BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (BPOM RI, 2011 dan BPOM RI, 2004). Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007). Menurut Yuliarti (2007), beberapa Bahan Tambahan Makanan yang telah diizinkan oleh Badan POM, diantaranya: 1. Pengawet: natrium benzoat, kalium sorbat, nisin 2. Pewarna: tartrazin 3. Pemanis: aspartam, sakarin dan siklamat 4. Penyedap rasa: monosodium glutamat 5. Antikempal: aluminium silikat, magnesium karbonat, trikalsium fosfat 6. Antioksidan: asam askorbat, alfa tokoferol 7. Pengemulsi, pemantap dan pengental: lesitin, sodium laktat dan potassium laktat. 6

2 2.2. Pembagian Pemanis Pemanis Alami Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol (Yuliarti, 2007) Pemanis Buatan Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah sakarin, siklamat, aspartam. Sekalipun penggunaannya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia yang lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia maupun hewan yang mengonsumsinya (Yuliarti, 2007). 2.3 Aspartam Aspartam ditemukan secara kebetulan oleh James Schulter pada tahun 1965, ketika mensintesis obat-obat untuk bisul atau borok. Asparrtam adalah senyawa metil ester dipeptida, yaitu L-aspartil-L-alanin-metilester dengan rumus C14H18N2O5 memiliki daya kemanisan kali sukrosa (Cahyadi, 2009; Tan, 2007). Pada penggunaannya dalam minuman ringan, aspartam kurang menguntungkan karena penyimpanan dalam waktu yang lama mengakibatkan 7

3 turunya rasa manis. Selain itu, aspartam tidak tahan panas sehingga tidak baik digunakan dalam bahan pangan yang diolah melalui pemanasan (Cahyadi, 2009) Sifat Fisika dan Kimia Struktur Gambar 1. Struktur kimia dari Aspartam (Butchko, 2001) Rumus Molekul C14H18N2O5 (O Donnell, 2006) Berat Molekul 294,30 (Glória, 2003) Nama Kimia (3S)-3-Amino-4-[[(2S)-1-methoxy-1-oxo-3-phenylpropan-2-yl]amino]-4- oxobutanoic acid (The Department of Health, 2012) Pemerian Senyawa yang tidak berbau, putih atau hampir putih, sedikit higroskopis, serbuk kristal (Cahyadi, 2009; Martindale, 2009; The Department of Health, 2012) Stabilitas Dalam larutan dan pada keadaan tertentu seperti pencampuran, temperatur, dan ph, ikatan ester terhidrolisis membentuk dipeptida aspartilfenilalain dan metanol. Pada akhirnya, aspartilfenilalanin dapat terhidrolisis menjadi dua asam amino, yaitu asam aspartat dan fenilalanin. Kemungkinan yang lain, metanol 8

4 mungkin juga dihidrolisis dari siklisasi aspartam menjadi diketopiperazin (DKP) (Butchko, 2001). Hal serupa terjadi juga dalam tubuh, dimana aspartam akan dihidrolisis oleh enzim proteolitik yang ada dalam usus halus dan sel mukosa menjadi asam aspartat (40%), fenilalanin (50%), dan metanol (10%) (O Donnel, 2006). O O O H 2 H H H HO C C C C N C C OH NH 2 CH 2 + H 3C OH esterase Methanol H2O peptidase O O O O H H 2 H H H Aspartylphenylalanine O O H 2N C C HO C C C C N C C H 2 H OH OCH 3 HO C C C C CH 2 NH 2 CH 2 OH + NH 2 esterase H2O O H 2 H C C N O Aspartic acid Phenylalanine HO Aspartame O N C + H 3C OH H H 2 Diketopiperazine Methanol Gambar 2. Prinsip konversi produk aspartam (Butchko, 2001). Pada suhu 25 C, stabilitas maksimum aspartam ditunjukkan pada ph 4,3. Aspartam berfungsi dengan sangat baik di atas interval ph 3-5, tetapi kebanyakan stabil pada suasana asam lemah yang mana kebanyakan digunakan dalam industri makanan, yaitu antara ph 3 dan 5 (Butchko, 2001; O Donnel, 2006; Smith, 2003). Gambar 3. Stabilitas aspartam dalam larutan dapar pada suhu 25 C (Butchko, 2001). 9

5 Kelarutan Sedikit larut dalam air (pada suhu 20 C, ph 4,5-6,0 sebanyak 36%) dan dalam alkohol (pada suhu 25 C sebanyak 0,4%) (Smith, 2003); praktis tidak larut dalam diklorometana, n-heksan dan dalam metilen klorida (Martindale, 2009; The Department of Health, 2012) Sinonim N-L-α-Aspartyl-L-phenylalanine-1-Methyl Ester; Aspartylphenylalanine methyl ester; 3-Amino-N-(α-carboxyphenethyl)succinamic acid N-methyl ester; N- L-α-aspartyl-L-phenylalaninate; APM; Aspartaam; Aspartamas; Aspartamo; Aspartamum (Commite of Food Chemical Codex, 2004; Smith, 2003; The United State Pharmacopoeia Convention, 2007; Martindale, 2009) Sintesis Sintesis aspartam dalam skala besar diperoleh melalui reaksi: Gambar 4. Reaksi sintesis pembentukan aspartam (Belitz, 2009). Bahan baku untuk produksi aspartam adalah dua asam amino, yaitu fenilalanin dan asam aspartat. Gugus reaktif dari asam amino diproteksi pertama kali, dengan pengecualian gugus yang akan membentuk ikatan metil ester. Kedua 10

6 asam amino kemudian digandengkan dengan yang lain secara kimia atau enzimatis dan gugus reaktif dihilangkan. Langkah ini diikuti dengan tahap melarutkan dengan HCl dan kristalisasi untuk menghilangkan pengotor atau zat asing (O Donnell, 2006) Metabolisme Aspartam dapat dihidrolisis dan dimetabolisme dalam dua jalur utama, yaitu melalui intesitnal lumen dan sel mukosa. Dalam keduanya, keadaan dosis aspartam yang besar akan melepaskan aspartat, fenilalanin dan metanol ke dalam aliran darah, dan senyawa ini dimetabolisme dan atau diekskresikan (Salminen dan Hallikainen, 2002). Aspartam diabsorbsi dan dimetabolisme mengikuti laju kinetika orde pertama. Aspartam dihidrolisis dalam usus halus oleh enzim proteolitik dan hidrolitik menjadi aspartat, fenilalanin, dan metanol (Glória, 2003). Gambar 5. Diagram metabolisme Aspartam (Glória, 2003) Toksisitas Efek samping yang tersering timbul pada dosis tinggi dapat berupa nyeri kepala dan lambung, pusing, mual, muntah dan perubahan suasana jiwa, lebih jarang reaksi alergi dan serangan epilepsi. Ada kalanya aspartam dalam Cola light dapat mencetuskan serangan migrain. Tidak boleh diberikan pada anak-anak dan wanita hamil dengan fenilketonuria (PKU), dimana terdapat kekurangan enzim yang mengubah fenilalanin menjadi tirosin. Sebabnya adalah fenilalanin akan menumpuk dalam darah dan dapat merusak saraf otak (Tan dan Rahardja, 2007). 11

7 2.3.6 Metode Analisis Lain untuk Penetapan Kadar Aspartam Penetapan Kadar Aspartam dengan Metode Titrasi Bebas Air Penetapan kadar Aspartam dengan metode titrasi bebas air menggunakan asam perklorat 0,1 N sebagai pentiter. Prosedur penetapan kadar aspartam dengan metode titrasi asam basa, yaitu dengan menimbang secara teliti 300 mg sampel (aspartam) dan dilarutkan dengan 1,5 ml asam formiat 96% dalam erlenmeyer 150 ml. Ditambah 60 ml asam asetat glasial dan kristal violet sebagai indikator, kemudian dititrasi dengan asam perklorat 0,1 N hingga terbentuk warna hijau. Setiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 29,43 mg C14H18N2O5 (The United State Pharmacopoeia Convention, 2007) Penetapan Kadar Aspartam dengan Metode Spektrofotometri Ultraviolet Penentuan kadar aspartam secara kuantitatif dapat dilakukan dengan spektrofotometri. Mula-mula aspartam dilarutkan dengan HCl 2 N. Kemudian panaskan supaya terjadi hidrolisis menghasilkan fenilalanin. Analisis kuantitatif memerlukan tahap pemisahan zat aktif dengan zat pengotor lainnya dengan cara ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi cair-cair, yaitu zat yang telah dilarutkan diekstraksi dengan kloroform sebanyak 2 kali masing-masing 10 menit, kemudian fase organik dipisahkan dari fase air. Fase air diekstraksi kembali dengan petroleum eter selama 10 menit. Pengukuran dilakukan pada fase air (Cahyadi, 2009) pada panjang gelombang nm (Glória, 2003). 2.4 Kromatografi Sejarah Kromatografi Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada tahun 1903 yang bernama Michael Tswett untuk memisahkan pigmen warna dalam 12

8 tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi CaCO3. Oleh karena itu, diberi nama kromatografi yang berasal dari bahasa Yunani chroma yang berarti warna dan grapein yang berarti menulis (Wonorahardjo, 2013). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat dimanfaatkan untuk melalukan analisis, baik analisis kualitatif, analisis kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2008). Organisasi standar internasional IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) mendefinisikan kromatografi sebagai metode pemisahan secara fisika yang mana komponen-komponen yang akan dipisahkan terbagi diantara dua fase, yang satu adalah fase diam sementara yang lain adalah fase gerak yang bergerak pada arah tertentu (Gandjar dan Rohman, 2012) Klasifikasi Kromatografi Prinsip dari metode kromatografi adalah distribusi komponen sampel antara dua fase, yakni fase diam dan fase gerak. Fase diam dalam praktiknya adalah cairan yang terikat pada permukaan padatan sehingga tidak dapat bergerak, atau padatan itu sendiri. Sedangkan, fase gerak adalah cairan atau gas pembawa yang tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa yang dipisahkan (Wonorahardjo, 2013). Klasifikasi tipe kromatografi yang paling umum adalah berdasarkan tipe fase gerak dan fase diam. Kromatografi gas-cair atau kromatografi cair-cair, kromatografi gas, sering menjadi penanda suatu jenis kromatografi. Yang sering digunakan adalah tipe fase geraknya, seperti kromatografi gas merujuk pada fase gerak gas (dan fase diam padat atau cair, tetapi tidak disebut), kromatografi cair 13

9 menunjukkan fase gerak cair (dan fase diam padat atau cair, tetapi tidak disebut). Jika kedua fase disebut ini berarti bahwa kromatografi dibuat secara spesifik untuk tujuan tertentu (Wonorahardjo, 2013). Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi : (a) kromatografi adsorbsi; (b) kromatografi partisi; (c) kromatografi pasangan ion; (d) kromatografi penukar ion (e) kromatografi eksklusi ukuran dan (f) kromatografi afinitas (Rohman, 2009). Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: (a) kromatografi kertas; (b) kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; (c) kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan (d) kromatografi gas (KG) (Rohman, 2009). Gambar 6. Pengelompokkan kromatografi secara umum (Gandjar dan Rohman, 2012). 14

10 2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Jenis KCKT Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit dengan fase diam, kromatografi cair dapat dibagi menjadi 4 metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography) atau disebut juga kromatografi adsorpsi (adsorption chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion chromatography) (Gandjar dan Rohman, 2008). Kromatografi fase balik menggunakan fase diam dari silika yang dimodifikasi secara kimiawi. Fase diam yang paling popular digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) yang relatif non polar sedangkan fase geraknya relatif lebih polar daripada fase diam. Kondisi kepolaran kedua fase ini merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal sehingga disebut kromatografi fase balik (Meyer, 2010) Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi 15

11 analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2010). Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi adsorbsi (fase normal) yang dinotasikan sebagai partikel (nonpolar) dan (polar) (Gambar 7a). Masuknya eluen (fase gerak/nonpolar) ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru. Gambar 7. Ilustrasi proses pemisahan yang terjadi di dalam kolom KCKT (Meyer, 2010). Molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, di mana komponen cenderung menetap di fase diam dan komponen lebih cenderung di dalam fase gerak (Gambar 7b), sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 7c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen (Gambar 7d) (Meyer, 2010). 16

12 2.5.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair Tinggi dan Luas Puncak Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Ornaf dan Dong, 2005). Sebuah puncak memiliki lebar puncak (Wb), tinggi (h) dan luas puncak seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 berikut: Gambar 8. Kromatogram yang diperoleh dari analisis KCKT (Ornaf dan Dong, 2005). Lebar puncak yang diukur biasanya merupakan lebar pada 5% tinggi puncak (Ornaf dan Dong, 2005) Waktu tambat Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat/retention time (tr). Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut 17

13 sebagai waktu hampa/void time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2010) Faktor Kapasitas Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yaitu faktor kapasitas (k ). Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005). Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua system KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2010). Faktor tambat yang disukai berada diantara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang (Meyer, 2010). Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan sehingga akan dihasilkan resolusi dan waktu retensi dari puncak-puncak 18

14 kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak (Snyder, 2010) Selektivitas Kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkan/membedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektivitas (α). Selektivitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan (Meyer, 2010). Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor kapasitas dari analit yang berbeda. Selektivitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Nilai selektivitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf dan Dong, 2005) Efisiensi Kolom Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate number (N) (Ornaf dan Dong, 2005). Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan puncak yang sempit dan memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan proporsionalitas antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High Equivalent of a Theoritical Plate. Praktik HPLC yang baik adalah mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang maksimum dan efisiensi kolom yang tertinggi (Snyder, 2010). 19

15 Parameter yang dapat mempengaruhi nilai lempeng antara lain waktu tambat puncak, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat molekul analit. FDA merekomendasikan agar tiap analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000 (Meyer, 2010) Resolusi Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan (Ornaf dan Dong, 2005). Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2010) Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri Puncak kromatogram dalam kondisi ideal akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf dan Dong, 2005). Namun kenyataannya dalam praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan dengan cermat, maka hamper setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing dalam derajat tertentu (Dolan, 2003). 20

16 Gambar 9. Tiga jenis puncak. (Meyer,2010) Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetris puncak, yakni faktor ikutan dan faktor asimetri. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut: Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Pengukuran derajat asimetris puncak (Snyder, 2010). Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus sebagai berikut. Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Jika nilai 21

17 a=b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004) Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn), detector (detector) dan perekam (recorder) (McMaster, 2007). Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. (a) Sistem KCKT secara skematik yang menunjukkan semua komponen utamanya. (b) Gambaran grafik suatu sistem KCKT isokratik (Dong, 2006) Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum 22

18 digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2008) Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Gandjar dan Rohman, 2007) Tempat Injeksi Sampel Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer, 2010). Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Meyer, 2010). Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µ l dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom (Meyer, 2010). 23

19 Automatic injector atau disebut juga autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya bekerja secara otomatis (Meyer, 2010). Gambar 12. Tipe Injektor katup putaran (Meyer, 2010) Kolom Kolom merupakan jantung dari instrument KCKT karena proses pemisahan terjadi disini. Kolom umumnya terbuat dari 316- grade stainless steel yang relative tahan karat dan dikemas dengan fase diam tertentu. Ukuran kolom untuk tujuan analitik berkisar antara panjang 10 hingga 25 cm dan diameter dalam 3 hingga 9 cm. Sedangkan untuk tujuan preparative digunakan kolom dengan diameter 10 mm hingga 1 inchi (25,4 mm) (Meyer, 2010). Ada 2 jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut analit (Rohman, 2009). Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional, yakni: Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat ( µ l/menit) 24

20 Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Rohman, 2009) Detektor Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik,dan tidak selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi dan elektrokimia (Gandjar dan Rohman, 2008). Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil Stabil dalam pengoperasian Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2008). 25

21 Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisaran respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991) Perekam Data Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncakpuncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991). Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder, dihubungkan dengan detektor.alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu men-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis atau pengguna (Gandjar dan Rohman, 2008). Rekorder saat ini jarang digunakan karena rekorder tidak dapat mengintegrasikan data, sementara itu baik integrator maupun komputer mampu mengintegrasikan puncak-puncak dalam kromatogram. Komputer mempunyai keuntungan lebih karena komputer secara elektronik mampu menyimpan kromatogram untuk evaluasi di kemudian hari (Gandjar dan Rohman, 2008). 2.6 Validasi Metode Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer dan Miller, 2005). 26

22 Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi (ketepatan), presisi, spesifisitas/selektifitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang/kisaran dan kekuatan/ketahanan dan kekasaran/ketangguhan. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi ketika: Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalanya waktu Metode baku digunakan dilaboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru dan metode baku (Gandjar dan Rohman, 2008) Akurasi (Kecermatan) Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) (Harmita, 2004). 27

23 2.6.2 Presisi (Keseksamaan) Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan sebagai Relatif Standar Deviasi (RSD) (Gandjar dan Rohman, 2008) Spesifisitas (Selektifitas) Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks (Ermer dan Miller, 2005) Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi metode yang digunakan (The United States Pharmacopeia Convention, 2007) Linearitas Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan Miller, 2005) Rentang (Kisaran) Rentang/kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan Miller, 2005). 28

24 2.6.7 Kekuatan (Ketahanan) Kekuatan/ketahanan merupakan pengujian kemampuan dari suatu metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, ph larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004) Kekasaran (Ketangguhan) Kekasaran/ketangguhan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku relatif/relative standard deviation (RSD). Kondisi ini meliputi laboratorium, analis, reagen dan waktu percobaan yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2008). 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklamat 1. Karakteristik Fisika Kimia Rumus struktur : Rumus molekul : C 6 H 12 NNaO 3 S Nama kimia : Sodium N-Cyclohexylsulfamate Berat molekul : 201,2 g/mol Pemerian Kelarutan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul.

TINJAUAN PUSTAKAA Sifat. Fisikokimia. berikut: Rumus struktur : Nama Kimia. Rumus Molekul. : C 6 H 12 NNaO. Berat Molekul. BABB II TINJAUAN PUSTAKAA 2.1 Natrium Siklamat 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Windholz, dkk. (1983), sifat fisikokimia natrium siklamat sebagai berikut: Rumus struktur : Nama Kimia Rumus Molekul Berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut British Pharmacopeia (2009), sifat fisikokimia domperidone adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur domperidone

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flukonazol 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP Convention Inc. (2006), sifat fisikokimia flukonazol adalah: Gambar 1 Struktur Flukonazol Nama Kimia Rumus Molekul : 2,4-Difluoro-1,1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus struktur : O CH 3 N NH O CH 3 N N Gambar 1. Struktur Teofilin Nama Kimia Rumus Molekul : 1,3-dimethyl-3,7-dihydro-1H-purine-2,6-dione : C 7

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simvastatin 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Moffat, et al., (2004), sifat fisiko kimia simvastatin adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1. Struktur Simvastatin Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kloramfenikol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : OH H O 2 N C C CH 2 OH H NHCOCHCl 2 Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-p- nitrofenetil]asetamida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi pada bulan Februari sampai Mei tahun 2012. 3.2 Alat-alat Alat alat yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Sifat fisiko kimia simvastatin Menurut Moffat, et al., (2004), sifat fisiko kimia simvastatin adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1. Struktur Simvastatin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini akan memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Penelitian terdahulu tentang analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kofein 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur Rumus Molekul : C 8 H 10 N 4 O 2 Berat Molekul : 194,19 Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal,

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kombinasi CTM dan GG sering digunakan sebagai zat aktif untuk meringankan gejala batuk dan pilek, penyakit yang seluruh orang pernah mengalaminya (Hardman dkk.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai infeksi virus pada manusia disebabkan oleh virus herpes. Infeksi dari virus herpes dapat disembuhkan oleh salep asiklovir. Salep asiklovir merupakan derivat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Pada penelitian yang dilakukan oleh Meka et al. (2014) mengenai perkembangan validasi metode KCKT dalam plasma untuk mengestimasikan metformin HCl dan propranolol

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akrilamida. 2.1.1 Sifat Fisikokimia Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik amida,vinil amida) merupakan senyawa kristalin bening hingga putih dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kombinasi parasetamol (PCT) dan klorfeniramin maleat (CTM) sering digunakan sebagai obat influenza. PCT merupakan analgesik-antipiretik, dalam pemakaiannya secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Parasetamol 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus struktur : Nama Kimia Rumus Molekul : 4- Hidroksiasetanilida : C 8 H 9 NO2 Berat Molekul : 151,16 Pemerian : serbuk, putih, tidak berbau,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akrilamida 2.1.1 Sifat Fisikokimia Akrilamida (sinonim: 2-propenamida, etilen karboksiamida, akrilikamida, asam propeonik amida, vinilamida) merupakan suatu senyawa kimia kristalin

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU BAB III METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU pada bulan Februari 2012 April 2012. 2.2 Alat dan Bahan 2.2.1 Alat-alat Alat-alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Parasetamol, Propifenazon dan Kafein Parasetamol dan Propifenazon merupakan obat yang secara luas digunakan dalam penanganan rasa nyeri (analgetika) dan demam (antipiretika).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi

BAB I PENDAHULUAN. kembali pada awal tahun 1920-an. Pada tahun 1995-an, metode kromatografi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Analisis senyawa obat baik dalam bahan ruahan (bulk), dalam sediaan farmasi, maupun dalam cairan biologis dengan metode kromatografi dapat dilihat kembali pada awal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat Spesialite Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan suatu kondisi tertentu (Anonim,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tramadol HCl berikut: Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai Gambar 1. Struktur Tramadol HCl Tramadol HCl dengan rumus molekul C 16 H 25 N 2, HCl

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Betametason (Bm) dan Deksklorfeniramin Maleat (Dk) adalah kombinasi yang sering digunakan dalam bentuk sediaan tablet maupun sirup dalam berbagai merek dagang. Kombinasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau food additives adalah senyawa atau campuran berbagai senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan tambahan pangan dewasa ini sangat beragam, dari pengawet sampai pemberi aroma dan pewarna. Berkembangnya bahan tambahan pangan mendorong pula perkembangan

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah : Kromatografi

Nama Mata Kuliah : Kromatografi Nama Mata Kuliah : Kromatografi Kode/SKS : 2602/2SKS Prasarat : Kimia Analitik II Dan Kimia Organik II Status Mata Kuliah : Wajib Deskripsi Mata Kuliah : Mata kuliah kromatografi merupakan mata kuliah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari

Lebih terperinci

Analisis Fisiko Kimia

Analisis Fisiko Kimia Analisis Fisiko Kimia KROMATOGRAFI Oleh : Dr. Harmita DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua fase,

Lebih terperinci

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC

RINGKASAN. Kata kunci : Optimasi; Fase Gerak; Campuran dalam Sirup; HPLC Hasnah Lidiawati. 062112706. 2015. Optimasi Fase Gerak pada penetapan kadar campuran dextromethorphane HBr dan diphenhydramine HCl dalam sirup dengan metode HPLC. Dibimbing Oleh Drs. Husain Nashrianto,

Lebih terperinci

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram

EFISIENSI KOLOM. Bentuk-bentuk kromatogram EFISIENSI KOLOM Pertemuan 3 Bentuk-bentuk kromatogram - Linier (simetris, bentuk gaus), ideal (puncak sempit) - Tidak linier dan tidak ideal C S C S C S K = C S /C m K > C K < CS /C S /C m m C m C m C

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jeli Jeli adalah bentuk makanan semi padat yang penampakannya jernih, kenyal, dan transparan. Jeli terbuat dari 45% sari buah dan 55% gula yang diolah dengan teknik perebusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigitan serangga dan eksim scabies (Anonim, 2008). Fluosinolon asetonid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kortikosteroid topikal digunakan untuk mengobati radang kulit yang bukan disebabkan oleh infeksi, khususnya penyakit eksim, dermatitis kontak, gigitan serangga dan eksim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

BAB III METODE PENGUJIAN. Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl. BAB III METODE PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penetapan kadar ini dilakukan di Ruang Laboratorium yang terdapat di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang beralamat di Jl.

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. BadanStandarisasi Nasional (2002), Minuman energi adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. BadanStandarisasi Nasional (2002), Minuman energi adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minuman Energi Menurut BadanStandarisasi Nasional (2002), Minuman energi adalah minuman yang mengandung satu atau lebih bahan yang mudah dan cepat diserap oleh tubuh untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan kadar Aspartam ini dilakukan menggunakan alat KCKT, dengan sistem kromatografi fasa terbalik, yaitu polarisitas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam dengan kolom

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah krim wajah. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Hukum Kesetimbangan Distribusi

Hukum Kesetimbangan Distribusi Hukum Kesetimbangan Distribusi Gambar penampang lintang dari kolom kromatografi cair-cair sebelum fasa gerak dialirkan dan pada saat fasa gerak dialirkan. 1 Di dalam kolom, aliran fasa gerak akan membawa

Lebih terperinci

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY 9 SIMULTANEOUS DETERMINATION OF PARACETAMOL AND IBUPROFENE MIXTURES BY HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY Penetapan secara Simultan Campuran Parasetamol dan Ibuprofen dengan Kromatografi Cair Kinerja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against

BAB I PENDAHULUAN. Gates dan George Soros, sehingga terbentuk GF ATM (global fund against BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak mencoba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan penyakit ini akhirnya mampu

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minuman Ringan Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan atau

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 007 tahun 2012 obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein

BAB I PENDAHULUAN. tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan proteinprotein BAB I PENDAHULUAN Kromatografi Cair Tenaga Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan TEKNIK VALIDASI METODE ANALISIS KADAR KETOPROFEN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Erina Oktavia 1 Validasi metode merupakan proses yang dilakukan melalui penelitian laboratorium untuk membuktikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PERCOBAAN

BAB III METODE PERCOBAAN BAB III METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Instrument PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan Jalan Raya Tanjung Morawa Km. 9 pada bulan Februari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trichomoniasis vaginalis, Amoebiasi dan Giardasis. Metronidazol bekerja efektif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Trichomoniasis vaginalis, Amoebiasi dan Giardasis. Metronidazol bekerja efektif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Metronidazol (2-Metil-5-nitroimidazol-1-etanol) atau turunan nitroimidazol merupakan salah satu obat yang efektif untuk mengatasi bakteri Trichomoniasis vaginalis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C 10 H 11 N 3 O 3 S dan. Rumus struktur : H 2 N SO 2 NH N.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol C 10 H 11 N 3 O 3 S dan. Rumus struktur : H 2 N SO 2 NH N. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suspensi Kotrimoksazol Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi Kotrimoksazol mengandung Sulfametoksazol

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara

Lampiran. Dapar fosfat ph. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Kromatogram penyuntikan larutan Naa Siklamat ph dapar fosfat yang optimum pada analisis untuk mencari Dapar fosfat ph 4,5 dengan perbandingan fase gerak dapar fosfat : methanol (70:30) dan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan buku Martindale (Sweetman, 2009) sediaan tablet domperidone merupakan sediaan yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI OPTIMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS SUKROSA UNTUK MENENTUKAN KEASLIAN MADU PERDAGANGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI Aqnes Budiarti 1*, Ibrahim Arifin 1 1 Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak

ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS. Abstrak ANALISIS KADAR METANOL DAN ETANOL DALAM MINUMAN BERALKOHOL MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI GAS Amalia Choirni, Atik Setiani, Erlangga Fitra, Ikhsan Fadhilah, Sri Lestari, Tri Budi Kelompok 12 Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY LAPORAN PRAKTIKUM ANALISA VITAMIN C METODE HPLC HIGH PERFORMANCE LIQUID CROMATOGRAPHY Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 30 Juni 2016 Nama Mahasiswa : 1. Irma Yanti 2. Rahmiwita 3. Yuliandriani Wannur Azah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci