tumbuhan obat menurut Schopp-Guth and Fremuth (2001) sangat penting dalam bidang biologi dan ekologi yaitu sebagai pondasi dimana tumbuhan obat memberikan akses keterlibatan masyarakat dalam konservasi di habitat alaminya. Dalam kata lain keterkaitan tumbuhan obat dengan manusia cukup besar dalam mengatur dan menentukan konservasi serta pemanfaatan tumbuhan secara berkelanjutan Kriteria Kelangkaan dan Prioritas Konservasi IUCN telah mengatur kriteria yang tepat untuk mengevaluasi risiko kepunahan ribuan spesies dan subspesies. Tujuannya adalah untuk menyampaikan urgensi isu-isu konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan, serta membantu komunitas internasional untuk mencoba mengurangi kepunahan spesies. (IUCN 2010). Berdasarkan kriteria IUCN tahun 2008 (IUCN 2010) spesies diklasifikasikan ke dalam sembilan kelompok, didasarkan pada tingkat penurunan dan ukuran populasi, wilayah distribusi geografis, dan derajat fragmentasi populasi. Sembilan kriteria tersebut adalah sebagai berikut: 1. Punah (EX) - tidak ada individu yang tersisa. 2. Punah di alam (EW) - dikenal hanya untuk bertahan hidup di penangkaran, atau sebagai populasi naturalisasi di luar jangkauan bersejarah. 3. Kritis (CR) resiko kepunahan ekstrim di alam liar dalam waktu dekat. 4. Genting (EN) - risiko kepunahan sangat tinggi di alam liar. 5. Rawan (VU) - risiko kepunahan tinggi di alam liar. 6. Hampir terancam (NT) - kemungkinan menjadi langka dalam waktu dekat. 7. Risiko rendah (LC) - tidak memenuhi syarat untuk kategori risiko punah. Taksa menyebar luas dan melimpah termasuk dalam kategori ini. 8. Data belum mencukupi (DD) - tidak cukup data untuk membuat penilaian risiko kepunahan. 9. Belum dievaluasi (NE) - belum dievaluasi terhadap kriteria

6 12 Berdasarkan kriteria kelangkaan tersebut di atas, Red list IUCN tumbuhan Indonesia tercatat 740 spesies di antaranya 204 termasuk kategori rawan, 70 genting, dan 112 kritis (IUCN 2010). Kelangkaan menurut versi Nature Serve Conservation (2010) meliputi ukuran populasi (untuk spesies), luas penguasaan daerah, luas penghunian, jumlah kemunculan (populasi yang berbeda), jumlah kemunculan atau persentase area dengan viabilitas yang baik, dan spesifisitas lingkungan. Namun demikian untuk menetapkan prioritas konservasi tidak hanya didasarkan kepada kriteria kelangkaan tetapi juga faktor lainnya seperti ekonomi, politik, dan sosial (Risna et al. 2010). Beberapa spesies tumbuhan obat dinyatakan langka serta terancam kepunahan. Di Indonesia, kegiatan eksploitasi hutan, konversi hutan dan pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat, serta pengambilan tumbuhan obat dengan tidak mempertimbangkan aspek kelestarian dapat dipandang sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kelestarian dan penurunan populasi tumbuhan obat, sehingga secara tidak disadari kelangkaan spesies tumbuhan obat terus meningkat (Herlina 2010). Hasil penelitian Hidayat (2006) beberapa sebab kelangkaan tumbuhan obat di alam antara lain adalah: 1. Penebangan liar 2. Diversifikasi lahan 3. Pemanenan langsung 4. Pemakaian bagian tertentu tumbuhan secara berlebihan 5. Populasi hidup mengelompok 6. Pemanfaatan tumbuhan multiguna 7. Sedikit menghasilkan anakan 8. Struktur populasi tidak seimbang 9. Bencana alam Meelis et al. (2004) menyatakan bahwa penyebab kelangkaan tumbuhan obat dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu kelangkaan secara alami dan kelangkaan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia yang tidak sesuai dengan kaidah ekologi/lingkungan. Noerdjito dan Maryanto (2005) menyatakan bahwa penyebab utama kepunahan adalah perburuan dan perdagangan yang tidak

7 13 terkendali dari spesies langka serta kerusakan habitat yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Ironisnya pengetahuan yang tersedia mengenai tumbuhan obat di lembagalembaga konservasi masih sangat kurang. Hal ini merupakan tantangan utama dalam prioritas kegiatan konservasi dan dalam rangka menjamin pemanfaatan tumbuhan yang berkelanjutan. Di antara berbagai permasalahan dalam penelitian, pendugaan keberadaan tumbuhan obat dan ancaman potensialnya butuh perhatian utama (Dhar et al. 2000). Menurut Hamilton (2008) kajian potensi dan pemanfaatan berkelanjutan tumbuhan obat saat ini merupakan kunci untuk pelestarian di seluruh habitatnya. Pernyataan ini mengantisipasi kenyataan banyak lembaga konservasi di dunia saat ini terfokus pada kegiatan yang berhubungan dengan sumberdaya genetika tumbuhan khususnya pada tumbuhan pangan dan tumbuhan obat liar, namun sangat kurang aplikasi pemanfaatannya (Meilleur and Hodgkin 2004). Dalam kaitan ini Kala (1999) memperkirakan dalam 50 tahun ke depan hampir 50% spesies tumbuhan tingkat tinggi di dunia akan mengalami kepunahan. Diperlukan program pemulihan spesies terancam dan langka diakibatkan meningkatnya konsumsi terhadap sumberdaya seperti obat-obatan. Bahkan peningkatan perhatian kehilangan keanekaragaman hayati perlu menjadi trend dalam program pemulihan spesies (Kerkvlieta and Langpapc 2007). Pada dekade ini, dengan meningkatnya kepedulian terhadap resiko kepunahan dan kehilangan variasi genetika, pusat konservasi ex situ dan in situ, secara terwakili telah berkembang di belahan dunia dengan tujuan umum adalah menyelamatkan tumbuhan, keanekaragaman gen, dan membuatnya selalu tersedia dan siap untuk dimanfaatkan (Barazani et al. 2008). Sebagian besar tumbuhan (selain serealia dan kacang-kacangan) memiliki biji non ortodoks atau berbiak secara vegetatif, sehingga metode pelestarian yang sesuai adalah kebun koleksi (Leunufna 2007) Pengertian Konservasi Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have) secara bijaksana

8 14 (wise use). Secara tertulis ide ini pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) seorang Amerika. Sebenarnya jauh sebelum itu konservasi dalam pelaksanaannya telah dimulai di Asia. Raja Asoka (252 SM) di India mengumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan dan hutan. Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumber daya alam milik kerajaan yang digunakan sebagai dasar untuk membuat perencanaan rasional bagi pengelolaan dan pembangunan negaranya (Mackinnon 1993). Dalam UU RI No 5 tahun 1990 Konservasi sumber daya alam hayati didefinisikan sebagai pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Menurut Bari dan Supriatna (1999), konservasi muncul karena adanya kekhawatiran terjadinya kepunahan. Konservasi ini diartikan oleh para ahli sebagai kebijaksanaan dan program jangka panjang untuk mempertahankan komunitas alami dalam kondisi yang memungkinkan berlangsungnya evolusi. Konservasi tumbuhan mengandung pengertian manajemen penggunaan oleh manusia atas tumbuhan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan keuntungan optimal yang berkelanjutan bagi generasi masa kini pada saat yang bersamaan harus memelihara potensi-potensinya untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang. Konservasi tumbuhan tidak hanya bermakna perlindungan tumbuhan dari ancaman kepunahan, tetapi juga mengandung pengertian jaminan keberlanjutan pemanfaatannya bagi peningkatan kesejahteraan manusia sebagai modal dasar pembangunan (Basuki et al. 1999). Pikiran yang salah tentang konservasi adalah anggapan bahwa masalah konservasi adalah masalah teknis/ilmiah semata. Pengalaman Indonesia dan negara-negara lain menunjukkan bahwa konservasi bukanlah semata-mata masalah teknis/ilmiah melainkan masalah yang kompleks meliputi masalah teknis, ilmiah, ekonomi, dan sosial (Suhirman 2001). Ada dua metode utama untuk mengkonservasi biodiversitas, yaitu konservasi in situ (dalam habitat alaminya) dan konservasi ex situ (di luar habitat

9 15 alaminya). Menurut Zuhud et al. (dalam Herlina 2010) tujuan konservasi ex situ adalah a) untuk diintroduksi kembali ke habitat aslinya, b) untuk kegiatan pemuliaan dan c) untuk tujuan penelitian dan pendidikan. Prioritas konservasi ex situ diberikan untuk spesies yang habitatnya telah rusak atau tidak dapat diamankan lagi. Konservasi ex situ juga harus digunakan untuk meningkatkan spesies lokal yang hampir punah menjadi tersedia kembali di alam. Konservasi ex situ tidak selalu secara tegas dapat dipisahkan dari konservasi in situ. Sebagai contoh adalah konservasi tumbuhan obat yang membutuhkan dua metode konservasi secara terpadu (integrated). Keterikatan secara khusus konservasi tumbuhan obat dengan sistem budaya, mata pencaharian dan perekonomian memberikan peranan penting dalam kehidupan manusia. Berjutajuta orang di dunia telah menggunakan herbal obat, sementara berjuta-juta orang lainnya telah mendapatkan penghasilan dari pemanenan secara alam maupun hasil budidaya tumbuhan obat, atau terlibat langsung dalam perdagangan dan prosesprosesnya. Tumbuhan obat secara signifikan telah menjadi lambang kemakmuran di beberapa sistem budaya, dan seringkali dijadikan sebagai sumber kekuatan. (Hamilton 2009) Masyarakat Terkait Tumbuhan Obat Penggunaan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam bidang pengobatan adalah suatu seni yang sama tuanya dengan sejarah peradaban umat manusia (Waluyo 2009). Zuhud (2009) bahkan mengatakan ramuan jamu atau obat tradisional berkembang bukan atas landasan saintifik gaya ilmu farmasi barat, tetapi sepenuhnya atas dasar empiris yang teruji melalui trial dan error secara turun menurun. Pengetahuan masyarakat akan tumbuhan obat tertentu juga dapat ditelusuri dengan nama-nama yang dijadikan nama kampungnya. Di Kabupaten Bogor tidak kurang dari 20 kecamatan dan 100 desa memakai nama tumbuhan sebagai nama kampungnya, sebagian di antaranya adalah nama tumbuhan obat (Hidayat 2009).

10 Masyarakat umum Meskipun bangsa Indonesia sejak dahulu kala hidup di tengah-tengah kekayaan sumber daya alam, akan tetapi sejarah juga mencatat bahwa kebanyakan tanaman perdagangan berasal dari negara lain. Seiring dengan kemajuan zaman dan toleransi masyarakat terhadap invasi kebudayaan luar menyebabkan secara perlahan banyak sekali spesies tumbuhan asing yang telah melebur dalam kehidupan sehari-hari (Waluyo 2009). Terlebih lagi potensi ekonomi cukup besar di sektor obat herbal ini. Pasar obat herbal Indonesia pada 2003 sebesar Rp 2,5 triliun, dan meningkat menjadi Rp 8 triliun-rp 10 triliun pada Pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sebenarnya sudah lama seperti di berbagai daerah dengan tradisinya dan juga adanya TOGA, namun menurut Damayanti et al. (2009) dengan masuknya program kesehatan dari pemerintah yang berkiblat ke pengobatan modern, kemandirian masyarakat akan kesehatan masing-masing semakin menurun. Menurut Suharmiati dan Handayani (2006) program Toga sebenarnya lebih mengarah kepada self care untuk menjaga kesehatan anggota keluarga serta untuk menangani penyakit ringan. Meskipun pengobatan modern berkembang pesat, namun menurut Padua et al. (1999) tumbuhan obat masih merupakan hasil hutan non kayu yang bernilai penting dan menjadi prioritas serta isu konservasi di masyarakat Masyarakat industri obat/jamu Pada awalnya tumbuhan obat hanya dikonsumsi langsung dalam bentuk segar, rebusan, atau racikan. Pada perkembangannya tumbuhan obat dikonsumsi lebih praktis dalam bentuk pil, kapsul, sirup, atau kaplet dan diproduksi dalam skala industri yang memiliki teknologi modern (Siswanto 2004). Industri jamu adalah industri yang memiliki aspek ekonomi, sosial dan budaya. Segala spesies bahan baku yang digunakan industri jamu 98% berasal dari dalam negeri dan sisanya saat ini sudah berhasil dibudidayakan. Industri jamu banyak memberi manfaat karena melibatkan ratusan ribu petani, melibatkan para peneliti di bidang pertanian, teknologi pangan, bioteknologi, farmakognosi, farmakologi, serta kimia.

11 17 Jumlah industri obat tradisional di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 baru 449 industri yang terdiri dari 429 industri kecil obat tradisional (IKOT) dan 20 industri obat tradisional (IOT), sepuluh tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008 telah menjadi 1166 industri terdiri dari 1037 IKOT dan 129 IOT (Balittro 2010). Dengan meningkatnya jumlah industri dan produksi obat tradisional secara langsung meningkatkan penggunaan bahan baku tumbuhan obat Masyarakat praktisi obat tradisional Praktisi obat tradisional atau pengobat tradisional merupakan ujung tombak untuk masyarakat di sekitarnya yang sangat berpengaruh dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan. Pengobat tradisional seperti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No dikelompokkan menjadi empat yaitu (1) kelompok pengobat tradisional ramuan, (2) pengobat tradisional keterampilan, (3) pengobat tradisional supranatural, dan (4) pengobat tradisional berdasar pada kaidah agama (Pudjiastuti 2009). Pengobat tradisional di Indonesia sering diidentikkan dengan dukun. Pada umumnya mereka berpendirian bahwa ilmu pengobatan yang suci ini sekali-kali tidak boleh diumumkan kepada khalayak ramai, sehingga belum pernah disiarkan karangan tentang pengetahuan mereka yang memenuhi syarat ilmiah (Sastroamidjojo 1997). Pada kenyataannya di Indonesia dukun memegang peran penting dalam penanganan kesehatan pertama di berbagai wilayah pedesaan (Padua et al. 1999) Masyarakat peneliti Selain pengobat tradisional secara formal saat ini sudah ada beberapa rumah sakit di Indonesia yang sudah menggunakan herbal sebagai pengobatan. Beberapa rumah sakit itu adalah RS Persahabatan Jakarta, Pusat Kanker Nasional Dharmais Jakarta, RS Sardjito Yogyakarta, RS Karyadi Semarang, RS Hasan Sadikin Bandung, RS Dr Sutomo Surabaya, RS Syaiful Anwar Malang, RSAL Mintohardjo Jakarta, RS Pirngadi Medan, RS Kandou Manado, RS Sanglah Bali, RS Holistic Tourism Hospital Purwakarta dan RS Wahidin Sudirohusodo

12 18 Makassar. Obat tradisional dari tumbuhan mulai mendapat perhatian yang layak dari dunia penelitian kedokteran sejak masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia yang menyebabkan persediaan obat menipis (Sastroamidjojo 1997). Penelitian tumbuhan obat telah berlangsung di Indonesia lebih dari 50 tahun. Penelitian ditekankan pada sample koleksi, inventarisasi, etnobotani, bioteknologi, agronomi, kandungan kimia, skrining farmakologi dan toksikologi, standardisasi produksi, formulasi dan konservasi (Padua et al. 1999). Upaya pendekatan penyelamatan sumberdaya genetika tumbuhan melalui pola kolaboratif dan partisipatif merupakan alternatif untuk menjawab tantangan konservasi. Semua ini tentu saja didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat memiliki kepentingan dan keterkaitan dengan sumberdaya alam di sekitarnya. Di sisi lain, masyarakat cenderung akan mau memberikan komitmen jangka panjang dalam upaya konservasi sumberdaya genetika tumbuhan di Indonesia. Komitmen itu tidak saja muncul tanpa adanya kepastian akses manfaat dan akses kepada proses pengambilan kebijakan dalam upaya penyelamatan tumbuhan pada tataran teknis/lapangan (Wirasena 2010). Peneliti dari berbagai disiplin ilmu sangat diperlukan untuk menjembatani upaya konservasi tumbuhan obat dengan komitmen masyarakat. Di samping penelitian botani, penelitian biokimia harus dilakukan untuk mengatasi potensi kegunaan tumbuhan. KRB dengan hasil eksplorasinya yang kaya dapat menyumbangkan material dengan identitas ilmiahnya serta lokasi dimana material tersebut berada (Suhirman 1999).

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam pelestarian tumbuhan obat. Pendiri KRB yaitu Prof. Caspar George Carl Reinwardt merintis kebun ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Indonesia Keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang terdapat di kawasan hutan Indonesia sangat tinggi. Saat ini tercatat kurang lebih 1.260 jenis tumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai

TINJAUAN PUSTAKA. obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai 11 TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang dikenal cukup unik dan merupakan salah satu komunitas yang kaya akan keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. SUdah berabad-abad lamanya kebun 'raya di dunia secara umum menjadi

BABI PENDAHULUAN. SUdah berabad-abad lamanya kebun 'raya di dunia secara umum menjadi BABI PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG SUdah berabad-abad lamanya kebun 'raya di dunia secara umum menjadi salah satu sarana pengembangan i1mu dan budaya yang penting. Sejak semula lembaga ini selalu bergerak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Perkembangan Wisatawan Nusantara pada tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. A. Pengertian Tumbuhan Obat

Tinjauan Pustaka. A. Pengertian Tumbuhan Obat II. Tinjauan Pustaka A. Pengertian Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang baik beberapa bagian atau keseluruhan dari bagiannya memiliki khasiat obat yang digunakan sebagai obat dalam penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari

Lebih terperinci

julukan live laboratory. Sekitar jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk

julukan live laboratory. Sekitar jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai gudangnya tanaman obat sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000 jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

Secara harfiah : conservation : con (together) + servare (keep/save). Conservation means keep or save what we have Wise use (menggunakan dengan

Secara harfiah : conservation : con (together) + servare (keep/save). Conservation means keep or save what we have Wise use (menggunakan dengan Secara harfiah : conservation : con (together) + servare (keep/save). Conservation means keep or save what we have Wise use (menggunakan dengan bijaksana,t. Roosevelt, 1902) Penggunaan sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Tumbuhan obat adalah semua spesies tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai tumbuhan obat (Hamid et al. 1991). Tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke dalam kategori lima besar di dunia dalam hal. keanekaragaman hayati. Berbagai jenis satwa dan tumbuhan banyak

BAB I PENDAHULUAN. termasuk ke dalam kategori lima besar di dunia dalam hal. keanekaragaman hayati. Berbagai jenis satwa dan tumbuhan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Indonesia termasuk ke dalam kategori lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR ANALISIS STRATEGI PEMASARAN OBAT HERBAL BIOMUNOS PADA PT. BIOFARMAKA INDONESIA, BOGOR Oleh : Surya Yuliawati A14103058 Dosen : Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, M.Ec PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Hewan primata penghuni hutan tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Primata adalah salah satu bagian dari golongan mamalia (hewan menyusui) dalam kingdom animalia (dunia hewan). Primata muncul dari nenek moyang yang hidup di pohon-pohon

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat 1.200.000 jenis tumbuhan dengan habitat asli di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten

I. PENDAHULUAN. Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya (Tahura) Tongkoh terletak di dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Tanah Karo. Kawasan hutan ini merupakan hutan konservasi yang berupa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PENGELOMPOKAN OBAT BAHAN ALAM Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat tanggal 15 Juni 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran

3. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran 19 3. METODOLOGI 3.1. Kerangka Pemikiran Tumbuhan obat adalah salah satu kekayaan koleksi KRB dan merupakan kekayaan alam yang dibutuhkan oleh masyarakat dari masa ke masa. Pemenuhan kebutuhan tumbuhan

Lebih terperinci

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI

KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI KONSEP MODERN KAWASAN DILINDUNGI *) PERLINDUNGAN PELESTARIAN MODERN Suatu pemeliharaan dan pemanfaatan secara bijaksana Pertama: kebutuhan untuk merencanakan SD didasarkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan memeliharanya. Salah satu cara untuk menjaga amanat dan anugrah yang Maha Kuasa yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi ini pada dasarnya merupakan amanat yang dipercaya Allah SWT kepada umat manusia. Allah SWT memerintahkan manusia untuk menjaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang mempunyai hutan tropis terluas di dunia dan menduduki peringkat pertama di Asia Pasifik. Hal ini membuat Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) Ragam spesies yang berbeda (species diversity), BIODIVERSITAS (Biodiversity) Biodiversity: "variasi kehidupan di semua tingkat organisasi biologis" Biodiversity (yang digunakan oleh ahli ekologi): "totalitas gen, spesies, dan ekosistem suatu daerah".

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004), definisi tumbuhan obat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM * * * * * * * * * * * * * * * * PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia mempunyai banyak potensi alam yang dapat dikembangkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia mempunyai banyak potensi alam yang dapat dikembangkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.1.1 Potensi Alam Di Indonesia mempunyai banyak potensi alam yang dapat dikembangkan untuk menunjang perekonomian negara. Salah satu contohnya adalah potensi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trend yang sedang terjadi di negara-negara industri saat ini adalah mulai mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian manufaktur yang berbasiskan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5800 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Kepariwisataan. Hortikultura. Agro. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 332) PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2014 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Buah-buahan Lokal Buah-buahan lokal merupakan buah yang varietas tanamannya asli dari Indonesia dan ditanam oleh petani Indonesia terlepas dari nama dan varietasnya.

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kajian etnobotani di Indonesia sangat penting karena di satu pihak masih

BAB I PENDAHULUAN. Kajian etnobotani di Indonesia sangat penting karena di satu pihak masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian etnobotani di Indonesia sangat penting karena di satu pihak masih banyak flora atau tumbuhan yang belum diketahui pemanfaatannya. Di sisi lain kehilangan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan

I. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan mampu menghidupkan manusia dari generasi ke generasi. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan mampu menghidupkan manusia dari generasi ke generasi. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Allah SWT menciptakan keanekaragaman faktor biotik di alam semesta. Keanekaragaman alam hayati menunjukkan berbagai variasi dalam bentuk struktur tubuh, warna, jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan telah menjadi komitmen masyarakat dunia. Pada saat ini, beberapa negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia, telah menerima konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari

BAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada

Lebih terperinci

BAB 2 Perencanaan Kinerja

BAB 2 Perencanaan Kinerja BAB 2 Perencanaan Kinerja 2.1 Rencana Strategis Tahun 2013-2018 Rencana Stategis Dinas Kean Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018 mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi

Lebih terperinci

Obat tradisional 11/1/2011

Obat tradisional 11/1/2011 Disampaikan oleh: Nita Pujianti, S.Farm.,Apt.,MPH Obat tradisional Bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik (sarian) atau campuran bahan-bahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo

A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo A. Guntur H. Subbagian Alergi-Imunologi Tropik Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fak. Kedokteran UNS Solo Sejarah Perkembangan Herbal Obat Herbal merupakan obat yang paling tua Telah lama dikenal sebagai

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme yang sangat tinggi (Abdulhadi 2001; Direktorat KKH 2005). Dari segi keanekaragaman

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis

Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis Indah Solihah Biodiversitas adalah berbagai variasi yang ada di antara makhluk hidup dan lingkungannya Sekitar 59% daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari luas hutan yg ada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan tradisional yang berbeda-beda. Di Indonesia masih banyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara pengguna tumbuhan obat terbesar di dunia bersama Negara lain di Asia seperti Cina dan India. Hal ini sangat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN

I PENDAHULUAN I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata menunjukkan tren meningkat dalam kontribusi terhadap devisa Indonesia. Pada tahun 2006, pariwisata menyumbangkan devisa sebanyak USD 4,447 miliar. Pada tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lokasi

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lokasi TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Lokasi Kabupaten Tanah Karo adalah salah satu Kabupaten di propinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibukota Kabupaten ini terletak di Kabanjahe. Kabupaten ini memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sangat kaya akan berbagai sumberdaya alam, termasuk keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Kekayaan sumberdaya alam tersebut harus dikelola

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki hutan dengan kekayaan sumber plasma nutfah yang tinggi dengan keanekaragaman species yang beragam. Khusus untuk keanekaragaman tumbuhan, di

Lebih terperinci

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1).

BAB I PENDAHULUAN. hayati sebagai sumber bahan pangan dan obat-obatan (Kinho et al., 2011, h. 1). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan tropis terkaya di dunia setelah Brazil dan masih menyimpan banyak potensi sumber daya alam hayati sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan TINJAUAN PUSTAKA 1. Kondisi Umum Hutan Batang Toru Kawasan hutan alam Batang Toru termasuk tipe hutan pegunungan rendah, hutan gambut pada ketinggian 900-1000 mdpl, hutan batu kapur, hutan berlumut (seperti

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL)

BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL) BAB II BAGAIMANA KETENTUAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP SUAKA MARGASATWA KARANG GADING DAN LANGKAT TIMUR LAUT (KGLTL) A. Definisi Suaka Marga Satwa dan Kawasan Konservasi. Alam menyediakan segala macam

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Negara Indonesia mempunyai wilayah pesisir dengan panjang garis pantai sekitar 81.791

Lebih terperinci