PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP AKSES DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP AKSES DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK"

Transkripsi

1 Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.6, No.2 Desember 2015, hlm Website: ISSN: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP AKSES DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK Fakultas Hukum Universitas Merdeka Malang ABSTRACT Indonesia do not have the legal system comprehensive national in connection with the protection of genetic resources.the current law, still in cutting and or partial effective if problems linked to maintain the law.the state of having of absolute right to protect wealth of biodiversity in which includes genetic resources.with the ratification of various international convention such as GATT, TRIPS, WTO, CBD, Cartagena and Nagoya Protocol,Indonesia bound to implement the through national law. Protection of genetic resources, associated with two legal concept that: (1), legal concept protection intellectual property right and; (2) Legal concept protection germ plasm especially genetic resources plants.the difference is that the protection of intellectual property associated with genetic resources, is disliked exclusive rights for example, the Plant Variety Protection and Patent. While the protection of access and the utilization of genetic resources is disliked communal on the use of farmers tardisional of genetic resources is not exclusive. That access to resources genetic run well, we need to by controlling the maximum as the provisions of the act of act number 11 of 2013 regarding the ratification of the Nagoya Protocol. That the purpose of the effectiveness of the protection of genetic resources in the future reach goodness in the process of legislation, harmonization good law principle and a norm law need to be carried out optimally. Several points important that need attention, among others, about standard funds, substance agreement diversion genetic material, percentage share of the profits, protection intellectual property as well as institutions supervision. Keywords: Plant Genetic Resources, Plant Variety, Strategies for Sharing Benefits. ABSTRAK Indonesia belum memiliki sistem hukum nasional yang komprehensif dalam kaitan dengan perlindungan sumber daya genetik. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, masih bersifat sektoral atau partial sehingga tidak efektif jika dihubungkan dengan persoalan penegakan hukumnya. Negara memiliki hak mutlak untuk melindungi kekayaan atas keanekaragaman hayati yang didalamnya termasuk sumberdaya genetik. Dengan telah diratifikasinya berbagai konvensi internasional seperti GATT, TRIPs, WTO, CBD, Cartagena serta Protokol Nagoya, Indonesia terikat untuk melaksanakan isi konvensi melalui perundang-undangan nasional. Perlindungan sumber daya genetik, terkait dengan dua konsep hukum yaitu: (1), konsep hukum perlindungan hak kekayaan inteketual serta; (2). Konsep hukum perlindungan plasma nutfah khususnya sumber daya genetik tanaman. Perbedaan pokoknya antara lain bahwa perlindungan hak intelektual terkait dengan sumber daya genetik, merupakan perlindungan hak eksklusif misalnya, Hak PVT maupun Hak paten. Sedangkan perlindungan atas akses dan pemanfaatan sumber daya genetik merupakan perlindungan atas pemanfaatan kepemilikan komunal petani tardisional atas sumber daya genetik yang tidak bersifat eksklusif. Agar akses terhadap sumberdaya genetik berlangsung dengan baik, maka perlu dilakukan pengaturan maksimal sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya. Agar tujuan efektifitas perlindungan sumber daya genetik di masa depan tercapai dengan baikmaka dalam proses legislasi,harmonisasi baik prinsip hukium maupun norma hukumnya perlu dilakukan secara maksimal. Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan, antara lain, tentang standar pengelolaannya, substansi perjanjian pengalihan materi genetik, prosentase pembagian keuntungan, perlindungan kekayaan intelektual maupun institusi pengawasannya. Kata Kunci: Sumber Daya Genetik, Varietas Tanaman, Strategi Bagi Hasil. 141

2 Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6, No.2 Desember 2015: Membahas persoalan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman di Indonesia jika dikaitkan dengan pengaturannya, dapat dikatakan bahwa sampai saat ini kita belum memiliki sistem pengaturan yang komprehensif. Pengaturan secara nasional tentang akses pembagian keuntungan dalam memanfaatkan sumber daya genetik, masih bersifat sektoral atau parsial yang diatur dalam beberapa perundangan seperti Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biodiversity; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resourcesfor Food and Agriculture atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol. Saat ini harapan besar digantungkan pada legalisasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Sumber Daya Genetik untuk mengimplementasikan Protokol Nagoya. Dalam proses penyusunan dan legislasi RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik yang sedang berjalan, harus memperhatikan harmonisasi baik terhadap prinsip hukum maupun norma hukumnya sehingga implementasinya menjadi efektif. Perundang-undangan tersebut, baik langsung maupun tidak langsung substansinya ada kaitan dengan persoalan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Substansi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman tersebut juga mengatur pemanfaatan sumber daya genetik melalui sistem sui generis yang terkait dengan hak Paten. Sedangkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten yang terkait dengan perlindungan sumber daya genetik, dianggap tidak banyak memberi manfaat dan tidak mengatur pembagian keuntungan khususnya pada pihak pemilik sumberdaya genetik, karena sifat hak paten yang eksklusif hanya berpihak pada korporasi atau industri semata. Pembentukan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, di samping sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 tentang Pengesahan Agreement Establishing WTO, juga telah mengadopsi beberapa ketentuan Internasional Convention for The Protectionof New Varietas of Plants atau UPOV Convention (Adriana, 2004: 2004). Apakah sumber daya genetik itu? Menurut ketentuan pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity, Sumber Daya Genetik adalah bahan genetik yang memiliki nilai guna, baik secara nyata maupun yang masih berpotensi (genetic material of actual on potential value). Bahan genetik ini meliputi pula semua bahan dari tumbuhan, hewan atau jasad renik termasuk hasil turunannya (derivatif) yang mewarisi sifat-sifat asal (hereditas). Dalam konteks sumber daya genetik, kata Perlindungan tersebut sangat relevan dengan persoalan pelestarian dan tindakan pemberian ijin (lisensi) akses pemanfaatan sumber daya genetik atas permintaan pihak lain, serta tatacara pembagian keuntungan (fee, royalty) atas pemanfaatannya kepada pemilik sumber daya genetik. Hal demikian ini secara internasional antara lain, diatur dalam Protokol Nagoya 2010 (Nagoya Protocol). Salah satu tujuan utama konsep hukum perlindungan sumberdaya genetik adalah untuk menjawab persoalan tentang pelestarian, sehingga keberagaman genetik tersebut tidak punah. Indonesia telah meratifikasi Protokol Nagoya pada 8 Mei 2013 dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun Sebelum disepakatinya Protokol Nagoya 2010, dunia internasional melalui Perserikatan 142

