BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil Penelitian ini dilakukan di SDN 01 Palebon Semarang, ditampilkan pada tabel di bawah ini : 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 2.1 Distribusi responden berdasarkan umur di SDN 01 Palebon Semarang, 2014 N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Umur responden Berdasarkan Tabel 2.1 diatas diketahui bahwa umur terendah responden adalah 10 tahun, sedangkan umur tertinggi responden adalah 11 tahun. Pada tabel diatas juga dapat dilihat bahwa umur rata-rata responden penelitian ini adalah 10 tahun 8 bulan. b. Jenis Kelamin Tabel 2.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di SDN Palebon 01 Semarang, 2014 No Jenis kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-laki Perempuan ,3 % 47,7 % Tabel 2.2 menunjukan bahwa kebanyakan responden penelitian berjenis kelamin laki laki yaitu sebanyak 23 anak (52,3 %), 41

2 42 sedangkan sisanya sebanyak 21 anak (47,7 %) berjenis kelamin perempuan. 2. Gambaran Pengetahuan Perilaku Kekerasan Orang Tua Tabel 2.3 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada gambaran pengetahuan perilaku kekerasan orang tua Gambaran Pengetahuan perilaku kekerasan orang tua Kekerasan fisik Kekerasan psikis Kekerasan seksual Jumlah Persentase (%) ,2% 29,5% 27,3% Dari tabel 2.3 dapat diketahui bahwa persepsi anak terhadap gambaran pengetahuan perilaku kekerasan fisik lebih banyak yaitu sebanyak 19 anak (43,2 %), kemudian pada definisi perilaku kekerasan psikis sebanyak 13 anak (6,2 %), sedangkan pada definisi perilaku kekerasan seksual sebanyak 12 anak (27,3 %). 3. Bentuk Bentuk Perilaku Kekerasan Orang Tua a. Perilaku Kekerasan Fisik Tabel 2.4 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik ( menendang) Menendang Jumlah Persentase (%) ,3 % 72,7 % Dari tabel 2.4 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada perilaku kekerasan fisik yang menyatakan setuju tentang menendang yaitu sebanyak 32 anak (72,7 %), sedangkan yang tidak setuju tentang menendang 12 anak (27,3 %).

3 43 Tabel 2.5 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik (memukul) Memukul Jumlah Persentase (%) ,6 % 61,4 % Dari tabel 2.5 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik yang menyatakan setuju tentang memukul yaitu sebanyak 27 anak (61,4 %), sedangkan yang tidak setuju pada perilaku memukul yaitu 17 anak (38,6 %). Tabel 2.6 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik (menjambak rambut) Menjambak rambut Jumlah Persentase (%) ,6 % 61,4 % Dari tabel 2.6 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada perilaku kekerasan fisik yang menyatakan setuju tentang menjambak rambut sebanyak 27 anak (61,4 %), dan yang menyatakan tidak setuju pada menjambak rambut 17 anak (38,6 %). b. Perilaku Kekerasan Psikis Tabel 2.7 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan psikis (memaki-maki) Memaki-maki Jumlah Persentase (%) ,3 % 72,7 %

4 44 Dari tabel 2.7 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada perilaku kekerasan psikis yang menyatakan setuju tentang memaki-maki yaitu sebanyak 32 anak (72,7 %), dan yang menyatakan tidak setuju dengan 12 anak (37,3 %). Tabel 2.8 Distribusi responden berdasarkan bentuk-bentuk perilaku kekerasan psikis (membentak) Membentak Jumlah Persentase (%) ,8 % 68,2 % Dari tabel 2.8 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku psikis yang menyatakan setuju tentang membentak adalah 30 anak (68,2 %), sedangkan yang tidak setuju tentang membentak yaitu 14 anak (31,8 %). c. Perilaku Kekerasan Seksual Tabel 2.9 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan seksual (penganiayaan seksual) Penganiayaan Seksual Jumlah Persentase (%) ,6 % 61,4 % Dari tabel 2.9 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku kekerasan seksual yang menyatakan setuju tentang penganiayaan seksual sebanyak 27 anak (61,4 %), dan yang menyatakan tidak setuju 17 anak (38,6%).

5 45 Tabel 3.1 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan seksual (pemaksaan seksual) Pemaksaan Seksual Jumlah Persentase (%) ,5 % 79,5 % Dari tabel 3.1 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku kekerasan seksual yang menyatakan setuju tentang pemaksaan seksual yaitu sebanyak 35 anak (79,5 %), sedangkan yang tidak setuju mengenai hal tersebut sebanyak 9 anak (20,5 %). d. Perilaku Kekerasan Sosial, Ekonomi Tabel 3.2 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan sosial, ekonomi (memaksa bekerja) Memaksa Bekerja Jumlah Persentase (%) ,5 % 70,5 % Dari tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku kekerasan sosial ekonomi yang menyatakan setuju terhadap memaksa bekerja yaitu sebanyak 31 anak (70,5%), sedangkan yang tidak setuju dalam hal tersebut sebanyak 13 anak (29,5 %). Tabel 3.3 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan sosial, ekonomi (tidak memberi nafkah) Tidak memberi nafkah Jumlah Persentase (%) ,5 % 70,5 %

6 46 Dari tabel 3.3 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku kekerasan sosial, ekonomi yang menyatakan setuju terhadap tidak memberi nafkah yaitu sebanyak 31 anak (70,5 %), sedangkan yang tidak setuju akan hal itu sebanyak 13 anak (29,5 %). e. Perilaku Kekerasan Penelantaran Tabel 3.4 Distribusi responden berdasarkan pesepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan penelantaran (acuh tak acuh) Acuh tak acuh Jumlah Persentase (%) ,3 % 72,7 % Dari tabel 3.4 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentukbentuk perilaku kekerasan penelantaran yang menyatakan setuju pada acuh tak acuh sebanyak 32 anak (72,7 %), sedangkan yang menyatakan tidak setuju sebanyak 12 anak (27,3 %). 4. Penyebab Perilaku Kekerasan Orang Tua Tabel 3.5 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada penyebab perilaku kekerasan ( pemarah) Pemarah Jumlah Persentase (%) % 73 % Dari tabel 3.5 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada penyebab perilaku kekerasan orang tua yang menyatakan setuju tentang pemarah adalah penyebab dari terjadinya tindak perilaku kekerasan yaitu sebanyak 32 anak (73 %). Sedangkan yang tidak setuju sebanyak 12 anak (27%).

7 47 5. Respon Perilaku Kekerasan Orang Tua Tabel 3.6 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada respon perilaku kekerasan orang tua (sedih) Sedih Jumlah Persentase (%) % 73 % Dari tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa persepsi anak pada respon perilaku kekerasan orang tua yang menyatakan setuju tentang sedih dari respon perilaku kekerasan orang tua sebanyak 32 anak (73%), sedangkan yang tidak setuju 12 anak (27%). Tabel 3.7 Distribusi responden berdasarkan persepsi anak pada respon perilaku kekerasan orang tua (takut) Takut Jumlah Persentase (%) % 68 % Dari tabel 3.7 dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada respon perilaku kekerasan orang tua yang menyatakan setuju tentang takut respon dari perilaku kekerasan orang tua adalah sebanyak 30 anak (68 %). Sedangkan yang tidak setuju sebanyak 14 anak (32%). B. Pembahasan 1. Gambaran Pengetahuan Perilaku Kekerasan Orang Tua Dari hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa persepsi anak terhadap gambaran pengetahuan perilaku kekerasan fisik lebih banyak dari pada kekerasan lainnya yaitu sebanyak 19 anak (43,2 %). Sedangkan anak yang memahami perilaku kekerasan psikis ada sebanyak 13 anak (6,2 %).

8 48 Kemudian yang memahami dari perilaku kekerasan seksual sebanyak 12 anak (27,3 %). Menurut hasil yang didapat, persepsi anak lebih memahami tentang kekerasan fisik, karena di lingkungan sekitar lebih banyak mengenal berbagai macam kekerasan fisik. Dari cara mereka bergaul, mengungkapkan amarahnya kepada temannya atau lawan jenis, dari apa yang mereka amati di lingkungan sekitar baik di lingkungan sekolah ataupun di rumah. Mereka memahami hal tersebut karena perlakuan kekerasan fisik seperti memukul lebih sering mereka amati dari pada perlakuan kekerasan psikis ataupun seksual. Mungkin tak hanya mereka lihat pada lingkungan sekitar tetapi hal tersebut sering diberitakan di berbagai media massa seperti koran, televisi, dan majalah. Jadi, dari masing-masing anak beranggapan bahwa kekerasan fisik lah yang mendominasi dari perilaku kekerasan orang tua. Berbagai hal ini terkait dengan semakin maraknya fenomena kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi di lingkungan dan maraknya pemberitaan tentang kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini mendorong timbulnya perhatian yang lebih dari masyarakat sehingga mempermudah untuk mempersepsikannya khususnya di kalangan anak sekolah (Ginting, 2008). Dari hal tersebut didapatkan bahwa persepsi dibentuk oleh adanya suatu pengalaman atau mengalami kejadian kekerasan dalam rumah tangga yang ada di sekitar lingkngannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rakhmat (2009) yang mengatakan bahwa persepsi seseorang dapat dipengarruhi oleh pengalaman yang terdahulu. 2. Bentuk-Bentuk Perilaku Kekerasan Orang Tua a. Kekerasan Fisik Dari hasil penelitian yang sudah peneliti lakukan, dapat dijelaskan bahwa persepsi anak pada bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik terbanyak pada kategori menendang, yang menyatakan setuju tentang

9 49 menendang yaitu sebanyak 32 anak (72,7 %), sedangkan yang tidak setuju tentang menendang 12 anak (27,3 %). Hal ini berarti bahwa keseluruhan responden yakin bahwa menendang merupakan kekerasan fisik. Dan dijelaskan pula bahwa bentuk-bentuk perilaku kekerasan fisik yang menyatakan setuju tentang memukul dan menjambak rambut yaitu sebanyak 27 anak (61,4 %), dan yang menyatakan tidak setuju pada memukul dan menjambak rambut 17 anak (38,6 %). Pada perilaku kekerasan fisik diantaranya menendang, memukul, dan menjambak rambut. Dari hasil survey didapatkan bahwa persepsi responden atau anak-anak lebih dominan pada kata menendang karena di lingkungan sekolah pun mereka pernah melakukannya, tak hanya itu di luar lingkungan sekolah, di lingkungan perkampungan pun mereka senantiasa melihat atau mengamati bahkan melakukan menendang. Entah karena hal sengaja atau tidak hal itu pernah terjadi dan kebanyakan dilakukan oleh laki-laki. Dalam permainan atau pun perdebatan dari macam-macam perlawanan. Tingkat emosi yang belum labil itu lah yang menyebabkan hal itu terjadi. Jadi, dari sini responden beranggapan kekerasan fisik seperti menendang, untuk memukul sendiri mereka mengasumsikan sebagai hal perilaku biasa tetapi masih termasuk perilaku kekerasan fisik. Lain halnya dengan menjambak rambut, mereka lebih beranggapan menjambak rambut itu sebagai perlakuan wajar sebagai peringatan atas apa yang dilakukan jika tak sesuai yang telah dikehendaki seseorang. Tapi, dari berbagai macam tindakan tersebut mereka sangat tidak menyukainya karena perbuatan tersebut dapat melukai seseorang. Tiap individu mempunyai pola tertentu, mempunyai penyesuaian diri yang sangat unik (khas). Dari usia, jenis kelamin, status ekonomi dan hal-hal lain yang terikat pada pribadinya semua turut menentukan seorang anak menghadapi stres dengan pola yang berlainan dari seorang dewasa.

10 50 Menurut Darmono (2008) bentuk-bentuk perilaku kekerasan orang tua meliputi, kekerasn fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, kekerasan sosial, ekonomi dan penelantaran. Sepintas hukuman semacam itu dianggap lumrah tetapi sebenarnya merupakan tindakan kekerasan meskipun kadarnya ringan. Kemiskinan yang seringkali bergandengan dengan rendahnya pendidikan, pengangguran, dan tekanan mental umumnya dipandang sebagai faktor dominan yang mendorong terjadinya kekerasan terhadap anak. Anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anakanak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang menjadi agresif. Sitohang, (2004) menggambarkan bahwa semua jenis gangguan mental ada hubungannya dengan perlakuan buruk yang diterima manusia ketika dia masih kecil. Kekerasan fisik yang berlangsung berulang-ulang dalam jangka waktu lama akan menimbulkan cedera serius terhadap anak, meninggalkan bekas luka secara fisik hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkan barang berharga (Suharto, 1997). Hasil penelitian Familier and Work Institute and The Coloradu Tourt Amerika Serikat (1999), dari anak pernah dipukul atau dilukai anak (37%), dan diserang dengan senjata anak (16%) (Azwar, 2005). b. Kekerasan Psikis Hasil penelitian dari perilaku kekerasan psikis dapat dijelaskan bahwa menyatakan bentuk-bentuk perilaku kekerasan psikis terbanyak pada kategori (memaki-maki), yang menyatakan setuju tentang memakimaki merupakan kekerasan psikis yaitu sebanyak 32 anak (72,7 %), dan yang tidak setuju 12 anak (37,3%). Sedangkan perilaku kekerasan psikis

11 51 yang menyatakan setuju tentang membentak sebagai kekerasan psikis adalah 30 anak (68,2 %), dan yang tidak setuju 14 anak (31,8%). Untuk membentak mungkin sudah menjadi hal yang terbiasa di lingkungan sekitar mungkin dengan adanya pertemanan yang kurang cocok sehingga dapat menimbulkan hal tersebut. Lain halnya dengan memaki-maki, memaki-maki terlihat lebih menakutkan dan lebih terlihat menyeramkan. Selain terlihat menyeramkan dari kata-kata yang sangat kejam memaki-maki sangat membuat orang lain sakit hati karena ucapan yang dilontarkan. Mungkin tak hanya terjadi di lingkungan keluarga yang di mana orang tua yang kesal pada anaknya karena bandel dan bisa juga terjadi di sekolah karena dimarahi guru. Dalam kasus lain, seorang atasan yang memaki-maki bawahannya karena suatu tugas yang tak sesuai yang dikehendaki atasan. Tindakan tersebut mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya dan penderitaan psikis berat pada psikis seseorang. Dari sini lah, menyimpulkan bahwa memaki-maki jauh lebih banyak dipahami daripada membentak. Menurut Irwanto (2002) menjelaskan bahwa perkembangan kesehatan mental pada pihak korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami perlakuan yang salah pada umumnya lebih lambat dari manusia yang normal, yaitu mengalami gangguan kepribadian kesehatan mental yaitu menjadi kurang percaya diri, harga diri rendah, dan selalu menganggap dirinya tidak sempurna, koping individu tidak efektif, takut serta tingkat kecemasan yang tinggi. Timbulnya frustasi karena suatu tekanan atau depresi sehingga muncul marah dengan masalah yang tidak terselesai sehingga menimbulkan gangguan agresif yaitu dengan marah, perilaku agresif merupakan perilaku yang menyertai marah karena dorongan individu untuk menuntut sesuatu yang dianggapnya benar, dan masih terkontrol. (Alwisol, 2006). Hasil penelitian Familier and Work Institute and The Coloradu Tourt Amerika Serikat (1999), dari

12 52 anak pernah diejek, diolok-olok atau dibicarakan hal-hal negatif tentang dirinya terhadap orang lain sebanyak anak (47%) (Azwar, 2005). c. Kekerasan Seksual Hasil penelitian dari perilaku kekerasan seksual dapat dibedakan dari segi penganiayaan seksual dan pemaksaan seksual. Dari hasil dijelaskan presentase terbanyak pada kaegori pemaksaan seksual, yaitu yang menyatakan setuju tentang pemaksaan seksual yaitu sebanyak 35 anak (79,5 %), dan yang tidak setuju 9 anak (20,5%). Sedangkan penganiayaan seksual yang setuju 27 anak (61,4%), dan yang tidak setuju 17 anak (38,6%). Berdasarkan hasil yang telah didapat, pemaksaan seksual sangat dipahami oleh responden karena dari perilaku yang tak sepatutnya dan sangat tidak perlu untuk dicontoh. Responden kurang begitu mengenal kekerasan seksual tetapi setelah diberikan contoh mereka memiliki asumsi tersendiri. Mereka mempunyai pandangan mengenai kekerasan seksual dari berbagai macam media masa atau berita yang disiarkan di televisi. Responden belum mengenal lebih jauh pada kasus tersebut karena di lingkungan sekitar juga tidak berpotensi pada kasus ini. Di lingkungan sekitar lebih terlihat pada kasus kekerasan fisik. Dan mereka masih beranggapan kekerasan seksual masih menjadi hal yang tabu bagi mereka semua. Dengan hasil tersebut responden yakin bahwa penganiayaan seksual dan pemaksaan seksual merupakan perilaku kekerasan seksual. Karena dari hasil penelitian Yuliani (2008) beranggapan bahwa seseorang memaksakan kehendak di luar kemauan dan kemampuan orang tersebut maka telah dikategorikan sebagai tindak perilaku kekerasan atau KDRT. Seseorang yang tidak menyukai atau marah terhadap bagian tubunya, seksual yang tidak terpenuhi sehingga melakukan kekerasan seksual. Pada keadaan ini respon psikologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah

13 53 meningkat, takhikardi, wajah merah, menimbulkan rasa marah, merasa tidak adekuat, mengungkapkan secara verbal menjadi lega, kebutuhan terpenuhi. (Latipun, 2010). d. Kekerasan Sosial, Ekonomi Hasil penelitian dari perilaku kekerasan sosial, ekonomi dapat dijelaskan yang menyatakan setuju terhadap memaksa bekerja dan tidak memberi nafkah yaitu sebanyak 31 anak (70,5%). Sedangkan yang tidak setuju akan hal tersebut yaitu 13 anak (29,5 %). Berdasarkan dari hasil tersebut responden yakin pada memaksa bekerja dan tidak memberi nafkah merupakan perilaku kekerasan sosial, ekonomi. Karena jika dilihat dari sudut pandang mereka, mereka berangapan bekerja dan memberi nafkah adalah kewajiban orang tua bukan anak sekolah. Mereka beranggapan bahwa tugas anak hanya menuntut ilmu setinggi mungkin dan dapat membuat orang tuanya bangga atas prestasi yang dicapai. Dari lingkungan sekolah ataupun perkampungan belum ditemukan kasus seperti ini. Mereka mengetahui kasus ini dari pengetahuan mereka dari televisi atau guru yang mengajar di sekolah. Bahkan mereka mengamati dari sinetron-sinetron yang pernah tayang di televisi, dari situlah asumsi mereka mengenai kasus kekerasan sosial, ekonomi. Dan dari kasus kekerasan sosial, ekonomi mereka merasa iba pada anak yang mengalami kasus tersebut, karena mereka yang harus bekerja keras karena orang tua yang memaksa bekerja dan tak memberi nafkah. Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuhkembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau

14 54 masyarakat. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya (Suharto, 1997). e. Penelantaran Hasil penelitian dari penelantaran dapat dijelaskan penelantaran yang menyatakan setuju pada acuh tak acuh terhadap keluarga sebanyak 32 anak (72,7 %), yang tidak setuju akan hal itu sebanyak 12 anak (27, 3%). Berdasarkan hasil tersebut responden yakin bahwa acuh tak acuh merupakan perilaku penelantaran baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar. Persepsi dari responden bisa didapatkan karena responden yang mempunyai gambaran pada yang pernah mereka lalui. Dari banyak kasus penelantaran yang marak diberitakan di beberapa media massa membuat mereka semakin mengerti dalam kasus ini. Kasus ini hampi sama dengan kasus kekerasan sosial, ekonomi. Namun, dalam kasus ini jauh lebih tidak manusiawi yang telah menelantarkan anggota keluarganya. Mungkin dari kasus ini responden dapat melihat di tepi jalan sang anak yang terpaksa meminta-minta karena orang tua yang tak lagi mau mengurusnya. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada masa yang akan datang. Menurut Hayati (2000) bahwa akibat dari penelantaran rumah tangga menyebabkan seseorang terpaksa masuk ke dunia melacur, menjdai pencuri dan mengambil barang tanpa sepengetahuan pemiliknya, dan merampas milik orang lain.

15 55 3. Penyebab Perilaku Kekerasan Orang Tua Berdasarkan hasil penelitian dijelaskan bahwa persepsi anak pada penyebab perilaku kekerasan orang tua adalah pemarah. Dan dari hasil yang menyatakan setuju bahwa pemarah adalah salah satu penyebab terjadinya perilaku kekerasan orang tua yaitu sebanyak 32 anak (73 %). Sedangkan yang tidak setuju mengenai hal itu sebanyak 12 anak (27%). Dari hasil penelitian tersebut responden yakin bahwa kekerasan fisik yang sering terjadi dibanding kekerasan psikis atau kekerasan lainnya jika penyebab perilaku kekerasan mulai tak terkendali, karena seseorang yang emosi berlebihan dan tidak dapat mengatasi emosinya tersebut dengan cara melampiaskan dengan cara memukul atau menendang. Pada hasil yang telah diketahui berdasar hasil di atas, salah satu penyebab terjadinya perilaku kekerasan orang tua adalah pemarah. Karena dengan pemarah seseorang tersebut mengalami stres yang di mana tidak dapat memenuhi kebutuhan layaknya orang pada umumnya. Dalam hal ini seseorang tersebut merasa putus asa dan selalu merasa emosi akhirnya emosi tersebut menjadi sebuah perilaku kekerasan yang bisa terjadi di lingkungan keluarga ataupun di lingkungan sekitar. Tak sedikit anak yang mengalami kasus perilaku kekerasan orang tua, bahkan perilaku kekerasan bisa terjadi para kaum perempuan. Tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga terjadi dikarenakan telah diyakini bahwa masyarakat atau budaya yang mendominasi saat ini adalah patriarkhi, dimana laki-laki adalah superior dan perempuan inferior sehingga laki-laki dibenarkan untuk menguasai dan mengontrol perempuan. Hal ini menjadikan perempuan tersubordinasi. Di samping itu, terdapat interpretasi yang keliru terhadap stereotipi jender yang tersosialisasi amat lama dimana perempuan dianggap lemah, sedangkan laki-laki, umumnya lebih kuat (Ichwan, 2010). Tindakan kekerasan dalam rumah tangga disebabkan oleh berbagai fatkor, antara lain : faktor ekonomi; kultur hegomoni yang patriarkis; merosotnya

16 56 kepedulian dan solidaritas sosial; masyarakat miskin empati dan belum memasyarakatnya UU PKDRT (Hanifah, 2007). 4. Respon Perilaku Kekerasan Orang Tua Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi anak pada respon perilaku kekerasan orang tua adalah sedih dan takut. Dan dapat dijelaskan pula bahwa respon dari perilaku kekerasan terbanyak pada kategori sedih. Hasil dari yang menyatakan setuju dengan sedih sebagai respon dari perilaku kekerasan yaitu sebanyak 32 anak (73%), sedangkan yang tidak setuju 12 anak (27%). Sedangkan yang menyatakan setuju pada takut sebagai respon perilaku kekerasan sebanyak 30 anak (68 %). Sedangkan yang tidak setuju sebanyak 14 anak (32%). Reaksi dari anak ketika dikenai kekerasan oleh orang tuanya adalah anak akan mengalami traumatis yang nantinya menimbulkan permasalahan di berbagai segi kehidupannya yaitu permasalahan reasional, emosional, dan masalah perilaku. Kesedihan juga dirasakan ketika dirinya merasa bahwa orang tua yang seharusnya menyayangi serta melindungi, akan tetapi dalam hal ini diperlakukan sebaliknya yaitu dengan melakukan perilaku kekerasan. Seperti yang telah diketahui, anak mendapatkan ancaman dari perilaku kekerasan untuk tidak menceritakan kekerasan yang dialaminya, sehingga membuat anak menjadi cemas dan takut akan ancaman tersebut sehingga memilih untuk menuruti perintah dan membuatnya menutupi kekerasan tersebut. Menurut Irwanto (2002), perkembangan kesehatan mental pada pihak korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami perlakuan yang salah pada umumnya lebih lambat dari manusia yang normal, yaitu akan mengalami gangguan kepribadian kesehatan mental yaitu menjadi kurang percaya diri, harga diri rendah, dan selalu menganggap dirinya tidak sempurna sebagai seorang istri yang sakinah dalam melayani suami atau pasangannya. Kemudian koping individu tidak efektif, takut serta tingkat kecemasan yang tinggi. Kemudian menurut Mathias et.al (1995)

17 57 menunjukkan bahwa kelompok anak-anak yang secara historis mengalami kekerasan dalam rumah tangganya cenderung mengalami problem perilaku pada tinggi batas ambang sampai tingkat berat, memiliki kecakapan adaptif di bawah rata-rata, memiliki kemampuan membaca di usia kronologisnya, dan memiliki kecemasan pada tingkat menengah sampai dengan tingkat tinggi.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik, dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh pelaku, dan ada akibat yang

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Identitas Responden Responden dalam penilitian ini adalah keluarga yang tinggal di Wilayah Kelurahan Kaliawi Kecamatan Tanjung Karang Pusat Bandar Lampung, yang melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004) A. Landasan Undang-Undang R.I. Nomor 23 Tahun 2004 Salah satu tujuan dibentuknya Undang-Undang R.I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Mereka lupa bahwa orangtua

Lebih terperinci

Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.

Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan anak atau child abuse adalah perlakuan orang dewasa atau anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Reproduksi adalah termasuk salah satu dari sekian banyak problem remaja yang perlu mendapat perhatian bagi semua kalangan, baik orang tua, guru, dan maupun

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Apakah Anda Mahasiswa Fak. Psikolgi Unika? Ya / Bukan (Lingkari Salah Satu) Apakah Anda tinggal di rumah kos / kontrak? Ya / Tidak (Lingkari Salah Satu) Apakah saat ini Anda memiliki pacar? Ya / Tidak

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak 1 KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Khoirul Ihwanudin 1 Abstrak Keharmonisan dalam rumah tangga menjadi hilang saat tindakan kekerasan mulai dilakukan suami terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis dengan rasa cinta dan kasih sayang antar keluarga, namun tidak setiap keluarga dapat menjalani

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK HUKUM KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA BERDASARKAN UU NO.23 TAHUN 2004 1 Oleh : Ollij A. Kereh 2 ; Friend H. Anis 3 Abstrak Perkembangan kehidupan sosial dewasa ini menunjukkan menurunnya nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perlindungan anak yang tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan,

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir :

PETUNJUK PENELITIAN. Nama : Usia : Pendidikan terakhir : 103 Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Di tengah-tengah kesibukan anda saat ini, perkenankanlah saya memohon kesediaan anda untuk meluangkan waktu sejenak menjadi responden penelitian guna mengisi skala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

CENDEKIA Jurnal Ilmu Administrasi Negara

CENDEKIA Jurnal Ilmu Administrasi Negara DAMPAK YANG TERJADI DI MASYARAKAT AKIBAT DARI KEKERASAN TERHADAP ANAK OLEH YENI NURAENI, S.H.,M.H. (Dosen Fakultas Hukum UNMA) Kasus kekerasaan terhadap anak sekarang ini menjadi pembicaraan yang hangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KEKERASAN TERHADAP ANAK Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dengan sebutan (misalnya bodoh, tidak berguna, jelek) (Chang et al, 2008). Noh

BAB I PENDAHULUAN. anak dengan sebutan (misalnya bodoh, tidak berguna, jelek) (Chang et al, 2008). Noh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Verbal abuse adalah perilaku secara lisan yang dianggap kasar seperti mengancam anak, mengancam anak untuk keluar rumah, memaki anak, memanggil anak dengan sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia, saat ini sudah tidak mengenal kata usai dan terus bertambah setiap tahunnya,

Lebih terperinci

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Banyak di tayangkan kasus kekerasan rumahtangga yang di lakukan baik ayah kepada anak, suami kepada istri, istri kepada suami yang mengakibatkan penganiyayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak usia 0-3 tahun merupakan masa untuk berkenalan dan belajar menghadapi rasa kecewa saat apa yang dikehendaki tidak dapat terpenuhi. Rasa kecewa, marah, sedih dan

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak pertengahan. Pada masa ini terjadi perubahan yang beragam pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu

I. PENDAHULUAN. bentuk kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan pembatasan ruang gerak. Kedua, publik yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kekerasan terhadap perempuan berdasarkan wilayah terjadinya kekerasan terbagi dalam tiga ranah, pertama privat yaitu kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG A. ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG Kota Bandung sebagai Ibukota Jawa Barat telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai hal, terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai mempertanyakan tentang identitas dirinya, remaja merasa sebagai seseorang yang unik, seseorang dengan perubahan-perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung es yang hanya nampak puncaknya saja di permukaan, namun sebagian besar badan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang asing lagi. Akhir-akhir ini media banyak dihebohkan dengan maraknya pemberitaan

Lebih terperinci

Islam Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga Dr. La Jamaa

Islam Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga Dr. La Jamaa 1 Islam Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga Dr. La Jamaa Pengantar Pada dasarnya seorang isteri mendambakan perlindungan serta kasih sayang dari suaminya, dan bukan kekerasan fisik, psikologis, seksual dan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A SKALA PENELITIAN A-1 Perilaku Agresif pada Anak A-2 Konformitas terhadap Teman Sebaya A-1 PERILAKU AGRESIF PADA ANAK Kelas / No. : Umur : Tanggal Pengisian : Sekolah : PETUNJUK PENGISIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. psikis, seksual, dan ekonomi, termasuk ancaman dan perampasan kebebasan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekerasan dalam Rumahtangga Kekerasan dalam rumahtangga adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, kata implementasi sama dengan kata pelaksanaan. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan terhadap perempuan dalam tahun 2008 meningkat lebih dari 200% (persen) dari tahun sebelumnya. Kasus kekerasan yang dialami perempuan, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekerasan dalam rumah tangga 1. Pengertian Kekerasan dalam rumah tangga yang tertuang dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang namanya seorang anak. Status seorang anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS

PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP ANAK DITINJAU DARI RELIGIUSITAS SKRIPSI DIAN SAVITRI 99.40.3019 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2005 PERILAKU AGRESIF ORANGTUA TERHADAP

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan telah banyak diketahui oleh masyarakat. Itu semua tak lepas dari peran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga adalah salah satu kelompok atau kumpulan manusia yang hidup bersama sebagai satu kesatuan atau unit terkecil masyarakat yang terjalin hubungan darah, ikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah tangga merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat yang terbentuk karena adanya ikatan perkawinan. Keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT)

BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT) BAB IV ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (UU PKDRT) A. Penafsiran dan Ruang Lingkup Rumah Tangga Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia BABI PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia seseorang maka kondisi seseorang itu secara fisik maupun secara psikologis akan

Lebih terperinci

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN FIRDAUS RAMBE Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Remaja yang hidup di jalanan dan sulitnya memenuhi kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya pemberitaan di media massa terkait dengan tindak kekerasan terhadap anak di sekolah, nampaknya semakin melegitimasi tuduhan miring soal gagalnya sistem

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin beragam saat ini, peran serta pemerintah sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi.

BAB I PENDAHULUAN. proses saling tolong menolong dan saling memberi agar kehidupan kita. saling mencintai, menyayangi dan mengasihi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini kita sebagai manusia tidak bisa hidup dalam kesendirian, kita sebagai makhluk yang sosialis, tentunya membutuhkan proses saling tolong menolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan. Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan

Lebih terperinci

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi wacana tersendiri dalam keseharian. Perempuan dan juga anak sebagai korban utama dalam kekerasan dalam rumah tangga, mutlak memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci