BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF POHON DAN KARAKTERISASI GRAF DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 DISERTASI ASMIATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF POHON DAN KARAKTERISASI GRAF DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 DISERTASI ASMIATI"

Transkripsi

1 BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF POHON DAN KARAKTERISASI GRAF DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh ASMIATI NIM: (Program Studi Doktor Matematika) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012

2 Abstrak BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF POHON DAN KARAKTERISASI GRAF DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 Oleh Asmiati NIM: Bilangan kromatik lokasi graf diperkenalkan oleh Chartrand dkk. pada tahun Konsep ini merupakan perpaduan antara konsep dimensi partisi graf dan pewarnaan graf. Pada tahun 1998, Chartrand, Zhang, dan Salehi pertama kali mempelajari konsep dimensi partisi suatu graf. Mereka menurunkan dimensi partisi dari beberapa kelas pohon, yaitu: lintasan, bintang ganda, dan graf ulat. Namun, untuk graf pohon yang lebih umum dimensi partisinya masih belum ditentukan. Selanjutnya, banyak peneliti berusaha menentukan dimensi partisi dari beberapa kelas graf lainnya. Misalnya, Tomescu dkk.(2007) memberikan batas atas dan batas bawah dimensi partisi dari graf roda, Javaid dan Shokat (2008) mendapatkan dimensi partisi dari graf gir, graf helm, graf bunga matahari, dan graf persahabatan. Misalkan G = (V, E) adalah graf terhubung dan c suatu pewarnaan-k sejati dari G. Misalkan pula Π = {C 1, C 2,, C k } merupakan partisi dari V (G) yang diinduksi oleh pewarnaan c. Kode warna, c Π (v) dari v adalah koordinat (d(v, C 1 ), d(v, C 2 ),..., d(v, C k )) dengan d(v, C i ) = min{d(v, x) x C i } untuk 1 i k. Jika semua titik di G mempunyai kode warna berbeda, maka c disebut pewarnaan-k lokasi dari G. Bilangan kromatik lokasi dari G, dinotasikan dengan χ L (G), adalah bilangan terkecil k sehingga G mempunyai pewarnaan-k lokasi. Chartrand dkk.(2002) telah menentukan bilangan kromatik lokasi dari beberapa kelas graf yaitu graf lintasan, siklus, graf multipartit lengkap, dan bintang ganda. Selain itu, bilangan kromatik lokasi dari pohon tertentu juga telah diperoleh Chartrand dkk.(2003a). Mereka menunjukkan bahwa untuk setiap bilangan bulat t [3, n] dan t n 1 senantiasa terdapat pohon berorde n 5 dengan bilangan kromatik lokasi t. Namun, belum semua graf pohon telah dapat ditentukan bilangan kromatik lokasinya. ii

3 Dalam disertasi ini, kami menentukan bilangan kromatik lokasi dari beberapa kelas graf pohon, yaitu graf amalgamasi bintang (amalgamation of stars), graf pohon pisang (banana tree), graf kembang api (firecracker), dan graf ulat (caterpillar). Chartrand dkk.(2003a) telah mengkarakterisasi semua graf berorde n dengan bilangan kromatik lokasi n, n 1, atau n 2. Dalam disertasi ini, kami memberikan karakterisasi dari semua graf yang mempunyai bilangan kromatik lokasi 3. Selain itu, graf maksimal sisi (banyaknya sisi maksimal) dengan bilangan kromatik lokasi 3 juga diberikan. Kata kunci: kode warna, bilangan kromatik lokasi. iii

4 Abstract LOCATING-CHROMATIC NUMBER OF TREES AND CHARACTERIZATION OF GRAPHS WITH THE LOCATING-CHROMATIC NUMBER 3 by Asmiati NIM: The locating-chromatic number of a graph was introduced by Chartrand et al. in This concept is derived from the graph partition dimension and graph coloring. The partition dimension of a graph was firstly studied by Chartrand, Zhang, and Salehi in They gave the partition dimension for some classes of trees, such as paths, double stars, and caterpillars. Since then, many studies have been conducted to find the partition dimension for the other certain classes of graphs. For instances, Tomescu et al. (2007) showed the upper and lower bounds of the partition dimension of wheels, Javaid and Shokat (2008) determined the partition dimension of gear graph, helm, sunflower, and friendships graph. Let G = (V, E) be a connected graph and c be a proper k-coloring of G with colors 1, 2,..., k. Let Π = {C 1, C 2,, C k } be a partition of V (G), which is induced by coloring c. The color code c Π (v) of v is the ordered k-tuple (d(v, C 1 ), d(v, C 2 ),..., d(v, C k )) where d(v, C i ) = min{d(v, x) x C i } for any i. If all distinct vertices of G have distinct color codes, then c is called a k-locating coloring of G. The locating-chromatic number, denoted by χ L (G) is the smallest k such that G has a locating k-coloring. Chartrand et al. (2002) determined the locating-chromatic numbers of some well-known graph classes such as paths, cycles, complete multipartite graphs and double stars. Moreover, the locating-chromatic numbers for some particular trees are also considered by Chartrand et al. (2003a). They showed that for every integer t [3, n] and t n 1, there exists a tree of order n 5 having locating-chromatic number t. However, determining the locating-chromatic numbers of all trees is still an open problem. iv

5 In this dissertation, we determine the locating-chromatic number of some classes of trees, namely an amalgamation of stars, banana trees, firecrackers, and caterpillars. Chartrand et al. (2003a) characterized all graphs on n vertices with locatingchromatic number n, n 1, or n 2. In this dissertation, we characterize all graphs having locating-chromatic number 3. We also give all such edge maximal graphs (in terms of the number of edges) with locating-chromatic number 3. Keywords: color code, locating-chromatic number. v

6 BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF POHON DAN KARAKTERISASI GRAF DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 Oleh Asmiati NIM: Program Studi Doktor Matematika Institut Teknologi Bandung Menyetujui Tim Pembimbing Tanggal 4 Oktober 2012 Ketua (Prof. Dr. Edy Tri Baskoro) Anggota Anggota (Dr. Hilda Assiyatun) (Dr. Djoko Suprijanto) vi

7 Belajar untuk menerima segala bentuk ketidaknyamanan menjadi nilai syukur yang indah. Kudedikasikan karya ini untuk : Adam Adillah Muchtar Nur Bayani Muchtar Muhammad Umar Muchtar vii

8 Pedoman Penggunaan Disertasi Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh disertasi haruslah seizin Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung. viii

9 Ucapan Terima Kasih Rasa syukur yang tak berkesudahan atas semua nikmat-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan semua rangkaian perjalanan untuk meraih gelar doktor matematika, di Institut Teknologi Bandung. Ucapan terima kasih yang tak berkesudahan kepada Prof. Dr. Edy Tri Baskoro. Beliau adalah promotor yang sangat baik dalam membimbing dan mengarahkan penelitian disertasiku. Demikian juga Dr. Hilda Assiyatun, pembimbing yang luar biasa karena kesabaran dan ketelitiannya. Terakhir, Dr. Djoko Suprijanto, yang selalu memotivasi dan memberikan yang terbaik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Yaya S. Kusumah, sebagai salah satu tim penguji yang telah banyak memberikan saran untuk perbaikan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga kepada Prof. M. Salman, yang turut memantau perkembangan penelitianku, buat Dr. Rinovia Simanjuntak, atas diskusinya selama ini dan telah melibatkan penulis dalam beberapa hibah penelitian dan Dr. Saladin Uttunggadewa, atas saran-saran dan diskusinya. Serta untuk seluruh staf pengajar di Program Studi Matematika, Institut Teknologi Bandung. Kenangan yang tak terlupakan adalah kebersamaan selama tiga bulan di Technical University of Kosice, Slovakia, dengan Prof. Martin Ba ca, Andrea, Monika, Marcella, dan Gabriella. Kebersamaan yang dirajut dengan saling menghargai perbedaan budaya, terutama bahasa. Namun hal itu bukanlah kendala karena sesungguhnya bahasa hatilah yang bisa menjembatani itu semua, dan kebersamaan itu menjadi hal terindah sampai sekarang, Dakujeme, kata yang tak pernah terlewatkan. Terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memfasilitasi pendanaan untuk penulis yang meliputi: Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS), Program Sandwich-like, Program Penelitian Hibah Doktor, dan Beasiswa Bantuan Penyelesaian Studi Program Doktor. ix

10 Terima kasih kepada almamaterku, Jurusan Matematika, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal kepada penulis selama menempuh pendidikan sarjana. Khususnya, kepada Dr. Saib Suwilo dan Prof. Tulus yang selalu memotivasi dan sumber inspirasi bagi penulis untuk maju dan berkarya. Terima kasih dan salam hangat kepada rekan-rekan kerjaku di Jurusan Matematika, Universitas Lampung. Khususnya, Dr. Wamiliana, Dr. Warsono, Dr. Netti Herawati, dan Amanto, M,Si, atas kepercayaannya dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan diri. Terima kasih dan salam sayang kepada para seniorku, Dr. Nurtiti Sanusi, Dr. Sri Wahyuningsih, dan Dr. Lyra Yulianti atas perhatian dan motivasinya agar penulis selalu semangat dengan pesannya, Untuk meraih gelar doktor matematika di ITB, bukan hanya kemampuan intelektual yang perlu diasah, tapi kematangan emosional sangat dibutuhkan, sebagai penyeimbangnya. Terima kasih juga buat Dr. Hengki Tasman, Dr. Nurdin, Dr. Darmaji, Dr. Adiwijaya, Dr. Suhadi, dan semua para seniorku yang turut memberikan warna dalam perjalanan S3 ini. Kepada teman-teman yang masih bergabung dalam komunitas S3 Matematika ITB: ibu Ina, ibu Tuti, bapak Zakaria, bapak Aang, ibu Nina, abang Tompul, ibu Welly, Kasbah, Tika, Erma, Ira, Dian, dan yang lainnya untuk terus semangat melanjutkan penelitian disertasi sampai tiba saatnya nanti. Kepada kedua orang tuaku dan adik-adikku di Medan, serta keluarga besarku di Bandung, terima kasih atas perhatian dan do a yang tak berkesudahan. Suami (almarhum) dan anak-anakku tercinta, terima kasih atas pengertian dan kesabarannya selama ini. Penulis menyadari disertasi ini masih jauh dari sempurna sehingga saran ataupun kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat. Semoga Allah memberikan keberkahan umur dan ilmu buat kita semua. Amiiin Ya Rabbal Alamiin. Bandung, Oktober Penulis x

11 Daftar Publikasi yang Berasal dari Disertasi 1. Asmiati, H. Assiyatun, E. T. Baskoro, Locating-chromatic number of amalgamation of stars, ITB Journal of Science 43A, 1 8, Asmiati, E. T. Baskoro, H. Assiyatun, D. Suprijanto, R. Simanjuntak, S. Uttunggadewa, The locating chromatic-number of firecracker graphs, Far East Journal of Mathematical Sciences 63(1), 11 23, Asmiati, E. T. Baskoro, Characterizing all graphs containing cycles with locating chromatic-number 3, AIP Conf. Proc. 1450, , E. T. Baskoro, Asmiati, Characterizing all trees with locating chromatic-number 3, preprint. 5. Asmiati, E. T. Baskoro, H. Assiyatun, D. Suprijanto, On the locating chromaticnumbers of non homogeneous caterpillar and firecracker graphs, preprint. xi

12 Daftar Isi Abstrak Abstract Pedoman Penggunaan Disertasi viii Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Daftar Gambar xiii Bab I Pendahuluan I.1 Latar belakang I.2 Tujuan dan lingkup penelitian I.3 Sistematika penulisan disertasi Bab II Konsep Bilangan Kromatik Lokasi pada Suatu Graf II.1 Dimensi partisi II.2 Pewarnaan titik II.3 Bilangan kromatik lokasi II.4 Karakterisasi graf dengan bilangan kromatik lokasi tertentu. 13 Bab III Bilangan Kromatik Lokasi Beberapa Graf Pohon III.1 Bilangan kromatik lokasi graf amalgamasi bintang III.2 Bilangan kromatik lokasi graf pohon pisang III.3 Bilangan kromatik lokasi graf kembang api III.4 Bilangan kromatik lokasi graf ulat Bab IV Karakterisasi Graf dengan Bilangan Kromatik Lokasi IV.1 Pohon dengan bilangan kromatik lokasi IV.2 Graf memuat siklus dengan bilangan kromatik lokasi Bab V Kesimpulan dan Masalah Terbuka V.1 Kesimpulan V.2 Masalah Terbuka Daftar Pustaka Indeks Riwayat Hidup ii iv ix xii xii

13 Daftar Gambar Gambar II.1 Graf G dengan 10 titik dan label kelasnya Gambar II.2 Pewarnaan lokasi minimum pada G Gambar II.3 Pewarnaan lokasi minimum dari bintang ganda S a,b Gambar II.4 Pohon berorde n 5 dengan bilangan kromatik lokasi k. 12 Gambar II.5 Pewarnaan lokasi pada T Gambar II.6 Anggota-anggota dari kelas G Gambar II.7 Graf berorde 5 dengan bilangan kromatik lokasi Gambar III.1 S k,(n1,n 2,...,n k ) Gambar III.2 Pewarnaan lokasi minimum dari S 9, Gambar III.3 B n,k Gambar III.4 Pewarnaan lokasi minimum dari B 9, Gambar III.5 Pewarnaan lokasi minimum dari F 6, Gambar III.6 Pewarnaan lokasi minimum dari F n, Gambar III.7 Pewarnaan lokasi minimum dari F 4, Gambar III.8 Pewarnaan lokasi minimum dari F 6, Gambar III.9 Pewarnaan lokasi minimum dari C(9; 2, 3, 1, 1, 3, 1, 2, 3, 3) Gambar III.10 Pewarnaan lokasi minimum dari C(11; 3, 1, 1, 3, 1, 2, 3, 3, 1, 3, 1) Gambar IV.1 Tiga tipe pohon maksimal T memuat lintasan P = {a, x, u 1,, u r = y, v 1,, v s = z, b} dan bilangan kromatik lokasi Gambar IV.2 Empat tipe graf maksimal sisi di F memuat sebuah siklus ganjil Gambar IV.3 Graf maksimal sisi di F yang hanya memuat siklus genap xiii

14 Bab I Pendahuluan Pada Bab I ini diberikan latar belakang pemilihan topik penelitian dalam disertasi, tujuan dan ruang lingkup, dan sistematika penulisan. I.1 Latar belakang Konsep dimensi partisi diperkenalkan oleh Chartrand dkk. (1998) sebagai pengembangan dari konsep dimensi metrik. Konsep dimensi metrik diperkenalkan secara terpisah oleh Harary dan Melter (1976) dan Slater (1975). Dimensi metrik berperan dalam navigasi robotik (Saenpholphat dan Zhang (2004a)), optimisasi penempatan sensor pendeteksi ancaman (Chartrand dan Zhang (2003b)), maupun klasifikasi data senyawa kimia (Johnson (1993)). Perpaduan antara konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf melahirkan konsep bilangan kromatik lokasi graf. Dimensi partisi baru dapat ditentukan untuk kelas-kelas graf tertentu. Masalah penentuan dimensi partisi untuk sebarang graf terhubung G adalah NP-Complete (M.Garey (1979)). Beberapa kelas graf tertentu yang telah dikaji di antaranya adalah graf bintang ganda, graf ulat (caterpillar) (batas atas dan bawah dimensi partisinya) (Chartrand dkk. (1998)); graf lintasan, graf lengkap, dan graf bipartit lengkap (Chartrand dkk. (2000a)); graf berarah cayley (M. Fehr (2006)); graf roda (Tomescu dkk. (2007)); graf gir, graf helm, graf bunga matahari, dan graf persahabatan (Javaid dan Shokat (2008)). Khusus graf pohon, Darmaji (2011) telah mendapatkan dimensi partisi dari graf ulat secara umum, graf kembang api (firecracker), dan graf pohon pisang (banana tree). Ia juga telah mendapatkan dimensi partisi graf multipartit, graf bipartit lengkap minus matching, dan graf tripartit lengkap minus mathching. Sedangkan Baskoro dan Darmaji (2012) telah mendapatkan dimensi partisi untuk graf hasil operasi korona antara dua graf terhubung. Chartrand dkk. (2000a) telah mengkarakterisasi semua graf terhubung G yang mempunyai dimensi partisi sama dengan n 1, graf tersebut adalah salah satu dari graf K 1,n 1, K n e, atau K 1 + (K 1 Kn 2 ). Berselang 10 tahun kemudian, Tomescu (2008) berhasil mengkarakterisasi semua graf terhubung G 1

15 yang mempunyai dimensi partisi sama dengan n 2. Bilangan kromatik lokasi untuk pertama kalinya dikaji oleh Chartrand dkk. (2002). Hasil yang didapat antara lain pada graf lintasan, lingkaran, dan graf bintang ganda. Chartrand dkk. (2003a) telah berhasil mengkonstruksi graf pohon berorde n 5 dengan bilangan kromatik lokasinya bervariasi mulai dari 3 sampai dengan n, kecuali n 1. Kemudian Behtoei dan Omoomi (2011c), telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi dari graf Kneser. Bilangan kromatik lokasi merupakan salah satu kajian yang menarik sampai saat ini, beberapa peneliti telah menentukan bilangan kromatik lokasi dari graf hasil operasi. Behtoei dan Omoomi (2011b) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi dari grid, perkalian kartesian untuk lintasan dan graf lengkap, serta perkalian kartesian dari dua buah graf lengkap. Selanjutnya, Behtoei dan Omoomi (2011a) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi untuk perkalian join dari dua graf, graf kipas, graf roda, dan graf persahabatan. Lebih jauh lagi, Baskoro dan Purwasih (2011) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi untuk perkalian korona dari dua buah graf, yaitu lintasan korona graf lengkap, lintasan korona komplemen graf lengkap, siklus korona komplemen graf lengkap, graf lengkap korona komplemen graf lengkap, dan graf lengkap korona graf lengkap. Chartrand dkk. (2003a) juga telah melakukan karakterisasi graf berorde n dengan bilangan kromatik lokasinya n, yaitu graf multipartit. Selain itu, mereka juga telah melakukan karakterisasi graf dengan bilangan kromatik lokasinya n 1. Selanjutnya, Chartrand dkk. (2003a) telah mendapatkan sejumlah graf dengan bilangan kromatik lokasinya terbatas di atas oleh n 2. Graf-graf tersebut diinduksi oleh {2K 1 K 2, P 2 P 3, H 1, H 2, H 3, P 2 K 3, P 5, C 5, C 5 + e}. I.2 Tujuan dan lingkup penelitian Secara umum, penentuan bilangan kromatik lokasi pada graf pohon masih merupakan masalah terbuka. Sejauh penelusuran literatur, penelitian yang terkait dengan penentuan bilangan kromatik lokasi dari graf pohon masih terbatas pada lintasan, graf bintang, dan graf bintang ganda. Karena itu, penentuan bilangan kromatik lokasi pada graf pohon selain graf-graf tersebut akan dibahas pada disertasi ini. Graf pohon yang akan diteliti meliputi amalgamasi bintang, graf pohon pisang, graf kembang api, dan graf ulat. 2

16 Kajian menarik lainnya yang akan dibahas adalah karakterisasi semua graf yang mempunyai bilangan kromatik lokasi 3. Selain itu, graf maksimal sisi dengan bilangan kromatik lokasi 3 juga diberikan. I.3 Sistematika penulisan disertasi Disertasi ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut. Bab I memberi ulasan tentang latar belakang dan perumusan masalah. Peta jalan penelitian dalam bidang dimensi partisi diberikan dalam bab ini dari sejak awal penelitian hingga penelitian terbaru, karena mempunyai kaitan yang erat dengan bilangan kromatik lokasi. Pada bab ini juga diberikan perkembangan penelitian bilangan kromatik lokasi suatu graf. Konsep bilangan kromatik lokasi pada suatu graf yang meliputi dimensi partisi dan pewarnaan diberikan pada Bab II. Pada bab ini juga diberikan definisi, teorema, dan akibat yang berkenaan dengan bilangan kromatik lokasi. Selain itu juga dibahas hasil penelitian sebelumnya yang berkenaan dengan karakterisasi graf dengan bilangan kromatik lokasi tertentu. Hasil-hasil penelitian dalam disertasi ini diberikan dalam Bab III dan Bab IV. Bab III berisi bahasan bilangan kromatik lokasi dari beberapa graf pohon, seperti amalgamasi bintang, graf pohon pisang, graf kembang api, dan graf ulat. Pada Bab IV diberikan bahasan karakterisasi pohon dengan bilangan kromatik lokasi 3 dan karakterisasi graf yang memuat siklus dengan bilangan kromatik lokasi 3. Pada Bab V diberikan kesimpulan dan masalah terbuka dalam penelitian bilangan kromatik lokasi. Masalah terbuka yang diberikan pada bab ini dapat menjadi bahan diskusi untuk kelanjutan penelitian dalam topik bilangan kromatik lokasi pada suatu graf. Hasil utama penelitian disertasi ini dinyatakan dalam bentuk lema, teorema, dan akibat yang diberi tanda. 3

17 Bab II Konsep Bilangan Kromatik Lokasi pada Suatu Graf Pada bagian ini akan dibahas tentang dimensi partisi beserta perkembangan penelitiannya sampai saat ini. Selain itu juga akan diulas tentang awal munculnya pewarnaan dan beberapa definisi dan teorema dasar yang akan digunakan selanjutnya. Konsep dimensi partisi dan pewarnaan adalah dua konsep yang mendasari lahirnya bilangan kromatik lokasi. Pada bagian ini juga, akan dibahas perkembangan dari kajian bilangan kromatik lokasi pada kelas graf serta karakterisasi graf yang mempunyai bilangan kromatik lokasi tertentu. II.1 Dimensi partisi Konsep dimensi partisi diperkenalkan oleh Chartrand dkk. (1998), sebagai salah satu konsep yang menjadi latar belakang munculnya bilangan kromatik lokasi. Misalkan G = (V, E) suatu graf, v V (G), dan S V (G). Jarak dari titik v ke himpunan S, dinotasikan dengan d(v, S) adalah, min{d(v, x), x S} dengan d(v, x) adalah jarak dari titik v ke x. Misalkan Π = {S 1, S 2,, S k } adalah partisi dari V (G) dengan S 1, S 2,, S k kelas-kelas dari Π. Representasi v terhadap Π, dinotasikan dengan r(v Π), adalah koordinat (d(v, S 1 ), d(v, S 2 ),, d(v, S k )). Selanjutnya, Π disebut partisi pembeda dari V (G) jika r(u Π) r(v Π) untuk setiap dua titik berbeda u, v V (G). Dimensi partisi dari G, dinotasikan dengan pd(g), adalah nilai k terkecil sehingga G mempunyai partisi pembeda dengan k kelas. Gambar II.1: Graf G dengan 10 titik dan label kelasnya. 4