3 Perlindungan Hukum terhadap Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Bangsa Bangsa telah mengeluarkan kesepakatan The United Nations Convention on Biological Diversity (CBD) yang kemudian di Indonesia ditindak lanjuti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi TheUnited Nations Convention on Biological Diversity. Keistimewaan konvensi ini adalah diakuinya kedaulatan negara untuk memanfaatkan sumberdaya genetik sepanjang selaras dengan kebijakan lingkungan hidup. Sehubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan keberagaman genetik khususnya dalam hal pelestarian, konvensi ini mengatur beberapa hal pokok seperti: a). Pelestarian (conservation); b). Pemanfaatan (disemination) sumber hayati yang berkelanjutan; c). Pembagian keuntungan (benefit sharing) yang adil dalam pemanfaatan; d). Perlindungan pengetahuan tradisional (traditional knowledge); e). Transfer teknologi (transfer of technology) yang mendukung keberagamangenetik. Salah satu Kelemahan United Nations Converence on Biological Diversity adalah kesulitan dalam melaksanakan akses terhadap sumberdaya genetik, karena setiap negara pemilik sumberdaya genetik tentu saja berupaya melindungi sumberdaya genetik yang dimilikinya. Untuk mendapat akses itu, harus ada ijin resmi melalui kesepakatan antar negara yang berkepentingan. Khusus untuk tanaman pangan, FAO telah memberi fasilitas dengan terbentuknya The International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture, dimana akses sumberdaya genetik dapat dilakukan melalui sistem multilateral dengan memakai Standard Material Transfer Agreement atau Perjanjian Pengalihan Materi. Sehubungan hal ini pemerintah Indonesia mengesahkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture. Sebenarnya dari aspek perlindungan hak kekayaan intelektual, substansi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman telah membuat suatu terobosan bahwa dalam upaya menjaga keberagaman hayati yakni melalui mekanisme pendaftaran varietas di Kantor PVT yang berfungsi sebagai basis data. Dalam hal ini Pemerintah Daerah telah didorong untuk mendaftarkan berbagai varietas lokal yang memiliki ciri khusus yang hanya ditemukan didaerahnya saja untuk dilindungi melalui mekanisme pendaftaran tersebut. Sebagaimana diketahui, bahwa varietas lokal demikian itu merupakan salah satu sumberdaya genetik untuk memperoleh varietas unggul. Hal ini telah ditindaklanjuti melalui Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2004 tentang Penamaan, Pendaftaran dan Penggunaan Varietas asal untuk merakit Varietas Turunan Esensial. Dalam hal ini maka melalui Kepala Daerah (Gubernur, Bupati atau Walikota)dalam kapasitasnya mewakili kepentingan masyarakat di wilayahnya, selaku pemilik varietas lokal (comunal rights) mengajukan permohonan pendaftaran varietas tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada relevansi yang sangat mendasar antara konsep hukum perlindungan PVT yang diatur dalam TRIPs serta UPOV Convention dengan konsep perlindungan sumberdaya genetik, mengingat bahwa sumberdaya genetik merupakan salah satu materi dasar untuk merakit (engineering) suatu varietas unggul. Permasalahannya adalah apakah sumberdaya genetik yang akan dijadikan sebagai material dasar untuk merakit varietas unggul tersebut masih berada di habitat aselinya (natural), sehingga tidak termasuk dalam kategori sebagai varietas tanaman budidaya. Adapun syarat agar sumberdaya genetik tersebut dapat dikategorikan sebagai varietas lokal adalah bilamana materi genetik yang bersangkutan telah dibudidayakan secara turun 143

4 Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6, No.2 Desember 2015: menurun oleh petani tradisional sehingga menjadi milik masyarakat lokal (comunal rights). Konvensi Keanekaragaman Sumberdaya Genetik di Nagoya 2010, bertujuan untuk menegaskan kembali ketentuan yang telah diaturkonvensi CBD, bahwa negara memiliki hak absolut atas sumberdaya genetik. Negara bertanggung jawab untuk melakukan konservasi, pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya genetik tersebut dari kepunahan yang akhirnya menghambat kegiatan seorang pemulia tanaman (plant breeders) untuk menghasilkan varietas tanaman unggul. Terdapat konsep perlindungan hukum yang saling mendukung antaraperlindungan varietas tanaman sebagai salah satu obyek hak kekayaan intelektual pada TRIPs, dengan pengaturan dalam Protokol Nagoya 2010, yang telah menyepakati peraturan tentang kemudahan akses sumberdaya genetik dan pembagian keuntungan yang adil dan sebanding atas pemanfaatan hasil perakitan varietas tanaman. Protokol ini telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya, yang mengatur tentang kepemilikan bersama atas perlindungan Hak kekayaan Intelektual varietas yang dirakit dari sumberdaya genetik. Walaupun beberapa substansi Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman masih dinilai belum sejalan dengan perlindungan sumber daya genetik, tetapi masihdinilai cukup akomodatif, sehingga keberadaan Undang-Undang tersebutsampai saat ini, mempunyai nilai strategis jika dikaitkan degan substansi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya. Kelemahan Undang-Undang Nomor 29 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, memang tidak secara tegas mengatur tentang pembagian keuntungan apabila memerlukan akses sumber daya genetik sebagai dasar merakit varietas baru tanaman. Permasalahan Apakah sistem hukum nasional kita saat ini, sudah sejalan sehingga dapat menampung semua aspek perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya genetik? Tampaknya masih diperlukan waktu cukup lama bagi kita untuk memaksimalkan penggunaan sumberdaya genetik. Apa upaya optimal yang harus dilakukan oleh pemerintah tentang mempersiapkan dan mengimplementasikan isi kesepakatan Protokol Nagoya,sehingga dalam legislasi RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik, menjadi harmoni dengan ketentuanundang- Undang Nomor 11 Tahun 2013 atau dengan peraturan perundangan nasional lainnya? Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Melalui Sistem Sui Generis terhadap Akses Sumber Daya Genetik Terdapat dua aspek hukum hak kekayaan intelektual terkait dengan akses serta pemanfaatan sumber daya genetik, yaitu perlindungan hak varietas baru tanaman yang menggunakan sumber daya genetik sebagai bahan merakit varietas unggul, serta perlindungan hak paten terkait dengan invensi penggunaan jasad renik sebagai sumber daya genetik. Varietas tanaman adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman, pertumbuhannya, daun, bunga, biji dan ekspresi karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat membedakan dari jenis atau spesies yang sama, oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila diperbanyak, tidak mengalami perubahan Demikian menurut ketentuan pasal 1 butir (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Dengan demikian maka varietas baru tanaman yang dapat memperoleh perlindungan PVT, 144

5 Perlindungan Hukum terhadap Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman adalah yang memenuhi kriteria: BUSS yaitu Baru, Unik, Seragam, serta Stabil. Pengertian varietas tersebut secara umum tidak berbeda atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jadi yang menjadi obyek perlindungan hak PVT adalah varietas-varietas unggul baru hasil dari penelitian pemuliaan, baik secara konvensional seperti persilangan dan mutasi, maupun dengan cara bio teknologi. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar calon varietas tanaman memenuhi kriteria BUSS seperti disebutkan di atas, adalah sebagai berikut: 1). Varietas dianggap baru (Novelty, New). Varietas dianggap baru apabila pada saat penerimaan permohonan (first to file principle) hak PVT, bahan perbanyakan atau hasil panen dari varietas tersebut belum pernah diperdagangkan atau jika telah diperdagangkan, tetapi tidak lebih dari setahun atau jika diperdagngkan ke luar negeri, tidak lebih dari empat tahun untuk tanaman semusim (hortikultura) dan enam tahun untuk tanaman tahunan; 2). Varietas dianggap unik (Distinct). Suatu varietas tanaman dianggap unik apabila dapat dibedakan secara jelas dengan varietas lain yang keberadaannya sudah diketahui atau dikenal secara umum, pada saat penerimaan permohonan hak PVT (first to file principle); 3). Varietas tanaman dianggap seragam (Uniform). Varietas tanaman dikatakan memiliki sifat seragam, jika dalam penilaian (pemeriksaan substantif) memang terbukti seragam meskipun bervariasi sebagai akibat dari cara tanam atau pengaruh lingkungan yang berbeda; 4). Varietas danggap stabil (Stability). Varietas dikatakan stabil apabila setelah dilakukan penilaian (pemeriksaan substantif) sifatsifatnya tidak mengalami perubahan, meskipun setelah ditanam berulang-ulang atau untuk yang diperbanyak melalui siklus perbanyakan khusus, tetap tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut. Maksud dari perbanyakan khusus ialah suatu siklus perbanyakan untuk varietas tanaman hibrida atau pola perbanyakan, misalnya kultur jaringan atau stek dari batang dan daun yakni perbanyakan vegetatif. Varietas yang telah diberi hak PVT selanjutnya dapat diberikan nama (penamaan) yang akan menjadi nama varietas bersangkutan. Sebagai konsekuensi hukum dari pemberian hak PVT maupun penamaannya, dapat disebutkan sebagai berikut: a. Nama varietas dapat terus digunakan walaupun waktu perlindungan hak PVT tersebut telah berakhir; b. Pemberian nama tidak boleh menimbulkan kerancuan terhadap sifat-sifat varietas; c. Pemberian nama varietas dilakukan oleh pemohon PVT serta didaftarkan pada Kantor PVT; d. Apabila penamaan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan butir (b) di atas, maka Kantor PVT dapat menolak penamaan untuk meminta penamaan yang baru; e. Apabila nama varietas tersebut ternyata telah digunakan untuk varietas yang lain, maka pemohon wajib mengganti nama varietas yang diusulkan; f. Nama varietas yang diusulkan dapat pula dimohonkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai Merek Dagang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pada dasarnya konsep hukum dalam perlindungan hak PVT relevan dengan ketentuan Article 27 (3) TRIPs yang menyebutkan bahwa: however, members shall provide for the protection of the plant varieties either by patents or by an effective sui-generis 145

