DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA"

Transkripsi

1 DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia merupakan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara, diperlukan penguatan Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. bahwa dalam pelaksanaan fungsi dan tugas Kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum, dibutuhkan reformasi kelembagaan, dukungan, dan pengawasan terhadap Polri oleh masyarakat untuk meningkatkan kinerja dan profesionalitas Kepolisian; d. bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu diselaraskan dengan tuntutan, harapan, dan kebutuhan hukum masyarakat; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 1

3 Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia selanjutnya disebut Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. 2. Anggota Polri adalah pegawai negeri pada Polri. 3. Kepala Polri yang selanjutnya disebut Kapolri adalah perwira tertinggi yang memimpin dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan fungsi Polri. 4. Pejabat Polri adalah Anggota Polri yang diberikan wewenang khusus berdasarkan tugas dan fungsi Polri yang diatur dalam Undang-Undang ini. 2

4 5. Peraturan Polri adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Pejabat Polri sesuai dengan kewenangannya guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Polri. 6. Peraturan Kapolri adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Kapolri sesuai dengan kewenangannya guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Polri. 7. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, tegaknya hukum, dan terbinanya ketenteraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum, dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. 8. Keamanan Dalam Negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 9. Kepentingan Umum adalah kepentingan masyarakat dan/atau kepentingan bangsa dan negara demi terjaminnya keamanan dalam negeri. 10. Penyidik adalah Pejabat Polri yang diangkat oleh Kapolri dan diberi wewenang untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 11. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk sebagai Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. 12. Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang diangkat oleh Kapolri dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 13. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 14. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintah Negara 3

5 Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 16. Komisi Kepolisian Nasional adalah lembaga negara yang berperan membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Polri, serta memberikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. 17. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut dengan Wilayah Negara adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh kekayaan yang terkandung di dalamnya. 19. Kode Etik Polri adalah norma atau aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan pedoman peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri. 20. Majelis Kode Etik Polri adalah perangkat yang dibentuk oleh Polri untuk memantau, memeriksa, dan merekomendasikan tindakan terhadap Anggota Polri, yang diduga melanggar Kode Etik Polri. 2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Polri merupakan alat negara yang berfungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. (2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Polri bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. 3. Diantara Pasal 2 dan Pasal 3 disipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 2A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 2A Polri dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya berlandaskan pada asas: 4

6 a. profesionalitas; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; dan d. netralitas. 4. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) Susunan organisasi dan tata kerja Polri diatur sesuai kebutuhan pelaksanaan fungsi dan tugas Polri. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. 5. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Kapolri bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan fungsi dan tugas Polri. (2) Penyelenggaraan fungsi dan tugas Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. kegiatan operasional Polri; dan b. pembinaan kepolisian. (3) Penyelenggaraan kegiatan operasional Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. perencanaan dan pelaksanaan kegiatan; b. pengaturan tata kelola organisasi; c. pengawasan dan evaluasi kinerja organisasi; d. melaksanakan koordinasi penegakan hukum dengan lembaga penegak hukum lain; dan e. melaksanakan koordinasi dengan kementerian/lembaga negara. (4) Penyelenggaraan pembinaan kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. peningkatan kemampuan sumber daya manusia; dan b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 6. Ketentuan Pasal 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5

7 Pasal 10 (1) Pejabat Polri yang membawahi daerah hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang Polri secara hierarki. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kapolri. 7. Di antara Pasal 10 dan Pasal 11 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 10A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 10A (1) Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. (2) Calon Kapolri dipilih dari perwira tinggi Polri yang masih aktif dengan mendasarkan pada: a. integritas dan kepribadian yang tidak tercela; b. prestasi dan dedikasi dalam tugas; c. jenjang kepangkatan dan karier; d. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun pada saat seleksi; dan e. pernah menjadi kepala Kepolisian daerah. (3) Sebelum mengusulkan pengangkatan Kapolri kepada DPR, Presiden terlebih dahulu mengusulkan pemberhentian Kapolri kepada DPR beserta alasan dengan memperhatikan pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional. (4) Persetujuan atau penolakan DPR terhadap usul pemberhentian Kapolri oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diberikan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR. (5) Jika DPR menolak usul pemberhentian Kapolri maka Presiden menarik kembali usulannya dan dapat mengajukan kembali permintaan persetujuan pemberhentian Kapolri pada masa persidangan berikutnya. (6) Dalam hal DPR tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), usul pemberhentian Kapolri oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR. 6

8 8. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 11 (1) Presiden mengusulkan pengangkatan Kapolri kepada DPR disertai dengan alasannya dengan memperhatikan pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional. (2) Persetujuan atau penolakan DPR terhadap usul Presiden sebagaimana pada ayat (1) harus diberikan paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR. (3) Dalam hal DPR tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh DPR. (4) Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengusulan atas pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diatur dengan Peraturan Presiden. 9. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 11A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 11A Ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan selain jabatan Kapolri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10A ayat (1) diatur dengan Peraturan Kapolri. 10. Ketentuan Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 15 (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Polri secara umum berwenang: a. menerima laporan dan/atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. mengeluarkan Peraturan Polri dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; 7

9 g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; dan m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu. (2) Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang: a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; b. menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. melakukan pengujian dan menerbitkan surat izin mengemudi kendaraan bermotor; d. menerima pemberitahuan tentang kegiatan penyampaian pendapat di muka umum; e. menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik; f. memberikan izin atas pemilikan dan/atau penggunaan senjata api, bahan peledak, senjata tajam, atau benda lainnya yang menyerupai senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; g. melakukan pengawasan atas peredaran, pemilikan, dan/atau penggunaan senjata api, bahan peledak, senjata tajam, atau benda lainnya yang menyerupai senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam; h. memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan; i. memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; j. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional dan transnasional; k. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di Wilayah Negara dengan koordinasi instansi terkait; 8

10 l. mewakili Pemerintah dalam organisasi kepolisian internasional; m. memberikan bantuan pemanggilan paksa atas permintaan lembaga negara atau instansi pemerintah; n. melakukan penyadapan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana; dan o. melaksanakan kerwenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf e, dan huruf m diatur dalam Peraturan Pemerintah. 11. Di antara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 16A dan Pasal 16B, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 16A (1) Polri dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf e, dan huruf f memungut biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke kas negara. (2) Pungutan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat secara langsung. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 16B Pendanaan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang Polri dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. 12. Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17 Pejabat Polri menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 9

11 13. Ketentuan Pasal 30 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 (1) Anggota Polri dapat diberhentikan dengan hormat atau dengan tidak hormat. (2) Usia pensiun Anggota Polri 58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi Anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat diperpanjang sampai dengan 60 (enam puluh) tahun. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberhentian dan usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 14. Ketentuan Pasal 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 31 Anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi. 15. Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 32 (1) Pembinaan kemampuan profesional Anggota Polri dilakukan melalui: a. peningkatan kemampuan kepolisian; b. pengembangan pengetahuan; dan c. penguatan etika profesi dan hak asasi manusia. (2) Pembinaan kemampuan profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan: a. pendidikan, pelatihan dan penugasan khusus; dan b. pendidikan yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional. 16. Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 34 (1) Sikap dan perilaku Anggota Polri terikat pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Polri. (2) Kode Etik Polri dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. 10

12 17. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 (1) Polri wajib menyusun Kode Etik Polri yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota Polri dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan sesuai dengan etika profesi Polri yang ditetapkan dalam Peraturan Kapolri. (2) Untuk menegakkan Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kode Etik Polri yang keanggotaannya terdiri atas: a. 2 (dua) orang perwira Polri; b. 1 (satu) orang anggota dari unsur akademisi; c. 1 (satu) orang dari unsur masyarakat; dan d. 1 (satu) orang dari unsur purnawira dari perwira tinggi Polri. (3) Majelis Kode Etik Polri bekerja secara ad hoc dan dapat dibentuk disetiap kepolisian daerah provinsi. (4) Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Kode Etik Polri berpedoman pada: a. Kode Etik Polri; b. tata beracara persidangan Majelis Kode Etik Polri; dan c. norma dan peraturan perundang-undangan. (5) Tata beracara persidangan Majelis Kode Etik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b memuat mekanisme penegakan Kode Etik Polri dan jenis sanksi. (6) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; c. sanksi administratif; atau d. pemberhentian. (7) Keanggotaan Majelis Kode Etik Polri yang berasal dari Anggota Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan berdasarkan Keputusan Kapolri. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, organisasi, dan tata beracara persidangan Majelis Kode Etik Polri diatur dalam Peraturan Presiden. 18. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 (1) Setiap Anggota Polri dan pengemban fungsi kepolisian lainnya wajib menunjukkan tanda pengenal sebagai keabsahan wewenang dan tanggung jawab dalam mengemban fungsinya. 11

13 (2) Ketentuan mengenai bentuk, ukuran, pengeluaran, pemakaian, dan penggunaan tanda pengenal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Kapolri. 19. Judul Bab VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB VI KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL 20. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 37 (1) Kompolnas berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. (2) Kompolnas merupakan lembaga negara yang dalam pelaksanaan tugasnya bersifat mandiri. (3) Kompolnas berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia. (4) Kompolnas dapat mendirikan perwakilan disetiap Provinsi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi, tugas, wewenang, kedudukan dan perwakilan Kompolnas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Presiden. 21. Ketentuan Pasal 38 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 38 Kompolnas mempunyai fungsi: a. memberi pertimbangan kepada Presiden untuk menetapkan arah kebijakan strategis Polri sebagai landasan dalam pembuatan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan rencana pembangunan jangka menengah nasional di bidang keamanan dalam negeri; b. memberi pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri; dan c. pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi dan tugas Polri. 22. Di antara Pasal 38 dan Pasal 39 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 38A dan Pasal 38B, yang berbunyi sebagai berikut: 12

14 Pasal 38A Kompolnas bertugas: a. merumuskan pertimbangan rencana pembangunan jangka panjang nasional dan rencana pembangunan jangka menengah nasional di bidang keamanan dalam negeri; b. mengumpulkan dan menganalisis data berkaitan dengan anggaran Polri, pengembangan sumber daya manusia Polri, dan pengembangan sarana dan prasarana Polri; c. mengumpulkan dan menganalisis data sumber daya manusia Polri sebagai bahan pemberian pertimbangan kepada Presiden mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri; d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Polri; dan e. menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Pasal 38B Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 38A, Kompolnas berwenang: a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan operasional dan pembinaan Polri untuk mencapai derajat tata kelola pemerintahan yang baik; b. melakukan kajian mengenai perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan kepolisian sebagai bahan pertimbangan kepada Presiden dan DPR; c. melakukan koordinasi dengan Kapolri dan/atau Pejabat Polri dalam penanganan laporan/pengaduan masyarakat. d. meminta data/informasi atau keterangan dari Polri atau lembaga negara lainnya, perorangan dan masyarakat dalam rangka klarifikasi dan verifikasi permasalahan yang diadukan oleh masyarakat; dan e. memberikan rekomendasi kepada Kapolri, Pejabat Polri, dan/atau Majelis Kode Etik Polri sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat. 23. Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 39 (1) Kompolnas mempunyai 9 (sembilan) orang anggota. (2) Keanggotaan Kompolnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. 1 (orang) menteri yang membidangi urusan koordinator bidang politik hukum dan keamanan sebagai ketua merangkap anggota; 13

15 b. 1 (satu) orang menteri yang membidangi urusan dalam negeri sebagai wakil ketua merangkap anggota; c. 1 (satu) orang menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sebagai anggota; d. 2 (dua) orang purnawira dari perwira tinggi Polri sebagai anggota; e. 2 (dua) orang akademisi sebagai anggota; f. 2 (dua) orang tokoh masyarakat sebagai anggota. (3) Anggota Kompolnas memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. 24. Di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 4 (empat) pasal, yakni Pasal 39A, Pasal 39B, Pasal 39C, dan Pasal 39D, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 39A Untuk dapat dipilih sebagai anggota Kompolnas, calon anggota Kompolnas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) huruf d, huruf e, dan huruf f, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. warga negara Indonesia; b. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. berdomisili di Indonesia; d. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; e. setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; f. berpendidikan paling rendah strata 2 (dua) atau magister; g. berpengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun dalam bidang hukum atau pemerintahan yang menyangkut penyelenggaraan pelayanan publik; h. berkomitmen terhadap penegakan hukum di Indonesia; i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun atau lebih; j. sehat jasmani dan rohani; k. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun pada saat pendaftaran; l. telah berhenti paling singkat 5 (lima) tahun, bagi calon yang berasal dari kepolisian; dan m. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 14

16 Pasal 39B Anggota Kompolnas dilarang merangkap menjadi: a. pengusaha; b. komisaris, direksi, pengurus, karyawan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; c. pengurus partai politik; atau d. profesi lainnya. Pasal 39C Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tata kerja, pengangkatan dan pemberhentian anggota Kompolnas diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 39D (1) Kompolnas dibantu oleh sekretariat untuk memberikan dukungan administratif dan teknis operasional. (2) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja sekretariat diatur dalam Peraturan Presiden. 25. Di antara Pasal 43 dan Pasal 44 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 43A, yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 43A Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO 15

17 pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN NOMOR 16

18 PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Berdasarkan alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, salah satu tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Polri merupakan alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum sesuai amanat Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mencapai tujuan negara tersebut, diperlukan penguatan Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dalam Undang-Undang ini. Penguatan Polri yang diatur dalam Undang-Undang ini dilakukan antara lain melalui: a. penambahan kewenangan Polri berupa kewenangan pemberian bantuan pemanggilan paksa atas permintaan lembaga negara atau instansi pemerintah, dan kewenangan penyadapan terhadap suatu tindak pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. penyempurnaan pengaturan mengenai tata cara pemberhentian dan pengangkatan Kapolri; c. penyempurnaan pengaturan Majelis Kode Etik Polri; dan d. penyempurnaan pengaturan Komisi Kepolisian Nasional. Dalam pelaksanaannya, sekalipun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia telah didasarkan pada paradigma baru yang menjadikan Polri berorientasi sipil (civilian police), namun faktanya Polri belum sepenuhnya mampu mewujudkan diri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional. Pelaksanaan fungsi Polri masih menghadapi banyak hambatan dan masalah, baik dari sisi kemampuan dan kualitas sumber daya manusia Polri, kinerja, profesionalitas, penegakan hukum yang 17

19 berperspektif hak asasi manusia, maupun aspek transparansi dan akuntabilitas kelembagaan. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai upaya untuk melakukan reformasi kelembagaan, meningkatkan dukungan terhadap pelaksanaan kinerja Polri, dan memperkuat pengawasan terhadap Polri. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 2 Angka 3 Pasal 2A Huruf a Yang dimaksud dengan profesionalitas adalah Polri sebagai alat negara dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya berdasarkan keahlian, kapabilitas, dan sumpah sebagai Anggota Polri, serta senantiasa menjaga keluhuran dan kredibiltas Polri. Huruf b Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah Polri sebagai alat negara dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya harus terbuka, responsif, dan memudahkan akses informasi bagi masyarakat. Huruf c Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah Polri sebagai alat negara dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya bertanggung jawab penuh baik secara etik, hukum maupun peraturan perundangundangan. Huruf d Yang dimaksud dengan netralitas adalah Polri sebagai alat negara dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya berpegang pada kebenaran, tidak 18

20 memihak, bebas intervensi, antidiskriminasi, dan menjunjung tinggi hukum demi terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara. Angka 4 Pasal 7 Angka 5 Pasal 9 Angka 6 Pasal 10 Angka 7 Pasal 10A Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan integritas dan kepribadian yang tidak tercela seperti tidak pernah terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri. Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan "jenjang kepangkatan" adalah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi dibawah Kapolri yang dapat dicalonkan sebagai Kapolri. Yang dimaksud dengan "jenjang karier" adalah pengalaman penugasan dari perwira tinggi calon Kapolri pada berbagai bidang profesi kepolisian atau berbagai macam jabatan di kepolisian. Huruf d Huruf e 19

21 Ayat (3) Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan disertai alasan yang sah antara lain masa jabatan Kapolri yang bersangkutan telah berakhir, atas permintaan sendiri, memasuki usia pensiun, berhalangan tetap, dijatuhi pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kerja di DPR tidak termasuk hari libur dan masa reses. Yang dimaksud dengan "sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR" adalah sejak surat Presiden diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR secara administratif. Ayat (5) Ayat (6) Angka 8 Pasal 11 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kerja di DPR tidak termasuk hari libur dan masa reses. Yang dimaksud dengan "sejak tanggal surat Presiden diterima oleh DPR" adalah sejak surat Presiden diterima oleh Sekretariat Jenderal DPR secara administratif. Ayat (3) Ayat (4) Yang dimaksud dengan "dalam keadaan mendesak" adalah suatu keadaan yang secara yuridis mengharuskan Presiden memberhentikan sementara Kapolri karena melanggar sumpah jabatan dan membahayakan keselamatan negara. Ayat (5) 20

22 Angka 9 Pasal 11A Angka 10 Pasal 15 Ayat (1) Wewenang yang dimaksud pada ayat (1) ini dilaksanakan secara terakomodasi dengan instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan penyakit masyarakat antara lain pengemisan, pergelandangan, pelacuran, perjudian, pemabukan, penghisapan/lintah darat, dan pungutan liar. Huruf d Yang dimaksud dengan "aliran" adalah semua aliran atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia. Huruf e Huruf f Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketenteraman masyarakat. Huruf g Huruf h Huruf i 21

23 Keterangan dan barang bukti dimaksud adalah yang berkaitan baik dengan proses pidana maupun dalam rangka tugas kepolisian pada umumnya. Huruf j Yang dimaksud dengan "pusat informasi kriminal nasional" adalah sistem jaringan dari dokumentasi kriminal yang memuat baik data kejahatan dan pelanggaran maupun kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas serta regristrasi dan identifikasi lalu lintas. Huruf k Surat izin dan/atau surat keterangan yang dimaksud dikeluarkan atas dasar permintaan yang berkepentingan. Huruf l Wewenang tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat. Huruf m Yang dimaksud dengan "barang temuan" adalah barang yang tidak diketahui pemiliknya yang ditemukan oleh Anggota Polri atau masyarakat yang diserahkan kepada Polri. Barang temuan itu harus dilindungi oleh Polri dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu tertentu tidak diambil oleh yang berhak akan diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Polri setelah menerima barang temuan wajib segera mengumumkan melalui media cetak, media elektronik, dan/atau media pengumuman lainnya. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan keramaian umum adalah keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum. Yang dimaksud dengan kegiatan masyarakat lainnya adalah kegiatan yang dapat 22

24 membahayakan keamanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Yang dimaksud dengan penyampaian pendapat di muka umum antara lain unjuk rasa, demonstrasi, pawai, rapat umum, mimbar bebas. Huruf e Kegiatan politik yang memerlukan pemberitahuan kepada Polri adalah kegiatan politik sebagaimana diatur dalam perundangundangan di bidang politik, antara lain kegiatan kampanye pemilihan umum (pemilu), pawai politik, penyebaran pamflet, dan penampilan gambar/lukisan bermuatan politik yang disebarkan kepada umum. Huruf f Yang dimaksud dengan "senjata tajam adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barang yang dipergunakan untuk pertanian, untuk pekerjaan rumah tangga, untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau untuk tujuan barang pusaka sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Huruf g Huruf h Huruf i Huruf j Yang dimaksud dengan "kejahatan internasional" adalah kejahatan tertentu yang 23

25 disepakati untuk ditanggulangi antar negara, antara lain kejahatan narkotika, uang palsu, terorisme, dan perdagangan manusia. Yang dimaksud dengan kejahatan transnasional adalah kejahatan lintas negara antara lain korupsi, pencucian uang, perdagangan orang (perempuan dan anak), penyelundupan orang, dan penyelundupan senjata. Huruf k Cukup jelas Huruf l Dalam pelaksanaan tugas ini Polri terikat oleh ketentuan hukum internasional, baik perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral. Dalam hubungan tersebut Polri dapat memberikan bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian atas permintaan dari negara lain, sebaliknya Polri dapat meminta bantuan untuk melakukan tindakan kepolisian dari negara lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dari kedua negara. Organisasi kepolisian internasional yang dimaksud, antara lain, International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol). Fungsi National Central Bureau ICPO-Interpol Indonesia dilaksanakan oleh Polri. Huruf m Huruf n Huruf o Angka 11 Pasal 16A Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan secara langsung adalah dengan memberikan bukti tanda terima atas 24

26 pungutan biaya sebagai penerimaan negara bukan pajak. Ayat (3) Pasal 16B Angka 12 Pasal 17 Angka 13 Pasal 30 Ayat (1) Ayat (2) Secara umum usia pensiun maksimum Anggota Polri 58 tahun, bagi yang mempunyai keahlian khusus dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun. Ayat (3) Angka 14 Pasal 31 Angka 15 Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan kemampuan kepolisian antara lain kemampuan di bidang teknis dan taktis. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Angka 16 Pasal 34 Ayat (1) 25

27 Ayat ini mengamanatkan agar setiap Anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap Anggota Polri harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode etik Polri yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasatya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila. Ayat (2) Angka 17 Pasal 35 Angka 18 Pasal 36 Ayat (1) Tanda pengenal dimaksud guna memberikan jaminan kepastian bagi masyarakat bahwa dirinya berhadapan dengan petugas resmi. Ayat (2) Angka 19 Angka 20 Pasal 37 Angka 21 Pasal 38 Huruf a Arah kebijakan Polri yang ditetapkan Presiden merupakan pedoman penyusunan kebijakan 26

28 teknis Kepolisian yang menjadi lingkup kewenangan Kapolri. Huruf b Huruf c Angka 22 Pasal 38A Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Yang dimaksud dengan "keluhan" antara lain menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya. Pasal 38B Angka 23 Pasal 39 Angka 24 Pasal 39A Pasal 39B Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d 27

29 Yang dimaksud dengan profesi lainnya antara lain advokat dan notaris. Pasal 39C Pasal 39D Angka 25 Pasal 43A Pasal II TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR... 28

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 81, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3710) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA

Lebih terperinci

Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia Undang Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang : Kepolisian Negara Republik Indonesia Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 28 TAHUN 1997 (28/1997) Tanggal : 7 OKTOBER 1997 (JAKARTA) Sumber : LN 1997/81;

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional di bidang hukum adalah terbentuk dan berfungsinya sistem

Lebih terperinci

*10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN UU 28/1997, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA *10218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 28 TAHUN 1997 (28/1997) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia. Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepolisian Republik Indonesia 1. Pengertian Kepolisian Negara Republik Indonesia Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 13-1961 dicabut: UU 2-2002 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 81, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka membangun Kompolnas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEPOLISIAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA pkumham.go PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka membangun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN KERAMAIAN UMUM, KEGIATAN MASYARAKAT LAINNYA, DAN PEMBERITAHUAN KEGIATAN POLITIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA

KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PENGHUBUNG KOMISI YUDISIAL DI DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMBERHENTIAN, DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang...

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 22 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5493 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 24

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGUSULAN, DAN PENETAPAN ANGGOTA BADAN PELAKSANA DAN ANGGOTA DEWAN PENGAWAS SERTA CALON ANGGOTA PENGGANTI ANTARWAKTU

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.135, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. KPAI. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Pelanggaran. Kode Etik. Daerah. Pemeriksaaan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.155, 2009 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5074) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMERIKSAAN PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2003 TENTANG BADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51, Pasal 56, dan

Lebih terperinci

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1787, 2015 KEMENKUMHAM. Anggota Majelis Pengawas. Organisasi. Pengangkatan. Penggantian. Pencabutan PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.164, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Keuangan Haji. Badan Pengelola. Dewan Pengawas. Pengganti Antarwaktu. Badan Pelaksana. Tata Cara. Pemilihan. Pengusulan. Penetapan. PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris No.180,2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 HA PIOAUSPOI TENTANG MAJELIS KEHORMATAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci