Kata kunci: Tuberkulosis paru, tingkat kepatuhan, konsumsi obat Tuberkulosis
|
|
- Vera Atmadja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN MENGKONSUMSI OBAT PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU Factors Related to Consume The Level of Compliance in Patients Pulmonary Tuberculosis Drug Sugiono Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kapuas Raya Abstrak Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Pengobatan TB diberikan kepada penderita secara cumacuma dan dijamin ketersediannya sering mengakibatkan pasien kurang patuh dan minum obat tidak teratur. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian descriptive correlational dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB dengan jumlah total 65 orang kemudian sampel diambil sebanyak 65 responden menggunakan metode total sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square dengan taraf signifikansi 0,05. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang patuh menkonsumsi obat TB sebanyak 34 responden dan yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB sebanyak 31 responden. Dari uji statistik chi-square didapatkan tingkat pendidikan (pvalue=0,317), tingkat pengetahuan (pvalue=0,009), jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan (pvalue=0,019), dukungan pengawas minum obat (pvalue=0,002), dan dukungan tenaga kesehatan (pvalue=0,000). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan, dukungan pengawas minum obat, dan dukungan tenaga kesehatan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB pada penderita TB paru. Kata kunci: Tuberkulosis paru, tingkat kepatuhan, konsumsi obat Tuberkulosis Abstract Pulmonary tuberculosis is a disease caused by infection with Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberculosis in Indonesia about 528 thousand or be in the top three in the world after India and China. Pulmonary tuberculosis treatment given to patients free of charge and guaranteed availability often result in poorly compliant patients and to take medication irregularly. This research uses descriptive correlational research with cross sectional approach. The population in this study are patients with pulmonary tuberculosis with a total of 65 people and then the samples were taken by 65 respondents used total sampling method. Data analysis using chi-square test with a significance level of The results of this study showed that adherent Pulmonary tuberculosis drug consume as much as 34 respondents and non-adherent Pulmonary tuberculosis drugs as many as 31 respondents. From test chi-square statistic obtained level of education (p value = 0.317), knowledge (p value = 0.009), the distance or range (access) to health facilities (p value = 0.019), support supervisor taking medication (p value = 0.002), and support health workers (p value = 0.000). From this study it can be concluded that the relationship between the level of knowledge, distance or range (access) to health facilities, supervisors support taking medication, and support health workers with the level of compliance Pulmonary tuberculosis drugs in patients with pulmonary tuberculosis. Key Words: Pulmonary tuberculosis, the level of compliance, tuberculosis drug consumption 22
2 A. Pendahuluan Hakikat Pembangunan Nasional adalah menciptakan manusia Indonesia seutuhnya serta membangun seluruh masyarakat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Visi Indonesia sehat 2015 akan dicapai melalui program pembangunan kesehatan yaitu memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Pembangunan di bidang kesehatan perlu dilaksanakan dan terus ditingkatkan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional di bidang kesehatan pada dasarnya berkaitan erat dengan peningkatan mutu sumber daya manusia yang merupakan modal dasar dalam melaksanakan pembangunan (Depkes, 2008). Tuberkulosis paru (TB paru) menurut World Health Organization (WHO) merupakan masalah kesehatan penting di dunia saat ini. Tuberkulosis paru telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Sekitar 8 juta penduduk dunia diserang tuberkulosis paru dengan angka kematian 3 juta pertahun. Tahun 2007 menyatakan jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu atau berada di posisi tiga di dunia setelah India dan Cina. Peringkat Indonesia pada tahun 2009 berdasarkan laporan WHO menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (sumber WHO Global Tuberculosis Control 2010). Kalimantan Barat pada tahun 2012 ditemukan sebanyak orang penderita TB Paru dan 38 orang diantaranya meninggal dunia. Indikator cakupan Case Direction Rate (CDR) yang diharapkan adalah 70% penemuan jumlah penderita baru BTA (+) sebanyak 41,17% terjadi penurunan dengan tahun 2011 sebanyak 50,7% (Dinkes Provinsi Kal-Bar, 2012). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang penemuan penderita BTA (+) tahun terjadi penurunan dan peningkatan jumlah penderita TB Paru dengan BTA (+) pada tahun 2011 terdapat 451 kasus, dan pada tahun 2012 mengalami penurunan yaitu sebesar 418 kasus, dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu sebesar 424 kasus (Dinkes Kabupaten Sintang, 2013). Berdasarkan data tahun 2012 jumlah penduduk Kecamatan Sepauk sebanyak jiwa dengan jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sepauk sebanyak jiwa. Jumlah penderita Tuberkulosis paru dengan BTA (+) dari mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, yaitu pada tahun 2011 terdapat 65 pasien, tahun 2012 terdapat 58 pasien, dan tahun 2013 terdapat 94 pasien dengan 31 kasus belum sembuh, dan pada bulan Mei sampai Juni tahun 2014 tercatat 65 kasus yaitu 31 kasus belum sembuh dan 34 kasus penderita baru (Profil Puskesmas Sepauk, 2013). Masalah TB ini harus selalu dievaluasi untuk melihat keberhasilan pengobatan DOTS (Directly Observed Treatment Shourcourse) yang dianjurkan oleh WHO melalui pemantauan terhadap kasus-kasus baru (WHO, 2008 dalam Lailatushifah, 2012). Menurut Program Pemberantasan TB paru, tujuan pengobatan Tuberkulosis dengan Obat anti TB (OAT) jangka pendek adalah memutuskan rantai penularan dengan menyembuhkan penderita Tuberkulosis paling sedikit 85 % dari seluruh kasus Tuberkulosis BTA positif yang ditemukan dan mencegah resistensi (kuman yang kebal terhadap OAT). Tujuan pemberian OAT antara lain membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui efek bakterisid, mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan 23
3 dengan kegiatan sterilisasi (kemampuan membunuh kuman khusus yang tumbuhnya lambat), menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis (kekebalan tubuh). Pemberian OAT dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, BP4 serta Praktek Dokter Swasta dengan melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu. OAT diberikan kepada penderita secara cumacuma dan dijamin ketersediannya. Waktu yang di gunakan untuk terapi OAT adalah 6-9 bulan. Hal tersebut sering mengakibatkan pasien kurang patuh dan minum obat tidak teratur. Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Seseorang dikatakan tidak patuh dalam pengobatan apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Kepatuhan berobat penderita TB paru adalah sejauh mana perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan, sehingga dia benar-benar mematuhi segala ketentuan yang diberikan dengan tujuan agar cepat sembuh dari penyakit yang dideritanya. Berdasarkan teori Green (1980), dapat dikatakan bahwa kepatuhan penderita TB Paru untuk minum obat secara teratur adalah merupakan tindakan yang nyata dalam bentuk kegiatan yang dapat dipengaruhi oleh tiga faktor meliputi faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Faktor predisposisi yaitu sikap, keyakinan, nilai-nilai, persepsi individu dan kelompok, status sosial ekonomi, umur, tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan. Faktor pemungkin meliputi pelayanan kesehatan, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu pelayanan, dan ketrampilan petugas. Sedangkan faktor penguat berasal dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. B. Metode Jenis atau rancangan penelitian ini adalah descriptive correlational yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel dependen dan variabel independen dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Metode penelitian dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan atau sekali waktu (Notoatmodjo, 2005). Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat pada penderita TB dan kemudian menganalisa hubungan faktor faktor tersebut. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti (Elfindri, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kasus yang menderita TB Paru pada tahun 2014 sebanyak 65 penderita yang tercatat di Puskesmas Sepauk Sintang Kabupaten Sintang. Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling yaitu teknik penentuan sampel mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2009) yang memenuhi kriteria sampel untuk menjadi sampel dalam penelitian. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 65 responden. C. Hasil 1. Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden menurut Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang Tingkat Kepatuhan Jumlah (%) Patuh 34 52,3 Tidak Patuh 31 47,7 24
4 Total Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa tingkat kepatuhan responden mengkonsumsi obat TB hampir merata. Responden penderita TB paru paling banyak patuh mengkonsumsi obat TB sebanyak 34 orang (52,3%) sedangkan yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB sebanyak 31 orang (47,7%). 2. Analisis Bivariat Tabel 2 Distribusi Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Mengkonsumsi Obat TB menurut Tingkat Pendidikan di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang Tingkat Kepatuhan Total Variabel Patuh Tidak Patuh OR P n % n % n % 95% Value Pendidikan Tinggi 15 62,5 9 37, ,930 0,317 Rendah 19 46, , Pengetahuan Baik 23 69, , ,391 0,009 Kurang 11 34, , Jarak atau Dekat 27 64, , ,114 0,019 Jangkauan Jauh 7 30, , PMO Mendukung 19 79,2 5 20, ,587 0,002 T Mndukung 15 36, , Tenaga Mendukung 19 90,5 2 9, ,367 0,000 Kesehatan T Mndukung 15 34, , Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan pendidikan rendah sebanyak 19 responden (46,3%) lebih tinggi dibandingkan responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan pendidikan tinggi sebanyak 15 responden (62,5%). Sedangkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan pendidikan rendah sebanyak 22 responden (53,7%) lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan pendidikan tinggi sebanyak 9 responden (37,5%). Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,317 > α = 0,05 artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan obat TB pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang tahun Hasil analisis diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 1,930 (0,68-5,40), artinya penderita TB yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1 2 kali untuk tidak patuh mengkonsumsi obat TB dibanding penderita TB yang berpendidikan tinggi. Responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan pengetahuan baik sebanyak 23 responden (69,7%) lebih tinggi dibandingkan responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan pengetahuan kurang sebanyak 11 responden (34,4%). Sedangkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan pengetahuan kurang sebanyak 21 responden (65,6%) lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan pengetahuan baik sebanyak 10 responden (30,3%). Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,009 < α = 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan 25
5 obat TB pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang tahun Hasil analisis diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,391 (1,55-12,43), artinya penderita TB yang berpengetahuan kurang mempunyai peluang 4-5 kali untuk tidak patuh mengkonsumsi obat TB dibanding penderita TB yang berpengetahuan baik. Responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan dekat sebanyak 27 responden (64,3%) lebih tinggi dibandingkan responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan jauh sebanyak 7 responden (30,4%). Sedangkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan tidak terjangkau sebanyak 16 responden (69,6%) lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan terjangkau sebanyak 15 responden (35,7%) Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,019 < α = 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang tahun Hasil analisis diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 4,114 (1,38-12,23), artinya penderita TB yang jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan jauh mempunyai peluang 4-5 kali untuk tidak patuh mengkonsumsi obat TB dibanding penderita TB yang jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan dekat. Responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan mendapat dukungan pengawas minum obat sebanyak 19 responden (79,2%) lebih tinggi dibandingkan responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan tidak mendapat dukungan pengawas minum obat sebanyak 15 responden (36,6%). Sedangkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan tidak mendapat dukungan pengawas minum obat sebanyak 26 responden (63,4%) lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan mendapat dukungan pengawas minum obat sebanyak 5 responden (20,8%). Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,009 < α = 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan pengawas minum obat dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang tahun Hasil analisis diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 6,587 (2,04-21,27), artinya penderita TB yang tidak mendapat dukungan pengawas minum obat mempunyai peluang 6-7 kali untuk tidak patuh mengkonsumsi obat TB dibanding penderita TB yang mendapat dukungan pengawas minum obat. Responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan mendapat dukungan tenaga kesehatan sebanyak 19 responden (90,5%) lebih tinggi dibandingkan responden yang patuh mengkonsumsi obat TB dengan tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan sebanyak 15 responden (34,1%). Sedangkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan sebanyak 29 responden (65,9%) lebih tinggi dibandingkan responden yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB dengan mendapat dukungan tenaga kesehatan sebanyak 2 responden (9,5%). Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,000 < α = 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan obat TB pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang tahun Hasil analisis diperoleh nilai Odds Ratio (OR) = 18,367 (3,76-89,59), artinya 26
6 penderita TB yang tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan mempunyai peluang kali untuk tidak patuh mengkonsumsi obat TB dibanding penderita TB yang mendapat dukungan tenaga kesehatan. D. Pembahasan 1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan penderita TB paru mengkonsumsi obat TB diperoleh bahwa ada sebanyak 9 (37,5%) penderita TB yang berpendidikan tinggi tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Sedangkan diantara penderita TB yang berpendidikan rendah, ada 22 (53,7%) yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,317 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Widagdo (2002) yang menyatakan tidak ada hubungan pendidikan dengan kepatuhan penderita dalam pengobatan tuberkulosis paru. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Eka (2009) yang menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna antara responden yang berpendidikan tinggi dengan responden yang berpendidikan rendah dengan kepatuhan minum obat tuberkulosis paru. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusnita (2008) didapatkan adanya perbedaan yang signifikan (p = 0,000) antara kepatuhan pada masingmasing tingkat pendidikan. Dan dari analisis correlations Spearman test didapat adanya korelasi positif rendah yang signifikan (p = 0,000) antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada penderita tuberkulosis paru. Hal yang sama juga dari hasil penelitian Sutarji (2008) bahwa pendidikan (p=0,000) berkaitan secara signifikan dengan kepatuhan penderita tuberkulosis paru untuk minum obat anti tuberkulosis pada pengobatan tahap intensif. Tidak adanya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat disebabkan karena pendidikan formal tidak mengajarkan bagaimana seseorang menyikapi penyakitnya, pendidikan hanya membentuk pola pikir seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang seharusnya bisa membuat seseorang menjadi lebih kritis, namun yang tergambar dalam penelitian ini menunjukan hal sebaliknya karena itu data yang ada menegaskan bahwa pendidikan yang tinggi belum tentu pengetahuan tentang penyakit tuberkulosisnya juga baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha dan tindakan yang bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan manusia. Pendidikan diperoleh melalui proses belajar yang khusus diselenggarakan dalam waktu tertentu, tempat tertentu dan kurikulum tertentu, namun dapat diperoleh dari bimbingan yang diselenggarakan sewaktu-waktu dengan maksud mempertinggi kemampuan. Pendidikan yang cukup merupakan dasar dalam pengembangan daya nalar serta sarana untuk menerima pengetahuan. Pengetahuan yang diterima selain diperoleh dari jalur pendidikan juga dapat diperoleh informasi dari petugas kesehatan agar masyarakat dapat berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Informasi tersebut dapat diberikan melalui media komunikasi meliputi media elektronik (televisi, radio), media papan yang di pasang di tempat-tempat umum disampaikan kepada masyarakat (Notoatmojo, 2010). Dengan demikian pengetahuan seseorang tentang kesehatan khususnya penyakit Tuberkulosis tidak berhubungan dengan tingkat pendidikan. 27
7 Hasil penelitian menunjukan bahwa penderita TB paru yang berpendidikan tinggi kecenderungan untuk patuh lebih tinggi dibandingkan dengan penderita TB paru yang berpendidikan rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari teori yang dikemukan oleh Notoatmojo (2010) bahwa pendidikan adalah suatu usaha menanamkan pengertian dan tujuan agar pada diri manusia (masyarakat) tumbuh pengertian, sikap dan perbuatan positif. Tingkat pendidikan yang rendah akan susah mencerna pesan atau informasi yang disampaikan. 2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan penderita TB paru mengkonsumsi obat TB diperoleh bahwa ada sebanyak 10 (30,3%) penderita TB yang berpengetahuan baik tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Sedangkan diantara penderita TB yang berpengetahuan kurang ada 21 (65,6%) yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,009 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan obat TB. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sholikhah dan Listyorini (2011) didapatkan p value 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat penderita TB. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Ariani dan Isnanda (2013) mengemukakan berdasarkan analisa statistik korelasi Spearman pada derajat kebebasan dengan α = 0.05 diperoleh ρ value = dan p value = untuk hubungan pengetahuan dengan kepatuhan, ini terdapat hubungan positif sedang dengan interpretasi memadai antara pengetahuan dengan kepatuhan penderita Tuberkulosis dalam program pengobatan TB paru. Hasil yang sama juga pada penelitian yang dilakukan oleh Eka (2009) mengemukakan adanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat TB paru (p value =0,028 < α = 0.05). Adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmojo (2010) bahwa pengetahuan merupakan seluruh hasil tahu yang ada pada seseorang dari hasil penginderaan terhadap sesuatu objek yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek tersebut. Sumber pengetahuan sebagian besar didapat dari penginderaan menggunakan telinga dan mata. Pengetahuan yang baik merupakan dasar seseorang melakukan perilaku yang baik. Tindakan seseorang menghadapi masalah kesehatan pada dasarnya dipengaruhi pengetahuan. Jadi semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin patuh penderita TB paru dalam berobat (Notoatmojo, 2010). Erawatiningsih (2009) menyatakan semakin tinggi pengetahuan maka akan semakin patuh berobat. Informasi yang diberikan oleh petugas kesehatan tentang TB paru, bahaya akibat ketidakteraturan berobat dan pencegahannya. 3. Hubungan Jarak atau Jangkauan (Akses) ke Fasilitas Kesehatan dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB Hasil analisis hubungan antara jarak atau jangkauan (akses) fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan penderita TB paru mengkonsumsi obat TB diperoleh bahwa ada sebanyak 15 (35,7%) penderita TB yang jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan terjangkau tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Sedangkan diantara penderita TB yang jarak atau jangkauan 28
8 (akses) ke fasilitas kesehatan tidak terjangkau ada 16 (69,6%) tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,019 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara jarak atau jangkauan (akses) fasilitas kesehatan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ulfi (2014) menunjukkan bahwa jarak tempat tinggal pasien dengan pusat pengobatan (p value = 0,004 < α = 0,05) mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan dalam pengobatan TB paru. Hal yang sama juga pada penelitian Sutarji (2008) yang menyatakan, jarak pelayanan (p value =0,049) berkaitan secara signifikan dengan kepatuhan penderita TB paru untuk minum obat anti TB pada pengobatan tahap insentif. Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Pohan (2004) bahwa akses pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Salah satunya yaitu keadaan/ geografis yang dapat diukur dengan jarak, lama perjalanan, jenis transportasi dan atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini sependapat Goni (1981, dalam Widagdo, 2002) menyebutkan bahwa faktor jarak adalah suatu faktor penghambat untuk pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pendapat yang dikemukakan oleh Green (1980) dan Andersen (1968, dalam Notoatmojo, 2010) dalam teori yang menyatakan bahwa transportasi termasuk faktor pendukung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, tersedianya sarana transportasi akan memberi kemudahan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini menimbulkan bahwa adanya kemauan memanfaatkan pelayanan kesehatan karena faktor kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang ditujukan oleh adanya rasa sakit baik secara fisik maupun psikis yang dirasakan untuk upaya penyembuhan. 4. Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB Hasil analisis hubungan antara dukungan pengawas minum obat dengan tingkat kepatuhan penderita TB paru mengkonsumsi obat TB diperoleh bahwa ada sebanyak 5 (20,8%) penderita TB yang mendapat dukungan pengawas minum obat tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Sedangkan diantara penderita TB yang tidak mendapat dukungan pengawas minum obat ada 26 (63,4%) yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Hasil uji statistik diperoleh p value = 0,002 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan pengawas minum obat dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Paramani (2013) menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan pengawas minum obat dengan kepatuhan berobat pasien TB paru (p value =0,001 < α =0,05). Hasil yang sama juga dari penelitian yang dilakukan oleh Abdurahim (2006) menunjukan berdasarkan analisis statistik ketidakpatuhan penderita TB paru dalam menyelesaikan pengobatan berhubungan dengan ketidak keaktifan dari pengawas minum obat (p value = 0,009 < α = 0,05). Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Zuliana (2009) yang menunjukkan bahwa peran pengawas minum obat mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru (p value = 0,000 < α =0,05) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh 29
9 PMO untuk menjamin penderita TB paru menyelesaikan pengobatannya dengan minum obat secara teratur di depan PMO, oleh sebab itu, PMO perlu mendapatkan penyuluhan bersama dengan penderita sehingga pengobatan dapat mencapai target yang ditetapkan (Depkes RI, 2007). PMO dapat meningkatkan kepatuhan berobat sehingga penderita cenderung akan mengkonsumsi obat dengan teratur (Zuliana, 2009). PMO bertugas untuk mengawasi dan memberikan dukungan kepada pasien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dengan dosis yang tepat selama enam bulan. Jika penderita TB tidak patuh untuk melaksanakan pengobatan TB secara teratur selama perjalanan enam bulan, maka pengobatan yang telah dijalankan dapat dikatakan gagal dan pengobatan dimulai kembali dari awal. 5. Hubungan Dukungan Tenaga Kesehatan dengan Tingkat Kepatuhan Mengkonsumsi Obat TB Hasil analisis hubungan antara dukungan tenaga kesehatan dengan tingkat kepatuhan penderita TB paru mengkonsumsi obat TB diperoleh bahwa ada sebanyak 2 (9,5%) penderita TB yang mendapat dukungan tenaga kesehatan tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Sedangkan diantara penderita TB yang tidak mendapat dukungan tenaga kesehatan ada 29 (65,9%) yang tidak patuh mengkonsumsi obat TB. Hasil uji statistik diperoleh p value =0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara dukungan tenaga kesehatan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat TB. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2010) yang menunjukan adanya hubungan yang bermakna dukungan tenaga kesehatan dalam kepatuhan penatalaksanaan pengobatan pada penderita TB paru (p value = 0,002 < α =0,05). Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Zuliana (2009) yang menunjukkan bahwa peran pelayanan kesehatan mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru (p value = 0,000 < α =0,05) Dukungan profesi kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan penderita. Dukungan mereka terutama berguna pada saat penderita menghadapi kenyataan bahwa perilaku sehat yang baru itu merupakan hal yang penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari penderita, dan secara terus menerus memberikan yang positif bagi penderita yang telah mampu beradaptasi dengan program pengobatanya. Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Tidak seorang dapat mematuhi intruksi jika salah paham tentang intruksi yang diberikan padanya. Namun kadangkadang hal ini bisa juga disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah medis dan memberikan banyak intruksi yang harus iingat oleh pasien (Niven, 2008). Pengawasan yang dilakukan penuh selama jangka waktu pengobatan antara lain melalui kunjungan rumah oleh petugas kesehatan maka diharapkan penderita TB paru akan teratur berobat. Kualitas interaksi antara professional kesehatan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan (Zuliana, 2009). E. Kesimpulan Tidak ada hubungan tingkat pendidikan obat pada penderita TB paru, ada hubungan tingkat pengetahuan dengan tingkat 30
10 kepatuhan mengkonsumsi obat pada penderita TB paru, ada hubungan jarak atau jangkauan (akses) ke fasilitas kesehatan obat pada penderita TB paru, ada hubungan dukungan pengawas minum obat dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat pada penderita TB paru, ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan tingkat kepatuhan mengkonsumsi obat pada penderita TB paru di Puskesmas Sepauk Kabupaten Sintang. DAFTAR PUSTAKA Abdurahim Hubungan Keaktifan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan Tingkat Kepatuhan Penderita TB-Paru dalam Menyelesaikan Pengobatan di Puskesmas Kalijaga Kota Cirebon. Tesis tidak diterbitkan. Universitas Diponegoro: Semarang Ariani, Y dan Isnanda, C.D Hubungan Pengetahuan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan dalam Program Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Teladan Medan. Skripsi tidak diterbitkan. USU: Medan Departemen Kesehatan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Profil Kesehatan: Kasus TB Paru. Dinas Kabupaten Sintang Profil Kesehatan: Kasus TB Paru. Eka K.A Hubungan antara Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru dengan Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Kayen Kabupaten Pati. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Semarang: Semarang. Elfindri dkk, Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Baduose Media Jakarta Erawatiningsih, E.dkk Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Berobat Pada Penderita Tuberculosis Paru. Berita Kedokteran Masyarakat, 25, Lailatushifah, S.N.F Kepatuhan Pasien yang Menderita Penyakit Kronis dalam Mengkonsumsi Obat Harian, Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Mercubuana: Yogyakarta Niven, N Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk Perawat dan Profesional. Jakarta : EGC Notoatmodjo, S Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, PT Rineka Cipta Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Pohan, I.S Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan: Dasar-dasar Pengertian dan Penerapan,Jakarta ; EGC Puskesmas Sepauk Profil Puskesmas: Kasus TB Paru Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV. Alfabeta: Bandung Sutarji Faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru untuk Minum Obat Anti Tuberkulosis pada Pengobatan Tahap Intensif di Puskesmas Selomerto Wonosobo. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Pembangunan Nasional: Yogyakarta Ulfi, M Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepatuhan Pasien Pengobatan TB paru di Rumah Sakit dr. Soebandi Jember. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Negeri Jember: Jember Widagdo, W Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Penderita Mengenai Pengobatan Tuberkulosis dalam Konteks Keperawatan Komunitas di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan Tahun Tesis tidak diterbitkan. Universitas Indonesia: Jakarta 31
11 World Health Organization Global Tuberculosis Report Geneva:Global Tuberculosis Programme WHO, 1998: p 46. Yusnita, D Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis pada Penderita Tuberkulosis Paru Studi Korelasional di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Diponegoro: Semarang. Zuliana, I Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan, dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru dalam Pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan. Skripsi tidak diterbitkan. USU: Medan 32
BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Kumar dan Clark, 2012). Tuberkulosis (TB) merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG World Organization Health (WHO) sejak tahun 1993 mencanangkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan tuberkulosis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Nasional, karena kesehatan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Djojodibroto, 2009). Indonesia merupakan negara dengan kasus TB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan adanya peradangan pada parenkim paru oleh mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman jenis aerob
Lebih terperinciPRATIWI ARI HENDRAWATI J
HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat
Lebih terperinciHUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016
HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 Yurida Olviani Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang organ paru-paru. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang tertua yang dikenal oleh manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian masyarakat Indonesia agar dapat hidup sejahtera lahir batin dan berkualitas. Salah satu upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyebab kematian utama yang diakibatkan oleh infeksi. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS GATAK
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS GATAK Abstract Luluk Faizati Sholikhah* Dewi Listyorini** Tuberculosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional
Lebih terperinciArtikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Nitari Rahmi 1, Irvan Medison 2, Ifdelia Suryadi 3
345 Artikel Penelitian Hubungan Tingkat Kepatuhan Penderita Tuberkulosis Paru dengan Perilaku Kesehatan, Efek Samping OAT dan Peran PMO pada Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas Seberang Padang September
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
Lebih terperinciSKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas
SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis dan menular yang erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dan perilaku masyarakat. TB disebabkan oleh mycobacterium
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization
Lebih terperinciABSTRACT. Keywords: Supervisory Swallowing Drugs, Role of Family, Compliance Drinking Drugs, Tuberculosis Patients ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SARIO KOTA MANADO Andri Saputra Yoisangadji 1), Franckie R.R
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Laporan World Health Organitation (WHO) tahun 2010 menyatakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran penyakit Tuberkulosis yang begitu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak negara, pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya Pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk agar
Lebih terperinciHUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS DELANGGU KABUPATEN KLATEN
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN KESEMBUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS DELANGGU KABUPATEN KLATEN Aris Widiyanto Akper Mamba'ul 'Ulum Surakarta Abstract: Compliance Take Medicine
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru, yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat menyebar kebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (FK-UI, 2002).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agenda Millenium Development Goals (MDGs) menitikberatkan pada upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diindikasikan dari beberapa indikator pencapaian.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun) telah lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun demikan TBC dapat disembuhkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis dan Africanum. Organisme ini disebut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kuman ini memiliki sifat khusus tahan asam, cepat mati dengan sinar
Lebih terperinciJ. Teguh Widjaja 1, Hartini Tiono 2, Nadia Dara Ayundha 3 1 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TB PARU DEWASA DI RS IMMANUEL BANDUNG DENGAN DOTS DAN RS MITRA IDAMAN BANJAR TANPA DOTS THE FACTORS RELATED TO TB ADULT PATIENT
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang bersifat menular. Mycobacterium Tuberculosis telah menginfeksi sepertiga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun strategi DOTS telah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis (Hiswani, 2004). Penularan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi menular penyebab kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus (HIV). Menurut survei
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru,
Lebih terperinciJurnal Care Vol. 3, No. 2, Tahun 2015 PENGETAHUAN PASIEN TUBERCULOSIS BERIMPLIKASI TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT
5 PENGETAHUAN PASIEN TUBERCULOSIS BERIMPLIKASI TERHADAP KEPATUHAN BEROBAT Anita Yeti 1 ), Erlisa Candrawati 2 ), Ragil Catur A.W ) 1, 2, ) Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan
Lebih terperinciHubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang
724 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang Ivan Putra Siswanto 1, Yanwirasti 2, Elly Usman 3 Abstrak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana kegagalan penderita TB dalam pengobatan TB yang masih tinggi walau penanggulan TB sudah dilakukan
Lebih terperinciSAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TBC yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia adalah pembunuh menular yang paling banyak membunuh orang muda dan orang dewasa di dunia. TBC membunuh 8000 orang
Lebih terperinciArtikel Penelitian. thedots strategysince 1995.Based on the annual report of Padang City Health Department in 2011, the treatment. Abstrak.
207 Artikel Penelitian Hubungan Pelaksanaan Strategi Directly Observed Treatment Short Course dengan Hasil Pengobatan Tuberkulosis Paru Puskesmas Padang Pasir Kota Padang 2011-2013 Nurmadya 1, Irvan Medison
Lebih terperinciHUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penghentian pengobatan sebelum waktunya (drop out) di Indonesia merupakan faktor terbesar dalam kegagalan pengobatan penderita tuberkulosis yang besarnya 50%. Drop out
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
Lebih terperinciKata Kunci : Peran PMO, Kepatuhan minum obat, Pasien tuberkulosis paru. Pengaruh Peran Pengawas... 90
PENGARUH PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGAWI KABUPATEN NGAWI Erwin Kurniasih, Hamidatus Daris Sa adah Akademi Keperawatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang belum dapat diselesaikan sampai saat ini, salah satu penyakit menular tersebut adalah Tuberkulosis. Tuberkulosis
Lebih terperinciNurhayati Jumaelah 1, Ns. Yunie Armiyati, M.Kep, Sp.KMB 2, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 3
1 HUBUNGAN ANTARA KINERJA PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN PENDERITA TB PARU DENGAN STRATEGI DOTS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Nurhayati Jumaelah 1, Ns. Yunie Armiyati, M.Kep,
Lebih terperinciAri Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK
Hambatan-Hambatan Pada Pelaksanaan Terapi Tuberkulosis dan Cara Mengatasinya di Balai Pengobatan penyakit Paru-Paru (BP4) Unit Minggiran Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Ilmu Keperawatan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS GATAK
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS GATAK NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TUBERKULOSIS DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS Cemy Nur Fitria 1 Anik Mutia 2 STIKES PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Jl. Tulang Bawang Selatan No. 6 RT 02 RW XXXII
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi TB Paru di Indonesia dan negara negara sedang berkembang lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB Paru di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita
Lebih terperinci2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Dasar-dasar Perhitungan statistika. Jakarta: Sagung Seto
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Dasar-dasar Perhitungan statistika. Jakarta: Sagung Seto Arlija, I. 2006. Dukungan sosial pada pasien tb paru terminal yang melakukan terapi. Skripsi tidak dipublikasikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat yang penting, karena masalah yang ditimbulkan bukan hanya masalah
Lebih terperinciHUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI DENGAN KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DIPUSKESMAS CAWAS Wiwin Hindriyawati 1, Rosalina 2,Wahyuni 2 INTISARI Latar Belakang: Prevalensi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia hingga saat ini, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis, karena pada sebagian besar negara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pengambilan data dimulai 14 september 2015 sampai 24 september 2015. Sumber penelitian diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet atau percikan dahak yang menyebar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang organ paru-paru. TB paru diperkirakan sudah ada di dunia sejak 5000 tahun sebelum masehi. Kemajuan
Lebih terperinci