6 Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6, No.2 Desember 2015: systemor by any combination thereof. Konsekuensi dari aturan tersebut, maka sebenarnya setiap negara dapat melindungi varietas tanaman melalui salah satu dari tiga metode yaitu sistem perlindungan paten, sistem sui-generis yang efektif seperti hak pemulia tanaman atau melalui kombinasi antara paten dan sistem sui-generis (, 2013, 46). Sejalan dengan konsep perlindungan hak kekayaan intelektual atas pemanfaatan sumber daya genetik, pada dasarnya semua invensi teknologi terkait akses atas jasad renik dapat diberi perlindungan paten, dengan beberapa perkecualian sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten. Ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten menyatakan bahwa penggunaan jasad renik merupakan salah satu invensi yang dapat diberikan paten. Kelemahan Undang-Undang ini adalah tidak mengatur secara khusus tentang bagaimana pembagian keuntungan atas pemanfaatan sumber daya genetik tersebut. Hal ini logis mengingat konsep perlindungan hak paten sebagai hak eksklusif, hanya melindungi hak privat (absolut) pemilik hak paten yang umumnya korporasi. Jika ditanyakan apakah pihak pemilik sumber daya genetik sebagai pemilik aselinya memperoleh insentif tertentu, maka jawabannya sama sekali tidak ada. Sedangkan jika penggunaan akses atas sumber daya genetik itu dimintakan perlindungan melalui hak varietas tanaman, penjelasan pasal 7 dengan tegas dikatakan bahwa pengecualian pemberian paten untuk mahluk hidup yang berhubungan dengan varietas tanaman, disebabkan hal itu secara khusus telah diatur (Lex specialis) dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentangperlindungan Varietas Tanaman. Perlindungan Varietas Tanaman tersebut, sesusai dengan ketentuan Article 27 (3) TRIPs memberi alternatif lain dalam pemberian hak PVT yakni melalui sistem sui-generis. Sistem ini pada hakekatnya merupakan jalan tengah terhadap sikap prokontra khususnya atas sikap moral atau etika layak dan tidaknya penggunaan substansi mahluk hidup pada invensi teknologi. Di samping itu, juga untuk menghindari adanya tindakan penjiplakan atas pengetahuan tradisional atau kearifan lokal, yang secara turun temurun telah memanfaatkan sumberdaya genetik di lingkungannya. Kelemahan yang ada baik Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman maupun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Paten jika dikaitkan dengan akses atas sumber daya genetik, adalah keduanya sama sekali tidak mengatur tentang bagaimana pembagian keuntungan yang adil dari digunakannya sumber daya genetik tersebut khususnya kepada masyarakat lokal pemilik pengetahuan tradisionalnya. Perlindungan Hak Petani Tradisional Walaupun substansi pemanfaatan sumber daya genetik belum selaran dengan ketentuan Protokol Nagoya, dapat dikatakan bahwa isi ketentuan pasal 7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, paling tidak memiliki tiga nilai strategis, yaitu pertama merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional masyarakat (traditional knowledge) atas varietas lokal. Hal itu secara tegas dikatakan bahwa negara menguasai varietas lokal milik masyarakat. Melalui penguasaan tersebut, negara dalam hal ini melalui Pemerintah Daerah; Ke dua, dapat memanfaatkan sumberdaya genetik; dan ke tiga, sebagai pelestarian. Pengetahuan tradisional masyarakat khususnya petani, merupakan konsep dasar yang telah diatur dalam Article 8 (j) pada The United Nations Convention on Biological Diversity yang antara lain menyatakan bahwa:...to encourage the equitable sharing of the benefits arising from the utilization of such knowledge, innovation and practices. 146

7 Perlindungan Hukum terhadap Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Dengan demikian pengetahuan tradisional ini memungkinkan komunitas lokal mempunyai hak untuk dapat mengakses penggunaan tanah maupun sumberdaya genetik sebagai mata pencaharian. Ini merupakan pengakuan atas adanya hak petani (farmer rights) untuk menikmati hak ekonominya. Konsep hak komunitas demikian ini sangat dekat pengertiannya dengan konsep hak ulayat dalam hukum adat. Akan tetapi perbedaannya dengan konsep perlindungan hak kekayaan intelektual, bahwa hak kekayaan intelektual merupakan perlindungan hak privat sedangkan konsep perlindungan pengatahuan tradisional lebih bersifat perlindungan hak komunal atau hak kolektif. Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, salah satu solusi yang tepat dalam konteks kebijakan pemerintah dalam melindungi kepentingan masyarakat atas pengetahuan tradisional yang dimilikinya secara turun temurun sebagai hak kolektif. Konsekuensinya bahwa pengetahuan tradisional tersebut berkedudukan sebagai milik kolektif, sehingga dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep perlindungan varietas tanaman lokal yang diakui oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman sebagai milik bersama masayarakat, masih relevan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Nagoya Protocol yang juga mengakui adanya hak milik kolektif masyarakat atas sumberdaya genetik. Dengan menerapkan sistem sui-generis dalam konsep pemberian hak PVT maka hak yang melekat pada pemulia tanaman (plantbreeders), melekat unsur-unsur sebagai berikut: a. Varietas tanaman tidak dapat diberikan hak paten karena bertentangan dengan tujuan melindungi kehidupan tanaman sebagai mahluk hidup; b. Masyarakat atau petani diizinkan untuk menggunakan kembali benih yang didapat dari varietas yang dilindungi dengan cara menyimpan sebagian hasil panen untuk ditanam kembali pada musim tanam berikutnya, tanpa ada kewajiban membayar (royalti) kepada pemegang hak PVT selama tidak mengkomersilkan benih tersebut; c. Pemegang hak PVT harus diizinkan untuk menggunakan bahan tanaman (sumberdaya genetik) yang dilindungi untuk pengembangan lebih lanjut tanpa persetujuan dari pemegang hak PVT, tetapi wajib memberikan sejumlah kompensasi; d. Pemegang hak PVT harus menyediakan kompensasi untuk petani tradisional yang telah menyediakan sumberdaya genetik berupa varietas tanaman lokal atau pengetahuan tradisonalnya untuk pengembangan varietas yang dilindungi, sebagai konsekuensi adanya pengakuan yuridis terhadap hak komunitas masyarakat; e. Mekanisme peralihan hak melalui lisensi wajib (compulsory lisence) harus dilakukan, khususnya ketika menyangkut hal-hal yang dianggap mendesak berkaitan dengan kepentingan masyarakat (negara) yang lebih luas. Melalui pemahaman menyeluruh atas konsep pemberian hak PVT sebagaimana diatur Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman, secara seimbang mengakomodasi berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi konflik kepentingan antara pemegang hak PVT di satu pihak, khususnya korporasi dengan kepentingan masyarakat aseli pemilik pengetahuan tradisionalnya selaku pemilik hak petani (farmer rights). Konsep Perlindungan Terhadap Akses dan Pembagian Keuntungan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik The International Treaty on Plant Genetic for Food and Agriculture, telah mengakui adanya hak- 147

8 Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6, No.2 Desember 2015: hak petani sebagaimana Article 9, dinyatakan adanya pengakuan atas kontribusi masyarakat yang merupakan adopsi dari konvensi Keberagaman Hayati. Article 9 ini mengakui kontribusi masyarakat lokal (tradisional) dan petani lokal untuk konservasi dan pengembangan berkelanjutan terhadap sumber daya genetik, khususnya tanaman pangan yang harus dijamin oleh pemerintah melalui hukum nasionalnya. Khusus tentang pembagian keuntungan (benefit sharing) tersebut, The International Treaty on Plant Genetic for Food and Agriculture mengatur sebagai berikut: 1. Pembagian keuntungan atas pemanfaatan sumber daya genetik melalui pertukaran informasi; 2. Akses untuk transfer teknologi; 3. Pembangunan kapasitas; 4. Pembagian keuntungan moneter dan keuntungan lain yang sifatnya komersial. Article 9 ini telah memberikan hak kepada petani untuk diprioritaskan dalam penyimpanan, penggunaan, pertukaran atau penjualan benih tanaman yang diakui melalui hukum nasionalnya. Dengan disahkannya konvensi tersebut, maka pemerintah memiliki beberapa kewajiban seperti: 1. Menyediakan akses pada sumber daya genetik tanaman kepada pihak lain baik perorangan atau badan hukum didalam yurisdiksi negara pihak lain tersebut, serta kepada pusat riset pertanian internasional yang telah melakukan perjanjian dengan badan pengatur perjanjian; 2. Mendorong badan penelitian publik atau perorangan dan badan hukum yang berada dalam yurisdiksi Indonesia untuk menyertakan sumber daya genetik tanamannya ke dalam sistem multilateral; 3. Menjamin melalui perundangan nasionalnya bahwa standar perjanjian pengalihan materi (PPM) yang telah ditetapkan oleh badan pengatur, diterapkan dalam transaksi akses dan tukar menukar sumber daya genetik; 4. Memberi informasi terkait pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik yang tidak bersifat rahasia dan terkait dengan kepentingan negara Indonesia kepada sistem informasi perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum nasional; 5. Menerapkan perlindungan hak kekayaan intelektual yang melekat pada sistem multilateral; sumber daya genetik tanaman, informasi dan/atau teknologi yang diterima dari sistem multilateral; 6. Melaksanakan kebijakan dan hukum untuk mendorong pemanfaatan berkelanjutan terhadap sumber daya genetik tanaman untuk mencapai ketahanan pangan dan pertanian berlanjutan, baik di tingkat nasional, regional maupun global. Apabila kembali pada Article 15 The United Nations Convention on Biological Diversity, antara lain dinyatakan bahwa akses dan pembagian keuntungan merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh akses ke sumber daya genetik dan cara bagaimana mengatur pembagian keuntungan yang diperoleh, baik untuk negara penyedia sumber daya genetik termasuk didalamnya masyarakat tradisional pemeilik sumber daya genetik dengan penggunnya yakni kalangan industri. Menurut The United Nations Convention on Biological Diversity, pemerintah negara yang telah meratifikasinya memiliki dua tanggung jawab yaitu: 1. Menyediakan sistem yang dapat memfasilitasi akses terhadap sumber daya genetik dengan tujuan berorientasi pada lingkungan hidup; 2. Memfasilitasi bahwa keuntungan yang dihasilkan dan pemanfaatan dibagi dengan adil atau seimbang antara penyedia dengan pengguna sumber daya genetik. Selanjutnya berdasarkan Protokol Nagoya merupakan kelanjutan dari The United Nations 148

9 Perlindungan Hukum terhadap Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Convention on Biological Diversity, sebagai upaya mengikat negara peserta dalam mengatur atur sumber daya genetik tanaman dan cara pembagian keuntungan yang adil. Protokol Nagoya sendiri diadopsi pada The Conference of The Parties 10 tahun 2010 di Nagoya, Jepang. Pengaturan tentang akses dan pembagian keuntungan terhadap akses sumber daya genetik, merupakan bagian ke tiga dari The United Nations Convention on Biological Diversity yang baru dapat diimplementasikan pada Protokol Nagoya Protokol Nagoya mengakui kedaulatan negara dalam melindungi sumber daya genetik, sehingga perlakuan terhadapnya menjadi tidak bebas, misalnya untuk diperjualbelikan, tetapi dalam mengaksesnya haruslah memenuhi persyaratan yang diatur oleh protokol yaitu atas dasar persetujuan dan informasi awal (Prior informed consent) serta adanya kesepakatan bersama (Mutually agree terms) yang wajib melibatkan masyarakat lokal atau tradisional pemilik sumber daya genetik. Prior informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh otoritas nasional yang kompeten dari negara pemilik kepada pengguna sumber daya genetik. Penggunaan Prior informed consent tersebut haruslah sesuai dengan kerangka hukum nasional di negara peserta konvensi. Sedangkan Mutually agree terms adalah kesepakatan bersama yang dicapai antara pemilik sumber daya genetik dengan pihak penggunanya. Substansi kesepakatan tersebut paling tidak mengenai kondisi akses atau pemanfaatannya serta jenis keuntungan yang akan diperoleh para pihak. Karena hal ini terkait dengan hubungan hukum keperdataan, selayaknya kesepakatan itu didasari oleh iktikad baik dan saling percaya oleh para pihak (Krisnani Setyowati, 2005, 145). Legislasi Perlindungan Sumber Daya Genetik Mencermati proses legislasi pembentukan RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik, maka konsep pembagian keuntungan dalam pemanfaatan sumber daya genetik meliputi: 1. Perlindungan Sumber daya genetik; 2. Pembagian informasi dan pengetahuan; 3. Kompensasi pemanfaatan langsung; 4. Akses teknologi; 5. Upaya pengembangan langsung. Sedangkan pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik, telah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kepemilikan sumber daya genetik akan menentukan kepada siapa hasil pemanfaatan tersebut harus dibagikan, misalnya pemerintah, masyarakat atau individu; 2. Jenis keuntungan serta manfaat yang akan dibagikan sebagai manfaat langsung berupa uang, atau keuntungan sedangkan keuntungan sebagai manfaat tidak langsung yang tidak merupa uang misalnya teknologi dan pengetahuan; 3. Pemberlakuan hak kekayaan intelektual sebagai mekanisme pembagian keuntungan; 4. Kerangka waktu pembagian keuntungan; 5. Penguatan kelembagaan dengan mengikut sertakan lembaga berwenang di tingkat nasional dalam tatacara akses, agar kelak dapat memonitor akses tersebut; 6. Pemberlakuan sistem royalty (lisensi) sehingga walaupun akses telah terhenti, apabila masih ada hak intelektual (lisensi) yang terkait didalamnya maka pembagian royalty tersebut tetap berjalan (Krisnani Setyowati, 2005, 177). Harmonisasi Aturan Rekayasa Genetika Salah satu persoalan saat ini yangmungkin bisa menghambat proses legislasi pembentukan atau pengesahan RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik yang terkait dengan perlindungan PVT adalah peraturan tentang rekayasa genetika. Seperti diketahui bahwa produk pertanian sangat bergantung pada inovasi dan invensi teknologi 149

10 Jurnal Cakrawala Hukum Vol.6, No.2 Desember 2015: khususnya terkait dengan rekayasa genetika. Oleh karenanya RUU Sumber Daya Genetik tersebut harus bisa memberikan ruang seluas-luasnya bagi perkembangan teknologi untuk meningkatkan produksi maupun kualitasnya. Patut diduga bahwa salah satu hambatan legalisasi RUU tersebut berhubungan dengan persoalan pemakaian benih hasil rekayasa genetika atau Genetically Modified Organism atau GMO yang sampai sekarang, masih kontroversi (misalnya produk jagung) walaupun hasil rekomendasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) di Amerika Serikat, sudah menyatakan bahwa produk GMO demikian itu aman dari aspek kesehatan manusia dan aman dari aspek lingkungan hidup. Sinergi antar Institusi Sinergi antar institusi dalam penghelolaan sumber daya genetika, merupakan suatu hal yang strategis karena dibutuhkan kerja sama antara institusi pemerintah beserta masyarakat. Tanpa sinergi tersebut amat sukar untuk mewujudkan tata kelola dan melindungi sumber daya genetika yang ada di Indonesia. Protokol Nagoya yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 akan bermanfaat bagi Indonesia, karena negara menguasai sumber daya genetika dan negara berdaulat pula untuk mengatur akses dan pengetahuan tradisional masyarakat dan komunitas lokal, sejalan dengan pasal 33 dan pasal 18 UUD 1945 (Jatna Supriatna, Apa Manfaat Perjanjian Protokol Nagoya bagi Indonesia, National Geographic Indonesia, nationalgeogrhapic.co.id>opini, diakses tanggal 25 Maret 2015). Sinergi yang demikian itu sudah sewajarnya dilakukan pada setiap lini yang melibatkan baik kelembagaan pemerintah maupun masyarakat sebagaimana diatur dalam Protokol Nagoya. Jadi harapan kita bersama agar legislasi pemebentukan RUU Perlindungan Sumber Daya Genetik yang akan datang, substansinya dapat mendorong sinergitas yang baik sehingga pemanfaatan sumber daya genetik ini dapat memberi manfaat bagi penyedia maupun penggunaannya. Penutup Perlindundungan sumber daya genetik di Indonesia tidak dapat dilakukan secara parsial atau sektoral. Perlindungan sumber daya genetik sesuai dengan beberapa Konvensi internasiona, misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya perlu ditindak lanjuti melalui legislasi yang cermat sehingga mengharmoniskan beberapa prinsip hukum, misalnya perlindungan hak kekayaan intelektual di satu pihak dengan konsep perlindungan atas pemanfaatan sumber daya genetik itu sendiri yang merupakan hak milik bersama (komunal) petani tradisional. Beberapa poin penting yang patut dicermati misalnya persyaratan akses sumber daya genetik, penentuan besarnya pembagian keuntungan, pihak yang berhak atas keuntungan, jenis keuntungan maupun perlindungan kekayaan intelektual yang relevan. DAFTAR PUSTAKA Djaja, Hendra, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Prinsip Dasar dan Norma Perlindungan Varietas Tanaman- Rahasia Dagang-Desain Industri-Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu-Paten-Merek dan Hak Cipta, Surya Pena Gemilang Publishing, Malang, Djaja, Hendra, Sistem Kombinasi Antara Paten dan Sistem Sui Generis, Pada Perlindungan Varietas Tanaman, Jurnal Ilmu Hukum Pandecta, Edisi Juni Krisnawati, Adriana dan Saleh Gazalba, Perlindungan Hukum Varietas Baru Tanaman-Dalam Perspektif Hak Paten dan HakPemulia, Rajawali Pers, Jakarta, Moeljono, Sugiono, Perlindungan Varietas Tanaman: Perlunya Pemahaman Secara Menyeluruh dan Benar, INFO PVT & PP- Plant Variety Protection and Agricultural Permits Gazette, Edisi Ke II, Mei-Agustus

11 Perlindungan Hukum terhadap Akses dan Pemanfaatan Sumber Daya Genetik Marwoto, Budi, Pemahaman Menyeluruh Terhadap Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, INFO PVT & PP-Plant Variety Protection and Agricultural Permits Gazette, Edisi Ke II, Mei-Agustus Setyowati, Krisnani; Lubis, Efridani; Anggraini, Elisa; Wibowo, Hendra, Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi, Bogor, IPB, Supriatna, Jatna, Apa Manfaat Perjanjian Protokol Nagoya bagi Indonesia, National Geogrhapioc Indonesia, nationalgeogrhapic.co.id, diakses tanggal 25 Maret Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Cartegena Protocol on Biodiversity; Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture; Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Protokol Nagoya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity; 151

Perlindungan Varietas Tanaman. Dasar Hukum. Perbandingan dg Negara Lain

Perlindungan Varietas Tanaman. Dasar Hukum. Perbandingan dg Negara Lain Perlindungan Varietas Tanaman Tim Dosen HKI Fakultas Hukum Universitas Brawijaya 1 SEJARAH PVT Dimulai dari adanya Mendel s Genetic Law 1900. sejak saat itu negara-negara seperti Perancis, Inggris, Italia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG AKSES PADA SUMBER DAYA GENETIK SPESIES LIAR DAN PEMBAGIAN KEUNTUNGAN ATAS PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 19 Januari 2016; disetujui: 26 Januari 2016 Indonesia merupakan negara yang kaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN I. UMUM Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 241, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing The World Trade

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU No.29 Tahun 2000) DR. Ir. Sugiono Moelyopawiro, MSc.

Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (UU No.29 Tahun 2000) DR. Ir. Sugiono Moelyopawiro, MSc. KATA PENGANTAR Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor : G1-11.PR.09.03 Tahun 2006 Tertanggal 16 Januari 2006 dibentuklah Tim Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Perlindungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk tesis ini adalah penelitian hukum normatif

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk tesis ini adalah penelitian hukum normatif BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan untuk tesis ini adalah penelitian hukum normatif (normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGESAHAN NAGOYA PROTOCOL ON ACCESS TO GENETIC RESOURCES AND THE FAIR AND EQUITABLE SHARING OF BENEFITS ARISING FROM THEIR UTILIZATION TO THE

Lebih terperinci

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan

Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang dan Tujuan

1.1. Latar Belakang dan Tujuan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 29 Tahun Tentang : Perlindungan Varietas Tanaman

Undang-Undang No. 29 Tahun Tentang : Perlindungan Varietas Tanaman Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 Tentang : Perlindungan Varietas Tanaman DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara agraris,

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 7 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke-3 Sifat Rapat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN I. UMUM Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki sumberdaya hayati yang sangat

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law)

TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. (Intelectual Property Rights Law) TUGAS MATA KULIAH HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (Intelectual Property Rights Law) Hak Kekayaan Intelektual : Jenis Jenis dan Pengaturannya O l e h : APRILIA GAYATRI N P M : A10. 05. 0201 Kelas : C Dosen

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2014 LIPI. Perjanjian. Pengalihan. Material. Pedoman PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber Daya Alam (SDA) adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada umumnya, sumber daya alam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BREEDER RIGHTS AND FARMERS RIGHTS

BREEDER RIGHTS AND FARMERS RIGHTS BREEDER RIGHTS AND FARMERS RIGHTS Oleh: Erizal Jamal Diskusi Terbatas Pusat PVTPP, Bogor, 19 Januari 2018 KEMENTERIAN PERTANIAN PUSAT PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PERIZINAN PERTANIAN 2017 Internasionalisasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PENGUJIAN, PENILAIAN, PELEPASAN DAN PENARIKAN VARIETAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1721, 2017 KEMENTAN. Pelepasan Varietas Tanaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMENTAN/TP.010/11/2017 TENTANG PELEPASAN VARIETAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENAMAAN, PENDAFTARAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS ASAL UNTUK PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2013, No.73.

2013, No.73. 5 2013, No.73 2013, No.73 6 7 2013, No.73 2013, No.73 8 9 2013, No.73 2013, No.73 10 11 2013, No.73 2013, No.73 12 13 2013, No.73 2013, No.73 14 15 2013, No.73 2013, No.73 16 17 2013, No.73 2013, No.73

Lebih terperinci

PERIZINAN PENELITIAN ASING. PP No 41/2006

PERIZINAN PENELITIAN ASING. PP No 41/2006 PERIZINAN PENELITIAN ASING PP No 41/2006 Latar Belakang Dasar Hukum: 1) UU. No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2) PP. No.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121/Permentan/OT.140/11/2013 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA

KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA KONVENSI INTERNASIONAL DAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PERLINDUNGAN KEHATI DAN MTA MUHAMMAD AGIL (FKH IPB) Pelatihan Penyusunan MTA Konvensi Internasional dan Peraturan Perundang- Undangan Terkait Perlindungan

Lebih terperinci

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA)

PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL(PPM) ATAU MATERIAL TRANSFER AGREEMENT (MTA) DEPARTEMEN PERTANIAN Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008 PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN MATERIAL (PPM) ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Oleh Rosia Luckyani Sidauruk Ngakan Ketut Dunia Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Rosia Luckyani Sidauruk Ngakan Ketut Dunia Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN YANG DIHASILKAN OLEH PEMULIA TANAMAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN (PVT) Oleh Rosia Luckyani Sidauruk Ngakan Ketut Dunia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

V. SIMPULAN. Pertanian RI yang berperan melakukan pengawasan dan pengelolaan PVT. Pusat PVT

V. SIMPULAN. Pertanian RI yang berperan melakukan pengawasan dan pengelolaan PVT. Pusat PVT V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil simpulannya sebagai berikut: 1. Pusat PVT adalah lembaga pemerintahan yang berada di bawah lingkungan Departemen Pertanian RI

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

BAB II PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Harmonisasi antara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional

BAB II PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Harmonisasi antara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional BAB II PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM PENGATURAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Pengetahuan Tradisional Harmonisasi antara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional merupakan hal penting dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Tujuan Sistem Paten HAK PATEN. Tujuan Sistem Paten (lanjutan) 08-Apr-17. Untuk menyeimbangkan:

Tujuan Sistem Paten HAK PATEN. Tujuan Sistem Paten (lanjutan) 08-Apr-17. Untuk menyeimbangkan: Tujuan Sistem Paten HAK PATEN Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. Fakultas Hukum Univ Brawijaya Untuk menyeimbangkan: Hak Inventor mendapatkan reward atas invensinya yg berguna Hak masyarakat yg ingin menggunakan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 8/Sep-Nov/2014 TINDAK PIDANA TERHADAP PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA 1 Oleh: Rio Christian Wenas 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN,

TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sebagai penghargaan

Lebih terperinci

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN

ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN ACTION PLAN IMPLEMENTASI PERJANJIAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN Oleh DR (IPB) H. BOMER PASARIBU, SH,SE,MS.* SOSIALISASI UU NO 4 TH 2006 Tentang Pengesahan Perjanjian Mengenai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

Lebih terperinci

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 442/Kpts/HK.310/7/2004 TENTANG SYARAT DAN TATACARA PERMOHONAN DAN PEMBERIAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sebagai penghargaan

Lebih terperinci

1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 14 TAHUN 2004 (14/2004) TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II I. PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Penemuan Varietas Tanaman

BAB II I. PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Penemuan Varietas Tanaman BAB II I. PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Penemuan Varietas Tanaman Hak kekayaan intelektual merupakan hak kebendaan, hak atas sesuatu benda yang bersumber dari hasil kerja

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL Sebagai negara berkembang, Indonesia perlu mengupayakan adanya persaingan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan limpahan sumber daya alam sehingga dijuluki sebagai negara agraris yang mengandalkan perekonomian sektor pertanian. Oleh

Lebih terperinci

SOFYAN ARIEF SH MKn

SOFYAN ARIEF SH MKn Kekayaan Intelektual SOFYAN ARIEF SH MKn sofyanariefumm@gmail.com 085736025201 PROSES LAHIRNYA KARYA INTELEKTUAL Olah pikir manusia Lahir karena kemampuan Intelektual Manusia Manusia Menghasilkan suatu

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Prodi Ilmu Hukum UNRIKA Bidang pertanian di

Lebih terperinci

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN

PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN PANDUAN PERMOHONAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PENELITIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN JL. RAGUNAN 29, PASAR MINGGU JAKARTA SELATAN 2011 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

KebijakanKeanekaragamanHayati. FakultasPertaniandanPeternakan

KebijakanKeanekaragamanHayati. FakultasPertaniandanPeternakan KebijakanKeanekaragamanHayati Zulfahmi FakultasPertaniandanPeternakan Sebelum Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) Sumber daya hayati sebagai common heritage mankind Belum ada kesadaran akan pentingnya

Lebih terperinci

RUU RANCANGAN UNDANG-UNDANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM

RUU RANCANGAN UNDANG-UNDANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM RUU RANCANGAN UNDANG-UNDANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN EKOSISTEM Diskusi Pakar 2016 www.kehati.or.id RUMUSAN DISKUSI PAKAR TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI

LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI g LAMPIRAN KERTAS POSISI WWF INDONESIA TENTANG PEMANFAATAN TRADISIONAL SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN KONSERVASI A. Pendahuluan Sebagai lembaga konservasi,wwf Indonesia memiliki visi melestarikan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 11 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) ke-5 Sifat Rapat

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik 7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI. Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY KULIAH KSDH-1: PENGGOLONGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Penggolongan Keanekaragaman Hayati 1. Keanekaragaman genetik. Variasi genetik dalam satu sp, baik diantara

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKI

TINJAUAN TENTANG HAKI TINJAUAN TENTANG HAKI Mata Kuliah : Legal Aspek dalam Produk TIK Henny Medyawati, Universitas Gunadarma Materi dikutip dari beberapa sumber Subjek dan objek hukum Subjek Hukum adalah : Segala sesuatu yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG PENAMAAN, PENDAFTARAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS ASAL UNTUK PEMBUATAN VARIETAS TURUNAN ESENSIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan

SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan SUPLEMEN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Tentang: Tentang Syarat Dan Tata Cara Permohonan dan Pemberian Hak Perlindungan Varietas Tanaman, Formulir Permohonan Hak Perlindungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERHADAP PENGETAHUAN TRADISIONAL DI INDONESIA oleh: Ngurah Bagus Indra Putra I Wayan Suarbha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. NOMOR 112 /M/Kp/X/2009.

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI. NOMOR 112 /M/Kp/X/2009. MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR 112 /M/Kp/X/2009 Tentang PEDOMAN UMUM BIOETIKA SUMBER DAYA HAYATI MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA LISENSI WAJIB PADA PENGALIHAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA

AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA LISENSI WAJIB PADA PENGALIHAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA AKIBAT HUKUM BERAKHIRNYA LISENSI WAJIB PADA PENGALIHAN HAK PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DI INDONESIA Oleh : Ni Nyoman Yuli Astuti I Gede Yusa Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

Terjemahan Naskah International Treaty on Plant GeneticResources for Food and Agriculture

Terjemahan Naskah International Treaty on Plant GeneticResources for Food and Agriculture TERJEMAHAN: INTERNATIONAL TREATY on PLANT GENETIC RESOURCES for FOOD and AGRICULTURE PERJANJIAN mengenai SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN untuk PANGAN dan PERTANIAN Para Pihak, PEMBUKAAN Yakin akan sifat khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu-isu di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan hak-hak penduduk asli telah menjadi sumber perdebatan dalam beberapa tahun terakhir ini. Perkembangan untuk memecahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1997 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1989 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa benih tanaman merupakan salah satu sarana budidaya tanaman yang mempunyai

Lebih terperinci