Bab II SEMAR DALAM PEWAYANGAN JAWA & KONSELING MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab II SEMAR DALAM PEWAYANGAN JAWA & KONSELING MASYARAKAT"

Transkripsi

1 Bab II SEMAR DALAM PEWAYANGAN JAWA & KONSELING MASYARAKAT Dalam tulisan ini akan digunakan dua kerangka teori untuk mengkaji hasil penelitian yakni dari persperktif tokoh Semar. Perspektif Semar dalam melihat hasil penelitian tersebut selanjutnya akan dikaji lagi dari teori konseling masyaratat, oleh sebab itu dalam bab ini dituliskan dua teori mengenai Semar juga konseling masyarakat. Akan tetapi tidak hanya itu, dalam bab ini juga dituliskan sedikit penggambaran mengenai LGBT. II.1 Semar Dalam Pewayangan Jawa Keberadaan wayang memiliki peranan yang penting bagi kehidupan masyarakat Jawa. Wayang adalah salah satu karya seni yang dapat menunjukkan ungkapan dari pola pemikiran/gagasan, nilai-nilai religius dan ideologi yang dimiliki masyarakat Jawa. Wayang merupakan benda seni yang dibuat dari kulit binatang, kulit kayu, dan kertas untuk digunakan mementaskan suatu cerita tertentu. 1 Di dalam budaya Jawa sendiri, ada beberapa jenis wayang, seperti Wayang Beber, Wayang Purwa, Wayang Madya, Wayang Gedog, Wayang Menak, Wayang Babad, Wayang Modern, Wayang Topeng. 2 Terkhusus untuk wayang purwa yang merupakan fokus jenis wayang dalam tulisan ini, wayang 1 W.J.S. Poerwadarminta, Baoesastra Djawa (Batavia: J.B. Wolters, 1939) seperti yang dikutip oleh Siman Widyatmanta, Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan, Dan Sarana Bermeditasi, dalam Yusak Tridarmanto (Ed.), Serba-serbi di Sekitar Kehidupan Orang Jawa: Sebagai Konteks Berteologi, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen dan F.Th UKDW) h S. Haryanto, Pratiwimba Adhiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang, (Jakarta: Djembatan, 1988), h

2 purwa adalah jenis wayang kulit. 3 Untuk penampilan, wayang kulit purwa tergolong ideoplastik, yang berarti penggambaran akan sesuatu yang didasarkan bukan pada apa yang dilihat melainkan pada apa yang diketahui. Mengenai penggambaran manusia, dalam wayang kulit sebisa mungkin manusia digambarkan sesuai dengan manusia yang sebenarnya. 4 Jadi disini manusia yang digambarkan dalam pewayangan adalah seperti halnya manusia dalam realita kehidupan sehari-hari. Mulai dari kebiasaan, karakter dan sifat yang ada pada manusia dalam realita yang sebenarnya. Bagi orang Jawa, pertunjukan wayang sebenarnya juga dijadikan sebagai salah satu pedoman hidup. Kata wayang itu sendiri sebenarnya berarti bayangbayang (Jawa : ayang-ayang atau wewayangan). 5 Hal ini disebabkan karena kesenian ini dimainkan pada malam hari, sehingga boneka wayang yang terkena cahaya akan menghasilkan bayangan pada layar putih (Jawa: kelir). Pengertian wayang pada perkembangannya, bukan lagi dipahami sebagai permainan bayangan semata, tetapi dapat diartikan sebagai angan-angan, gagasan atau ide. 6 Hal ini dimaksudkan karena wayang tidak hanya terbatas pada benda tiruan yang menggambarkan keberadaan manusia saja. Lebih jauh daripada itu, di dalam dunia pewayangan juga terdapat berbagai macam gagasan, nilai, keyakinan, sikap hidup, asal mula dan tujuan hidup, serta berbagai prisip-prinsip kehidupan yang 3 Sunarto, Wayang Kulit Purwa, (Semarang : Dahara Prize, 1997), h Sunarto, Wayang Kulit Purwa, h Siman Widyatmanta, Wayang Sebagai Tontonan, Tuntunan, Dan Sarana Bermeditasi, dalam Yusak Tridarmanto (Ed.), Serba-serbi di Sekitar Kehidupan Orang Jawa : Sebagai Konteks Berteologi, (Yogyakarta: Taman Pustaka Kristen dan F.Th UKDW, 2012), h Siman Widyatmanta, Wayang Sebagai..., h

3 baik. 7 Pentingnya peranan wayang kulit bukan semata-mata terbatas sebagai suatu tontonan yang menghibur saja. II.1.1 Semar dan Sejarah Kemunculannya Jika kita mencoba untuk menelusuri tokoh Semar dari sisi sejarah kemunculannya, maka tokoh Semar pertama kali ditemukan pada karya sastra zaman Majapahit dalam Kitab Sudamala (abad 15 Majapahit). Namun hal ini tidak kemudian berarti bahwa sebelum masa itu, masyarakat Jawa tidak/ belum mengenal tokoh Semar dalam dunia pewayangannya. Dalam Kitab Gatotkacasraya (abad 12 Kediri/Daha) yang ditulis Mpu Panuluh, telah disebutkan nama : Jurudyah Prasanta Punta, yang dalam perkembangannyakemudian menjadi Jodek Santa, Lurah Den Mas Prasanta, Smarasanta, Semarsanta dan akhirnya menjadi Semar atau Ki Lurah Semar. 8 Salah satu versi utama dalam cerita Wayang Purwa, menyebutkan bahwa Sang Hyang Tunggal yang memiliki istri bernama Dewi Wardani. Ia melahirkan anak bukan dalam wujud seorang bayi, namun hanya sebutir telur. Melihat kejadian tersebut, keduanya pun dilanda kebingungan serta kesedihan yang teramat dalam. Tidak ada yang dapat diperbuat oleh Sang Hyang Tunggal selain berusaha untuk menghibur istri yang dicintainya tersebut. Ketika hari telah berganti menjadi hari, telur tersebut semakin membesar. Hal ini kemudian 7 Purwadi, Semar Jagad Mistik Jawa, (Yogyakarta: Media Abadi, 2004), h Hartono Haryoguritno, Semar: Siapa dan Dimana Dia? (Jakarta : Lembaga Javanologi, 1995), h. 9 17

4 membuat Sang Hyang Tunggal berpikir, bahwa ia harus meminta pertolongan kepada ayahnya yaitu Sang Hyang Wenang. 9 Dengan bimbingan Sang Hyang Wenang, telur tersebut dapat menetas dan menjadi tiga bayi laki-laki. Bayi yang pertama yaitu berasal dari kulit telur tersebut, diberi nama Ismaya. Bayi kedua yang berasal dari putih telur diberi nama Antaga. Bayi ketiga yang berasal dari kuning telur diberi nama Manikmaya. Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga bayi tersebut tumbuh dan berkembang menjadi dewasa serta memiliki kesaktian yang tinggi. Pada suatu ketika, mereka berselisih paham mengenai siapa yang paling sakti dan paling pantas menggantikan posisi ayahnya sebagai penguasa kahyangan. Ismaya dan Antaga tidak mau mengalah dalam perdebatan tersebut. Sedangkan Manikmaya hanya bisa terdiam menyaksikan kedua saudaranya berdebat sengit. Di tengah perdebatan tersebut, Manikmaya menyarankan diadakannya pertandingan menelan sebuah gunung. Peraturannya adalah barang siapa dapat menelan gunung tersebut dan mengeluarkannya kembali, maka dialah yang menjadi pemenangnya, serta berhak menjadi raja menggantikan ayahnya. 10 Dari situ maka Antaga dan Ismaya berusaha untuk menelan gunung, kemudian dari perbuatan yang dilakukan oleh Antaga dan Ismaya ini, ternyata menimbulkan suatu gara-gara yang cukup besar. Dengan kejadian ini maka segera datanglah Sang Hyang Wenang menyelesaikan permasalahan tersebut dan mengambil keputusan bagi ketiga anaknya itu. Keputusan yang dibuat oleh Sang 9 Tuti Sumukti, Semar : Dunia Batin Orang Jawa, (Yogyakarta: Galang Press, 2005), h Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin Orang Jawa, h

5 Hyang Wenang ini menyatakan bahwa yang akan menjadi raja para dewa adalah Manikmaya. Sedangkan Antaga dan Ismaya diharuskan turun ke bumi untuk membimbing keturunan dari Manikmaya. Sejak saat itu Sang Hyang Wenang mengganti nama Antaga menjadi Togog dan Ismaya menjadi Semar. Dalam perkembangan berikutnya, Semar sendiri kemudian memiliki banyak nama lain. Banyaknya nama yang dimiliki oleh Semar ini terkait dengan lakon yang dimainkannya. Nama-nama tersebut antara lain Janggan Hasmarasanta, Smarasanta, Semarsanta, Jnanabadra dan Badranaya, dan lain sebagainya. 11 Dari kisah kemunculan Semar ini, masyarakat Jawa kemudian memandang Semar sebagai sosok yang istimewa. Keistimewaan Semar dalam hal ini, bukan hanya dikarenakan ia adalah sesosok dewa yang ngejowantah atau menjelma dengan wujud seorang abdi. 12 Keistimewaan Semar juga terlihat karena ia dikisahkan sebagai satu-satunya tokoh pewayangan yang mampu menelan sebuah Gunung. Bagi masyarakat Jawa, keberadaan gunung memang dipandang sangat penting serta memiliki makna khusus terkait kepercayaan yang dimilikinya. Dalam hal ini masyarakat Jawa percaya bahwa gunung merupakan tempat berkumpulnya roh-roh orang mati/roh-roh nenek moyang mereka. 13 Dimana keberadaan roh-roh nenek moyang tersebut, dianggap memiliki kekuatan untuk melindungi serta menolong mereka dari kesusahan. Disebutkan bahwa Semar adalah satu-satunya tokoh pewayangan, yang mampu menelan sebuah Gunung sekaligus. Dengan membaca kisah tersebut, 11 Tim penulis Sena Wangi, Ensiklopedi Wayang Indonesia Jilid 4: R S, (Jakarta : Sena Wangi, 1999), h Purwadi, Semar Jagad Mistik Jawa, h Lucas Sasongko Triyoga, Manusia Jawa dan Gunung Merapi : Persepsidan Sistem Kepercayaan, (Yogyakarta : UGM Prees, 1991), h

6 maka kita akan diajak untuk memiliki sebuah pemahaman, bahwa Semar merupakan sosok dewa atau pun sosok roh pelindung sejati, yang memiliki tugas untuk melindungi dan menolong umat manusia. Roh-roh yang dipercaya akan melindungi manusia dari segala marabahaya, tidak akan ada apa-apanya dibandingkan dengan Semar. Semarlah sekarang yang menyimbolkan keberadaan sosok roh pengawal/pelindung sejati. Dimana kehadirannya, dipercaya akan senantiasa mengawal umat manusia, (terkhusus dalam hal ini masyarakat Jawa) sampai selama-lamanya. 14 Kehadiran Semar dalam hal ini, benar-benar dapat menyimbolkan sebuah perlindungan. Perlindungan tersebutlah yang akan menolong setiap manusia, ketika mereka berada dalam kesusahan serta mengalami pergumulan dalam hidupnya. Menurut perintah dari Sang Hyang Wenang, Antaga yang menjadi Togok dan Ismaya menjadi Semar. Dalam melakukan tugasnya untuk melindungi serta menolong umat manusia di dunia ini, Semar dan Togog dengan sengaja mengambil wujud sebagai seorang abdi. Keduanya memiliki pembagian tugasnya masing-masing ketika berada di bumi ini. Togog secara khusus bertugas untuk meluruskan/mengingatkan para manusia yang memiliki perangai angkara. Hal ini ia lakukan, agar manusia yang berperangai angkara dapat kembali kepada kebenaran. Sekalipun Togog telah berusaha mengingatkan perilaku manusia, tiada satupun dari mereka yang mau menuruti nasehat darinya. Mereka yang tidak menuruti nasihat Togog pada akhirnya akan tumpas oleh karena ngunduh wohing pakarti (menuai hasil perbuatan/perilakunya sendiri). Keberadaan manusia yang berperangai angkara ini dalam dunia pewayangan digambarkan melalui sosok 14 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989), h

7 raksasa yang pada umumnya bersifat negatif/jahat. Pada kisah Mahabharata, sosok raksasa yang berdiri pada sisi antagonis, umumnya dikenal melalui tokoh Kurawa. 15 Sedangkan pada kisah Ramayana, tokoh yang merepresentasikan kejahatan umumnya dikenal melalui tokoh Rahwana. Dalam dunia pewayangan, yang mendapatkan bimbingan dari Semar adalah Pandawa. Pandawa yang merupakan gambaran sosok ksatria sejati ini dipercaya tidak akan dapat berhasil menyelesaikan tugasnya serta mengalahkan musuhmusuhnya, tanpa bantuan dari Semar. Tanpa bimbingan dan tuntunan yang diberikan oleh Semar, maka dapat dipastikan bahwa ksatria tersebut tidak akan dapat mencapai tujuan hidupnya. Dengan demikian, sebenarnya kemenangan serta keberhasilan Pandawa dalam melawan Kurawa itu bukan karena kekuatannya sendiri melainkan karena mendapatkan bimbingan serta tuntunan dari Semar. Pada dasarnya juga Semar memang memiliki peran utama sebagai pemberi petunjuk kepada para satria dengan berbagai cara dalam menyikapi ketimpangan yang dilakukan oleh manusia. 16 Sekalipun kemunculan Semar dalam dunia pewayangan hanyalah sebagai seorang abdi, semua tokoh dalam dunia pewayangan tahu bahwa Semar adalah sosok yang paling bijaksana diantara tokoh wayang lainnya. 17 Kebijaksanaan yang dimiliki oleh Semar ini, bukan dikarenakan didikan dari seorang guru yang mengajari kebijaksanaan semacam itu. Dalam berbagai macam lakon yang ada, tidak ada yang menceritakan bahwa 15 Imam Setyobudi, Post-Human Togog and Semar: Dehumanization and Anti-Human in the Frame of Javanese Purwa Muppet Story, dalam Kasiyan, dkk. (ed.),proceeding the 1 st International Conference of Arts and Arts Education in Indonesia (ICAAE) 2014, (Yogyakarta : UIN Press, 2014), h Ardian Kresna, Semar dan Togog: Yin dan Yang dalam Budaya Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), h Tuti Sumukti, Semar : Dunia Batin..., h

8 Semar pernah mengecap pendidikan. 18 Dia tidak pernah diajari oleh seorang guru yang dianggap lebih bijaksana darinya, karena memang Semarlah simbol dari kebijaksanaan itu sendiri. 19 Kebijaksaan yang ada pada diri Semar dalam dunia pewayangan, membuat Semar menjadi begitu dihormati oleh semua kalangan. Semar sangat dihormati oleh para Pandawa dan bahkan semua dewa yang ada. Kedudukan Semar dalam hal ini seolah-olah mengatasi keberadaan dewa yang lain, sekalipun wujud Semar hanyalah seorang abdi. 20 Dalam kemunculannya pada berbagai lakon wayang, Semar tidak jarang diposisikan sebagai sosok pemeran utama dalam kisah pewayangan tersebut. Status yang disandang oleh Semar sebagai seorang abdi ternyata tidak dapat dipahami terbatas pada pekerjaannya sebagai pelayan semata. Peran Semar sebagai seorang abdi akan lebih tepat jika dipahami sebagai sebuah penggambaran untuk menunjukkan kewajiban yang dimiliki oleh Semar. Kewajiban tersebut antara lain : membantu, membimbing, meneguhkan dan memberikan harapan kepada para ksatria, untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam hidupnya. 21 Dimana permasalahan tersebut, pada akhirnya nanti digambarkan bukan hanya terkait dengan keberadaan / kepentingan diri mereka (para ksatria) saja. Demi mengatasi kekacauan/permasalahan yang terjadi, maka para ksatria membutuhkan sosok Semar yang dapat membimbing dan menguatkan mereka 18 Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin..., h Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin..., h Purwadi, Semar Jagad Mistik Jawa, h Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin..., h

9 menghadapi permasalahan tersebut. Dimana aspek bimbingan, tuntunan dan segala yang dilakukan Semar, tentu tidak lepas dari berbagai prinsip-prinsip dalam budaya Jawa yang tersirat didalamnya. Dengan demikian kemunculan Semar dalam kisah pewayangan Jawa bukan semata-mata sebagai tokoh yang marginal. Keberadaannya justru begitu sentral dalam masyarakat Jawa, yang dapat menunjukkan berbagai macam nilai-nilai keutamaan, spiritualitas serta pemahaman masyarakat Jawa. Dalam dunia pewayangan, Semar cukup banyak terlibat dalam lakon-lakon yang dimainkan. Perbedaan kemunculan Semar dalam lakon-lakon tersebut, tentu memiliki tujuan khusus dan tersirat makna-makna khusus, yang ingin disampaikan sesuai dengan lakon yang dimainkan. Dimana hal ini tentu juga terkait dengan nilai-nilai dan pandangan hidup yang dimiliki oleh masyarakat Jawa. Seperti halnya dalam kemunculan Semar pada saat gara-gara terjadi. Adegan yang menggambarkan kekacauan alam semesta ini, ternyata memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan cita-cita dan tujuan hidup yang selalu diperjuangkan oleh masyarakat Jawa. Sebab melalui adegan ini, akan terlihat bagaimana masyarakat Jawa memandang dunia dan kemudian bagaimana mereka berusaha untuk menjaga keselarasannya/keharmonisan di dalamnya. 22 Melalui adegan gara-gara ini kita juga akan diajak untuk melihat bagaimana keadilan dan kebenaran itu perlu untuk diperjuangkan, demi terciptanya keharmonisan itu sendiri. II.1.2 Gara-gara Gara-gara merupakan salah satu adegan yang mempunyai peranan penting dalam keseluruhan alur lakon yang dimainkan dalam pewayangan. Keberadaan 22 Hazim Amir, Nilai-Nilai Etis, h

10 adegan ini, benar-benar menjadi primadona dalam suatu pertunjukan wayang. Jika kita melihat lebih jauh pada adegan gara-gara, sebetulnya yang ingin ditonjolkan pertama kali bukanlah aspek hiburannya saja. Memang benar bahwa kemunculan para Punakawan, tidak jarang mengundang gelak tawa dari penonton, seperti halnya yang dilakukan oleh Gareng, Petruk dan Bagong. Namun sudah seharusnyalah, hal ini menjadi tidak mengurangi pesan edukatif spiritual Jawa, yang hendak disampaikan melalui tokoh Semar tersebut. Dalam berbagai kesempatan yang dimiliki, para punakawan memang berusaha untuk menyajikan berbagai macam kritik sosial, dengan menggunakan bahasa-bahasa yang sederhana. 23 Dalam adegan gara-gara, Semar biasanya selalu digambarkan sebagai sosok yang mencerminkan martabat tinggi dan kebijaksanaan dalam kebudayaan Jawa. 24 Dalam hal ini, peranan Semar agaknya berbeda dengan punakawan seperti Gareng, Bagong, Petruk. Semar tidak hanya digambarkan sebagai sosok yang menyajikan kritik saja namun Semar juga tetap menampilkan pesan edukatif dan kebijaksanaan di tengah adanya gelak tawa yang ditimbulkan oleh Gareng, Petruk dan Bagong dalam adegan gara-gara. Guritna dkk mengatakan bahwa gara-gara itu sendiri merupakan sebuah adegan lawak, yang dilakukan oleh para Punakawan di tengah-tengah konflik yang sedang terjadi. Tujuan dari adegan ini adalah untuk mencairkan suasana, agar situasi konflik yang tengah terjadi dapat segera diselesaikan dengan baik. 25 Dalam hal ini, Guritno dkk., memberikan penekanan bahwa adegan gara-gara merupakan sebuah penyelesaian dari konflik yang sedang terjadi. Namun hal ini 23 Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin..., h Tuti Sumukti, Semar: Dunia Batin..., h Sartono Katodirdjo, dkk, Perkembangan Peradaban Priyayi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1987), h

11 akan berbeda, jika kita melihat pendapat yang disampaikan oleh Hartoyo. Menurut Hartoyo, gara-gara bukan hanya menunjuk pada suatu penyelesaian masalah, dalam suatu lakon pewayangan akan tetapi gara-gara sendiri merupakan salah satu adegan yang juga menunjukkan bahwa tengah terjadi kekacauan/permasalahan besar di jagad ini. 26 Senada dengan hal tersebut, Soegiono juga berpendapat bahwa gara-gara, merupakan penggambaran dari keadaan dunia yang sedang mengalami kekacauan yang akan dapat melanda semua kalangan baik itu kepada manusia, dewa-dewa maupun alam semesta itu sendiri. 27 Setelah semua kekacauan dalam adegan ini dimunculkan maka selanjutnya juga akan memunculkan harapan, bahwa permasalahan tersebut akan selesai. Dimana harapan tersebut akan bertumpu pada kehadiran para Punakawan, terkhusus dalam hal ini melalui tokoh Semar. II.2 Konseling Masyarakat Sebelum akan masuk pada pengertian tentang konseling masyarakat, maka akan diberikan sedikit penjelasan mengenai apa itu konseling pastoral. Konseling pastoral adalah dimensi pendampingan pastoral dalam fungsi memperbaiki bagi yang membutuhkan, sehingga orang dapat membutuhkan pendampingan pastoral seumur hidupnya tetapi konseling pastoral ketika mengalami krisis. 28 Proses konseling ini bisa dilakukan terhadap satu orang klien atau lebih dan tidak dapat ditentukan berapa lama proses itu akan berhenti sebab konseling dilakukan sejauh proses itu diperlukan. Jadi, dapat dipahami bahwa sebuah proses konseling tidak 26 Hartoyo, Gara-gara dan Munculnya Semar, Majalah Mawas Diri, Oktober 1979, (Jakarta: PT. Mandiri Bank), h Soegiono, Punakawan dan Gara-gara, dalam Majalah Mawas Diri, Desember 1984, (Jakarta: PT. Mandiri Bank), h J. D. Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, (BPK Gunung Mulia, 2016), h

12 berjalan terus-menerus melainkan hanya sejauh mana hal itu diperlukan sampai pada saat konseli tidak lagi memerlukan konseling. Meskipun sebuah proses konseling dapat saja berhenti sesuai kebutuhannya akan tetapi sebuah proses pendampingan masih tetap bisa terus berjalan. Dari sini, selanjutnya akan dipaparkan mengenai salah satu jenis konseling yaitu konseling masyarakat. Konseling masyarakat adalah suatu jenis konseling yang menolong secara komprehensif dan didasarkan pada dua kompetensi yaitu kompetensi multikultural dan kompetensi keadilan sosial. 29 Masyarakat disini dipahami secara berbeda, tergantung cara pandang orang dalam memahaminya. Judith A. Lewis menyadur pendapat Paisley (1996) yang mengatakan bahwa masyarakat yang dipahami dalam pastoral masyarakat didefinisikan menurut sebagai berikut: 1) orang-orang yang tinggal di suatu daerah geografis tertentu (misalnya, orang-orang pedesaan versus perkotaan, pribumi versus pendatang); 2) sekelompok orang yang berhubungan dengan perbedaan latar belakang budaya, etnis, atau ras; 3) orangorang yang saling ketergantungan dan masing-masing memiliki kesamaan satu dengan yang lain sebagai anggota dari komunitas kategorial, professional maupun fungsional yang lebih luas, yang disebut komunitas global; 4) kelompok atau kumpulan orang yang termarjinalkan seperti orang yang memiliki penyakit kusta, kaum LGBT, kaum disabilitas, kaum perempuan yang menjadi korban trafficking. 30 Definisi di atas merujuk pada masyarakat sebagai sistem yang memiliki kesatuan, kontinuitas. Individu, kelompok, dan organisasi merupakan bagian dari 29 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, (United States of America : 2011), h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, (United States of America : 2011), h. 9 26

13 masyarakat. Masyarakat juga bagian dari individu, termasuk masyarakat yang lebih besar. Masyarakat berfungsi sebagai media di mana individu dapat bertindak dan mentransformasikan norma. Dengan demikian, seorang individu menjadi milik lebih dari satu komunitas pada suatu waktu. Keluarga, gereja, sekolah, kampus menjadi komunitas untuk masyarakat yang lebih besar, seperti lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT), kaum disabilitas, kaum marjinalitas perempuan konban trafficking dan anak-anak juga sistem sosial politik yang jauh lebih besar dan lebih kompleks. 31 Dengan penjelasan tersebut maka individu sebagai anggota masyarakat saling mempengaruhi secara langsung dan tidak langsung secara positif maupun negatif. Asumsi berpikir seperti ini menjadi alasan mengapa konseling masyarakat itu ada. II.2.1 Model Dalam Konseling Masyarakat Dalam konseling masyarakat, suatu perkembangan individu dan masyarakat adalah sesuatu hal yang tidak bisa terlepas satu sama lain. Sebagaimana suatu individu adalah yang membentuk masyarakat atau dengan kata lain suatu masyarakat tidak terbentuk tanpa adanya individu-individu. Jika dalam suatu masyarakat ditemukan individu yang membutuhkan pelayanan khusus maka seorang konselor harus memiliki suatu cara tertentu dalam menanganinya. Sedangkan, di samping hal itu konselor juga harus tetap memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan dari suatu masyarakat tempat individu itu berada. Jadi, jika dalam suatu komunitas tertentu perlu untuk memberi perhatian dan pertolongan kepada individu maka yang diperlukan adalah 31 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, (United States of America : 2011), h

14 sebuah strategi terfokus. Kemudian dalam masalah yang dialami suatu komunitas maka konselor harus melakukan strategi berbasis luas dalam menyikapinya. Tabel 1 : Gambar Model Konseling Masyarakat Individu Kelompok Strategi terfokus Konteks multikultural Konsultasi hukum Keadilan sosial Kolaborasi dalam komunitas Strategi berbasis luas Untuk perkembangan Untuk perubahan sosial Untuk upaya pencegahan a. Memfasilitasi Pembangunan Manusia : Strategi Terfokus Cara untuk menerapkan keterampilan dalam menjalankan strategi di bagian ini adalah harus bisa memperlihatkan akan kesadaran konteks. Konteks yang dimaksudkan disini adalah suatu konteks yang tidak hanya menyangkut tempat tinggal seorang individu saja melainkan juga terkait dengan latar belakangnya, mengenai masa lalunya, pendidikannya, komunitasnya, keluarga, lingkungan kerja. Adanya suatu upaya dalam memberikan pendidikan dalam 28

15 beberapa konteks tersebut dapat memperkuat kemampuan untuk menangani suatu stres atau masalah pada seorang individu atau masyarakat. 32 Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah suatu pengetahuan atau keterampilan dalam menyikapi hal-hal yang bisa saja terjadi dalam suatu konteks tertentu seorang individu. b. Memfasilitasi Pembangunan Manusia : Strategi Berbasis Luas Suatu pendidikan pencegahan memungkinkan konselor masyarakat untuk mendidik atau melatih anggota komunitas demi manfaat jangka panjang. Suatu pendidikan preventif ditawarkan pada setiap anggota bahkan ketika mereka belum memiliki masalah apapun. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memfasilitasi pembangunan manusia demi tujuan membantu masyarakat dalam mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru yang berguna untuk menangani tantangantantangan yang ada dalam kehidupan mereka. 33 Hal ini merupakan upaya agar seorang individu tidak cepat panik dan paling tidak memahami langkah awal dalam menyikapi apa yang menjadi masalahnya sebelum suatu masalah tersebut berkembang ke arah yang lebih serius dan berdampak ke beberapa aspek dalam kehidupan seorang individu. Dalam penekanannya dengan intervensi pencegahan, maka berarti konseling masyarakat menggunakan pendekatan yang edukatif daripada remedical. Untuk konselornya, konselor masyarakat memperhitungkan efek dari lingkungan masyarakat kepada individu dan berusaha untuk memberdayakan individu melalui layanan-layanannya juga dalam memberdayakan masyarakat 32 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

16 secara keseluruhan. 34 Ini salah satu kelebihan dari konseling masyarakat, berupaya untuk memberikan pelayanan bahkan sebelum sebuah masalah terjadi. c. Memfasilitasi Pengembangan Masyarakat : Strategi Terfokus Konseling masyarakat memiliki model pelayanan langsung kepada suatu komunitas yang memang berisikan tentang pendidikan preventif. Tindakan pencegahan ini dapat berupa pelayanan langsung kepada konseli (dalam suatu komunitas), pelayanan komunitas secara tidak langsung dan pelayanan tidak langsung kepada seorang konseli (misal memberikan bantuan hukum/advokasi). 35 Advokasi merupakan bagian integral dari proses konseling. Ketika konselor menyadari faktor eksternal yang bertindak sebagai hambatan suatu upaya pengembangan misalnya hambatan itu di luar kemampuan konselor, maka mereka dapat mengupayakan bantuan contohnya melalui advokasi. 36 Tidak dapat dihindari memang bahwa seorang konselor terlebih konselor dalam masyarakat, pasti akan diperhadapkan pada dunia advokasi. Advokasi adalah yang mengarah pada hal-hal fokus dalam konseling masyakat terutama jika suatu masalah berkenaan dengan kompetensi keadilan sosial. Kompetensi keadilan sosial ini merupakan salah satu dari dua kompetensi dalam konseling masyarakat yang akan dipaparkan dalam bagian selanjutnya. d. Memfasilitasi Pengembangan Masyarakat : Strategi Berbasis Luas Dalam hal ini, konselor bertindak sebagai agen perubahan dalam sistem yang diharapkan mempengaruhi klien yang paling langsung. Hal ini dikarenakan 34 David B. Hershenson dkk, Community Counseling,..., h David B. Hershenson dkk, Community Counseling,...,h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

17 bahwa adanya beberapa masalah yang dimiliki oleh seseorang akan dapat mempengaruhi orang-orang di lingkungan. Misalnya saja mereka yang memiliki masalah dalam bidang ekonomi kemudian nekat untuk melakukan tindak pencurian, maka hal itu akan berdampak ke lingkungannya. Ketika hal semacam ini terjadi, konselor mengupayakan untuk melakukan tindakan advokasi tentu meminta kepada bidang yang bersangkutan. Keahlian yang dimaksudkan disini adalah dalam proses ini seorang konselor tidak hanya bekerja sendiri melainkan harus melibatkan disiplin ilmu lain. 37 Hal ini mengarah ke arah definisi yang komprehensif akan peran konselor masyarakat. Dari sini jelas bahwa dalam konseling komunitas ada kerangka kerja yang komprehensif didasarkan pada kompetensi multikultural dan kompetensi keadilan sosial. Karena perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh konteks, konselor masyarakat sangat berupaya menggunakan strategi yang memfasilitasi perkembangan yang sehat untuk kliennya. II.2.2 Kompetensi Dalam Konseling Masyarakat Konseling masyarakat memiliki dua kompetensi dasar yaitu kompetensi multikultural dan kompetensi keadilan sosial : 38 II Kompetensi multikultural : Kompetensi multikultural meliputi kesadaran konselor akan nilai-nilai budaya sendiri dan bias budaya, kesadaran konselor pada pandangan klien, dan strategi intervensi sesuai dengan budaya. Peran budaya membantu dalam proses 37 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

18 untuk mendefinisikan tujuan dengan memakai pengalaman hidup dan nilai budaya, baik individu maupun kelompok, yang didukung secara menyeluruh. Dalam hal ini budaya dipakai sebagai sebuah strategi yang berperan untuk penyembuhan dan menyeimbangkan nilai individu dan kelompok dalam sistem budaya yang ada. 39 Budiono Herusatoto menyadur apa yang dikatakan Koentjaraningrat dalam Simbolisme dalam Budaya Jawa mengatakan bahwa wujud budaya yang ada dalam gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan dan sebagainya ada dalam pikiran setiap individu yang diekspresikan melalui kelakuan berpola dari individu dan masyarakat dalam sistem sosial serta hasil karya masyarakat. 40 Sehingga dalam pola-pola tersebut konstruk individu dan sosial melekat sistem nilai budaya dan hal yang berharga dari kehidupan adalah nilai budaya yang hidup dalam individu dan kelompok. Alasan dari hal ini adalah karena sistem nilai budaya menjadi pedoman yang memberi arah dan orientasi dalam konseling masyarakat. 41 Gagasan tentang sentralitas budaya telah diterima dan berhasil masuk ke dalam praktik untuk melakukan intervensi dalam situasi trauma di masyarakat. Prinsip-prinsip kompetensi budaya 42 : 1. Kenali pentingnya budaya dan hormati keragaman ; 2. Pertahankan profil komposisi budaya masyarakat yang ada. (Faktor yang tercatat meliputi ras dan etnis, usia, jenis kelamin, agama, pengungsi, status perumahan, pendapatan dan tingkat kemiskinan, persentase 39 Derald Wing Sue & David Sue, Counseling The Cultural Diverse, Theori and Practice (John Wiley & Sons, Inc, 2003), h Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, (PT. Hanindita, 1984), h Koentjaraningrat, Masalah Kesukubangsaan dan Integrasi Nasional (Jakarta: UIP, 1993) h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

19 penduduk yang tinggal di daerah pedesaan versus perkotaan, tingkat pengangguran, bahasa dan dialek yang digunakan, tingkat melek huruf, jumlah sekolah, serta jumlah dan jenis Bisnis.) ; 3.Merekrut pekerja bencana (voluntir) yang mewakili masyarakat atau area Pelayanan ; 4. Menyediakan pelatihan kompetensi budaya yang berkelanjutan untuk menjadi staf kesehatan mental bencana, ; 5. Memastikan bahwa layanan dapat diakses, tepat, dan setara ; 6. Kenali peran perilaku mencari bantuan, kebiasaan dan tradisi, dan Jaringan pendukung alam ; 7. Libatkan pemimpin masyarakat dan organisasi yang mewakili beragam kelompok budaya ; 8. Pastikan bahwa layanan dan informasi bersifat kultural dan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh klien ; 9. Menilai dan mengevaluasi tingkat program Kompetensi multikultural ini memiliki sepuluh karakteristik yaitu RESPECTFULL 43, yang terdiri dari : R-religi / identitas spiritual, E-ekonomi : Latar belakang kelas (economy), S (sexual)-identitas seksual, Tingkat kematangan Psikologis (psicologi), Identitas E-etnik / rasial, C-kronologis / perkembangan tantangan, T (trauma) -berbagai bentuk trauma dan ancaman lainnya terhadap rasa kesejahteraan seseorang, latar belakang dan sejarah keluarga- F (family), U- karakteristik fisik yang unik, L (location)-lokasi tempat tinggal dan perbedaan bahasa. Sepuluh karakteristik ini yang membentuk kerangka kompetensi multikultural. 44 Berikut deskripsi sepuluh karakteristik yang ada dalam kompetensi multikultural tersebut : 43 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

20 a. Identitas Agama (R) Karakteristik pertama dari RESPECTFULL sebagai karakter dalam kompetensi multikultural berfokus pada cara individu dalam mengidentifikasi diri dengan agama-agama yang ada. Agama pada umumnya merujuk ke suatu kepercayaan seseorang terhadap kenyataan yang melampaui yang kelihatan serta dapat memberi makna bagi kehidupan kepada individu. Identitas agama menjadi salah satu komponen yang penting sebab melalui identitas agama seorang individu akan bisa membangun makna dari pengalaman kehidupannya, mengidentifikasi apa yang dialaminya, dan dapat mengatasi situasi yang penuh tekanan. Dari sini maka penting bagi seorang konselor untuk menilai sejauh mana faktor ini mempengaruhi perkembangan psikologis seorang individu/ konseli dalam sebuah proses konseling yang berlangsung. 45 b. Latar Belakang Kelas Ekonomi (E) Suatu sikap, nilai, cara pandang terhadap dunia, dan perilaku manusia dipengaruhi oleh latar belakang kelas ekonomi. Misalnya saja tentang kemiskinan, keadaan ini jelas memiliki efek atau memberi efek terhadap keadaan fisik dan psikologis seseorang. Dalam hal seperti ini seorang konselor harus sadar tentang bagaimana faktor ekonomi mempengaruhi kesehatan psikologis dan kesejahteraan 45 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

21 pribadi seorang klien. 46 Karakteristik ini merupakan salah salah satu hal yang biasanya kurang mendapatkan perhatian konselor untuk konselinya, padahal faktor ini bisa mempengaruhi seorang individu secara fisik dan psikologis. Faktor kelas ekonomi seseorang bisa mempengaruhi perilaku dan cara berpikir seseorang. c. Identitas Seksual (S) Identitas seksual merupakan salah satu karakteristik yang paling kompleks. Istilah identitas seksual berhubungan dengan identitas gender seseorang, jenis kelamin, peran, dan orientasi seksual. Istilah identitas gender mengacu secara spesifik pada perasaan subyektif individu tentang apa yang harus dilakukan sebagai laki-laki atau perempuan. sedangkan identitas seksual seseorang dipengaruhi oleh orientasi seksual seseorang. Pada umumnya, orientasi seksual ini mencakup konsep seperti biseksualitas, heteroseksualitas, dan homoseksualitas. Biseksualitas adalah orientasi seksual yang mengacu pada individu yang menunjukkan ketertarikan seksual baik terhadap pria dan wanita. Heteroseksualitas, sebaliknya, berhubungan dengan individu yang ketertarikan seksualnya diarahkan pada orang-orang yang lawan jenis kelamin. Kemudian untuk homoseksual, merupakan istilah untuk mengidentifikasi individu yang orientasi seksualnya mengarah pada orang-orang dari jenis kelamin yang sama. Sehubungan dengan stereotip negatif terhadap istilah homoseksualitas nampaknya istilah seperti gay laki-laki dan lesbian dianggap lebih dapat diterima sebagai 46 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

22 salah satu dimensi identitas seksual seseorang. 47 Melihat hal ini maka dapat dikatakan bahwa di luar heteroseksual, rupanya homoseksual lebih dapat diterima bila dibandingkan dengan biseksual. Dengan adanya kenyataan beragamnya identitas seksual tersebut, maka praktek konseling mengharuskan adanya penerimaan identitas seksual dari seorang klien. Namun, mengingat pandangan dan reaksi sangat negatif yang dimiliki oleh banyak orang terhadap pendukung feminis dan gay / lesbian / biseksual, maka konselor harus berusaha mengupayakan proses konseling yang tidak hanya terbatas pada suatu tindakan penerimaan. Akan tetapi harus lebih daripada itu, yakni memberikan pendidikan, konsultasi, advokasi, dan pengembangan komunitas yang dirancang khusus untuk mendorong perubahan yang bertujuan untuk perlakuan lebih hormat terhadap orang-orang dengan berbagai identitas seksual. 48 Dalam hal ini konselor tidak hanya diharapkan sekadar untuk menghormati beragamnya identitas seksual, melainkan harus memberikan bentuk perhatian lain seperti yang sudah disebutkan tadi. Fungsi dari beberapa hal yang harus diberikan tersebut tidak lain adalah untuk memberikan bantuan tidak hanya ketika mereka mengalami msalahh saja melainkan untuk memberikan pengarahan bagaimana cara menyikapi sendiri tentang permasalahan yang mereka alami. Untuk itulah mengapa misalnya bantuan seperti advokasi dan pendidikan harus diberikan. d. Kedewasaan Psikologis (P) 47 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

23 Seorang konselor pada umumnya bertemu dan membantu klien yang memiliki identitas sama misalnya saja sama dalam hal agama, etnis, dan identitas seksual. Kesamaan dentitas juga ada dalam karakteristik demografis misalnya usia, jenis kelamin, dan kelas ekonomi. Namun di dalam kesamaan identitas yang seperti itu, ada hal yang tampaknya sangat berbeda antara individu dan individu lain atau konselor dan konseli yaitu perbedaan secara psikologis. Teori perkembangan melihat perkembangan psikologis sebagai sebuah proses dimana individu mengalami perubahan cara berpikir, dari cara yang sederhana ke cara yang lebih kompleks tentang diri dan pengalaman hidup mereka. Tahapan ini mencerminkan apa yang dianggap unik dalam pola pikir psikokultural, yang mewakili sikap dan keyakinan yang berbeda dalam memandang diri dan dunia. Saat berhadapan dengan klien, maka konselor dalam hal ini diharapkan mampu melihat bagaimana keadaan psikologis klien dengan tujuan supaya dapat dengan tepat membantu klien menghadapi masalahnya. Penting juga dalam hal ini seorang konselor juga meluangkan waktu untuk bercermin pada perkembangan diri sendiri, supaya konselor benar-benar dapat membantu mmenyelesaikan masalah klien apabila klien memiliki tingkat kematangan psikologis yang lebih tinggi daripada konselor. 49 Melihat dan bercermin pada diri sendiri penting dilakukan oleh konselor supaya konselor juga mengetahui dimana letak atau tingkat perkembangan/ kematangan psikologisnya. Hal ini penting dilakukan supaya konselor juga dapat menerima dan menyikapi cara pandang konselor dan konseli yang mungkin berbeda. Selain itu juga supaya konselor tidak memaksakan cara berpikirnya kepada cara berpikir konseli dalam menghadapi masalah. 49 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

24 e. Identitas Etnis (E) Berbicara mengenai etnis, ada sebuah perbedaan psikologis yang sangat besar diantara orang-orang yang berasal dari kelompok etnis yang sama. Adanya variasi psikologis biasanya disebut sebagai perbedaan dalam kelompok. Mengingat variasi dalam kelompok yang terutama dimanifestasikan di antara orang-orang dari kelompok etnis yang sama, maka penting bagi konselor untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan guna menilai secara akurat perbedaan penting ini dan meresponnya secara efektif serta memiliki cara hormat terhadapa kerangka berpikir mereka. 50 Ternyata keadaan psikologis seseorang berbeda juga bisa terjadi dalam suatu kelompok etnis yang sama. Hal ini semakin membuktikan bahwa setiap orang memliki keunikannya masingmasin yang dipengaruhi oleh keadaan tempat tinggal juga identitas etnisnya. Jadi tidak hanya yang berbeda etnis saja yang memiliki perbedaan psikologis, dalam kesamaan etnis juga terdapat perbedaan psikologis. Ini dipengaruhi juga oleh pengalaman yang dijumpai oleh setiap individu. f. Tantangan Kronologis Perkembangan (P) Konselor atau praktisi harus terbiasa dengan tantangan perkembangan ini, karena melalui tahapan perkembangan ini maka ada beragam karakteristik yang umumnya terkait dengan masa kanak-kanak, masa remaja, dan dewasa. Perubahan spesifik individu bisa dilihat dari perkembangan masa kanak-kanak sampai dewasa, meliputi pertumbuhan fisik (misalnya perubahan tubuh/ fisik dan perkembangan keterampilan motorik), kemunculan kompetensi kognitif yang 50 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

25 berbeda (misalnya perkembangan dalam hal perseptual, bahasa, cara belajar, memori, dan jenis keterampilan berpikir lainnya), dan manifestasi dari berbagai keterampilan psikologis (misalnya kemampuan untuk mengelola emosi seseorang dan kompetensi interpersonal yang lebih efektif) yang terjadi berakhir waktu. 51 Oleh karena itu model konseling masyarakat ditujukan untuk membina kesehatan, kesejahteraan, dan martabat orang secara keseluruhan dari segala usia dan terutama anak-anak, remaja, dan orang tua yang rentan terhadap sejumlah masalah sebagai akibat dari mengalami jenis stres dan lingkungan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka. g. Trauma dan Ancaman Lain terhadap keamanan seseorang (T) Trauma dan ancaman terhadap kesejahteraan seseorang termasuk dalam karakteristik kompetensi multikultural yang harus diperhatikan. Trauma adalah adanya tekanan dan cara-cara kompleks dimana munculnya situasi stres yang menempatkan orang pada risiko dan bahaya psikologis. Trauma biasanya terjadi apabila stres yang dialami individu dalam kehidupan mereka melebihi kemampuan mereka dan mereka cenderung mengatasinya dengan cara yang konstruktif. Individu yang mengalami stres dalam jangka waktu yang lama akan terganggu pula keadaan dan perkembangan psikologisnya. Masalah seperti itu sering terjadi dengan berbagai orang yang mungkin terpinggirkan dan tidak mendapatkan perhatian atau bahkan karena keperbedaannya dengan bagian dari kelompok dalam suatu masyarakat. Konselor masyarakat sering diminta untuk bekerja dengan kelompok orang-orang yang rentan, termasuk orang miskin, 51 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

26 tunawisma, dan pengangguran; individu dewasa dan anak-anak dalam keluarga yang mengalami perceraian; remaja hamil; individu dengan virus HIV atau AIDS; penderita kanker; dan individu yang menjadi korban berbagai macam bentuk rasisme, seksisme, dan penindasan budaya. 52 Dari hal ini maka terlihat bahwa konselor masyarakat harus benar-benar memberikan bantuan kepada mereka yang tergolong dalam kategori lemah dan menjadi korban supaya adanya trauma dan ancaman kepada seorang individu dapat dicegah. h. Latar Belakang Keluarga (F) Seorang konselor diharapkan mampu untuk melakukan hal-hal berikut ini : (a) memahami hal unik yang ada pada klien dari sistem keluarga yang beragam dan (b) menumbuhkan perkembangan yang sehat dari beragamnya unit keluarga, tentu disini belajar tentang asal kekuatan seorang individu yang sangat bisa dipengaruhi darimana ia berasal. Dari adanya beragam sistem keluarga ini, seorang praktisi dalam hal ini konselor didorong untuk tidak bias dalam melihat tentang kehidupan suatu keluarga sebab jika tidak maka akan dapat berdampak negatif pada proses. 53 Jadi ketika menghadapi klien dengan segala masalahnya seorang konselor tidak bisa begitu saja menilai dengan seenaknya tentang klien. Konselor juga tidak bisa begitu saja menyamakan perlakukan kepada klien sekalipun beberapa klien memiliki kesamaan masalah. Latar belakang keluarga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cara berpikir dan cara klien melihat serta menghdapi masalahnya. 52 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

27 i. Karakteristik Fisik yang Unik (U) Karakteristik RESPECTFULL juga menekankan pentingnya peka pada keberadaan citra ideal dalam masyarakat misalnya kecantikan ideal dalam penilaian masyarakat pada umumnya. Hal ini akan memberikan dampak negatif pada perkembangan psikologis banyak individu dengan karakteristik fisik yang mungkin tidak sesuai dengan pandangan sempit keindahan yang dipupuk oleh budaya dominan terhadap tubuh. Saat bertemu dengan klien yang memiliki fisik unik dan mungkin menjadi sumber stres dan ketidakpuasan pribadi, maka penting bagi konselor untuk meyakinkan bagaimana mitos keindahan fisik ideal bisa menyebabkan banyak orang menginternalisasi pandangan negatif dan stereotip tentang diri mereka sendiri, dan itu bukanlah hal yang penting. Saat konselor bertemu dengan individu yang perkembangan psikologisnya negatif karena dipengaruhi oleh beberapa aspek fisiknya yang unik, konselor harus dapat membantu mereka dalam memahami keberadaannya dan menanggapi pemikiran serta rasa harga diri seseorang. Konselor harus sangat peka dan berpengetahuan luas tentang masalah yang berkaitan dengan jenis tantangan fisik dalam hidup klien. Perbedaan fisik dan pandangan ideal masyarakat akan fisik merupakan hambatan untuk mewujudkan potensi pribadi dan rasa aman dari individu. Oleh karenanya konselor perlu sekali untuk peka akan hal-hal sensitif semacam itu. 54 Gambaran ideal yang sudah dibentuk masyarakata pada umumnya memang mendiskriminasi mereka yang tidak masuk dalam kriteria ideal itu. Misalnya saja seperti gambaran cantik adalah mereka yang bertubuh tinggi 54 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

28 berambut lurus dan berbadan langsing berkulit putih, ini akan membuat individu di luar karakteristik itu merasa minder juga ada yang berupaya membuat diri menjadi ideal. Hal-hal seperti kriteria-kriteria dan nilai ideal pada umumnya itu tidak dimiliki oleh semua orang, oleh karena itu bagi yang berkarakteristik berbeda dapat membentuk psikologis yang negatif pada seseorang. Untuk itu konselor dalam hal ini memiliki tanggung jawab dalam membuat klien yang unik tetap memiliki citra dan gambar diri yang baik, tidak harus seseuai dengan kriteria ideal yang dibuat masyarakat pada umumnya. Ini hanya salah satu kriteria ideal yang dapat membuat seseorang yang unik menjadi minder dan masih banyak lagi kriteria serta penilian akan hal yang ideal hasil bentukan masyarakat lainnya. j. Lokasi Tempat Tinggal dan Perbedaan Bahasa (L) Berbicara tentang wilayah geografis, keberadaannya lokasitempat tinggal dibedakan menurut jenisnya. Orang-orang yang berbeda tempat tinggal juga ditentukan dalam beda pola iklim, medan geologi, dan jenis pekerjaan serta industri pada suatu lokasi. Saat seorang praktisi bekerja dengan orang-orang dari daerah geografis yang berbeda dengan daerahnya sendiri (termasuk pedesaan, perkotaan, dan pinggiran kota) maka penting untuk merenungkan kemungkinan stereotip dan bias yang mungkin mereka lakukan terhadap orang dan lokasi yang berbeda tersebut. Hal ini juga sangat penting untuk kepentingan saat bersama dengan orang yang menggunakan dialek atau bahasa yang berbeda. Seperti halnya komponen lain yang ada dalam karakteristik RESPECTFUL, penilaian diri semacam ini sangat penting karena bila terjadi bias tentang klien dari berbagai lokasi yang menggunakan bahasa yang bervariasi secara tidak sadar dapat 42

29 menyebabkan hasil negatif dalam proses konseling. 55 Jika tidak memahami karakteristik dari individu yang berasal dan latar tempat tinggaldan bahasa yang berbeda maka bisa saja seorang konselor justru menjadi tidak tepat dalam menyikapi apa yang menjadi masalah dari seorang klien. Di luar itu, mungkin saja konselor akan menyakiti konseli misalnya saja dengan kata-kata dan kebiasaankebiasaan konselor yang berbeda dari konseli. II Kompetensi Keadilan Sosial : Apa maksudnya ketika dikatakan bahwa konseling masyarakat berorientasi pada keadilan sosial? Maksud daripada konseling masyarakat berorientasi pada keadilan sosial ini adalah konselor harus melihat klien mereka dalam konteks, tahu apa yang klien butuhkan dalam lingkungan dan masyarakat. Keadilan sosial melihat dan memastikan adanya partisipasi penuh seorang individu dalam kehidupan masyarakat, terutama bagi mereka yang telah terkucilkan berdasarkan ras / etnis, jenis kelamin, usia, cacat fisik atau mental, pendidikan, orientasi seksual, status sosial ekonomi, atau karakteristik lain. Keadilan sosial juga didasarkan pada keyakinan bahwa semua orang memiliki hak untuk mendapatkan perlakuan yang setara, dukungan atas hak asasi setiap individu, dan alokasi yang adil akan sumber daya masyarakat. Dengan harus diperhatikannya keadilan sosial maka disana menunjukkan adanya kenyataankenyataan yang mengindikasikan suatu ketidakadilan sosial. Untuk definisi ketidakadilan sosial itu sendiri, yang pertama adalah sebagai penolakan atau pelanggaran ekonomi, sosial budaya, politik, sipil, atau hak populasi atau 55 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

30 kelompok tertentu dalam masyarakat. Definisi kedua tentang ketidakadilan sosial, mengacu pada kebijakan atau tindakan yang mempengaruhi kondisi sosial. 56 Suatu perkembangan individu dan pembangunan masyarakat adalah hal yang saling terkait. Disinilah letak tanggung jawab dari konselor yang bergerak di ranah konseling masyarakat, yaitu melayani klien secara langsung dan bekerja untuk membangun lingkungan. Dalam hal ini, maka seorang konselor menggunakan strategi terfokus yang memenuhi kebutuhan individu tertentu atau kelompok dan strategi berbasis luas yang mempengaruhi populasi umum. 57 Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa salah satu tujuan dari konseling masyarakat terkhusus dengan kompetensi keadilan sosial adalah untuk memfasilitasi pembangunan manusia dan masyarakat. II Kompetensi Keadilan Sosial Untuk Sebuah Krisis dan Yang Termarjinalkan a. Keadilan Sosial Untuk Sebuah Krisis Apa sebenarnya krisis itu, mengapa seseorang dengan krisis harus ditolong? Krisis adalah sebuah fase dalam kehidupan seseorang ketika cara-cara normalnya menangani dunia tiba-tiba terganggu. Krisis pribadi bisa berawal dari adanya perubahan cara seseorang melihat dan menangani apa yang menimpanya. Perbedaan tingkat krisis pada individu atau kelompok mungkin ada hubungannya dengan tingkat keparahan atau sejauh mana situasionalnya stres yang dialami berhubungan dengan transisi kehidupan yang mungkin terjadi. Jika seorang 56 Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h Judith A. Lewis, Michael D. Lewis, dkk, Community Counseling - A Multicultural-Social Justice Perspective, h

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemajemukan budaya yang ada di Indonesia, merupakan suatu realitas yang harus diakui serta dihargai keberadaannya. Di dalam kemajemukan tersebut, terdapat

Lebih terperinci

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya

Pengembangan Budaya memiliki empat Konteks: 2. Melestarikan dan menghargai budaya SETYA ROHADI dan MULYANTO Globalisasi budaya telah mengikuti pola yang sama seperti globalisasi ekonomi. Televisi, musik, makanan, pakaian, film dan yang lainnya merupakan bentuk-bentuk budaya yang serupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang terus berkembang dari zaman ke zaman,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Menurut Clarke-Sweart & Friedman (dalam Hendriati 2006) masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi

BAB I PENDAHULUAN. cerdas, sehat, disiplin, dan betanggung jawab, berketrampilan serta. menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi misi dan visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perwujudan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu dalam rangka membentuk generasi bangsa yang memiliki karakter dengan kualitas akhlak mulia, kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wayang wong merupakan suatu khasanah budaya yang penuh dengan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. wayang wong merupakan suatu khasanah budaya yang penuh dengan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wayang orang atau yang dalam bahasa Jawa sering disebut dengan istilah wayang wong merupakan suatu khasanah budaya yang penuh dengan nilai-nilai kesopanan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR MULTIKULTUR EFEKTIF

MENJADI KONSELOR MULTIKULTUR EFEKTIF MENJADI KONSELOR MULTIKULTUR EFEKTIF Keterkaitan Keyakinan dan Sikap (beliefs and attitude) dalam Pengembangan Keberbakatan YUYUS SUHERMAN yuyus@upi.edu MENJADI KONSELOR MULTIKULTUR TIGA ASPEK PENTING

Lebih terperinci

PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA

PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA PEMENTASAN WAYANG SEBAGAI MEDIA INFORMASI DALAM UPAYA PREVENTIF PENYEBARAN HEPATITIS B DI INDONESIA Oleh : Ni Made Meilani Dewasa ini, hepatitis menjadi suatu permasalahan global, utamanya hepatitis B.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori 1. Tinjauan tentang Orientasi Seksual a. Pengertian Orientasi Seksual Setiap individu memiliki suatu ketertarikan, baik secara fisik maupun emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender

Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender Layanan Bimbingan dan Konseling Berbasis Gender oleh : Sigit Sanyata Pelatihan Sadar Gender Untuk Mengoptimalkan Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Guru Bimbingan dan Konseling di Kabupaten Kulonprogo

Lebih terperinci

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender

Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender Sesi 8: Pemberitaan tentang Masalah Gender 1 Tujuan belajar 1. Memahami arti stereotip dan stereotip gender 2. Mengidentifikasi karakter utama stereotip gender 3. Mengakui stereotip gender dalam media

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian skripsi yang telah penulis bahas tersebut maka dapat diambil kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus menjadi inti sari daripada

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia

BAB V PENUTUP. Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1) Tokoh Punakawan Dalam Wayang Punakawan merupakan tokoh dalam wayang yang merupakan bagian dari dunia wayang yang hanya ada di Indonesia. Punakawan adalah tokoh yang khas

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Dan Literatur Metode penelitian yang digunakan: Literatur : - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. - Buku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

UKDW BAB I : PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I : PENDAHULUAN I. Latar Belakang Keberagaman merupakan sebuah realitas yang tidak dapat dipisahkan di dalam dunia. Terkadang keberagaman menghasilkan sesuatu yang indah, tetapi juga keberagaman dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan masyarakat terhadap kelompok berorientasi homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial. Mayoritas masyarakat menganggap homoseksual

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sering kita jumpai banyak wanita masa kini yang mengadopsi penuh gaya hidup luar negeri. Pakaian yang terbuka dan minimalis, gaya hidup yang hedonis dan konsumtif,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan BAB V PENUTUP Pada bagian ini peneliti akan mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan kesimpulan dan saran sebagai penutup dari pendahuluan hingga analisa kritis yang ada dalam bab 4. 5.1 Kesimpulan

Lebih terperinci

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode perkembangan yang dialami oleh setiap individu sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut Erik

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

MELINDUNGI SECARA UTUH : Layanan Sinergitas. Gama Triono

MELINDUNGI SECARA UTUH : Layanan Sinergitas. Gama Triono MELINDUNGI SECARA UTUH : Layanan Sinergitas Gama Triono www.pkbi-diy.info Fakta 2015 Prevalensi HIV & AIDS 2015 Melalui hubungan Seksual : Perempuan Rumah Tangga > dr Pekerja Seks Perempuan positif : akseptor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK:

PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: PANDUAN PENDAMPINGAN DAN WAWANCARA TERHADAP KORBAN PERDAGANGAN ANAK: 1 The Regional Support Office of the Bali Process (RSO) dibentuk untuk mendukung dan memperkuat kerja sama regional penanganan migrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB. GASTER, Vol. 4, No. 2 Agustus 2008 (260-267) ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB. SUKOHARJO Maryatun, Wahyuni Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi

Bab 1. Pendahuluan. elektronik. Media hiburan ini yang sering disebut dengan dorama atau serial televisi Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang seperti yang banyak kita ketahui adalah negara maju dan modern hampir di segala bidang. Kemajuan di segala bidang ini tidak terkecuali media hiburan. Media hiburan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. seperti rasa kasih sayang, rasa aman, dihargai, diakui, dan sebagainya.memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan manusia lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, baik itu kebutuhan biologis seperti makan dan minum maupun kebutuhan psikologis, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Makna Masyarakat 2.2 Kelompok / Masyarakat yang Masih Mempertahankan Wayang Kulit

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Makna Masyarakat 2.2 Kelompok / Masyarakat yang Masih Mempertahankan Wayang Kulit BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Makna Masyarakat Masyarakat itu sendiri merupakan suatu paham yang sangat luas dan dapat dipandang dari kebudayaan. berbagai macam sudut dan juga berbicara tentang dinamika merupakan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metodologi guna mendapatkan data-data dari berbagai sumber sebagai bahan analisa. Menurut Kristi E. Kristi Poerwandari dalam bukunya yang berjudul Pendekatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja menurut Hurlock (1973)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis sastra oral, berbentuk kisah-kisah yang mengandalkan kerja ingatan, dan diwariskan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan. Dasar dari pengembangan pendidikan karakter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu : 5.1.1. Indikator Identitas Diri Menurut subjek SN dan GD memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang dikenal dengan kesopansantunannya. Hal ini bahkan sudah tersirat dalam ideologi negara Indonesia

Lebih terperinci

MAKALAH. Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H.

MAKALAH. Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan. Oleh: Mahrus Ali, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH Hak Asasi Manusia & Kelompok Rentan Oleh: Mahrus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seni Wayang Jawa sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke indonesia. Wayang merupakan kreasi budaya masyarakat /kesenian Jawa yang memuat berbagai aspek

Lebih terperinci

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia

METODOLOGI. Hutan untuk Masa Depan Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia Hutan untuk Masa Depan 2 METODOLOGI Struktur Buku ini adalah sebuah upaya untuk menampilkan perspektif masyarakat adat terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan. Buku ini bukanlah suatu studi ekstensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan kasus-kasus kekerasan terhadap anak akhir-akhir ini menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat kita simak dari liputan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi

I. PENDAHULUAN. Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keragaman dimasyarakat memerlukan sosialisasi dan memerlukan interaksi sesama manusia. Manusia membutuhkan manusia lainnya sebagai pemenuhan kebutuhan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit

BAB II IDENTIFIKASI DATA. A. Wayang Kulit BAB II IDENTIFIKASI DATA A. Wayang Kulit 1. Pengertian Wayang Kulit Wayang dalam bahasa Jawa berarti bayangan dalam bahasa Melayu disebut bayang-bayang, dalam bahasa Aceh bayeng, dalam bahasa Bugis wayang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. 1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News,

BAB 1 Pendahuluan.  1 NN, Badan Geologi Pastikan Penyebab Gempa di Yogyakarta, ANTARA News, 1 BAB 1 Pendahuluan 1. 1. Latar Belakang Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter pada kedalaman 17,1 km dengan lokasi pusat gempa terletak di dekat pantai pada koordinat

Lebih terperinci

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde

Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Hasil Wawancara Dengan Ki Kasim Kesdo Lamono dan Paguyuban Cinde Laras - Bagaimana perkembangan kesenian wayang kulit saat ini ditengahtengah perkembangan teknologi yang sangat maju, sebenarnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alfian Rizanurrasa Asikin, 2014 Bimbingan pribadi sosial untuk mengembangkan kesadaran gender siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja atau dikenal dengan istilah adolescene adalah suatu transisi proses pertumbuhan dan perkembangan seorang individu dalam keseluruhan hidupnya. Transisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung es yang hanya nampak puncaknya saja di permukaan, namun sebagian besar badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND

Revitalisasi. Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND MERESAPI SABDA TERLIBAT DI DALAM DUNIA Revitalisasi Konferensi Umum, Oktober 2014, Canoas, Brazil Suster Mary Kristin Battles, SND Revitalisasi bagi Kongregasi Aktif Merasul berarti menggambarkan kembali

Lebih terperinci

Budaya dan Komunikasi 1

Budaya dan Komunikasi 1 Kejujuran berarti integritas dalam segala hal. Kejujuran berarti keseluruhan, kesempurnaan berarti kebenaran dalam segala hal baik perkataan maupun perbuatan. -Orison Swett Marden 1 Memahami Budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah

Lebih terperinci

1. Mempraktikkan kesadaran budaya dalam praktikkerja. 2. Menerima keragaman budaya sebagai dasar hubungan kerja profesional yang efektif

1. Mempraktikkan kesadaran budaya dalam praktikkerja. 2. Menerima keragaman budaya sebagai dasar hubungan kerja profesional yang efektif KODE UNIT : O.842340.005.01 JUDUL UNIT : Melakukan Kerja Efektif dengan Keanekaragaman Budaya Klien Dan Rekan Kerja DESKRIPSIUNIT : Unit ini menjelaskan pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan BAB V KESIMPULAN Persepolis karya Marjane Satrapi merupakan karya francophone yang telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan dimasukkan ke dalam ranah studi literatur.

Lebih terperinci