18 Pada Gambar II.1, titik-titik pada graf G dipartisi sedemikian sehingga diperoleh Π = {S 1, S 2, S 3 }, dengan S 1 = {v 3, v 4, v 7, v 9, v 10 }, S 2 = {v 1, v 2, v 5, v 8 }, dan S 3 = {v 6 }. Perhatikan bahwa, r(v 1 Π) = (2, 0, 3), r(v 2 Π) = (1, 0, 2), r(v 3 Π) = (0, 1, 1), r(v 4 Π) = (0, 2, 2), r(v 5 Π) = (1, 0, 2), r(v 6 Π) = (1, 2, 0), r(v 7 Π) = (0, 1, 3), r(v 8 Π) = (1, 0, 4), r(v 9 Π) = (0, 1, 5), dan r(v 10 Π) = (0, 2, 4). Karena representasi dari semua titik adalah berbeda, maka Π adalah partisi pembeda dari G dan pd(g) 3. Untuk menunjukkan pd(g) = 3, andaikan terdapat partisi pembeda Π = {S 1, S 2 } dari G. Perhatikan bahwa v 3 mempunyai 3 daun, yaitu {v 4, v 5, v 6 }. Karena hanya terdapat dua kelas partisi pembeda, maka dua dari tiga daun tersebut harus berada pada kelas partisi yang sama. Akibatnya kode warna kedua daun itu akan sama, karena mempunyai jarak yang sama terhadap titik-titik yang lain (selain kedua daun tersebut). Jadi Π 3. Akibatnya, pd(g) = 3. Penentuan dimensi partisi dari graf terhubung telah dilakukan oleh Chartrand dkk. (1998), khusus untuk kelas pohon mereka telah mendapatkan dimensi partisi dari graf lintasan P n, n 2, yakni pd(p n ) = 2 dan graf bintang K 1,n, yakni pd(k 1,n ) = n. Graf bintang ganda T berorde n 6, pd(t ) = max{deg(x), deg(y)} 1, dengan x dan y dua titik yang bukan daun. Selain itu, mereka mendapatkan batas atas dan batas bawah dimensi partisi dari graf ulat. Graf ulat adalah pohon yang mempunyai sifat jika dihapus semua daunnya akan menghasilkan lintasan. Teorema II.1. Chartrand dkk. (1998) Misalkan t (T ) adalah derajat maksimum titik di T. Jika T adalah graf ulat dengan t (T ) 3, maka t (T ) 2 pd(t ) t (T ) + 1. Batas bawah dan batas atas dimensi partisi dari graf ulat yang diperoleh Chartrand dkk. (1998) pada Teorema II.1, telah dapat dilengkapi oleh Darmaji (2011). Ia telah mendapatkan nilai eksak dimensi partisi dari graf ulat. Teorema II.2. Darmaji (2011) Misalkan t (T ) adalah derajat maksimum titik di T dan p menyatakan banyaknya titik yang berderajat t (T ). Jika T adalah graf ulat dengan t (T ) 3, maka 5

19 pd(t ) = { t (T ), jika p t (T ), t (T ) + 1, jika p > t (T ). Penelitian terus dilakukan untuk mendapatkan dimensi partisi graf terhubung lainnya. Kelas graf tertentu dapat ditentukan dimensi partisinya secara tepat, tetapi pada kelas graf yang lain baru dapat ditentukan batas atas atau batas bawahnya. Chartrand dkk. (2000a) telah mengkaji dimensi partisi pada graf bipartit K m,n dan Tomescu dkk. (2007) untuk graf roda W n. Teorema II.3. Chartrand dkk. (2000a) Misalkan G adalah graf bipartit dengan himpunan partit V 1 dan V 2, kardinalitasnya berturut-turut r dan s, maka 1. pd(g) r + 1, jika r = s, dan 2. pd(g) max{r, s}, jika r s. Selain itu, ketaksamaan 1 atau 2 dipenuhi jika dan hanya jika G graf bipartit lengkap. Untuk n tertentu, dimensi partisi graf roda W n telah dapat ditentukan secara tepat. Misalnya, pd(w n ) = 3 untuk 4 n 7, pd(w n ) = 4 untuk 8 n 19, sedangkan untuk n 20, baru didapatkan batas atas dan batas bawah untuk pd(w n ). Teorema II.4. Tomescu dkk. (2007) Untuk setiap n 20, (2n) 1/3 pd(w n ) p + 1 dengan p adalah bilangan prima terkecil sedemikian sehingga p(p 1) n. Penentuan dimensi partisi graf hasil operasi antara dua graf telah dikaji. Baskoro dan Darmaji (2012) telah mendapatkan hasil untuk dimensi partisi graf hasil operasi korona antara dua buah graf terhubung. Hasil kali korona F H didefinisikan sebagai graf yang diperoleh dengan mengambil satu salinan graf F dengan V (F ) = k, dan k salinan H 1, H 2,..., H k dari H, kemudian menghubungkan titik ke-i dari F ke setiap titik di H i, 1 i k. 6

20 Berikut ini adalah salah satu hasil yang telah didapatkan oleh Baskoro dan Darmaji (2012), yaitu dimensi partisi dari korona graf lintasan dan graf bintang. Teorema II.5. Darmaji (2011) Misalkan P m adalah graf lintasan orde m dan K 1,n adalah graf bintang orde n + 1. Untuk m 1, n 3, dimensi partisi dari sebuah graf hasil korona P m K 1,n adalah sebagai berikut: pd(p m K 1,n ) = { n, jika m n 2 n + 1, jika m > n. 2 Chartrand dkk. (2000a) telah mengkarakterisasi semua graf terhubung G yang mempunyai dimensi partisi sama dengan n 1. Kemudian, Tomescu (2008) berhasil mengkarakterisasi semua graf terhubung G yang mempunyai dimensi partisi sama dengan n 2. Teorema II.6. Chartrand dkk. (2000a) Misalkan G adalah graf terhubung dengan orde n 3, maka pd(g) = n 1 jika dan hanya jika G adalah salah satu dari graf K 1,n 1, K n e, atau K 1 + (K 1 Kn 2 ). Teorema II.7. Tomescu (2008) Misalkan G adalah graf terhubung dengan orde n 9, maka pd(g) = n 2 jika dan hanya jika G adalah K 2,n 2, K 2 + K n 2, K n E(P 3 ), K n E(K 3 ), K n E(P 4 ), K 1 + (K 1 Kn 2 e), K n E(C 4 ), K 1,n 1 + e, K n E(2K 2 ), K 2,n 2 e, atau K n E(K 1,3 + e). II.2 Pewarnaan titik Konsep pewarnaan graf muncul sebagai model dalam memecahkan permasalahan pewarnaan peta. Pada tanggal 23 Oktober 1852, Frederick Guthrie ( ), mahasiswa di University College London, mengunjungi profesor matematika, Augustus De Morgan ( ), untuk menyampaikan penemuan matematika dari kakak lelakinya, Francis Guthrie ( ). Beliau mendapatkan konjektur empat warna (The four Color Conjecture) yang menyatakan: Semua negara di peta dapat diwarnai dengan menggunakan maksimal empat warna sedemikian sehingga 7

21 dua negara yang berbatasan mempunyai warna berbeda. Keinginan yang kuat dari para matematikawan untuk menyelesaikan permasalahan empat warna (four color problem) tersebut menginspirasi munculnya konsep pewarnaan daerah, titik, sisi, dan graf planar. Konsep inilah yang digunakan untuk mewarnai graf secara umum. Berikut ini diberikan beberapa definisi dan sifat yang berkenaan dengan pewarnaan titik yang diambil dari Diestel (2005) dan Chartrand dan Zhang (2009). Pewarnaank titik sejati dari graf G = (V, E) adalah suatu pemetaan c : V {1, 2,..., k} sedemikian sehingga c(u) c(v) jika u dan v bertetangga. Bilangan bulat terkecil k sedemikian sehingga G mempunyai suatu pewarnaan-k titik sejati disebut bilangan kromatik dari G, dinotasikan dengan χ(g). Jelas bahwa, untuk setiap graf G berorde n, berlaku 1 χ(g) n. Selanjutnya, jika H subgraf dari graf G, maka jelas bahwa χ(h) χ(g). Hal ini dikarenakan bahwa jika χ(g) = k, maka terdapat pewarnaan c yaitu pewarnaan-k titik sedemikian sehingga dua titik bertetangga diberi warna berbeda. Pewarnaan c tersebut juga dapat dibatasi untuk mewarnai titik-titik di H. Akibatnya, χ(h) k = χ(g) Suatu hal yang mudah dipahami bahwa graf G berorde n mempunyai bilangan kromatik n jika dan hanya jika G = K n. Untuk graf G yang mempunyai bilangan kromatik 2, maka G harus mempunyai paling sedikit satu sisi. Selain itu, V (G) dapat dipartisi menjadi dua subhimpunan yang saling bebas, yaitu V = V 1 (G) V 2 (G). Karena setiap sisi dari G menghubungkan sebuah titik di V 1 (G) ke sebuah titik di V 2 (G), maka graf G tersebut haruslah bipartit. Akibatnya, terdapat proposisi yang menyatakan bahwa Graf G tak kosong mempunyai bilangan kromatik 2 jika dan hanya jika G adalah graf bipartit. Graf sederhana, misalnya siklus C n dengan n 3 mempunyai bilangan kromatik 2 jika n genap dan bilangan kromatiknya 3, untuk n ganjil. Titik-titik pada siklus genap, dapat diwarnai 1 dan 2 secara bergantian, sedangkan pada siklus ganjil, diperlukan 1 warna lagi sedemikian sehingga syarat pewarnaan titik terpenuhi. Setiap pohon T n dengan n 2 adalah graf bipartit. Misalkan v adalah akar pohon T n dan diberi warna 1. Titik-titik yang berjarak ganjil dari v, diberi warna 1 dan untuk titik-titik lainnya diberi warna 2. Akibatnya, V (T ) dapat dipartisi menjadi 8

22 dua sub himpunan yang saling bebas, yaitu V 1 (T ) dan V 2 (T ), dengan V 1 (T ) adalah himpunan titik-titik yang berwarna 1, sedangkan V 2 (T ) adalah himpunan titik-titik yang berwarna 2. II.3 Bilangan kromatik lokasi Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk. (2002). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Berikut ini definisi dari bilangan kromatik lokasi graf yang diambil dari Chartrand dkk. (2002). Misalkan G = (V, E) adalah graf terhubung dan c suatu pewarnaan-k sejati dari G. Misalkan pula Π = {C 1, C 2,, C k } merupakan partisi dari V (G) yang diinduksi oleh pewarnaan c. Kode warna, c Π (v) dari v adalah koordinat (d(v, C 1 ), d(v, C 2 ),..., d(v, C k )) dengan d(v, C i ) = min{d(v, x) x C i } untuk 1 i k. Jika semua titik di G mempunyai kode warna berbeda, maka c disebut pewarnaan lokasi dari G. Bilangan kromatik lokasi dari G, dinotasikan dengan χ L (G), adalah bilangan terkecil k sehingga G mempunyai pewarnaan-k lokasi. Perhatikan bahwa setiap partisi dari pewarnaan lokasi suatu graf G merupakan partisi pembeda dari dimensi partisinya, akibatnya diperoleh pd(g) χ L (G). Gambar II.2: Pewarnaan lokasi minimum pada G. Gambar II.2, menunjukkan bahwa Π = {C 1, C 2, C 3, C 4 }, dengan C 1 = {v 1, v 3, v 9, v 10 }, C 2 = {v 2, v 4, v 8 }, C 3 = {v 5, v 7 }, dan C 4 = {v 6 }. Perhatikan bahwa semua titik mempunyai kode warna berbeda, maka pewarnaan tersebut merupakan pewarnaan-4 lokasi. Untuk menunjukkan χ L (G) = 4, andaikan terdapat pewarnaan-3 lokasi c pada G. Karena titik v 3 mempunyai 3 daun, maka akan terdapat dua daun berwarna 9

23 sama. Perhatikan bahwa kedua daun tersebut mempunyai jarak yang sama terhadap titik-titik yang lain (selain kedua daun tersebut). Akibatnya, kedua daun itu akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Jadi χ L (G) = 4. Berikut ini adalah teorema dasar tentang bilangan kromatik lokasi. Himpunan dari tetangga titik v, dinotasikan dengan N(v). Teorema II.8. (Chartrand dkk, 2002) Misalkan c adalah pewarnaan lokasi pada graf terhubung G. Jika u dan v dua titik yang berbeda di G sedemikian sehingga d(u, w) = d(v, w) untuk setiap w V (G) {u, v}, maka c(u) c(v). Dalam hal khusus, jika u dan v tidak bertetangga sedemikian sehingga himpunan tetangga u dan v sama (N(u) = N(v)), maka c(u) c(v). Akibat dari teorema ini, didapatkan batas bawah dari bilangan kromatik lokasi untuk graf sebarang. Akibat II.1. (Chartrand dkk, 2003a) Misalkan G adalah graf terhubung. Jika G memuat suatu titik yang bertetangga dengan k daun, maka χ L (G) k + 1. Mudah untuk ditunjukkan bahwa χ L (K 1 ) = 1 dan χ L (K 2 ) = 2. Chartrand dkk. (2002) telah memberikan batas atas dan bawah dari bilangan kromatik lokasi untuk graf terhubung, seperti teorema berikut ini. Teorema II.9. n 3 berlaku 3 χ L (G) n. (Chartrand dkk, 2002) Untuk setiap graf terhubung G berorde Bilangan kromatik lokasi suatu graf berhubungan erat dengan jarak suatu titik terhadap kelas-kelas warna. Akibatnya diameter dari suatu graf juga memberikan pengaruh pada penentuan banyaknya warna minimum yang dibutuhkan dari pewarnaan lokasinya. Chartrand dkk. (2002), memberikan hubungan antara bilangan kromatik lokasi suatu graf dengan diameternya sebagai berikut. Teorema II.10. (Chartrand dkk, 2002) Misalkan G adalah graf berorde n 3 dan diameter d 3, maka 10

24 log d+1 n χ L (G) n d + 2 Untuk mendapatkan batas atas Teorema II.10, digunakan Teorema II.9. Sedangkan untuk mendapatkan batas bawahnya, digunakan sifat bahwa setiap koordinat dari suatu kode warna adalah bilangan bulat non negatif yang tidak lebih dari d dan semua kode warna berbeda, akibatnya (d + 1) χl(g) n. Jadi log d+1 n χ L (G). Teorema berikut ini adalah eksistensi dari bilangan kromatik lokasi. Teorema II.11. Chartrand dkk. (2002) Untuk setiap pasangan bilangan bulat a dan b dengan 2 a b, terdapat G dengan χ(g) = a dan χ L (G) = b. Chartrand dkk. (2002) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi dari graf bintang ganda. Sebuah graf pohon disebut graf bintang ganda jika graf pohon tersebut mempunyai tepat dua titik x dan y berderajat lebih dari satu. Jika x dan y berderajat a + 1 dan b + 1 berturut-turut, maka graf bintang ganda ini dinotasikan dengan S a,b. Teorema II.12. b 2, maka χ L (S a,b ) = b + 1. (Chartrand dkk, 2002) Jika a, b Z, dengan 1 a b dan Gambar II.3: Pewarnaan lokasi minimum dari bintang ganda S a,b. Chartrand dkk. (2002) juga telah mengkonstruksi pohon berorde n 5 dengan bilangan kromatik lokasinya mulai dari 3 sampai dengan n, kecuali n 1. Bentuk dari pohon tersebut disajikan pada teorema berikut ini. Teorema II.13. Chartrand dkk. (2002) Terdapat pohon berorde n, n 5, dengan bilangan kromatik lokasi k jika dan hanya jika k {3, 4,..., n 2, n}. 11

25 Gambar II.4: Pohon berorde n 5 dengan bilangan kromatik lokasi k. Berikut ini adalah sifat dari kumpulan pohon-pohon berderajat maksimal 4 dan bilangan kromatik lokasinya 3. Teorema II.14. Chartrand dkk. (2002) Jika T adalah kelas dari semua pohon dengan derajat maksimal dari T adalah 4 dan bilangan kromatik lokasinya 3, maka T tak berhingga. Lebih lanjut, jika T T maka T memuat tepat satu titik yang berderajat 4. Gambar II.5: Pewarnaan lokasi pada T. Gambar II.3 merupakan salah satu tipe pohon yang mempunyai bilangan kromatik lokasi 3. Pada Bab IV, kami akan membahas secara detail tentang karakterisasi pohon dengan bilangan kromatik lokasi 3. Hasil kali kartesian dari dua buah graf terhubung G dan H, dinotasikan dengan G H adalah graf dengan himpunan titik V (G) V (H), titik (a, b) bertetangga dengan titik (c, d) jika dan hanya jika a = c dan bd E(H) atau b = d dan ac E(G). Beberapa peneliti telah menentukan bilangan kromatik lokasi dari graf hasil operasi. Behtoei dan Omoomi (2011b) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi dari grid, perkalian kartesian untuk lintasan dan graf lengkap, serta perkalian kartesian dari dua buah graf lengkap. 12

26 Teorema II.15. Behtoei dan Omoomi (2011b) Jika m 3 dan n 2 adalah bilangan bulat positif, maka { m + 2 jika m n 2, χ L (K m P n ) = m + 1 jika m n 1. Behtoei dan Omoomi (2011a) juga telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi untuk graf kipas, graf roda, dan graf persahabatan. Lebih jauh lagi, Baskoro dan Purwasih (2011) telah mendapatkan bilangan kromatik lokasi untuk perkalian korona dari dua buah graf, yaitu lintasan korona graf lengkap, lintasan korona komplemen graf lengkap, siklus korona komplemen graf lengkap, graf lengkap korona komplemen graf lengkap, dan graf lengkap korona graf lengkap. Teorema II.16. Baskoro dan Purwasih (2011) Untuk n, m 1, bilangan kromatik lokasi dari P n K m adalah sebagai berikut: χ L (P n K m ) = { m + 1 jika m 2 dan 1 n m + 1, m + 2 jika m 2 dan n m + 2. II.4 Karakterisasi graf dengan bilangan kromatik lokasi tertentu Chartrand dkk. (2002) telah mendapatkan hasil bahwa satu-satunya graf berorde n dengan bilangan kromatik lokasinya n adalah graf multipartit lengkap. Teorema II.17. Chartrand dkk. (2002) Misalkan G adalah graf terhubung berorde n 3, maka χ L (G) = n jika dan hanya jika G merupakan graf multipartit lengkap. Misalkan H adalah himpunan semua graf terhubung G yang berorde sekurangkurangnya 3 sedemikian sehingga H = G v untuk suatu v V (G) adalah graf multipartit lengkap. Misalkan V 1, V 2,..., V k, k 2, menyatakan himpunan partisi dari H, dengan V i = n i (1 i k) dan a i (1 i k) menyatakan banyaknya titik di V i yang bertetangga dengan v di G. 13

27 Misalkan F menyatakan himpunan semua graf G H yang memenuhi salah satu dari sifat berikut ini: 1. Untuk setiap bilangan bulat i dengan 1 i k, a i {0, n i } dan terdapat sekurang-kurangnya dua bilangan bulat berbeda j,j dengan 1 j, j k, yang mana a j = a j = 0; 2. Terdapat tepat satu bilangan bulat j dengan 1 j k sehingga 0 a j n j dan a j = n j 1. Dua kelas graf berorde n dengan bilangan kromatik lokasi n 1 disajikan pada dua teorema berikut ini. Teorema II.18. Chartrand dkk. (2003a) Misalkan G H dengan orde G adalah n, maka berlaku χ L (G) = n 1 jika dan hanya jika G F. Definisikan G n untuk n 5 sebagai graf multipartit lengkap berorde n 4, G = G n + 2K 2, dan G menyatakan koleksi semua graf G. Lema II.1. Chartrand dkk. (2003a) Jika G G dan G berorde n, maka χ L (G) = n 1. Gambar II.6: Anggota-anggota dari kelas G. Karakterisasi graf terhubung dengan bilangan kromatik lokasi n 1 dapat dilihat pada teorema berikut ini. Teorema II.19. Chartrand dkk. (2003a) Misalkan H graf terhubung berorde n 4 dengan χ L (H) = n 1. Maka, χ L (H) = n 1 jika dan hanya jika H F G. 14

28 Chartrand dkk. (2003a) juga telah mendapatkan hasil untuk graf-graf dengan bilangan kromatik lokasinya terbatas di atas oleh n 2. Definisikan H 1 sebagai graf yang diperoleh dari P 5 dengan menambahkan sisi antara titik sentral dengan salah satu dari titik ujungnya; H 2 diperoleh dari P 5 dengan menambahkan sisi antara dua titik yang tidak bertetangga, selain dari titiktitik ujungnya; H 3 diperoleh dengan menghapus sisi yang menempel di dua titik yang berderajat dua pada graf H 1. Lema II.2. Chartrand dkk. (2003a) Jika G adalah graf terhubung yang berorde n 5 dan memuat subgraf induksi F {2K 1 K 2, P 2 P 3, H 1, H 2, H 3, P 2 K 3, P 5, C 5, C 5 + e}, maka χ L (G) n 2. Gambar II.7: Graf berorde 5 dengan bilangan kromatik lokasi 3 15

29 Bab III Bilangan Kromatik Lokasi Beberapa Graf Pohon Kajian bilangan kromatik lokasi pada graf pohon masih terbatas pada graf lintasan, graf bintang, dan graf bintang ganda. Hasil-hasil tersebut diperoleh Chartrand dkk. (2002). Pada bagian ini akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi untuk kelas pohon yang lain, yaitu graf amalgamasi bintang, graf pohon pisang, graf kembang api, dan graf ulat. III.1 Bilangan kromatik lokasi graf amalgamasi bintang Berikut ini adalah definisi graf amalgamasi yang diambil dari Carlson (2006). Misalkan G i = K 1,ni, untuk setiap i [1, k] dan n i 1. Amalgamasi bintang tak seragam, S k,(n1,n 2,...,n k ), untuk k 2, adalah graf pohon yang diperoleh dengan cara menyatukan sebuah daun dari setiap graf G i. Titik penyatuan tersebut dikatakan sebagai titik pusat dari S k,(n1,n 2,...,n k ), dinotasikan dengan x. Titik-titik yang berjarak 1 dari titik pusat disebut dengan titik antara, dinotasikan dengan l i, untuk i [1, k]. Titik daun ke-j dari titik antara l i dinotasikan dengan l ij, untuk j [1, n j 1]. Misalkan n maks = maks{n 1, n 2,..., n k }. Gambar III.1: S k,(n1,n 2,...,n k ) Lema III.1. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-n maks sejati dari S k,(n1,n 2,...,n k ), dengan k 2 dan n i 1, untuk 1 i k. Pewarnaan c 16

30 adalah pewarnaan lokasi jika dan hanya jika c(l i ) = c(l j ), i j mengakibatkan {c(l is ) s = 1, 2,..., n i 1} dan {c(l js ) s = 1, 2,..., n j 1} berbeda. Bukti. Misalkan P = {c(l is ) s = 1, 2,..., n i 1} dan Q = {c(l js ) s = 1, 2,..., n j 1}. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-n maks lokasi dari S k,(n1,n 2,...,n k ), dengan k 2 dan n i 1 dan c(l i ) = c(l j ), untuk suatu i j. Andaikan P = Q. Karena d(l i, u) = d(l j, u) untuk setiap u V \{{l is s = 1, 2,..., n i 1} {l js s = 1, 2,..., n j 1}}, maka kode warna dari l i dan l j sama. Jadi c bukan pewarnaan lokasi, suatu kontradiksi. Akibatnya P Q. Misalkan Π suatu partisi dari V (G) terhadap kelas-kelas warna dengan Π n maks. Pandang c(l i ) = c(l j ), i j. Karena P Q, maka terdapat warna x dan y sedemikian sehingga (x P, x Q) atau (y P, y Q). Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap v V (S k,(n1,n 2,...,n k )) berbeda. Jelas bahwa c Π (l i ) c Π (l j ), karena kedua kode warna tersebut berbeda pada ordinat ke-x atau ke-y. Jika c(l kt ) = c(l ls ), untuk suatu l k l l, dibagi menjadi dua kasus. Kasus 1: Jika c(l k ) = c(l l ), maka berdasarkan premis dari teorema ini, P Q. Jadi c Π (l kt ) c Π (l ls ). Kasus 2: Misalkan c(l k ) = r 1 and c(l l ) = r 2, dengan r 1 r 2. Maka c Π (l kt ) c Π (l ls ) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya pada ordinat yang ke-r 1 dan r 2. If c(x) = c(l is ), maka kode warna dari c Π (x) memuat sedikitnya dua komponen yang bernilai 1, sedangkan untuk c Π (l is ) memuat tepat satu komponen yang bernilai 1. Akibatnya c Π (x) c Π (l is ). Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk semua titik di S k,(n1,n 2,...,n k ) berbeda, maka c merupakan pewarnaan lokasi. Hal khusus bila n i = m, untuk setiap i, amalgamasi dari k buah graf bintang K 1,m yang dinotasikan dengan S k,m, disebut dengan amalgamasi bintang seragam. Lema III.2. Misalkan k 1, a 0. Jika c adalah pewarnaan-(m + a) lokasi dari S k,m dan H(a) = (m + a 1) ( ) m+a 1 m 1, maka k H(a). 17

31 Bukti. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-m + a lokasi dari S k,m. Untuk suatu i, misalkan c(l i ) adalah warna dari titik antara l i, maka banyaknya kombinasi warna dari {l ij j = 1, 2,..., m 1} adalah ( ) m+a 1 m 1. Karena satu warna sudah digunakan untuk mewarnai titik pusat x, maka terdapat (m + a 1) warna untuk mewarnai l i, untuk setiap i [1, k]. Berdasarkan Lema III.1, nilai maksimum untuk k (banyaknya titik antara) adalah (m + a 1) ( ) m+a 1 m 1 = H(a). Berikut ini adalah bilangan kromatik lokasi untuk graf amalgamasi bintang seragam S k,m. Teorema III.1. m 3, maka Jika H(a) = (m + a 1) ( ) m+a 1 m 1 untuk a 0, k 2, dan χ L (S k,m ) = { m untuk 2 k H(0), m 3; m + a untuk H(a 1) < k H(a), a 1. Bukti. Akan ditentukan batas bawah trivial untuk 2 k H(0) = m 1. Karena setiap titik l i, i [1, k] bertetangga dengan (m 1) daun, maka berdasarkan Akibat II.1 χ L (S k,m ) m. Akan ditentukan batas atas dari χ L (S k,m ) untuk 2 k H(0) = m 1. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-m dari V (S k,m ). Tanpa mengurangi perumuman, diberikan warna c(x) = 1 dan c(l i ) = i + 1, dengan i [1, k]. Untuk menjamin bahwa semua daun akan mempunyai kode warna yang berbeda, maka daun-daun {l i,j j = 1, 2,..., m 1} diberi warna {1, 2,..., m}\{i + 1} untuk sebarang i. Maka berdasarkan Lema III.1, c adalah pewarnaan lokasi. Akibatnya χ L (S k,m ) m. Selanjutnya, akan diperbaiki batas bawah untuk H(a 1) < k H(a), a 1. Karena k > H(a 1), maka berdasarkan Lema III.2, χ L (S k,m ) m + a. Dengan kata lain jika k > H(a), maka berdasarkan Lema III.2, χ L (S k,m ) m + a + 1. Akibatnya χ L (S k,m ) m + a, jika H(a 1) < k H(a). Akan ditentukan batas atas dari S k,m untuk H(a 1) < k H(a). Tanpa mengurangi perumuman, misalkan c(x) = 1 dan titik-titik antara l i diwarnai dengan 2, 3,..., m + a, sedemikian sehingga banyaknya titik antara yang diberi warna t tidak lebih dari ( ) m+a 1 m 1, untuk sebarang t. Hal ini dapat dilakukan karena H(a 1) < k H(a). Akibatnya, jika c(l i ) = c(l n ), i n, maka dapat 18

32 disusun {c(l ij ) j = 1, 2,..., m 1} {c(l nj ) j = 1, 2,..., m 1}. Berdasarkan Lema III.3, c adalah adalah suatu pewarnaan lokasi. Jadi χ L (S k,m ) m + a untuk H(a 1) < k H(a). Gambar III.2: Pewarnaan lokasi minimum dari S 9,3 Misalkan A = {G 1, G 2,..., G n } koleksi subgraf dari G. A dikatakan memenuhi sifat kemonotonan, jika untuk setiap G i, G j A dan G i G j, maka χ L (H) χ L (G). Teorema III.2. G S k,m dan G K 1,m. Jika 2 k m 1, maka χ L (G) χ L (S k,m ) untuk setiap Bukti. Misalkan c adalah suatu pewarnaan lokasi dari S k,m yang diperoleh pada Teorema III.1. Misalkan G adalah subgraf terhubung dari S k,m. Definisikan pewarnaan c pada G dengan mempertahankan pewarnaan yang digunakan di S k,m, yaitu c (v) = c(v) jika v adalah titik yang berkorespondensi dengan v di S k,m. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa c adalah pewarnaan lokasi dari G. Jika terdapat l i, l n sehingga {c (l ij ) j = 1, 2,..., m 1} = {c (l nj ) j = 1, 2,..., r}, dengan 1 r m 1, maka kode warna dari l ij dan l nj untuk setiap j [1, m 1] berbeda karena c (l i ) c (l n ) untuk setiap l i l n. Jika c (l i ) = c (l nj ) c (x), maka komponen pertama dari c Π (l i) bernilai 1, sedangkan untuk c Π (l nj) bernilai 2. Jadi kode warna l i dan l nj berbeda. Selanjutnya, jika c (x) = c (l nj ), G P 3 maka kedua kode warna tersebut berbeda karena c (l i ) c (l n ) untuk setiap l i l n. Untuk kasus G = P 3, v i V (P 3 ) untuk setiap i, berturut-turut diwarnai dengan 1, 19

33 2, dan 3. Karena kode warna untuk setiap v V (G) berbeda, maka c merupakan pewarnaan lokasi dari G. Jadi χ L (G) χ L (S k,m ) untuk setiap G S k,m dan G K 1,m. Misalkan S k,(n1,n 2,...,n k ) S k,m. Definisikan A = {i n i = 1}. Untuk k m, subgraf S k,m harus diberi batasan sehingga sifat kemonotonannya dipenuhi. Teorema III.3. χ L (S k,m ). Jika k m dan A χ L (S k,m ) 1, maka χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) Bukti. Misalkan k m dan dari Teorema III.1, diketahui bahwa χ L (S k,m ) = m + a untuk H(a 1) < k H(a), a 1. Misalkan G = S k,(n1,n 2,...,n k ) adalah sebarang subgraf yang diperoleh dari S k,m dengan 1 n i m. Jika 2 n i m untuk setiap i, maka titik-titik diwarnai sebagaimana pembuktian dari Teorema III.1. Jelas bahwa pewarnaan dari G adalah pewarnaan lokasi. Selain itu, jika n i = 1 untuk suatu i, maka A 1. Jika A S k,m 1, maka titik pusat x diberi warna 1, l i A untuk setiap i diwarnai berturut-turut dengan 2, 3,..., χ L (S k,m ) dan untuk titik-titik yang lainnya diwarnai sebagaimana pembuktian dari Teorema III.1. Perhatikan bahwa kode warna dari l i untuk setiap l i A mempunyai nilai 1 pada ordinat ke-1, bernilai 0 pada ordinat ke-i, dan bernilai 2 untuk ordinat lainnya. Jadi kode warna untuk setiap l i A berbeda. Demikian juga kode warna untuk titik-titik yang lain juga berbeda, sebagaimana telah dibuktikan pada Teorema III.1. Akibatnya, pewarnaan dari G adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) χ L (S k,m ). Sebagai contoh, pada Gambar III.2, jika semua daun dari setiap titik antara l i, i = 1, 2, 3, 4 dihapus, maka A = 4. Akibatnya, χ L (S 9,(1,1,1,1,3,3,3,3,3) ) = 5. Selanjutnya, akan ditentukan bilangan kromatik lokasi untuk amalgamasi bintang tak seragam S k,(n1,n 2,...,n k ). S k,(n1,n 2,...,n k ) Definisi dari amalgamasi bintang tak seragam yang telah dinyatakan pada awal bagian ini, dapat dirumuskan kembali sebagai berikut: k i=1 K 1,n i = n maks 1 j=0 G j, dengan G j = t j K 1,nmaks j untuk suatu t (t mungkin bernilai 0). Akibatnya, G j menginduksi subgraf amalgamasi bintang homogen S t,nmaks j, t 0. 20

34 Lema III.3. Jika c adalah suatu pewarnaan-(n maks + a) lokasi dari S k,(n1,n 2,...,n k ), untuk k 2, n i 1, dan I(a) = n maks i=1 (n maks +a 1) ( n maks ) +a 1 n maks i, a 0, a Z, maka k I(a). Bukti. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-n maks + a lokasi dari S k,(n1,n 2,...,n k ). Berdasarkan Lema III.2, subgraf amalgamasi bintang homogen S t,nmaks j, untuk suatu j, nilai maksimum t adalah (n maks + a 1) ( n maks +a 1 n maks j 1). Karena j = 0, 1, 2,..., n maks 1 dan i = j + 1, maka nilai maksimum untuk k (titik antara) dari S k,(n1,n 2,...,n k ) adalah n maks i=1 (n maks + a 1) ( n maks +a 1 n maks i ) = I(a). Teorema III.4. Misalkan I(a) = n maks i=1 (n maks + a 1) ( n maks ) +a 1 n maks i, a 0, a Z. Bilangan kromatik lokasi dari amalgamasi bintang S k,(n1,n 2,...,n k ), dengan k 2, n i 1, dan A n maks + a 1 adalah sebagai berikut: χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) = { nmaks untuk 2 k I(0); n maks + a untuk I(a 1) < k I(a), a 1; Sedangkan, jika A > n maks + a 1, χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) = A + 1. Bukti. Akan ditentukan batas bawah trivial untuk 2 k I(0). Karena terdapat titik l i yang bertetangga dengan n maks 1 daun, maka berdasarkan Akibat II.1 χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks. Akan ditentukan batas atas dari S k,(n1,n 2,...,n k ) untuk 2 k I(0). Misalkan c adalah suatu pewarnaan-n maks dari V (S k,(n1,n 2,...,n k )). Karena amalgamasi bintang tak seragam S k,(n1,n 2,...,n k ) memuat subgraf amalgamasi bintang homogen S t,nmaks j untuk suatu t 0, maka S t,nmaks j diwarnai sebagaimana pembuktian pada Teorema III.1, untuk setiap j [0, n maks 2], sedangkan untuk j = n maks 1, warnai titik l i, secara berurut dengan warna 2, 3,..., n maks 1. Akibatnya c adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks untuk 2 k I(0). Selanjutnya, akan diperbaiki batas bawah untuk I(a 1) < k I(a), a 1. Karena k > I(a 1), maka berdasarkan Lema III.3, χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks +a. Dengan kata lain jika k > I(a), maka berdasarkan Lema III.3, χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks +a+1. Akibatnya χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks +a, jika I(a 1) < k I(a). 21

35 Untuk menunjukkan batas atas dari S k,(n1,n 2,...,n k ) dengan I(a 1) < k I(a), a 1, titik-titik S t,nmaks j diwarnai sebagaimana pembuktian pada III.1, dengan menggunakan n maks + a warna, untuk setiap j [0, n maks 2], sedangkan untuk j = n maks 1, warnai titik l i, secara berurut dengan warna 2, 3,..., n maks + a 1 Akibatnya, χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) n maks +a untuk I(a 1) < k I(a), a 1, Misalkan A > n maks + a 1. Karena x mempunyai A daun, maka χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) A + 1. Untuk menunjukkan batas atasnya, warnai titik-titik di A secara berurut dengan 2, 3,..., A + 1. Sedangkan titik-titik yang lain diberi warna sebagaimana dua kasus sebelumnya. Jadi, χ L (S k,(n1,n 2,...,n k )) A + 1. III.2 Bilangan kromatik lokasi graf pohon pisang Berikut ini adalah definisi dari graf pohon pisang yang diambil dari Chen dkk. (1997). Misalkan S k adalah graf bintang dengan k titik. Graf pohon pisang, B n,k adalah graf yang diperoleh dari n buah graf bintang S k dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap S k ke suatu titik baru. Titik baru itu disebut titik akar, dinotasikan dengan x. Titik yang berjarak 1 dari titik akar x disebut titik tengah, dinotasikan dengan m i untuk i [1, n]. Titik pusat dari setiap S k, dinotasikan dengan l i untuk i [1, n]. Daun ke-j dari titik pusat l i dinotasikan dengan l ij, untuk i [1, n] dan j [1, k 2]. Gambar III.3: B n,k Perhatikan bahwa karena B n,1, n 1, adalah graf bintang dengan n + 1 titik, maka χ L (B n,1 ) = n + 1. Mudah untuk menunjukkan bahwa χ L (B 1,1 ) = 2, χ L (B 1,2 ) = 22

36 χ L (B 1,3 ) = 3. Berikut ini adalah bilangan kromatik lokasi dari B n,k dengan k 2. Lema III.4. Jika c suatu pewarnaan-(a + 2) lokasi pada B n,k dengan a 1 dan k = 2, 3, maka n (a + 1) 2. Bukti. Misalkan c suatu pewarnaan-(a + 2) lokasi pada B n,k dengan a 1 and k = 2, 3. Untuk suatu t, banyaknya titik tengah m i yang menerima warna t, t 1 tidak melebihi (a + 1). Karena satu warna sudah digunakan untuk mewarnai titik akar, maka maksimum banyaknya n adalah (a + 1) 2. Jadi n (a + 1) 2. Teorema III.5. Diberikan pohon pisang B n,k, dengan k 2 a. Jika a 1, a 2 < n (a + 1) 2, dan k = 2, 3, maka χ L (B n,k ) = a + 2. b. Jika k 4 dan 1 n k 2, maka χ L (B n,k ) = k 1, kecuali B 2,4. χ L (B 2,4 ) = 4. Bukti. Kasus a. Karena n > a 2 maka berdasarkan Lema III.4, χ L (B n,k ) a + 2. Dengan kata lain, jika n > (a + 1) 2 maka berdasarkan Lema III.4 2, χ L (B n,k ) a Jadi χ L (B n,k ) a + 2, jika a 2 n (a + 1) 2. Selanjutnya, akan ditentukan batas atas untuk k = 2, 3 dan a 2 < n (a + 1) 2. Misalkan c suatu pewarnaan-(a + 2) pada B n,k. Tanpa mengurangi perumuman, diberikan warna c(x) = 1, titik tengah m i diwarnai berturut-turut dengan 2, 3,..., a + 2, sedemikian sehingga banyaknya titik tengah yang menerima warna t, t 1 tidak lebih dari (a + 1). Hal demikian dapat dilakukan karena a 2 < n (a + 1) 2. Selanjutnya, jika c(m i ) = c(m j ), i j, maka c(l i ) c(l j ). Khusus untuk k = 3, c(l i1 ) = c(m i ), untuk setiap i. Akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap v V (B n,k ) berbeda. Jika c(x) = c(l i ), maka c Π (x) memuat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai 1, sedangkan untuk c Π (l i ) memuat tepat satu komponen bernilai 1. Jadi c Π (x) c Π (l i ). Jika c(m i ) = c(m j ), i j, maka berdasarkan cara pengaturan warna, c(l i ) c(l j ). Jadi c Π (m i ) c Π (m j ). Jika c(m i ) = c(l j ), maka c(m i ) c(l j ) karena kode warna tersebut berbeda 23

37 sekurang-kurangnya pada ordinat pertama. Jika c(m i ) = c(l i1 ), maka c Π (m i ) c Π (l i1 ) karena d(x, m i ) d(x, l i1 ). Jika c(m i ) = c(l j1 ), i j, maka c Π (m i ) c Π (l i1 ) karena c(l i ) c(l j ). Jika c(l i ) = c(l j ), i j, maka c Π (l i ) c Π (l j ) karena c(m i ) c(m j ). Jika c(l i ) = c(l j1 ), i j, maka c Π (l i ) c Π (l jl ) karena kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya pada ordinat pertama. Jika c(l i1 ) = c(l j1 ), i j, maka c Π (l i1 ) c Π (l j1 ) karena c(l i ) c(l j ). Berdasarkan semua kasus di atas, kode warna untuk semua titik di B n,k, a 2 n (a + 1) 2 berbeda, akibatnya c adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (B n,k ) a + 2, a 2 n (a + 1) 2. Kasus b. Akan ditentukan batas bawah trivial untuk k 4 dan 1 n k 2. Karena l i, untuk setiap i [1, n] bertetangga dengan (k 2) daun, maka berdasarkan Akibat II.1, χ L (B n,k ) k 1. Akan ditentukan batas atas dari B n,k untuk 1 n k 2. Misalkan c suatu pewarnaan-(k 1) pada B n,k. Berikan pewarnaan sebagai berikut: c(x) = 1, titik pusat l i, c(l i ) = i + 1 untuk setiap i [1, n]. Titik tengah m i, i = 1, 2,..., n, diwarnai dengan salah satu warna dari {2, 3, 4,..., k 1}\{c(l i )} dan untuk daundaun, {l ij j = 1, 2,..., k 2} diwarnai dengan {1, 2,..., k 1}\{c(l i )} untuk sebarang i. Perhatikan bahwa c(l i ) 1, karena jika c(l i ) = 1, maka kode warna dari m i akan sama dengan salah satu daun dari titik l i. Akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap v V (B n,k ) berbeda. Jika c(x) = c(l ik ), pandang dua kasus berikut ini. 1. Untuk n = 1 dan misalkan c(l i ) = p. Maka c Π (x) c Π (l ik ) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya pada ordinat ke-p karena d(x, l i ) = 2, sedangkan d(l i, l ik ) = Untuk n 2, jika terdapat c(m i ) c(m j ), i j, maka c Π (x) memuat sekurang-kurangnya dua komponen bernilai 1, sedangkan c Π (l ij ) memuat tepat satu komponen bernilai 1. Akibatnya, c Π (x) c Π (l ij ). Jika c(m i ) = q untuk setiap i, maka c Π (x) c Π (l ik ) karena kedua kode warna tersebut berbeda sekurang-kurangnya pada ordinat ke-q. Jika c(m i ) = c(l ij ), maka c Π (m i ) memuat tepat dua komponen bernilai 1, 24

38 sedangkan c Π (l ij ) memuat tepat satu komponen bernilai 1. Akibatnya, c Π (m i ) c Π (l ij ). Jika c(m i ) = c(m j ), i j, maka c Π (m i ) c Π (m j ), karena c(l i ) c(l j ). Jika c(m i ) = c(l j ), i j, maka c Π (m i ) memuat tepat dua komponen bernilai 1, sedangkan c Π (l j ) memuat sekurang-kurangnya tiga komponen bernilai 1. Akibatnya, c Π (m i ) c Π (l j ). Jika c(l i ) = c(l st ), i s, maka c Π (l i ) memuat sekurang-kurangnya tiga komponen bernilai 1, sedangkan c Π (l sj ) memuat tepat satu komponen bernilai 1. Akibatnya, c Π (l i ) c Π (l sj ) Jika c(l ik ) = c(l st ) dan misalkan c(l i ) = x, c(l s ) = y, maka c Π (l ij ) dan c Π (l st ) berbeda pada ordinat ke-x dan ke-y. Karena kode warna untuk semua titik di B n,k berbeda, maka c adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (B n,k ) k 1, 1 n k 2. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa χ L (B 2,4 ) = 4. Karena setiap l i mempunyai 2 daun, maka berdasarkan Akibat II.1, χ L (B 2,4 ) 3. Untuk suatu kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan-3 lokasi pada B 2,4. Karena c(x) = 1, maka c(m 1 ) = 2 dan c(m 2 ) = 3. Akibatnya, c(l 1 ) = 3 dan c(l 2 ) = 2. Dengan demikian c Π (m 1 ) = c Π (l 2 ) dan c Π (m 2 ) = c Π (l 1 ), suatu kontradiksi. Jadi χ L (B 2,4 ) 4. Bila dibuat pewarnaan seperti diatas dan dengan menggantikan c(m 1 ) = 4, maka kode warna semua titik di B 2,4 akan berbeda. Akibatnya, χ L (B 2,4 ) 4. Jadi χ L (B 2,4 ) = 4. Misalkan S i k adalah graf bintang S k yang ke-i yang terdapat dalam B n,k dan A i = {c(v) untuk setiap v V (S i k )}. Lema III.5. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-(k + a) sejati dari B n,k untuk k 4 dan n k 1. Asumsikan bahwa semua warna muncul di titik m i. a. c(m i ) = c(m j ), i j c(l i ) c(l j ). b. c(l i ) = c(l j ), i j A i A j. Jika (1) dan (2) dipenuhi maka c adalah pewarnaan lokasi. Lema III.6. Jika c adalah suatu pewarnaan-(k + a) lokasi pada B n,k untuk a 1 dan k 4, maka n (k + a 1) 2. 25

39 Bukti. Misalkan c adalah suatu pewarnaan-(k+a) lokasi pada B n,k, k 4. Karena satu warna sudah digunakan untuk mewarnai x, maka kemungkinan untuk c(m i ) sebanyak (k + a 1) warna. Demikian juga halnya untuk c(l i ), kemungkinan ada (k + a 1) warna. Akibanya, n (k + a 1) 2. Jadi maksimum banyaknya n adalah (k + a 1) 2. Gambar III.4: Pewarnaan lokasi minimum dari B 9,3 Teorema III.6. Bilangan kromatik lokasi dari B n,k untuk a 1 dan k 4 adalah: { k ; k 1 n (k 1) 2, χ L (B n,k ) = k + a ; (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. Bukti. Akan ditentukan batas bawah dari B n,k dengan k 1 n (k 1) 2. Andaikan terdapat pewarnaan-(k 1) lokasi pada B n,k dengan n k 1. Karena n k 1, maka c(x) = c(l i ), untuk suatu i. Akibatnya kode warna dari m i akan sama dengan kode warna salah satu dari {l ij j = 1, 2,..., k 2}, suatu kontradiksi. Jadi χ L (B n,k ) k. Akan ditunjukkan bahwa χ L (B n,k ) k untuk k 1 n (k 1) 2. Misalkan c adalah pewarnaan-k. Berikan pewarnaan sebagai berikut: c(x) = 1, titik-titik tengah m i, diberi warna 2, 3,..., k sedemikian sehingga titik tengah, m i yang diberi warna yang sama paling banyak (k 1). Titik-titik pusat l i diberi warna diantara warna {1, 2, 3,..., k}\c(m i ). Daun-daun, l ij diwarnai dengan memilih (k 2) warna diantara {1, 2,..., k}\c(l i ). Untuk menjamin bahwa dua titik pusat yang 26

40 diberi warna yang sama akan mempunyai kode warna yang berbeda, maka dapat diatur sedemikian sehingga A i A j. Berdasarkan Lema III.5, c adalah suatu pewarnaan lokasi. Sekarang akan ditunjukkan batas bawah dari B n,k untuk (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. Karena n > (k + a 2) 2, maka berdasarkan Lema III.6, χ L (B n,k ) k + a. Dengan kata lain jika n > (k + a 1) 2, maka berdasarkan Lema III.6, χ L (B n,k ) k + a + 1. Akibatnya χ L (B n,k ) k + a, jika (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. Sekarang akan ditunjukkan batas atas dari χ L (B n,k ) k + a untuk (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. Tanpa mengurangi perumuman, misalkan c(x) = 1 dan titiktitik tengah m i diwarnai dengan 2, 3,..., k +a, sedemikian sehingga banyaknya titik tengah yang diberi warna t tidak lebih dari (k + a 1), untuk sebarang t. Hal ini dapat dilakukan karena (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. Titik-titik pusat l i diberi warna diantara warna {1, 2, 3,..., k + a}\c(m i ). Akibatnya, jika c(l i ) = c(l n ), i n, maka dapat disusun A i A n. Berdasarkan Lema III.5, c adalah suatu pewarnaan lokasi. Jadi χ L (B n,k ) k + a untuk (k + a 2) 2 < n (k + a 1) 2. III.3 Bilangan kromatik lokasi graf kembang api Graf kembang api seragam, F n,k adalah graf yang diperoleh dari n buah graf bintang S k dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap S k melalui sebuah lintasan (Chen dkk. (1997)). Misalkan c adalah pewarnaan lokasi pada graf G = (V, E). Misalkan Π = {C 1, C 2,, C k } adalah partisi pada V (G) terhadap pewarnaan. Titik v C i, untuk suatu i, disebut titik dominan jika d(v, C j ) = 1 untuk j i. C i paling banyak mempunyai satu titik dominan. Sebuah lintasan yang menghubungkan dua titik dominan disebut clear jika semua titik internalnya bukan titik dominan. Lema III.7. Misalkan G adalah graf dengan bilangan kromatik lokasi k. Maka, paling banyak terdapat k titik dominan di G dan semua titik dominan tersebut mempunyai warna berbeda. 27

41 Berikut ini akan ditunjukkan bahwa setiap lintasan clear dalam suatu graf dengan bilangan kromatik lokasi 3 mempunyai panjang ganjil. Lema III.8. Misalkan G adalah graf dengan bilangan kromatik lokasi 3. Maka sebarang lintasan clear mempunyai panjang ganjil. Bukti. Misalkan P adalah lintasan clear yang menghubungkan dua titik dominan x dan y di G. Asumsikan c(x) = 1 dan c(y) = 2. Karena semua titik internal di P bukan titik dominan, maka titik-titik tersebut diberi warna 2 atau 1 secara bergantian, dan bersama dengan x dan y membentuk barisan silih berganti. Akibatnya, banyaknya titik internal adalah genap, dan ini mengakibatkan panjang P ganjil. Lema III.9. Misalkan G graf terhubung dengan bilangan kromatik lokasi 3. Misalkan G memuat 3 titik dominan. Maka ketiga titik dominan tersebut terletak dalam sebuah lintasan. Bukti. Misalkan x, y, z adalah tiga titik dominan di G. Misalkan P sebuah lintasan yang menghubungkan x dan z. Untuk suatu kontradiksi, andaikan y tidak terletak di P (terletak diperluasan P ). Karena G terhubung, maka terdapat titik internal u sedemikian sehingga u mempunyai jarak terpendek (dibandingkan dengan titik internal yang lain) ke y. Sekarang, pandang lintasan L 1 yang menghubungkan x ke u dan kemudian ke y. Jadi L 1 adalah lintasan clear, akibatnya panjang L 1 ganjil. Selanjutnya, pandang lintasan L 2 yang menghubungkan y ke u dan kemudian ke z. Maka, L 2 juga lintasan clear dan panjangnya ganjil. Akibatnya, panjang lintasan yang menghubungkan x ke u ditambah dengan panjang lintasan yang menghubungkan u ke z adalah genap, suatu kontradiksi. Misalkan F n,k adalah graf kembang api seragam, dengan n, k 2. Pada bagian ini akan ditentukan bilangan kromatik lokasi dari F n,k. Karena, V (F n,k ) 3, maka bilangan kromatik lokasi χ L (F n,k ) 3. 28

42 Teorema III.7. Untuk k = 2 atau 3, diperoleh χ L (F n,k ) = { 3, jika 2 n < 7, 4, jika n 7. Bukti. Pertama, pandang graf kembang api F n,k untuk k = 2 atau 3, dan 2 n < 7. Untuk menunjukkan bahwa bilangan kromatik lokasinya 3, cukup dengan menunjukkan bahwa contoh graf yang diberikan memenuhi pewarnaan lokasi. Pandang pewarnaan c untuk F 6,3 pada Gambar III.5. Perhatikan subpewarnaan dari c (dimulai dari sisi sebelah kiri), maka diperoleh pewarnaan lokasi dari F n,k, untuk 2 n < 7 dan k = 2 atau 3, kecuali untuk F 3,2 dan F 3,3, titik berwarna 2 yang terletak paling kanan harus diganti dengan warna 1. Demikian juga untuk F 5,2 dan F 5,3, titik berwarna 3 yang terletak paling kanan harus diganti dengan warna 2. Gambar III.5: Pewarnaan lokasi minimum dari F 6,3 Pandang graf G = F n,k untuk n 7 dan k = 2 atau 3. Akan ditunjukkan bahwa χ L (G) 4. Andaikan terdapat pewarnaan-3 lokasi pada F n,k untuk n 7, k = 2, 3. Pertama, akan ditunjukkan bahwa terdapat tepat tiga titik dominan di F n,k, untuk n 7 dan k = 2, 3. Karena F n,k untuk k = 2, 3 bukan lintasan, maka sedikitnya mempunyai dua titik dominan. Selanjutnya akan dibuktikan dengan menggunakan kontradiksi. Andaikan hanya terdapat dua titik dominan di F n,k untuk k = 2, 3, yaitu x dan y. Berdasarkan Lema III.8, terdapat lintasan clear ganjil dari x ke y, misalnya (x = p 1, p 2,, p r = y), dengan r genap. Pandang tiga kasus berikut ini: Jika derajat x dan y adalah 2 maka untuk F n,2, dua tetangga dari p 2 (kecuali x) akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Untuk F n,3, jika r 6 dan misalkan v (kecuali p r 2 ) adalah suatu titik berderajat 3 yang bertetangga dengan p r 1. Maka dua tetangga dari v (kecuali p r 1 ) akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Jika r > 6 maka dua tetangga dari p 3 (kecuali p 2 ) akan 29

43 mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Sekarang, pandang kasus untuk derajat x adalah 2 dan derajat y adalah 3. Misalkan z adalah suatu titik berderajat 3 dan bertetangga dengan y (kecuali p r 1 ). Pandang dua tetangga dari z (kecuali y). Untuk F n,k dengan k = 2, 3, jika r 4, maka kode warna dari kedua tetangga tersebut akan sama, suatu kontradiksi. Untuk F n,2, jika r > 4, maka kode warna dari dua tetangga p 2 (kecuali x) akan sama. Sedangkan untuk F n,3, kode warna dari dua tetangga p r 1 (kecuali y) akan sama, suatu kontradiksi. Pandang derajat dari x dan y adalah 3. Asumsikan bahwa y bertetangga dengan titik z yang berderajat 3. Untuk F n,k dan k = 2, 3, jika r = 2 maka dua tetangga dari z (kecuali y) akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Jika r > 2 maka dua tetangga dari x akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Akibatnya, jika χ L (F n,k ) = 3, n 7 dan k = 2, 3, maka tepat mempunya tiga titik dominan. Karena G = F n,k untuk k = 2, 3 dan n 7 mempunyai tiga titik dominan, maka berdasarkan Lema III.9, ketiga titik dominan tersebut terletak pada sebuah lintasan P, misalkan P := (x = p 1, p 2,, p t = y,, p r = z), dengan x, y, z adalah titik-titik dominan. Selanjutnya, pandang tiga kasus berikut ini (secara simetri). Kasus 1. Jarak: d(x, y) = d(y, z) = 1. Artinya bahwa x = p 1, y = p 2 dan z = p 3. Karena n 7 maka salah satu dari x, y atau z, mempunyai sedikitnya sebuah tetangga w yang berderajat 3 (yang bukan titik dominan) di G. Maka, dua tetangga dari w akan mempunyai kode warna yang sama. Kasus 2. Jarak: d(x, y) = 1 dan d(y, z) 3. Jika d(y, z) > 3 maka dua titik yang bukan dominan dan bertetangga dengan w akan mempunyai kode warna yang sama, dengan w adalah tetangga dari y yang terletak di lintasan clear dari y ke z, suatu kontradiksi. Jika d(y, z) = 3 dan d(z) = 3 maka dua tetangga dari z akan mempunyai kode warna yang sama. Selanjutnya, jika d(y, z) = 3 dan d(z) = 2. Karena n 7, maka terdapat sebuah titik w yang bukan di P, berderajat 3, dan bertetangga dengan salah satu dari x, y atau p r 1. Maka, kode warna dari dua titik tetangga w yang bukan dominan adalah sama, 30

44 suatu kontradiksi. Kasus 3. Jarak: d(x, y) 3 dan d(y, z) 3. Pada kasus ini, derajat dari y adalah 3 dan dua tetangganya akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Akibatnya, dari ketiga kasus di atas, disimpulkan bahwa χ L (F n,k ) 4 untuk n 7 dan k = 2, 3. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa χ L (F n,k ) 4 untuk n 7 dan k = 2, 3. Labeli semua daun di F n,2 dengan l 1, l 2,, l n. Sebuah titik yang bertetangga dengan daun l i, dinotasikan dengan x i. Sekarang, definisikan suatu pewarnaan-4 pada F n,2 sebagai berikut: c(x i ) = 1 jika i ganjil dan c(x i ) = 2 jika i genap; dan c(l 1 ) = 4 dan c(l i ) = 3 untuk i 2. Jelas bahwa kode warna dari semua titik berbeda (berdasarkan jarak ke titik yang berwarna 4), akibatnya c adalah pewarnaan lokasi pada F n,2, n 7. Gambar III.6: Pewarnaan lokasi minimum dari F n,3 Pandang graf F n,3 untuk n 7. Misalkan V (F n,3 ) = {x i, m i, l i i = 1, 2,, n} dan E(F n,3 ) = {x i x i+1 i = 1, 2,, n 1} {x i m i, m i l i i = 1, 2,, n}. Definisikan pewarnaan-4 pada F n,3 sebagai berikut: c(x i ) = c(l i ) = 1 jika i ganjil dan c(x i ) = c(l i ) = 2 jika i genap; dan c(m 1 ) = 4 dan c(m i ) = 3 untuk i 2. Pewarnaan c akan membangun suatu partisi Π pada V (F n,3 ). Akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk setiap titik di F n,3 berbeda. Jelas bahwa c Π (m 1 ) = (1, 2, 3, 0), c Π (m i ) = (2, 1, 0, i+1) untuk i genap dan c Π (m i ) = (1, 2, 0, i+1) untuk i 3 ganjil. Sedangkan untuk x i, c Π (x 1 ) = (0, 1, 2, 1), c Π (x i ) = (1, 0, 1, i) untuk i genap dan c Π (x i ) = (0, 1, 1, i) untuk i 3 ganjil. Pada daun-daunnya, c Π (l 1 ) = (0, 3, 4, 1), c Π (l i ) = (3, 0, 1, i + 2) untuk i genap dan c Π (l i ) = (0, 3, 1, i + 2) untuk 31

45 i 3 ganjil. Karena kode warna dari setiap titik tersebut berbeda, maka c adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (F n,3 ) 4, n 7. Selanjutnya, akan ditentukan bilangan kromatik lokasi dari graf kembang api F n,k untuk n 2 dan k 4. Teorema III.8. Misalkan F n,k adalah graf kembang api. Maka, i. χ L (F n,4 ) = 4, untuk n 2. ii. Untuk k 5, { k 1, jika 2 n k 1, χ L (F n,k ) = k, lainnya. Bukti. Misalkan V (F n,k ) = {x i, m i, l ij i = 1, 2,, n; j = 1, 2,, k 2}, dan E(F n,k ) = {x i x i+1 i = 1, 2,, n 1} {x i m i, m i l ij i = 1, 2,, n; j = 1, 2,, k 2}. Pertama, akan ditentukan batas bawah dari F n,4, untuk n 2. Berdasarkan Akibat II.1, diperoleh χ L (F n,4 ) 3. Selanjutnya, akan ditunjukkan bahwa χ L (F n,4 ) 4. Untuk suatu kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan- 3 lokasi pada F n,4, n 2. Jika ketiga warna itu adalah 1, 2, dan 3, maka {c(m 1 ), c(l 11 ), c(l 12 )} = {c(m 2 ), c(l 21 ), c(l 22 )} = {1, 2, 3}. Sangat jelas, c(m 1 ) c(m 2 ), jika tidak, kode warna dari l 1i dan l 2j sama, untuk suatu i, j {1, 2}, suatu kontradiksi. Sekarang pandang c(x i ), untuk i = 1, 2. Karena hanya ada 3 warna, maka c(x 1 ) = c(l 1j ) untuk suatu j = {1, 2}. Tanpa mempertimbangkan warna dari x 2, kode warna titik x 1 akan sama dengan kode warna dari l 1j atau m 2, suatu kontradiksi. Akibatnya χ L (F n,4 ) 4. Akan ditentukan batas atas dari F n,4 untuk n 2. Untuk menunjukkan bahwa χ L (F n,4 ) 4 untuk n 2, pandang pewarnaan-4 pada F n,4 sebagai berikut: c(x i ) = 1 jika i ganjil dan c(x i ) = 3 jika i genap; c(m i ) = 2 untuk setiap i; 32

46 untuk semua titik l ij, definisikan 4 jika i = 1, j = 1, c(l ij ) = 1 jika i 2, j = 1, 3 jika j = 2. Pewarnaan c akan membangun suatu partisi Π pada V (F n,4 ). Akan ditunjukkan bahwa kode warna dari semua titik di F n,4 berbeda. Untuk i ganjil, diperoleh c Π (x i ) = (0, 1, 1, i + 1) dan untuk i genap, c Π (x i ) = (1, 1, 0, i + 1). Untuk m i, c Π (m 1 ) = (1, 0, 1, 1) dan c Π (m i ) = (1, 0, 1, i + 2) untuk i 2. Untuk titiktitik l i,j, diperoleh c Π (l 11 ) = (2, 1, 2, 0) dan c Π (l 12 ) = (2, 1, 0, 2). Untuk i 2, c Π (l i1 ) = (0, 1, 2, i + 3) dan c Π (l i2 ) = (2, 1, 0, i + 3). Karena kode warna dari semua titik di F n,4 berbeda, maka c adalah pewarnaan lokasi. Jadi χ L (F n,4 ) 4. Ini melengkapi pembuktian bagian pertama dari teorema ini. Akan ditunjukkan bahwa untuk k 5, χ L (F n,k ) = k, jika n k, dan χ L (F n,k ) = k 1, jika 2 n k 1. Pandang dua kasus berikut ini: Kasus 1. Untuk k 5 dan 2 n k 1. Pertama, akan ditentukan batas bawah dari F n,k, untuk k 5 dan 2 n k 1. Karena setiap titik l i bertetangga dengan (k 2) daun, maka berdasarkan Akibat II.1, χ L (F n,k ) k 1. Akan ditunjukkan bahwa χ L (F n,k ) k 1 untuk k 5 dan n k 1. Definisikan suatu pewarnaan-(k 1) pada F n,k, sebagai berikut. Beri warna c(m i ) = i, untuk i [1, n] dan semua daun: {l ij j = 1, 2,..., k 2} dengan {1, 2,..., k 1}\{i}, untuk sebarang i. Selanjutnya definisikan c(x i ), untuk i [1, n], secara berturut-turut dengan warna 3, 4, 5,..., n, 2, 3. Catatan: jika n = 2, maka c(x 1 ) = 2 dan c(x 2 ) = 3. Akibatnya, pewarnaan c akan membangun suatu partisi Π = {U 1, U 2,, U k 1 } pada V (F n,k ), dengan U i adalah himpunan dari semua titik yang berwarna i. Akan ditunjukkan bahwa kode warna untuk semua titik di F n,k, k 5, n k 1, berbeda. Misalkan u, v V (F n,k ) dan c(u) = c(v). Maka, pandang kasus-kasus berikut ini. Jika u = l ih, v = l jl, untuk suatu i, j, h, l dan i j, maka c Π (u) c Π (v) karena d(u, U i ) d(v, U i ). 33

47 Jika u = l ih, v = m j, untuk suatu i, j, h dan i j, maka v harus menjadi titik dominan tetapi u bukan titik dominan. Jadi, c Π (u) c Π (v). Jika u = l ih, v = x j, untuk suatu i, j, h, maka terdapat tepat satu himpunan di Π yang mempunyai jarak 1 dari u dan terdapat sedikitnya dua himpunan di Π yang mempunyai jarak 1 dari v. Jadi, c Π (u) c Π (v). Jika u = m i, v = x j, untuk suatu i, j, maka u harus menjadi titik dominan tetapi v bukan titik dominan. Jadi, c Π (u) c Π (v). Jika u = x i dan v = x j, maka i = 1 dan j = n. Jadi, c Π (u) c Π (v). Berdasarkan semua kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua titik di F n,k untuk k 5, n k 1 adalah berbeda, jadi χ L (F n,k ) k 1. Sebagai ilustrasi, diberikan pewarnaan lokasi dari F 4,5 yang dapat dilihat pada Gambar III.7. Gambar III.7: Pewarnaan lokasi minimum dari F 4,5 Kasus 2. Untuk k 5 dan n k. Pertama, akan ditentukan batas bawah untuk k 5 dan n k. Berdasarkan Akibat II.1, diperoleh χ L (F n,k ) k 1. Tetapi, akan ditunjukkan bahwa k 1 warna tidaklah cukup untuk mewarnai. Untuk suatu kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan-(k 1) lokasi c pada F n,k untuk k 5 dan n k. Karena n k, maka terdapat dua i, j, i j, sedemikian sehingga {c(l ih ) h = 1, 2,, k 2} = {c(l jl ) l = 1, 2,, k 2}. Akibatnya kode warna dari m i dan m j akan sama, suatu kontradiksi. Akan ditentukan batas atas dari F n,k untuk k 5, n k. Untuk menunjukkan F n,k k, k 5 dan n k, pandang pewarnaan lokasi c pada F n,k sebagai berikut: c(x i ) = 1 jika i ganjil dan c(x i ) = 3 jika i genap; c(m i ) = 2 untuk setiap i; 34

48 Jika A = {1, 2,..., k}, definisikan: { A\{1, 2} jika i = 1, {c(l ij ) j = 1, 2,..., k 2)} = A\{2, k} lainnya. Sangat mudah untuk membuktikan bahwa kode warna dari semua titik berbeda. Akibatnya, c adalah pewarnaan lokasi pada F n,k, jadi χ L (F n,k ) k, untuk n k. Gambar III.8: Pewarnaan lokasi minimum dari F 6,5 Selanjutnya, akan didiskusikan bilangan kromatik lokasi dari kembang api tak seragam. Graf kembang api tak seragam, F n,(k1,k 2,...,k n) diperoleh dari n buah graf bintang S ki, i [1, n] dengan cara menghubungkan sebuah daun dari setiap S ki melalui sebuah lintasan. Misalkan V (F n,(k1,k 2,...,k n )) = {x i, m i, l ij i = 1, 2,, n; j = 1, 2,, k i 2}, dan E(F n,(k1,k 2,...,k n)) = {x i x i+1 i = 1, 2,, n 1} {x i m i, m i l ij i = 1, 2,, n; j = 1, 2,, k i 2}. Jika k maks = maks{k 1, k 2,..., k n }, maka subgraf S kmaks disebut sebagai subgraf bintang maksimum pada graf kembang api F n,(k1,k 2,...,k n). Dalam hal terdapat p buah subgraf S kmaks, maka masing-masing subgraf, dari kiri ke kanan, dinotasikan dengan Sk i maks dengan 1 i p. Definisi III.1. Misalkan S ki, S kj F n,(k1,k 2,...,k n), dengan 1 i j m. Jika n i = n j n maks, sehingga 1. d(x i, x m ) = d(x j, x m ), dengan x m titik pusat dari S kmax, atau 2. d(x i, x 0 ) = d(x j, x p ), dengan x 0 dan x p berturut-turut adalah titik pusat dari S kmax yang berbeda, maka subgraf S ki dan S kj disebut subgraf bintang berjarak sama. 35

49 Teorema III.9. Misalkan S kmaks adalah subgraf bintang maksimum dari F n,(k1,k 2,...,k n) dan p menyatakan banyaknya subgraf S kmaks. Maka, untuk n maks 2, bilangan kromatik lokasi graf kembang api F n,(k1,k 2,...,k n) adalah χ L (F n,k1,k 2,...,k n ) = { kmaks 1, jika p k maks 1, k maks, jika p > k maks 1. Bukti. Akan ditentukan batas bawah trivial untuk p k maks 1. Karena banyaknya daun pada subgraf maksimal adalah k maks 2, maka berdasarkan Akibat II.1, χ L (F n,(k1,k 2,...,k n)) k maks 1 untuk p k maks 1. Definisikan pewarnaan-(k maks 1) pada F n,k1,k 2,...,k n sebagai berikut: a. Hitung banyaknya subgraf S kmaks dan nyatakan dengan p. Notasikan masingmasing subgraf tersebut, secara berurut dari kiri ke kanan, dengan S i k maks, dengan 1 i p, b. Beri warna x i S i k maks, untuk 1 i p, secara berturut-turut dengan warna 3, 4, 5,..., p, 2, 3 c. Titik-titik m i S i k maks, dengan 1 i p, berturut-turut diwarnai dengan 1, 2, 3,..., p. d. Daun-daun di S i k maks dengan 1 i p diwarnai dengan {1, 2, 3,..., k maks 1}\{c(x i )}, e. Definisikan A 1 sebagai selang terbuka sebelum graf bintang S 1 k maks, A t+1 sebagai selang terbuka antara S t k maks dan S t+1 k maks, dengan 1 t p 1, dan A p+1 sebagai selang terbuka setelah S p k maks, f. Definisikan himpunan T = {semua kombinasi (k maks 2)dari (k maks 1) warna }, sehingga T = {T 1, T 2,..., T kmaks 1} dengan T i T adalah kombinasi yang tidak memuat warna i, g. Identifikasi letak subgraf S ki pada selang sebagaimana yang didefinisikan pada d, h. Jika S ki terletak pada selang A 1 atau A 2, maka setiap titik pada S ki secara berurut diwarnai dengan warna-warna yang berasosiasi dengan T 1, i. Jika S ki terletak pada selang A k, dengan 3 k p + 1, maka setiap titik pada S ki, secara berurut diwarnai dengan warna-warna yang berasosiasi dengan T k 1, j. Misalkan S ki dan S kj, k i = k j berjarak sama terhadap subgraf bintang maksimum S kmaks. Jika c(x i ) = c(x j ), maka c(m i ) c(m j ). 36

50 Akan ditunjukkan bahwa kode warna semua titik di F n,k1,k 2,...,k n, untuk p k maks 1 berbeda. Pandang sebarang dua daun berbeda u V (S ki ) dan v V (S kj ) dengan c(u) = c(v). Jika k i = k j = k maks, maka c Π (u) c Π (v) karena terbedakan pada ordinat dari warna m i dan m j. Jika S ki dan S kj berada dalam selang berbeda, misalnya A p dan A q, maka c Π (u) c Π (v) karena masing-masing mempunyai jarak berbeda terhadap C p dan C q. Jika S ki dan S kj berada dalam selang yang sama, misalnya A p tetapi tidak berjarak sama, maka c Π (u) c Π (v) karena terbedakan jaraknya ke C p. Namun, jika berjarak sama, terbedakan oleh warna di m i dan m j. Jika salah satu dari k i atau k j adalah k maks, misalnya k i = k maks dan n j < k maks, maka kode warna dari u dan v terbedakan pada warna daun di S ki yang tidak termuat di S kj. Jika x i V (K 1,nj ) dan v berada dalam selang yang sama, misalkan A k, dengan c(x i ) = c(v), maka c Π (x i ) dan c Π (v) terbedakan jaraknya ke C k. Akibatnya c Π (x i ) c Π (v). Namun, jika berada pada selang berbeda, misalnya A r dan A s, maka c Π (x i ) c Π (v) karena masing-masing mempunyai jarak berbeda terhadap C r dan C s. Berdasarkan semua kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kode warna dari semua titik di F n,k1,k 2,...,k n, untuk p k maks 1 berbeda. Jadi χ L (F n,(k1,k 2,...,k n)) k maks 1 untuk p k maks 1. Pertama, akan ditentukan batas bawah untuk p > k maks 1. Berdasarkan Akibat II.1, diperoleh χ L (F n,(k1,k 2,...,k n)) k maks 1. Tetapi, akan ditunjukkan bahwa k maks 1 warna tidaklah cukup untuk mewarnai. Untuk suatu kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan-(k maks 1) lokasi c pada F n,(k1,k 2,...,k n), untuk p > k maks 1. Karena p > k maks 1, maka terdapat dua i, j, i j, sedemikian sehingga {c(l ih ) h = 1, 2,, k maks 2} = {c(l jl ) l = 1, 2,, k maks 2}. Akibatnya kode warna dari m i dan m j akan sama, suatu kontradiksi. Selanjutnya, akan ditentukan batas atas dari F n,(k1,k 2,...,k n) untuk p > k maks 1. Untuk menunjukkan χ L (F n,(k1,k 2,...,k n)) k maks, pandang pewarnaan lokasi c pada F n,(k1,k 2,...,k n) sebagai berikut: c(x i ) = 1 jika i ganjil dan c(x i ) = 3 jika i genap; 37

51 c(m 1 ) = k maks dan c(m i ) = 2 untuk i lainnya; Jika A = {1, 2,..., k maks }, definisikan: { A\{1, kmaks } jika i = 1, {c(l ij ) j = 1, 2,..., k i 2)} = A\{2, k maks } lainnya. Mudah untuk menunjukkan bahwa kode warna semua titik di F n,(k1,k 2,...,k n) untuk p > k maks 1 berbeda. Akibatnya, c merupakan pewarnaan lokasi. Jadi χ L (F n,(k1,k 2,...,k n)) k maks, untuk p > k maks 1. III.4 Bilangan kromatik lokasi graf ulat Berikut ini adalah beberapa definisi yang berkenaan dengan graf ulat yang diambil dari Darmaji (2011). Misalkan terdapat graf lintasan P m dengan himpunan titik V (P m ) = {x 1, x 2,..., x m } dan himpunan sisi E(P m ) = {x 1 x 2, x 2 x 3,..., x m 1 x m }. Graf ulat diperoleh dengan menambahkan n i buah titik pendan (a ij, j = 1, 2,..., n i ) pada setiap titik x i dari sebuah graf lintasan P m, dengan 1 i m, dan dinotasikan dengan C(m; n 1, n 2,..., n m ). Graf ulat C(m; n 1, n 2,..., n m ) terdiri atas himpunan titik V (C(m; n 1, n 2,..., n m )) = {x i 1 i m} {a ij 1 i m, 1 j n i } dan E(C(m; n 1, n 2,..., n m )) = {x i x i+1 1 i m 1} {x i a ij 1 i m, 1 j n i }. Misalkan K 1,ni dengan titik pusat di x i adalah subgraf dari C(m; n 1, n 2,..., n m ). Notasikan himpunan titik dan sisi dari K 1,ni sebagai berikut: V (K 1,ni ) = {a ij 1 j n i } {x i } dan E(K 1,ni ) = {x i a ij 1 j n i }. Jadi C(m; n 1, n 2,..., n m ) memuat m buah subgraf bintang K 1,ni dengan x i sebagai titik pusatnya. Jika n maks = maks{n 1, n 2,..., n m }, maka subgraf K 1,nmaks disebut sebagai subgraf bintang maksimum pada graf ulat C(m; n 1, n 2,..., n m ). Dalam hal terdapat p buah subgraf K 1,nmaks, maka masing-masing subgraf, dari kiri ke kanan, dinotasikan dengan K1,n i maks dengan 1 i p. Definisi III.2. Misalkan K 1,ni, K 1,nj C(m; n 1, n 2,..., n m ), dengan 1 i j m. Jika n i = n j n maks, sehingga 1. d(x i, x m ) = d(x j, x m ), dengan x m titik pusat dari K 1,nmaks, atau 2. d(x i, x 0 ) = d(x j, x p ), dengan x 0 dan x p berturut-turut adalah titik pusat dari K 1,nmaks yang berbeda, 38

52 maka subgraf K 1,ni dan K 1,nj disebut subgraf bintang berjarak sama. Teorema III.10. Misalkan K 1,nmaks adalah subgraf bintang maksimum dari C(m; n 1, n 2,..., n m ) dan p menyatakan banyaknya subgraf K 1,nmaks. Maka, untuk n maks 2, bilangan kromatik lokasi graf ulat C(m; n 1, n 2,..., n m ) adalah χ L (C(m; n 1, n 2,..., n m )) = { nmaks + 1, jika p n maks + 1, n maks + 2, jika p > n maks + 1. Bukti. Akan ditentukan batas bawah trivial untuk p n maks + 1. Karena banyaknya daun pada subgraf maksimal adalah n maks, maka berdasarkan Akibat II.1, χ L (C(m; n 1, n 2,..., n m )) n maks + 1 untuk p n maks + 1. Definisikan pewarnaan-(n maks + 1) pada C(m; n 1, n 2,..., n m ) sebagai berikut: a. Hitung banyaknya subgraf K 1,nmaks dan nyatakan dengan p. Notasikan masingmasing subgraf tersebut, secara berurut dari kiri ke kanan, dengan K i 1,n maks, dengan 1 i p, b. Titik-titik x i K i 1,n maks, dengan 1 i p, berturut-turut diwarnai dengan 1, 2, 3,..., p. c. Daun-daun di K i 1,n maks dengan 1 i p diwarnai dengan {1, 2, 3,..., n maks + 1}\{c(x i )}, d. Definisikan A 1 sebagai selang terbuka sebelum graf bintang K 1 1,n maks, A k+1 sebagai selang terbuka antara K k 1,n maks dan K k+1 1,n maks, dengan 1 k p 1, dan A p+1 sebagai selang terbuka setelah K p 1,n maks, e. Definisikan himpunan T = {semua kombinasi (n maks )dari n maks + 1 warna }, sehingga T = {T 1, T 2,..., T nmaks +1} dengan T i tidak memuat warna i, T adalah kombinasi yang f. Identifikasi letak subgraf K 1,ni pada selang sebagaimana yang didefinisikan pada d, g. Jika K 1,ni terletak pada selang A 1 atau A 2, maka setiap titik pada K 1,ni secara berurut diwarnai dengan warna-warna yang berasosiasi dengan T 1, h. Jika K 1,ni terletak pada selang A k, dengan 3 k p + 1, maka setiap titik pada K 1,ni, secara berurut diwarnai dengan warna-warna yang berasosiasi dengan T k 1, 39

53 i. Jika K 1,ni dan K 1,nj dengan n i = n j berjarak sama terhadap subgraf bintang maksimum dan {c(a il ) l = 1, 2,..., n i } = {c(a jl ) l = 1, 2,..., n j }, maka x i dan x j harus diberi warna berbeda. Demikian juga sebaliknya, jika c(x i ) = c(x j ), maka {c(a il ) l = 1, 2,..., n i } {c(a jl ) l = 1, 2,..., n j }. Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa kode warna dari setiap titik di C(m; n 1, n 2,..., n m ) berbeda. Pandang sebarang dua daun berbeda u V (K 1,ni ) dan v V (K 1,nj ) dengan c(u) = c(v). Jika n i = n j = n maks + 1, maka c Π (u) c Π (v) karena terbedakan pada ordinat dari warna x i dan x j. Jika K 1,ni dan K 1,nj berada dalam selang berbeda, misalnya A p dan A q, maka c Π (u) c Π (v) karena masing-masing mempunyai jarak berbeda terhadap C p dan C q. Jika K 1,ni dan K 1,nj berada dalam selang yang sama, misalnya A p tetapi tidak berjarak sama, maka c Π (u) c Π (v) karena terbedakan jaraknya ke C p. Namun, jika berjarak sama, terbedakan oleh warna di x i dan x j. Jika salah satu dari n i atau n j adalah n maks, misalnya n i = n maks dan n j < n maks, maka kode warna dari u dan v terbedakan pada warna daun di K 1,ni yang tidak termuat di K 1,ni. Jika x i V (K 1,nj ) dan v mempunyai warna yang sama, maka c Π (x i ) memuat sedikitnya dua komponen bernilai 1, sedangkan untuk c Π (v) memuat tepat satu komponen bernilai 1. Akibatnya c Π (x i ) c Π (v). Berdasarkan semua kasus di atas, dapat dilihat bahwa kode warna untuk setiap titik di C(m; n 1, n 2,..., n m ) berbeda, maka c merupakan pewarnaan lokasi. Jadi χ L (C(m; n 1, n 2,..., n m )) n maks + 1 untuk p n maks + 1. Gambar III.9: Pewarnaan lokasi minimum dari C(9; 2, 3, 1, 1, 3, 1, 2, 3, 3). Selanjutnya, akan ditentukan batas bawah untuk p > n maks + 1. Dengan menggunakan kontradiksi, andaikan terdapat pewarnaan-(n maks + 1) lokasi c pada C(m; n 1, n 2,..., n m ) untuk p > n maks + 1. Karena p > n maks + 1, 40

54 maka terdapat i, j, i j, sedemikian sehingga {c(a ih ) h = 1, 2,, n maks } = {c(a jh ) l = 1, 2,, n maks }. Akibatnya kode warna dari x i dan x j akan sama, suatu kontradiksi. Definisikan pewarnaan-(n maks + 2) pada C(m; n 1, n 2,..., n m ) sebagai berikut: c(l 11 ) = n maks + 2; Warna untuk x i adalah: { 1 jika i ganjil, c(x i ) = 2 jika i genap. Warna daun untuk n i = 1 adalah 3, sedangkan untuk n i 2, {c(a ij ) j = 1, 2,..., n i }, diberi warna S {1, 2,..., n maks + 1}\{c(x i )} untuk sebarang i. Karena titik yang diberi warna n maks + 2 unik dan terletak di ujung lintasan terpanjang, mengakibatkan kode warna dari setiap titik berbeda. Jadi c adalah pewarnaan lokasi pada χ L (C(m; n 1, n 2,..., n m )) n maks +1 untuk p n maks +1. Gambar III.10: Pewarnaan lokasi minimum dari C(11; 3, 1, 1, 3, 1, 2, 3, 3, 1, 3, 1). 41

55 Bab IV Karakterisasi Graf dengan Bilangan Kromatik Lokasi 3 Karakterisasi semua graf berorde n yang mempunyai bilangan kromatik lokasi n, n 1, atau n 2 telah dikaji oleh Chartrand dkk. (2000a). Pada bab ini, kami akan melakukan karakterisasi graf dengan bilangan kromatik lokasi 3. IV.1 Pohon dengan bilangan kromatik lokasi 3 Misalkan T adalah kelas dari semua pohon dengan bilangan kromatik lokasi 3. Pada bagian ini, kita akan menentukan semua pohon maksimal sisi di T dan kemudian mengkarakterisasinya. Lema IV.1. Misalkan T T. Jika a V (T ) maka derajat d(a) 4. Bukti. Dengan kontradiksi, andaikan terdapat a V (T ) sehingga d(a) 5. Misalkan a 1, a 2, a 3, a 4, a 5 adalah tetangga dari a. Asumsikan c(a) = 1 dan c(a i ) adalah 2 atau 3 untuk i = 1, 2, 3, 4, 5. Maka, salah satu dari kelas warna {S 2, S 3 } beranggotakan 3 titik. Akibatnya, dua dari tiga titik yang berada pada kelas warna yang sama akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Sekarang, jika c(a i ) = 2 untuk i = 1, 2, 3, 4, 5, maka terdapat dua titik yang mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Dengan cara yang serupa, jika c(a i ) = 3 untuk i = 1, 2, 3, 4, 5. Jadi, d(a) 4. Misalkan T T. Berdasarkan Lema III.7, T paling banyak mempunyai tiga titik dominan. Misalkan x, y, z adalah titik-titik dominan di T. Asumsikan c(x) = 1, c(y) = 2 dan c(z) = 3. Berdasarkan Lema III.8, terdapat dua lintasan clear yang menghubungkan x ke z. Misalkan kedua lintasan tersebut adalah x P y = (x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y) dan y P z = (y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z) dengan r, s adalah ganjil. Selanjutnya, karena x adalah titik dominan, maka d(a) 2. Akibatnya ada tetangga dari x (selain y), misalkan a dengan c(a) = 3. Demikian juga, terdapat b, tetangga 42

56 dari z (selain y), dengan c(b) = 2. Jadi, kita punya sebuah lintasan P, yaitu P = {a, x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z, b}, dengan r, s adalah ganjil. Lema IV.2. Jika r = s = 1, maka: a. d(a) 2, 2 d(x) 3, 2 d(y) 4, 2 d(x) 3, dan d(b) 2. b. Terdapat lintasan yang menghubungkan titik w V (T )\P ke a, x, y, z,atau b dan semua titik internal dari lintasan ini mempunyai derajat 2. Bukti. Akan dibuktikan lebih dahulu bagian (a). Dengan kontradiksi, asumsikan d(a) 3. Maka dua tetangga dari a selain dari x akan mempunyai kode warna yang sama. Akibatnya, d(a) 2. Dengan cara serupa, d(b) 2. Selanjutnya, karena x adalah titik dominan, maka d(x) 2. Asumsikan d(x) 4 maka kode warna dari a dan e akan sama, dengan e adalah tetangga dari x selain dari y dan a, suatu kontradiksi. Akibatnya, 2 d(x) 3. Alasan yang serupa dapat digunakan untuk 2 d(x) 3. Sekarang, akan ditunjukkan bahwa 2 d(y) 4. Karena y adalah titik dominan, maka d(y) 2. Jika kita andaikan d(y) 5, maka berdasarkan Lema IV.1, pengandaian tersebut tidak benar. Jadi, 2 d(y) 4. Untuk menunjukkan (b), misalkan w V (T )\P. Karena T terhubung, maka terdapat sebuah lintasan L yang menghubungkan w ke sebuah titik dari P. Karena d(a) 2, maka lintasan L dapat dihubungkan dari c ke a dengan titik-titik internalnya diwarnai dengan 1 atau 3. Untuk menghindari kode warna yang sama, semua titik internal di lintasan ini berderajat 2. Dengan cara serupa, terdapat sebuah lintasan yang menghubungkan dari w ke x, y, z, atau b dan semua titik internal dari lintasan ini berderajat 2. Lema IV.3. Jika r = 1 dan s > 1, maka: a. d(a) 2, 2 d(x) 3, 2 d(y) 3, 2 d(v s 2 ) 3, 2 d(v s+1 ) 3, 2 d(z) = 2, dan d(b) 2. b. Terdapat lintasan dari w V (T )\P ke a, x, y, v s 2, v s+1, atau b dan semua 2 titik internal dari lintasan ini berderajat 2. Bukti. Untuk menunjukkan d(a) 2, 2 d(x) 3, 2 d(y) 3, dan d(b) 2, kita gunakan alasan yang serupa sebagaimana di Lema IV.2. Selanjutnya, karena 43

57 v s 2 adalah titik internal di P, maka d(v s 2 2). Alasan serupa digunakan untuk menunjukkan d(v s+1 ) 2. Untuk menunjukkan d(v s 2 2 ) 3 dan d(v s+1 ) 3, 2 kita gunakan alasan yang serupa sebagaimana Lema IV.2. Sekarang, asumsikan d(z) 3. Misalkan e adalah titik ketiga dari z. Maka c(e) = 2 atau 1 dan kode warna dari e dan salah satu dari {v s 1, b} akan sama, suatu kontradiksi. Selanjutnya, untuk menunjukkan terdapat lintasan yang menghubungkan w V (T )\P ke a, x, y, atau b dan semua titik internal dari lintasan ini berderajat 2, kita gunakan alasan serupa sebagaimana Lema IV.2. Sekarang, asumsikan terdapat lintasan T yang menghubungkan w V (T )\P ke v i, untuk suatu i dengan v s 2 v i v s 2. Akibatnya, warna dari v i adalah 2 atau 3. Hal ini mengakibatkan, dua tetangga dari v i akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Jadi, terdapat lintasan di T yang menghubungkan w V (T )\P ke v s 2 atau v s+1 2. Lema IV.4. Jika r > 1 dan s > 1, maka: a. d(a) 2, d(x) = d(y) = d(z) = 2, 2 d(u r 2 ) 3, 2 d(u r+1 ) 3, 2 2 d(v s 2 ) 3, 2 d(v s+1 ) 3, dan d(b) 2. 2 b. Terdapat lintasan dari w V (T )\P ke a, u r 2, u r+1, v s 2 2, v s+1, atau b dan 2 semua titik internal dari lintasan ini berderajat 2. Bukti. Untuk menunjukkan (a) dan (b), sebagaimana Lema IV.2 dan Lema IV.3. kita gunakan alasan yang serupa Teorema IV.1. Misalkan T T. Maka, terdapat tepat tiga tipe pohon maksimal sisi T sesuai dengan persyaratan titik-titik dominan, sebagaimana Gambar IV.1 Bukti. Misalkan T T. Maka, berdasarkan Lema III.7, T memuat tiga titik dominan. Misalkan x, y, z adalah titik-titik dominan di T. Asumsikan c(x) = 1, c(y) = 2 dan c(z) = 3. Berdasarkan Lema III.8, terdapat dua lintasan clear, yaitu: xp y = (x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y), y P z = (y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z), dengan r, s adalah ganjil. 44

58 Sekarang, kita punya tiga kasus sebagai berikut. Kasus 1. r = s = 1. Berdasarkan Lema IV.2, T akan menjadi pohon maksimal jika memuat sebuah titik yang berderajat 4, sebagaimana Gambar IV.1(i). Kasus 2. r = 1 dan s > 1. Berdasarkan Lema IV.3, T akan menjadi pohon maksimal, sebagaimana Gambar IV.1 (ii). Kasus 3. r > 1 dan s > 1 Berdasarkan Lema IV.4, T akan menjadi pohon maksimal, sebagaimana Gambar IV.1 (iii). Gambar IV.1: Tiga tipe pohon maksimal T memuat lintasan P = {a, x, u 1,, u r = y, v 1,, v s = z, b} dan bilangan kromatik lokasi 3. 45

59 Teorema IV.2. Misalkan T adalah sebarang pohon yang memuat lintasan P. T mempunyai bilangan kromatik lokasi 3 jika dan hanya jika T adalah sub pohon dari salah satu pohon yang terdapat pada Gambar IV.1. Bukti. Misalkan T adalah pohon yang memuat lintasan P, dengan P = {a, x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z, b}, r, s adalah ganjil. ( ) Misalkan T adalah sub pohon dari salah satu pohon pada Gambar IV.1, maka T memuat P dan beberapa lintasan yang menghubungkan a, x, u r 2, u r+1, y, v s 2 2, v r 2, v r+1, z, dan b. Jelas, bahwa T dapat diwarnai 2 dengan 3 warna (terkecil). Akibatnya, χ L (F ) = 3. ( ) Jika T mempunyai bilangan kromatik lokasi 3 dan memuat sebuah lintasan P, maka berdasarkan Lema IV.2- Lema IV.4 kita mengetahui persyaratan derajat dari titik-titik di P. Kita juga mengetahui kondisi dari semua titik lain di V (T ) \ P dan bagaimana titik-titik tersebut dihubungkan ke titik-titik di P. Akibatnya, berdasarkan lema-lema tersebut dan Teorema IV.1, kita simpulkan bahwa T haruslah subpohon dari pohon T pada Gambar IV.1. IV.2 Graf memuat siklus dengan bilangan kromatik lokasi 3 Misalkan c adalah pewarnaan-k lokasi pada graf G(V, E). Misalkan Π = {C 1, C 2,, C k } adalah partisi terurut dari V (G) terhadap c. Titik v C i untuk suatu i adalah dominan jika d(v, C j ) = 1 untuk j 1. Sebuah lintasan yang menghubungkan dua titik dominan di G disebut lintasan clear jika semua titik internalnya bukan dominan. Akibat langsung dari definisi titik dominan ini diberikan pada lema berikut ini. Lema IV.5. Misalkan G adalah graf yang memuat siklus dengan χ L (G) = 3. Misalkan c adalah sebarang pewarnaan-3 lokasi pada G. Pernyataan berikut dipenuhi: a. Jika G memuat siklus ganjil maka G mempunyai tepat tiga buah titik dominan yang terletak pada sebuah siklus ganjil. b. Jika G memuat hanya siklus genap maka G mempunyai paling banyak tiga titik dominan dan dua diantaranya adalah dua titik yang bertetangga di siklus genap 46

60 tersebut. Lebih jauh, setiap titik dominan di siklus mempunyai sebuah tetangga di luar siklus. Bukti. Berdasarkan Lema III.7, G mempunyai paling banyak tiga titik dominan. Karena c adalah pewarnaan-3 lokasi pada G, maka terdapat paling sedikit tiga titik yang menerima warna berbeda. Jika G memuat sebuah siklus ganjil, misalnya C, maka C harus mempunyai 3 warna. Sekarang, pilih tiga titik yang menerima warna berbeda di C sedemikian sehingga setiap titik tersebut mempunyai dua titik yang bertetangga dengan warna berbeda. Pemilihan ini dapat dilakukan, karena C adalah siklus ganjil di G. Akibatnya, diperoleh tepat tiga titik dominan dari pemilihan ini. Jadi, bagian (a) terbukti. Sekarang, jika G hanya memuat siklus genap maka berdasarkan Lema III.7 dan Lema III.8 semua titik dari sebarang siklus C di G harus menerima hanya dua warna secara bergantian. Akibatnya, terdapat paling banyak dua titik dominan di C. Asumsikan hanya terdapat satu titik dominan di C, misalnya x, maka titik x paling sedikit mempunyai tetangga ketiga (di luar siklus C) dengan warna berbeda dari kedua titik tetangga x di C. Tetapi, sekarang dua titik yang bertetangga dengan x di C akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Akibatnya, terdapat tepat dua titik dominan x dan y di C. Jika x dan y tidak bertetangga, maka dua tetangga dari x di C akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Sebagai syarat tambahan, masing-masing dari {x, y} mempunyai tetangga di luar C sedemikian sehingga kedua titik tersebut menjadi titik dominan. Akibatnya, bagian (b) terbukti. Akibat IV.1. Jika n ganjil, maka χ L (C n ) = 3. Selain itu, χ L (C n ) = 4. Bukti. Misalkan V (C n ) = {v 1, v 2,, v n } dan E(C n ) = {v 1 v 2, v 2 v 3,, v n v 1 }. Karena n 3 maka χ L (G) 3. Untuk n ganjil, definisikan suatu pewarnaan lokasi c pada C n sedemikian sehingga: c(v n ) = 1, c(v n 1 ) = 2, c(v n 2 ) = 3, dan untuk 1 i n 3, c(v i ) = 3 jika i ganjil dan 1 jika i genap. Akibatnya, χ L (C n ) = 3 jika n ganjil. Untuk n genap, definisikan c(v n ) = 1, c(v n 1 ) = 2, c(v n 2 ) = 3, c(v n 3 ) = 4, dan untuk 1 i n 4, c(v i ) = 4 jika i ganjil dan 1 jika i genap. Akibatnya, 47

61 χ L (C n ) 4 jika n genap. Namun, berdasarkan Lema IV.5(b), pewarnaan lokasi dari siklus genap tidak dapat menggunakan tiga warna. Misalkan F adalah himpunan dari semua graf yang memuatu siklus dengan bilangan kromatik lokasi 3. Pada bagian ini, akan ditentukan semua graf maksimal sisi di F. Selanjutnya, akan dikarakterisasi semua graf di F. Mulai bagian ini, misalkan F 1 F dan C adalah siklus ganjil terkecil di F 1. Misalkan x, y, z adalah titik-titik dominan di F 1. Asumsikan c(x) = 1, c(y) = 2 dan c(z) = 3. Berdasarkan Lema III.8, terdapat tiga lintasan clear yang menghubungkan x dan y, y dan z, dan z dan x menggunakan semua titik dari C di F. Misalkan tiga lintasan clear tersebut adalah x P y = (x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y), y P z = (y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z), dan z P x = (z, w 1, w 2,, w t 1, w t = x), dengan r, s, t ganjil. Karena x P y adalah lintasan clear, c(x) = 1, dan c(y) = 2 maka c(u i ) = 2 untuk i ganjil dan 1 untuk i genap (jika r > 1). Dengan cara serupa, semua titik internal dari y P z diwarnai secara bergantian dengan 3 and 2, dan semua titik internal dari z P x diwarnai secara bergantian dengan 1 dan 3. Lema IV.6. Jika r = s = t = 1, maka d(x) 4, d(y) 4, dan d(z) 4. Bukti. Untuk suatu kontradiksi, asumsikan derajat dari titik x di F 1 : d(x) 5. Karena χ L (F 1 ) adalah 3, dua tetangga dari x selain dari y dan z akan mempunyai kode warna yang sama. Dengan cara yang serupa berlaku untuk y dan z. Lema IV.7. Jika r = s = 1 dan t > 1, maka: a. d(x) 3, d(y) 4, d(z) 3, d(w t 2 ) 3, d(w t+1 2 ) 3, dan d(w i) = 2 untuk i lainnya. b. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan a {x, y, z} ke b {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik lain di C. 2 c. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan x ke z tanpa melibatkan titik-titik lain di C. Bukti. Untuk menunjukkan d(y) 4, kita gunakan alasan serupa sebagaimana Lema IV.6. Sekarang, jika d(x) 4 maka kode warna dari w t 1 dan a akan sama, dengan a adalah tetangga dari x selain dari y dan w t 1, suatu kontradiksi. 48

62 Akibatnya, d(x) 3. Alasan serupa dapat juga digunakan untuk d(z), d(w t 2 ) dan d(w t+1 2 ). Sekarang, akan ditunjukkan bahwa d(w i) = 2 untuk sebarang i lainnya. Asumsikan d(w i ) 3 untuk suatu i. Misalkan b adalah tetangga dari w i yang bukan di C. Maka, c(b) = 1 atau 3. Hal ini mengakibatkan, kode warna dari b dan salah satu dari {w i 1, w i+1 } akan sama, suatu kontradiksi. Jadi, d(w i ) = 2 untuk sebarang i lainnya. Untuk menunjukkan (b), sekarang asumsikan bahwa terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan x ke b {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titk lain di C. 2 Misalkan lintasan tersebut adalah L 1 = (x, l 1,, l p, b) dengan l 1 w t 1. Akibatnya, warna dari l 1 adalah 1 atau 3. Pada sisi lain, kita punya lintasan lainnya yaitu L 2 yang menghubungkan x dan b yang melibatkan hanya titik-titik di C (sebagai sub lintasan dari z P x ). Tetapi sekarang, dua tetangga dari x pada lintasanlintasan ini, khususnya l 1 dan w t 1, akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Hal yang sama, tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan z ke b {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik lain di C. Tentunya, tidak terdapat 2 lintasan di F 1 yang menghubungkan y ke b {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titiktitik lain di C, karena lintasan ini (jika ada) akan menjadi suatu lintasan dengan 2 titiktitik internalnya berwarna 2 atau (1 atau 3 tergantung b). Hal ini mengakibatkan b akan menjadi titik dominan yang lain, suatu kontradiksi. Untuk menunjukka (c), asumsikan bahwa terdapat sebuah lintasan. Maka, lintasan ini adalah lintasan clear. Akibatnya, terdapat dua lintasan clear yang saling bebas menghubungkan x dan z. Hal ini mengakibatkan terdapat dua tetangga dari x di lintasan-lintasan ini yang mempunyai kode warna sama. Lema IV.8. Jika r = 1, s > 1, dan t > 1, maka: a. d(x) 3, d(y) 3, d(z) = 2, d(v s 2 ) 3, d(v s+1 2 ) 3, d(w t 2 ) 3, d(w t+1 2 ) 3 dan d(v i) = d(w i ) = 2 untuk sebarang i lainnya. b. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan a {x, y} ke b {v s 2, v s+1, w t 2 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik lain di C. 2 c. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan c {v s 2, v s+1 } ke 2 d {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik lain di C. 2 49

63 Bukti. Untuk menunjukkan d(x) 3, d(y) 3, d(v s 2 ) 3, d(v s+1 ) 3, 2 d(w t 2 ) 3, d(w t+1 ) 3 dan d(v i) = d(w i ) = 2 untuk sebarang i lainnya, kita 2 gunakan alasan serupa sebagaimana Lema IV.7. Sekarang, asumsikan d(z) 2. Misalkan b adalah tetangga ketiga dari z. Maka, c(b) = 2 atau 1 dan kode warna dari b dan salah satu dari {v s 1, w 1 } akan sama, suatu kontradiksi. Untuk menunjukkan (b) kita gunakan alasan serupa sebagaimana yang ada di Lema IV.7.b. Untuk menunjukkan (c), asumsikan terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan c {v s 2, v s+1 } ke d {w t 2 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik di C. 2 Notasikan lintasan itu dengan P 1 = (c, l 1,, l p, d). Pada sisi lain, terdapat lintasan lainnya yang menghubungkan c ke d dengan hanya menggunakan titik-titik di C. Jadi, terdapat dua lintasan yang saling bebas menghubungkan c ke d. Akibatnya, dua tetangga dari c di lintasan-lintasan ini mempunyai kode warna yanga sama atau terdapat suatu titik yang berubah menjadi titik dominan, suatu kontradiksi. Lema IV.9. Jika r > 1, s > 1, dan t > 1, maka: a. d(x) = d(y) = d(z) = 2, d(u r 2 ) 3, d(u r+1 ) 3, d(v s 2 2 ) 3, d(v s+1 ) 2 3, d(w t 2 ) 3, d(w t+1 ) 3 dan d(u i) = d(v i ) = d(w i ) = 2 untuk sebarang i 2 lainnya. b. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan a {u r 2, u r+1 } ke 2 b {v s 2, v s+1, w t 2 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik di C. 2 c. Tidak terdapat lintasan di F 1 yang menghubungkan c {v s 2, v s+1 } ke 2 d {w t 2, w t+1 } tanpa melibatkan titik-titik di C. 2 Bukti. Untuk menunjukkan (a), (b), dan (c) kita gunakan alasan serupa sebagaimana Lema IV.7 dan Lema IV.8. Lema IV.10. Misalkan F 1 F dan C adalah siklus ganjil terkecil di F 1. Jika a V (F 1 )\C, maka derajat d(a) 3. Bukti. Misalkan a V (F 1 )\C. Karena F 1 terhubung, maka terdapat lintasan P yang menghubungkan a ke suatu titik di C. Misalkan b titik pertama di C yang dilalui oleh lintasan P. Untuk suatu kontradiksi asumsikan d(a) 4. Misalkan a 1, a 2, a 3, a 4 adalah tetangga-tetangga dari a. Asumsikan c(a) = 1. Karena F 50

64 memuat siklus ganjil maka berdasarkan Lema IV.5 semua titik dominan berada di C. Akibatnya semua tetangga dari a harus diberi warna yang sama, misalkan 2. Sekarang, misalkan d(a, S 3 ) = t. Maka, d(a i, S 3 ) adalah t 1, t, atau t + 1, untuk i = 1, 2, 3, 4. Akibatnya, terdapat dua titik a i yang akan mempunyai kode warna sama, suatu kontradiksi. Jadi, d(a) 3. Lema IV.11. Misalkan F 1 F dan C adalah siklus ganjil terkecil di F 1. Misalkan x dan y adalah titik-titik dominan di C dengan panjang lintasan clear diantara kedua titik tersebut 1. Maka, semua lintasan (jika ada) di F 1 yang menghubungkan x ke y tanpa melibatkan titik-titik lain di C harus mempunyai panjang ganjil yang berbeda. Lebih jauh, semua lintasan itu menginduksi sebuah tangga secara maksimal di F 1. Bukti. Misalkan P di F 1 adalah sebarang lintasan yang menghubungkan x ke y tanpa melibatkan titik-titik lain di C. Akibatnya, P adalah lintasan clear. Berdasarkan Lema III.8, P mempunyai panjang ganjil. Akibatnya, panjang sebarang lintasan yang menghubungkan x ke y tanpa melibatkan titik-titik lain di C adalah ganjil. Sekarang, asumsikan terdapat dua lintasan berbeda dengan panjang sama: P 1 = (x, l 1,, l i,, l p, y) dan P 2 = (x, m 1,, m i,, m p, y). Tetapi, kemudian kita punya c Π (l i ) = c Π (m i ) untuk sebarang i. Ini berarti bahwa l i = m i untuk sebarang i, suatu kontradiksi. Sekarang, pandang semua lintasan yang menghubungkan x ke y tanpa melibatkan titik-titik lain di C. Maka, lintasan-lintasan tersebut adalan lintasan clear, dan semua titik di lintasan ini mempunyai warna c(x) atau c(y). Jadi, subgraf yang diinduksi oleh lintasan-lintasan ini akan mempunyai bilangan kromatik lokasi 2. Jadi, bilangan kromatiknya juga 2. Berdasarkan Lema IV.10 derajat maksimum setiap titik di V (F 1 )\C adalah 3. Akibatnya, lintasan-lintasan ini secara maksimal akan membentuk sebuah tangga (subgraf bipartit) dari F 1. Lema IV.12. Misalkan F 1 F dan C adalah lintasan ganjil terkecil di F 1. Misalkan x dan y adalah titik-titik dominan di C dengan panjang lintasan clearnya r(> 1). Maka, semua lintasan (jika ada) di F 1 yang menghubungkan u r 2 ke u r+1 2 tanpa melibatkan titik-titik di C harus mempunyai panjang ganjil yang berbeda. Lebih jauh, semua lintasan itu menginduksi sebuah tangga secara maksimal di F 1. 51

65 Bukti. Misalkan P di F 1 adalah sebuah lintasan yang menghubungkan u r 2 ke u r+1 tanpa melibatkan titik-titik di C. Karena semua titik internal dari P hanya 2 dapat diwarnai oleh 1 dan 2, secara bergantian, maka P adalah lintasan clear. Berdasarkan Lema III.8, P mempunyai panjang ganjil. Untuk menunjukkan bahwa semua lintasan mempunyai panjang berbeda dan membentuk sebuah tangga secara maksimal, kita menggunakan alasan yang serupa sebagaimana Lema IV.11. Teorema IV.3. Misalkan C adalah siklus ganjil tertentu. Maka, terdapat tepat empat tipe dari graf maksimal sisi sebagaimana pada Gambar IV.2 dengan bilangan kromatik lokasi 3 yang memuat siklus C sebagai siklus ganjil terkecil. Bukti. Misalkan F 1 F dan C adalah siklus ganjil terkecil di F 1. Maka, berdasarkan Lema IV.5(a), C memuat tiga titik dominan dari F 1. Misalkan x, y, z adalah tiga titik dominan dari F 1. Asumsikan bahwa c(x) = 1, c(y) = 2 dan c(z) = 3. Berdasarkan Lema III.8, terdapat tiga lintasan clear yang hanya menggunakan titik-titik di C dengan panjang ganjil, khususnya: x P y = (x, u 1, u 2,, u r 1, u r = y), y P z = (y, v 1, v 2,, v s 1, v s = z), dan z P x = (z, w 1, w 2,, w t 1, w t = x), dengan r, s, t adalah ganjil. Sekarang, pandang jika panjang C adalah 3. Pada kasus ini, r = s = t = 1. Berdasarkan Lema IV.6, kita punya d(x) 4, d(y) 4, d(z) 4. Lema IV.10 dan Lema IV.11 mengakibatkan bahwa jika terdapat lintasan-lintasan clear yang menghubungkan setiap dua titik dominan dan tanpa melibatkan titik-titik lain di C maka lintasan-lintasan tersebut (jika semua ada) akan menginduksi tiga tangga secara maksimal dengan titik-titik persekutuan x, y dan z. Akibatnya, untuk tipe ini kita peroleh graf seperti pada Gambar IV.2 sebagai graf maksimal sisi dengan bilangan kromatik lokasi 3 dengan siklus terkecilnya adalah segitiga. Sekarang, pandang panjang C adalah lebih dari 3. Maka, kita punya tiga kasus berikut ini. Kasus 1. r = s = 1 dan t > 1. Berdasarkan Lema IV.7, Lema IV.11 dan Lema IV.12, F 1 akan menjadi maksimal sisi jika mempunyai tiga tangga dengan dua tangga mempunyai sebuah titik persekutuan sebagimana Gambar IV.2(ii). 52

66 Kasus 2. r = 1, s > 1, dan t > 1. Berdasarkan Lema IV.8, Lema IV.11 dan Lema IV.12, F 1 akan menjadi maksimal sisi jika mempunyai tiga tangga yang saling bebas sebagaimana Gambar IV.2(iii). Kasus 3. r > 1, s > 1, dan t > 1. Berdasarkan Lema IV.9 dan Lema IV.12, F 1 akan menjadi maksimal sisi jika mempunyai tiga tangga yang saling bebas sebagaimana Gambar IV.2(iv). Gambar IV.2: Empat tipe graf maksimal sisi di F memuat sebuah siklus ganjil. Teorema IV.4. Misalkan F adalah sebarang graf yang mempunyai siklus ganjil terkecil C. F mempunyai bilangan kromatik lokasi 3 jika dan hanya jika F adalah subgraf dari salah satu dari graf di Gambar IV.2 yang mana setiap titik a C berderajat 3 harus terletak pada sebuah lintasan yang menghubungkan dua titik berbeda di C. 53

67 Bukti. Misalkan F adalah sebuah graf dengan C sebagai siklus ganjil terkecil. ( ) Misalkan F adalah subgraf dari salah satu graf pada Gambar IV.2 yang mana setiap titik a C berderajat 3 harus terletak pada sebuah lintasan yang menghubungkan dua titik berbeda di C. Maka F memuat C dan subgraf hampir bebas dari tiga tangga. Subgraf-subgraf tersebut mempunyai sifat bahwa setiap titik berderajat 3 yang berada pada subgraf yang diinduksi ini menghubungkan dua titik berbeda di C. Lintasan itu harus menghubungkan dua titik dominan atau dua titik pertengahan pada sebuah lintasan clear yang hanya melibatkan titik-titik di C. Misalkan x, y, z adalah titik-titik dominan di C. Beri warna c(x) = 1, c(y) = 2, c(z) = 3, dan warnai titik-titik internal lintasan clear tanpa melibatkan titik-titik di C: x P y, y P z, z P x berturut-turut dengan warna 1, 2, atau 2, 3, atau 3, 1. Warna setiap subgraf dari tangga adalah dua warna c(a) dan c(b), dengan a dan b titik-titik di C. Berdasarkan pewarnaan ini, diperoleh pewarnaan-3 lokasi di F. Karena F memuat siklus ganjil maka χ L (F ) 3. Akibatnya, F mempunyai bilangan kromatik lokasi 3. ( ) Jika F mempunyai bilangan kromatik lokasi 3 dan memuat C sebagai siklus ganjil terkecil, maka berdasarkan Lema IV.6- Lema IV.12 kita tahu batasan-batasan semua derajat titik dari C di F. Kita juga tahu kondisi dari semua titik di luar C dan bagaimana titik-titik tersebut terhubung ke titik-titik di C. Jika terdapat titik a F \C berderajat 3 dan titik ini tidak terletak di sebarang lintasan yang menghubungkan dua titik di C, maka titik ini harus di hubungkan ke siklus C oleh sebuah lintasan b P a dengan titik awal b di C (karena F terhubung). Misalkan a 1, a 2, a 3 adalah tetangga dari a di F, dengan a 1 berada di lintasan b P a. Tentunya c(a 2 ) = c(a 3 ), karena a lainnya akan menjadi titik dominan baru di F (C sudah mempunyai 3 titik dominan). Jadi, kita peroleh kode warna dari a 2 dan a 3 akan sama, suatu kontradiksi. Akibatnya, jika sebarang titik berderajat 3 di F \C berada di sebuah lintasan yang menghubungkan dua titik (bertetangga) di C. Maka, berdasarkan lema ini dan Teorema IV.3, kita simpulkan bahwa F haruslah sebuah subgraf dari salah satu graf pada Gambar IV.2, yang mana setiap titik a C berderajat 3 harus berada di sebuah lintasan yang menhubungkan dua titik berbeda di C. 54

68 Selanjutnya, kita akan mengkarakterisasi semua graf yang hanya memuat siklus genap dengan bilangan kromatik lokasi 3. Untuk tujuan ini, mulai sekarang, misalkan F 2 F dan hanya mempunyai siklus genap. Berdasarkan Lema IV.5(b), F 2 akan mempunyai paling banyak 3 titik dominan, dua diantaranya adalah saling bertetangga di suatu siklus. Misalkan C adalah siklus genap maksimal yang memuat dua titik dominan. Let x, y, z adalah titik-titik dominan (jika ada 3) di F 2 dan x, y berada di C. Asumsikan c(x) = 1 dan c(y) = 2. Akibatnya, warna dari titik-titik di C haruslah 1 dan 2, secara bergantian. Berdasarkan Lema IV.5(b), setiap titik dominan di C harus mempunyai sebuah tetangga yang bukan di C. Misalkan ux, vy E(F 2 ) dengan u, v C. Karena x, y adalah titik-titik dominan, maka c(u) = c(v) = 3. Selanjutnya, kita punya lema berikut ini. Lema IV.13. Misalkan C adalah siklus genap maksimal di F 2 dengan dua titik dominan x dan y. Misalkan V (C) = {x = a 1, a 2,..., a h 1, a h = y}. Maka: a. d(x) = d(y) = 3, d(a i ) 3 untuk i lainnya. Lebih jauh untuk titik ketiga dari a i, jika a i w E(F 2 ) dan i { h 2, h 2 + 1} maka w = a h+1 i. b. Tidak terdapat lintasan di F 2 yang menghubungkan b {u, v} ke a i untuk i {1, h} tanpa melibatkan titik-titik lain di C. c. Jika F 2 mempunyai titik z sebagai titik dominan ketiga maka salah satu dari pernyataan berikut adalah benar: Jika z = v, maka d(u) 2 dan d(v) 3. Jika z = u, maka d(u) 3 dan d(v) 2. Jika z {u, v}, maka d(z) 2, d(u) 2, d(v) 2, dan terdapat lintasan yang menghubungkan z ke u atau v. d. Jika w V (F 2 )\C, maka terdapat lintasan yang menhubungkan dari w ke u, v, a h 2 atau a h +1, dan semua titik internal dari lintasan ini berderajat 2. 2 Bukti. Untuk menunjukkan d(x) = d(y) = 3. Asumsikan d(x) 4. Maka, terdapat dua tetangga dari x mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Alasan yang serupa diperlukan untuk menunjukkan d(y) = 3. Sekarang, asumsikan d(a i ) 4 untuk suatu i. Jika c(a i ) = 1 maka setiap tetangga dari a i akan mempunyai warna 2. Jika d(a i, S 3 ) = t maka d(w, S 3 ) = t 1, t, atau t + 1, dengan w adalah tetangga dari a i. Maka, terdapat dua tetangga dari a i yang mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Sekarang, jika d(a i ) = 3 55

69 untuk i { h, h + 1} maka tetangganya yang ketiga haruslah a 2 2 h+1 i, dua tetangganya yang lain akan mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Untuk menunjukkan (b), asumsikan terdapat lintasan L 1 di F 2 yang menghubungkan b ke a i untuk suatu i {1, h} tanpa melibatkan titik-titik lain di C. Maka, lintasan ini bersama dengan lintasan L 2 yang menghubungkan b ke a i menggunakan titi-titik di C akan membentuk sebuah siklus genap. Karena c(b) = 3 dan warna titik-titik internal dari L 2 berturut-turut adalah 1 dan 2, maka diperoleh titik dominan yang baru, suatu kontradiksi. Untuk menunjukkan (c), misalkan z adalah titik dominan ketiga dari F 2. Jika z = v, maka jelas d(v) 3. Asumsikan d(u) 3. Karena u bukan titik dominan, maka ketiga tetangganya harus mempunyai warna yang sama, akibatnya dua dari tetangganya mempunyai kode warna yang sama, suatu kontradiksi. Alasan serupa dapat digunakan untuk kasus u F 2 sebagai titik dominan. Sekarang, jika z {u, v}. Berdasarkan Lema IV.13(a), kita tidak dapat mempunyai lintasan yang menghubungkan z ke a i untuk i { h, h + 1} tanpa melalui u atau 2 2 v. Juga, tidak terdapat lintasan yang menghubungkan z ke a i untuk i { h, h + 1}, 2 2 karena akan menghasilkan titik dominan baru. Akibatnya, harus ada lintasan yang menghubungkan z ke u atau v. Untuk menghindari terdapatnya kode warna yang sama, semua titik internal di lintasan itu haruslah berderajat 2 dan d(z) 2. Pernyataan (d) adalah akibat dari pernyataan (a) dan (c). Lema IV.14. Misalkan C adalah siklus genap maksimal di F 2 yang mempunyai dua titik dominan x dan y. Maka, semua lintasan (jika ada) di F 2 yang menghubungkan x ke y dengan hanya melibatkan titik-titik di C mempunyai panjang ganjil yang berbeda. Lebih jauh, semua lintasan itu (jika ada) di F 2 menginduksi sebuah tangga secara maksimal. Bukti. Misalkan P di F 2 adalah sebuah lintasan yang menghubungkan x ke y dengan hanya melibatkan titik-titik di C. Akibatnya, P adalah lintasan clear. Berdasarkan Lema III.8, P haruslah mempunyai panjang ganjil. Sekarang, asumsikan kita punya dua lintasan clear berbeda dengan panjang sama, yaitu P 1 = (x = a 1, a 2,, a i,, a h 1, a h = y) dan P 2 = (x = b 1, b 2,, b i,, b h 1, b h = y). Akibatnya, c Π (a i ) = c Π (b i ) untuk sebarang i. 56

70 Ini berarti bahwa a i = b i untuk sebarang i, suatu kontradiksi. Sekarang, pandang semua lintasan yang menghubungkan x ke y dengan hanya melibatkan titik-titik di C. Maka, lintasan-lintasan ini adalah lintasan clear, dan semua titik di lintasan-lintasan ini mempunyai warna 1 atau 2. Jadi, subgraf yang diinduksi oleh lintasan-lintasan ini akan mempunyai bilangan kromatik lokasi 2. Akibatnya, bilangan kromatiknya juga 2. Berdasarkan Lema IV.13(a) derajat maksimum dari setiap titik di C adalah 3. Jadi, lintasan-lintasan ini secara maksimal akan membentuk sebuah tangga (subgraf bipartit) dari F 2. Teorema IV.5. Misalkan C adalah siklus genap yang telah ditentukan. Maka, graf pada Gambar IV.3 adalah graf maksimal sisi F 2 F yang hanya memuat siklus genap dan C sebagai siklus genap terbesar. Bukti. Misalkan C adalah siklus genap terbesar di F 2 F, dengan V (C) = {x = a 1, a 2,..., a h 1, a h = y}. Maka, berdasarkan Lema 3(b), C mempunyai dua titik dominan, x, y dan misalkan xu, yv E(F 2 ), dengan u, v C. Misalkan c(x) = 1, c(y) = 2. Maka, c(a i ) = 1 dan 2, secara berurutan. Berdasarkan Lema IV.14, semua lintasan clear (jika ada) menghubungkan titik-titik x dan y akan menginduksi sebuah tangga secara maksimal. Dengan mempertimbangkan fakta dari Lema IV.13, kita dapat menyimpulkan bahwa graf pada Gambar IV.3 adalah graf maksimal sisi F 2 yang hanya memuat siklus genap dan C adalah sebuah siklus terbesar di F 2. Gambar IV.3: Graf maksimal sisi di F yang hanya memuat siklus genap 57

71 Teorema IV.6. Misalkan F adalah sebuah graf yang hanya mempunyai siklus genap C sebagai siklus genap terbesar. F mempunyai bilangan kromatik lokasi 3 jika dan hanya jika F adalah subgraf dari graf pada Gambar IV.3 dengan titik u dan v di F. Bukti. Misalkan F adalah sebuah graf yang hanya mempunyai siklus genap C sebagai siklus genap terbesar. ( ) Jika F adalah subgraf dari salah satu dari graf pada Gambar IV.3 dengan titik u dan v di F, maka F memuat C dan beberapa lintasan yang menghubungkan u, v, a h 2 atau a h +1. Jelas bahwa F dapat diwarnai dengan 3 warna (terkecil). Akibatnya, 2 χ L (F ) = 3. ( ) Jika F mempunyai bilangan kromatik lokasi 3, semua siklus di F adalah genap, dan C siklus genap terbesar, maka berdasarkan Lema IV.13 dan Lema IV.14 kita tahu batasan-batasan dari semua derajat titik di C dan titik u, v di F. Kita juga tahu tentang kondisi dari semua titik-titik lain di F dan bagaimana titik-titik tersebut dihubungkan ke titik-titik di C dan/atau u dan v. Akibatnya, berdasarkan lemalema ini dan Teorema IV.5, kita simpulkan bahwa F haruslah sebuah subgraf dari graf pada Gambar IV.3 dengan u dan v di F. 58

72 Bab V Kesimpulan dan Masalah Terbuka V.1 Kesimpulan Penelitian dalam disertasi ini telah memberikan kontribusi pada topik bilangan kromatik lokasi graf terhubung. Adapun hasil-hasil yang telah diperoleh adalah sebagai berikut. Kami memberikan nilai eksak bilangan kromatik lokasi dari empat buah graf pada kelas pohon, yaitu graf amalgamasi bintang, graf pohon pisang, graf kembang api, dan graf ulat. Dalam penelitian ini diperoleh, bahwa bilangan kromatik lokasi pada graf amalgamasi bintang dan pohon pisang merupakan fungsi tangga yang nilainya bergantung pada derajat titik pusatnya, sedangkan pada graf kembang api dan ulat berbeda perilakunya. Nilai eksak bilangan kromatik lokasi pada graf kembang api dan ulat mendekati batas bawahnya, yaitu derajat titik berdaun maksimum ditambah 1 atau 2. Hasil lain yang kami peroleh adalah karakterisasi semua graf yang mempunyai bilangan kromatik lokasi 3. Hasil ini kami peroleh dengan melakukan analisis berdasarkan ketiga titik dominan dan lintasan yang menghubungkannya. Selain itu, graf maksimal sisi (banyaknya sisi maksimal) dengan bilangan kromatik lokasi 3 juga didapatkan. V.2 Masalah Terbuka Sebagai penutup, kami berikan masalah terbuka untuk penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Menentukan bilangan kromatik lokasi dari sebarang graf pohon, 2. Menentukan sifat kemonotonan bilangan kromatik lokasi dari sebarang graf pohon, 3. Karakterisasi graf berorde n dengan bilangan kromatik lokasi 4. 59

73 Daftar Pustaka Baskoro, E., and Darmaji (2012): The partition dimension of corona product of two graphs, Far East Journal of Mathematical Sciences, 66(12), Baskoro, E., and Purwasih, I., (2011): The locating-chromatic number for corona product of graphs, Submitted,. Behtoei, A., and Omoomi, B., (2011a): The locating chromatic number of the join of graphs, Submitted,. Behtoei, A., and Omoomi, B., (2011b): On the locating chromatic number of cartesian product of graphs, Submitted,. Behtoei, A., and Omoomi, B., (2011c): On the locating chromatic number of kneser graphs, Discrete Applied Mathematics, 159, Carlson, K., (2006): Generalized books and C m -snakes are prime graphs, Ars Combinatorics, 80, Chartrand, G., Erwin, D., Henning, M., Slater, P., and Zhang, P., (2002): The locating-chromatic number of a graph, Bull. Inst. Combin. Appl., 36, Chartrand, G., Erwin, D., Henning, M., Slater, P., and Zhang, P., (2003a): Graph of order n with locating-chromatic number n 1, Discrete Math., 269(1-3), Chartrand, G., Salehi, E., and Zhang, P., (1998): On the partition dimension of graph, Congr. Numer., 130, Chartrand, G., Salehi, E., and Zhang, P., (2000a): The partition dimension of graph, Aequationes Math., 59, Chartrand, G., and Zhang, P., (2003b): The theory and appllications of resolvability in graphs: a survey, Congr. Numer., 160, Chartrand, G., and Zhang, P., (2009): Chromatic Graph Theory, Chapman and Hall/CRC, New York. Chen, W., Lü, H., and Yeh, Y., (1997): Operations of Interlaced Trees and Graceful Trees, Southeast Asian Bull. Math., 21, Darmaji (2011): Dimensi Partisi Graf Multipartit dan Graf Hasil Korona Dua Graf Terhubung, Disertasi Doktor, Program Studi Matematika Institut Teknologi Bandung, Bandung. Diestel, R., (2005): Graph Theory, Springer Verlag New York Inc., New York. Javaid, I., and Shokat, S., (2008): On the partition dimension of some wheel related graphs, Journal of Prime Research in Mathematics, 4, Johnson, M., (1993): Structure-activity maps for visualizing the graph variables 60

74 arising in drug design, J. Biopharm. Statist., 3, M. Fehr, S. Gosselin, d. O. O., (2006): The partition dimension of Cayley digraphs, Aequationes Math., 71, M.Garey, D., (1979): Computers and Intractability: A Guide to the Theory of NPcompleteness, W.H. Freeman, California. Saenpholphat, V., and Zhang, P., (2004a): Conditional resolvability: a survey, Internat. J. Math. Math. Sci., 38, Tomescu, I., (2008): Discrepancies between metric dimension and partition dimension of a connected graph, Discrete Math., 308, Tomescu, I., Javaid, I., and Slamin (2007): On the partition dimension and connected partition dimension of wheels, Ars Combin., 84,

75 Indeks clear, 27 amalgamasi bintang seragam, 17 amalgamasi bintang tak seragam, 16 bilangan kromatik, 8 bilangan kromatik lokasi, 9 bipartit, 8 graf bintang ganda, 11 graf kembang api seragam, 27 graf kembang api tak seragam, 35 graf pohon pisang, 22 graf ulat, 38 hasil kali kartesian, 12 hasil kali korona, 6 kode warna, 9 konjektur empat warna, 7 pewarnaan lokasi, 9 pewarnaan-k titik sejati, 8 sifat kemonotonan, 19 subgraf bintang berjarak sama, 39 subgraf bintang maksimum, 35 titik akar, 22 titik antara, 16 titik dominan, 27 titik pusat, 16 titik tengah, 22 62

76 Riwayat Hidup Penulis adalah anak kedua dari delapan bersaudara, dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 11 April 1976 dari pasangan Jumiran dan Parmi. Sebelas tahun yang lalu, penulis telah menikah dengan Saptani (almarhum) dan telah dianugerahkan tiga orang anak, Adam Adillah Muchtar (10 tahun), Nur Bayani Muchtar (6 tahun), dan Muhammad Umar Muchtar (1 tahun). Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Muhammadiyah 12 Medan, SMP Negeri 16 Medan dan SMA Negeri 4 Medan. Pada tahun 1994 diterima di Jurusan Matematika Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dengan bidang pilihan matematika murni dan lulus sebagai wisudawan terbaik pada Oktober Setelah memperoleh gelar sarjana, pada tahun 1999 penulis mengikuti seleksi Program Karyasiswa, DUE Project Batch III dan diterima sebagai Dosen Universitas Lampung, kemudian langsung melanjutkan program magister di Jurusan Matematika Insitut Teknologi Bandung dengan bidang pilihan analisa dan terapan. Kecintaan penulis pada bidang teori graf muncul di semester tiga setelah mengambil mata kuliah Graf Aljabar dan memilih topik pelabelan untuk bahan tesis. Keinginan untuk lebih mendalami teori graf adalah motivasi terbesar penulis untuk melanjutkan studi Doktoral di Kelompok Keahlian Matematika Kombinatorika, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2008 dengan beasiswa BPPS. Selama mengikuti Program Doktor penulis telah mengikuti beberapa kegiatan ilmiah yang dijabarkan sebagai berikut. Publikasi Ilmiah 1. Asmiati, H. Assiyatun, E. T. Baskoro, Locating-chromatic number of amalgamation of stars, ITB Journal of Science 43A, 1 8, Asmiati, E. T. Baskoro, H. Assiyatun, D. Suprijanto, R. Simanjuntak, S. Uttunggadewa, The locating chromatic-number of firecracker graphs, Far East Journal of Mathematical Sciences 63(1), 11 23, Asmiati, E. T. Baskoro, Characterizing all graphs containing cycles with locating chromatic-number 3, AIP Conf. Proc. 1450, ,

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 1 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF ULAT AIDILLA DARMAWAHYUNI, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 6 13 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF AMALGAMASI BINTANG FADHILAH SYAMSI Program Studi Matematika, Pascasarjana

Lebih terperinci

GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT

GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT GRAF AMALGAMASI POHON BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ASMIATI, FITRIANI Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Lampung Jl. Prof. Soemantri Brojonegoro No.1 Gedong Meneng, Bandar Lampung Email : asmiati308@yahoo.com;

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 23 31 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK JOIN DARI DUA GRAF YULI ERITA Program Studi Matematika, Pascasarjana Fakultas

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 14 22 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF P m P n, K m P n, DAN K m K n MARIZA WENNI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 37 41 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF C n K m, DENGAN n 3 DAN m 1 MERY ANGGRAINI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3

KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 2 Hal. 71 77 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND KARAKTERISASI GRAF POHON DENGAN BILANGAN KROMATIK LOKASI 3 FAIZAH, NARWEN Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf, graf pohon dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini 2.1 KONSEP DASAR GRAF Konsep

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2 Jurnal Matematika UNAND Vol. 3 No. 4 Hal. 49 53 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF KEMBANG API F n,2 DAN F n,3 DENGAN n 2 ANDRE SAPUTRA Program Studi

Lebih terperinci

Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. 1.

Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. 1. DIMENSI PARTISI PADA GRAF C m K n, GRAF C m [P n ], DAN GRAF t-fold WHEEL Mizan Ahmad, Tri Atmojo Kusmayadi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF TAK TERHUBUNG DARI GRAF BINTANG GANDA DAN SUBDIVISINYA. (Skripsi) Oleh SITI NURAZIZAH

BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF TAK TERHUBUNG DARI GRAF BINTANG GANDA DAN SUBDIVISINYA. (Skripsi) Oleh SITI NURAZIZAH BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF TAK TERHUBUNG DARI GRAF BINTANG GANDA DAN SUBDIVISINYA (Skripsi) Oleh SITI NURAZIZAH FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP Jurnal Matematika UNAND Vol. VI No. 1 Hal. 90 96 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF POHON n-ary LENGKAP AFIFAH DWI PUTRI, NARWEN Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 47 52 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m RINA WALYNI, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI DARI GRAF LOLLIPOP, GRAF GENERALIZED JAHANGIR, DAN GRAF C n 2 K m

DIMENSI PARTISI DARI GRAF LOLLIPOP, GRAF GENERALIZED JAHANGIR, DAN GRAF C n 2 K m DIMENSI PARTISI DARI GRAF LOLLIPOP, GRAF GENERALIZED JAHANGIR, DAN GRAF C n 2 K m oleh MAYLINDA PURNA KARTIKA DEWI M0112054 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m

BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m Jurnal Matematika UNAND Vol. 4 No. 1 Hal. 129 134 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI UNTUK GRAF K n K m AULI MARDHANINGSIH, ZULAKMAL Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf.

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. III BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk 00) Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi pewarnaan graf Pewarnaan titik pada

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA

KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA KLASIFIKASI GRAF PETERSEN BERBILANGAN KROMATIK LOKASI EMPAT ATAU LIMA (Tesis) Oleh : Devriyadi Saputra S NPM. 1427031001 MAGISTER MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT

DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 3 Hal. 1 6 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND DIMENSI PARTISI DARI GRAF ULAT FADHILA TURRAHMAH, BUDI RUDIANTO Program Studi Matematika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF HUTAN LINIER H t

BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF HUTAN LINIER H t Jurnal Matematika UNAND Vol. 5 No. 4 Hal. 18 22 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND BILANGAN KROMATIK LOKASI DARI GRAF HUTAN LINIER H t SHERLY AFRI ASTUTI, ZULAKMAL Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini.. Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini terus

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini terus 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai saat ini terus mengalami kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini mengalami perkembangan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini.

LANDASAN TEORI. Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan. kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 6 II. LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada sub bab ini akan diberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelas-kelas graf dan dimensi partisi

Lebih terperinci

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh Hasmawati NIM. 30104001 INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka

Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka Bab II Konsep Dasar dan Tinjauan Pustaka Pembahasan bilangan Ramsey pada bab-bab berikutnya menggunakan definisi, notasi, dan konsep dasar teori graf yang sesuai dengan rujukan Chartrand dan Lesniak (1996),

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI GRAF MULTIPARTIT DAN GRAF HASIL KORONA DUA GRAF TERHUBUNG DISERTASI DARMAJI. NIM: Program Studi Doktor Matematika

DIMENSI PARTISI GRAF MULTIPARTIT DAN GRAF HASIL KORONA DUA GRAF TERHUBUNG DISERTASI DARMAJI. NIM: Program Studi Doktor Matematika IMENSI PARTISI GRAF MULTIPARTIT AN GRAF HASIL KORONA UA GRAF TERHUBUNG ISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar oktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh ARMAJI NIM: 30107003

Lebih terperinci

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf

Bab 2 TEORI DASAR. 2.1 Graf Bab 2 TEORI DASAR Pada bab ini akan dipaparkan beberapa definisi dasar dalam Teori Graf yang kemudian dilanjutkan dengan definisi bilangan kromatik lokasi, serta menyertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK LOKASI PADA GRAF KNESER. ( Skripsi ) Oleh. Muhammad Haidir Alam

BILANGAN KROMATIK LOKASI PADA GRAF KNESER. ( Skripsi ) Oleh. Muhammad Haidir Alam BILANGAN KROMATIK LOKASI PADA GRAF KNESER ( Skripsi ) Oleh Muhammad Haidir Alam FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRAK BILANGAN KROMATIK LOKASI PADA

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAF C m K n, GRAF C m [P n ],

DIMENSI PARTISI PADA GRAF C m K n, GRAF C m [P n ], DIMENSI PARTISI PADA GRAF C m K n, GRAF C m [P n ], DAN GRAF t-fold WHEEL oleh Mizan Ahmad M0112056 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik

Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik BAB II DASAR TEORI 2.1 Teori Dasar Graf 2.1.1 Graf dan Graf Sederhana Suatu graf G adalah pasangan himpunan (V, E), dimana V adalah himpunan titik yang tak kosong dan E adalah himpunan sisi. Untuk selanjutnya,

Lebih terperinci

Bilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan

Bilangan Kromatik Lokasi n Amalgamasi Bintang yang dihubungkan oleh suatu Lintasan Jurnal Mateatika Integratif. Vol. 13, No. 2 (2017), pp. 115 121. p-issn:1412-6184, e-issn:2549-903 doi:10.24198/ji.v13.n2.11891.151-121 Bilangan Kroatik Lokasi n Aalgaasi Bintang yang dihubungkan oleh

Lebih terperinci

Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap Terhadap Roda Genap

Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap Terhadap Roda Genap Vol.4, No., 49-53, Januari 08 Bilangan Ramsey untuk Graf Bintang Genap erhadap Roda Genap Hasmawati Abstrak Untuk sebarang graf G dan H, bilangan Ramsey R(G,H) adalah bilangan asli terkecil n sedemikian

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH

DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH DIMENSI PARTISI PADA TIGA HASIL OPERASI GRAF CYCLE DENGAN GRAF PATH oleh HIDRA VERTANA M0112042 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos BASIS FOR DETERMINING THE WHEEL GRAPH

Jln. Perintis Kemerdekaan, Makassar, Indonesia, Kode Pos BASIS FOR DETERMINING THE WHEEL GRAPH PENETUAN BASIS BAGI GRAF RODA Nur Ulfah Dwiyanti Obed 1*), Nurdin 2), Amir Kamal Amir 3) 1 Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin Jln. Perintis Kemerdekaan,

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF

DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF DIMENSI METRIK PADA BEBERAPA KELAS GRAF oleh DWI RIA KARTIKA M0112025 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

GRAF-GRAF BERORDE n DENGANN BILANGAN KROMATIK LOKASI n - 1 SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH YOGI DARVIN AGUNG BP:

GRAF-GRAF BERORDE n DENGANN BILANGAN KROMATIK LOKASI n - 1 SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH YOGI DARVIN AGUNG BP: GRAF-GRAF BERORDE n DENGANN BILANGAN KROMATIK LOKASI n - 1 SKRIPSI SARJANA MATEMATIKA OLEH YOGI DARVIN AGUNG BP: 06 134 042 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4

v 3 e 2 e 4 e 6 e 3 v 4 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan dimensi partisi graf sebagai landasan teori dari penelitian ini... Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan

Lebih terperinci

Yuni Listiana FKIP, Universitas Dr. Soetomo Surabaya

Yuni Listiana FKIP, Universitas Dr. Soetomo Surabaya DIMENSI MATRIK DAN DIMENSI PARTISI PADA GRAF HASIL OPERASI KORONA K n K n 1, n 3 Yuni Listiana FKIP, Universitas Dr. Soetomo Surabaya Abstract: LetG(V, E)is a connected graph.for an ordered set W = {w

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK

DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK DIMENSI PARTISI PADA GRAF ANTIPRISMA, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF STACKED BOOK oleh TIA APRILIANI M0112086 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

Dimensi Metrik dan Dimensi Partisi dari Famili Graf Tangga

Dimensi Metrik dan Dimensi Partisi dari Famili Graf Tangga Dimensi Metrik Dimensi Partisi dari Famili Graf Tangga Ilham Saifudin 1) 1) Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember Jl Karimata No 49 Jember Kode Pos 68121 Email : 1)

Lebih terperinci

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf

KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON Pada bab ini akan dijabarkan teori graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori pada penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini

Lebih terperinci

KAJIAN KELAS GRAF YANG MEMPUNYAI DIMENSI PARTISI n 1 DAN PENENTUAN DIMENSI PARTISI PADA K n {e 1, e 2 }

KAJIAN KELAS GRAF YANG MEMPUNYAI DIMENSI PARTISI n 1 DAN PENENTUAN DIMENSI PARTISI PADA K n {e 1, e 2 } KAJIAN KELAS GRAF YANG MEMPUNYAI DIMENSI PARTISI n 1 DAN PENENTUAN DIMENSI PARTISI PADA K n {e 1, e 2 } TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sidang Sarjana Matematika Oleh : Setiawan Sean Connery

Lebih terperinci

KETOTALSISIAJAIBAN GRAF DAN DEFISIENSINYA DISERTASI

KETOTALSISIAJAIBAN GRAF DAN DEFISIENSINYA DISERTASI i KETOTALSISIAJAIBAN GRAF DAN DEFISIENSINYA DISERTASI Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung Oleh Anak Agung Gede Ngurah NIM: 30104006 Institut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diberikan beberapa konsep dasar teori graf dan bilangan kromatik lokasi sebagai landasan teori dari penelitian ini. 2.1 Konsep Dasar Graf Beberapa konsep dasar

Lebih terperinci

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan

II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON. Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan V(G) menyatakan II. KONSEP DASAR GRAF DAN GRAF POHON 2.1 Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf yang akan digunakan dalam penelitian ini diambil dari Deo (1989). Graf G adalah himpunan terurut ( V(G), E(G)), dengan

Lebih terperinci

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat

III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF. Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.(2002). = ( ) {1,2,3,, } dengan syarat III. BILANGAN KROMATIK LOKASI GRAF Bilangan kromatik lokasi graf pertama kali dikaji oleh Chartrand dkk.00). Konsep ini merupakan pengembangan dari konsep dimensi partisi dan pewarnaan graf. Pewarnaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelas-kelas graf dan dimensi partisi

Lebih terperinci

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya

3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf. Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya BAB III DIMENSI PARTISI n 1 3.1 Beberapa Nilai Dimensi Partisi pada Suatu Graf Dalam dimensi partisi suatu graf, terdapat kelas graf yang nilai dimensi partisinya cukup mudah atau sederhana. Kelas graf

Lebih terperinci

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda

Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Vol. 9, No.2, 114-122, Januari 2013 Penerapan Teorema Bondy pada Penentuan Bilangan Ramsey Graf Bintang Terhadap Graf Roda Hasmawati 1 Abstrak Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai ke

Lebih terperinci

BATAS ATAS BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA

BATAS ATAS BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA BATAS ATAS BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA Hazrul Iswadi Departemen MIPA Universitas Surabaya Jalan Raya Kalirungkut Gedung TG Lantai 6 Kampus Tenggilis Surabaya Indonesia

Lebih terperinci

BILANGAN TERHUBUNG PELANGI PADA GRAF HASIL AMALGAMASI GRAF PEMBAGI NOL ATAS RING KOMUTATIF

BILANGAN TERHUBUNG PELANGI PADA GRAF HASIL AMALGAMASI GRAF PEMBAGI NOL ATAS RING KOMUTATIF Jurnal LOG!K@, Jilid 7, No 1, 2017, Hal 15-24 ISSN 1978 8568 BILANGAN TERHUBUNG PELANGI PADA GRAF HASIL AMALGAMASI GRAF PEMBAGI NOL ATAS RING KOMUTATIF Budi Harianto Program Studi Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

Aplikasi Teori Ramsey dalam Teori Graf

Aplikasi Teori Ramsey dalam Teori Graf Aplikasi Teori Ramsey dalam Teori Graf Hasmawati Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin (UNHAS), Jalan Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar 90245, Indonesia hasma ba@yahoo.com. Abstract. Teori

Lebih terperinci

Graf dan Operasi graf

Graf dan Operasi graf 6 Bab II Graf dan Operasi graf Dalam subbab ini akan diberikan konsep dasar, definisi dan notasi pada teori graf yang dipergunakan dalam penulisan disertasi ini. Konsep dasar tersebut ditulis sesuai dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG. Oleh. Hasmawati NIM :

ABSTRAK BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG. Oleh. Hasmawati NIM : ABSTRAK BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF GABUNGAN BINTANG Oleh Hasmawati NIM : 30104001 Bilangan Ramsey R(G, H) untuk suatu graf G dan H adalah bilangan bulat terkecil n sedemikian sehingga untuk sebarang graf

Lebih terperinci

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m

BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m BILANGAN RAMSEY UNTUK GRAF BINTANG S n DAN GRAF RODA W m ISNAINI RAMADHANI Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang, Kampus UNAND Limau Manis

Lebih terperinci

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company

DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n. Oleh : Yogi Sindy Prakoso ( ) JURUSAN MATEMATIKA. Company DIMENSI PARTISI PADA GRAPH HASIL KORONA C m K n Oleh : Yogi Sindy Prakoso (1206100015) JURUSAN MATEMATIKA Company FAKULTAS MATEMATIKA Click to DAN add ILMU subtitle PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Bilangan Kromatik Dominasi pada Graf-Graf Hasil Operasi Korona

Bilangan Kromatik Dominasi pada Graf-Graf Hasil Operasi Korona A-88 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Bilangan Kromatik Dominasi pada Graf-Graf Hasil Operasi Korona Muh. Alwan Hadi, Dr. Darmaji, S.Si., M.T., Drs. Suhud Wahyudi,

Lebih terperinci

oleh BANGKIT JOKO WIDODO M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

oleh BANGKIT JOKO WIDODO M SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika DIMENSI METRIK PADA GRAF SUN, GRAF HELM DAN GRAF DOUBLE CONES oleh BANGKIT JOKO WIDODO M0109015 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika

Lebih terperinci

On r-dynamic Coloring of Operation Product of Cycle and Path Graphs

On r-dynamic Coloring of Operation Product of Cycle and Path Graphs On r-dynamic Coloring of Operation Product of Cycle and Path Graphs D.E.W. Meganingtyas 1, Dafik 2,4, Slamin 3,4 1 Department of Mathematics - University of Jember 2 Department of Mathematics Education

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin

ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY. Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin ALTERNATIF PEMBUKTIAN DAN PENERAPAN TEOREMA BONDY Hasmawati Jurusan Matematika, Fakultas Mipa Universitas Hasanuddin hasma_ba@yahoo.com Abstract Graf yang memuat semua siklus dari yang terkecil sampai

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK DAN DIAMETER DARI GRAF ULAT C m, n

DIMENSI METRIK DAN DIAMETER DARI GRAF ULAT C m, n JURNAL BUANA MATEMATIKA Vol 6, No 1, Tahun 2016 DIMENSI METRIK DAN DIAMETER DARI GRAF ULAT C m, n Restu Ria Wantika Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Adi Buana

Lebih terperinci

BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA. Hazrul Iswadi

BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA. Hazrul Iswadi BILANGAN DOMINASI LOKASI METRIK DARI GRAF HASIL OPERASI KORONA Hazrul Iswadi Department of MIPA, Gedung TG lantai 6, Universitas Surabaya, Jalan Raya Kalirungkut Surabaya 60292, Indonesia. hazrul iswadi@ubaya.ac.id

Lebih terperinci

PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM

PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM PENENTUAN DIMENSI METRIK GRAF HELM SKRIPSI Oleh : DIAN FIRMAYASARI S NIM : H 111 08 011 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 PENENTUAN DIMENSI

Lebih terperinci

. Nilai total ketakteraturan titik graf. Graf Hasil Kali Comb Dan C 5 Dengan Bilangan Ganjil

. Nilai total ketakteraturan titik graf. Graf Hasil Kali Comb Dan C 5 Dengan Bilangan Ganjil Jurnal Sains Matematika dan Statistika, Vol 2 No 2 Juli 201 Nilai Total Ketakteraturan Titik Pada Graf Hasil Kali Comb Dan C 5 Dengan Bilangan Ganjil C M Corazon 1, Rita Riyanti 2 1,2 Jurusan Matematika,

Lebih terperinci

RAINBOW CONNECTION PADA BEBERAPA GRAF

RAINBOW CONNECTION PADA BEBERAPA GRAF Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 17 25 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND RAINBOW CONNECTION PADA BEBERAPA GRAF GEMA HISTA MEDIKA Program Studi Matematika, Program Pascasarjana

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: himpunan tak kosong dan berhingga dari objek-objek yang disebut titik 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Graf Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf yang diambil dari buku Chartrand dan Zhang (2005) yaitu sebagai berikut: Suatu Graf G adalah suatu pasangan himpunan

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK GRAF BLOK BEBAS ANTING

DIMENSI METRIK GRAF BLOK BEBAS ANTING DIMENSI METRIK GRAF BLOK BEBAS ANTING Hazrul Iswadi Departemen MIPA dan Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Surabaya Jalan Raya Kalirungkut, 60293, Surabaya Jawa Timur, Indonesia Abstrak.

Lebih terperinci

GRAF SEDERHANA SKRIPSI

GRAF SEDERHANA SKRIPSI PELABELAN,, PADA BEBERAPA JENIS GRAF SEDERHANA SKRIPSI Oleh : Melati Dwi Setyaningsih J2A 005 031 PROGRAM STUDI MATEMATIKA JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR

DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR DIMENSI METRIK PADA GRAF LOLLIPOP, GRAF MONGOLIAN TENT, DAN GRAF GENERALIZED JAHANGIR oleh ARDINA RIZQY RACHMASARI M0112013 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN NILAI TOTAL KETAKTERATURAN TOTAL DARI DUA COPY GRAF BINTANG. Rismawati Ramdani

Edisi Agustus 2014 Volume VIII No. 2 ISSN NILAI TOTAL KETAKTERATURAN TOTAL DARI DUA COPY GRAF BINTANG. Rismawati Ramdani NILAI TOTAL KETAKTERATURAN TOTAL DARI DUA COPY GRAF BINTANG Rismawati Ramdani Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung rismawatiramdani@gmail.com, Abstrak Misalkan

Lebih terperinci

RAINBOW CONNECTION PADA GRAF k-connected UNTUK k = 1 ATAU 2

RAINBOW CONNECTION PADA GRAF k-connected UNTUK k = 1 ATAU 2 Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 1 Hal. 78 84 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND RAINBOW CONNECTION PADA GRAF k-connected UNTUK k = 1 ATAU 2 SALLY MARGELINA YULANDA Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH

ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH ALTERNATIF PEMBUKTIAN PENGEMBANGAN TEOREMA DIRAC UNTUK GRAF BERORDE KURANG ATAU SAMA DENGAN SEPULUH Hasmawati, Jusmawati Massalesse, Hendra, Muhamad Hasbi Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanudin

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Konsep Dasar Bab 2 Landasan Teori Pada bab ini akan diuraikan konsep dasar dan teori graf yang berhubungan dengan topik penelitian ini, termasuk didalamnya mengenai pelabelan total tak teratur titik dan total vertex

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TAK TERATUR TITIK PADA GRAF AMALGAMASI SIKLUS

PELABELAN TOTAL TAK TERATUR TITIK PADA GRAF AMALGAMASI SIKLUS PELABELAN TOTAL TAK TERATUR TITIK PADA GRAF AMALGAMASI SIKLUS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: SAEFUDIN ZUCHRI 20107098

Lebih terperinci

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf

BAB 2. Konsep Dasar. 2.1 Definisi graf BAB 2 Konsep Dasar 21 Definisi graf Suatu graf G = (V(G), E(G)) didefinisikan sebagai pasangan himpunan 2 titik V(G) dan himpunan sisi E(G) dengan V(G) dan E(G) [ VG ( )] Sebagai contoh, graf G 1 = (V(G

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF

DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF DIMENSI METRIK KUAT PADA BEBERAPA KELAS GRAF oleh FITHRI ANNISATUN LATHIFAH M0111038 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika FAKULTAS

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL TRINGULAR PADA BEBERAPA KELAS GRAF POHON

PELABELAN TOTAL TRINGULAR PADA BEBERAPA KELAS GRAF POHON JIMT Vol. 13 No. 2 Desember 2016 (Hal 17-24) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X PELABELAN TOTAL TRINGULAR PADA BEBERAPA KELAS GRAF POHON I. Yesi 1, I W. Sudarsana 2, dan S. Musdalifah

Lebih terperinci

Dimensi Metrik Graf Pohon Bentuk Tertentu

Dimensi Metrik Graf Pohon Bentuk Tertentu Dimensi Metrik Graf Pohon Bentuk Tertentu Angga Budi Permana 1207100008 Dosen Pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si, M.T. Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 )

PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 ) Jurnal Matematika UNAND Vol. 2 No. 4 Hal. 83 90 ISSN : 2303 2910 c Jurusan Matematika FMIPA UNAND PENENTUAN ANGGOTA KELAS RAMSEY MINIMAL UNTUK PASANGAN (2K 2, C 4 ) LIZA HARIYANI Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

NILAI MAKSIMUM DAN MINIMUM PELABELAN γ PADA GRAF FLOWER, GRAF BIPARTIT LENGKAP DAN GRAF C n K m

NILAI MAKSIMUM DAN MINIMUM PELABELAN γ PADA GRAF FLOWER, GRAF BIPARTIT LENGKAP DAN GRAF C n K m NILAI MAKSIMUM DAN MINIMUM PELABELAN γ PADA GRAF FLOWER, GRAF BIPARTIT LENGKAP DAN GRAF C n K m oleh TRI ENDAH PUSPITOSARI M0109070 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

DIMENSI METRIK PENGEMBANGAN GRAF KINCIR POLA K 1 + mk 3

DIMENSI METRIK PENGEMBANGAN GRAF KINCIR POLA K 1 + mk 3 J. Math. and Its Appl. ISSN: 1829-605X Vol. 8, No. 2, November 2011, 17 22 DIMENSI METRIK PENGEMBANGAN GRAF KINCIR POLA K 1 + mk 3 Suhud Wahyudi, Sumarno, Suharmadi Jurusan Matematika, FMIPA ITS Surabaya

Lebih terperinci

Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan

Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan Bab IV Bilangan Ramsey untuk Graf Gabungan Kajian penentuan bilangan Ramsey untuk suatu graf dengan gabungan saling lepas beberapa graf telah dilakukan oleh Burr dkk. (1975). Burr dkk. menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

Pelabelan Pseudo Edge-Magic dan Pseudo Vertex-Magic pada Graf Sebarang

Pelabelan Pseudo Edge-Magic dan Pseudo Vertex-Magic pada Graf Sebarang Pelabelan Pseudo Edge-Magic dan Pseudo Vertex-Magic pada Graf Sebarang TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Program Studi Matematika ITB Oleh : Julius 101 02 071 Program Studi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya, pengertian dasar graf, operasi-operasi pada graf, kelaskelas graf, dan dimensi metrik pada

Lebih terperinci

SYARAT PERLU UNTUK GRAF RAMSEY (2K 2, C n )-MINIMAL

SYARAT PERLU UNTUK GRAF RAMSEY (2K 2, C n )-MINIMAL SYARAT PERLU UNTUK GRAF RAMSEY (2K 2, C n )-MINIMAL Jondesi Program Studi Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas Padang, Kampus UNAND Limau Manis Padang 25163, Indonesia

Lebih terperinci

BILANGAN TERHUBUNG TITIK PELANGI UNTUK GRAF THE RAINBOW VERTEX CONNECTION NUMBER OF STAR

BILANGAN TERHUBUNG TITIK PELANGI UNTUK GRAF THE RAINBOW VERTEX CONNECTION NUMBER OF STAR Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Desember 2016 Volume 10 Nomor 2 Hal. 77 81 BILANGAN TERHUBUNG TITIK PELANGI UNTUK GRAF LINGKARAN BINTANG (S m C n ) Ariestha Widyastuty Bustan Program Studi Matematika,

Lebih terperinci

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T.

Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T. Study of Total Chromatic Number of -free and Windmill Graphs Oleh : Rindi Eka Widyasari NRP 1208100024 Dosen pembimbing : Dr. Darmaji, S.Si., M.T. JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF

PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF Jurnal LOG!K@, Jilid 6, No. 1, 2016, Hal. 23-31 ISSN 1978 8568 PELABELAN TOTAL SISI-AJAIB SUPER PADA GRAF Yanne Irene Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif

Lebih terperinci

PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KELAS GRAF ILALANG DAN HASIL KORONASI DUA GRAF

PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KELAS GRAF ILALANG DAN HASIL KORONASI DUA GRAF PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KELAS GRAF ILALANG DAN HASIL KORONASI DUA GRAF oleh RISALA ULFATIMAH M0112074 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Maximal Matching pada Kelas Graf Tertentu

Maximal Matching pada Kelas Graf Tertentu Maximal Matching pada Kelas Graf Tertentu TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Sidang Sarjana Program Studi Matematika Oleh Husni Mubarak 10100069 Program Studi Matematika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap

Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap Teori Ramsey pada Pewarnaan Graf Lengkap Muhammad Ardiansyah Firdaus J2A 006 032 Skripsi Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika PROGRAM STUDI MATEMATIKA

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT GRAF YANG MEMUAT SEMUA SIKLUS Nur Rohmah Oktaviani Putri * CHARACTERISTIC OF THE GRAPH THAT CONTAINS ALL CYCLES Nur Rohmah Oktaviani Putri

SIFAT SIFAT GRAF YANG MEMUAT SEMUA SIKLUS Nur Rohmah Oktaviani Putri * CHARACTERISTIC OF THE GRAPH THAT CONTAINS ALL CYCLES Nur Rohmah Oktaviani Putri SIFAT SIFAT GRAF YANG MEMUAT SEMUA SIKLUS Nur Rohmah Oktaviani Putri * Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin CHARACTERISTIC OF THE GRAPH THAT CONTAINS

Lebih terperinci

Dimensi Metrik Graf Amal( )

Dimensi Metrik Graf Amal( ) J. Math. and Its Appl. E-ISSN: 2579-8936 P-ISSN: 1829-605X Vol. 15, No. 1, Maret 2018, 71-77 Dimensi Metrik Graf Amal( ) Tri Utomo 1, Novian Riskiana Dewi 2 1,2 Program Studi Matematika, Jurusan Sains,

Lebih terperinci

BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG

BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG BILANGAN KROMATIK GRAF HASIL AMALGAMASI DUA BUAH GRAF TERHUBUNG CHROMATIC NUMBER OF AMALGAMATION OF TWO CONNECTED GRAPHS Ridwan Ardiyansah (1209 100 057) Pembimbing: Dr. Darmaji, S.Si, MT. Jurusan Matematika

Lebih terperinci

Bilangan Ramsey untuk Kombinasi Bintang dan Beberapa Graf Tertentu

Bilangan Ramsey untuk Kombinasi Bintang dan Beberapa Graf Tertentu Bab III Bilangan Ramsey untuk Kombinasi Bintang dan Beberapa Graf Tertentu Kajian penentuan bilangan Ramsey untuk bintang dan bintang telah tuntas, dilakukan Burr dkk. (1973). Penentuan bilangan Ramsey

Lebih terperinci

Abstract

Abstract Nilai Kromatik pada Graf Hasil Operasi Kiki Kurdianto 1,2, Ika Hesti A. 1,2, Dafik 1,3 1 CGANT- University of Jember 2 Department of Mathematics Education - University of Jember 3 Department of Information

Lebih terperinci

Bilangan Khromatik Pewarnaan Sisi pada Graf Khusus dan Operasinya

Bilangan Khromatik Pewarnaan Sisi pada Graf Khusus dan Operasinya Bilangan Khromatik Pewarnaan Sisi pada Graf Khusus dan Operasinya Ilham Saifudin, Dafik CGANT-University of Jember Department of Mathematics FMIPA University of Jember ilhamsaifudin@ymail.com Department

Lebih terperinci

ALGORITMA PELABELAN TOTAL DAN NILAI TAK TERATUR SISI DARI KORONA GRAF LINTASAN TERHADAP BEBERAPA GRAF

ALGORITMA PELABELAN TOTAL DAN NILAI TAK TERATUR SISI DARI KORONA GRAF LINTASAN TERHADAP BEBERAPA GRAF ALGORITMA PELABELAN TOTAL DAN NILAI TAK TERATUR SISI DARI KORONA GRAF LINTASAN TERHADAP BEBERAPA GRAF TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan Sidang Sarjana Matematika Disusun Oleh: Samuel M NIM:

Lebih terperinci

PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KORONASI BEBERAPA KELAS GRAF DENGAN GRAF LINTASAN

PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KORONASI BEBERAPA KELAS GRAF DENGAN GRAF LINTASAN PELABELAN SELIMUT H-AJAIB SUPER PADA KORONASI BEBERAPA KELAS GRAF DENGAN GRAF LINTASAN oleh HARDINA SANDARIRIA M0112041 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar

Lebih terperinci