BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GROTESQUE, SINOPSIS CERITA NOVEL GROTESQUE, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK SISWA PADA NOVEL GROTESQUE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GROTESQUE, SINOPSIS CERITA NOVEL GROTESQUE, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK SISWA PADA NOVEL GROTESQUE"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL GROTESQUE, SINOPSIS CERITA NOVEL GROTESQUE, INTERAKSI SOSIAL DAN PEMBENTUKAN KELOMPOK SISWA PADA NOVEL GROTESQUE 2.1. Setting Novel Grotesque Menurut Ikram (1980:21), setting adalah tempat secara umum dan dan waktu atau masa terjadi. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216), latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Setting merupakan bagian intrinstik dalam novel. Setting menunjukkan tempat, waktu dan menjelaskan suasana terjadinya suatu kejadian dalam sebuah cerita novel. Setting merupakan bagian penting dalam novel, tanpa adanya setting pembaca akan sulit untuk mengerti isi cerita dalam sebuah novel. Dengan adanya setting para pembaca juga bisa mudah menghayati dan membayangkan suasana saat kejadian dalam cerita novel tersebut terjadi. Unsur latar atau setting dapat dibedakan ke dalam tiga unsure pokok yaitu tempat, waktu, dan sosial. Meskipun ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Nurgiyantoro, 1995 : 227) 1.Latar Tempat

2 Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Unsur-unsur tempat yang dipergunakan bisa berupa tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu atau mungkin juga dengan suatu penggambaran lokasi tertentu tanpa menyebutkan nama. Cuplikan halaman 61. Kazue dan aku lulus ujian masuk dan masuk ke sistim perguruan Q di sekolah lanjutan atas. Aku yakin kau tahu, bahwa sekolah lanjutan atas Q untuk perempuan mudah sangat kompetitif dan hanya menerima mereka yang nilai ujiannya paling tinggi. Dari cuplikan di atas digambarkan bahwa latar tempat pada cerita Grotesque berada di sebuah Sekolah Lanjutan atas yang merupakan bagian dari Perguruan Q yang sangat kompetitif. Dan tidak mudah untuk bisa menjadi salah satu dari siswanya. 2.Latar Waktu Latar waktu mengacu kepada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara historis. Melalui pemberian waktu secara jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Dengan adanya latar waktu akan tergambar jelas urutan setiap kejadian-kejadian yang ada dalam cerita, sehingga akan mudah untuk memahami cerita. Cuplikan halaman 68 Waktu kami pertama mulai bersekolah di Sekolah Lanjutan Atas Q untuk perempuan muda, aku tidak tahu nama Kazue dan tidak tertarik untuk mencari tahu. Waktu itu, semua orang luar berkumpul bersama dan kelihatan bingung dan dungu sehingga tidak mungkin membedakan masing-masing.

3 Dari cuplikan di atas diganbarkan bahwa kejadian terjadi saat tokoh baru bersekolah di Sekolah lanjutan Atas Q untuk perempuan muda. Saat itu semua siswa yang merupakan siswa baru belum saling mengenal. 3.Latar Sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara bersiakap dan lain-lain. Disamping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya kalangan bawah, menengah atau atas. Cuplikan halaman 63 Waktu aku pertama mulai tinggal bersama kakekku, aku bermimpi tentang bagaimana hidupku sebagai siswa di Sekolah Lanjutan Atas Q untuk perempuan muda yang sangat didambakan itu. Imajinasiku subur sekali, adegan demi adegan berkembang. Menuruti khayalan-khayalan ini memberiku kenikmatan besar, seperti sudah kukatakan. Aku akan bergabung dengan kelab-kelab, berteman dan menjalani kehidupan normal seperti orang normal lainnya. Namun kenyataan mencabik-cabik impian-impian ini hingga berkeping-keping. Pada dasarnya, keberadaan kubu-kubu menghancurkan diriku. Kau tidak bisa begitu saja berteman dengan siapa saja, tahu. Bahkan kegiatan kelab-kelab diberi peringkat dan disusun dalam hierarki masing-masing, jelas dibedakan antara yang didambakan dan yang pinggiran. Dasar dari pemeringkatan ini tentu saja pengertian elit ini.

4 Dari cuplikan diatas menggambarkan adanya keadaan sosial yang masyarakatnya dibagi ke dalam kelas-kelas atau kubu-kubu dan menjadikan sesuatu yang dianggap elit sebagai dasar dari pembagian peringkat setiap kelas. Setiap orang tidak bisa begitu saja berteman dengan siapa saja. Semua diatur berdasarkan peringkat kelasnya. Dengan siapa berteman sampai kelab yang bisa dimasuki sesuai dengan kelasnya Sinopsis Cerita Novel Grotesque Novel Grotesque ini menceritakan tentang kehidupan dua orang wanita yang berprofesi sebagai seorang pelacur yang terbunuh secara sadis. Kedua wanita tersebut adalah Kazue Sato dan Yuriko. Dalam novel ini kehidupan kedua wanita tersebut diceritakan oleh kakak yuriko dan juga teman satu sekolah kazue. Dan cerita tentang kehidupan kedua wanita ini juga di dapat dari buku harian mereka. Yuriko adalah seorang anak keturunan swiss dan Jepang. Ayahnya adalah sosok yang otoriter yang selalu mengganggap dirinya benar. Sedangkan Ibunya adalah sosok penurut. Dia memiliki rupa yang sangat cantik dan di kagumi banyak orang. Bahkan orang-orang tidak percaya kalau dia adalah salah satu dari keluarganya karena tidak mirip. Orang-orang juga tidak percaya kalau yuriko mempunyai ayah, ibu dan kakak yang sangat biasa. Kecantikan yang membuat semua orang kagum kepadanya membuat yuriko sangat mudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Dan itulah yang membuat kakaknya sangat benci kepadanya. Sehingga kakaknya memutuskan untuk tetap tinggal di Jepang bersama kakeknya saat keluarganya akan pindah ke swiss, agar berada jauh dari Yuriko. Di Swiss ibunya akhirnya bunuh diri karena depresi akibat tanggapan negatif dari

5 masyarakat tentang bagaimana mungkin seorang yang biasa saja memiliki anak yang sangat cantik. Kecantikan yuriko jugalah yang membuat banyak pria yang tertarik kepadanya. Hal ini membuat yuriko terobsesi menjadi seorang pelacur. Kazue sato adalah seorang wanita yang sangat taat kepada peraturan ayahnya. Semua yang dia lakukan sesuai dengan perintah ayahnya. Permasalahan terjadi saat dia berada di sekolah lanjutan atas. Dia sangat berusaha untuk bisa masuk ke sekolah lanjutan atas perguruan Q yang sangat terkenal. Saat dia akhirnya masuk ke sekolah menengah atas perguruan Q dia dihadapkan pada pembagian kelompok siswa. Kelompok pertama disebut kelompok dalam yaitu kelompok yang masuk ke sekolah lanjutan atas perguruan Q melalui sistim perguruan Q yaitu mereka adalah siswa sekolah menengah perguruan Q yang otomatis bisa melanjut ke sekolah lanjutan atas perguruan Q tanpa harus mengikuti ujian seleksi. Sedangkan kelompok yang lain di sebut kelompok luar yaitu mereka yang baru masuk ke sekolah lanjutan atas perguruan Q dengan cara lulus seleksi. Kazue sato termasuk ke dalam kelompok luar. Perbedaan kelompok dalam dan kelompok luar sangat jelas terlihat, kelompok dalam adalah siswasiswa yang berasal dari keluarga kaya dan sangat berpengaruh di sekolah itu. Sedangkan kelompok luar adalah siswa yang baru masuk ke perguruan Q dengan seleksi dan mayoritas berasal dari keluarga yang biasa saja. Kazue sato dalam keluarga selalu dituntut untuk jadi nomor satu dan menjadi yang terbaik. Hal ini berdampak pada sekolahnya. Di sekolah dia melakukan segala hal untuk bisa menjadi yang terbaik dan semua itu harus dimulai dengan masuk kelompok dalam. Berbagai usaha dilakukannya untuk bisa masuk ke dalam kelompok dalam tetapi ternyata itu tidak mudah. Kegagalan usaha Kazue yang ingin masuk ke

6 dalam kelompok dalam pada akhirnya menjadikan dia terobsesi untuk menjadi nomor satu tanpa mempedulikan orang lain. Bahkan sampai saat dia sudah memiliki pekerjaan dia yang bagus dia tetap ingin menjadi pusat perhatian orang disekitarnya, dan ini membuat orang-orang disekitarnya merasa tidak nyaman dan menjauhinya. Yuriko dan Kazue diduga dibunuh oleh orang yang sama yaitu Zhang warga negara china yang datang ke Jepang secara illegal, demi mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Dia adalah salah satu orang yang memakai jasa Yuriko dan Kazue. Dia membunuh Yuriko karena terlibat perkelahian. Sedangkan untuk pembunuhan Kazue dia tidak mengakuinya. 2.3.Interaksi Sosial Menurut Bonner dalam Ali ( interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Kehidupan bermasyarakat tidak mungkin terlepas dari interaksi sosial. Sebagai makhluk sosial setiap anggota masyarakat harus melakukan interaksi dengan anggota masyarakat lain untuk bisa menjalani kehidupannya. Ada beberapa bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Park dan Burgess dalam Santosa ( yaitu : a. Kerja sama

7 Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok-kelompok bekerja sama atau bantu-membantu untuk mencapai tujuan bersama. b. Persaingan Persaingan ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orang-orang atau kelompok-kelompok berlomba untuk meraih tujuan yang sama c. Pertentangan Pertentangan ialah suatu bentuk interaksi sosial berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dan orang atau kelompok dan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. d. Persesuaian Persesuaian ialah proses penyesuaian dimana orang-orang atau kelompok-kelompok yang sedang bertentangan bersepakat untuk menyudahi pertentangan tersebut atau setuju untuk mencegah pertentangan yang berlarut-larut dengan melakukan interaksi damai baik bersifat sementara maupun bersifat kekal. Selain itu persesuaian juga memiliki arti yang lebih luas yaittu penyesuaian antara orang yang satu dengan yang lain, antara seorang dengan kelompok, dan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lain. e. Perpaduan Perpaduan adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara individu atau kelompok. Dan juga merupakan usaha-usaha untuk

8 mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama. Faktor-faktor yang mendasari proses terbentuknya interaksi sosial adalah : 1. Imitasi yaitu proses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain, baik sikap penampilan, gaya hidupnya, bahkan apa-apa yang dimilikinya. Imitasi pertama kali muncul di lungkungan keluarga, kemudian lingkungan tetangga dan lingkungan masyarakat. 2. Indentifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seorang individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu lain yang ditirunya. Proses identifikasi tidak hanya terjadi melalui serangkain proses peniruan pola perilaku saja, tetapi juga melalui proses kejiwaaan yang sangat mendalam. 3. Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus yang diberikan sesorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional. 4. Motivasi yaitu rangsangan pengaruh, stimulus yang diberikan seorang individu kepada individu lain, sehingga orang yang diberi motivasi menuruti tau melaksanakan apa yang dimotivasikan secara kritis, rasional dan penuh rasa tanggung jawab. Motivasi biasanya diberikan oleh orang yang memiliki status yang lebih tinggi dan berwibawa, misalnya dari seorang ayah kepada anak, seorang guru kepada siswa. 5. Simpati adalah proses kejiwaan, dimana seorang individu merasa tertarik kepada seseorang atau kelompok orang, karena sikapnya, penampilannya, wibawanya atau perbuatannya yang sedemikian rupa.

9 6. Empati yaitu mirip dengan simpati, akan tetapi tidak semata-mata perasaan kejiwaan saja. Empati dibarengi dengan perasaan organisme tubuh yang sangat intens/dalam. ( /sociology/ interaksi-sebagai-proses-sosial/ ) Semua bentuk-bentuk interaksi sosial di atas selain dapat dilihat di dalam kehidupan sehari-hari juga bisa dilihat dalam karya sastra, khususnya novel. Tokoh yang satu dengan yang lain saling berinteraksi sehingga menghasilkan sebuah cerita. Dalam novel grotesque interaksi dilakukan oleh dua kelompok siswa. Siswa kelompok orang dalam menunjukkan golongan atas dan siswa kelompok orang luar menunjukkan golongan bawah. Setiap perilaku masingmasing kelompok ini memberikan pengaruh terhadap kelompok lainnya. Setiap tindakan dan sikap dari siswa kelompok orang dalam mendapat tanggapan dari siswa kelompok orang luar begitu juga sebaliknya. Dari setiap interaksi tersebut juga dapat di lihat bagaimana hubungan yang terjadi antara kedua kelompok ini Pembentukan Kelompok Siswa dalam Novel Grotesque Karya Natsuo Kirino. Berikut adalah cuplikan-cuplikan cerita yang akan menunjukkan pembentukan kelompok siswa dalam novel Grotesque. Cuplikan halaman Itu karena Universitas Q tidak begitu saja menerima siapa pun. Dan karena itu siswa-siswa yang masuk ke system Q-yang akhirnya mampu meluncur

10 masuk ke universitas Q-merasa berhak. Semakin awal si siswa masuk ke sistim ini, semakin kuat kesadaran elit mereka. Justru karena sistim ekskalator inilah orang tua yang kaya raya berupaya keras agar anak mereka masuk sekolah Q tingkat dasar. Kudengar dari orang lain bahwa keseriusan mereka dalam menghadapi ujian awal ini sudah mendekati histeri. Dari cuplikan diatas di jelaskan bahwa sistem perguruan Q bukanlah sistim yang menerima siswa dengan mudah, semakin cepat seorang siswa masuk ke dalam sistim ini maka mereka akan semakin dianggap elit. Perguruan Q memiliki sistim ekskalator maka siswa yang masuk saat sekolah dasar bisa masuk ke tingkat berikutnya dengan mudah tanpa test. Karena itulah maka para orang tua yang kaya raya berupaya keras agar anak mereka masuk dari tingkat dasar. Hal itu juga merupakan alasan kenapa semakin cepat siswa masuk ke dalam sistim perguruan Q semakin mereka dianggap elit karena siswa sekolah dasar perguruan Q merupakan siswa yang berasal dari keluarga yang kaya. Sistim perguruan Q ini juga menyebabkan siswa yang masuk pada tingkat berikutnya dianggap lebih rendah dibandingkan siswa yang masuk di tingkat sebelumnya dan melanjut tanpa ujian. Cuplikan halaman 64 Siswa-siswa tingkat satu dibagi atas dua kelompok besar: mereka yang melanjutkan dari dalam sistem sekolah Q dan mereka yang masuk tahun itu. Sekilas mudah melihat yang mana kelompok apa. Panjang rok seragam sekolah kamilah yang membedakan kami.

11 Diantara kami yang masuk untuk pertama kali-masing-masing dari kamisesudah berhasil lulus ujian masuk, memakai rok yang panjangnya tepat di atas lutut, tepat sesuai peraturan sekolah. Tetapi, separuh siswa yang sudah sejak tingkat sekolah dasar atau sekolah menengah ada di sistem itu, memakai rok yang pendek hingga ke paha mereka. Nah, aku bukan bicara tentang jenis rok yang di pakai gadis-gadis sekarang, rok yang hampir tidak menutupi apa pun sehingga seperti sama sekali tidak ada. Dari cuplikan di atas dijelaskan bagaimana kelompok siswa dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mereka yang masuk melalui sistim dan yang kedua yang masuk melalui test pada tahun itu. Pada cuplikan yang ingin dijelaskan bukanlah masalah panjang rok tetapi perbedaan yang sangat menonjol pada kedua kelompok tersebut. Kelompok pertama memakai rok yang sangat pendek yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah, tanpa takut akan mendapat hukuman. Mereka merasa berkuasa di sekolah itu sehingga memiliki keberanian untuk melanggar peraturan yang ada. Sedangkan kelompok yang kedua adalah siswa-siswa baru yang taat dengan peraturan yang ada. Dari cuplikan sebelumnya kelompok pertama jelas merupakan siswa-siswa yang dianggap lebih elit dari pada siswa yang ada di kelompok kedua. Cuplikan halaman 65 Upacara matrikulasi pun dimulai. Kami orang luar memperhatikan dengan serius semua yang dikatakan. Tetapi sebaliknya siswa-siswa yang naik dari tingkat dasar hanya pura pura mendengarkan. Mereka mengunyah permen karet, saling berbisik, dan bersikap seakan-akan mereka sama sekali tidak peduli

12 dengan apa yang sedang berlangsung. Bukannya bersikap serius, mereka malah bertingkah laku seperti anak kucing yang lincah, sangat disayang, dan sulit diatur. Dan mereka tidak satu kali pun melirik kearah kami. Kontras sekali dengan para siswa pendatang, yang ketika memperhatikan cara orang dalam bersikap, merasa semakin gelisah. Cuplikan di atas juga menunjukkan bahwa siswa yang baru masuk disebut orang luar dan siswa yang masuk melalui sistim disebut orang dalam. Dalam cuplikan juga ditunjukkan bahwa perbedaan sikap antara dua kelompok siswa tersebut. Siswa yang termasuk ke dalam kelompok orang dalam bertindak sesuka hati dan sama sekali tidak mempedulikan siswa di kelompok orang luar Cuplikan halaman Di sini kami punya masyarakat berdasarkan golongan dalam seluruh kejayaan yang menjijikkan, lanjut Mitsuru. Pasti lebih buruk di sini dari tempat lain mana pun di seluruh Jepang. Penampilan menguasai segalanya. Karena itulah orang-orang di lingkaran dalam dan mereka yang berorbit di luarnya tidak pernah berbaur. Lingkaran dalam? apa itu? Mereka yang mulai bersekolah disini sejak sekolah dasar adalah putriputri berdarah biru sejati, anak-anak perempuan dari para ayah yang memiliki kartel-kartel raksasa. Mereka tidak pernah harus bekerja sama sekali dalam hidup mereka. Bahkan, kalau punya pekerjaan malah memalukan. Bukankah itu agak kuno? aku mendengus jijik, tetapi Mitsuru melanjutkan dengan serius sekali.

13 Nah, aku setuju tentu saja. Tetapi begitulah sikap lingkaran dalam terhadap penaksiran nilai. Mungkin agak lepas dari kenyataan, tetapi mereka sangat kokoh dalam posisi mereka, maka semua orang lain terbawa menyimpang. Nah, bagaimana dengan orang-orang lain di sekeliling mereka? Mereka anak-anak orang upahan, jawab Mitsuru dengan nada sedih. Anak perempuan dari orang yang bekerja untuk mendapatkan bayaran tidak pernah bisa menjadi bagian dari lingkaran dalam. Mungkin saja dia pintar dan berbakat, tetapi hal itu tidak menjadikannya berbeda. Ia bahkan tidak akan terperhatikan. Kalau ia mencoba bergerak dengan licin ke tengah mereka, ia akan diejek. Tambahan lagi, meskipun dia cukup cerdas, tetapi ia tidak keren dan jelek maka ia tidak lebih dari sampah di tempat ini. Cuplikan diatas adalah merupakan percakapan antara tokoh pengarang sebagai tokoh aku dengan salah satu tokoh lain bernama Mitsuru. Cuplikan ini menjelaskan bagaimana keadaan kehidupan sosial dalam sekolah itu. Pembentukan kelompok siswa dalm novel ini terjadi didasarkan pada perbedaan kekayaan. Siswa kelompok orang dalam merupakan putri-putri orang-orang kaya dan di luarnya yaitu siswa kelompok orang luar merupakan putri dari orang-orang upahan. Siswa kelompok orang dalam dan siswa kelompok orang luar tidak dapat berbaur satu sama lain. Kepintaran dan bakat yang dimiliki siswa tidak memiliki pengaruh banyak, hal itu tidak bisa menjadikan siswa dari golongan luar biasa masuk ke golongan dalam. Bahkan jika ada yang berusa untuk masuk maka dia akan mendapatkan perlakuan buruk seperti diejek. Siswa-siswa yang berasal dari

14 golongan luar atau anak dari orang upahan selalu dianggap tidak penting dan dianggap seperti sampah. Dari cuplikan-cuplikan di atas dapat diketahui bagaimana kedua kelompok siswa ini terbentuk. Perbedaan kekayaan yang dimiliki oleh siswa menjadi pembeda kedua kelompok siswa ini. Siswa yang ada di kelompok orang dalam adalah siswa yang berasal dari keluarga yang kaya raya dan masuk ke sekolah lanjutan atas perguruan Q melalui sistim. Sedangkan siswa yang ada di kelompok orang luar adalah siswa yang masuk melalui ujian di tahun itu. Antara kedua kelompok ini tidak bisa saling berbaur satu sama lain. Berada di kelompok mana menentukan juga dengan siapa para siswa boleh berhubungan atau berteman. Kelompok orang dalam dianggap lebih elit daripada kelompok orang luar. Kelompok orang dalam memiliki kekuasaan di sekolah dan mendapatkan banyak kebebasan sedangkan kelompok orang luar tidak memiliki kekuasaan mereka patuh terhadap peraturan yang ada.

Ringkasan Novel Grotesque

Ringkasan Novel Grotesque Ringkasan Novel Grotesque Sekolah Q merupakan sekolah elit yang diperuntukkan bagi siswa-siswi yang pandai. Ketika seorang anak berhasil menjadi murid sekolah Q, orang tua anak tersebut akan merasa sangat

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. daripada karya fiksi (Wellek & Warren, 1995:3-4). Sastra memiliki fungsi sebagai

BAB 1. Pendahuluan. daripada karya fiksi (Wellek & Warren, 1995:3-4). Sastra memiliki fungsi sebagai BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Karya sastra merupakan karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada karya fiksi (Wellek & Warren, 1995:3-4). Sastra memiliki fungsi sebagai hiburan

Lebih terperinci

BAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual

BAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual BAB 5 Ringkasan Pada bab ini yang juga merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual pada tokoh Yuriko Hirata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakatnya. Salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakatnya. Salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara maju, Jepang mengalami banyak fenomenafenomena yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakatnya. Salah satu fenomena yang sedang menjamur di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Istilah sastra secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar sas instruksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wanita adalah makhluk perasa, sosok yang sensitif dari segi perasaan, mudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wanita adalah makhluk perasa, sosok yang sensitif dari segi perasaan, mudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita adalah makhluk perasa, sosok yang sensitif dari segi perasaan, mudah tersentuh hatinya, dan mudah memikirkan hal-hal kecil. Dalam kenyataan, wanita cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99).

BAB I PENDAHULUAN. kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin, 1992:99). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan, penggunaan kata-kata yang indah, gaya bahasa, dan gaya bercerita yang menarik (Zainuddin,

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Setelah melakukan analisis pada bab tiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa

Bab 5. Ringkasan. Setelah melakukan analisis pada bab tiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa Bab 5 Ringkasan Setelah melakukan analisis pada bab tiga, penulis mengambil kesimpulan bahwa tokoh Kazue Sato mengalami gejala gangguan kepribadian ambang, karena ditemukan 5 kriteria gangguan kepribadian

Lebih terperinci

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL

MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL MODUL 3 FAKTOR YANG MENDASARI TERJADINYA INTERAKSI SOSIAL 1. Faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial Enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial: sugesti, imitasi, identifikasi, simpati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat di suatu negara. Novel berperan sebagai aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat di suatu negara. Novel berperan sebagai aspirasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan karya fiksi yang diceritakan secara panjang lebar oleh pengarang dengan menyuguhkan tokoh atau karakter, serangkaian peristiwa, serta latar yang biasanya

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Strata 1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata sastra diambil dari bahasa latin dan juga sansekerta yang secara harafiah keduanya diartikan sebagai tulisan. Sastra merupakan seni dan karya yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan seni cipta antara perpaduan imajinasi pengarang dan pengalaman kehidupan yang ada disekitarnya, mungkin pernah ia alami sendiri. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN SINETRON KEPOMPONG DI TELEVISI DENGAN CITRA DIRI PADA REMAJA PUTERI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Optimis berarti selalu percaya diri dan berpandangan atau berpengharapan baik dalam segala hal (Maulana dkk, 2008: 363). Optimis juga berarti memiliki pengharapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Amalia (2010) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Tokoh

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Amalia (2010) dengan penelitian yang berjudul Analisis Perilaku Tokoh BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan hasil studi pustaka yang telah dilakukan, ditemukan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang pendidikan setingkat sekolah menengah atas (SMA), semakin memprihatinkan. Misalnya, penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat

BAB I PENDAHULUAN. beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra berupa novel. Novel dibangun melalui beberapa unsur. Unsur-unsur tersebut sengaja dipadukan pengarang dan dibuat mirip dengan dunia nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan

BAB I PENDAHULUAN. (1994:10) Sastra juga sebagai pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sastra adalah ungkapan pribadi manusia, yang berupa pengalaman, perasaan, pemikiran, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua macam sifat yaitu, karya sastra yang bersifat imajinasi (fiksi) dan karya sastra yang bersifat non imajinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi

BAB I PENDAHULUAN. faktor penting untuk menghidupkan seorang tokoh. dalam bahasa Inggris character berarti watak atau peran, sedangkan karakterisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nurgiyantoro (2013:259) tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra bukanlah hal yang asing bagi manusia, bahkan sastra begitu akrab karena dengan atau tanpa disadari terdapat hubungan timbal balik antara keduanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TOKOH UTAMA NOVEL MERENGKUH CITA MERAJUT ASA KARYA ARIF YS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TOKOH UTAMA NOVEL MERENGKUH CITA MERAJUT ASA KARYA ARIF YS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA TOKOH UTAMA NOVEL MERENGKUH CITA MERAJUT ASA KARYA ARIF YS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Novi Asriyani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK

AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK AWAS! JEBAKAN NUMERIK: PERINGKAT, NEM, DAN IPK Oleh: Hendra Gunawan Di pertengahan tahun, anda mungkin sempat mendengarkan dua orangtua murid berbincang-bincang tentang anaknya yang baru saja naik kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam ilmu multimedia, animasi merupakan hasil dari kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa melalui sebuah aplikasi multimedia sehingga menghasilkan gambar

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja

Bab 1. Pendahuluan. Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Wirawan dalam Panudju dan Ida (1999:83) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa yang pasti dialami oleh semua orang. Pada tahapan ini seorang remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan ungkapan atau hasil kreatifitas pengarang yangmempergunakan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan ungkapan atau hasil kreatifitas pengarang yangmempergunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan atau hasil kreatifitas pengarang yangmempergunakan media bahasa dan diabadikan untuk kepentingan estetis (keindahan). Didalam karya

Lebih terperinci

KOMUNIKASI & EMPATI. Skill Lab Patch Adams

KOMUNIKASI & EMPATI. Skill Lab Patch Adams KOMUNIKASI & EMPATI Skill Lab Patch Adams Rosalinda Yuniasih Panjaitan 102015172 / D3 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta barat 11510 Telp: 021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah karya sastra yang bermanfaat bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan sebuah karya sastra yang bermanfaat bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan buah karya dari seorang pengarang, dengan menghasilkan sebuah karya sastra pengarang mengharapkan karyanya dapat dinikmati dan dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam buku Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian, sastra dalam bahasa Inggris literature sehingga popular literature dapat diterjemahkan sebagai sastra populer. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. manusia tidak cukup dengan tumbuh dan berkembang akan tetapi. dilakukan dengan proses pendidikan. Manusia sebagai makhluk sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan akan menentukan kelangsungan hidup manusia. Seorang manusia tidak cukup dengan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 4 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat memahami tentang arti interaksi, kontak dan komunikasi. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan tekstual, yang engkaji aspek psikologi tokoh dalam karya sastra (Endraswara, 2011:97). Penilitan psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010 PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN METODE FIELD TRIP PADA SISWA KELAS VB SD NEGERI GEMOLONG 1 TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajad

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil cipta, kreasi, imajinasi manusia yang berbentuk tulisan, yang dibangun berdasarkan unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik. Menurut Semi

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis tentang ciri-ciri tokoh dalam novel Edensor karya

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis tentang ciri-ciri tokoh dalam novel Edensor karya V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis tentang ciri-ciri tokoh dalam novel Edensor karya Andrea Hirata yang dilihat dari ciri-ciri tokoh secara jasmaniah dan secara rohaniah dan jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra karena di dalamnya terdapat media untuk berinteraksi antara

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra karena di dalamnya terdapat media untuk berinteraksi antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI

HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI HUBUNGAN POLA ASUH TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK DI RA/BA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2010 / 2011 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur

SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur SOENARJO-ALI MASCHAN MUSA (SALAM): Sebuah Desa yang Teratur Sebuah desa yang teratur dibayangkan sebagai suatu tempat yang sejuk, harmonis, dengan tata aturan (modern-rasional) yang jelas sehingga anggota-anggota

Lebih terperinci

TUGAS MENGULAS NOVEL

TUGAS MENGULAS NOVEL TUGAS MENGULAS NOVEL Disusun oleh : Nama : Naily Malichah No Absen : 16 Kelas Mapel : 8D : Bahasa Indonesia SMP Negeri 1 Salaman Tahun Pelajaran 2014/2015 Ulasan Novel Amelia 1. Identitas Novel a. Judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan media komunikasi yang menyajikan keindahan dan memberikan makna terhadap kehidupan dan pemberian pelepasan ke dunia imajinasi (Budianta, 2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Sosialisasi Anak Prasekolah 1. Pengertian Sosialisasi Sosialisasi menurut Child (dalam Sylva dan Lunt, 1998) adalah keseluruhan proses yang menuntun seseorang, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi alur maju serta hubungan kausalitas yang erat. Hal ini terlihat pada peristiwaperistiwa yang memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian

PENDAHULUAN. sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan imajinasi pengarang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Imajinasi pengarang dituangkan dalam bentuk bahasa yang kemudian dinikmati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat sosiologi dalam kehidupan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB ARTIKEL OLEH: AJENG RATRI PRATIWI 105252479205 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KEMANDIRIAN LAMPIRAN KUESIONER KEMANDIRIAN Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan dengan berbagai kemungkinan jawaban. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia sesuai dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian norma sosial, terbentuknya norma sosial, ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. seorang pengarang akan mencoba menggambarkan realitas yang ada ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan wujud dari sebuah proses gejolak dan perasaan seorang pengarang terhadap realitas sosial yang merangsang kesadaran pribadinya. Dengan kedalaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra selalu muncul dari zaman ke zaman di kalangan masyarakat. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Menurut Wellek dan Warren (1993:14) bahasa

Lebih terperinci

Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama)

Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama) AJARAN-AJARAN GATSAL Mengatasi Prasangka dan Selalu Memikirkan Diri Sendiri (bagian pertama) Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia yang kita temui pada dasarnya sama seperti kita: mereka

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak

BAB V PENUTUP. memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Novel Surga Yang Tak Dirindukan adalah karya Asma Nadia. Penelitian ini memfokuskan pada Ideologi Tokoh Utama Wanita Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra seringkali digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sastra seringkali digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra seringkali digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan suatu kenyataan yang ditemui di dalam masyarakat. Fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY

TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY TEORI PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA MENURUT MOODY Sebelum kita sampai pada pembicaraan mengenai teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Moody, ada baiknya Anda terlebih dahulu mengetahui prinsip ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra sebagai hasil karya seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci