BAB I PENDAHULUAN. dan juga mengadakan perubahan masyarakat, menentukan corak kebudayaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dan juga mengadakan perubahan masyarakat, menentukan corak kebudayaan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi merupakan suatu sistem untuk mengatur tata tertib masyarakat dan juga mengadakan perubahan masyarakat, menentukan corak kebudayaan sendiri, kebebasan, berkumpul, menentukan kebebasan bergerak, menyatakan pendapat dan tulisan, menganut agama dan kepercayaan dan keyakinan masing- masing. Teorisasi demokrasi melahirkan dua pendekatan yang lazim digunakan apabila hendak menjelaskan konsep demokrasi, yaitu pendekatan klasik normatif yang juga dikenal dengan pendekatan substantif dan pendekatan empiris minimalis atau juga dikenal dengan pendekatan prosedural 1. Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi; pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahaman yang terakhir ini disebut juga sebagai Procedural Democracy 2. Pendekatan klasik normatif memahami demokrasi sebagai sumber wewenang dan tujuan (resep bagaimana demokrasi itu seharusnya), sementara pendekatan empiris minimalis lebih menekankan pada sistem politik yang dibangun (deskripsi tentang apa demokrasi itu sekarang). Pendekatan klasik normatif lebih banyak membicarakan ide-ide dan model-model demokrasi secara substantif dan umumnya mendefinisikan demokrasi dengan istilah-istilah kehendak rakyat sebagai sumber alat untuk mencapai kebaikan bersama 3. 1 Suyatno, Menjelajahi Demokrasi, Liebe Book, Yogyakarta, 2004, hal Afan Gaffar, Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal Suyatno, Op.Cit, hal 37.

2 2 Pada umumnya pendefinisian demokrasi diletakkan pada dasar sebuah pemerintahan dari rakyat, bukannya dari pada Aristokrat, kaum Monarki, Birokrat, para ahli ataupun para pemimpin agama, oleh rakyat dan untuk rakyat. 4 Perkembangan selanjutnya demokrasi ditandai dengan lahirnya Magna Carta (Piagam Besar) pada 15 juni Magna Carta merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja Jhon dari Inggris dimana untuk pertama kalinya seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya 5. Magna Carta memiliki dua pesan yang berjangkauan luas; pertama, bahwa kekuasaan pemerintahan adalah terbatas; dan kedua, bahwa hak asasi manusia lebih tinggi dari kekuasaan raja 6. Rene Descartes ( ) melalui ucapannya Cogito Ergo Sum (saya berfikir maka saya ada) mengilhami lahirnya gagasan nilai-nilai kebebasan manusia. Gagasan tersebut memberikan ruang leluasa bagi pengembangan demokrasi. Karya-karya yang menyuarakan kebebasan pada gilirannya bertebaran pada masa itu, semisal karya Jhon Locke ( ), Charles de Secondat Montesquieu ( ) dan Jean Jacques Rousseau ( ), yang kesemuanya memiliki tujuan tunggal yakni bagaimana membangun struktur politik yang serasional mungkin 7. John Locke melalui karyanya Two Treatis of Government menyatakan struktur politik seharusnya didasarkan pada persamaan penuh dan kebebasan 4 Ibid, hal Mariam Budiarjo, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia, Rajawali Press, AIPI, Jakarta, 1993, hal Ramdlonnaning, Cita dan Citra Hak Asasi Manusia di Indonesia, Lembaga Krimonologi UI, Jakarta, 1983, hal Ibid, hal. 18.

3 3 dibatasi hanya karena harus menghormati satu sama lain dalam kerangka hidup bersama dan damai. Implementasi kekuasaan dijalankan dalam lembaga yang terpisah kewenangannya. Lembaga legislatif membuat hukum sedangkan lembaga eksekutif yang menjalankan hukum serta bertanggung jawab pada monarki dan pemerintahannya. 8 Negara memiliki kekuasaan namun dibatasi oleh hak alamiah yang dimiliki oleh manusia sejak lahir, yaitu hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan dan hak atas milik pribadi 9. Karya Locke sangat berpengaruh pada perkembangan politik selanjutnya. Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk mempunyai hak milik (Life, Liberty, and Property) 10. Undang-Undang Dasar adalah sumber utama dari norma-norma hukum tata negara serta mengatur bentuk dan susunan negara, alat-alat perlengkapannya di pusat dan di daerah, mengatur tugas-tugas alat perlengkapan itu serta hubungannya satu sama lain. 11 Undang-Undang Dasar sesuatu negara, akan diketahui bentuk dan susunan negara itu, misalnya bahwa bentuk negara Republik Indonesia adalah republik dengan susunan kesatuan, bukan susunan negara serikat (federasi). 12 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menghasilkan alat-alat perlengkapan negara yang baru seperti Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court). 8 Abdy Yuhana, Sistem Ketatanegaraan Pasca Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, Fokus Media, hal Arif Budiman, Teori Negara : Negara, Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia, Jakarta, 1996, hal Mariam Budiarjo, Op.Cit., hal M.Solly Lubis, Hukum Tatanegara, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal Ibid, hal. 31

4 4 Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara baru dalam struktur kelembagaan Negara Republik Indonesia yang dibentuk berdasarkan amanat Pasal 24C jo Pasal III Aturan Peralihan Perubahan Undang-Undang Dasar Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang termasuk salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang melakukan fungsi peradilan dalam menangani permasalahan ketatanegaraan berdasarkan otoritas Undang-Undang Dasar 1945, yang meliputi lima perkara pokok yaitu, (i) menguji konstitusionalitas undang- undang, (ii) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar 1945, (iii) memutus pembubaran partai politik, (iv) memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan (v) memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Berdasarkan kewenangannya untuk menguji konstitusionalitas suatu Undang-Undang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dapat menyatakan bahwa materi rumusan dari suatu undang-undang tidak mempunyai kekuatan hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar yakni melalui penafsiran/interpretasi terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai peradilan yang secara positif mengoreksi undang-undang yang dihasilkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama Presiden dalam penyelenggaraan negara yang berdasarkan hukum yang mengatur perikehidupan masyarakat bernegara. Dengan demikian undang-undang yang dihasilkan oleh legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden) diimbangi oleh adanya pengujian (formal dan materiil) dari yudisial c.q Mahkamah Konstitusi. 13 Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yakni Yayasan Pusat Reformasi Pemilu, Yayasan Jaringan Masyarakat Pemantau Pemilu Indonesia, Yayasan Jaringan Pendidikan Pemilih, Yayasan Penguatan Partisipasi Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia, Indonesian Corruption Watch, serta beberapa orang Ketua Komisi Pemilihan Umum Propinsi yakni Setia Permana, Indra Abidin, 13 Ikhsan Rosyada Parluhutan Daulay, Mahkamah Konstitusi Memahami Keberadaannya Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal

5 5 Hasyim Asy ari, Wahyudi Purnomo, Suparman Marzuki, Irham Buana Nasution, Pattimura, Yassin H.Tuloli, Rozali Abdullah, Ahmad Syah Mirzan, Yulida Mirzan, Ardiyan Saptawan, Zainawi Yazid mengajukan keberatan atas beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Ketentuan pasal-pasal tersebut yang isinya adalah bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945 yakni Pasal 27 Undang-Undang Dasar 1945 yakni Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Putusan Mahkamah Konstitusi menghasilkan beberapa hasil revisi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yakni untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada November 2008 sampai bulan Juli 2009, pilkada dilakukan paling lambat Oktober Manakala dijumpai putaran kedua, pelaksanaannya paling lambat dilakukan Desember Berdasarkan Pasal 59 ayat (2a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan dibenarkan adanya calon independen yakni : Pasangan calon perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur/wakil gubernur apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a. Propinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan (dua juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5% (enam koma lima persen);

6 6 b. Propinsi dengan jumlah penduduk lebih dari (dua juta) sampai dengan (enam juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 5% (lima persen); c. Propinsi dengan jumlah lebih penduduk lebih dari (enam juta) sampai dengan (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% (empat persen); d. Propinsi dengan jumlah penduduk lebih dari (dua belas juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen). Sedangkan calon independen yang didukung oleh sejumlah orang dapat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon bupati/wakil bupati apabila memenuhi syarat dukungan dengan ketentuan : a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan (dua ratus lima puluh ribu) jiwa didukung sekurang-kurangnya 6,5 % (enam koma lima persen). b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan (lima ratus ribu) jiwa, harus didukung sekurang-kurangnya 5 % (lima persen); c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari (lima ratus ribu) sampai dengan (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 4% d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari (satu juta) jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).

7 7 Jumlah dukungan harus tersebar di lebih 50% (lima puluh persen) jumlah kabupaten/kota di propinsi serta di kabupaten dengan jumlah dukungan tersebar lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kecamatan. 14 Berkas dukungan dibuat dalam bentuk pernyataan dukungan yang dilampiri dengan fotocopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk; 15 Verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon independen untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) Propinsi yang dibantu oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten/Kota, PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan), dan PPS (Panitia Pemungutan Suara), sedangkan untuk pemilihan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dilakukan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kabupaten/Kota yang dibantu oleh PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) dan PPS (Panitia Pemungutan Suara). 16 Pilkada yang langsung adalah wujud demokrasi yang menitikberatkan kebebasan memilih Kepala Daerah Hukum dan proses pemilihan Kepala Daerah Hukum dalam proses pertarungan yang bebas maka hampir dapat dipastikan sebagai pemenangnya adalah orang yang kuat terutama sumber daya ekonominya. 17 Tahun 2005 ada 192 kabupaten, 32 kota dan 14 provinsi yang melaksanakan pilkada secara langsung. Jawa Tengah misalnya ada Pasal 59 butir (2c) dan butir (2d) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 15 Pasal 59 butir (5a) b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 16 Pasal 59 A butir (1) dan (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 17 Zakaria Bangun, Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia, Bina Media, Medan, 2008, hal. 97.

8 8 kabupaten/kota. Untuk pertama kalinya pilkada langsung akan dilaksanakan di Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 59 ayat (3) mengakomodasikan calon independen sekalipun hanya bersifat implisit dalam pemilihan kepala daerah secara langsung. Walaupun demikian prospek calon independen tampaknya masih sangat sulit untuk memperoleh kesempatan yang sama dengan calon yang berasal dari partai politik. Pengaturan dalam bentuk peraturan pemerintah akan hal ini masih sangat sulit untuk dipastikan, sekalipun setiap partai politik berkewajiban mengakomodasi calon independen. Masalahnya adalah apakah setiap partai politik akan legowo, serta menafsirkan kata wajib mengakomodasi pada saat menerima calon independen sementara pada waktu yang sama setiap partai politik memiliki calon masing-masing? Jika mekanisme terhadap calon independen yang mencalonkan diri melalui kendaraan partai politik ini tidak jelas, kemungkinan besar calon independen hanya akan menjadi asesoris demokrasi belaka. 19 Penulis berharap dengan adanya pilkada yang langsung di daerah maka demokrasi yang selama ini hanya dipunyai oleh partai politik maka dengan adanya revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka pemimpin daerah tidak selamanya melalui jalur partai namun bisa melalui perseorangan dengan aturan yang sudah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Suwandi, I.M, Implikasi Pilkada dalam Undan-Undang 32/2004, Jakarta, 6 November 19 S.H Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997, hal

9 9 Demikianlah hal yang diuraikan di atas dirasakan sangat penting sehingga penulis mengadakan Penelitian tentang Analisis Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang No : 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dengan Mengacu Kepada Undang-Undang Dasar dianggap sesuatu yang penting untuk memberi masukan kepada Pemerintah dan para stakeholder terkait sebagai sumbangan pemikiran untuk mensukseskan pilkada pada masa yang akan datang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang uraian singkat tersebut di atas maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Sejauh mana kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam kekuasaan kehakiman dalam pengujian Undang-Undang? 2. Bagaimana pengaturan pemilihan Kepala Daerah dalam perundang-undangan? 3. Bagaimana Analisis Hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah : 1. Untuk mengetahui kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam kekuasaan kehakiman dalam pengujian Undang-Undang. 2. Untuk mengetahui pengaturan pemilihan Kepala Daerah dalam perundangundangan. 3. Untuk menjelaskan Analisis Hukum terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen.

10 10 D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis. 1. Bersifat teoritis, yakni hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep kajian yang dapat memberikan andil bagi peningkatan pengetahuan dalam disiplin Ilmu Hukum khususnya dalam bidang Mahkamah Konstitusi 2. Bersifat Praktis, yakni hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai : a. Pedoman dan masukan atau rekomendasi kepada Pemerintah khususnya Mahkamah Konstitusi dan instansi terkait yang lainnya bertujuan untuk menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk menegakkan demokrasi. b. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang upaya hukum yang berlaku jika terjadi sengketa terhadap Undang-Undang maka ketentuan dasar yang dipakai adalah Undang-Undang Dasar E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang tersedia dan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum dan Magister Kenotariatan di penelitian ini dengan judul Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dan dengan demikian penelitian ini adalah asli.

11 11 F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 20 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 21 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan dengan menggunakan istilah Jerman yaitu rechtsstaat antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan The Rule of Law yang diperoleh oleh A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum. 22 Menurut Stahl, konsep negara hukum yang disebut dengan istilah rechtsstaat mencakup empat elemen penting, yaitu; 1) Perlindungan hak asasi manusia; 2) Pembagian kekuasaan; 3) Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang; dan 4) Peradilan tata usaha negara. 23 Sedang A.V. Dicey menyebutkan tiga ciri-ciri 20 J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Penyunting : M. Hisyam), (Jakarta : FE UI, 1996), hal. 203 lihat M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitan, (Bandung : Mandar Maju, 1994 ), hal. 27 menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud disini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. 21 Ibid, hal Jimly Asshiddiqie, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal Ibid. hal. 152.

12 12 penting The Rule of Law, yaitu; 1) Supremacy of law; 2) Equality before the law; dan 3) Due process of law. 24 Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dua isi pokok yang senantiasa menjadi inspirasi perkembangan prinsip-prinsip negara hukum adalah masalah pembatasan kekuasaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Melihat kecenderungan perkembangan negara hukum modern yang dipengaruhi oleh perkembangan kompleksitas kehidupan berbangsa dan bernegara serta kemajuan teknologi, lahir prinsip-prinsip penting baru untuk mewujudkan negara hukum. Terdapat dua belas prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya negara hukum saat ini. Kedua belas Prinsip tersebut adalah : Supremasi Hukum (Supremacy of Law) Adanya pengakuan normatif dan empiris terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pengakuan normatif mengenai supremasi hukum terwujud dalam pembentukan norma hukum secara hirarkis yang berpuncak pada supremasi konstitusi. Sedangkan secara empiris terwujud dalam perilaku pemerintahan dan masyarakat yang berdasarkan diri pada aturan hukum. 2. Persamaan dalam Hukum (Equality Before the Law) Setiap orang adalah sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Segala sikap dan tindakan diskriminatif adalah sikap dan tindakan terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara untuk mendorong mempercepat perkembangan kelompok tertentu (affirmative action). 3. Asas Legalitas (Due Process of Law) Segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundangundangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dahulu atau mendahului perbuatan yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan yang dilakukan pemerintah harus didasarkan atas aturan atau rules and procedures. Agar hal ini tidak menjadikan birokrasi terlalu kaku, maka diakui pula prinsif frijsermessen yang memungkinkan para pejabat adminisrasi negara mengembangkan dan 24 A.V. Dicey, Introduction to the Study of the Law of the Constitusion, Tenth Edition, (London : Macmillan Education LDT, 1959). 25 Jimly Asshiddiqie, Op Cit., hal

13 13 menetapkan sendiri beleid-regels atau policy-rules yang berlaku internal dalam rangka menjalankan tugas yang diberikan oleh peraturan yang sah. 4. Pembatasan Kekuasaan. Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menetapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horisontal. Pembatasan kekuasaan ini adalah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan mengembangkan mekanisme checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan. 5. Organ-Organ Pemerintahan yang Independen. Sebagai upaya pembatasan kekuasaan, saat ini berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang tanpa campur tangan pemerintah yakni bank sentral, organisasi tentara, kepolisian dan kejaksaan. Selain itu ada pula lembaga-lembaga baru seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, Ombudsman, Komisi Penyiaran Indonesia, dan lainlain. Independensi lembaga-lembaga tersebut dianggap penting untuk menjamin demokrasi agar tidak dapat disalahgunakan oleh pemerintah. 6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak. Peradilan bebas dan tidak memihak (indepedendent and impartial judiciari) mutlak keberadaannya dalam negara hukum. Hakim tidak boleh memihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan, serta tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun baik oleh kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin kebenaran dan keadilan, tidak diperkenankan adanya intervensi terhadap putusan pengadilan. 7. Peradilan Tata Usaha Negara. Meskipun peradilan tata usaha negara adalah bagian dari peradilan secara luas yang harus bebas dan tidak memihak, namun keberadaannya perlu disebutkan secara khusus. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi yang menjadi kompetensi peradilan tata usaha negara. Keberadaan peradilan ini menjamin hak-hak warga negara yang dilanggar oleh keputusan-keputusan pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Keberadaan pengadilan tata usaha negara harus diikuti dengan jaminan bahwa keputusan pengadilan tersebut ditaati oleh pejabat administrasi negara. 8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court). Disamping peradilan tata usaha negara, negara hukun modern juga lazim mengadopsi gagasan pembentukan mahkamah konstitusi sebagai upaya memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, mahkamah ini diberi fungsi melakukan pengujian atas konstitusinasionalitas undang-undang dan memutus sengketa kewenangan antar lembaga-lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan. 9. Perlindungan Hak Asasi Manusia. Adanya perlindungan konstitusional terhadap Hak Asasi Manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegaknya melalui proses yang adil. Terbentuknya negara dan penyelenggaraan kekuasaan negara tidak boleh mengurangi arti dan makna kebebasan dasar dan Hak Asasi Manusia. Seandainya suatu negara Hak Asasi Manusia terabaikan atau pelanggaran Hak

14 14 Asasi Manusia tidak dapat diatasi secara adil, negara ini tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. 10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat ). Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjadi peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara pihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa. Hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksudkan dengan prinsip demokrasi. Hukum tidak dimaksud untuk hanya menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan keadilan bagi semua orang. Dengan demikian negara hukum yang dikembangkan bukan obsolute rechtsstaat, melainkan democratische rechtsstaat. 11. Berfungsi Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat). Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diharapkan bersama. Citacita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara hukum maupun gagasan negara demokrasi dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam konteks Indonesia, gagasan negara hukum yang demokratis adalah untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Transparansi dan Kontrol Sosial. Adanya transparansi dan kontrol sosial terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum sehingga dapat memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan. Partisipasi secara langsung sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di perlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Ini adalah bentuk Representation in presence. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Dalam sebuah negara hukum dengan sendirinya dianut supremasi hukum. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi yang merupakan wujud kesepakatan seluruh warga negara (general agremeent). Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum dengan sendirinya menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial

15 15 tertinggi cita hukum negara yang demokrasi. Pencapaian kesejahteraan yang berkeadilan menurut cita hukum dikenal sebagai tujuan negara. 26 Mahkamah Konstitusi dalam kerangka hukum setelah perubahan UUD 1945 untuk memperkuat pranata demokrasi yang penyelenggaraannya untuk menegakkan hukum dan keadilan serta kedudukannya sederajat dengan Mahkamah Agung. Kerangka berfikir mengenai pemilihan Kepala Daerah ditentukan oleh perspektif yang digunakan untuk mengukur demokratis atau tidaknya sebuah sistem politik. Sistem politik demokratik tidak semata-mata dapat diukur dari aspek prosedural. Metode pemilihan langsung oleh banyak kalangan politisi dan pengamat politik dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis karena memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk memilih wakil- wakil atau pemimpinnya. 27 Demokrasi merupakan suatu ajaran yang sifatnya universal, dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada di dalam keputusan bersama rakyat. Secara umum prinsip demokrasi meliputi adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, pers yang bebas. Pemilihan 26 Abdul Latif, Fungsi Mahkamah Konstitusi Dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, Yogyakarta, Kreasi Total Media, 2007, hal 27 lihat bandingkan Jimmly Asshiddiqie, Wewenang dan Fungsi Mahkamah Konstitusi Dalam Negara Hukum yang Demokratis, Disampaikan Pada Acara Orasi Ilmiah Peringatan Dies Natalis ke-53 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 12 Januari 2007, hal menyatakan Pemikiran mengenai pentingnya suatu Mahkamah Konstitusi (MK) telah muncul dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia sebelum merdeka. Pada saat pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar di Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota BPUPKI Muhammad Yamin telah mengemukakan pendapat bahwa Mahkamah Agung perlu diberi kewenangan untuk membanding undang-undang. Namun ide ini ditolak oleh Soepomo berdasarkan dua alasan, pertama Undang- Undang Dasar yang sedang disusun pada saat itu (yang kemudian menjadi Undang-Undang Dasar 1945) tidak menganut paham trias politika. Kedua, pada saat itu jumlah sarjana hukum kita belum banyak memiliki pengalaman hal ini. 27

16 16 Kepala Daerah secara langsung menjadi momentum untuk mempertegas dalam lajur pengembangan dan penumbuhan demokrasi Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 29 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dua bius) dari suatu istilah yang dipakai. 30 Dalam penulisan tesis ini diperlukan konsepsi yang merupakan definisi operasional dari istilah-istilah yang dipergunakan untuk menghindari perbedaan penafsiran. Istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut : a. Mahkamah Konstitusi adalah lembaga negara yang termasuk salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang melakukan fungsi peradilan dalam menangani permasalahan ketatanegaraan berdasarkan otoritas Undang-Undang Dasar 1945, yang meliputi lima perkara pokok yaitu, (i) menguji konstitusionalitas undangundang, (ii) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar 1945, (iii) memutus pembubaran partai politik, (iv) memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan (v) memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Sutan Remy Syahdeni, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hal. 139

17 17 b. Pilkada secara langsung untuk memilih kepala daerah yang lebih demokrasi sesuai dengan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan yang kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. c. Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Undang-Undang No. 5 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007, maka perorangan atau independen dapat mengajukan pasangan calon kepala daerah dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang. Calon perseorangan merupakan calon yang ikut pemilihan kepala daerah tidak melalui partai politik, gabungan partai politik melainkan keikutsertaannya melalui perorangan. Adapun kelemahan calon perseorangan adalah apabila calon perseorangan tidak memiliki kemampuan berpolitik yang baik serta tidak adanya dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah baik itu ditingkat I maupun ditingkat II maka akan terjadi pembuatan peraturan daerah serta pengesahan anggaran daerah tidak akan berjalan dengan baik. Keunggulan dari calon partai politik dan gabungan partai politik adalah terjadinya hubungan yang baik antara kepala daerah dengan partai politik yang mendukungnya, serta pembangunan daerah akan terlaksana dengan baik karena adanya dukungan dari partai politik tersebut.

18 18 G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu research, yaitu yang berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). 31 Pada dasarnya yang dicari itu adalah pengetahuan yang benar untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir yang ditempuh melalui penalaran deduktif 32 dan sistematis dalam penguraiannya. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya serta juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah metode pendekatan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Dalam hubungan ini dilakukan pengukuran dan analisis terhadap Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 31 Bambang Sungono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Indonesia, Jakarta 2005, hal Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Seseungguhnya Penelitian Itu, Kertas Kerja, Universitas Erlangga, Surabaya, hal. 2. Prosedur deduktif yaitu bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan diyakini dan berakhir pada suatu kesimpulan yang bersifat lebih khusus. Pada prosedur ini kebenaran pangkal merupakan kebenaran ideal yang lebih bersifat aksiomatif (self efident) yang esensi kebenarannya sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi.

19 19 2. Sumber Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder untuk mendapatkan konsep teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan objek yang diteliti yang dapat berupa peraturan-perundangan dan karya ilmiah. Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. a. Bahan Hukum Primer. Sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah, yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, Rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, serta penelitian lain yang relevan dengan penulisan ini. c. Bahan Hukum Tersier Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum, kamus hukum,

20 20 ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum, laporan ilmiah yang akan dianalisa dengan tujuan untuk memahami lebih dalam penelitian. 3. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumen dan bahan pustaka. Bahan pustaka yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundangan-undangan, dokumen-dokumen dan teori yang berkaitan dengan penelitian ini. 4. Analisa Data Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif, yakni pemaparan kembali dengan kalimat yang sistematis untuk dapat memberikan gambaran secara jelas atas permasalahan yang ada yang akhirnya dinyatakan dalam bentuk deskriptif analisis.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black s Law Dictionary with Pronunciation 6 th ed, United States of America, West Publishing Co., 1990.

DAFTAR PUSTAKA. Black, Henry Campbell, Black s Law Dictionary with Pronunciation 6 th ed, United States of America, West Publishing Co., 1990. 109 DAFTAR PUSTAKA I. Buku-Buku Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Konstitusi Press, 2005., Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia di Masa Depan, Jakarta, Pusat

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XIII/2015 Syarat Jumlah Perbedaan Suara dalam Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintahan Daerah atau di negara-negara barat dikenal dengan Local Government dalam penyelenggaraan pemerintahannya memiliki otonomi yang didasarkan pada asas, sistem,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA MENJADI UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008. TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015.

Kuasa Hukum Badrul Munir, S.Sg., SH., CL.A, dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 2 April 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Selisih Perolehan Suara Peserta Pemilihan Kepala Daerah Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.23, 2015 PEMERINTAHAN DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Penetapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5656) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai perubahan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187);

Pemilihan Umum Kecamatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 187); -2- Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pengawasan Tahapan Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2013 DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU. Pelanggaran. Kode Etik. Daerah. Pemeriksaaan. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILU REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMERIKSAAN PELANGGARAN KODE ETIK PENYELENGGARA

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2015 BAWASLU. Tahapan. Pencalonan Pilkada. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONEIA 1 PERKEMBANGAN GAGASAN CONSTITUTIONAL REVIEW William Marbury mengajukan permohonan kepada MA agar memerintahkan James Madison selaku Secretary of State untuk mengeluarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI I. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAHAPAN PENCALONAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan Pengertian dan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.792, 2013 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM. Pemberian Keterngan. Perselisihan Hasil Pemilu. MK. Bawaslu. Tata Cara. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci