PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MEWUJUDKAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA
|
|
- Suryadi Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MEWUJUDKAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA I KETUT SUDARSANA Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar iketutsudarsana@ihdn.ac.id ABSTRACT Education is really the place where wisdom deepened as the capital knowledge to people who are strongly associated with the issue of nationality. Educational development based on local wisdom to create inter-religious tolerance is important as a frame of reference in the education system today so that the education system is based on the reality of indigenous peoples, not with the idea which is abstract and far from the reality of the lives of the learners. Keywords: Education Based on Local Wisdom, Tolerance, Religious ABSTRAK Pendidikan sesungguhnya merupakan tempat di mana kebijaksanaan atau kearifan diperdalam sebagai modal pengetahuan bagi masyarakat yang sangat terkait dengan persoalan kebangsaan. Pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama menjadi penting sebagai kerangka acuan dalam sistem pendidikan dewasa ini, sehingga sistem pendidikan yang terbangun adalah sistem pendidikan yang berlandaskan pada realitas kearifan lokal bangsa, bukan dengan gagasan yang sifatnya abstrak serta jauh dari realitas kehidupan peserta didik. Kata Kunci: Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal, Toleransi, Umat Beragama I. PENDAHULUAN Keyakinan yang kuat sehingga memunculkan klaim kebenaran menjadi permulaan dari permasalahan hubungan antar umat beragama di Indonesia. Bentuk klaim-klaim tersebut umumnya didasarkan pada keyakinan membabibuta terhadap hasil interpretasi atas kitab suci agamanya. Menurut Jamuin (1999:2) mengerasnya klaim kebenaran umumnya bermula dari sikap pemeluk agama yang berpegang kuat terhadap suatu hasil interpretasi tertentu. Padahal, kemampuan akal dalam melakukan interpretasi terhadap suatu teks selalu mengalami banyak kelemahan. Selain itu, karena kepentingan tertentu, produk interpretasi itu seringkali juga mengalami banyak distorsi. Oleh karena itu, sikap fanatic terhadap suatu hasil interpretasi atas teks sumber ajaran agama perlu dikoreksi kembali. Pusaran pengaruh politik, seperti yang terjadi pada pemilihan kepala daerah serentak tahun 2017, khususnya mengenai isu penistaan agama yang terjadi di DKI Jakarta, telah membuka mata betapa rendahnya kesadaran masyarakat akan toleransi antar umat beragama. Ajaran agama akhirnya dipergunakan sebagai alat politik untuk mencapai kemenangan dalam pemilihan kepala daerah. Fenomena rendahnya kesadaran toleransi masyarakat ini tentu berakar dari pendidikan agama yang dalam pembelajarannya lebih menekankan pengetahuan kognitif tanpa mengadopsi kearifan lokalyang ada. Pendidikan agama yang full text,tidak hanya membuat lembaga pendidikan kehilangan 216 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017
2 ruang gerak social-spiritual, akan tetapi juga semakin menipisnya pemahaman masyarakat tentangkearifan lokal, semangat serta nilai-nilai yang tersimpan di dalamnya. Manusia secara konkret hanya dapat dipahami dalam hubungan dengan lingkungannya, dalam situasinya yang kongkret, dalam posisi yang didudukinya dalam lingkungan sosio-kultural, dengan memperhatikan latar belakang historinya, dalam kebebasan memilih dan memutuskan atas tanggungjawabnya, serta pada pertemuan dan percakapan-percakapan dalam dunianya. Bebas memilih dan memutuskan atas tanggungjawabnya berarti juga bebas untuk terikat oleh paham dan nilai-nilai yang selaras dengan martabat kemanusiaan dan hakekat pribadinya; jadi lepas dari ikatan-ikatan yang asing dan tidak sesuai dengan inti pribadinya (Simandjuntak dan Pasaribu, 1986:56). Berdasarkan hal tersebut, kebudayaan berkembang sejalan dengan meningkatnya kemampuan manusia untuk menguasai tantangan alam dan kemampuan untuk memenuhi hajatnya, sesuai dengan kemanusiaannya. Dari kondisi tersebut memunculkan kearifan-kearifan lokal yang menjadi pengenjawantahan inti dari kebudayaan tersebut. Kearifan-kearifan lokal tersebut kemudian terus dipertahankan dalam kerangkap pendidikan masyarakat. Dalam konteks pendidikan yang kemudian berbasis kearifan lokal, rencana pembelajaran mesti mencerminkan usaha bersama untuk mengubah sikap hidup yang kurang baik dan membentuk mentalitas masyarakat yang ingin hidup damai, bersandingan dengan pemeluk keyakinan lainnya. Isi rencana pembelajaran membayangkan kemungkinan pendidikan pemuda dan pembinaan orang dewasa yang nantinya dapat ikut serta secara konstruktif dalam persaudaraannya. Bahan-bahan pelajaran akan berisikan nilai-nilai yang merupakan syarat bagi perkembangan suatu lingkungan social dengan orang yang bertanggungjawab. Meskipun secara teoritis, kondisi ideal pendidikan selalu diharapkan menjadi salah satu sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, namun dalam kenyataannya tidaklah demikian, justru yang terjadi adalah kemajuan dan kecerdasan pendidikan di nusantara ini masih diukur dalam tataran kognitif saja, seperti nilai rapor persemester dan hasil ujian nasional setiap tahun. Padahal, tolok ukur keberhasilan pendidikan tidaklah diukur hanya dari beberapa faktor kognitif semata, akan tetapi juga di ukur dari sejauh mana pendidikan tersebut mampu membangun moralitas sosial masyarakat yang terhubung dengan realitas tolerasi antar umat beragama dan kehidupan sosial masyarakatnya. Pendidikan sebagai sarana pencerdasan kehidupan bangsa, mengisyaratkan bahwa pendidikan adalah tempat di mana kebijaksanaan atau kearifan di produksi sebagai modal pengetahuan bagi peserta didik yang tentunya sangat terkait dengan persoalan amanat sosial kebangsaan. Tentunya, pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama menjadi penting sebagai kerangka acuan dalam sistem pendidikan dewasa ini, sehingga sistem pendidikan yang terbangun adalah sistem pendidikan yang berlandaskan pada realitas kearifan lokal bangsa, bukan dengan gagasan yang sifatnya mengawang serta jauh dari realitas kehidupan peserta didik. Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret
3 II. PEMBAHASAN 2.1 Konsepsi Kearifan Lokal Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Merujuk pada Kamus Inggris Indonesia, local berarti setempat sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan mesti diikuti. Konsep kearifan lokal dalam konteks kehidupan dan relasi sosial di tengah komunitas yang majemuk memiliki kekuatan (Power) dalam menciptakan suasana sosial yang kondusif. Maka dengan memahami dan mengangkat kearifan lokal dalam konteks kehidupan di tengah masyarakat yang prularis, secara sejatinya dapat memberikan peran bagi tertatanya hubungan sosial yang harmonis dengan semangat saling menghargai dan menghormati (Sudarma, 2007:3). Sumber lain yang bisa dipergunakan untuk memahami kearifan lokal dapat dilihat dari kamus Inggris Indonesia, dimana kearifan lokal terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Wisdomberarti kebijaksanaan, sedangkanlokal sama dengan setempat. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Jika dilihat dari pengertian diatas, maka kearifan lokal merupakan kebijakan manusia dalam mengembangkan keunggulan lokal yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kesimpulan pendidikan berbasis kearifan lokal yang dapat ditarik dari penjelasan tersebut adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan global dalamaspek ekonomi, seni budaya, sumber daya manusia, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain ke dalam kurikulum sekolah yang akhirnya bermanfaat bagi pengembangan kompetensi peserta didik yang dapat dimanfaatkan untuk persaingan global. 2.2 Pengembangan Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal Kenyataan dari apa yang ada di Inonesia saat ini, masingmasing suku memiliki kearifan lokal sendiri. Misalnya saja suku Bali yang hidup di pulau Bali sangat kental dengan keterbukaan dan persaudaraan. Lebih dari itu, kearifan lokal Bali mengedepankan keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitarinya. Kearifan lokal itu tentu tidak muncul serta-merta, tapi berproses panjang sehingga akhirnya terbukti, hal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan masyarakat. Bukti nyata yang selama ini berlangsung di Bali, membuat kearifan lokal menjadi budaya yang mentradisi, melekat kuat pada kehidupan masyarakat. Apa yang terjadi tersebut, sesungguhnya tidak bisa terlepas dari intensitasnya, kesatuan visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera dan damai. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat Bali bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain. 218 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017
4 Masyarakat Indonesia, termasuk masyarakat Bali didalamnya sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budayanya. Dalam kerangka itu, upaya pendidikan berkelanjutan yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Sebagai masyarakat beragama, pluralitas manusia terkadang menyebabkan wajah kebenaran tersebut tampil berbeda ketika akan dimaknakan dan dibahasakan. Sebab perbedaan ini menurut Kahmad (2003:170) tidak dapat dilepaskan begiru saja dari berbagai referensi dan latar belakang yang diambil orang yang meyakininya, dari konsepsi ideal turun kebentuk-bentuk normative yang bersifat kultural. Ini biasanya digugat oleh berbagai gerakan keagamaan pada umumnya. Pada tataran tersebut, persoalannya adalah bagaimana pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama.dalam konteks ini diperlukan adanya revitalisasi kearifan lokal yang relevan untuk mewujudkan toleransi antar umat beragama. Hal ini dikarenakan kearifan lokal di daerah pada gilirannya akan mampu mengantarkan masyarakat untuk mencintai daerahnya. Kecintaan masyarakat pada daerahnya tidak hanya akan mewujudkan kerukunan di daerah bersangkutan, tetapi juga diseluruh Indonesia. Kerukunansesungguhnya kemampuan masyarakat untuk hidup berdampingan sesuai dengan konsep yang diyakini kebenarannya dengan jiwa yang tangguh, semangat yang tinggi, serta dengan cara memanfaatkan kebinnekaan secara bijaksana. Pada konteks seperti yang disebutkan di atas, kearifan lokal menjadi relevan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama. Masyarakat Bali dan Indonesia secara umum sudah sewajarnya hidup berdampingan antar suku, agama dan ras yang berbeda. Seluruh masyarakat harus dipengenalkan lingkungan yang harmonis, mulai dari anak-anak yang bisa mencintai komunitasnya. Kearifan lokal mempunyai arti sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena dengan mempelajari kearifan lokal masyarakat akan memahami arti dari toleransi itu sendiri. Model pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan sebuah contoh pendidikan yang mempunyai relevansi tinggi bagi penumbuhkembangan kesadaran toleransi dengan berpijak pada optimalisasi kearifan lokal pada tiap-tiap daerah. Kearifan lokal sendiri dimilik sangat banyak dan beraneka ragam di Indonesia, terutama Bali sebagai pulau yang mayoritas masyarakatnya memeluk agama Hindu. Adapun langkah-langkah pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat. Analisis kebutuhan merupakan suatu cara yang sistimatis untuk memilih dan menentukan prioritas kebutuhan sebagai masukan dalam pengambilan alternatif kebijakan tentang masyarakat bagi para pemimpin/pelaksana kegiatan. Keputusan diambil pada tahap perencanaan sebagai persiapan penyelenggaraan suatu program, yang didasarkan atas layak tidaknya kondisi Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret
5 masyarakat. Identifikasi keadaan dan kebutuhan masyarakat meliputi: a. Lingkungan alam, sosial dan budaya. b. Prioritas rencana pembangunan daerah c. Pengembangan pendidikan termasuk jenis ketrampilan dan kemampuan yang diperlukan. d. Aspirasi masyarakat mengenai kerukunan dan pengembangan daerahnya. 2.Menentukan fungsi dan tujuan toleransi masyarakat. Toleransi disini tidak diartikan sedang dipengaruhi oleh orang lain atau bergabung dengan masyarakat berlainan keyakinan, toleransi berarti menerima orang lain sebagaimana adanya dan tahu bagaimana bergaul. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk, tidak seorang pun berhak memaksakan apapun tentang jenis toleransi ini, semua orang boleh memiliki pandangan sendiri-sendiri. Untuk itu pengembangan pendidikan berbasis kearifan lokal ini diarahkan pada: a. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah. b. Meningkatkan kesadaran akan kemajemukan. c. Meningkatkan kemampuan beradaptasi. d. Meningkatkan penguasaan bahasa daerah untuk keperluan sehari-hari. e. Meningkatkan penguasaan kebangsaan. 3. Menentukan kriteria bahan kajian. Dalam era modern sekarang ini, dengan masifnya pengembangan teknologi, umat beragama dihadapkan pada serangkaian tantangan baru yang tidak terlalu berbeda dengan yang pernah dialami sebelumnya. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan. Kreteria bahan kajian yang dapat ditentukan seperti: a. Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik. b. Kemampuan guru atau pemuka agama dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan. c. Tersedianya sarana dan prasarana. d. Tidak bertentangan dengan nilai luhur bangsa. e. Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan. f. Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan disekolah. 4. Menyusun kurikulum. Toleransi dalam kehidupan beragama sesungguhnya tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh dan menjadi karakter bangsa Indonesia melalui sebuah upaya penyadaran yang panjang. Lembaga pendidikan merupakan lembaga yang strategis untuk membangun penyadaran itu karena di sekolah atau perguruan tinggi itulah anak-anak bangsa yang matang, unggul, dan potensial sebagai pemimpin masa depan diasah kemampuan intelektualnya. Namun, kurikulum mengenai toleransi ini, baik yang eksplisit maupun hidden, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengacu pada selera suatu lembaga pendidikan. Kurikulum mengenai toleransi tersebut harus pula 220 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017
6 didesain dengan mengacu pada peraturan yang telah ada. Dalam konteks ini penyusunan kurikulum diarahkan pada: a. Penentuan topik keunggulan lokal yang dipilih serta standar kompetensi, kemampuan dasar, dan indikator. b. Pengorganisasian materi atau kompetensi muatan keunggulan lokal ke dalam kelas, semester dan lainnya yang berwujud silabus. 2.3 Kearifan Lokal Masyarakat Bali Dalam banyak masyarakat, konflik sosial sering diawali olehgejala sekularisme yang oleh Giddens (Sunarto, 2004:69) diartikan sebagai proses, dimana agama kehilangan pengaruhnya terhadap berbagai segi kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat sangatlah kompleks. Sebuah toleransi muncul manakala kebudayaan berbagai kelompok ras yang bertemu tidak terjadi klaim kebenaran sepihak. Meskipun dalam kenyataannya akan memumculkan kelompok mayoritas dan minoritas. Kajian sosiologi mengungkapkan bahwa keharmonisan masyarakat, selalu dimulai dari lingkungan keluarga. Menurut Reusseau (2007:5) keluarga merupakan leluhur dari semua kelompok masyarakat dan merupakan satu-satunya kelompok sosial yang paling alami. Dalam kaitan ini maka tiga jalur pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 sangatlah tepat. Pembudayaan makna toleransi akan lebih mendalam jika dimasukkan dalam ketiga jalur pendidikan tersebut secara berkelanjutan, termasuk didalamnya materi kearifan lokal. Berkaitan dengan contoh materi kearifan lokal yang bisa dimasukkan dan dibudayakan dalam lembaga pendidikan, seperti yang dimiliki oleh masyarakat Bali diantaranya; 1. Nilai kearifan Tri Hita Karana; suatu nilai kosmopolit tentang harmonisasi hubungan manusia dengan tuhan (sutata parhyangan), hubungan manusia dengan sesama umat manusia (sutata pawongan) dan harmonisasi hubungan manusia dengan alam lingkungannya (sutata palemahan). Nilai kearfian lokal ini telah mampu menjaga dan menata pola hubungan social masyarakat yang berjalan sangat dinamis. 2. Nilai kearifan lokal tri kaya parisuda; sebagai wujud keseimbangan dalam membangun karakter dan jatidiri insani, dengan menyatukan unsur pikiran, perkataan dan perbuatan. Tertanamnya nilai kearfan ini telah melahirkan insane yang berkarakter, memiliki konsistensi dan akuntabilitas dalam menjalankan kewajiban sosial. 3. Nilai kearifan lokal Tattwam Asi; kamu adalah aku dan aku adalah kamu, nilai ini memberikan fibrasi bagi sikap dan prilaku mengakui eksistensi seraya menghormati orang lain sebagaimana menghormati diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang bijaksana dalam membangun peradaban demokrasi modern yang saat ini sedang digalakkan. 4. Nilai Salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya; sutu nilai sosial tentang perlunya kebersamaan dan kerjasama yang setara antara satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan social yang saling menghargai dan menghormati. Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret
7 5. Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai sikap sosial yang menyadari akan kebersamaan ditengah perbedaan, dan perbedaan dalam kebersamaan. Semangat ini sangat penting untuk diaktualisasikan dalam tantanan kehidupan sosial yang multikultural. 6. Nilai kearifan lokal menyama braya; mengandung makna persamaan dan persaudaraan dan pengakuan sosial bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai satu kesatuan sosial persaudaraan maka sikap dan prilaku dalam memandang orang lain sebagai saudara yang patut diajak bersama dalam suka dan duka (Wisnumurti, 2015). Hal yang senada juga bisa dilihat dalam penelitian Suwindia (2013) yang berjudul Relasi Islam dan Hindu, Studi Kasus Tiga Daerah, Denpasar, Karangasem dan Singaraja Perspektif Masyarakat Multikultur di Bali. Terungkap bahwa masyarakat Bali memegang nilai kearifan lokal yang membuat hubungan Hindu dan Islam di pulau destinasi wisata dunia ini, selalu harmonis. Adapun nilai kearifan lokal Bali yang dimaksud, yakni: 1. Paras-paros. Masyarakat Bali senantiasa paras-paros di setiap kesempatan. Paras-paros artinya merasa senasib dan sepenanggungan, saling bahu-membahu dalam memecahkan masalah dan tantangan hidup sehari-hari. 2. Menyamabraya. Masyarakat Bali, meskipun berasal dari latarbelakang yang berbeda-beda, selalu merasa bersaudara. Bagi orang Bali semua orang adalah nyama (saudara dekat). Sejauh-jauhnya menganggap orang lain itu sebagai braya (saudara jauh). Sehingga secara keseluruhan, bingkainya selalu persaudaraan. 3. Matilesang raga. Masyarakat Bali menjujung tinggi sebuah nilai yang disebut metilesang raga yang artinya, kurang lebih: bisa menempatkan diri, sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan. Misalnya: ketika orang Hindu memiliki hajatan dan dikunjungi oleh warga Islam, masyarakat tahu harus menghidangkan makanan yang boleh dimakan oleh warga Islam. 4. Nawang lek. Nilai nawang lek ini membuat masyarakat Bali cenderung tidak berperilaku yang aneh-aneh, tidak neko-neko. Masyarakat merasa malu kalau sampai membuat masalah, apalagi sampai ribut-ribut. Masyarakat malu mengambil sesuatu yang bukan haknya. Malu kalau tidak hadir ketika ada warga lain dalam kesusahan. Malu kalau tidak membantu tetangga yang sedang punya hajatan, terlepas dari berbedaan latar belakang suku, agama, ras, dan yang lainnya. III. SIMPULAN Pendidikan bebasis kearifan lokal merupakan pendidikan yang lebih didasarkan kepada pembudayaan nilai-nilai sosial keagamaan. Pendidikan ini akan memberikan pelajaran pada masyarakatuntuk selalu dekat dalam situasi dan konsisi nyata yang dihadapi sekaligus dilakukan setiap hari. Dalam konteks ini pendidikan bebasis kearifan lokal mengajak kepada seluruh masyarakat untuk selalu mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam segala situasi/kondisi yang berlangsung di masayarakat tersebut. 222 Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret 2017
8 DAFTAR PUSTAKA Jamuin, M. (1999). Manual Advokasi Resolusi Konflik Antar-Etnik dan Agama. Solo: CISCORE. Kahmad, D. (2003). Sosiologi Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia. Rousseau, J. J. (2007). Du Contract Social (Perjanjian Sosial). Jakarta: Visimedia. Simandjuntak, B. dan Pasaribu, I.L. (1986). Pendidikan dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung: Penerbit Tarsito. Sudarma, I K. (2007). Laporan Penelitian: Studi Ananlisis Kebutuhan Pendidikan Multikultural Berbasis Kompetensi Pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Singaraja. Singaraja: Undiksha. Sudarsana, I. K. (2015, May). Peran Pendidikan Non Formal dalam Pemberdayaan Perempuan. In Seminar Nasional (No. ISBN : , pp ). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat IHDN Denpasar. Sudarsana, I. K. (2014, October). Kebertahanan Tradisi Magibung Sebagai Kearifan Lokal dalam Menjaga Persaudaraan Masyarakat Hindu. In Seminar Nasional (No. ISBN : , pp ). Fakultas Brahma Widya IHDN Denpasar. Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Suwindia, I G. (2013). Inilah Kearifan Lokal Yang Buat Toleransi di Bali Selalu Tinggi. Online Tersedia di Wisnumurti, A. A. G. O. (2015). Mengelola Nilai Kearifan Lokal Dalam Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama(Suatu tinjauan Empiris-Sosiologis).Online Tersedia di mengelola-nilai-kearifan-lokal-dalam-mewujudkankerukunan-umat-beragama.html Seminar Nasional Filsafat, 17 Maret
Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa
Mata Kuliah : Landasan Pendidikan NamaDosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag, M.Pd.H. Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Oleh; PUTU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pada Pasal 3 menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
Lebih terperinciLOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6
LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 Abstrak: Kearifan lokal berkaitan erat dengan manajemen sumber daya manusia. Dewasa ini, kearifan lokal mengalami tantangan-tantangan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Pengembangan model pembelajaran IPS berbasis multikultural sangat dibutuhkan dalam dalam mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan multikultur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013
Sambutan Presiden RI pada Peresmian Pesta Kesenian Bali ke-35, Denpasar, 15 Juni 2013 Sabtu, 15 Juni 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERESMIAN PESTA KESENIAN BALI KE-35 DI ART CENTRE, ARDHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP Simpulan
BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan Kajian tentang implementasi prinsip-prinsip university governance berlandaskan Tri Hita Karana di Universitas Mahasaraswati Denpasar menemukan: 6.1.1. Pelaksanaan Prinsip-Prinsip
Lebih terperinciINTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR
INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR Oleh: I Made Sedana, S.Pd., M.Pd.. Abstrak Sekolah merupakan institusi sosial yang dibangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bali sebagai bagian dari Kebudayaan Indonesia yang bersifat Binneka Tunggal Ika (Berbedabeda
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang cukup terkenal di Indonesia karena merupakan salah satu asset devisa Negara Indonesia yang cukup tinggi di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi
Lebih terperinciImplikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:
Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh: I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email : iketutsudarsana@ihdn.ac.id Pendahuluan Pendidikan adalah
Lebih terperinciTEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email : iketutsudarsana@ihdn.ac.id Menurut Prof. DR. Mar at bahwa perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI
189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial budaya seperti pendidikan multikultural penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid Hasan, masyarakat dan bangsa
Lebih terperinciCARUT MARUT KURIKULUM DI INDONESIA BERSUMBER DARI DISTORSI LANDASAN PENDIDIKAN. Oleh : I Made Bagus Andi Purnomo NIM :
CARUT MARUT KURIKULUM DI INDONESIA BERSUMBER DARI DISTORSI LANDASAN PENDIDIKAN Oleh : I Made Bagus Andi Purnomo NIM : 15.1.2.5.2.0862 Semester 1/B PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA HINDU INSTITUT
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Hari Raya Nyepi tahun Baru Saka 1935, Jakarta, 7 April 2013 Minggu, 07 April 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN DHARMA SHANTI NASIONAL HARI RAYA
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan
BAB V PENUTUP I. Pengantar Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi memberikan dampak baik positif maupun negatif kepada umat manusia. Dampak tersebut berakibat kepada perubahanperubahan yang terjadi di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara multikultural yang masyarakatnya memiliki beragam suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Keberagaman tersebut dapat memunculkan sikap
Lebih terperinci2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,
2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya transformasi budaya dan nilai-nilai. Budaya dan nilai-nilai yang dipandang baik dan dijunjung tinggi oleh generasi terdahulu
Lebih terperinciBAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan. berikut ini. Pertama, dinamika historis masyarakat Hatuhaha Amarima selalu
441 BAB V P E N U T U P Kajian dalam bab ini memuat catatan-catatan kesimpulan dan saran, yang dilakukan berdasarkan rangkaian ulasan, sebagaimana yang termuat pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan, dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesatuan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas hingga Pulau Rote yang penuh dengan keanekaragaman dalam berbagai
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG SAMBUTAN PELAKSANA HARIAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA SOSIALIASASI 4 PILAR KEBANGSAAN BAGI HAMONG PROJO KABUPATEN SEMARANG
1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN PELAKSANA HARIAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA SOSIALIASASI 4 PILAR KEBANGSAAN BAGI HAMONG PROJO KABUPATEN SEMARANG TANGGAL 28 PEBRUARI 2014 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG
Lebih terperinciBAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK
BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat
Lebih terperinciPENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI
PENGATURAN KEARIFAN LOKAL DALAM PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG KEPARIWISATAAN BUDAYA BALI Oleh I Nyoman Yatna Dwipayana Genta I Made Sarjana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkarakter dalam mengisi kemerdekaan. Namun, memunculkan jiwa yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan untuk lepas dari tangan penjajah negara asing sudah selesai sekarang bagaimana membangun negara dengan melahirkan generasi-generasi berkarakter dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Gelombang globalisasi kini menjadi fenomena dan realitas kehidupan keseharian. Batas-batas teritorial sebuah negara seakan-akan tidak ada lagi. Setiap hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari
Lebih terperinciSasaran dan. Pengembangan Sikap Profesional. Kompetensi Dasar
Sasaran dan Pengembangan Sikap Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu memahami Sasaran dan Pengembangan Sikap Indikator: Pengertian Sikap Guru Pengertian Kinerja Guru Sasaran Sikap Guru Pengembangan Sikap Kinerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter
Lebih terperinciPERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA
PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA Nama : Nurina jatiningsih NIM : 11.11.4728 Kelompok Jurusan Dosen : C : S1 Teknik Informatika : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,
Lebih terperinci2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku
Lebih terperinciBAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Perumusan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran pembangunan daerah lima tahun kedepan yang dituangkan dalam RPJMD Semesta Berencana Kabupaten Badung Tahun 2016-2021
Lebih terperinciTUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA
TUGAS AKHIR PANCASILA BUKAN AGAMA DISUSUN OLEH : Nama : HERWIN PIONER NIM : 11.11.4954 Kelompok : D Program Studi : STRATA 1 Jurusan : Teknik Informatika DOSEN PEMBIMBING : TAHAJUDIN SUDIBYO Drs. UNTUK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012
Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK 2563 TINGKAT NASIONAL
Lebih terperinciMEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU BERBASIS PENDIDIKAN NILAI. Prof.Dr.H.Sofyan Sauri, M.Pd
MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBINAAN PROFESIONALISME GURU BERBASIS PENDIDIKAN NILAI Prof.Dr.H.Sofyan Sauri, M.Pd Sendi-sendi yang menopang sebuah bangsa diantaranya adalah berupa karakter dan mentalitas
Lebih terperinciTEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA
Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional dalam pandangan
Lebih terperinciPendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Peran Kebudayaan dalam Pembangunan Pendidikan Berkelanjutan Salah satu fungsi pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, seni dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki suku, adat istiadat, bahasa, agama, ras, seni dan budaya yang beraneka ragam, hal ini menjadi nilai tersendiri bagi Indonesia. Sebagai
Lebih terperinciBABV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN
BABV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN 5.1. Visi Memajukan Kesejahteraan Umum merupakan amanat Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945, alinea IV, yang harus diupayakan secara optimal terwujud dalam pelaksanaan
Lebih terperincisambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010
sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN NATAL BERSAMA NASIONAL DI JAKARTA CONVENTION CENTER
Lebih terperinciPERUBAHAN SOSIAL DI PERDESAAN BALI
BAB 9 KESIMPULAN Dari apa yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab sebelumnya, tergambarkan bahwa perdesaan di Tabola pada khususnya dan di Bali pada umumnya, adalah perdesaan yang berkembang dinamis.
Lebih terperinciKompetensi Inti Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informal dalam keluarga, komunitas suatu suku, atau suatu wilayah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonsia adalah suatu kekayaan yang tak ternilai harganya, oleh karenanya perlu mendapat dukungan serta kepedulian bersama dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,
Lebih terperinciBAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR
BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR A. KONDISI UMUM bangsa yang dilandasi nilai luhur berdasarkan Pancasila dan bercirikan Bhinneka Tunggal Ika diupayakan agar senantiasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah selalu ingin terjadi adanya perubahan yang lebih baik. Hal ini tentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat memberikan perubahan, perbaikan, dan kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang
Lebih terperinciBUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
BUKU KODE ETIK DAN TATA TERTIB DOSEN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO TAHUN 2017 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya Buku Kode Etik dan Tata tertib dosen Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara etimologi berarti keberagaman budaya. Bangsa Indonesia sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang multikultural, multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam) dan kultural (budaya atau kebudayaan), yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan multikultural menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategis dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di masyarakat,
Lebih terperinciKEWARGANEGARAAN INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT. Modul ke: 14Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika
KEWARGANEGARAAN Modul ke: 14Fakultas Nurohma, FASILKOM INTEGRASI NASIONAL : PLURALITAS MASYARAKAT S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Pendahuluan Abstract : Menjelaskan pengertian dan arti penting
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TOLERANSI ATAR UMAT BERAGAMA DI KALANGAN SISWA DI SMA NEGERI 3 PEKALONGAN
BAB IV ANALISIS TOLERANSI ATAR UMAT BERAGAMA DI KALANGAN SISWA DI SMA NEGERI 3 PEKALONGAN Setelah penulis mengumpulkan data penelitian di lapangan tentang toleransi antar umat beragama di kalanga siswa
Lebih terperinciPENDIDIKAN DALAM KELUARGA
Mata Kuliah Nama Dosen : Landasan Pendidikan : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag.,M.Pd.H PENDIDIKAN DALAM KELUARGA OLEH PUTU YULIA SHARA DEWI NIM : 15.1.2.5.2.0861 PROGRAM MAGISTER (S2) DHARMA ACARYA PROGRAM
Lebih terperinciBAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR
BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR BAB 2 PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN YANG BERLANDASKAN NILAI-NILAI LUHUR A. KONDISI UMUM bangsa yang dilandasi nilai luhur berdasarkan Pancasila
Lebih terperinciKELUARGA HINDU. Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
KELUARGA HINDU Istilah keluarga berasal dari bahasa sansekerta kula dan varga kula berarti abdi, hamba. Varga berarti jalinan, ikatan. Istilah kula dan warga ini dirangkaikan sehingga menjagi kulavarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain,
Lebih terperinciPendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal
Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam aspek ekonomi,
Lebih terperinciDirektorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia kaya ragam budaya, adat istiadat, suku bangsa, bahasa, agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003
Lebih terperinciNo Statuta Universitas Gadjah Mada ini merupakan pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Universitas Gadja
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5454 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Universitas Gajah Mada. Statuta. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 165) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan kehidupan masyarakat modern yang demokratis.
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA KERJA 2018 BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 Rencana Kerja Tahun 2018 Badan Kesbangpol Prov. Kalsel 1 KATA PENGANTAR Puji
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang
Lebih terperinciMENJAGA INDONESIA YANG PLURAL DAN MULTIKULTURAL
SEMINAR NASIONAL Merawat Toleransi, Demokrasi dan Pluralitas Keberagaman (Mencari Masukan Gagasan untuk Pengembangan Kapasitas Peran FKUB) Royal Ambarrukmo Yogyakarta, 12 September 2017 MAKALAH MENJAGA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang penting bagi setiap manusia. Pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun non formal. Setiap pendidikan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas
Lebih terperinciSambutan Presiden RI pd Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi, di Jakarta, 25 Apr 2014 Jumat, 25 April 2014
Sambutan Presiden RI pd Dharma Santi Nasional Perayaan Hari Raya Nyepi, di Jakarta, 25 Apr 2014 Jumat, 25 April 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA DHARMA SANTI NASIONAL PERAYAAN HARI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Teoritis 2.1.1. Pengertian Partisipasi atau keadaan mengambil bagian dalam suatu aktivitas untuk mencapai suatu keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi
Lebih terperinciVISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL
RETHINKING & RESHAPING VISI DAN STRATEGI PENDIDIKAN KEBANGSAAN DI ERA GLOBAL OLEH : DR. MUHADJIR EFFENDY, M.AP. Disampaikan dalam Acara Tanwir Muhammadiyah 2009 di Bandar Lampung, 5 8 Maret 2009 1 Lingkup
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.1. Visi Menuju Surabaya Lebih Baik merupakan kata yang memiliki makna strategis dan cerminan aspirasi masyarakat yang ingin perubahan sesuai dengan kebutuhan, keinginan,
Lebih terperincid. bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.: Ä Ä Ä TAHUN 2003 TENTANG KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan. Salah satunya mengenai. demokrasi yang menjadi idaman dari masyarakat Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Negara Indonesia bukan hanya dari aspek perekonomian maupun sosial budayanya saja melainkan dari aspek politik dan pemerintahannya juga mengalami banyak kemajuan.
Lebih terperinciC. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Agama, Suku, Ras, Budaya, dan Gender
C. Perilaku Toleran terhadap Keberagaman Agama, Suku, Ras, Budaya, dan Gender Semua manusia pada dasarnya sama. Membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama manusia karena warna kulit atau bentuk fisik lainnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka
Lebih terperinciom KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,
BAB IV KESIMPULAN Masyarakat yang plural atau majemuk merupakan masyarakat yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA
KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan
Lebih terperinciMANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA
MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN by. EVY SOPHIA A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia. B. Kemajemukkan Dalam Dinamika Sosial Budaya. C. Keragaman & Kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya. D.
Lebih terperinciTERWUJUDNYA MASYARAKAT MADANI DAN SEJAHTERA YANG MENERAPKAN NILAI-NILAI DINUL ISLAM
BAB IV VISI DAN MISI BAB IV VISI DAN MISI Untuk menyelenggarakan pembangunan jangka panjang Kabupaten Aceh Tamiang, perlu dikembangkan suatu kredo atau arahan bagi penyelenggaraan sistem pembangunan agar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang
Lebih terperinci