BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan satu maka luas negara Indonesia seluas 1,9 juta mil. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan satu maka luas negara Indonesia seluas 1,9 juta mil. 1"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Letak geografis Negara Republik Indonesia yang terdiri dari wilayah permukaan bumi meliputi dari pulau besar dan pulau kecil, 6000 pulau tidak berpenghuni yang terbentang sepanjang mil, terletak di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, dan jika semua daratannya dijadikan satu maka luas negara Indonesia seluas 1,9 juta mil. 1 Oleh karena itu, Indonesia disebut juga sebagai negara kepulauan yang lautnya berbatasan langsung dengan negara tetangga, sehingga diperlukan pengawasan pengangkutan barang yang diangkut melalui laut di daerah pabean untuk menghindari penyelundupan dengan modus pengangkutan antar pulau, khususnya barang-barang tertentu. 2 Ditambah lagi dengan jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak dimana jumlah penduduk Indonesia adalah jiwa menurut data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sementara menurut data dari Departemen Dalam Negeri menyebutkan, jumlah penduduk Indonesia terhitung sejak akhir tahun 2010 mencapai jiwa. Jumlah ini terdiri atas laki-laki dan perempuan. Metode yang digunakan kedua lembaga ini untuk mencatat jumlah penduduk Indonesia berbeda, karena Badan Pusat 1 Anonim. Wikipedia Indonesia. Diakses tanggal 27 Januari Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 1

2 Statistik menggunakan metode sensus, sedangkan Departemen Dalam Negeri menggunakan data kependudukan seperti KTP dan Kartu Keluarga. 3 Menurut data pertumbuhan penduduk Indonesia yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, yakni 1.21% per tahun, maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 ini akan menjadi jiwa. Apabila pertumbuhan penduduk seperti ini terus berlanjut, maka pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia akan menembus angka 300 juta jiwa. Sekarang saja, menurut data resmi Pemerintah, jumlah penduduk miskin mencapai lebih dari 28 juta jiwa. Hal ini belum termasuk rakyat yang hampir miskin, bisa jauh lebih banyak lagi jumlahnya. Ini tentunya menjadi suatu tantangan yang sangat berat dimasa depan jika tidak segera dikendalikan maka diperkirakan jumlah penduduk Indonesia bisa mencapai 300 juta jiwa pada tahun Jika sumber daya manusianya tidak ditingkatkan bisa menjadi beban yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Masalah lahan, pangan, energi dan ketersediaan lapangan pekerjaan merupakan masalah yang harus ditanggung pemerintah. Sekitar kapal laut per tahun melintas di Selat Malaka wilayah Republik Indonesia yang melakukan seperempat perdagangan dunia atau melintasi Daerah Pabean Negara Republik Indonesia. 4 Sementara itu yang dimaksud dengan Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat- 3 Jumlah Penduduk Indonesia. Diakses tanggal 27 Januari Pengamanan Selat Malaka dari Aksi Teror. tanggal 27 Januari

3 tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. 5 Tindak pidana penyelundupan menjadi masalah yang serius dalam pelaksanaan perekonomian negara, hal ini disebabkan karena apabila penyelundupan semakin meningkat dengan berbagai bentuk baik secara fisik, maupun secara administratif, akan menyebabkan semakin banyak uang negara yang tidak terpungut sehingga akan menghambat baik itu target yang ditetapkan negara melalui pungutan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang setiap tahunnya di harapkan meningkat. Sementara itu yang dimaksud dengan penyelundupan fisik adalah tidak mempergunakan dokumen-dokumen untuk melindungi barang-barangnya. Perbuatan tersebut bertujuan untuk menghindarkan diri dari segala kewajiban atau larangan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta tidak dilindungi oleh dokumen resmi atau memakai dokumen palsu. Penyelundupan ini memberikan keterangan yang salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang dalam pemberitahuan impor. Sedangkan penyelundupan administrasi adalah merupakan penyelundupan yang dilakukan seakan-akan barang tersebut dilindungi oleh dokumen yang diperlukan, jadi dipergunakan dokumen yang tidak sesuai dengan barang yang dilindunginya atau memberi dokumen palsu. 5 Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 3

4 Penyelundupan ini memberikan keterangan yang salah tentang jumlah, jenis atau harga barang-barang dalam pemberitahuan impor Penyelundupan adalah masalah yang komplek bagi Pemerintah Indonesia, terutama sebagai negara yang sedang membangun, karena merupakan gangguan yang dapat menyangkut sendi bangsa yaitu ideologi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan dan keamanan. 6 Penyelundupan adalah salah satu jenis kejahatan yang sangat membahayakan perekonomian negara, apalagi Negara Indonesia harus mewujudkan cita-cita yang terdapat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Masalah pemberantasan penyelundupan tetap akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik dikalangan para penegak hukum, oleh karena itu masalah ini menjadi salah satu sasaran pokok dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum dan beberapa instansi yang memiliki kewenangan dan pengawasan atas pelaksanaan impor dan ekspor barang. 7 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun Anggaran 2015, salah satu pendapatan negara berasal dari pemungutan Bea dan Cukai, untuk itu penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan sangat perlu diperhatikan karena tindak pidana ini sangat berpengaruh terhadap pembangunan nasional terutama di bidang perekonomian. 6 Direktorat Jendral Bea dan Cukai Pertumbuhan dan perkembangan Bea dan Cukai Dari Masa ke Masa Jilid II. Jakarta. Penerbit Yayasan Bina Ceria. Hal Soufnir Chibro Pengaruh Tindak Pidana Penyelundupan Terhadap Pembangunan. Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. Hal 1. 4

5 Berbagai penyelundupan terjadi di Indonesia termasuk penyelundupan pakaian bekas. Penyelundupan pakaian bekas (ballpressed) ada yang terjadi dalam frekuensi tinggi sehingga hampir setiap saat dapat dibaca dan didengar dari media massa. Maraknya penyelundupan pakaian bekas (ballpressed) di Indonesia karena terpuruknya perekonomian Indonesia. Perekonomian yang terpuruk sungguh menyulitkan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga rakyat demi memenuhi kebutuhan ekonomi, urusan sandang pangan pun jadi nomor dua. Dari segi ekonomi pakaian bekas yang dikirim dari negara luar tersebut lebih murah harganya. Hakekat daripada penyelundupan (smuggling) adalah menghindari bea masuk atau keluar, sesuatu yang diwajibkan kepada setiap orang yang melintasi garis pabean Negara Indonesia dengan membawa barang-barang yang dikenakan bea masuk atau keluar. Oleh karena itu, penyelundupan yang terjadi di Indonesia masih sangat sulit untuk ditanggulangi secara penuh, selain karena keadaan geografis Indonesia, keterbatasan pengawasan, kebutuhan negara yang kompleks juga banyak dipengaruhi oleh faktor sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu faktor lainnya adalah pelaku penyelundupan melakukan kegiatan penyelundupan untuk menghindari sistem kepabeanan yang rumit dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Dengan melakukan penyelundupan tersebut para pelaku penyelundupan dapat melakukan efisiensi waktu dan biaya namun juga dengan resiko yang besar pula. Masuknya pakaian bekas impor ilegal ke pasar domestik selama ini telah menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap perekonomian 5

6 nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah bertekad memberantas praktek pakaian bekas impor ilegal tersebut sampai tuntas. Sebagaimana diketahui bahwa pemasukan terbesar kepada kas Negara adalah dari pendapatan pajak dan termasuk di dalamnya adalah bea masuk dan cukai yang dikelola oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam tugas dan fungsinya bukan hanya melakukan pemungutan bea masuk, cukai dan pungutan-pungutan lainnya, tetapi juga melaksanakan fungsi pengawasan serta penegakan hukum yaitu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana penyelundupan. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya merupakan Wilayah kerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Timur 1 yang beralamat di Jalan Perak Timur, Nomor 498 yang merupakan Ibukota Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Selat Madura sebelah Utara kota Surabaya adalah salah satu yang mana melakukan usahausaha pemberantasan tindak pidana penyelundupan pakaian bekas impor. Berkaitan dengan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana penyelundupan maka peranan pengawasan dan pencegahan sangat besar bagi pejabat-pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai khususnya Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya dalam mengungkap berbagai tindak pelanggaran dan modus operandinya. Tindak pidana penyelundupan dirumuskan secara tegas jenis perbuatannya didalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 Tentang 6

7 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dengan ancaman sanksi yang tegas untuk dalam rangka kegiatan impor barang sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-undang Perubahan atas Undang-undang Kepabeanan yang menyatakan bahwa: Setiap orang yang: a. Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (2). b. Membongkar barang impor di luar kawasan pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean. c. Membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud Pasal 7A ayat (3). d. Membongkar atau menimbun barang impor yang masih dalam pengawasan pabean di tempat selain tempat tujuan yang ditentukan dan/ atau diizinkan. e. Menyembunyikan barang impor secara melawan hukum. f. Mengeluarkan barang impor yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dari kawasan pabean atau diberi tempat penimbunan berikat atau dari tempat lain di bawah pengawasan pabean tanpa persetujuan pejabat bea dan cukai yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang ini. g. Mengangkut barang impor dari tempat penimbunan sementara atau tempat penimbunan berikat yang tidak sampai ke kantor pabean tujuan dan tidak dapat membuktikan bahwa hal tersebut diluar kemampuannya. h. Dengan sengaja memberitahukan jenis dan/ atau jumlah barang impor dalam pemberitahuan pabean secara salah, dipidana melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp (lima miliar rupiah). Mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A ayat (2) menegaskan bahwa : Pengangkut yang sarana pengangkutannya memasuki daerah pabean wajib mencantumkan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam manifestnya. 7

8 Sementara itu membongkar barang impor yang tidak tercantum dalam pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud Pasal 7A ayat (3) menegaskan bahwa : Pengangkut yang sarana pengangkutnya datang dari luar daerah pabean atau datang dari dalam daerah pabean dengan mengangkut barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyerahkan pemberitahuan pabean mengenai barang yang diangkutnya sebelum melakukan pembongkaran. Tindak pidana penyelundupan yang dilakukan oleh segelintir atau sekelompok kecil orang-orang yang tidak bertanggung jawab, semata-mata dilakukan hanya untuk mencari keuntungan diri sendiri atau kelompoknya, sementara pelaku yang bersangkutan tidak memikirkan dampaknya yang sangat luas dan berat bagi perekonomian bangsa, di samping keamanan dan stabilitas nasional akan terganggu. 8 Hal ini disebabkan masih banyaknya golongan yang kurang mampu yang terdapat di negara ini. Masalah ini tentunya menjadi surga bagi para penyelundup pakaian bekas impor untuk menjual barang yang boleh dibilang sudah tidak layak untuk dipakai tersebut dijual di Indonesia. Bahkan ketentuan larangan pakaian bekas impor sudah sejak tanggal 18 Januari Tahun 1982 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan dan Koperasi (Mendagkop ) Nomor 28 Tahun 1982 karena pakaian bekas impor merupakan kegiatan yang ilegal. 9 Hal ini sesuai di dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) dalam pasal 3 menegaskan bahwa, barang yang di impor harus dalam keadaan baru, akan tetapi 8 Ibid. Hal Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 28 Tahun 1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. 8

9 meskipun adanya peraturan-peraturan tersebut masih dapat masuknya pakaian bekas tersebut ke Indonesia. 10 Dapat kita ambil kesimpulan bahwa kegiatan ini melanggar etika bisnis yang merugikan negara dalam sektor pajak. Buktinya kasus penyelundupan pakaian bekas impor ke Indonesia di tahun 2014 meningkat 100% dibandingkan tahun Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tahun 2013 jumlah tangkapan penyelundupan hanya 11 kasus sedangkan pada tahun 2014 mencapai 22 kasus. 11 Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan hasil tangkapan upaya penyelundupan pakaian bekas di dalam negeri selama tahun 2013 : a. 1 kali tangkapan di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Bea dan Cukai Sumatera Utara dengan jumlah 208 karung. b. 6 kali tangkapan di Kantor Wilayah Khusus Kepulauan Riau dengan jumlah karung. c. 2 kali tangkapan di Kantor Pelayanan Utama Tipe B Batam dengan jumlah 486 karung. d. 1 kali tangkapan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Nunukan dengan jumlah 1 karung. 10 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.229/MPP/Kep/7/1997 Tentang Ketentuan Umum dibidang Impor. 11 Kasus Penyelundupan Pakaian Bekas Impor Melonjak 100%. Di akses tanggal 28 Januari

10 e. 1 kali tangkapan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung dengan jumlah tangkapan 153 karung. 12 Jumlah tangkapannya sebesar karung. Sementara kasus tangkapan di tahun 2014 jauh lebih tinggi yaitu 22 kasus. Namun dari jumlah karung yang berhasil disita jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2013 lalu, antara lain : a. 1 kali tangkapan di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Bea dan Cukai Nangroe Aceh Darussalam 280 karung. b. 12 tangkapan di Kepulauan Riau sebanyak karung. c. 1 kali tangkapan di Tarakan sebanyak 108 karung. d. 5 kali tangkapan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan 211 karung. e. 1 kali tangkapan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A3 Bitung sebanyak karung. f. 1 kali tangkapan di Kantor Pelayanan Utama Tipe B Batam sebanyak 22 karung. g. 1 kali tangkapan oleh Direktorat Jenderal Penindakan dan Penyidikan sebanyak 95 karung. 13 Totalnya karung, turun dibandingkan tahun 2013 lalu sebesar karung. Jumlah kasus tangkapan paling besar ada di Kepulauan Riau sebanyak 18 kali selama kurun waktu 2013 hingga Ibid 13 Ibid 10

11 Daerah Bandung ada Cimol yang merupakan singkatan dari Cibadak Mall, tentu saja ini bukan mall sesungguhnya, cibadak adalah sebuah ruas jalan di Kota Kembang, dimana pedagang-pedagang semua jenis pakaian bertebaran di emperan-emperan toko. Harga murah, kualitas juga tidak kalah dengan produk garmen di toko atau bahkan factory outlet. 14 Tidak hanya di Bandung, di kota Manado ada istilah yang dikenal dengan Cabo, yang merupakan singkatan dari Cakar Bongkar, berbeda dengan cimol, di pasar cabo, produk garmennya hampir semua berasal dari Negara Korea Selatan, di pasar ini masyarakat dengan bebas memilih produk mana yang di sukai. Celana jins, celana pendek, kaos sampai kemeja berbagai model bisa dibeli dari harga Rp (lima ribu rupia h) sampai yang paling mahal Rp (dua puluh lima ribu rupiah) per buah. Barang-barang ini berasal dari negara-negara seperti Taiwan, Singapura, Hongkong, Jepang dan Korea Selatan, barang-barang di tempat ini modelnya bisa bersaing dengan produk yang sering di temui di mall-mall kelas atas dengan harga yang murah. Kemudian di Kota Jakarta ada yang namanya Pasar Ular, di pasar yang terletak di Jalan Plumpang Raya, Koja, Jakarta Utara, berbagai barang bermerek dijual dengan harga jauh lebih rendah dari harga pasaran, tempatnya tidak mewah, layaknya pusat penjualan barang mahal karena letaknya tidak jauh dari Kali Sunter dan hanya berbentuk lorong sepanjang 100 meter. Namun di sini sejumlah barang seperti, celana, kaos, kemeja, 14 Pasar Impor Pakaian Bekas Menghitung Hari. Diakses tanggal 28 Januari

12 sepatu, tas, jaket dan aksesoris branded dijual dengan harga murah. Untuk pakaian anak hingga dewasa, harga yang ditawarkan mulai dari Rp (sepuluh ribu rupiah) hingga Rp (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Bahkan di Yogjakarta, ada sebuah festival tahunan khusus untuk pakaian bekas impor yang tentu saja setiap penyelenggaraannya selalu disesaki oleh masyarakat luas, di Jawa sendiri, pasar seperti ini akrab dengan nama Ngawul. Sementara di Pulau Dewata, Bali juga banyak yang menjual pakaian bekas impor, seperti di toko-toko di sepanjang Jalan Hayam Wuruk, terdapat empat toko yang khusus menjual pakaian bekas impor, dan di Jalan Raya Sesetan yang jumlahnya juga cukup banyak yang menjual pakaian bekas impor. Bukan hanya di Bandung, Manado, Yogjakarta dan Jakarta saja tempat-tempat seperti ini bisa ditemukan tetapi hampir di seluruh daerah di Indonesia, apalagi produk pakaian bekas impor masuk ke Indonesia dengan jumlah yang sangat luas. Potensi keuntungan yang menggiurkan juga merupakan daya tarik para pelaku usaha untuk memilih jenis bisnis ini, hanya dengan modal 2 juta rupiah, bisnis ini bisa langsung berjalan disertai dengan potensi keuntungan yang bisa mencapai 100%. Sementara dilihat dari segi hukum, ternyata dalam pasal 47 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan menegaskan bahwa, setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Namun, realitanya sampai saat ini pakaian bekas impor masih beredar luas di pasaran. 12

13 Kenyataannya pakaian bekas impor meski murah dalam kondisi fisiknya belum tentu baik karena memiliki cacat barang tidak sesuai dengan kondisi baru dan pakaian bekas yang di impor belum tentu aman digunakan, karena disinyalir adanya kuman atau penyakit dari sisa pemakai negara asal. Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (Dirjen SPK) sudah mengadakan tes lab (laboratorium) terhadap beberapa pakaian bekas impor memang ternyata mengandung bakteri atau virus-virus yang berbahaya bagi konsumen dan kemudian yang menjadi masalah selanjutnya adalah terganggunya produktivitas industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri, padahal di Indonesia sendiri terdapat daerah penghasil tekstil dan garmen terbesar tepatnya di Propinsi Jawa Barat. Dengan banyaknya pakaian bekas impor dipasaran, maka produksi tekstil yang dibuat di dalam negeri tidak laku karena selisih harganya yang cukup jauh karena produk-produk garmen dalam negeri dijual dengan harga mahal, padahal kualitas serta model kurang menarik, hal seperti ini mungkin harus segera dibenahi karena masyarakat saat ini tidak bisa lagi dibodohi dan masyarakat lebih memilih pakaian bekas impor karena harganya yang murah dengan kualitas yang masih bagus dibanding pakaian produksi dalam negeri. Padahal sudah jelas bahwa terdapat peraturan larangan pakaian bekas impor salah satunya ditegaskan dalam Surat Keputusan Menteri perindustrian dan perdagangan (Kepmenperindag) Nomor : 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya dan Kepmenperindag Nomor : 642/MPP/Kep/9/2002 tentang Perubahan Lampiran I Kepmenperindag Nomor : 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga 13

14 Impornya. Meski demikian, impor tersebut masih terus berlangsung dengan cara diselundupkan. Beberapa negara Asia pakaian bekas sudah tidak diperbolehkan untuk dijual kembali karena dapat menimbulkan masalah kesehatan. Selain alasan kesehatan pakaian bekas itu sendiri kurang terlihat layak untuk dipakai. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis menyadari pentingnya permasalahan tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas impor ini untuk di bahas, maka penulis tertarik untuk membahasnya lebih rinci lagi dalam skripsi yang berjudul : PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DARI LUAR NEGERI (Studi Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya) B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana upaya penegakan hukum terjadinya tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya? 2. Apa kendala yang dihadapi Aparat Penegak Hukum Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri? 14

15 C. Tujuan Penelitian Ditinjau dari rumusan permasalahan diatas, maka yang menjadi tujuan dari penulisan hukum ini adalah : 1. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum terjadinya tindak pidana yang berkaitan dengan penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Aparat Penegak Hukum Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan-kepentingan sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan dan penelitian lebih lanjut terhadap penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. 2. Manfaat Praktis a) Bagi Penulis Sebagai wawasan dan pengetahuan maupun wacana keilmuan tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. Selain itu juga, sebagai 15

16 salah satu syarat untuk menyandang gelar kesarjanaan S1 (Strata Satu) di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. b) Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat memberikan informasi serta penambahan pengetahuan bagi masyarakat mengenai perbuatan penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri adalah suatu tindak pidana dan pakaian bekas dari luar negeri sangat berbahaya karena mengandung kuman dan bakteri yang akan membawa penyakit bagi tubuh. c) Bagi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan pengawasan dan pencegahan terhadap tindak pidana penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri di wilayah hukum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Surabaya, serta dapat menjadi tambahan informasi bagi Pejabat terkait kendala-kendala dalam penindakan tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri, sehingga dalam hal ini di harapkan pejabat terkait mampu mengatasi kendala-kendala tersebut, sekaligus menyelesaikan tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri dengan sebaik-baiknya. d) Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan pemikiran yang bermanfaat di bidang disiplin ilmu, ilmu hukum dan hukum 16

17 pidana. Khususnya dalam tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi petugas Bea dan Cukai mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan khususnya dalam pemberantasan tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. F. Metode Penelitian Untuk memperoleh data-data valid yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis (sosio legal research) yang merupakan penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. 2. Penentuan Lokasi Alasan penulis memilih lokasi penelitian di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya karena faktanya sering terjadi tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri yang terjadi dan di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya memiliki data yang akurat dan valid, karena 17

18 mengingat daerah Surabaya berdekatan langsung dengan pelabuhan dan sebagai instansi yang memiliki kewenangan dalam hal pengawasan ekspor dan impor serta penulis juga ingin mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan dengan permasalahan penyelundupan pakaian bekas dari luar negeri tersebut. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 beralamat di Jalan Perak Timur Nomor 498 Kota Surabaya. 3. Sumber Data a. Data Primer Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya yaitu Bapak Muhammad Syahirul Alim dan kepada Kepala Subseksi Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya yaitu Bapak Nutriwan Cahyono Putro, S.E. mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri dan kendala-kendala yang di hadapi Aparat Penegak Hukum Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri, studi dokumen serta 18

19 peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 54/M-DAG/PER/10 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor, dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan topik atau permasalahan yang diteliti oleh penulis. b. Data Sekunder Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari kajian kepustakaan dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 54/M- DAG/PER/10 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor. c. Data Tersier Jenis data yang diperoleh dari Ensiklopedia, Jurnal Hukum, Kamus Hukum dan Kamus Bahasa Indonesia yang terkait dengan masalah yang dibahas oleh penulis. 4. Metode Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 19

20 a. Wawancara atau interview yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi langsung dengan pihak yang dianggap mengetahui banyak tentang tujuan penelitian : a) Wawancara dengan pejabat Bea dan Cukai sebanyak 2 orang (1) Bapak Muhammad Syahirul Alim selaku Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. (2) Bapak Nutriwan Cahyono Putro, S.E. selaku Kepala Subseksi Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. b. Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data terhadap dokumendokumen yang berkaitan dengan tema penelitian, yaitu Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Yang Berkaitan Dengan Pakaian Bekas dari Luar Negeri di Kantor Wilayah Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya, dalam hal-hal data diperoleh dari literatur-literatur dan majalah-majalah maupun berita-berita yang ada di media cetak maupun media online. Khususnya buku ataupun literature literature yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri. 20

21 5. Teknik Analisis Data Dari hasil penelitian yang telah terkumpul, seperti yang diperoleh dari lapangan dan data kepustakaan, maka penulis selanjutnya menganalisa data tersebut secara deskriptif kualitatif yaitu data-data yang telah diproses akan dianalisa dan digambarkan sedemikian rupa sehingga diperoleh sesuai kesimpulan. G. Rencana Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang isi penulisan tugas akhir ini, maka sistematika penulisan hukum di bagi 4 (empat) bab, dan masing-masing terdiri atas sub-sub bab. Adapun bab-bab tersebut sebagai berikut : BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis memaparkan mengenai gambaran awal tentang penelitian yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis menguraikan pendekatan secara teoritis mengenai kerangka dasar dan permasalahan yang di angkat, serta fakta-fakta dan dasar hukum. Penulis menyajikan teori-teori yang bersumber dari undang-undang maupun literatur yang akan berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri di Kantor Wilayah Direktorat 21

22 Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya yang telah di tentukan oleh peraturan perundang-undangan. BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas hasil penelitian yang akan diuraikan tentang gambaran lokasi penelitian dan penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan yang berkaitan dengan pakaian bekas dari luar negeri di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya. BAB IV PENUTUP Dalam bab ini dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan, serta saran-saran dengan harapan dapat menjadi masukan sebagai rekomendasi terhadap pihak-pihak yang berkaitan. 22

BAB I PENDAHULUAN. sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dapat diketahui bahwa pendapatan asli bangsa Indonesia salah satunya dari sektor pajak, khususnya penerimaan di sektor cukai hasil tembakau. Yaitu penerimaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN [LN 2006/93, TLN 4661] Pasal 102 Setiap orang yang: a. mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia atau Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mensejahterakan rakyatnya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN [LN 1995/64, TLN 3612] BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 102 Barangsiapa yang mengimpor atau mengekspor atau mencoba mengimpor atau mengekspor barang tanpa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I P E N D A H U L U A N. sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abraham Maslow dalam teorinya yaitu Hierarki Kebutuhan membagi tingkat kebutuhan manusia sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang dasariah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai kegiatan ekspor impor di Indonesia, banyak hal yang dapat kita bahas melalui topik tersebut. Pada kesempatan ini, penulis ingin membahas secara lengkap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DARI LUAR NEGERI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DARI LUAR NEGERI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN PAKAIAN BEKAS DARI LUAR NEGERI (Studi Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tanjung Perak, Jawa Timur 1 Kota Surabaya) PENULISAN HUKUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN

PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYELUNDUPAN DALAM UNDANG-UNDANG KEPABEANAN Putu Kevin Saputra Ryadi Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Barang bekas telah menjadi permasalahan perekonomian setiap negara di dunia. Di negara indonesia dirugikan mencapai hingga triliunan karena banyaknya barang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic

I. PENDAHULUAN. Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki wilayah daratan yang dipisahkan oleh lautan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pungutan cukai merupakan salah satu komponen penerimaan negara yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya. Ciri khusus yang dimaksud

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un

2017, No lain ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; c. bahwa sesuai dengan Undang-Un No.1563, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemberitahuan dan Pengawasan, Indikator yang Mencurigakan, Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain, serta Pengenaan Sanksi Administratif

Lebih terperinci

Bab XII : Pemalsuan Surat

Bab XII : Pemalsuan Surat Bab XII : Pemalsuan Surat Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti

Lebih terperinci

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553, 2015 KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK TERTENTU

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 146/PMK.04/2014 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 214/PMK.04/2008 TENTANG PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara dapat diibaratkan seperti manusia yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain, begitu juga dengan negara. Suatu negara memerlukan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. dan akan menghasilkan sesuatu dari rangkaian tersebut. Misalnya. rangkaian radio menghasilkan suara, handphone menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Barang elektronik merupakan barang yang digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Barang elektronik merupakan suatu rangkaian dari berbagai komponen yang bisa

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai 13 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem

2 Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lem No.1091, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Tekstil. Produk Tekstil Batik. Motif Batik. Impor. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/7/2015

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.41, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Tertentu. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN, PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN, PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN, PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 966, 2014 KEMENKEU. Bea Keluar. Pemungutan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 146/PMK.04/2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.108, 2017 EKONOMI. Pelanggaran HKI. Impor. Ekspor. Pengendalian. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6059) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN (ILLEGAL FISHING) SEBAGAI TINDAK PIDANA INTERNASIONAL DI PERAIRAN ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA A. Kasus Pencurian Ikan Di Perairan Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KMK.05/1997 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2002 BPHN UU 10/1995, KEPABEANAN *9048 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai BAB III PAKAIAN BEKAS MENURUT UU NO. 42 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 3.1. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Sistem Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.39, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Alat Ukur. Perlengkapan. Impor. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74/M-DAG/PER/12/2012 TENTANG ALAT-ALAT UKUR,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan perkembangan yang pesat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia membutuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755]

UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI [LN 2007/105, TLN 4755] 15. Ketentuan Pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6),

Lebih terperinci

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE

148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE 148/PMK.04/2011 PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KE Contributed by Administrator Wednesday, 07 September 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.366, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Daerah Pabean Indonesia. Uang Tunai. Instrumen Pembayaran Lain. Pembawaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAWAAN UANG TUNAI DAN/ATAU INSTRUMEN PEMBAYARAN LAIN KE DALAM ATAU KE LUAR DAERAH PABEAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III PEMUSNAHAN BAWANG ILEGAL

BAB III PEMUSNAHAN BAWANG ILEGAL 31 BAB III PEMUSNAHAN BAWANG ILEGAL A. Gambaran Umum Tentang Bawang Ilegal Barang ilegal ialah sektor kegiatan ekonomi yang melibatkan transaksi ekonomi ilegal, khususnya pembelian dan penjualan barang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.556, 2009 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Label. Pencantuman. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 62/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KEWAJIBAN PENCANTUMAN LABEL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DAN LOKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DAN LOKASI USAHA TERHADAP PENDAPATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam pembangunan ekonomi. Gerak sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) amat vital untuk menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan kegiatan yang berlangsung. Secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 615/PMK.04/2004 TENTANG TATALAKSANA IMPOR SEMENTARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjamin kepastian hukum dan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER- 14/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 148/PMK.04/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 145/PMK.04/2007 TENTANG KETENTUAN KEPABEANAN DI BIDANG

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN PERATURAN KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMASUKAN

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2018 TENTANG KETENTUAN IMPOR PELUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak.

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dari berbagai sektor salah satunya adalah pajak. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia telah melaksanakan pembangunan yang pesat dalam kehidupan yang perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Contents Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Berbagai penindakan yang berhasil ditorehkandalam menjalankan instruksi Presiden Republik Indonesia adalah bukti nyata pelaksanaan penguatan reformasi di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Namun, jika ada pihak yang mengimpor, mengekspor, memproduksi,

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Namun, jika ada pihak yang mengimpor, mengekspor, memproduksi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narkotika sebenarnya merupakan zat atau obat yang legal digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu serta untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, jika

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1996 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 88/PMK.04/2007 TENTANG PEMBONGKARAN DAN PENIMBUNAN BARANG IMPOR MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan

I. PENDAHULUAN. Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beredarnya produk-produk luar negeri di pasaran domestik yang merupakan produk yang terkena ketentuan larangan dan pembatasan, seperti pakaian bekas, elektronik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

BMN YANG SELAIN DARI APBN

BMN YANG SELAIN DARI APBN BMN YANG SELAIN DARI APBN Oleh: Rahmad Guntoro,S.E,M.M *) Abstrak: Dua sumber perolehan Barang Milik Negara (BMN) adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan perolehan lainnya yang sah. Dalam

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PMK.04/2013 TENTANG TOKO BEBAS BEA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN IMPOR ATAU EKSPOR BARANG YANG DIDUGA MERUPAKAN ATAU BERASAL DARI HASIL PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH )

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN ( DALAM SATU NASKAH ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber:

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 10 TAHUN 1995 (10/1995) Tanggal: 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber: Tentang: KEPABEANAN Indeks: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B

BAB IV PEMBAHASAN. A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Masalah 1. Prosedur Penindakan Peredaran Hasil Tembakau Ilegal di KPPBC Tipe Madya Pabean B Dalam pengumpulan data dan fakta di lapangan tim dari unit pengawasan di Kantor

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN SIDOARJO

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN SIDOARJO 1 BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MINUMAN BERALKOHOL DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.493, 2014 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Beralkohol. Peredaran. Penjualan. Pengendalian. Pengawasan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-DAG/PER/4/2014

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Upaya pemerintah untuk mendorong laju perdagangan internasional dengan berbagai bentuk insentif dan kemudahan telah banyak dilakukan, antara lain

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. No.249, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Barang Ekspor. Barang Impor. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102/PMK.04/2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional telah menghasilkan

Lebih terperinci

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2018, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) No.203, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Pemeriksaan Tata Niaga Impor di Luar Kawasan Pabean. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2018 TENTANG PELAKSANAAN PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR 01 /BC/2005 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR 01 /BC/2005 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR 01 /BC/2005 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN UANG TUNAI DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 50 Barangsiapa tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 1, menjalankan usaha Pabrik,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1341, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Sistem Pendingin. Impor Barang. Ketentuan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55/M-DAG/PER/9/2014 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10

2017, No Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 No.1591, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Impor Rokok Elektrik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2017 TENTANG KETENTUAN IMPOR ROKOK ELEKTRIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci