A. PENDAHULUAN Praktek akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang baru dan merupakan terobosan dalam transaksi ekonomi syariah.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "A. PENDAHULUAN Praktek akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang baru dan merupakan terobosan dalam transaksi ekonomi syariah."

Transkripsi

1 1 A. PENDAHULUAN Praktek akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang baru dan merupakan terobosan dalam transaksi ekonomi syariah. Transaksi Musyarakah Mutanaqishah dalam prakteknya di Lembaga Keuangan Syariah merupakan suatu produk yang menawarkan kepada nasabah solusi untuk memiliki asset dalam hal ini properti seperti rumah, ruko, rukan, dll. Hadirnya transaksi Musyarakah Mutanaqishah sangat banyak manfaatnya untuk para nasabah LKS yang ingin memiliki properti dengan modal yang terbatas, karena dalam hal ini nasabah dan LKS bertindak sebagai mitra untuk pengadaan sebuah asset properti yang nantinya disewa oleh nasabah dan asset tersebut dibeli secara bertahap oleh nasabah. Hal ini sangat membantu nasabah dalam kemudahan untuk membeli rumah yang tentunya dengan transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah. Meskipun merupakan praktek baru, tetapi konsep yang digunakan dalam praktek Musyarakah Mutanaqishah merupakan konsep multi akad (al- uqud almurakkabah) dengan menggabungkan akad syirkah, ijarah dan jual beli, yang mana multi akad merupakan suatu konsep yang sudah lama dikenal dalam terminologi ekonomi syariah bahkan praktek multi akad sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW, terbukti dengan adanya hadits yang melarang adanya dua transakasi dalam satu transaksi. Hadits ini pun menimbulkan banyak penafsiran diantara para ulama, ada yang melarangnya secara mutlak, ada pula yang membolehkannya dengan ketentuan dan batasan tertentu karena melihat illat larangan dalam hadits ini. Terlepas dari adanya perbedaan pendapat mengenai praktek multi akad dikalangan ulama, mayoritas ulama telah merumuskan konsep konsep mengenai multi akad yang sesuai dengan syariah sehingga transaksi multi akad yang dialakukan tidak termasuk ke dalam kategori multi akad yang dilarang yang dimaksud dalam hadits Nabi tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana transaksi Musyarakah Mutanaqishah yang merupakan terobosan baru dalam transaksi ekonomi syariah dalam kaitannya dengan konsep multi akad yang masyhur berkembang dikalangan para ulama.

2 2 B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Musyarakah Mutanaqishah Musyarakah Mutanaqishah merupakan produk turunan dari akad Musyarakah, yaitu bentuk akad kerjasama dua pihak atau lebih. Musyarakah dengan kata lain disebut syirkah secara bahasa berarti percampuran. 1 Dalam hal ini mencampurkan modal dengan modal satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut Sayyid Sabiq syirkah adalah akad antara pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. 2 Sementara Mutanaqishah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun, yang berarti mengurang secara bertahap. Menurut Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah, yang dimaksud dengan Musyarakah Mutanaqishah adalah Musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. 3 Jadi dalam akad ini pihak pertama menjual bagian modal/harta nya kepada pihak kedua secara bertahap hingga pada akhirnya kepemilikan pihak pertama habis dibeli oleh pihak kedua dan harta syirkah menjadi milik pihak kedua secara penuh. Terdapat perbedaan ulama dalam memperkenalkan istilah Musyarakah Mutanaqishah, ada yang menyebutnya dengan istilah Musyarakah Mutanaqishah, karena memperhatikan kepemilkan salah satu pihak yang menjual kepemilikannya berkurang. Ada yang menyebut dengan Musyarakah Ziyadah, karena memperhatikan porsi kepemilikan salah satu pihak yang bertambah. Ada juga yang menyebutnya dengan Musyarakah Muntahiya Bit Tamlik, karena memperhatikan status kepemilikan modal usaha bersama pada waktu yang disepakati, yaitu menjadi milik syarik secara penuh. Ada juga yang menyebutnya dengan istilah Musyarakah Muqayyadah, karena kerja sama terikat yang 1 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah (Yogyakarta : UII Press. 2004), Hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 13, Terjemah Kamaluddin A Marzuki (Bandung : PT. Al-Ma arif. 1996), Hlm Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah

3 3 didalamnya terdapat keterikatan yang disepakati oleh kedua belah pihak antara lain : 4 a. Kesepakatan untuk membeli barang modal milik bank oleh nasabah yang dilakukan secara angsur. b. Kesepakatan untuk melakukan prestasi tertentu (misalnya ijarah) yang dilakukan oleh nasabah karena harta yang dijadika modal dalam syirkah harus menghasilkan keuntungan. c. Kesepakatan untuk memindahkan kepemilikan modal dari bank kepada nasabah karena pembelian secara berangsur. Kemal Taufiq Muhammad Hathab menyatakan bahwa dalam Musyarakah Mutanaqishah terdapat beberapa akad yang dilakukan secara paralel antara lain : 5 a. Syirkah Inan, yaitu dua syarik atau lebih menyertakan seluruh hartanya dengan jumlah yang tidak sama guna dijakdikan modal usaha bersama. b. Janji (wa ad) dari pihak syarik kepada syarik yang lain untuk membeli barang modal yang disertakan. c. Pembelian barang modal oleh syarik yang membeli dilakukan secara berangsur. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Musyarakah Mutanaqishah,adalah : a. Turunan dari akad Musyarakah, dimana para pihak bekerjasama dalam bentuk modal untuk sebuah kepemilikan suatu asset. b. Ada pengurangan dan penambahan kepemilikan kedua belah pihak atas asset tersebut. Sampai akhirnya kepemilikkan atas asset tersebut pindah, secara penuh dimiliki oleh satu pihak. c. Perpindahan kepemilikkan tersebut dikarenakan satu pihak menjual kepemilikannya dan pihak yang satunya lagi membeli porsi kepemilikkan atas asset tersebut secara berangsur. 4 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Perkembangan Akad Musyarakah, (Jakarta : Kencana, 2012), Hlm Ibid, Hlm. 64

4 4 2. Dasar Hukum Musyarakah Mutanaqishah Dalam Al-Qur an Surat Shad Ayat 24 disebutkan : Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". Dalam Hadits riwayat Abu Daud yaitu : 6 ح د ث ن ا ح م م ح د ب ح ن ح سل ي م ان ال م ص يص ي ح د ث ن ا ح م م ح د ب ح ن الز ب ر ق ان ع ن أ ب ح ي ان الت ي م ي ع ن أ ب يه ع ن أ ب ح هر ي ر ة ر ف ع ه ح ق ا ل إ ن الل ه ي حقوحل أ ن ا الش ر يك ي م ا ل ي حن أ ح حد ح ه ا ص اح ب ه ح ف إ ذ ا خ ان ه ح خ ر ج ح ت م ن ب ي ن ه م ا ث ال حث Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sulaiman Al Mishshishi, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Az Zibriqan, dari Abu Hayyan At Taimi, dari ayahnya dari Abu Hurairah dan ia merafa'kannya. Ia berkata; sesungguhnya Allah berfirman: "Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia telah mengkhianatinya, maka aku keluar dari keduanya." (H.R. Abu Daud) Adapun menurut pendapat beberapa ulama mengenai hukum Musyarakah Mutanaqishah yaitu, Ibnu Qudamah, dalam Al-Mughni, (Beirut : Dar Al-Fikr, t. Th), Juz 5 Halaman 173 : 7 Apabila salah satu dari dua yang bermitra (Syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain. Ibn Abidin dalam Kitab Raddul Mukhtar Juz III Halaman 365 : 8 6 Abu Daud, Sunan Abu Daud, (Beirut : Dar Al-Fikr, 2007), Juz 3, Hlm Nomor Hadits : Dikutip dari Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah

5 5 Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah) nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh, sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada syariknya maka hukumnya boleh. Wahbah Az-Zuhaili menyebutkan dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah halaman : 9 Musyarakah Mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-tamlik bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung, Musyarakah Mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah. Kemal Taufiq Muhammad Hatab dalam Jurnal Dirasat Iqtishadiyyah Islamiyyah, Muharram 1434, Jilid 10, Volume 2, halaman 48 menyatakan : 10 Mengingat bahwa sifat (tabiat) Musyarakah merupakan jenis jual-beli karena Musyarakah dianggap sebagai pembelian suatu porsi (hishshah) secara musya (tidak ditentukan batas-batasnya) dari sebuah pokok. Maka apabila salah satu mitra (syarik) ingin melepaskan haknya dari syirkah, maka ia menjual hishshah yang dimilikinya itu, baik kepada pihak ketiga maupun kepada syarik lainnya yang tetap melanjutkan Musyarakah tersebut. Nuruddin Abdul Karim Al-Kawamilah, dalam kitab Al-Musyarakah Al- Mutanaqishah wa Tathbiqatuha Al-Mu ashirah, (Yordan : Dar Al-Nafa is, 2008), Halaman 133 menyebutkan : 11 Studi ini sampai pada kesimpulan bahwa Musyarakah Mutanaqisah dipandang sebagai salah satu macam pembiayaan Musyarakah dengan bentuknya yang umum; hal itu mengingat bahwa pembiayaan Musyarakah dengan bentuknya yang umum terdiri atas beberapa ragam dan macam yang berbeda-beda. Dilihat dari sudut kesinambungan pembiayaan 8 Ibid 9 Ibid 10 Ibid 11 Ibid

6 6 (istimrariyah al-tamwil), Musyarakah terbagi menjadi tiga macam: pembiayaan untuk satu kali transaksi, pembiayaan Musyarakah permanen, dan pembaiayaan Musyarakah Mutanaqishah 3. Musyarakah Mutanaqishah di Lembaga Keuangan Syariah Pada pelaksanaannya di lapangan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS), akad Musyarakah Mutanaqishah banyak digunakan dalam pembiayaan kepemilikan rumah atau properti lainnya seperti Ruko, Rukan, dll. Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah merupakan bentuk kerjasama kemitraan ketika LKS dan Nasabah bersama-sama membeli rumah atau properti lainnya. Asset tersebut kemudian disewakan kepada Nasabah dengan biaya sewa bulanan. Bagian pendapatan sewa nasabah digunakan sebagai penambah kepemilikan, sehingga pada saat akhir waktu pembiayaan, rumah atau properti tersebut menjadi milik Nasabah sepenuhnya. 12 Pelaksanaan Musyarakah Mutanaqishah sudah diatur oleh DSN MUI melalui Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008, yang mana disebutkan disana ketentuan akad dan ketentuan khusunya antara lain : 13 Ketentuan akad : a. Akad Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari akad Musyarakah/ Syirkah dan Bai (jual-beli). b. Dalam Musyarakah Mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, di antaranya: 1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. 2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. 3) Menanggung kerugian sesuai proporsi modal. 12 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), Hlm Dikutip dari Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah

7 7 c. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (syarik) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik) wajib membelinya. d. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilaksanakan sesuai kesepakatan. e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS beralih kepada syarik lainnya (nasabah). Adapun ketentuan khususnya adalah sebagai berikut : a. Aset Musyarakah Mutanaqishah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain. b. Apabila asset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. c. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. d. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan asset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad. e. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli. Dari ketetentuan Fatwa tersebut dinyatakan bahwa : a. Musyarakah Mutanaqishah merupakan transaksi yang menghimpun beberapa akad yaitu Musyarakah dan Jual-beli (multi akad). b. Masing-masing pihak mempunyai janji satu sama lain. Pihak LKS berjanji dan wajib untuk menjual asset Musyarakah Mutanaqishah tersebut, dan nasabah berjanji dan wajib membeli porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut. c. Asset dapat di-ijarah-kan kepada syarik (nasabah) atau pihak lain. Dengan begitu, maka nasabah dapat menyewa asset tersebut sesuai dengan ujrah

8 8 yang disepakati, ataupun juga disewakan kepada pihak lain, karena prinsip ijarah ini merupakan pilihan yang dapat digunakan dalam Musyarakah Mutanaqishah. Pada dasarnya Musyarakah Mutanaqishah tidak terkait dengan sewa atau Ijarah, Musyarakah Mutanaqishah hanya terdiri dari akad Musyarakah dan Jualbeli. Namun dalam pelaksanaannya, dimana LKS sebagai Syarik memerlukan pendapatan dan keuntungan yang dapat diambil langsung dari akad ini, maka LKS menembahkan akad Ijarah dalam transaksi ini agar asset dapat menghasilkan keuntungan dan keuntungan tersebut akan dibagi hasilkan antara LKS dengan Nasabah. Sebenarnya pihak yang menyewa asset tersebut boleh siapapun dan pihak manapun, tidak harus nasabah, yang penting selama masa pembiayaan asset tersebut harus menghasilkan keuntungan tiap bulan berupa uang sewa. Dalam kenyatannya, pihak yang menyewa asset tersebut kebanyakan adalah nasabah itu sendiri yang mana porsi bagi hasil nasabah digunakan untuk membayar pembelian porsi kepemilikan kepada LKS. Transaksi Musyarakah Mutanaqishah antara LKS dan Nasabah dapat diilustrasikan sebagai berikut : Harga rumah misalnya 100 juta rupiah. LKS berkontribusi memberikan modal untuk membeli rumah tersebut sebesar 70 juta, dan nasabah 30 juta. Karena kedua belah pihak telah berkongsi, maka LKS memiliki porsi kepemilikan 70% atas rumah tersebut, dan nasabah sebesar 30%. Dalam syariah islam atau fatwa MUI disebutkan bahwa barang tersebut bisa disewakan kepada siapapun, dalam hal ini asset tersebut disewakan kepada nasabah. Seandainya biaya sewa yang disepakati sebesar 1 juta perbulan, maka secara prinsip uang sewa tersebut adalah 700 ribu milik LKS dan 300 ribu milik Nasabah. Akan tetapi karena pada dasarnya Nasabah bertujuan untuk memiliki secara penuh asset tersebut dan akan membeli porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut, maka uang yang 300 ribu tersebut tidak diambil oleh Nasabah dan diberikan kepada LKS sebagai bayaran atas pembelian porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut. Dengan demikian, porsi kepemilikkan LKS atas asset tersebut setiap bulan semakin kecil dan porsi kepemilikkan Nasabah atas asset tersebut semakin besar setiap bulan. Hal ini

9 9 dilakukan setiap bulan, dimana bagi hasil pendapatan sewa atas asset tersebut dibagi sesuai porsi kepemilikkan masing-masing pihak hingga pada akhirnya, nasabah menjadi pemilik penuh atas asset tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsioan Musyarakah Mutanaqishah atau disebut dengan Decreasing Participation dari pihak LKS. 14 Musyarakah Mutanaqishah dapat dibuat skema sebagai berikut : Akad Asset menjadi milik nasabah secara penuh pada akhir masa pembiayaan Modal Modal LKS Properti Nasabah Sewa Bagian LKS Bagian Nasabah di berikan sebagai Pembayaran pembelian porsi kepemilikan Keuntungan Bayar Biaya Sewa 4. Konsep Multi Akad Dalam Musyarakah Muatanaqishah Musyarakah Mutanaqishah termasuk kedalam transaksi multi akad, terlihat sangat jelas bahwa dalam transaksi ini terhimpun lebih dari satu akad yaitu akad Syirkah, Ijarah, dan Jual-beli. Multi akad yang dalam fikih sering disebut dengan istilah Al- uqud al-murakkabah yang menurut Nazih Hammad adalah : 15 Kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara ah, sharf (penukaran mata uang), syirkah, 14 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2004), Hlm Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), (Disertasi : 2008), Hlm. 52 : dikutip dari Nazih Muhammad, Al- Uqud al-murakkabah fi al-fiqh al-islamy, (Damaskus : Dar Al-Qalam, 2005), Cet. Ke-1, Hlm. 7

10 10 mudharabah, dst. Sehingga semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad. Menurut Al- Imrani 16, ada dua bentuk utama dari akad murakkab,yaitu isytirath aqdin fi aqdin (persyaratan adanya akad lain atas suatu akad) yang disebut dengan akad timbal balik (al-uqud al-mutaqabilah) dan ijtima aqdain fi aqdin (terhimpun dua akad dalam satu akad), disebut dengan akad gabungan (al- uqud al-mujtami ah). Dua bentuk utama ini disebut akad murakkab baik kedua akad yang dihimpun merupakan akad sejenis atau tidak sejenis, akad yang saling menafikkan, berlawanan atau bahkan bertolak belakang. Bisa jadi objek dua akad itu adalah hal yang sama atau berbeda, dilakukan pada waktu yang sama atau berlainan, dengan harga yang sama atau yang berbeda. Antara masing-masing akad tersebut terdapat korelasi satu sama lain sehingga satu akad tersebut terbentuk apabila akad yang satunya lagi sudah terbentuk, seperti halnya dalam Musyarakah Mutanaqishah adanya akad ijarah dan jual-beli terbentuk apabila sudah dilakukan akad syirkah terlebih dahulu untuk membeli asset yang dimaksud. Serta mempunyai akibat hukum yang tidak dapat dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum yang timbul dari satu akad biasa yang sah. Sehingga menurut Al- Imrani meskipun terhimpun beberapa akad, tetapi tidak terdapat korelasi satu sama lain dan akibat hukum dari akad-akad tersebut dapat dipisah-pisahkan maka hal tersebut tidak dapat dinamakan dengan akad murakkab. Mengenai status hukum multi akad, ulama berbeda pendapat mengenai kebolehannya. Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad sah dan di[erbolehkan menurut syariat islam. Bagi yang membolehkan beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak diharamkan selama ada dalil hukum yang mengharamkannya Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), (Disertasi : 2008), Hlm. 52 : dikutip dari Al- Imrani, Al- uqud al-maliyah almurakkabah, Hlm Ibid, Hlm. 69

11 11 Hukum asal syara adalah bolehnya melakukan transaksi multi akad, selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ketika ada dalil yang melarang 18, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah umum yang berlaku yaotu mengenai kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian yang telah disepakati. 19 Al-Syatibi menjelaskan perbedaan antar ibadah dengan muamalah, hukum asal ibadah adalah melaksanakan (ta abbud) apa yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran hukum. Sedangkan hukum asal muamalah adalah mendasarkan substansinya bukan terletak pada prakteknya (iltifat ila ma any), dalam hal ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang telah ditentukan, sementara dalam bidang muamalah terbuka lebar kesempatan untuk melakukan perubahan dan penemuan baru, karena prinsip dasarnya adalah diperbolehkan (al-idzn) bukan melaksanakan (ta abbud). 20 Kalangan Malikiyah dan Ibn Taimiyah berpendapat bahwa multi akad merupakan jalan keluar dan kemudahan yang diperbolehkan dan disyariatkan selama mengandung manfaat dan tidak dilarang agama. Karena hukum asalnya adalah sahnya syarat untuk semua akad selama tidak bertentangan dengan agama dan bermanfaat bagi manusia. 21 Adapun menurut ulama dari kalangan Dhahiriyyah mengharamkan multi akad. Menurut kalangan ini hukum asal dari akad adalah dilarang kecuali ditunjukkan boleh oleh agama. Kalangan ini berpendapat bahwa islam sudah sempurna, sudah dijelaskan apa yang diperlukan oleh manusia. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan dalam nash agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak ada dasarnya dalam agama, dan perbuatan ini dianggap perbuatan yang melampaui batas agama seperti dinyatakan dalam surat Al-Baqarah ayat Seperti Hadits Riwayat Ahmad No dan 3595 yang melarang dua transaksi dalam satu transaksi 19 Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), (Disertasi : 2008), Hlm. 69 : dikutip dari Nazih Muhammad, Al- Uqud al-murakkabah fi al-fiqh al-islamy, (Damaskus : Dar Al-Qalam, 2005), Cet. Ke-1, Hlm Ibid, Hlm. 70 : Dikutip dari As-Syatibi, Al-Muwafaqat, Hlm Ibid, Hlm. 75 : Dikutip dari Ibn Qudamah, Al-Mughny, juz. 6, Hlm. 332, Kasyaf Al-Qana. Juz. 3, Halm. 181, Ibn Taimiyah, Nazhariyat Al-Aqd, Hlm. 227

12 12 Maka dari itu kalangan ini berpendapat bahwa hukum asal dari akad adalah dilarang, kecuali yang dinyatakan kebolehannya oleh agama. Namun pendapat ini dinilai terlalu membatasi manusia secara sempit dan mempersulit dalam urusan muamalahnya. Sehingga tidak sesuai dengan semangat ajaran agama islam yang justru memberi peluang untuk melakukan inovasi dalam bidang muamalahnya agar memudahkan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena islam adalah agama yang memberi kemudahan bagi hambanya. Meskipun mayoritas ulama membolehkan praktek multi akad, tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya bebas untuk dilaksanakan karena mereka menetapkan sejumlah batasan dan ketentuan tertentu yang harus diperhatukan dalam praktek multi akad. Jika batasan tesebut dilanggar maka akan menyebabkan multi akad menjadi dilarang. Meskipun masih diperselihkan antara ulama mengenai batasan batasan tersebut namun secara umum batasan batasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Multi akad yang dilarang oleh nash agama Dalam hadits nabi Muhammad SAW ditemukan hadits yang melarang empat bentuk multi akad yaitu : 1) Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang jual beli dan pinjaman (HR. Ahmad) 2) Dari Abu Hurairah, Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli (HR. Malik) 3) Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : Barang siapa melakukan dua jual beli dalam satu jual beli, maka baginya kekurangan atau kelebihannya (riba) (HR. Abu Daud) 4) Dari Ibnu Mas ud, Rasulullah melarang dua transaksi dalam satu transaksi (HR. Ahmad) Mengenai hadits diatas, para ulama sepakat melarang akad jual beli dengan akad pinjaman disatukan dalam satu akad, seperti apabila seorang meminjamkan seribu, lalu menjual barang yang harga delapan ratus dengan harga seribu. Dengan demikian, ia telah memberikan seribu dan barang seharga delapan ratus untuk mendapatkan bayaran dua ribu. Disini ia memperoleh kelebihan dua

13 13 ribu dan itu adalah riba. Namun menurut Al- imrani hal tersebut tidak selamnya dilarang. Penghimpunan akad ini diperbolehkan apabila tidak ada syarat di dalamnya dan tidak ada syarat didalamnya dan tidak ada tujuan untuk melipatkan harga melalui pinjaman. Seperti jika seseorang memberi pinjaman kepada orang lain, lalu beberapa waktu kemudian ia menjual sesuatu kepadnya padahal ia masih dalam masa pinjaman tersebut. Yang demikian hukumnya boleh. 22 Ulama sepakat untuk melarang menghimpun semua akad jual beli dengan akad pinjaman, seperti antara ijarah dengan qardh, salam dengan qardh, sharf dengan qard karena akan menimbulkan ketidak jelasan harga dalam objek jual-beli nya. Adapun mengenai hadits tentang larangan dua jual beli dalam satu jual beli, para ulama menyatakan bahwa hal tersebut akan menimbulkan ketidak jelasan harga dan menjerumuskan ke riba. Banyak ulama berbeda dalam mengilustrasikan maksud dari hadits ini. Dari semua yang dicontohkan oleh para ulama terdapat kesamaan yaitu keharamannya dikarenakan illat-nya yaitu adanya ketidakjelasan harga (bai al-gharar). Mengenai hadits larangan dua transaksi (shafqa) dalam satu transaksi (shafqatain fi shafqah) para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari kata shafqa. Sebagian besar ulama menafsirkan larangan dua transaksi dalam satu transaksi ini adalah larangan transaksi dua jual beli dalam satu jual beli. Mengingat perkataan Umar bin Khattab yang berkata Sesungguhnya jual beli itu shafqa atau khiyar. Sehingga illat dalam larangan ini sama dengan larangan dua jual beli dalam satu jual beli. Sedangkan ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa larangan dua transaksi dalam satu transaksi bermakna umum bukan hanya jual-beli, oleh karena itu larangan dalam hadits ini menurut mereka meliputi larangan bergabungnya akad salam dengan jual beli, ijarah dengan jual beli, syirkah dengan ijarah, hibah dengan sharf, dsb. 23 b. Multi akad sebagai hilah riba dan mengandung unsur riba Multi akad yang dilarang ini mengantarkan kepada riba seperti jual beli inah dan yang mengantarkan kepada riba fadhl. Contohnya ketika seorang 22 Ibid, Hlm. 78 : dikutip dari Al- Imrani, Al- uqud al-maliyah al-murakkabah, Hlm Ibid, Hlm. 71 :dikutip dari Kamaluddin Ibn Humam, Fath Al-Qadir, Juz. 6, Hlm. 446

14 14 menjual sesuatu dengan harga seratus secara cicil dengan syarat pembeli harus menjualnya kembali kepada penjual dengan harga delapan puluh secara tunai. Karena dalam jual beli inah seolah olah terjadi jual beli padahal nyatanya merupakan hilah riba dalam pinjaman, karena objek akad semu dan tidak faktual dalam akad ini, sehingga tujuan dan manfaat dari jual beli yang ditentukan dalam syariat tidak ditemukan dalam akad ini.transaksi seperti ini bentuk formalnya adalah jual beli namun substansinya adalah riba. Multi akad yang mengandung hilah riba fadl dilarang, seperti contoh apabila seseorang menjual beras (harta ribawi) 2kg dengan harga 20 ribu dengan syarat ia dengan harga yang sama (20 ribu) harus membeli dari pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis yang kadarnya lebih banyak (misalnya 3kg). Transaksi ini adalah hilah riba fadhl yang dilarang. 24 Transaksi seperti ini dilarang berdasarkan peristiwa pada zaman nabi dimana para penduduk Khaibar melakukan transaksi kurma kualitas sempurna 1kg dengan kurma kualitas rendah 2kg atau lebih. Praktik seperti ini dilarang nabi, dan beliau mengatakan agar ketika menjual kurma kualitas rendah dibayar dengan harga sendiri, begitu pula kurma kualitas sempurna juga dibayar dengan harga sendiri. Maksudnya, menurut Ibn Qayyim, adalah akad jual beli pertama dengan kedua harus dipisah. Jual beli kedua bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual beli pertama, melainkan berdiri sendiri-sendiri. Hadits ini ditujukan agar dua akad itu dipisah, tidak saling berhubungan, apalagi salaing bergantung satu dengan yang lainnya. 25 c. Multi akad yang terdiri dari akad yang akibat hukumnya saling berlawanan Sebagian kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad yang antara akad-akad tersebut berbeda ketentuan hukumnya dan akibat hukumnya berlawanan, seperti jual beli dan pinjaman, jual beli dengan jualah, sharf, musaqah, syirkah dan mudharabah. Meski demikian, sebagian lagi ulama Malikiyah dan mayoritas ulama non Malikiyah membolehkan multi akad jenis ini. Mereka beralasan perbedaan hukum dua akad tidak menyebabkan hilangnya 24 Ibid, Hlm. 93 : dikutip dari Ibn Qudamah, Al-mughny, Juz. 6, Hlm Ibid, Hlm. 93 : dikutip dari Ibn Qayyim, I lam al-muwaqqi, juz. 3, Hlm. 238

15 15 keabsahan akad. 26 dari dua pendapat ini, pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang lebih unggul. Larangan multi akad ini karena penghimpunan dua akad yang berbeda dalam syarat dan hukum menyebabkan tidak sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan satu waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai contoh tergabungnya akad menghibahkan sesuatu dan menjualnya. Akad-akad yang berlawanan (mutadhadhah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu transaksi. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa keharaman multi akad dikarenakan adanya ketidak pastian dan ketidak jelasan harga dan objek transaksi serta akibat hukumnya (gharar), adanya hilah riba dan mengandung unsur riba, dan multi akad yang menimbulkan akibat hukum yang bertentangn pada objek yang sama sehingga menibulkan ketidak jelasan (gharar). Adapun dalam Musyarakah Mutanaqishah meskipun terdapat gabungan antara akad syirkah, ijarah dan jual beli, hal tersebut dapat dinyatakan sah menggabungkan akad-akad ini dengan imbalan dibagi untuk masing-masing akad sesuai dengan harga masing-masing objek akad, harga jarah nya jelas, harga jual beli nya jelas berikut objek masing masing transaksinya Sehingga penggabungan ini tidak membatalkan akad. 27 Dengan begitu jadi jelas kedudukan masing-masing transaksi atas objeknya sehingga tidak menimbulkan ketidak jelasan (gharar) baik atas objeknya ataupun atas harganya serta akibat hukum terhadap objeknya. Mengenai syarat yang menjerumuskan atau mengarah kepada hilah riba meskipun dalam transaksi Musyarakah Mutanaqishah terdapat ketentuan asset di ijarah kan kepada nasabah, hal tersebut merupakan pilihan dan bukan syarat mutlak bahwa asset tersebut harus disewa oleh nasabah, karena prinsipnya asset Musyarakah Mutanaqishah boleh disewakan kepada pihak manapun yang penting asset tersebut menghasilkan keuntungan untuk para syarik, sehingga tidak dipersamakan dengan hilah riba seperti dalam jual beli inah. Karena tujuan salah 26 Ibid, Hlm. 95 dikutip dari : Ibn Juzayy, al-qawanin al-fiqhiyyah, Tahqiq : Adullah al-minsyawi, (Kairo : Dar al-hadits, 2005), Hlm , Al- Imrani, Al- uqud al-maliyah al-murakkabah, Hlm Ibid, Hlm. 65 : dikutip dari Al-Syairazy, Al-Muhadzdzab, juz. 1, Hlm. 270 juga Al-Ghozaly, Al-Wajiz, Juz. 1, Hlm. 140, dan Al-Syarbiny, Mughny Al-Muhtaj, juz. 2, Hlm. 41

16 16 satu dari tujuan akad syirkah adalah untuk mencari keuntungan bagi para syarik dari akad yang dilaksanakan. Sehingga kombinasi tiga akad dalam Musyarakah Mutanaqishah mempunyai kedudukan yang jelas terhadap objeknya, mempunyai akibat hukum yang jelas untuk masing-masing akadnya terhadap objeknya dan tidak terdapat ketidak jelasan dan pertentangan akibat hukum akad terhadap objek akadnya. Dengan begitu transaksi Musyarakah Mutanaqishah merupakan multi akad yang terdiri dari tiga akad yang terkumpul menjadi satu akad yang berbeda hukum atas satu objek (al- uqud al-mujtami ah) yang pelaksanaan masing masing akadnya bergantung pada kesempurnaan akad yang lainnya, dalam artian akad kedua dan ketiga merepon akad pertama (al- uqud al-mutaqabilah), seperti akad ijarah dan jual beli bergantung pada proses kesempurnaan akad syirkah. Apabila akad syirkah telah sempurna, maka akad ijarah dan jual beli baru bisa dilaksanakan dan merupakan respon atas kesempurnaan akad pertama (syirkah).

17 17 C. KESIMPULAN Musyarakah Mutanaqishah merupakan praktek yang berkembang di Lembaga Keuangan Syariah yang digunakan oleh nasabah dalam rangka memiliki sebuah asset properti baik rumah, ruko atau rukan. Dalam prakteknya transaksi ini merupakan sebuah transaksi multi akad (al- uqud al murakkabah) yang didalamnya terhimpun tiga akad yaitu akad syirkah antara LKS dan nasabah untuk membeli asset, akad ijarah untuk nasabah yang menyewa asset tersebut, dan akad jual beli karena nasabah secara bertahap membeli porsi kepemilikan bank hingga akhirnya nasabah memiliki asset tersebut secara penuh. Adapun bagi hasil dari uang sewa asset yang diperuntukkan oleh nasabah digunakan nasabah untuk membeli porsi kepemilikan LKS atas asset tersebut. Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai hukum multi akad, ada yang tidak membolehkan dengan berdasarkan beberapa hadits nabi yang melarang dua transaksi dalam satu transaksi, ada pula yang membolehkan dengan pendapat bahwa illat dari larangan hadits tersebut adalah melarang dua transaksi dalam satu transaksi yang didalamnya terdapat unsur gharar, hillah riba, mengandung unsur riba, dan akibat hukum masing masing akad bertentangan satu sama lain. Sehingga apabila praktek multi akad tidak ada unsur tersebut maka multi akad tersebut diperbolehkan, begitupun dengan multi akad dalam transaksi Musyarakah Mutanaqishah. Kombinasi tiga akad dalam Musyarakah Mutanaqishah mempunyai kedudukan yang jelas terhadap objeknya, mempunyai akibat hukum yang jelas untuk masing-masing akadnya terhadap objeknya dan tidak terdapat ketidak jelasan dan pertentangan akibat hukum akad terhadap objek akadnya. Musyarakah Mutanaqishah merupakan multi akad yang terdiri dari tiga akad yang terkumpul menjadi satu akad yang berbeda hukum atas satu objek (al- uqud al-mujtami ah) yang pelaksanaan masing masing akadnya bergantung pada kesempurnaan akad yang lainnya, dalam artian akad kedua dan ketiga merepon akad pertama (al- uqud al-mutaqabilah).

18 18 DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat, Jakarta : Amzah, 2014 Abu Daud, Sunan Abu Daud, Beirut : Dar Al-Fikr, 2007, Juz 3 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008 Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tanggal 14 November 2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah Hasanudin, Konsep dan Standar Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Disertasi : 2008 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002 Juhaya S Praja, Ekonomi Syariah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2015 Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarak, Jakarta : Kencana, 2012 Perkembangan Akad Musyarakah, Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta : Gema Insani, 2004 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah, Yogyakarta : UII Press Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 13, Terjemah Kamaluddin A Marzuki, Bandung : PT. Al-Ma arif Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2012

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320 Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320 Telp. (021) DEWAN 392 4667 Fax: SYARI AH (021) 391 NASIONAL 8917 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang

Lebih terperinci

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م Dewan Syari ah Nasional setelah Menimbang Mengingat DEWAN SYARI AH NASIONAL FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang MUSYARAKAH MUTANAQISAH ب س م االله الر ح من الر ح ي م : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL DENGAN PEMBAGIAN TETAP DARI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KJKS KUM3 RAHMAT SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL DENGAN PEMBAGIAN TETAP DARI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KJKS KUM3 RAHMAT SURABAYA BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL DENGAN PEMBAGIAN TETAP DARI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KJKS KUM3 RAHMAT SURABAYA A. Praktik bagi Hasil dengan Pembagian Tetap dari Pembiayaan Musyarakah

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni 15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI AKAD MUSHA@RAKAH MUTANA@QIS}AH SEBAGAI SOLUSI AKAD PEMBIAYAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH DI BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG SURABAYA Pada hakikatnya pembiayaan

Lebih terperinci

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda

mura>bahah terdapat berbagai formulasi definisi yang berbeda-beda BAB II PEMBIAYAAN MURA>BAHAH DAN RESCHEDULING A. Pembiayaan Mura>bahah 1. Pengertian Pembiayaan Mura>bahah Secara bahasa, mura>bahah berasal dari kata ribh yang bermakna tumbuh dan berkembang dalam perniagaan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURAbah}ah Yang Direalisasi Sebelum Barang Yang Dijual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang

BAB II LANDASAN TEORI. skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang BAB II LANDASAN TEORI A. Musyarakah Musyarakah merupakan istilah yang sering dipakai dalam konteks skim pembiayaan syari ah. Dibawah ini akan dijelaskan pengertian tentang musyarakah, landasan hukum musyarakah,

Lebih terperinci

BAB II AKAD DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH

BAB II AKAD  DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH BAB II AKAD MUSHA@RAKAH MUTANA@QIS}AH DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH A. Pengertian Akad Musha@rakah Mutana@qis}ah 1. Pengertian Akad Para ahli hukum Islam (jumhu@r ulama@ ) memberikan definisi akad sebagai

Lebih terperinci

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010 Rumah adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Terungkapnya krisis kredit subprime

Lebih terperinci

Pembiayaan Multi Jasa

Pembiayaan Multi Jasa Pembiayaan Multi Jasa Produk pembiayaan Murabahah diciptakan untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan barang. Adapun untuk memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa, seperti; pendidikan, pelayanan kesehatan dan

Lebih terperinci

Implementasi Akad MMQ pada Pembiayaan Modal Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Implementasi Akad MMQ pada Pembiayaan Modal Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah Implementasi Akad MMQ pada Pembiayaan Modal Kerja Perspektif Hukum Ekonomi Syariah (Study Kasus Akad MMQ di BPRS Mandiri Mitra Sukses Gresik) Rizza Rahayu Universitas Muhammadiyah Surabaya e-mail: rizzarahayu@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan digalakkannya ekonomi Syariah 1. syariah mampu bertahan tidak seperti beberapa bank konvensional yang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan digalakkannya ekonomi Syariah 1. syariah mampu bertahan tidak seperti beberapa bank konvensional yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan digalakkannya ekonomi Syariah 1 di Indonesia menjadikan lembaga keuangan syariah 2 meluncurkan produk-produk dengan menggunakan prinsip syariah.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah. tanggung jawab yang sama. Musyarakah bisa berbentuk mufawadhah atau BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Akad Musyarakah dalam Fiqh Muamalah 1. Pengertian Musyarakah Secara etimologis, musyarakah berasal dari kata Arab syirkah yang berarti kemitraan dalam suatu usaha, dan dapat

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN BAGI HASIL DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN WARU SIDOARJO A. Analisis Penerapan Bagi Hasil dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An- Nur Rewwin

Lebih terperinci

Al- Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah

Al- Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah Al- Uqûd Al-Murakkabah Dalam Perspektif Ekonomi Syariah Dosen Ekonomi Syari ah Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Universitas Islam Indragiri Tembilahan Abstrak Al- uqûd al-murakkabah merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK Praktik sewa menyewa pohon yang terjadi di Desa Mayong merupakan suatu perjanjian yang sudah lama dilakukan dan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. suku bangsa, sejak dahulu sampai sekarang 1. Sebelum kita membahas apa itu

BAB III LANDASAN TEORI. suku bangsa, sejak dahulu sampai sekarang 1. Sebelum kita membahas apa itu 28 BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Syirkah Abdan syirkah adalah salah satu bentuk muamalat yang sangat diperlukan dalam pergaulan hidup manusia dan telah menjadi adat kebiasaan berbagai suku bangsa,

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN MULTI JASA

PEMBIAYAAN MULTI JASA PEMBIAYAAN MULTI JASA حفظه هللا Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA Publication: 1435 H_2014 M PEMBIAYAAN MULTI JASA حفظه هللا Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA Didownload file PDF dari web penulis www.erwanditarmizi.wordpress.com

Lebih terperinci

SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH

SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH SYIRKAH MUTANAQISHAH DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH Oleh: Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen, MS, M.Ec, Ph.D Seminar Nasional Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Ruang

Lebih terperinci

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya BAB IV ANALISIS FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 TERHADAP PENANGGUNGAN RISIKO OLEH NASABAH DALAM AKAD PEMBIAYAAN MUSHᾹRAKAH DI BMT MUDA KEDINDING SURABAYA A. Analisis Aplikasi Penanggungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO 65 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO B. Analisis Terhadap Penerapan Akad Qard\\} Al-H\}asan Bi An-Naz ar di BMT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo

BAB V PEMBAHASAN. A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat. Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo BAB V PEMBAHASAN A. Skema Pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Ponorogo Musyarakah mutanaqisah (decreasing participation) adalah nasabah dan bank berkongsi

Lebih terperinci

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL Nomor: 31/DSN-MUI/VI/2002 Tentang PENGALIHAN UTANG ب س م االله الر ح من الر ح ي م Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KSPPS AR-RAHMAH GRINGSING LIMPUNG BATANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KSPPS AR-RAHMAH GRINGSING LIMPUNG BATANG BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KSPPS AR-RAHMAH GRINGSING LIMPUNG BATANG Menurut Peraturan Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURA<BAH}AH DI BMS FAKULTAS SYARIAH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERSEPSI NASABAH TENTANG APLIKASI MURAbah}ah,

Lebih terperinci

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI

DANA TALANGAN H A J I. خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA. Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI DANA TALANGAN H A J I خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA Publication: 1433 H_2012 M DANA TALANGAN HAJI خفظ اهلل Oleh: Ustadz Dr. Erwandi Tirmidzi, MA Sumber: Majalah As-Sunnah No.05/ Thn. XVI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur segala gerak dan langkah setiap manusia dalam menjalani kehidupan. Islam tentang sistem nilai, tata

Lebih terperinci

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONAL AKAD MURA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri BAB IV ANALISIS DATA A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri Pertukaran merupakan bagian aktifitas terpenting dalam masyarakat dan merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SIMPANAN WADI AH BERJANGKA DI BMT TEGAL IJO DESA GANDUL KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Praktik Simpanan Wadi ah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah. mutanaqisah. Secara bahasa musyarakah berasal dari kata syaraka

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah. mutanaqisah. Secara bahasa musyarakah berasal dari kata syaraka BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Musyarakah Mutanaqisah 1. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah Musyarakah mutanaqisah berasal dari dua kata musyarakah dan mutanaqisah. Secara bahasa musyarakah berasal dari kata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU A. Analisis Terdahap Praktik Pengembalian Sisa Pembayaran Di Kober Mie Setan Semolowaru Dalam transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1992 perbankan menganut dual banking system yaitu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1992 perbankan menganut dual banking system yaitu sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 1992 perbankan menganut dual banking system yaitu sistem bunga (interest) dan sistem bagi hasil (loss and profit sharing). Sistem bunga dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai the way of life merupakan ajaran yang memberikan petunjuk, arah dan aturan-aturan (syariat) pada semua aspek kehidupan manusia guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK UMMAT SIDOARJO. Keuangan Syariah dalam melakukan aktifitasnya yaitu, muraba>hah, ija>rah BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DENDA YANG TIDAK TERCANTUM PADA AKAD MUSHArakah di KSPPS BMT Harapan Ummat Sidoarjo

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU A. Analisis Terhadap Praktik Penukaran Uang Dengan Jumlah Yang Tidak

Lebih terperinci

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENENTUAN BAGI HASIL SIJANGKA MUD{Arabah Ketentuan bagi hasil dalam

Lebih terperinci

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

ب س م االله الر ح من الر ح ي م FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARI AH MUSYARAKAH ب س م االله الر ح من الر ح ي م Dewan Syari ah Nasional, setelah: Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam

BAB I PEDAHULUAN. peluang terjadinya jual-beli dengan sistem kredit atau tidak tunai dalam 1 BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Islam telah mengatur mengenai jual-beli dalam Al-Quran dan hadis, dari zaman ke zaman jual-beli mengalami pertumbuhan yang sangat baik. Baik dari segi teori maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi Bisnis database pin konveksi adalah sebuah bisnis dimana objek yang diperjualbelikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA A. Analisis Terhadap Proses Jual Beli Motor Melalui Pihak Ke-Tiga Di UD. Rabbani Motor Surabaya Penulis

Lebih terperinci

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM 50 BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM A. Analisis Utang-Piutang di Acara Remuh Berdasarkan data mengenai proses dan mekanisme

Lebih terperinci

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam BAB IV ANALISIS PEMANFAATAN TANAH SEWA OLEH PEMILIKNYA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERTANAHAN PADA BIMBINGAN BELAJAR SMART SOLUTION SURABAYA A. Analisis Pemanfaatan Tanah Sewa Oleh Pemiliknya di Bimbingan

Lebih terperinci

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH BAB III TEORI PEMBIAYAAN MURABAHAH A. Pengertian Murabahah 1. Secara Bahasa Secara bahasa murabahah mempunyai pengertian saling menguntungkan dapat dipahami bahwa keuntungan itu dimiliki oleh kedua pihak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM) BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) A. Realisasi Akad Mura>bah}ah untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan Industri Kecil Menengah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Pemberian Komisi Kepada

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH A. Analisis Terhadap Aplikasi Pembiayaan Ekspor Impor Melalui Leter of Credit (L/C) di Bank Mandiri Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan suatu kewajiban bagi setiap manusia dan dianjurkan di dalam islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105: Dan Katakanlah:

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH A. Analisis Terhadap Klaim Asuransi Dalam Akad Wakalah Bil Ujrah. Klaim adalah aplikasinya oleh peserta untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok BAB II LANDASAN TEORI A. Murabahah 1. Pengertian Murabahah Murabahah berasal dari kata ribhun yang artinya keuntungan. Murabahah adalah jual beli barang harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN 58 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Praktek Sistem Jual Beli Ikan Dengan Perantara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK Sebagaimana permasalahan yang telah diketahui dalam pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jual beli merupakan salah satu cara manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan dalam hukum Islam jual beli ini sangat dianjurkan dan diperbolehkan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI 63 BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI A. Analisis Mekanisme Pengupahan Pemolong Cabe Di Desa Bengkak Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK A. Pelaksanaan Pemberian Hadiah/ Uang yang Diberikan oleh Calon anggota DPRD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan khususnya sektor perbankan menempati posisi sangat strategis dalam menjembatani kebutuhan modal kerja dan investasi riil dengan pemilik dana.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan

Lebih terperinci

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota BAB IV PRODUK SANTUNAN MUAWANAH BMT UGT SIDOGIRI DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN KEPMEN NO 91 TAHUN 2004 (PETUNJUK KEGIATAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH) 1. Analisis Produk Santunan Muawanah dan Asuransi

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 31/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PENGALIHAN HUTANG Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Hutang Pupuk dengan Gabah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pesanan Makanan Dengan Sistem

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO A. Analisis Aplikasi Penetapan Ujrah Dalam Akad Rahn di BMT UGT Sidogiri

Lebih terperinci

A. Praktik Akad Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera

A. Praktik Akad Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PRAKTIK HYBRID CONTRACT PADA AKAD MURABAHAH DAN WAKALAH DI KJKS BMT BAHTERA PEKALONGAN A. Praktik Akad Murabahah dan Wakalah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan KJKS BMT Bahtera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM BAB II LANDASAN TEORI PEMBIAYAAN EKSPOR IMPOR MELALUI LETTER OF CREDIT (L/C) DALAM HUKUM ISLAM A. Waka>lah 1. Pengertian Waka>lah atau wika>lah berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.

Lebih terperinci

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis) Nama Kelompok: Awalia Rachmawati 20120730121 Kartika Nugraha 20120730128 Asmarani Immamuda 20120730134 Kiki Riyanila 20120730154 Suti Rakhmaningsih 20120730155 Contoh Penghitungan Murabahah (Hipotesis)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Hukum Islam terhadap kejelasan porsi modal pada pembiayaan musya>rakah di Koperasi Jasa Keuangan Syariah Komunitas Usaha Mikro Muamalat berbasis Masjid Rahmat Surabaya.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Analisis Praktik Utang Piutang Hewan Ternak Di Desa Ragang Dari data mengenai proses dan

Lebih terperinci

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal

Sukuk Ijarah. 1 Al Ma'ayir as Syar'iyyah, hal Dr. Hamid Mirah, Sukuk al Ijarah, hal Sukuk Ijarah Sukuk berasal dari bahasa Arab bentuk jamak dari kata Shakk yang berarti surat berharga. Secara terminologi AAOIFI mendefinisikan Sukuk dengan, "Beberapa lembar sertifikat dengan nilai sama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang BAB II LANDASAN TEORI Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang mendasari dan mendukung penelitian. A. Pengertian Koperasi Di dalam ilmu ekonomi, pengertian Koperasi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK A. Analisis terhadap Mekanisme Hak Khiya>r pada Jual Beli Ponsel Bersegel Akad merupakan

Lebih terperinci

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENGGUNAAN AKAD KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT SIDOGIRI CAPEM SUKOREJO KOTA BLITAR Pembiayaan take over merupakan pembiayaan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Nasabah Nasabah adalah aset atau kekayaan utama perusahaan karena tanpa pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang mengatakan pelanggan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. Daar Al-Fikri, 1989), h Pundi Akara, 2006), h Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, (Damaskus:

BAB IV ANALISA DATA. Daar Al-Fikri, 1989), h Pundi Akara, 2006), h Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, (Damaskus: 53 BAB IV ANALISA DATA A. Akad Syirkah Menurut Madzhab Maliki Syirkah menurut madzhab Maliki adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja untuk mengatur harta (modal) bersama. Maksudnya, setiap mitra

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Akad Bai Bitsaman Ajil dalam Fiqh Muamalah 1. Pengertian Akad Akad berasal dari bahasa Arab al-aqdu dalam bentuk jamak disebut al-uquud yang berarti ikatan atau simpul tali.

Lebih terperinci

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang

secara tunai (murabahah naqdan), melainkan jenis yang BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UANG MUKA DALAM PRODUK CICIL EMAS DI BANK SYARIAH MANDIRI GRESIK A. Analisa Pembayaran Uang Muka dalam Produk Cicil Emas di Bank Syariah Mandiri Gresik Produk

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA

BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA 56 BAB IV PENERAPAN AKAD BAYʽ BITHAMAN AJIL DALAM PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA DI KOPONTREN NURUL HUDA BANYUATES SAMPANG MADURA A. Analisis Penerapan Akad Bayʽ Bithaman Ajil dalam Peningkatan Keuntungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN A. Analisis Penerapan Syarat Hasil Investasi Minimum Pada Pembiayaan Mudharabah

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PINJAMAN DENGAN JAMINAN EMAS PADA PEMBIAYAAN MULIA DI PEGADAIAN SYARIAH

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PINJAMAN DENGAN JAMINAN EMAS PADA PEMBIAYAAN MULIA DI PEGADAIAN SYARIAH TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PELAKSANAAN PINJAMAN DENGAN JAMINAN EMAS PADA PEMBIAYAAN MULIA DI PEGADAIAN SYARIAH Hidayatina Jurusan Syariah STAIN Malikussaleh Lhokseumawe Jl. Medan Banda Aceh Km. 275,

Lebih terperinci

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam

Hijab Secara Online Menurut Hukum Islam BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HAK KHIYA>R KONSUMEN TERHADAP SISTEM RETUR DALAM JUAL BELI FASHION HIJAB SECARA ONLINE MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Hak Khiya>r Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter. Lebih dari itu, lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu membawa

BAB I PENDAHULUAN. krisis moneter. Lebih dari itu, lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu membawa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya bank syariah sebagai pemain baru dalam dunia perbankan di Indonesia mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, terutama masyarakat muslim. Bank yang berbasis

Lebih terperinci

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP SEWA JASA PENGEBORAN SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis Terhadap Mekanisme Sewa Jasa Pengeboran Sumur

Lebih terperinci

BAB IV ISTIHSÂN SEBAGAI METODE ISTINBÂTH HUKUM MUSYÂRAKAH MUTANÂQISHAH. perkembangan perbankan saat ini. Tidak ada pendapat ulama madzhab mengenai

BAB IV ISTIHSÂN SEBAGAI METODE ISTINBÂTH HUKUM MUSYÂRAKAH MUTANÂQISHAH. perkembangan perbankan saat ini. Tidak ada pendapat ulama madzhab mengenai BAB IV ISTIHSÂN SEBAGAI METODE ISTINBÂTH HUKUM MUSYÂRAKAH MUTANÂQISHAH Musyârakah mutanâqishah merupakan akad yang baru muncul sejak perkembangan perbankan saat ini. Tidak ada pendapat ulama madzhab mengenai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Musyârakah Mutanâqishah pada Bank Muamalat Cabang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Musyârakah Mutanâqishah pada Bank Muamalat Cabang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Musyârakah Mutanâqishah pada Bank Muamalat Cabang Malang. 1. Akad Pembiayaan Musyârakah Mutanâqishah (Descreasing Participation) Pembiayaan Musyârakah

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS 21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada sekarang ini. Selain itu sebagai mahluk sosial manusia yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang ada sekarang ini. Selain itu sebagai mahluk sosial manusia yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk interaksi yang sering dilakukan antar sesama manusia adalah jual beli. Transaksi jual beli sudah lama dilakukan oleh manusia bahkan sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. Al-dunyā mażra ah al-akhirat

BAB I PENDAHULUAN. dunia, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. Al-dunyā mażra ah al-akhirat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam memandang bahwa hidup manusia di dunia ini hanyalah sebagian kecil dari perjalanan kehidupan manusia, karena setelah kehidupan di dunia ini masih ada lagi kehidupan

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank

BAB V PEMBAHASAN. A. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank 144 BAB V PEMBAHASAN A. Implementasi Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 Tentang Karakteristik Pembiayaan Musyarakah mutanaqishah Di Bank Muamalat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Tulungagung Dan Bank Bri

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara 63 BAB IV STUDI KOMPARASI TERHADAP SISTEM BAGI HASIL PENGELOLAAN LADANG PESANGGEM ANTARA DESA NGEPUNG KECAMATAN LENGKONG DAN DESA SUGIHWARAS KECAMATAN NGLUYU KABUPATEN NGANJUK MENURUT PERPEKSTIF HUKUM

Lebih terperinci