BUPATI KUANTANSINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BUPATI KUANTANSINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA"

Transkripsi

1 BUPATI KUANTANSINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung perkembangan desa dan penyelenggaraan pemerintahan desasehingga perlu diberdayakan menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa dalam rangka mewujudkan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan desa, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, mempercepat kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan desa dan meningkatkan daya saing desasehingga perlu dilakukan pengaturan tentang Penataan Desa dan Pemerintahan Desa; c. bahwa penataan dan pemerintahan desa perlu dilakukan penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penataan dan Pemerintahan Desa; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 1

2 2. Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 181, tambahan Lembaran Negara Nomor 3902), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan,Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880) ; 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717); 2

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHKABUPATEN KUANTAN SINGINGI dan BUPATI KUANTAN SINGINGI MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Kuantan Singingi. 2. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesiaa yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 6. Bupati adalah Bupati Kuantan Singingi. 7. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Kabupaten Kuantan Singingi yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 8. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat berdasarkan prakarsa 3

4 masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Desa persiapan adalah bagian dari satu atau lebih desa yang bersanding yang dipersiapkan untuk dibentuk menjadi Desa baru. 10. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 11. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 12. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan desa yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 13. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. 14. Pemilihan Kepala Desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih Kepala Desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 15. Panitia pemilihan Kepala Desa Tingkat Kabupaten yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan Kabupaten adalah panitia yang dibentuk Bupati pada tingkat Daerah dalam mendukung pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. 16. Panitia Pemilihan Kepala Desa Tingkat Desa yang selanjutnya disebut Panitia Pemilihan adalah Panitia yang dibentuk oleh BPD untuk menyelenggarakan proses Pemilihan Kepala Desa. 17. Calon Kepala Desa adalah bakal calon Kepala Desa yang telah ditetapkan oleh panitia pemilihan sebagai calon yang berhak dipilih menjadi Kepala Desa. 18. Calon Kepala Desa Terpilih adalah calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Desa. 19. Penjabat Kepala Desa adalah seorang pejabat yang diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan tugas, hak dan wewenang serta kewajiban Kepala Desa dalam kurun waktu tertentu. 20. Pemilih adalah penduduk desa yang bersangkutan dan telah memenuhi persyaratan untuk menggunakan hak pilih dalam pemilihan Kepala Desa. 4

5 21. Daftar Pemilih Sementara adalah daftar pemilih yang disusun berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum terakhir yang telah diperbaharui dan dicek kembali atas kebenarannya serta ditambah dengan pemilih baru. 22. Daftar Pemilih Tambahan adalah daftar pemilih yang disusun berdasarkan usulan dari pemilih karena yang bersangkutan belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Sementara. 23. Daftar Pemilih Tetap adalah daftar pemilih yang telah ditetapkan oleh Panitia Pemilihan sebagai dasar penentuan identitas pemilih dan jumlah pemilih dalam pemilihan Kepala Desa. 24. Kampanye adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh Calon Kepala Desa untuk meyakinkan para pemilih dalam rangka mendapatkan dukungan. 25. Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disingkat TPS adalah tempat dilaksanakannya pemungutan suara. 26. Penggabungan desa adalah bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa dan penggabungan beberapa desa menjadi 1 (satu) desa baru. 27. Pembentukan desa adalah merupakan tindakan mengadakan desa baru diluar desa yang ada. 28. Penghapusan desa adalah penghapusan kode desa dalam hal terdapat kepentingan program nasional yang strategis atau karena bencana alam. 29. Hari adalah hari kerja. 30. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi: a. Penataan Desa; dan b. Pemerintahan Desa. BAB II PENATAAN DESA Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan Penataan Desa berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: 5

6 a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan e. meningkatkan daya saing Desa. (3) Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pembentukan; b. penggabungan; c. penghapusan; d. perubahan status; dan e. penetapan Desa. Bagian Kedua Pembentukan Desa Pasal 4 (1) Pembentukan Desa dapat diprakarsai oleh pemerintah daerah atau masyarakat. (2) Pemerintah Daerah dalam memprakarsai pembentukan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan atas hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa di Daerah. (3) Masyarakat dalam memprakarsai pembentukan Desa harus mempertimbangkan: a. asal usul; b. adat istiadat; c. kondisi sosial budaya masyarakat Desa; dan d. kemampuan dan potensi Desa. Pasal 5 Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat berupa: a. pemekaran dari 1 (satu) Desa menjadi 2 (dua) Desa atau lebih; atau b. penggabungan bagian Desa dari Desa yang bersanding menjadi 1 (satu) Desa atau penggabungan beberapa Desa menjadi 1 (satu) Desa baru. Paragraf 1 Syarat-Syarat Pembentukan Desa Pasal 6 (1) Pembentukan Desa yang diprakarsai oleh pemerintah dan pemerintah daerah adalah terhadap kawasan yang bersifat khusus dan strategis. (2) Pembentukan Desa yang diprakarsai oleh masyarakat harus memenuhi syarat : 6

7 a. batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan; b. jumlah penduduk paling sedikit (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; c. wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah; d. sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa; e. memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung; f. batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa; g. sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; h. tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;dan i. cakupan wilayah desa terdiri atas dusun atau dengan sebutan lain. Paragraf 2 Mekanisme dan Tata Cara Pasal 7 (1) Pembentukan desa yang diprakarsai oleh pemerintah daerah: a. pemerintah daerah melakukan pembahasan terhadap rencana pembentukan desa yang selanjutnya disosialisasikan kepada pemerintah desa dan masyarakat desa yang akan dibentuk. b. pemerintah daerah menugaskan pemerintah desa yang didampingi oleh pemerintah kecamatan untuk memfasilitasi dan mempersiapkan pelaksanaan musyawarah desa dengan unsur penyelenggara pemerintahan desa tentang rencana pembentukan desa. c. BPD menyelenggarakan musyawarah desa sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk mendapatkan kesepakatan pembentukan desa. d. hasil musyawarah desa pada huruf c dituangkan dalam berita acara hasil musyawarah desa disampaikan kepada Bupati melalui Camat. e. pemerintah daerah menetapkan Peraturan Bupati tentang desa persiapan. (2) Pembentukan desa melalui pemekaran/penggabunganyang diprakarsai oleh masyarakat : a. adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk pemekaran/penggabungan desa ; 7

8 b. masyarakat mengajukan usul pemekaran/penggabungankepada BPD dan kepala desa; c. BPD mengadakan rapat bersama kepala desa untuk membahas usul masyarakat tentang pemekaran desa, yang kesepakatan rapat tersebut dituangkan dalam berita acara hasil rapat BPD tentang pemekaran desa dan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan desa tentang rencana pemekaran desa dan keputusan bersama BPD dan para kepala desa yang bersangkutan untuk pembentukan desa melalui penggabungan; d. Peraturan Desa sebagaimana diamaksud huruf c, sekurang-kurangnya memuat : nama, luas wilayah, batas wilayah administrasi pemerintahan, jumlah penduduk, jumlah dusun, peta wilayah, potensi desa, sarana dan prasarana desa; e. Kepala Desa mengajukan usul pemekaran desa kepada Bupati melalui Camat dalam bentuk proposal disertai dengan Peraturan Desa dan berita acara hasil rapat BPD; f. Kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan Penggabungan Desa kepada Bupati dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan bersama; g. Camat memberikan rekomendasi dan meneruskan usulan pemekaran desa kepada Bupati; h. Camat terkait memberikan rekomendasi untuk penggabungan; i. dengan memperhatikan dokumen usulan pembentukan desa, Bupati membentuk Tim Pembentukan Desa Persiapan; (3) Tim Pembentukan Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i paling sedikit terdiri atas: a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. camat;dan c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah,pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. (4) Tim pembentukan Desa Persiapan mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan pembentukan Desa Persiapan. (5) Verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa verifikasi administrasi dan teknis. (6) Hasil tim pembentukan Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk Desa Persiapan. 8

9 (7) Dalam hal rekomendasi Desa Persiapan dinyatakan layak, Bupati menetapkan Peraturan Bupati tentang Pembentukan Desa Persiapan. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 8 Desa Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun sejak ditetapkan sebagai Desa Persiapan. Pasal 9 (1) Bupati menyampaikan Peraturan Bupati tentang Pembentukan Desa Persiapan kepada Gubernur. (2) Berdasarkan Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur menerbitkan surat yang memuat kode register Desa Persiapan. (3) Kode register Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bagian dari kode Desa induknya. (4) Surat Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan sebagai dasar bagi Bupati untuk mengangkat penjabat Kepala Desa Persiapan. (5) Penjabat Kepala Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah untuk masa jabatan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali dalam masa jabatan yang sama. (6) Penjabat Kepala Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bertanggung jawab kepada Bupati melalui Kepala Desa induknya. (7) Penjabat Kepala Desa Persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mempunyai tugas melaksanakan tugas Desa persiapan meliputi: a. penetapan batas wilayah Desa sesuai dengan kaidah kartografis; b. pengelolaan anggaran operasional Desa Persiapan yang bersumber dari APB Desa induk; c. pembentukan struktur organisasi; d. pengangkatan perangkat Desa; e. penyiapan fasilitas dasar bagi penduduk Desa; f. pembangunan sarana dan prasarana Pemerintahan Desa; g. pendataan bidang kependudukan, potensi ekonomi, inventarisasi pertanahan serta pengembangan sarana ekonomi, pendidikan, dan kesehatan; dan 9

10 h. pembukaan akses perhubungan antardesa. (8) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Penjabat Kepala Desa mengikutsertakan partisipasi masyarakat Desa. Pasal 10 (1) Penjabat Kepala Desa Persiapan melaporkan perkembangan pelaksanaan Desa Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) kepada: a. Kepala Desa induk; dan b. Bupati melalui camat. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Bupati kepada tim untuk dikaji dan diverifikasi. (4) Tim pengkajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk oleh Bupati paling sedikit terdiri atas unsur : a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. camat; dan c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah,pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. (5) Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyatakan Desa Persiapan tersebut layak menjadi Desa, Bupati menyusun rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan Desa Persiapan menjadi Desa. Pasal 11 (1) Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa diundangkan setelah mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode Desa dari Pemerintah. (2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas wilayah Desa. Pasal 12 Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5) menyatakan Desa Persiapan tersebut tidak layak menjadi Desa, Desa Persiapan dihapus dan wilayahnya kembali ke Desa induk. 10

11 Bagian Ketiga Penghapusan Desa Pasal 13 (1) Desa dapat dihapus karena : a. bencana alam; dan/ atau b. kepentingan program nasional dan/atau daerah yang strategis;dan/ atau c. penggabungan. (2) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi wewenang Pemerintah Pusat. (3) Penghapusan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akibat penggabungan terlebih dahulu dimusyawarahkan oleh Pemerintah Desa dan BPD dengan masyarakat desa. (4) Hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam Peraturan Desa dan selanjutnya disampaikan kepada Bupati melalui Camat (5) Pemerintah daerah mengusulkan penghapusan desa kepada Menteri melaui Gubernur baik karena bencana alam dan/atau kepentingan program nasional yang strategis dan/ atau penggabungan. (6) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menteri bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah melakukan pembahasan untuk penghapusan desa. (7) Dalam hal hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah disepakati, Menteri menerbitkan keputusan Menteri tentang persetujuan penghapusan desa dan penghapusan kode desa untuk selanjutnya disampaikan kepada Bupati. (8) Berdasarkan Keputusan Menteri tentang persetujuan penghapusan desa dan penghapusan kode desa, Bupati menyusun rancangan peraturan daerah tentang penghapusan desa. Perubahan status desa meliputi; a. Desa menjadi kelurahan; b. Kelurahan menjadi desa; c. Desa adat menjadi desa; dan d. Desa menjadi desa adat. Bagian Keempat Perubahan Status Paragraf 1 Umum Pasal 14 11

12 Paragraf 2 Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan Pasal15 (1) Perubahan status Desa menjadi kelurahan dilakukan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat. (2) Perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. luas wilayah tidak berubah; b. jumlah penduduk paling sedikit (lima ribu) jiwa atau (seribu) kepala keluarga; c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan kelurahan; d. potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha jasa dan produksi, serta keanekaragaman mata pencaharian; e. kondisi sosial budaya masyarakat berupa keanekaragaman status penduduk dan perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan jasa; dan f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan. Pasal 16 (1) Tata cara pengajuan perubahan status desa menjadi kelurahan adalah sebagai berikut : a. adanya prakarsa pemerintah desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat Desa setempat. b. prakarsa,saran dan pendapat masyarakat Desa setempat sebagaimana dimaksud pada huruf a dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa. c. kesepakatan hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada huruf b dituangkan ke dalam bentuk Keputusan Hasil Musyawarah Desa. d. keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada huruf c disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat sebagai usulan perubahan status Desa menjadi Kelurahan. e. Bupati membentuk tim untuk melakukan kajian dan verifikasi usulan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada huruf d. f. tim kajian dan verifikasisebagaimana dimaksud pada huruf e dibentuk oleh Bupati paling sedikit terdiri atas unsur : 12

13 i. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; ii. camat; dan iii. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan. g. Verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf e berupa verifikasi administrasi dan teknis. h. Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf emenjadi masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi Kelurahan. i. Dalam hal Bupati menyetujui usulan perubahan status Desa menjadi Kelurahan, Bupati menyampaikan rancangan Peraturan Daerah mengenai perubahan status Desa menjadi Kelurahan kepada DPRD untuk dibahas dan disetujui bersama. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf g diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 17 Apabila hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16huruf g menyatakan perubahan status Desa menjadi Kelurahan tersebut tidak layak menjadi Kelurahan, Desa tersebut tetapmenjadi Desa. Pasal 18 (1) Kepala Desa, perangkat Desa, dan anggota BPD dari Desa yang diubah statusnya menjadi kelurahan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. (2) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi penghargaan dan/atau pesangon sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. (3) Pengisian jabatan lurah dan perangkat kelurahan berasal dari Pegawai Negeri Sipil dari Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Seluruh barang milik Desa dan sumber pendapatan Desa yang berubah menjadi kelurahan menjadi kekayaan/aset Pemerintah Daerah yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kelurahan tersebut dan pendanaan kelurahan dibebankan pada APBD. 13

14 Paragraf 3 Perubahan Status Kelurahan Menjadi Desa Pasal 19 (1) Perubahan status kelurahan menjadi Desa hanya dapat dilakukan bagi kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaan. (2) Kelurahan yang kehidupan masyarakatnya masih bersifat perdesaansebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan karakteristik; a. kondisi masyarakat homogen; b. mata pencaharian masyarakat sebagian besar dibidang agraris atau nelayan ; dan c. akses transportasi dan komunikasi masih terbatas. (3) Perubahan status kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat seluruhnya menjadi Desa atau sebagian menjadi Desa dan sebagian menjadi kelurahan. (4) Desa yang merupakan hasil perubahan status sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). Pasal 20 (1) Perubahan status Kelurahan menjadi Desa dilakukan berdasarkan prakarsa Pemerintah Daerah atau masyarakat. (2) Prakarsa masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah forum komunikasi kelurahan; (3) Kepala kelurahan menyelenggarakan musyawarah forum komunikasi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk menyepakati perubahan status kelurahan menjadi desa. (4) Hasil musyawarah forum komunikasi kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan dilengkapi dengan notulen musyawarah, dilaporkan oleh kepala kelurahan kepada Bupati melalui Camat sebagai usulan perubahan status kelurahan menjadi desa atau menjadi desa dan kelurahan. (5) Bupati melalui tim melakukan kajian dan verifikasi usulan perubahan status kelurahan menjadi desa. (6) Kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terkait syarat pembentukan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). (7) Kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa verifikasi administrasi dan teknis. 14

15 (8) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau menolak terhadapperubahan status kelurahan menjadi desa. (9) Dalam hal Bupati menyetujui usulan perubahan status kelurahan menjadi desa, Bupati menyusun rancangan Perda tentang perubahan status kelurahan menjadi desa atau menjadi desa dan kelurahan untuk selanjutnya disampaikan ke DPRD. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 4 Perubahan Desa Menjadi Desa Adat Pasal 21 (1) Pemerintah,Pemerintah Daerah dapat mengubah status Desa atau gabungan beberapa Desa menjadi Desa adat atas prakarsa masyarakat. (2) Perubahan status Desa menjadi Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa serta kemampuan dan potensi desa. Pasal 22 (1) Perubahan status Desa menjadi desa adat melalui mekanisme dan tata cara sebagai berikut : a. adanya prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk perubahan status desa menjadi desa adat; b. masyarakat mengajukan usul perubahan status desa menjadi desa adat kepada BPD dan kepala desa; c. BPD mengadakan rapat bersama kepala desa untuk membahas usul masyarakat tentang perubahan status desa menjadi desa adat, yang kesepakatan rapat tersebut dituangkan dalam berita acara hasil rapat BPD tentang perubahan status desa menjadi desa adat dan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan desa tentang rencana perubahan status desa menjadi desa adat dan keputusan bersama BPD dan para kepala desa yang bersangkutan untuk perubahan status desa menjadi desa adat; d. Peraturan Desa sebagaimana diamaksud huruf c, sekurang-kurangnya memuat ; nama, luas wilayah, batas wilayah administrasi pemerintahan, 15

16 jumlah penduduk, jumlah dusun, peta wilayah, potensi desa, sarana dan prasarana desa; e. Kepala Desa mengajukan usul perubahan status desa menjadi desa adat kepada Bupati melalui Camat dalam bentuk proposal disertai dengan Peraturan Desa dan berita acara hasil rapat BPD; f. Kepala Desa secara bersama-sama mengusulkan perubahan status desa menjadi desa adatkepada Bupati dalam 1 (satu) usulan tertulis dengan melampirkan kesepakatan bersama; g. Camat memberikan rekomendasi dan meneruskan usulan perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat kepada Bupati; h. Bupati membentuk Tim Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat dengan memperhatikan dokumen usulan Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat, i. Tim Perubahan status desa menjadi desa adatsebagaimana dimaksud pada huruf hpaling sedikit terdiri atas: a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. camat; c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah,pembangunan, dan sosial kemasyarakatan; dan d. lembaga adat. j. Tim Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat mempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat. k. verifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf j berupa verifikasi administrasi dan teknis. l. Hasil timperubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adatsebagaimana dimaksud huruf j dituangkan ke dalam bentuk rekomendasi yang menyatakan layak-tidaknya dibentuk Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat. m. Dalam hal rekomendasi perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adatdinyatakan layak, Bupati menetapkan Peraturan Daerah tentang Perubahan status desa atau gabungan beberapa desa menjadi desa adat. 16

17 n. Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf k diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 5 Perubahan Desa Adat Menjadi Desa Pasal 23 (1) Status desa adat dapat diubah menjadi desa. (2) Perubahan status desa adat menjadi desa harus memenuhi syarat: a. luas wilayah tidak berubah; b. jumlah pendudukpaling sedikit (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga; c. sarana dan prasarana pemerintahan bagi terselenggaranya pemerintahan desa; d. potensi ekonomi yang berkembang; e. kondisi sosial budaya masyarakat yang berkembang; dan f. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan. Pasal 24 (1) Perubahan status desa adat menjadi desa dilakukan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat desa setempat. (2) Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam musyawarah desa adat. (3) Kesepakatan hasil musyawarah desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan ke dalam bentuk keputusan. (4) Keputusan hasil musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan oleh kepala desa adat kepada Bupati melalui Camat sebagai usulan perubahan status desa adat menjadi desa. (5) Bupati membentuk tim untuk melakukan kajian dan verifikasi usulan kepala desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) tim kajian dan verifikasisebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibentuk oleh Bupati paling sedikit terdiri atas unsur : a. unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, perencanaan pembangunan daerah, dan peraturan perundang-undangan; b. camat; 17

18 c. unsur akademisi di bidang pemerintahan, perencanaan pengembangan wilayah, pembangunan, dan sosial kemasyarakatan; dan d. lembaga adat. (7) Tim perubahan status desa adat menjadi desamempunyai tugas melakukan verifikasi persyaratan perubahan status desa adat menjadi desa. (8) Verifikasi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa verifikasi administrasi dan teknis. (9) Hasil kajian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi masukan bagi Bupati untuk menyetujui atau tidak menyetujui usulan perubahan status desa adat menjadi desa. (10) Dalam hal bupati menyetujui usulan perubahan status desa adat menjadi desa, Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah kabupaten mengenai perubahan status Desa adat menjadi Desa kepada dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten untuk dibahas dan disetujui bersama. (11) Apabila rancangan peraturan daerah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (10) disetujui bersama oleh Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten, Bupati menyampaikan rancangan peraturan daerah. (12) Ketentuan lebih lanjut mengenai verifikasi administrasi dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Bupati. Paragraf 6 Penetapan Desa dan desa Adat Pasal 25 (1) Pemerintah Daerah melakukan inventarisasi Desa yang ada di wilayahnya yang telah mendapatkan kode Desa. (2) Hasil inventarisasi Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar oleh pemerintah Daerah untuk menetapkan desa dan desa adat yang ada di wilayahnya. (3) Desa dan desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan Daerah. Pasal 26 (1) Penetapan desa adat dilakukan dengan mekanisme: a. pengidentifikasian Desa yang adat; dan b. pengkajian terhadap Desa yang ada yang dapat ditetapkan menjadi Desa adat. (2) Pengidentifikasian dan pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten bersama majelis adat atau lembaga lainnya yang sejenis. 18

19 Pasal 27 (1) Bupati menetapkan Desa adat yang telah memenuhi syarat berdasarkan hasil identifikasi dan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26. (2) Penetapan desa adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rancangan peraturan daerah. (3) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disetujui bersama dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten disampaikan kepada gubernur untuk mendapatkan nomor register dan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan kode desa. (4) Rancangan peraturan daerah yang telah mendapatkan nomor register dan kode desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan menjadi peraturan daerah. Bagian Kelima Kewenangan Pasal 28 Kewenangan Desa meliputi: a. kewenangan berdasarkan hak asal usul; b. kewenangan lokal berskala Desa; c. kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten; dan d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupatensesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a, paling sedikit terdiri atas: a. sistem organisasi masyarakat adat; b. pembinaan kelembagaan masyarakat; c. pembinaan lembaga dan hukum adat; d. pengelolaan tanah kas Desa; dan e. pengembangan peran masyarakat Desa. (2) Kewenangan lokal berskala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b, paling sedikit terdiri atas kewenangan: a. pengelolaan tambatan perahu; 19

20 b. pengelolaan pasar Desa; c. pengelolaan tempat pemandian umum; d. pengelolaan jaringan irigasi; e. pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat Desa; f. pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu; g. pengembangan dan pembinaan sanggar seni dan belajar; h. pengelolaan perpustakaan Desa dan taman bacaan; i. pengelolaan embung Desa; j. pengelolaan air minum berskala Desa; dan k. pembuatan jalan Desa antarpermukiman ke wilayah pertanian. (3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf c, meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (4) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) pemerintah daerah dapat memberikan tugas pembantuan kepada Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB III PEMERINTAHAN DESA Bagian Kesatu Umum Pasal 30 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pasal 31 Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain dan BPD. Bagian Kedua Kepala Desa Paragraf 1 Tugas dan Kewenangan Pasal 32 (1) Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: 20

21 a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e. menetapkan APB Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; i. mengembangkan sumber pendapatan Desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara/daerah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna; m. mengkoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berhak: a. mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa; b. mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa; c. menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan; d. mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan e. memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa. (4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berkewajiban: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika; 21

22 b. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; c. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; d. mentaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender; f. melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme; g. menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa; h. menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik; i. mengelola Keuangan dan Aset Desa; j. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa; k. menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa; l. mengembangkan perekonomian masyarakat Desa; m. membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa; n. memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa; o. mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan p. memberikan informasi kepada masyarakat Desa. (5) Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (6) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 33 (1) Kepala Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum; b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; c. menyalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; 22

23 f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menjadi pengurus partai politik; h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah; k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan l. meninggalkan tugas selama 30 (tiga puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. (2) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud padaayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (3) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Paragraf 2 Masa Jabatan Kepala Desa Pasal 34 (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling lama 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. (3) Ketentuan periodesasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku di seluruh wilayah Indonesia. (4) Ketentuan periodesasi masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk masa jabatan Kepala Desa yang dipilih melalui musyawarah Desa. (5) Dalam hal Kepala Desa mengundurkan diri sebelum habis masa jabatannya atau diberhentikan, Kepala Desa dianggap telah menjabat 1 (satu) periode masa jabatan. 23

24 Paragraf 3 Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Pasal 35 Kepala Desa wajib menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, meliputi: a. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati; b. menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati; c. memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD setiap akhir tahun anggaran; dan d. memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran. Pasal 36 (1) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, disampaikan kepada Bupati melalui camat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. (2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan; c. pelaksanaan pembinaan kemasyarakatan; dan d. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat. (3) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai bahan evaluasi oleh Bupati untuk dasar pembinaan dan pengawasan. Pasal 37 (1) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b, disampaikan kepada Bupati melalui camat dalam jangka waktu 5 (lima) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya; b. rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa dalam jangka waktu untuk 5(lima) bulan sisa masa jabatan; c. hasil yang dicapai dan yang belum dicapai; dan d. hal yang dianggap perlu perbaikan. 24

25 (3) Pelaksanaan atas rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaporkan oleh Kepala Desa kepada Bupati dalam memori serah terima jabatan. Pasal 38 (1) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c, setiap akhir tahun anggaran kepada BPD secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. (2) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan Peraturan Desa. (3) Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh BPD dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja Kepala Desa. Pasal 39 Kepala Desa menginformasikan penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara tertulis sebagaimana dimaksud dalampasal 35 huruf d melalui media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Bagian Ketiga Pemilihan Kepala Desa Serentak Pasal 40 (1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan Pemilihan Kepala Desa serentak. (2) Pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bergelombang paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun. (3) Gelombang Pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan interval waktu paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 41 (1) Pemilihan Kepala Desa serentak secara bergelombang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), dilaksanakan dengan mempertimbangkan: a. pengelompokan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa; b. kemampuan keuangan daerah; dan/atau c. ketersediaan PNS di lingkungan Pemerintah Daerah yang memenuhi persyaratan sebagai penjabat Kepala Desa. (2) Waktu pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa serentak secara bergelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. 25

26 Pasal 42 (1) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa serentak, Bupati menunjuk penjabat Kepala Desa. (2) Penjabat Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah. Pasal 43 (1) Dalam melaksanakan Pemilihan Kepala Desa serentak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1), Bupati membentuk Panitia Pemilihan Kabupaten. (2) Panitia Pemilihan Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. merencanakan, mengkoordinasikan dan menyelenggarakan semua tahapan pelaksanaan pemilihan tingkat Daerah; b. melakukan bimbingan teknis pelaksanaan pemilihan Kepala Desa terhadap Panitia Pemilihan; c. menetapkan jumlah surat suara dan kotak suara; d. memfasilitasi pencetakan surat suara dan pembuatan kotak suara serta perlengkapan pemilihan lainnya; e. melakukan pengawasan pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa; f. penyelesaian permasalahan pemilihan Kepala Desa tingkat Kabupaten; g. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa; dan h. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang ditetapkan dengan keputusan Bupati. (3) Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas unsur Pemerintah Daerah yang membidangi Pemerintahan Desa, pemberdayaan masyarakat, pengawasan, sosial politik, hukum, keamanan ketertibandan unsur kecamatan terkait. Bagian Keempat Tahapan Pemilihan Kepala Desa Pasal 44 Pemilihan Kepala Desa dilaksanakan melalui tahapan: a. persiapan; b. pencalonan; c. pemungutan suara; dan d. penetapan. 26

27 Paragraf 1 Persiapan Pasal 45 Persiapan pemilihan di Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a, terdiri atas kegiatan: a. pemberitahuan Badan Permusyawaratan Desa kepada Kepala Desa tentang akhir masa jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum berakhir masa jabatan; b. pembentukan Panitia Pemilihan oleh Badan Permusyawaratan Desa ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan; c. laporan akhir masa jabatan Kepala Desa kepada Bupati disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan; d. perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada Bupati melalui Camat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah terbentuknya panitia pemilihan; dan e. persetujuan biaya pemilihan dari Bupati dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sejak diajukan oleh Panitia Pemilihan. Pasal 46 (1) Pembentukan Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b, disampaikan secara tertulis oleh BPD kepada Bupati melalui camat. (2) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri atas unsur perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan desa, dan tokoh masyarakat, melalui musyawarah dan mufakat dan ditetapkan dengan keputusan BPD. (3) Susunan panitia pemilihan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari : a. Ketua merangkap anggota; b. Wakil ketua merangkap anggota; c. Sekretaris merangkap anggota; d. Bendahara merangkap anggota; dan e. Anggota maksimal 7 orang. (4) Panitia pemilihan kepala desa harus berjumlah ganjil. (5) Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mempunyai tugas: a. merencanakan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengawasi dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan; 27

28 b. menyusun jadwal kegiatan pemilihan kepala desa; c. merencanakan dan mengajukan biaya pemilihan kepada Bupati melalui camat; d. menyusun tata tertib pemilihan kepala desa; e. melakukan pendaftaran dan penetapan pemilih; f. mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon; g. menetapkan calon yang telah memenuhi persyaratan; h. menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan; i. melakukan pengundian nomor urut bagi calon Kepala Desa yang berhak dipilih; j. menetapkan tata cara pelaksanaan kampanye; k. mengadakan sosialisasi sebelum diadakan pemilihan; l. mengumumkan daftar pemilih yang telah disahkan oleh ketua panitia pemilihan; m. mengumumkan nama-nama calon yang berhak dipilih; n. mengumumkan akan diadakannya pemungutan suara tentang pemilihan kepala desa; o. memfasilitasi penyediaan peralatan, perlengkapan dan tempat pemungutan suara; p. melaksanakan pemungutan suara; q. menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil pemilihan; r. menetapkan calon Kepala Desa terpilih; s. penyelesaian permasalahan pemilihan Kepala Desa tingkat Desa; dan t. melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan kepada BPD. Pasal 47 (1) Pemilih yang menggunakan hak pilih, harus terdaftar sebagai pemilih. (2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat: a. penduduk Desa yang pada hari pemungutan suara pada pemilihan Kepala Desa sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau sudah/pernah menikah ditetapkan sebagai pemilih. b. nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; c. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; dan d. berdomisili di desa sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sebelum disahkannya Daftar Pemilih Sementara yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk atau surat keterangan penduduk. 28

29 (3) Pemilih yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan hak memilih. Pasal 48 (1) Daftar pemilih dimutakhirkan dan divalidasi sesuai data penduduk di desa. (2) Pemutakhiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan karena: a. memenuhi syarat usia pemilih, yang sampai dengan hari dan tanggal pemungutan suara pemilihan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun; b. belum berumur 17 (tujuh belas) tahun, tetapi sudah/pernah menikah; c. telah meninggal dunia; d. pindah domisili ke desa lain; atau e. belum terdaftar. (3) Berdasarkan daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Panitia pemilihan menyusun dan menetapkan Daftar Pemilih Sementara. Pasal 49 (1) Daftar Pemilih Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3),diumumkan oleh panitia pemilihan pada tempat yang mudah diakses masyarakat. (2) Jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama 3 (tiga) hari. Pasal 50 (1) Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2), pemilih atau anggota keluarga dapat mengajukan usul perbaikan mengenai penulisan nama dan/atau identitas lainnya. (2) Selain usul perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilih atau anggota keluarga dapat memberikan informasi yang meliputi: a. Pemilih yang terdaftar sudah meninggal dunia; b. Pemilih sudah tidak berdomisili di desa tersebut; c. Pemilih yang sudah nikah di bawah umur 17 tahun; atau d. Pemilih yang sudah terdaftar tetapi sudah tidak memenuhi syarat sebagai pemilih. (3) Apabila usul perbaikan dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diterima, panitia pemilihan segera mengadakan perbaikan Daftar Pemilih Sementara. 29

30 Pasal 51 (1) Pemilih yang belum terdaftar, secara aktif melaporkan kepada Panitia Pemilihan melalui pengurus Rukun Tetangga/Rukun Warga. (2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftar sebagai pemilih tambahan. (3) Pencatatan data pemilih tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) hari. Pasal 52 (1) Daftar Pemilih Tambahan diumumkan oleh Panitia Pemilihan pada tempatyang mudah diakses oleh masyarakat. (2) Jangka waktu pengumuman Daftar Pemilih Tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan selama 3 (tiga) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan tambahan. Pasal 53 Panitia pemilihan menetapkan dan mengumumkan Daftar Pemilih Sementara yang sudah diperbaiki dan Daftar Pemilih Tambahan sebagai Daftar Pemilih Tetap. Pasal 54 (1) Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, diumumkan di tempat yang strategis di Desa untuk diketahui oleh masyarakat. (2) Jangka waktu pengumuman Daftar Pemilih Tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selama 3 (tiga) hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu penyusunan Daftar Pemilih Tetap. Pasal 55 Untuk keperluan pemungutan suara di TPS, Panitia menyusun salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS. Pasal 56 Rekapitulasi jumlah pemilih tetap, digunakan sebagai bahan penyusunan kebutuhan surat suara dan alat perlengkapan pemilihan. Pasal 57 Daftar Pemilih Tetap yang sudah disahkan oleh panitia pemilihan tidak dapat diubah, kecuali ada pemilih yang meninggal dunia, panitia pemilihan membubuhkan catatan dalam Daftar Pemilih Tetap pada kolom keterangan "meninggal dunia". 30

31 Paragraf 2 Pencalonan Pasal 58 Calon Kepala Desa wajib memenuhi persyaratan: a. warga negara Republik Indonesia; b. bertakwa kepada tuhan yang maha esa; c. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; d. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; e. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar; f. mencalonkan diri ataubersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa; g. bersedia bertempat tinggal tetap di desa setempat setelah terpilih dan dilantik menjadi kepala desa; h. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara; i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang; j. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; k. sehat jasmani dan rohani dibuktikan dengan surat keterangan dokter berbadan sehat; l. nyata-nyata tidak terganggu jiwa dan ingatannya dibuktikan dengan surat keterangan dokter; m. belum pernah diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri dari jabatan Kepala Desa; n. belum pernah diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan Kepala Desa;dan o. tidak pernah sebagai Kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan. 31

32 Pasal 59 (1) Pegawai Negeri Sipil atau pegawai tidak tetapyang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa selain harus memenuhi persayaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 juga harusmendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. (2) Pegawai tidak tetapapabila terpilih menjadi Kepala Desa supaya membuat pernyataan untuk memilih menjadi Kepala Desa dan berhenti sebagai Pegawai tidak tetap. (3) Kepala Desa dalam masa jabatan menjadi CPNS, harus memberikan surat pemberitahuan tertulis dari penjabat pembina kepegawaian. (4) Dalam hal pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi Kepala Desa tanpa kehilangan hak sebagai pegawai negeri sipil. (5) Pegawai negeri sipil yang terpilih dan diangkat menjadi Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berhak mendapatkan tunjangan Kepala Desa dan penghasilan lainnya yang sah. Pasal 60 (1) Kepala Desa yang akan mencalonkan diri kembali diberi cuti sejak ditetapkan sebagai calon sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih. (2) Selama masa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa dilarang menggunakan fasilitas pemerintah desa untuk kepentingan sebagai calon Kepala Desa. (3) Dalam hal Kepala Desa cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekretaris Desa atau perangkat desa lainnya melaksanakan tugas dan kewajiban Kepala Desa. (4) Berdasarkan pengajuan permohonan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Camat atas nama Bupati menerbitkan surat cuti dan menetapkan pejabat pelaksana tugas. Pasal61 (1) Perangkat Desa yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa diberi cuti terhitung sejak yang bersangkutan terdaftar sebagai bakal calon Kepala Desa sampai dengan selesainya pelaksanaan penetapan calon terpilih. 32

33 (2) Tugas perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirangkap oleh perangkat Desa lainnya yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa. (3) Perangkat desa yang terpilih sebagai Kepala Desa wajib mengundurkan diri dari Perangkat desa. Pasal 62 Anggota BPD yang mencalonkan diri dalam pemilihan Kepala Desa wajibmenyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota BPD setelah di tetapkan sebagai calon Kepala Desa. Pasal 63 (1) Panitia pemilihan melakukan pengumuman pendaftaran bakal calon kepala desa melalui pengumuman dan/atau pamflet kepada masyarakat atau melalui sarana pengumuman lainnya. (2) Panitia pemilihan melakukan penelitian terhadap persyaratan bakal calonmeliputi penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi pencalonan. (3) Penelitian kelengkapan dan keabsahan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai klarifikasi pada instansi yang berwenang yang dilengkapi dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang. (4) Panitia pemilihan mengumumkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada masyarakat untuk memperoleh masukan. (5) Masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib diproses dan ditindaklanjuti panitia pemilihan. Pasal 64 (1) Dalam hal bakal calon Kepala Desa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, Panitia Pemilihan menetapkan bakal calon Kepala Desa menjadi calon Kepala Desa. (2) Calon Kepala Desa yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat. Pasal 65 (1) Dalam hal bakal calon yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 kurang dari 2 (dua) orang, panitia pemilihan memperpanjang waktu pendaftaran selama 20 (dua puluh) hari. (2) Dalam hal bakal calon yang memenuhi persyaratan tetap kurang dari 2 (dua) setelah perpanjanganwaktu pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menunda pelaksanaan pemilihan Kepala Desa sampai dengan waktu yang ditetapkan kemudian. 33

34 (3) Apabila dalam tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masa jabatan Kepala Desa berakhir, Bupati mengangkat penjabat Kepala Desa dari pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah. Pasal 66 Dalam hal bakal calon yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 58 lebih dari 5 (lima) orang, Panitia Pemilihan melakukan seleksi tambahan dengan menggunakan kriteria pengalaman bekerja di lembaga pemerintahan, tingkat pendidikan, usia dan persyaratan lain yang ditentukan oleh panitia pemilihan kabupaten. Pasal 67 (1) Penetapan calon Kepala Desa disertai dengan penentuan nomor urut melalui undian secara terbuka oleh Panitia pemilihan. (2) Undian nomor urut calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dihadiri oleh para calon. (3) Nomor urut dan nama calon yang telah ditetapkan disusun dalam daftar calon dan dituangkan dalam berita acara penetapan calon Kepala Desa. (4) Panitia pemilihan mengumumkan melalui media masa dan/atau papan pengumuman tentang nama calon yang telah ditetapkan, paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal ditetapkan. (5) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat final dan mengikat. Pasal 68 (1) Calon Kepala Desa dapat melakukan kampanye sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa. (2) Pelaksanaan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 3 (tiga) Hari sebelum dimulainya masa tenang. (3) Masa tenang ditetapkan selama 3 (tiga) hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. (4) Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab. Pasal 69 (1) Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) memuat visi dan misi serta program bila terpilih sebagai Kepala Desa. (2) Visi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keinginan yang ingin diwujudkan dalam jangka waktu masa jabatan Kepala Desa. (3) Misi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan visi. 34

35 (4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rencana untuk mewujudkan visi dan misi. Pasal 70 Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dapat dilaksanakan melalui: a. pertemuan terbatas; b. tatap muka; c. dialog; d. penyiaran dan penyebaran bahan Kampanye kepada umum baik melalui media cetak, media elektronik, maupun media sosial; e. pemasangan alat peraga di tempat Kampanye dan di tempat lain yang ditentukan oleh panitia pemilihan; f. bhakti sosial. Pasal 71 (1) Pelaksana Kampanye dilarang: a. mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Calon yang lain; d. menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat; e. mengganggu keamanan, ketenteraman dan ketertiban umum; f. mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Calon yang lain; g. merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Calon; h. menggunakan fasilitas dan/atau anggaranpemerintah, tempat ibadah, tempat pendidikandan sarana pemerintah lainnya; i. membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Calon yang bersangkutan; dan j. menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta Kampanye. (2) Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan: 35

36 a. Kepala Desa; b. perangkat desa; dan c. anggota BPD. Pasal 72 Pelaksana Kampanye yang melanggar larangan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dikenai sanksi: a. peringatan tertulis; b. pencabutan pamflet, spanduk dan tanda gambar; dan c. penghentian kegiatan Kampanye. Paragraf 3 Pemungutan dan Penghitungan Suara Pasal 73 (1) Hari dan tanggal pemungutan suara ditetapkan oleh Bupati. (2) Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama calon atau berdasarkan kebiasaan masyarakat desa setempat. (3) Pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mencoblos salah satu calon dalam surat suara. Pasal 74 (1) Paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum pemungutan suara dilaksanakan, panitia pemilihanmemberitahukan kepada penduduk desa yang berhak memilih dan mengadakan pengumuman ditempat-tempat strategis akan diadakannya pemungutan suara. (2) Waktu dan tempat serta peralatan yang diperlukan untuk pemungutan suara ditentukan oleh panitia pemilihan. Pasal 75 (1) Pemberitahuan kepada penduduk desa yang berhak memilih, dilakukan dengan surat pemeberitahuan dengan tanda bukti penerimaan. (2) Dalam surat pemberitahuan dicantumkan nama pemilih sesuai dengan daftar pemilih tetap dan tempat pemilihan diselenggarakan. (3) Mereka yang dicantumkan dalam daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan, tetapi belum menerima surat pemberitahuan, dapat meminta kepada Panitia pemilihan selambat-lambatnya 1 (satu) hari sebelum penyelenggaraan pemilihan. Pasal 76 (1) Jumlah pemilih di TPS ditentukan panitia pemilihan. 36

37 (2) TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. (3) Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh panitia pemilihan. Pasal 77 (1) Setiap calon kepala desa berkewajiban hadir pada saat pemungutan suara kecuali apabila sakit mendadak dan diganti dengan pas photo serta menggunakan hak pilihnya. (2) Setiap calon kepala desa berhak menunjuk dan menghadirkan 1 (satu) orang saksi pada saat pelaksanaan pemungutan suara sampai penghitungan suara. Pasal 78 (1) Pada saat pemungutan suara dilaksanakan, panitia pemilihan berkewajiban untuk menjamin agar pelaksanaan pemilihan kepala desa dapat berjalan lancar, tertib, aman dan teratur. (2) Pemilih hanya berhak memberikan 1 (satu) suara dan tidak boleh mewakilkan kepada orang lain. Pasal 79 (1) Pemilih tunanetra, tunadaksa, atau yang mempunyai halangan fisik lain pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh panitia atau orang lain atas permintaan pemilih. (2) Anggota panitia atau orang lain yang membantu pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib merahasiakan pilihan pemilih yang bersangkutan. Pasal 80 Pemilih yang menjalani rawat inap di rumah sakit atau sejenisnya, yang sedang menjalani hukuman penjara, pemilih yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, yang tinggal di perahu, dan tempat-tempat lain dapat memberikan suara di TPS khusus yang disediakan oleh Panitia Pemilihan. Pasal 81 (1) Sebelum melaksanakan pemungutan suara, panitia pemilihan melakukan kegiatan: a. pembukaan kotak suara; b. pengeluaran seluruh isi kotak suara; c. pengidentifikasian jenis dokumen dan peralatan; dan d. penghitungan jumlah setiap jenis dokumen dan peralatan. 37

38 (2) Kegiatan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihadiri oleh saksi dari calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat. (3) Kegiatan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh Ketua panitia, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi dari calon. Pasal 82 (1) Setelah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), panitia memberikan penjelasan mengenai tata cara pemungutan suara. (2) Dalam pemberian suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilih diberi kesempatan oleh panitia berdasarkan prinsip urutan kehadiran pemilih. (3) Pencoblosan surat suara dilaksanakan dalam bilik suara dengan menggunakan alat yang telah disediakan oleh panitia pemilihan (4) Pemilih yang telah keluar dari bilik suara adalah pemilih yang telah menggunakan hak pilihnya dengan adanya bukti telah memilih. (5) Apabila menerima surat suara yang ternyata rusak, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada panitia, kemudian panitia memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (6) Apabila terdapat kekeliruan dalam cara memberikan suara, pemilih dapat meminta surat suara pengganti kepada panitia, panitia memberikan surat suara pengganti hanya satu kali. (7) Setelah surat suara dicoblos, pemilih memasukan surat suara kedalam kotak suara yang telah disediakan dalam keadaan terlipat. Pasal 83 Panitia pemilihan menentukan batas waktu pelaksanaan pemungutan suara dengan tidak menutup kemungkinan atas kesepakatan para calon yang berhak dipilih untuk mengakhiri pemungutan suara sebelum waktu yang telah ditetapkan atau melebihi waktu yang telah ditentukan. Pasal 84 Suara untuk pemilihan Kepala Desa dinyatakan sah apabila: a. surat suara ditandatangani oleh ketua panitia; dan b. tanda coblos hanya terdapat pada 1 (satu) kotak segi empat yang memuat satu calon; atau c. tanda coblos terdapat dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto dan nama calon yang telah ditentukan; atau d. tanda coblos lebih dari satu, tetapi masih di dalam salah satu kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; atau 38

39 e. tanda coblos terdapat pada salah satu garis kotak segi empat yang memuat nomor, foto, dan nama calon; Pasal 85 (1) Penghitungan suara di TPS dilakukan oleh panitia setelah pemungutan suara berakhir. (2) Sebelum penghitungan suara dimulai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia pemilihan menghitung: a. jumlah pemilih yang memberikan suara berdasarkan salinan Daftar Pemilih Tetap untuk TPS; b. jumlah pemilih dari TPS lain; c. jumlah surat suara yang tidak terpakai; dan d. jumlah surat suara yang dikembalikan oleh pemilih karena rusak atau keliru dicoblos. (3) Penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dan selesai di TPS oleh panitia pemilihan dan dapat dihadiri dan disaksikan oleh saksi calon, BPD, pengawas, dan warga masyarakat. (4) Saksi calon dalam penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus membawa surat mandat dari calon yang bersangkutan dan menyerahkannya kepada Ketua panitia. (5) Panitia membuat berita acara hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota panitia serta dapat ditandatangani oleh saksi calon. (6) Panitia memberikan salinan Berita Acara hasil penghitungan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada masing-masing saksi calon yang hadir sebanyak 1 (satu) eksemplar dan menempelkan 1 (satu) eksemplar sertifikat hasil penghitungan suara di tempat umum. (7) Berita acara beserta kelengkapannya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dimasukkan dalam sampul khusus yang disediakan dan dimasukkan ke dalam kotak suara yang pada bagian luar ditempel label atau segel. (8) Panitia menyerahkan berita acara hasil penghitungan suara, surat suara, dan alat kelengkapan administrasi pemungutan dan penghitungan suara kepada BPD segera setelah selesai penghitungan suara. Pasal 86 39

40 (1) Calon Kepala Desa yang memperoleh suara terbanyak dari jumlah suara sah ditetapkan oleh Panitia pemilihan sebagai calon Kepala Desa terpilih yang dituangkan dalam berita acara penetapan. (2) Dalam hal jumlah calon Kepala Desa terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama lebih dari 1 (satu) calon pada desa dengan TPS lebih dari 1 (satu), calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak pada TPS dengan jumlah pemilih terbanyak. (3) Dalam hal jumlah calon terpilih yang memperoleh suara terbanyak yang sama lebih dari 1 (satu) calon pada desa dengan TPS hanya 1 (satu), calon terpilih ditetapkan berdasarkan wilayah tempat tinggal/dusun atau Rukun Warga/ Rukun Tetangga dengan jumlah pemilih terbesar. (4) Dalam hal tidak dapat terpenuhinya ketentuan dasar penetapan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), calon terpilih ditetapkan berdasarkan hasil pemungutan suara ulang. (5) Tata cara pelaksanaan pemungutan suara ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Pasal 87 Perlengkapan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, disimpan di kantordesa atau ditempat lain yang terjamin keamanannya. Paragraf4 Penetapan Pasal 88 (1) Panitia Pemilihan menyampaikan laporan hasil pemilihan Kepala Desa kepada BPD. (2) BPD berdasarkan laporan hasil pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan calon Kepala Desaterpilih kepada Bupati melalui camat dengan tembusan kepada calon Kepala Desa terpilih. (3) Bupati menetapkan pengesahan dan pengangkatan Kepala Desa dengan keputusan Bupati. Pasal 89 (1) Calon Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah penerbitan keputusan Bupati. (2) Sebelum memangku jabatannya, Kepala Desa terpilih bersumpah/berjanji. (3) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut: Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku Kepala Desa dengan sebaik-baiknya, sejujurjujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam 40

41 mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara; dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 90 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 berlaku pula bagi Desa yang dijabat oleh penjabat Kepala Desa. Pasal 91 (1) Pelantikan kepala desa terpilih dilaksanakan pada akhir masa jabatan kepala desa lama. (2) Pelantikan kepala desa dapat dilaksanakan didesa bersangkutan dihadapan masyarakat. (3) Sebelum dilantik, kepala desa terpilih wajib mengikuti pembekalan bidang pemerintahan desa. (4) Pembekalan diberikan oleh pemerintah daerah atau pejabat yang ditunjuk. (5) Apabila pelaksanaan pelantikan kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, maka pelantikan pada hari kerja berikutnya atau sehari sebelum hari libur. Pasal 92 Apabila pelantikan kepala desa tidak dapat dilaksanakan tepat waktu karena alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dapat ditunda paling lama 3(tiga) bulan sejak tanggal berakhir masa jabatan kepala desa yang bersangkutan atas persetujuan Bupati, dan menunjuk pejabat sementara. Pasal 93 (1) Pelantikan kepala desa tetap dilaksanakan dalam hal adanya kecurangankecurangan, pemalsuan ijazah, umur dan dokumen lainnya sepanjang belum dapat dibuktikan dengan putusan pengadilan. (2) Apabila setelah pelantikan terdapat kecurangan-kecurangan, pemalsuan ijazah, umur dan dokumen lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal58 yang dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan, maka Bupati atas usulan BPD melalui Camat memberhentikan yang bersangkutan Bagian Kelima Pemilihan Lanjutan Dan Pemilihan Susulan Pasal 94 41

42 (1) Dalam hal terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan Kepala Desa lanjutan. (2) Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai dari tahap penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa yang terhenti. Pasal 95 (1) Dalam hal terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan kepala desa serentak tidak dapat dilaksanakan, dilakukan Pemilihan Kepala Desa susulan. (2) Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa susulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilihan. Pasal 96 (1) Pemilihan Kepala Desa lanjutan dan Pemilihan Kepala Desa susulan dilaksanakan setelah ada penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa. (2) Penetapan penundaan pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kabupaten atas usul Panitia Pemilihan Desa. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan waktu pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa lanjutan atau Pemilihan Kepala Desa susulan diatur dalam Peraturan Bupati. Bagian Keenam Pengajuan Keberatan Pasal 97 (1) Calon dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya pemungutan dan penghitungan suara kepada panitia pemilihan, apabila terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal keberatan yang diajukan oleh calon kepala desa sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat diterima, panitia pemilihan seketika itu juga mengadakan pembetulan. (3) Pengajuan keberatan hanya dapat dilakukan sebelum penetapan calon terpilih. Bagian Ketujuh Penanganan laporan pelanggaran pemilihan Pasal 98 42

43 (1) Panitia pemilihan atau BPD menerima laporan pelanggaran pemilihan pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilihan. (2) Pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa : a. pelanggaran administrasi disampaikan kepada panitia pemilihan b. pelanggaran kode etik disampaikan kepada BPD. (3) Laporan pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh Pemilih dan/ atau Peserta pemilihan. (4) Laporan pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat paling sedikit : a. Nama dan alamat pelapor; b. Pihak terlapor; c. Waktu dan tempat kejadian perkara; d. Uraian singkat kejadian; (5) Laporan pelanggaran pemilihan disampaikan paling lama 3 (tiga) hari sejak diketahui dan/ atau ditemukannya pelanggaran pemilihan. (6) Dalam hal laporan pelanggaran pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dikaji dan terbukti kebenarannya, panitia pemilihan atau BPD wajib menindaklanjuti laporan paling lama 3 (tiga) hari setelah laporan diterima. (7) Dalam hal diperlukan, panitia pemilihan atau BPD dapat meminta keterangan tambahan dari pelapor dalam waktu paling lama 2 (dua) hari. Pasal 99 (1) Dalam hal terbuktinya pelanggaran administrasi oleh calon kepala desa berupa pemalsuan keterangan mengenai dirinya dan hal tersebut diketahui sebelum diadakan pemilihan, maka panitia pemilihan berhak menyatakan calon kepala desa tersebut gugur. (2) Dalam hal pemalsuan keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketahui setelah pemilihan dinyatakan sah, maka calon kepala desa terpilih tetap dilantik dan apabila dikemudian hari berdasarkan hasil putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang bersangkutan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pemalsuan, yang bersangkutan akan diberhentikan dari jabatannya sebagai kepala desa. Pasal 100 Dalam hal terbuktinya pelanggaran kode etik oleh panitia pemilihan berupa melakukan pelanggaran terhadap kewajibansebagaimana dimaksud dalam pasal 43

44 98 ayat 2maka yangbersangkutan dikenakan sanksi diberhentikan dari keanggotaan panitia pemilihan oleh ketua BPD serta dapat diproses secara hukum apabila perbuatannya melanggar ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bagian Kedelapan Penyelesaian Sengketa Pasal 101 (1) Sengketa pemilihan dapat berupa : a. Sengketa antar peserta pemilihan; b. Sengketa antar peserta pemilihan dengan panitia pemilihan dan/atau BPD. (2) Pengaduan atas sengketa pemilihan kepala Desa ditujukan kepada panitia pemilihan tingkat kabupaten. (3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis yang memuat paling sedikit : a. Nama dan alamat pengadu; b. Pihak teradu; c. Waktu dan tempat kejadian perkara; d. Uraian singkat kejadian; dan e. bukti-bukti lainnya. (4) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditindaklanjuti apabila dilakukan paling lama 3 (tiga) hari setelah Kepala Desa terpilih ditetapkan oleh panitia pemilihan kepala desa. (5) Panitia wajib menyelesaikan sengketa pemilihan kepala desa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pelantikan. Bagian Kesembilan Tindak Pidana pemilihan Pasal 102 (1) Tindak pidana pemilihan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini. (2) Penyelesaian tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan tindak pidana. Bagian Kesepuluh Pembiayaan Pasal

45 (1) Biaya pemilihan Kepala Desa dibebankan pada: a. APBD; b. APB Desa. (2) Biaya pemilihan dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, digunakan untuk membiayai kebutuhan pada pelaksanaan pemungutan suara. Bagian Kesebelas Pemberhentian Kepala desa Paragraf 1 Pemberhentian sementara Pasal 104 (1) Kepala desa dapat diberhentikan sementara oleh Bupati melalui usulan BPD apabila dikenakan penahanan karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan dan /atau yang berhubungan dengan jabatannya. (2) Kepala desa dapat diberhentikan sementara oleh Bupati tanpa melalui usulan BPD apabila dinyatakan tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan apabila berkas perkara telah dilimpahkan kepengadilan dan dalam proses penuntutan yang dibuktikan dengan register perkara. (4) Selama kepala desa dikenakan pemberhentian sementara tugas sehari-hari dilaksanakan oleh seorang pejabat kepala desa yang ditetapkan oleh Bupati berdasarkan usulan BPD. (5) Apabila berdasarkan pemberitahuan dari penyidik umum atau berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama dinyatakan bahwa kepala desa yang bersangkutan tidak terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, maka paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan putusan pengadilan Bupati mancabut kembali putusan tentang pemberhentian sementara serta mengaktifkan sampai berakhir masa jabatan dan /atau merehabilitasi kembali. (6) Apabila berdasarkan putusan pengadilan tingkat pertama terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan sedangkan kepala desa yang bersagkutan melakukan upaya banding, maka selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak keputusan pengadilan tingkat pertama, upaya banding dimaksud belum selesai, BPD mengusulkan kepada Bupati agar kepala desa yang bersangkutan diberhentikan. Pasal

46 Apabila kepala desa yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah berakhir masa jabatannya, Bupati melakukan rehabilitasi yang bersangkutan. Paragraf 2 Pemberhentian Pasal 106 (1) Kepala desa berhenti karena : a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; dan c. diberhentikan. (2) Kepala desa diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena : a. berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selam 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai kepala desa; d. dinyatakan melanggar sumpah/ janji jabatan; e. tidak melaksanakan kewajiban kepala desa; f. melanggar larangan bagi kepala desa; g. melanggar peraturan disiplin aparat pemerintah desa; h. terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; i. terbukti melakukan kecurangan-kecurangan, pemalsuan ijazah, umur dan dokumen lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 58dan dibuktikan berdasarkan putusan pengadilan. (3) Usul pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c dan ayat (2) huruf a dan huruf b diusulkan oleh BPD kepada Bupati melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD. (4) Usul pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai huruf i disampaikan oleh BPD kepada Bupati melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD dengan disertai alasanalasannya. (5) Pengesahan pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (6) Sebelum Bupati menerbitkan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terlebih dahulu diadakan pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang. 46

47 (7) Setelah dilakukan pemberhentian kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) Bupati mengangkat penjabat kepala desa sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 42dengan tugas pokok menyelenggarakan pemilihan kepala desa paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak penyerahan keputusan sebagai penjabat kepala desa. Paragraf 3 PenjabatKepala Desa Pasal 107 Penjabat Kepala Desa adalah penjabat yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas dan kewenangan Kepala Desa yang diberhentikan sementara atau diberhentikan dari jabatan Kepala Desa. Pasal 108 Masa jabatan Penjabat Kepala Desa adalah 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang dalam masa 6 (enam) bulan berikutnya terhitung sejak tanggal pelantikan. Paragraf 4 Tindakan Penyidikan Kepala Desa Pasal 109 (1) Tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa, dilaksanakan setelah adanya pesetujuan tertulis dari Bupati. (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; b. dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. (3) tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberitahukan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) hari. Paragraf 5 Pengisian JabatanKepala Desa Antar Waktu Melalui Musyawarah Desa 47

48 Pasal 110 (1) Pengisian jabatan kepala desa antar waktu dilakukan melalui musyawarah desa. (2) Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan pemilihan Kepala Desa antarwaktu dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak Kepala Desa diberhentikan. (3) Musyawarah desa dilakukan oleh perwakilan wilayah dusun dengan unsur terdiri dari :tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan wanita, tokoh adat, dan perwakilan pemuda dengan jumlah maksimal 2 (dua) orang dari masingmasing unsur untuk setiap perwakilan wilayah dusun. (4) Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu dilaksanakan melalui tahapan: a. persiapan; dan b. pelaksanaan musyawarah Desa. (5) Persiapan pemilihan Kepala Desa Antarwaktusebagaimana dimaksudpada ayat (4) huruf a, dilakukan kegiatan yang meliputi: a. pembentukan Panitia Pemilihan antarwaktu oleh BPD paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari terhitung sejak Kepala Desa diberhentikan; b. panitia pemilihan terdiri dari unsur : BPD, perangkat desa tokoh masyarakat; c. pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh panitia pemilihan kepada penjabat Kepala Desa paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak panitia terbentuk; d. pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat Kepala Desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diajukan oleh panitia pemilihan; e. pengumuman dan pendaftaran bakal calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima belas) Hari; f. penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari; dan g. persyaratan untuk kepala desa antar waktu di atur dalam pasal 58 h. penetapan calon Kepala Desa antarwaktu oleh panitia pemilihan paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga) orang calon yang dimintakan pengesahan musyawarah Desa untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam musyawarah Desa. (6) Pelaksanaan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksudpada ayat (4) huruf b,dalam rangka Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu dilakukan kegiatan yang meliputi: 48

49 a. penyelenggaraan musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua BPD yang teknis pelaksanaan pemilihannya dilakukan oleh panitia pemilihan; b. pengesahan calon Kepala Desa yang berhak dipilih oleh musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara; c. pelaksanaan pemilihan calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati oleh musyawarah Desa; d. pelaporan hasil pemilihan calon Kepala Desa oleh panitia pemilihan kepada ketua BPD selaku pimpinan musyawarah; e. pengesahan calon terpilih oleh musyawarah Desa; f. pelaporan hasil pemilihan Kepala Desa melalui musyawarah Desa kepada BPD dalam jangka waktu 7 (tujuh) Hari setelah musyawarah Desa mengesahkan calon Kepala Desa terpilih; g. pelaporan calon Kepala Desa terpilih hasil musyawarah Desa oleh ketua BPD kepada Bupati melalui Camat paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah menerima laporan dari panitia pemilihan; h. penerbitan keputusan Bupati tentang Pengesahan Pengangkatan Calon Kepala Desa Terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sejak diterimanya laporan dari BPD; dan i. pelantikan Kepala Desa oleh Bupati paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan calon Kepala Desa terpilih dengan urutan acara pelantikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keduabelas Perangkat Desa Paragraf 1 Umum Pasal 111 (1) Perangkat Desa terdiri atas: a. Sekretariat Desa; b. pelaksana kewilayahan; dan c. pelaksana teknis. (2) Perangkat Desa berkedudukan sebagai unsur pembantu Kepala Desa. Pasal 112 (1) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111ayat (1) bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. (2) Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat atas nama Bupati. 49

50 (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan terhadap sekretaris desa selaku perangkat desa yang berstatus PNS. (4) Camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai calon perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa. (5) Rekomendasi tertulis camat dijadikan dasar oleh kepala desa dalam pengangkatan perangkat desa dengan keputusan kepala Desa. (6) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Kepala Desa. Pasal 113 (1) Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan. (2) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) bidang urusan. Pasal 114 (1) Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu Kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan. (2) Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa. Pasal 115 (1) Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu Kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional. (2) Pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak terdiri atas 3 (tiga) seksi. Paragraf 2 Pengangkatan Perangkat Desa Pasal 116 Perangkat Desa diangkat dari warga Desa yang memenuhi persyaratan: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. setia dan taat kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Dan Pemerintah Republik Indonesia; c. berkelakuan baik, jujur, adil, cerdas dan berwibawa; d. berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau yang sederajat; e. berusia 20 (dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat puluh dua) tahun; f. bersedia bertempat tinggal di Desa yang bersangkutan; g. sehat jasmani dan rohani; 50

51 h. tidak sedang menjalankan pidana penjara ; dan i. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Pasal 117 (1) Pegawai Negeri Sipil setempat yang akan diangkat menjadi perangkat Desa harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat pembina kepegawaian. (2) Dalam hal Pegawai Negeri Sipil setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpilih dan diangkat menjadi perangkat Desa, yang bersangkutan dibebaskan sementara dari jabatannya selama menjadi perangkat Desa tanpa kehilangan hak sebagai Pegawai Negeri Sipil. Paragraf 3 Larangan Pasal 118 (1) Perangkat Desa dilarang: a. merugikan kepentingan umum; b. membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan/atau golongan tertentu; c. mensalahgunakan wewenang, tugas, hak, dan/atau kewajibannya; d. melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga dan/atau golongan masyarakat tertentu; e. melakukan tindakan meresahkan sekelompok masyarakat Desa; f. melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; g. menjadi pengurus partai politik; h. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang; i. merangkap jabatan sebagai ketua dan/atau anggota BPD, anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; 51

52 j. ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum/pemilihan kepala daerah dan/atau pemilihan kepala desa; k. melanggar sumpah/janji jabatan; dan l. meninggalkan tugas selama 60 (enam puluh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. (2) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (3) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian. Paragraf 4 Pemberhentian Perangkat Desa Pasal 119 (1) Perangkat Desa berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Perangkat Desa yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. usia telah genap 60 (enam puluh) tahun; b. berhalangan tetap; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat Desa; atau d. melanggar larangan sebagai perangkat Desa. Pasal 120 Pemberhentian perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Kepala Desa melakukan usulan dan konsultasi dengan camat mengenai pemberhentian perangkat Desa; b. Camat melakukan verifikasi dan klarifikasi atas usulan pemberhentian perangkat desa; c. Camat memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai pemberhentian perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan Kepala Desa; d. Rekomendasi tertulis camatdijadikan dasar oleh Kepala Desa dalam pemberhentian perangkat Desa dengan keputusan Kepala Desa. 52

53 Bagian Ketigabelas Badan Permusyawaratan Desa Paragraf 1 Umum Pasal 121 (1) Untuk mengembangkan otonomi dan perwujudan demokrasi pancasila di desa dibentuk BPD. (2) BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Pasal 122 BPD mempunyai fungsi: a. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; b. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan c. melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Pasal 123 (1) pengisiananggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah dan berdasarkan keterwakilan perempuan. (2) Masa keanggotaan BPD selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji. (3) Anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Pasal 124 (1) Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal (ganjil), paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan Keuangan Desa. (2) Jumlah anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan ketentuan : a. Jumlah penduduk sampai dengan jiwa, 5 orang anggota; b. Jumlah penduduk sampai dengan jiwa sampai dengan jiwa, 7 orang anggota; c. Jumlah penduduk lebih dari jiwa, 9 orang anggota; (3) Peresmian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Bupati. 53

54 (4) AnggotaBPD sebelum memangku jabatannya bersumpah/berjanji secara bersama-sama di hadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (5) Susunan kata sumpah/janji anggota BPD sebagai berikut: Demi Allah/Tuhan, saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya selaku anggota BPD dengan sebaik-baiknya, sejujurjujurnya, dan seadil-adilnya; bahwa saya akan selalu taat dalam mengamalkan dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara, dan bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya yang berlaku bagi Desa, daerah, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 125 (1) Susunan organisasi BPD terdiri atas: a. 1 (satu) orang ketuamerangkap anggota; b. 1 (satu) orang wakil ketuamerangkap anggota; c. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota;dan d. Bidang sebagai anggota. (2) Pimpinan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. (3) Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh anggota termuda. Pasal 126 BPD berhak: a. mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa; b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; dan c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari APB Desa. Pasal 127 (1) Anggota BPD berhak: a. mengajukan usul rancangan Peraturan Desa; b. mengajukan pertanyaan; 54

55 c. menyampaikan usul dan/atau pendapat; d. memilih dan dipilih; dan e. mendapat tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lain dari APB Desa. (2) Tunjangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e berupa biaya operasional. (3) Anggota BPD berhak memperoleh pengembangan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, pembimbingan teknis, dan kunjungan lapangan. (4) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada pimpinan dan anggota BPD yang berprestasi. Pasal 128 Anggota BPDwajib: a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; b. melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa; c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa; d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan; e. menghormati nilai agama, sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa. Pasal 129 Anggota BPD dilarang: a. merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat Desa, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat Desa; 55

56 b. melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; c. menyalahgunakan wewenang; d. melanggar sumpah/janji jabatan; e. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan perangkat Desa; f. merangkap sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan jabatan lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan-undangan; g. sebagai pelaksana proyek Desa; h. menjadi pengurus partai politik; dan/atau i. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang. Paragraf2 Pengisian Keanggotaan BPD Pasal 130 Persyaratan calon anggota BPD adalah: a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; c. bertempat tinggal diwilayah pemilihan; d. berkelakuan baikl; e. berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah; f. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat; g. sehat jasmani dan rohani; h. bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa; i. bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD; dan j. wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis. k. tidak sedang menjalankan pidana penjara ; dan l. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan 56

57 mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Pasal 131 (1) Pengisian keanggotaan BPD dilaksanakan secara demokratis melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan dengan menjamin keterwakilan perempuan. (2) Kepala Desa menetapkan proses pengisian keanggotaan BPD apakah dilakukan melalui proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan. (3) Dalam rangka proses pemilihan secara langsung atau musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Desa membentuk panitia pengisian keanggotaan BPD dan ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa. (4) Panitia pengisian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas unsur perangkat Desa dan unsur masyarakat lainnya dengan jumlah anggota dan komposisi yang proporsional. (5) Susunan panitia pengisian anggota BPD sebagaimana ayat (3) adalah sebagai berikut : a. 1 (Satu) orang ketua; b. 1 (Satu) orang wakil ketua; c. 1 (Satu) orang sekretaris; (6) Panitia pengisian anggota BPD tidak dapat dicalonkan sebagai anggota BPD. Pasal 132 Panitia pengisian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 mempunyai tugas : a. membuat dan menetapkan rencana kegiatan; b. menetapkan tata tertib musyawarah pengisian anggota BPD tingkat desa; c. melaksanakan sosialisasi tentang akan dilaksanakannya musyawarah pemilihan; d. menerima pendaftaran bakal calon anggota BPD; e. melakukan penelitian persyaratan bakal calon; f. mengumumkan calon anggota yang akan dipilih; g. menyelenggarakan musyawarah pemilihan atau pemilihan langsung anggota BPD; 57

58 h. membuat berita acara hasil musyawarah atau pemilihan langsung yang terdiri dari : 1. calon anggota BPD terpilih; 2. daftar urut bakal calon anggota BPD yang tidak terpilih perdusun; i. menyampaikan berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf h kepada kepala desa dan salinannya disampaikan kepada camat. Pasal 133 (1) Panitia pengisian melalui proses musyawarah perwakilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota BPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir. (2) Panitia pengisian BPD memberitahukan kepada masyarakat tentang pencalonan anggota BPD secara tertulis atau melalui sarana komunikasi lainnnya sesuai dengan situasi dan kondisi desa yang bersangkutan. (3) Bakal calon anggota BPD diajukan oleh masing-masing dusun berdasarkan musyawarah mufakat yang terdiri dari unsur ketua RW, pemangku adat, pemuka agama, perempuan,pemuda dan tokoh masyarakat. (4) Masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling banyak 2(dua) orang. (5) Kepala dusun menyelenggarakan musyawarah pemilihan bakal calon anggota BPD didusunnya masing-masing. (6) Musyawarah pemilihan bakal calon anggota BPD ditingkat dusun dianggap sah apabila dihadiri setidaknya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah kepala keluarga diwilayah dusun yang bersangkutan. (7) Kepala dusun mengajukan bakal calon anggota BPD hasil musyawarah ditingkat dusun kepada panitia pengisian anggota BPD dengan disertai persyaratan administrasi. (8) Pengajuan bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan oleh kepala dusun paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pelaksanaan musyawarah. Pasal 134 (1) Pengisian Anggota BPD dilaksanakan secara musyawarah untuk mendapatkan kata mufakat yang dipimpin oleh Ketua Panitia Pengisian BPD. 58

59 (2) Musyawarah pengisian Anggota BPD ditingkat Desa dianggap sah apabila dihadiri oleh minimal 2 (dua) orang dari masing-masing unsur Ketua RW, Pemangku Adat, Golongan Profesi Pemuka Agama dan tokoh/pemuka masyarakat dari setiap dusun. (3) Jika dalam musyawarah tidak didapatkan kata mufakat, maka pengisian anggota BPD dapat dilakukan dengan cara pengambilan suara terbanyak. (4) Tata cara pemilihan dengan pengambilan suara terbanyak ditetapkan oleh panitia pengisian anggota BPD. (5) Dalam pengambilan suara terbanyak calon anggota BPD mempunyai hak suara. (6) Dalam proses musyawarah pengisian anggota BPD ditingkat Desa dihadiri oleh unsur kecamatan setempat. Pasal 135 (1) Panitia pengisian melalui proses pemilihan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (3) melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon anggota BPD dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum masa keanggotaan BPD berakhir. (2) Pemilih dalam proses pemilihan langsung anggota BPD mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal47 sampai pasal57pemilihan kepala desa. (3) Panitia pengisian BPD memberitahukan kepada masyarakat tentang pencalonan anggota BPD secara tertulis atau melalui sarana komunikasi lainnnya sesuai dengan situasi dan kondisi desa yang bersangkutan. (4) Bakal calon anggota BPD menyampaikan pencalonan dirinya kepada panitia pengisian BPD berdasarkan unsur ketua RW, pemangku adat, pemuka agama, perempuan,pemuda dan tokoh masyarakat. (5) Panitia pengisian melakukan penjaringan dan penyaringan bakal calon dengan mempertimbangkan pemenuhan unsur keanggotaan BPD. (6) Panitia pengisian menetapkan bakal calon menjadi calon BPD. (7) Panitia pengisian menetapkan jadwal pemungutan suara pemilihan BPD. (8) Panitia pengisian mengumumkan secara lisan atau tulisan jadwal pemungutan suara pemilihan BPD di tempat yang strategis didesa untuk diketahui oleh masyarakat. (9) Pemungutan suara dilakukan dengan memberikan suara melalui surat suara yang berisi nomor, foto, dan nama calon atau berdasarkan kebiasaan masyarakat desa setempat. 59

60 (10) Pemberian suara untuk pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan dengan mencoblos salah satu calon dalam surat suara. Pasal 136 (1) Anggota BPD yang terpilih disampaikan oleh Panitia Pengisian kepada Kepala Desa. (2) Kepala Desa menyampaikan Anggota BPD terpilih kepada Camat. (3) Anggota BPD terpilih yang telah diketahui Camat disampaikan kepada Bupati untuk mendapatkan penetapan. Pasal 137 (1) Rencana Anggaran Biaya Pengisian BPD disusun oleh Panitia Pengisian. (2) Biaya pengisian BPD dibebankan pada APBDesa dan/atau dapat berasal dari swadaya masyarakat desa, bantuan pemerintah kabupaten dan dana lainnya yang sah. (3) Biaya pengisian BPD dipergunakan untuk : a. administrasi; b. penelitian syarat-syarat calon; c. honorarium panitia, petugas, konsumsi dan rapat-rapat; d. pelantikan; e. dan lainnya yang dianggap perlu. Pasal 138 (1) Anggota BPD yang berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir diadakan penggantian anggota BPD antar waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berhenti atau diberhentikan. (2) Masa jabatan bagi anggota BPD pengganti adalah sisa waktu yang belum dijalankan oleh anggota BPD yang berhenti atau diberhentikan. (3) Penggantian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada daftar urut calon yang tidak terpilih perdusun sesuai berdasarkan keterwakilan wilayah. (4) Penggantian antar waktu anggota BPD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota yang digantikan kurang dari 3 (tiga) bulan masa jabatan anggota BPD. (5) Selambat-lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari setelah anggota BPD berhenti, anggota BPD pengganti antar waktu di usulkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati melalui Camat untuk dapat penetapan. 60

61 (6) Penetapan dan pelantikan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan oleh Camat atas nama Bupati. Paragraf3 Pemberhentian Anggota BPD Pasal 139 (1) Anggota BPD berhenti karena: a. meninggal dunia; b. permintaan sendiri; atau c. diberhentikan. (2) Anggota BPD diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena: a. berakhir masa keanggotaan; b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan; c. tidak lagi memenuhi syarat sebagai anggota BPD; d. tidak lagi melaksanakan kewajiban sebagai anggota BPD; e. melanggar larangan sebagai anggota BPD. f. Ditetapkan sebagai calon kepala desa; g. Melakukan tindak pidana yang memperoleh kekuatan hukum tetap dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. (3) Pemberhentian anggota BPD diusulkan oleh pimpinan BPD kepada Kepala desa dan ditindak lanjuti kepada Bupati melalui Camat atas dasar hasil musyawarah BPD. (4) Peresmian pemberhentian anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Paragraf 4 Peraturan Tata Tertib BPD Pasal 140 (1) BPD menyusun Peraturan Tata Tertib BPD. (2) Peraturan Tata Tertib BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat: a. waktu musyawarah BPD; b. pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD; c. tata cara musyawarah BPD; d. tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD dan anggota BPD;dan 61

62 e. pembuatan berita acara musyawarah BPD. (3) Pengaturan mengenai waktu musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. pelaksanaan jam musyawarah; b. tempat musyawarah; c. jenis musyawarah; dan d. daftar hadir anggota BPD. (4) Pengaturan mengenai pimpinan musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. penetapan pimpinan musyawarah apabila pimpinan dan anggota hadir lengkap; b. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua BPD berhalangan hadir; c. penetapan pimpinan musyawarah apabila ketua dan wakil ketua berhalangan hadir; dan d. penetapan secara fungsional pimpinan musyawarah sesuai dengan bidang yang ditentukan dan penetapan penggantian anggota BPD antarwaktu. (5) Pengaturan mengenai tata cara musyawarah BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. tata cara pembahasan rancangan Peraturan Desa; b. konsultasi mengenai rencana dan program Pemerintah Desa; c. tata cara mengenai pengawasan kinerja Kepala Desa; dan d. tata cara penampungan atau penyaluran aspirasi masyarakat. (6) Pengaturan mengenai tata laksana dan hak menyatakan pendapat BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d meliputi: a. pemberian pandangan terhadap pelaksanaan Pemerintahan Desa; b. penyampaian jawaban atau pendapat Kepala Desa atas pandangan BPD; c. pemberian pandangan akhir atas jawaban atau pendapat Kepala Desa; dan d. tindak lanjut dan penyampaian pandangan akhir BPD kepada Bupati. (7) Pengaturan mengenai penyusunan berita acara musyawarah BPD sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e meliputi: a. penyusunan notulen rapat; b. penyusunan berita acara; c. format berita acara; d. penandatanganan berita acara; dan 62

63 e. penyampaian berita acara. Paragraf5 Musyawarah BPD Pasal 141 Mekanisme musyawarah BPD sebagai berikut: a. musyawarah BPD dipimpin oleh pimpinan BPD; b. musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2 /3(dua pertiga) dari jumlah anggota BPD; c. pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat; d. apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara; e. pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit 1 /2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir; dan f. hasil musyawarah BPD ditetapkan dengan keputusan BPD dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris BPD. Paragraf6 Musyawarah Desa Pasal 142 (1) Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. (2) Hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penataan Desa; b. perencanaan Desa; c. kerja sama Desa; d. rencana investasi yang masuk ke Desa; e. pembentukan BUM Desa; f. penambahan dan pelepasan Aset Desa; g. pemilihan Kepala Desa Antarwaktu; dan h. kejadian luar biasa. (3) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun. 63

64 (4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari APB Desa. Pasal 143 (1) Musyawarah Desa diselenggarakan oleh BPD yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa. (2) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diikuti oleh Pemerintah Desa, BPD, dan unsur masyarakat. (3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. tokoh adat; b. tokoh agama; c. tokoh masyarakat; d. tokoh pendidikan; e. perwakilan kelompok tani; f. perwakilan kelompok perajin; g. perwakilan kelompok perempuan; h. perwakilan kelompok pemerhati dan pelindungan anak; dan i. perwakilan kelompok masyarakat miskin. (4) Selain unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), musyawarah Desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Pasal 144 Ketentuan mengenai tata tertib dan mekanisme pengambilan keputusan musyawarah Desa dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 7 Hubungan Kerja Pasal 145 (1) Hubungan kerja antara BPD dengan Pemerintah Desa adalah sejajar dan menjadi mitra dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. (2) Hubungan kerja antara BPD dengan lembaga kemasyarakatan desa adalah kemitraan, konsultatif dan kordinatif. Paragraf 8 Keuangan dan Administratif 64

65 Pasal 146 (1) Pimpinan dan Anggota BPD menerima tunjangan sesuai dengan kemampuan keuangan desa. (2) Tunjangan pimpinan dan anggota BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Pasal 147 (1) Untuk kegiatan BPD disediakan biaya operasional sesuai dengan kemampuan keuangan desa yang dikelola oleh Sekretaris BPD. (2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Paragraf 9 Tindakan Penyidikan Terhadap Anggota BPD Pasal 148 (1) Tindakan penyidikan terhadap pimpinan dan anggota BPD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati. (2) Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tertangkap tangan melakukan tindakan pidana kejahatan; b. disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati. (3) Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan secara tertulis oleh atasan penyidik kepada bupati paling lama 3 (tiga) hari. (4) Selama anggota BPD menjalani proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan dan administrasi sampai dengan adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 149 (1) Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan penataan desa, pemerintahan desa dan penyelenggaraan peran tugas dan fungsi BPD, keanggotaan, kedudukan dan wewenang BPD. (2) Pembinaan teknis operasional dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten yang 65

66 membidangi pemerintahan desa dan pejabat fungsional lainnya yang meliputi :penetapan, pedoman teknis, peningkatan sumber daya manusia, kelembagaan dan peranserta masyarakat, pengawasan dan evaluasi. (3) Pembinaan teknis operasional dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilaksanakan oleh Camat meliputi : memfasilitasi administrasi penyelenggaraan penataan desa, pemerintahan desa, pemberdayaan masyarakat, fasilitasi hubungan kerja, bimbingan, supervisi dan konsultasi. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 150 (1) Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2016 sampai dengan tahun 2020, pemilihan Kepala Desa diselenggarakan secara serentak pada gelombang berikutnya dengan interval waktu (dua) tahun. (2) Kepala Desa hasil Pemilihan tahun 2015 menjabat sampai dengan tahun (3) Kepala Desa hasil Pemilihan tahun 2017 menjabat sampai dengan tahun (4) Kepala Desa hasil Pemilihan tahun 2019 menjabat sampai dengan tahun (5) Pemungutan suara serentak Pemilihan Kepala Desa di seluruh Wilayah Kabupaten Kuantan Singingi dilaksanakan pada tahun (6) Untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Desa, diangkat penjabat Kepala Desa berasal dari Pegawai Negeri Sipil sampai dengan Pelantikan Kepala Desa sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 151 (1) Penjabat Kepala Desa yang ditetapkan sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini, menjalankan tugas sampai dilantiknya Kepala Desa hasil pemilihan. (2) Kepala desa yang ada pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini tetap menjalankan tugas sampai habis masa jabatannya. (3) Perangkat desa yang ada pada saatmulai berlakunya Peraturan Daerah ini tetap menjalankan tugas sampai dilakukan pengangkatan perangkat desa oleh kepala desa. 66

67 (4) Anggota BPD yang ada pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini sampai habis masa jabatannya. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 152 Petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. Pasal 153 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku: 1. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 1 Tahun 2009 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2009 Nomor 1); 2. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata cara Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa(Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2009 Nomor 4); 3. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 5 Tahun 2009 tentang Tata cara Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa (Lembaran DaerahKabupaten Kuantan Singingi Tahun 2009 Nomor 5); 4. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan SIngingi Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Pengabungan Kelurahan ( Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2010 Nomor 6 ); 5. Peraturan Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 7 Tahun 2010 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan(Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi Tahun 2010 Nomor 7), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 154 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 67

68 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganperaturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Kuantan Singingi. Ditetapkan di Teluk Kuantan pada tanggal 14 September2017 Diundangkan di Teluk Kuantan pada tanggal 15 September 2017 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI TAHUN 2017NOMOR : 4 NOMOR REGISTER KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU NOMOR : (5.64.C/2017) PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 4TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMERINTAHAN DESA 68

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa desa sebagai satuan wilayah otonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN,

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 13 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG D E S A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

~ 1 ~ BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG D E S A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ~ 1 ~ BUPATI MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG D E S A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG DESA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG DESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik

Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016

BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016 BUPATI KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR : 01 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 1 Tahun 2015 TENTANG DESA

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 1 Tahun 2015 TENTANG DESA BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 1 Tahun 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMERINTAHAN DESA SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang: a. bahwa Desa sebagai kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU, Menimbang : a. bahwa desa dalam

Lebih terperinci

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA - 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TENTANG PEMERINTAHAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TENTANG PEMERINTAHAN DESA 0 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN INDRAMAYU 2015 1 LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.7, 2014 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN BUPATI LAMONGAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN, DAN PERUBAHAN STATUS DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2013 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa penataan desa

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 6 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO Dan BUPATI SUKOHARJO MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO Dan BUPATI SUKOHARJO MEMUTUSKAN : BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa untuk mengatur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional

Lebih terperinci

NOMOR 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

NOMOR 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG NOMOR 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2016 BUPATI BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI,

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa desa memiliki hak asal usul dan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR... TAHUN... TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. sesuai

Lebih terperinci

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA SALINAN BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa.

Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA Pasal 23 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Pasal 24 Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Desa

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PENGANGKATAN, DAN PELANTIKAN KEPALA LEMBANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang :a. bahwa sesuai dengan Pasal 65 ayat (2)

Lebih terperinci

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DAN BADAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN NN BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN PERBEKEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA DESA, PERANGKAT DESA DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2015 PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan

: 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa badan permusyawaratan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERBEKEL

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERBEKEL BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERBEKEL BUPATI BANGLI, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan pasal 31 ayat

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAMASA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN KEPALA DESA SECARA SERENTAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA 1/2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) ~ paling sedikit, pemungutan suara dinyatakan sah pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SALINAN BUPATI MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANA TORAJA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR Rancangan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA, RUKUN WARGA, LEMBAGA KEMASYARAKATAN LAINNYA DAN DUSUN

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 8 TAHUN 2O15 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G DESA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG TAHUN 2015 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTAENG NOMOR 5 TAHUN 2015 T E N T A N G DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTAENG Menimbang : a. bahwa setelah

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DESA DADAPMULYO KABUPATEN REMBANG PERATURAN DESA DADAPMULYO NOMOR TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

DESA DADAPMULYO KABUPATEN REMBANG PERATURAN DESA DADAPMULYO NOMOR TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DESA DADAPMULYO KABUPATEN REMBANG PERATURAN DESA DADAPMULYO NOMOR TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA DADAPMULYO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NN BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN, PENGANGKATAN, PELANTIKAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HILIR PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERANGKAT KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BARITO SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN KEPALA DESA

BUPATI BARITO SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN KEPALA DESA BUPATI BARITO SELATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMILIHAN KEPALA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO SELATAN,

Lebih terperinci

KEPALA DESA MENES KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DESA MENES KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

KEPALA DESA MENES KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG PERATURAN DESA MENES KECAMATAN MENES KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KEPALA DESA MENES PERATURAN DESA MENES NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA MENES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA MENES Menimbang : Mengingat : a.

Lebih terperinci