SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI SUB DAS MANTING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI SUB DAS MANTING"

Transkripsi

1 SISTEM PENGELOLAAN KAWASAN HUTAN DI SUB DAS MANTING Batasan Sistem Sistem pengelolaan kawasan hutan yang dipelajari dalam penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Manting yang luasnya 460 ha, sesuai defenisi Sub Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wilayah VI Malang dan Proyek Kaii Konto. Sub DAS ini terletak di bagian hulu DAS Konto Hulu yang secara geografis terletak pada 112" 27' 0" BT dan 7" 50' 40" LS, dan merupakan salah satu daerah tampung Waduk Selorejo. Secara administratif, Sub DAS Manting terletak di Desa Tawangsari Kecamatan Pujon kurang lebih 25 km arah barat laut Malang, pada ketinggian 1150 sampai 2650 meter dari muka laut. Seluruh arealnya merupakan kawasan hutan negara dan berdasarkan administrasi kehutanan, kawasan ini termasuk areal kerja RPH Pujon Lor, BKPH Pujon, KPH Malang. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 14. Sebag ian besar wilayah Sub DAS Manting merupakan kawasan hutan lindung (87.79 %) dan selebihnya hutan produksi terbatas ( ) yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit I1 Malang dengan melibatkan pesanggem (penduduk disekitar hutan sebagai mitra Perum Perhutani) dalam pola tumpangsari. Analisis Kebutuhan Sistem pengelolaan kawasan hutan di Sub DAS Manting secara umum diarahkan untuk memperoleh manfaat optimal dari kawasan hutan dengan tetap memelihara kelestariannya. Secara spesifik, sistem yang dipelajari dibatasi untuk memenuhi empat kebutuhan pokok, yaitu (1) distribusi al iran sungai mendekati normal sepanjang tahun sehingga mengurangi puncak banjir di musim hujan dan meningkatkan ketersediaan

2 Sub DAS Manting Km Batu Km Dl 1 tar DAS Konto Hulu Sketsa Peta Jawa Timur 0 L e g e n d a --- = Batas DAS/Sub DAS = Sungai = Lokasi Penelitian (Sub DAS Manting) Skala 1 : Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian

3 40 air di musim kemarau yang penting bagi pemenuhan keperluan air domestik. Tolok ukur yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini adalah rasio debit aliran sungai maksimum terhadap minimumnya adalah minimum; (2) laju erosi minimum, sehingga kehilangan lapisan olah, bahan organik dan ham, yang penting bagi pertumbuhan vegetasi, dapat ditekan. Kepentingan ini juga sejalan dengan upaya pengurangan laju sedimentasi di sungai dan Waduk Selorejo. Tolok ukur yang digunakan adalah laju erosi lebih rendah atau sama dengan TSL. Nilai ini mempertimbangkan laju perkembangan tanah Andosol sesuai hasil penelitian Hardjowigeno (I 987) serta laju erosi di DAS Konto Hulu sesuai standar disain Waduk Selorejo; (3) hasil sedimen minimum. dengan tolok ukur hasil sedimen yang diperkenankan menurut standar disain Waduk Selorejo. Kebutuhan ini dikaitkan dengan jaminan keberlanjutan fungsi Waduk Selorejo sebagai peredam banjir daerah hilir, sumber energi listrik tenaga air, penyedia air irigasi serta obyek wisata; dan (4) pendapatan pesanggem yang terlibat dalam pola tompangsari adalah maksimum. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemenuhan kebutuhan di atas ada- lah Perum Perhutani Unit I1 Malang, Sub Balai Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Wilayah VI Malang, Pemerintah Daerah Tingkat 11 Kabupaten Malang serta penduduk setempat khususnya pesanggem yang terlibat smra langsung dalam kegiatan turnpangsari. Formulasi Permasalaban Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan hutan di Sub DAS Manting (khususnya penduduk Desa Tawangsari Kecamatan Pujon) sampai saat ini masih menggantungkan sebagian hidupnya terhadap hutan. Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan berupa kayu bangunan, kayu bakar dan rumput makanan ternak, baik untuk kebutuhan keluarga maupun untuk dijual. Kehadiran Perum Perhutani

4 41 Unit I1 makin meningkatkan kepentingan hutan sebagai suatu sistem bio-ekonomi melalui pemanfaatan sebagian arealnya sebagai hutan produksi serta keterlibatan penduduk setempat (pesanggem) yang dapat memperoleh tambahan pendapatan dari hasil panen tanaman semusim dalam pola tumpangsari. Pertambahan jumlah penduduk yang menyebabkan terjadinya perkembangan yang cukup pesat dalam kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi kemasyarakatan, makin meningkatkan peluang ketergantungan terhadap hutan. Untuk itu pada tahun t9wan dikenalkan kegiatan ekonomi baru berupa usaha ternak sapi perah yang dikelola oleh Koperasi Susu KOPSAE yang salah satu sasarannya adalah mengurangi ketergantungan penduduk terhadap kawasan hutan. Ditunjang oleh keterbatasan iahan usaha serta ketidakstabilan harga hasil panen tanaman semusim, maka usaha ternak sapi perah berkembang dengan laju yang cukup pesat. Namun, hasil pengamatan menunjukkan bahwa sasaran pengurangan ketergantungan terhdap kawasan hutan melalui kegiatan ini belum dapat tercapai malahan sebaliknya. Ini disebabkan karena perkembangan usaha ini makin meningkatkan kebutuhan rumput makanan ternak dan kayu bakar yang hampir seluruhnya bersumber dari hutan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diidentifikasi permgsalahan pokok yang menjadi sumber kerusakan kawasan hutan di Sub DAS Manting adalah intensifnya pengambilan kayu bakar dan rumput makanan ternak oleh penduduk yang bermukim disekitar hutan. Perubahan yang terjadi adalah kerusakan struktur vegetasi hutan dari hutan rapat dengan penutupan tajuk iebih 80 % rnenjadi hutan jarang dengan penutupan tajuk kurang 50 % dan semak. Perubahan ini terjadi seluas 86 % dari luas hutan sebelumnya, meliputi 65 % berubah menjadi hutan jarang dan 2 1 % menjadi semak. Perubahan kondisi hidroorolog is yang terjadi akibat pengurangan dan kerusakan kawasan hutan ini antara lain (1) meningkatnya rasio debit aliran Sungai

5 Manting secara nyata hanya dalam waktu yang relatif pendek yaitu dari 7.% pada tahun 1987 menjadi pada tahun 1989, (2) kontribusi areal terhadap kasil air sekitar 8 kali lebih tinggi dibanding Sub DAS lain di wilayah hulu dan 3 kali lebih tinggi dari nilai rataan daerah aliran Wduk Selorejo, dan (3) hasil sedimen terjadi sebesar 4 kali lebih tinggi dari nilai rataan daerah aliran Waduk Selorejo (diolah dari data Suharto, 1989; Proyek Kali Konto, 1991). Fenomena ini mengimp4 ikasikan bahwa respon hidroorologi Sub DAS Manting meningkat oleh penurunan kualitas kawasan hutannya. Identifikasi Sistern Hasil identifikasi sistem pengelolaan kawasan hutan di Sub DAS Manting dituangkan dalam bentuk diagram lingkar sebab akibat seperti yang diskemakan pada Gambar 3 dan diagram kotak hitamnya pada Gambar 4. Diagram alir pada Gambar 3 secara umum menunjukkan bahwa pemanfaatan kawasan hutan di Sub DAS Manting akan meningkatkan pendapatan baik di pihak Perhutani maupun pesanggem. Namun demikian karena pemanfaatan ini terkait dengan kegiatan manipulasi sumberdaya khususnya vegetasi penutup dan tanah maka secara langsung atau tidak langsung juga akan rnempengaruhi perilaku hidroorologi kawasan ini. Dengan pola pengelolaan yang tepat melalui pengaturan pemanfaatannya, diharapkan akan diperoleh tambahan pendapatan yang layak tanpa menimbulkan dampak negatif yang berarti terhadap kondisi hidroorologisnya. Diagram kotak hitam pada Gambar 4 menunjukkan bahwa sistem pengelolaan kawasan hutan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan berupa rasio debit aliran sungai minimum, laju erosi dan hasil sedimen minimum serta pendapatan (dibatasi pada pendapatan pesanggem dalam pola tumpangsari) yang maksimum. Kebutuhan ini dapat dicapai dengan manipulasi masukan kebijakan 42

6 melalui pengaturan pemanfaatan kawasan hutan serta tindakan pengelolaan yang diperlakukan terhadap tanah dan tanaman. Melalui managemen pengedali, keluaran sistem yang tidak diinginkan akan dikendalikan dan akan memberikan sejumlah informasi penting dalam pengelolaan melalui pengaturan masukan kebijakan. Dalam pemenuhan keluaran yang diiginkan maka sistem pengelolaan melibatkan tiga sub sistem, masing-masing Sub Sistem Hidrologi, Sub Sistem Erosi- Sedimentasi dan Sub Sistem Ekonomi. Struktur model diskemakan pada Gambar 2 dan karakteristik masing-masing sub sistem dijelaskan dalam uraian bexikut. Sub S'im Hidrologi Sub Sistem Hidrologi dirancang untuk memenuhi kebutuhan distribusi aliran mendeicati normal sepanjang tahun. Masukan utama sub sistem ini adalah unsur iklim meliputi curah hujan dan unsur cuaca, dan respon hidmlogi sebagai kelsub siem ini sangat ditentukan oleh kondisik fisik daerah alirannya. Curah Hujan. Gambaran keadaan curah hujan diperoleh dengan menganaiisis data curah hujan yang terukur di 5 stasion penakar hujan yang tersebar dalam wilayah Sub DAS Manting (Gambar 15). Di bagian hilir terdapat 2 stasion tipe Hellman skala harian, bagian huiu 2 stasion tipe Hellman SIC& bubm clan bagian tengah 1 stasion tipe SIAPIVU otomattis skata 15 menitan. Analisis data curah hujan dengan metode Poligon Thiessen memberikan rataan curah hujan tahunan selama tiga tahun ( ) sebesar 2089 mm. Nilai ini sebanding dengan rataan curah hujan yang terukur di stasion terdekat di Pujon periode sebesar 2113 mm serta di beberapa stasion lainnya di kawasan DAS Konto Hulu seperti di Batu, Kedungrejo, Gunung Butak, Ngantang dan Gunung Srandil, berkisar mm. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan Oktober sampai Mei dan tertinggi bulan kmber. Curah hujan rendah terjadi pada bulan Juni sampai

7 Gambar 15. Peta Lokasi Stasion Hidrometeorologi di Sub DAS Manting

8 September dan terrendah bulan September. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) maka wilayah Sub DAS Manting tergolong kedalam tipe hujan B dengan 2 bulan kering dan 8 bulan basah. Rataan curah hujan dan hari hujan harian periode bulan Nopember 1988 sampai Oktober 1989 disajikan pada Tabel Lampiran 1 dan rataan serta pola hujan bulanannya pada Tabel 1 dan Gambar 16. Pada periode ini Sub DAS Manting menerima curah hujan sebesar 2581 mm dengan 172 hari hujan. Curah hujan yang tinggi pada periode ini terjadi pada bulan Nopember sampai Mmet dengan ratarata mm Curah Hujan dan Hari Hujan Bulanan Periode Bulan Napember 1988 sampai Oktober 1989 di Sub DAS Manting Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari 1 Jumlah Sumber: Stasion Penakar Hujan di Sub DAS Manting

9 CURAH HUJAN (MM) i I I I I CURAH HUJAN I / BULAN KE- HARl HUJAN (HARI) l O l l 1 2 BULAN KE- Gambar 16. Pola Hujan (a) dan Hari Hujan Bulanan (b) Periode Bulan Nopember sampai Oktober 1989 di Sub DAS Manting

10 Unsur Cuaca. Masukan unsur cuaca digunakan untuk menduga besarnya evvtranspirasi potensial, yaitu komponen penting yang menentukan kehilangan air di atas Sub DAS. Data unsur cuaca yang meliputi suhu udara, kelembaban relatif udara, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin, diperoleh dari Stasion Kl imatologi Manting, di Tawangsari. Besaran unsur cuaca yang terukur pada periode bulan Nopember 1988 sampai Oktober 1989 ditunjukkan pada Tabel 2. Rataan suhu udara yang terukur di Sub DAS Manting relatif rendah yaitu bedcisar "C dengan variasi yang tidak besar. Suhu udara tertinggi terukur pada bulan Nopember sebesar OC dan terrendah pada bulan Agustus sebesar OC. Rendahnya suhu udara di wilayah ini dapat difahami karena terletak pada ketinggian 1175 m sampai 2000 m di atas muka laut (Braak, 1977). Kelembaban udara rata-rata %, tertinggi pada bulan Mei sebesar % dan terrendah bulan September sebesar %. Lama penyinaran matahari rata-rata 4.06 jamlhari, tertinggi pada bulan Oktober sebesar 6.07 jamlhari dan terrendah bulan Pebruari 2.15 jamlhari. Kecepatan angin berkisar mldetik, tertinggi pada bulan Pebruari sebesar 1.85 mldetik dan terrendah pada bulan Juni 1.15 mldetik. Secara umum, ketiga unsur cuaca tersebut juga tidak memperlihatkan variasi bulanan yang menyolok. Kondisi Hidrologis. Sungai Manting mengalir dari utara ke selatan, berhulu di komplek Pegunungan Andjosmoro dan bermuara di Desa Tawangsari. Aliran sungainya bersatu dengan Sungai Kali Konto di Desa Ngabab. Panjang sungai utamanya sekitar 3.6 km dengan gradien sungai rata-rata 49 %. Sungai ini termasuk tipe perennial yang mengalirkan airnya sepanjang musim. Sub DAS Manting mempunyai bentuk paralel dengan nilai faktor bentuk (perbandingan luas Sub DAS dengan luas lingkaran kelitingnya) sebesar 0.4. Ciri

11 Tabel 2. Besaran Unsur Cuaca Periode Bulan Nopember 1988 sampai Oktober 1989 di Sub DAS Manting Suhu Kelembaban Lama Kecepa t an Bulan Ke- Udara Udara Penyinaran Angin (OC) (%) (jam/hari) (m/dtk) Rat aan Sumber: Stasion Klimatologi Manting, Thwangsari. ini mengimplikasikan bahwa air hujan yang jatuh di atas Sub DAS membutuhkan waktu yang relatif lama untuk sampai pada titik keluaran. Kerapatan drainase (indek yang menunjukkan jumlah anak sungai dalam Sub DAS) dipcroleh sebesar 1.8 yang berarti bahwa aliran sungainya mengalir cukup cepat dan tidak tergenang untuk jangka waktu yang lama. Rataan debit aliran bulanan selama periode 1987 sampai 1989 diperoleh sebesar m3/detik. Selama periode tersebut, debit aliran maksimum dicapai sebesar m3/detik yang terjadi pada bulan Pebruari 1989 dan minimum m3/detik pada bulan September Rataan debit aliran Sungai Manting periode tahun 1987 sampai 1989 ditunjukkan pada Gambar 17.

12 - DEBIT ALIRAN SUNGAI (M31DTK) A , I , { 1 M \\ w-2. '. 0.1 =-. i j 4 DEBIT ALIRAN SUNOAI I _ _ '\ -T T---T I --I BULAN Gambar 17. Rataan Debit Aliran Sungai Manting Periode Mun 1987 sampai 1989 Fluktuasi aliran Sungai Manting meningkat selama tiga periode pengukuran. Pada tahun 1987 rasio debit aliran maksimum terhadap minimumnya tercatat sebesar 7.96 dan rasio debit aliran maksimum terhadap rata-ratanya Pada tahun 1988 rasio debit aliran maksimum terhadap minimumnya meningkat sebesar 8.67 % dan tahun 1989 meningkat %. Sementara itu, rasio debit aliran maksimum terhadap rata-ratanya meningkat sebesar 5.61 % pada tahun 1988 dan % pada tahun Respon hidrologis ini diduga berkaitan dengan perubahan penutupan Man selama periode tersebut. Pada tahun 1988 (Nopember), sekitar 30 ha areal semak dibuka menjadi areal tumpangsasi. Perubahan ini menyebabkan peningkatan rasio debit aliran maksimum terhadap minimumnya (tercatat pada tahun 1989) sebesar 1.8 kali serta rasio debit aliran maksimum terhadap rataratanya 1.2 kali lebih tinggi dari pada nilai yang terukur sebelumnya.

13 Sub Sistem Erosi-Sedimentasi Sub Sistem Erosi-Sedimentasi dirancang untuk memenuhi keluaran laju erosi dan sedimentasi minimum sesuai disain standar yang diinginkan. Masukan utama sub sistem ini meliputi sifat hujan, topografi, sifat-sifat tanah, tipe penutupan dan teknologi pengelolaan lahan. Sifat Hujan. Data curah hujan sebagai masukan sub sistem ini meliputi rataan curah hujan bulanan, hari hujan dan curah hujan maksimum selama 24 jam setiap bulan, yang digunakan untuk menduga besarnya erosivitas hujan. Gambaran umurn keadaan curah hujan telah ditunjukkan pada uraian sebelumnya. Rataan curah hujan tahunan diperoleh sebesar 2089 mm dengan rataan bulanan pada musim penghujan (bulan Nopember sampai Maret) sebesar mm dengan hari hujan 19.6 hari, dan musim kemarau (April sampai Oktober) sebesar mm dengan hari hujan 10.6 hari. Curah hujan bulanan tertinggi terukur pada bulan Desember mm dan terrendah bulan September mm. Rataan curah hujan maksimum harian selama musim diperoleh sebesar mm dan musim kemarau mm. Curah hujan maksimum tertinggi pada musim hujan terjadi pada bulan Januari sebesar mm dan musim kemarau pada bulan Mei sebesar mm. Topografi. Wilayah Sub DAS Manting umumnya merupakan daerah agak curam sampai sangat curam dengan lereng lebih 15 sampai lebih 100 % (Gambar 18). Klasifikasi areal menurut kelas lereng (Tabel 3) menunjukkan bahwa sebagian besar wilayahnya berlereng lebih dari 40 %, meliputi areal 76.7 % dari luas wilayah Sub DAS Manting. Daerah curam sampai sangat curam menyebar di bagian hulu dan tengah dan hanya sebagian kecil berlereng landai sampai agak curam yaitu di daerah lembah dan pinggiran sungai.

14 Gainbar 17. Peta Kelas Lereng Sub DAS Manting

15 Tabel 3. Klasifikasi Kelas Lereng Sub DAS Manting Unit Peta Bentuk Wilayah Lereng Luas Persentase (%) (ha) (% A Datar B Landai C Agak Curam D Curam E Sangat Curam > Sumber: Perh itungan Planimetris Peta Topografi Sub DAS Manting Skala 1 : Hasil analisis Peta Topografi skala 1 : memberikan nilai rataan panjang lereng berkisar m dengan panjang maksimum 252 m clan minimum 42 m. Rataan kemiringan lereng diperoleh berkisar % dengan kemiringan maksimum 165 % dan minimum 14 %. Tanah. Ciri geologis dan geomorforlogis kawasan Sub DAS Manting secara nyata dipengaruhi oleh aktivitas vulkanis dan orogenetis. Pengaruh yang paling kuat adalah aktivitas vulkanis Gunung Andjamoro di bagian utara yang merupakan komplek gunung api berumur tua yang diperkirakan terbentuk pada Pleistocene tengah atau atas. Wilayah ini juga dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Api Kembar Butak dan Gunung Kawi dibagian selatan. Kawasan ini meliputi daerah aiiran lava tebal dan ekstensif dari komposisi basaltik sampai menengah yang meliputi batuan geanticline tersier tua (Van Bemmelen, 1949). SeIain itu, batuan andesitik yang rapuh dan melapuk maupun hasil sortasi bahan batu apung (pumice) kasar sebagai bahan induk tanah ini, membentuk tanah yang menunjukkan sifat fisik dan kimia yang tergolong baik. Secara umum, pembentukan tanah di wilayah ini dipengaruhi oleh prosesproses pelapu kan, transformasi, pencucian dan iluviasi. Adanya perbedaan dalam

16 bentang lahan menyebabkan terbentuknya zone-zone tanah geografis yang memperlihatkan pola tanah yang spesifik. Di zone dengan bentang lahan bergunung (curam sampai sangat curam) yang meliputi bagian hulu dan tengah Sub DAS terbentuk tanah Andosol. Didataran antar vulkanik dan lembah aluvial terbentuk tanah Kambisol. Di bagian hulu Sub DAS ini nampak pengaruh orogenetis yang intensif yang memungkinkan terbentuknya tanah Litosol dalam bentang Andosol. Luas dan sebaran macam tanah di wilayah ini ditunjukkan pada Tabel 4 dan Gambar 19. Tabel 4. Sebaran Jenis Tanah di Sub DAS Manting Unit Peta Jenis Tanah (PPT) Luas (ha) Persentase (t) MS/SS Andosol+Litosol MS /NE Mollik Andosol HS/Net Andik Cambisol A1 /SA Litik Andosol Sumber: Pengukuran Planimetris Peta Tanah Sub DAS Manting Skala 1 : Sifat-sifat tanah yang berkembang di Sub DAS Manting disajikan pada Tabel Lampiran 2 dan Tabel 5. Tanah Andosol yang berkembang di bagian hulu Sub DAS ini diklasifikasikan lebih lanjut sebagai Mollik Andosol (Eutrandeptt Eutropept) dari Seri Ngebrong. Tanah ini mempunyai tekstur berlempung, kejenuhan basa tinggi, ph tanah sedang sampai netral, mempunyai horison gelap dengan kandungan bahan organik serta porositas tinggi.

17 Gainbar 19. Peta Tanah Sub DAS Manting

18 Tabel 5. Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Sub DAS Manting Sifat Tanah Mollik Litik Andosol Andik Andosol Andosol Litosol Kambisol PH. Bahan organik (%) Tekstur - debu (%I - liat (%) - pasir halus (%I - pasir kasar (%) Permeabilitas (cm/jam) Bobot isi (c~/cm~) Porositas (%) - Lapisan A (% Vol) - Lapisan B (% Vol) Tanah Kambisol yang berkembang di bagian hilir diklasifikasikan sebagai Andik Kambisol (Eutrandept) dari seri Jombok. Tanah ini juga berkembang dari abu volkan melalui evolusi Andosol. Pada proses ini, terjadi tmsformasi mineral liat di mana mined alofan terhidrasi dan berubah menjadi halosit dan mineral kristalin lainnya yang menyebabkan sifat andosolnya berkurang. Secara umum, tanah ini dicirikan oleh bobot isi yang sedikit lebih tinggi, kandungan bahan orga- nik lebih rendah serta kandungan liat lebih tinggi dari tanah Andosol (Unibraw, 1984; 1985).

19 Tanah Litosol dalam bentang Andosol (dominan Andawl, Eutrandept) ber- kembang di bagian hulu pada daerah dengan bentuk wilayah yang curam sampai sangat curam. Perkembangan tanah ini diduga dipercepat oleh penghanyutan lapis- an tanah atas melalui proses erosi karena terkupasnya penutup lahan baik secara alami maupun oleh gangguan manusia yang berlangsung daiam jangka waktu yang lama. Proses ini menyebabkan makin tipisnya solum tanah. Pemanfaatan Lahan dan Vegetasi. Bentuk pemanfaatan lahan di kawasan Sub DAS Manting meliputi hutan alam seluas % dari seluruh wilayah Sub DAS, selebihnya semak %, hutan tanaman 5.54 % dan tumpangsari Hutan alam yang ada di wilayah ini merupakan kawasan hutan lindung yang ditumbuhi oleh sejumlah jenis pohon terutama dari farnili Fagaceae dan Mymccae~ Jenis yang dominan antara lain pasang (Lithocarpus sp.), meranak (Cust~nopsis acuminatissirna), jamuju (Podocarpus imbricatus), kesek (Engekrdia spicatu), kebek (Ficus grossu fariodes), gani tr i (Efaeocalpus obtusus), bimo (Eugenia sp.) dan gintungan (Itea macrophylla). Areal semak didominasi oleh jenis kirinyu (Eupatorim palescens dan E. riparium), waung (Lantana camara) dan celing (Rubus sp.). Secara bertahap lahan semak direboisasi menjadi hutan tanamm oleh Perum Perhutmi dengan pola tumpangsari (agrof~~estri). Pada pola ini dilakukan penanaman kombinasi tanaman kehutanan, tanaman penguat teras, hortikultura dtln berbagai jenis tanaman semu- sim, dengan meiibatkan masyarakat setempat sebagai pesanggem. Tanaman kehutanan yang diusahakan adalah damar (Agathis loranthifolia) yang ditanam pada jarak tanam 6 m x 2 m di atas teras. Pada jarak 1.5 m dari larikan tanaman damar ditanam tanaman penguat teras dari jenis lemuran (Cestrum elegans) dengan jarak tanam 3 m x 0.5 m. Di antara larikan tanaman penguat teras 56

20 ditanam tanaman kayu bakar jenis kaliandra (Calliundra spp.) dengan jarak tanam 3 m x 2 m dan di antara larikan tanaman penguat teras ditanam tanaman hortikultufa jenis advokat (Persea sp.) dengan jarak tanam 6 m x 6 m. Bidang olah antara larikan tanaman penguat teras d i tanam i tanaman semusim seperti bubis (Brarsica oleracea), wortel (Daucus carota), bawang prei (Allium porum), lombok besar (Capsicum annuum) dan jagung (Zea mays) dengan pola tumpangsari (Gambar 20). Selama periode 10 tahun yaitu dari tahun terjadi perubahan pola penggunaan lahan (Tabel 6). Pada tahun 1984 terjadi pengurangan luas hutan alam tak terganggu (penutupan tajuk %) seluas ha, yang berubah menjadi hutan alam terganggu (penutupan tajuk %) seluas 8 ha dan semak ha. Areal tumpangsari berkembang menjadi areal hutan tanaman umur 1-5 tahun seluas 2.44 ha dan umur 6-10 tahun ha. Areal tumpangsari yang efektif pada periode ini adalah 0.28 ha. Pada tahun 1989 tidak terjadi perubahan pada areal hutan alam. Perubahan yang terjadi adalah sebagian semak dibuka menjadi areal tumpangsari seluas ha dan sebagian hutan tanaman telah berumur 6-10 tahun meliputi ha dan umur lebih 10 tahun ha. Selain perubahan luas hutannya, kawasan hutan di Sub DAS Manting juga telah mengalami degradasi. Berdasarkan atas kriteria ketertutupan tajuk, luas bidang dasar dan volume tegakan yang dikemukakan oteh RIN (1984), maka % kawasan hutannya tergolong kategori degradasi tinggi (kelas D), % kategori sedang (kelas C) dan % kategori ringan sampai talc terganggu (kelas A dan B). Gambaran kondisi Sub DAS Manting berdasarkan tingkat degradasi hutannya ditunjukkan pada Gambar 21 dan Tabel 7. Pada tingkat degradasi berat struktur vegetasi hutan sangat terbuka, terdapat celah yang cukup besar dengan luas bidang dasar antara mz per ha serta tingkat penutupannya antara %. Tingkat ini ditandai dengan kerusakan

21 I Keterangan: = Tanaman pokok, damar 6 m x 2 m, 833 pohon/ha Q = Tanaman kayu bakar, kaliandra 3 m x 2 m, 1650 pohon/ha * = Tanaman hortikultura, alpokat 6 m x 6 m, + = Tanaman penguat teras, lemuran 3 m x 0.5 m = tanaman semusim n I Gambar 20. Pola Tanam Tumpangsari di Sub DAS Manting yang cukup berat oleh kegiatan penebangan yang berlangsung sejak lama. Roses ini menyebabkrrn terjadinya suksesi alamiah di mana celah yang ada ditumbuhi oleh jenis semak dan rumput. Berdasarkan hasil anrtlisis terhadap bentuk pemanfaatan clan tingkat degradasi hutannya, diperoleh tipe penutupan dan pemanfaatan lahan Sub DAS Manting seperti yang disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 22 dan visualisasi setiap bentuk pemanfaatan lahan ditunjukkan pada Gambar 23. Struktur hutan alam yang tidak terganggu yang diidentifikasi sebagai hutan berpenutupan tajuk % (kelas degradasi A dan B) dikategorikan sebagai hutan rapat sementara hutan alam terganggu berpenutupan % (kelas C dan D) dikategorikan sebagai hutan jarang.

22 Tabel 6. Perubahan Penggunaan Lahan di Sub DAS Manting Periode Tahun 1979 sampai 1989 Pemanfaatan Lahan Luas Luas Luas (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%I. Hutan alam tak terganggu penutupan tajuk k Hutan alam terganggu penutupan tajuk % Semak penutupan tajuk 0-5 % Semak penutupan tajuk 5-20 % Hutan tanaman umur 1-5 tahun. Hutan tanaman Umur 6-10 tahun Hutan tanaman Umur > 10 tahun Sumber: Perhitungan Planimetris Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Manting Skala 1 : Semak yang berpenutupan tajuk 5-20 % yang didominasi oleh Eupatorium palescens di kategor i kan sebagai semak rapat serta penutupan kurang 5 % sebagai semak jarang. Selanjutnya, areal hutan tanaman dibedakan berdasarkan umur po- hon dengan asumsi bahwa struktur vegetasi dan tingkat ketertutupan tajuknya akan berbeda sesuai perbedaan umur. Tanaman yang berumur lebih 10 tahun dikategori- kan sebagai hutan tanam tua dan kurang 10 tahun sebagai hutan tanaman muda.

23 Gambar 2 1. Peta Degradasi Hutan di Sub DAS Manting

24 Tabel 7. Tingkat Degradasi Kawasan Hutan di Sub DAS Manting Penutup Bidang Volume Luas Unit Peta status Tajuk Dasar Te akan (m2/ha) (m /ha) (ha) it) (% 3 A Hutan tak terganggu B Degradasi ringan C Degradasi sedang D Degradasi berat S Semak N Tidak dispesifikasi Jumlah Sumber: RIN (1984). Tabel 8. Tip Penutupan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan di Sub DAS Mgnting -- Unit Peta Penutupan - -- Dekripsi Areal F2 Hutan Hutan yang relatif tidak terganggu, penutupan rapat tajuk %, luas bidang dasar m2/ha, volume tegakan m3/ha, didominasi jenis j amu ju (Podocarpus imbricatus) dan bimo (Eugenia sp. F1 Hutan Hutan tergangp, penutupan t,luas bidang j arang dasar m /ha volume tegakan m3/ha didominasi jenis pasang (Lithocarpus sp.) dan kesek (Enqelhardia spica ta) Semak rapat Semak j arang fiutan tan. muda Hut an tan. tua Tumpangsari Sumber: RIN (1984). S e w dengan penutupan 5-20 % dan didominasi j enis kir inyu (Eupa torium pal escens) Semak dengan penutupan kurang 5 t didominasi jenis kirinyu (Eupatoriuftt palescens) Hutan tanaman berumur kurang dari 10 tahun j enis damar (Aga this loranthifolia) Hutan tanaman berumur lebih dari 10 tahun jenis damar (Agathis loranthifolia) Areal campuran (agroforestri) antara tanaman kehutanan (damar) dan tanaman semusim.

25 Gambar 22. Peta Tipe Penutupan dan Pelnanfaatan Kawasan Hutan di Sub DAS Manting

26 $ - <. Keterangan: F2 = hutan rapat, F1 = hutan jarang, S2 = semak rapat, S 1 = semak jarang, D2 = hutan tanaman (damar) tua, -.. D I = hutan tanaman muda, dan TU = tumpangsari. 5- = '..? ,- amb bar^ 23. Visualisasi Bentuk Pemanfeetan Lahan di Sub DAS h4'pnting :.,

27 Pengelolaan tanaman dan Tindakan Konservasi. Penanaman tanaman kehutanan dan semusim dilakukan di atas teras bangku dengan tanaman penguat teras jenis lemuran (Cestrum elegans). Tampingan teras ditumbuhi oleh remejun (Eupatorium riparium) dan ada sebagian kecil pesanggem menanaminya dengan rumput gajah (Pennisetum purpureum) untuk keperluan makanan ternak. Dasar bagian dalam teras berfungsi sebagi saluran pembuangan. Namun demikian, karena kurangnya pemeliharaan maka kemiringan teras tidak dapat dipertahankan sehingga dibeberapa tempat terlihat tanda-tanda erosi pada permukaan bidang teras. Saluran pembuangan antar teras umumnya terdapat pada batas penggarapan tanpa dilengkapi dengan gebalan rumput dan bangunan terjunan air. Saluran pembuangan ini juga digunakan sebagai jalan setapak menuju ke Iahan garapan sehingga memudahkan terjadinya pengikisan dasar saluran. Penggunaan mulsa sisa tanaman belum dilakukan sepenuhnya karem diperuntukkan sebagai makanan ternak. Dibeberapa tempat dapat dijumpai pangkasan daun iemuran yang ditempatkan di antara larikan tanaman semusim. Sedirnentasi. Dalam penelitian ini, proses sedimentasi ditctapkm sebagai lanjutan proses erosi dan dihitung menurut konsep nisbah limpah dimen. Dengan demikian data ctasar yang dipertimbangkan meliputi k n y a laju emi, tipe penutupan lahan dan Iuas daerah aliran. Gambar 24 memperlihatkan gambatan hasil sedimen di Sub DAS Manting yang dihitung menurut teknik sedimenz rating curve. Dari hasil analisis diperoleh dugaan hasil sedimen (suspended load dan bedlood) periode bulan Nopember 1988 sampai Oktober 1989 sebesar 5724 tonltahun setara 1.75 mm (diolah dari data Suharto, 1989). Selama periode tersebut hasil sedimen tertinggi terjadi pada bulan Pebruari 1989 sebesar 1302 ton dan terendah bulan September ton. Rataan hasil sedimen musim hujan terjadi sebesar 773 ton dan musim kemarau ton. 64

28 SEDIMEN (TON) - 0 i* - SEDIMEN - ( 0 I I I I 1 I I 1 I I BULAN KE- Sub Sistem Ekonomi. Gambar 24. Pola Sedimentasi di Sub DAS Manting Periode Bulan Napember 1988 sampai Oktober f 98!3 Sub Sistem ekonomi dalam penelitian ini mengadisis sejiuh msrra k-i- busi pendapatan yang diterirna pesanggem terhadap penciapatan totalnya dan mene- lusuri pola pengelolaan yang dapat meningkatkan tambahan pendqatannya dari pola turnpangsari. Analisis ini ditunjang oleh aspek kependudukan dan tipe kegiat- an ekonomi d&un masyankat, karena erat kaitannya dengan keberadaan kawasan hutan. Kependudukan. Desa Ittwangsari yang tuasnya ha, dihuni 4749 jiwa penduduk dengan kepadatan jiwa/km2. Jumlah ini meliputi pria dan % wanita. Desa ini terdiri dari 1070 rumah tangga dengan rata-rata 4 jiwa tiap rumah tangga. Gambaran keadaan kependudukan Desa Tawangsari ditun- jukkan pada Tabel 9.

29 Tabel 9. Keadaan Kependudukan Desa Tawangsari No. Perihal Jumlah Persentase (j iwa) (%I 1. Penduduk Pria Wanita Umur > 15 tahun Tingkat Pendidikan Penduduk usia sekolah Sekolah Dasar Sekolah Lanjutan Pertama Sekolah Lanjutan Atas Akademi Perguruan Tinggi Tidak/belum sekolah Sumber: Monografi Desa 'lhwangsari Penduduk yang berusia di atas 15 tahun (usia kerja produktif yang sesuai di Desa lhwangsari) berjumlah 3085 jiwa. Dari jumlah ini % dian~tanya be- lum mempunyai pekerjaan tetap. Tingkat pendidikan penduduk masih tergolong rendah di mana sebagian besar hanya sampai pada tinglcat sekolah dasar. Pendu- duk yang berpendidikan minimat sekolah lanjutan atas hanya 7.66 % dari jumlah penduduk usia sekdrtk. Mata Penatharim. Dari % penduduk yang sudah mempunyai pekerjaan tetap, sekitar % bekerja sebagai petani. Sebagian yang memiliki lahan garapan sendiri ( %) dan lainnya sebagai penggarap dan buruh tani (Tabel 10). Nampak bahwa kesempatan kerja diluar pertanian sangat terbatas. Sebagian besar wilayah Desa Tawangsari merupakan kawasan hutan negara yaitu me1 iputi luas % sementara has lahan pertanian yang dapat digarap hanya % dari luas desa (Tabel 11). Jika dibandingkan dengan jumlah

30 Tabel 10. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Tawangsari No. Jenis Mata Penaharian Jumlah Persentase (j iwa) (a) Petani pemilik 760 Petani penggarap 330 Buruh tani 490 Peternak 275 Kerajinadindustri kecil 5 Dagang, jasa dan pegawai 196 Tanpa peker j aan tetap Jumlah Usia Kerja Produktif Sumber: Monografi Desa Tawangsari Tabel 1 1. Penggunaan Lahan Desa 'lttwangsari No. Penggunaan Lahan Luas Persentase (ha) (t) 1. Perumahan/pekarangan 2. Sawah berpengairan. 3. Perkebunan rakyat 4. Ladang/tegalan 5. Hutan negara 6. Penggunaan lain Jumlah Sumber: Monografi Desg Tawangsari penduduk yang bekerja dibidang pertanian diperoleh rasio luas lahan terhadap petani sebesar 0.32 yang berarti setiap keluarga petani menggantungkan hidupnya pada lahan seluas 0.32 ha atau rata-rata 0.08 ha untuk setiap jiwa keluarga petani. Ini merupakan indikasi terhadap pengusahaan lahan garapan yang sangat intensif, sekaligus merupakan ancaman terhadap gangguan kawasan hutan.

31 Bentuk mata pencaharian lain yang penting bagi penduduk selain bertani adalah pengusahaan ternak sapi perah. Sekitar 8.91 % penduduk terlibat dalam usaha ini dengan pemilikan sapi rata-rata 4 ekor/kk peternak. Usaha ini dikoordinir oleh Koperasi Susu SAE (KOPSAE) Pujon, yang berkembang di Tawangsari sejak tahun Sapi yang umum dipelihara adalah jenis Friese Holland dengan produksi susu rata-rata liter per satu masak laktasi. Produksi susu perah per hari yang dicapai berkisar 10 sampai 15 liter dengan harga Rp per liter. Sebagian penduduk Desa Tawangsari terlibat sebagai pesanggem dalam pola tumpangsari yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani. Keterlibatan pesanggem dituangkan dalam bentuk kontrak kerja selama 2 tahun yang dapat diperpanjang bila diperlukan. Dua tujuan pokok yang ingin dicapai adalah (1) pemenuhan kebutuhan sehari-hari petani sekitar hutan terutarna yang tidak mempunyai lahan garapan, dan (2) terpeliharanya keamanan hutan dari ganggum masyarakat di sekitar hutan. Keuntungan bagi pihak Perhutani adalah (1) biaya pelaksmaan murah karena tanpa menggaji tenaga kerja, (2) tanaman pokok tidak menderita akibat persaingan dengan semak, dan (3) residu pupuk yang digunakan dalarn mengeloh tanaman semusim akan menyuburkan tanaman pokok. Keuntungan di pihak pesanggem adalah pemenuhan akan kekurangan lahan garapan serta peningkatan pendapatan mereka slam dalam masa kontrak, termasuk kebutuhan kayu Mar dan makanan ternak. Dalam program ini -em diberi kesempatan mengelola lahan di antara tanaman pokok sebagai imbalan penanaman, pemeliharaan dan bila perlu penanaman kembali atau penyulaman tanaman pokok. Pesanggem terdiri dari penduduk yang bermukim disekitar hutan, terutarna yang tidak mempunyai lahan garapan, yang dipilih oleh mantrilmandor Perum Perhutani setelah berkonsultasi dengan Kepala Desa setempat.

32 Jenis tanaman semusim yang umum ditanam oleh pesangem antara lain kubis, sawi, wortel, bawang prei, lombok besar dan jagung, yang ditanam menurut pola tanam berurutan selama tiga musim tanam dalam setahun. Beberapa pola umum urutan tanaman ditunjukkan pada Gambar 25, mengikuti pola ketediaan air tanah. Jenis-jenis tanaman semusim tersebut secara umum mempunyai kesesuaian dengan ketinggian tempat, iklim serta kondisi tanah setempat (Sunaryo, 1990; Soemarno, 1991). Kelembagaan. Bentuk kelembagaan dalam arti organisasi managemen yang erat kaitannya dengan keberadaan kawasan hutan di Sub DAS Manting dan DAS Konto Hulu adalah Perum Perhutani yang berwewenang melakukan kegiatan pengelolaan hutan negara dengan pola reboisasi. Di Jawa, pengelolaan hutan negara telah dirasakan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi perekonomian keluarga penduduk (pesanggem) yang bermukim di sekitar hutan melrlui suatu kerjasama yang dituangkan dalam kontrak (kontrak tumpangsari). Karena itu, kontrak merupakan suatu bentuk institusi yang mengatur transaksi ekonomi pada taraf operasional (Tatuh, 1992). Masyarakat Desa Tawangsari terlibat dafam kelompok-kelompok sosial dalam wujud organisasi, seperti kelompok Petani Pernakai Air, Kontak Tani, Pelestari Sumberdaya Alam dan Koperasi Peternak. Bentuk kelembagaan sosial ini cukup efektif namun masih sangat terbatas pada kegiatan teknis usahatani dan usaha ternak. Kelompok organisasi peternak nampak berkembang Mih maju karena dibina secara intensif oleh Koperasi Susu Kopsae di Pujon. Selain itu, juga ditunjang oleh harga yang relatif stabil, pemasaraan hasil dirasakan lebih baik dibanding dengan hasil tanaman pertanian dan nilai pendapatan yang diperoleh dari sektor ini cukup tinggi.

33 CH/ETA/SURPLUS (MM) r SUHU (o C) I T I I -+ CURAH HUJAN 1 1 / 400,v 4-1.t 300 f ', SUHUUDARA 200 -( loo - 3 " " " C * * ".&- " p * EVAPOTRAS.AKTUAL O- SURPLUS AIR \ I b \/."'-,Q I 0 I 1 I I I I BULAN KE- Kubis Kubis + Bawang Bawang Prei Prei Kubis Lombok Wrtel Kubis Wortel Jagung Sawi Kubis Kubi i Gambar 25. Jadwal dan Bentuk Pola Tanam yang Umum di Sub DAS Manting Periode Bulan Nopember 1988 sampai Oktober 1989

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH Bab ini akan memberikan gambaran wilayah studi yang diambil yaitu meliputi batas wilayah DAS Ciliwung Bagian Hulu, kondisi fisik DAS, keadaan sosial dan ekonomi penduduk, serta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy

Gambar 3 Peta lokasi penelitian terhadap Sub-DAS Cisangkuy 19 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Lokasi penelitian berada di wilayah Desa Mangun Jaya Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Desa ini terletak kurang lebih 20 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian, kehutanan, perikanan,

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1 Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua, Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37 10

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran. 25 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran (KST) terletak di Sub DAS Kali Madiun Hulu. Secara geografis Sub-sub DAS KST berada di antara 7º 48 14,1 8º 05 04,3 LS

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320 28 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kepulauan Krakatau terletak di Selat Sunda, yaitu antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Luas daratannya sekitar 3.090 ha terdiri dari Pulau Sertung

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas Wilayah dan Pemanfaatan Lahan Kabupaten Temanggung secara geografis terletak antara garis 110 0 23-110 0 00 30 Bujur Timur dan antara garis 07 0 10-07

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian. Sungai Oyo. Dalam satuan koordinat Universal Transverse Mercator 32 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak, Batas, dan Luas Daerah Penelitian Daerah yang digunakan sebagai tempat penelitian merupakan wilayah sub DAS Pentung yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan dan ketahanan pangan merupakan isu terkini yang menjadi perhatian di dunia, khususnya bagi negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kedua fenomena tersebut

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari lingkungan alam dan potensi sumber dayanya adalah survei. Sebuah peta tanah merupakan salah satu dokumentasi utama sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Curah Hujan Data curah hujan sangat diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama dalam menghitung debit aliran. Hal tersebut disebabkan karena data debit aliran untuk

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci