Petunjuk Teknis Pendampingan Sosial PFMP, PPK & PAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Petunjuk Teknis Pendampingan Sosial PFMP, PPK & PAN"

Transkripsi

1 1

2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensi, Oleh karena itu, upaya penanganan kemiskinan harus dilakukan secara Kemampuan secara menyeluruh, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu serta berkesinambungan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya, diantaranya dengan membuat regulasi berupa undang-undang dan peraturan tentang kemiskinan, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Gambar 1. Kondisi Kemiskinan di Indonesia Miskin dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2013 tentang Upaya Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah. Dalam PP no 63 tahun 2013 tersebut terlihat bahwa pemerintah memandang pendekatan wilayah menjadi aspek penting dalam Penanganan Fakir Miskin mengingat wilayah Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang memiliki karakteristik dan permasalahan yang berbeda-beda. Daerah pesisir, pulau pulau kecil dan perbatasan antar negara merupakan wilayah yang membutuhkan penanganan khusus terutama dalam penanganan kemiskinan. Dalam upaya penanganan kemiskinan di daerah tersebut ada dua strategi utama yang ditempuh oleh pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Upaya yang dilakukan melalui : a) penyediaan sumber mata pencaharian di bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan; b) bantuan permodalan 2

3 dan akses pemasaran hasil pertanian, peternakan, perikanan, dan kerajinan; c) peningkatan pembangunan sarana dan prasarana; d) penguatan kelembagaan dan pemerintahan; e) pemeliharaan dan pendayagunaan sumber daya; f) menjamin keamanan wilayah perbatasan serta pengamanan sumber daya lokal; dan/ atau g) peningkatan daya tahan budaya lokal dari pengaruh negatif budaya asing. Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara, Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin, Kementerian Sosial RI bertanggung jawab dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan penanganan fakir miskin di pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara. Program yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pemberdayaan masyarakat miskin yaitu dengan pemberian Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dan Bantuan Sarana Lingkungan (Sarling). Bantuan ini diberikan kepada masyarakat miskin yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Keberhasilan bantuan UEP, RS-RTLH maupun Sarling yang diberikan kepada para penerima bantuan juga ditentukan oleh pendamping. Pendamping adalah ujung tombak dalam program pemberdayaan sosial dan penanganan fakir miskin pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara. Penerima bantuan dapat memperoleh bimbingan dan arahan dari pendamping untuk mencapai keberhasilan usaha dan memperkuat dukungan dari berbagai pihak serta mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam rangka pemenuhan kebutuhan serta meningkatkan akses para penerima bantuan terhadap pelayanan sosial. Oleh karena itu, diperlukan ketersediaan tenaga pendamping yang profesional dan memiliki kemampuan serta kualitas yang baik sehingga dapat memainkan peran dan tanggung jawabnya untuk membimbing penerima bantuan menjadi efektif bagi perbaikan kondisi sosial dan ekonominya. Dalam rangka memperoleh tenaga pendamping yang professional dan mampu melaksanakan pendampingan sosial di lapangan, maka Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara perlu menyusunpetunjuk Teknis Pendampingan Sosial Fakir Miskin Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. 3

4 B. MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Buku ini dimaksudkan untuk dijadikan acuan para pendamping sosial dalam penanganan Fakir miskin Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara dalam menjalankan tugasnya melakukan pendampingan bagi penerima Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP), Bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dan Bantuan Sarana Lingkungan (Sarling). 2. Buku ini bertujuan : a. Panduan bagi pendamping agar memiliki kesamaan persepsi, kesatuan langkah dan keterpaduan dalam pelaksanaan strategi, program, dan kegiatan pemberian Bantuan UEP, Bantuan RS-RTLH dan Bantuan Sarling. b. Meningkatnya kemampuan pendamping dalam mengidentifikasi permasalahan, potensi dan sumber daya sosial ekonomi para penerima bantuan. c. Meningkatkan kemampuan pendamping dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kegiatan pendampingan yang telah dilakukan. d. Terwujudnya keberhasilan pendamping dalam menjalankan pendampingan secara berkelanjutan agar penerima bantuan dapat menjalankan fungsi sosialnya C. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Batas Wilayah Negara; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin; 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 4

5 5. Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; 7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 63 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Upaya Penanganan Fakir Miskin Melalui Pendekatan Wilayah 8. Peraturan Presiden No. 166 Tahun 2014 tentang Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan; 9. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 20 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial 10. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 146/Huk/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. 11. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 150/Huk/2016 tentang Penetapan Wilayah Kerja Direktorat Penanganan Fakir Miskin Perdesaan, Direktorat Penanganan Fakir Miskin Perkotaan serta Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. D. PENGERTIAN 1. Fakir Miskin (FM) adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya ( UU Nomor 13/2011 tentang Fakir Miskin) 2. Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negaramerupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan bagi penduduk miskin di pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara sehingga mereka mampu memenuhi hak-hak dasar dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. 3. Bantuan Stimulan adalah bantuan berupa uang/barang dari pemerintah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk memberikan rangsangan, dorongan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. 5

6 4. Usaha Ekonomi Produktif (UEP)adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses sumber daya ekonomi, meningkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan penghasilan dan menciptakan kemitraan usaha yang saling menguntungkan. 5. Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS RTLH) adalah upaya memperbaiki rumah (pemugaran / renovasi) sehingga tercipta rumah yang layak sebagai tempat tinggal. 6. Kelompok Penerima Bantuan adalah himpunan penerima bantuan yang terdiri dari 5 sampai dengan 10 kepala keluarga sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarling agar masing-masing anggota dapat saling membantu, berbagi sumber daya sehingga tujuan program dapat tercapai. 7. Sarana Lingkungan (Sarling) adalah fasilitas umum milik masyarakat yang bergerak maupun tidak bergerak,yang dibangun untuk mendukung peningkatan kualitas kehidupan masyarakat. 8. Tim Sarling adalah pengelola bantuan sarling yang terdiri atas 5 sampai dengan 10 anggota perwakilan masyarakat dan penerima bantuan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan sarling untuk menggerakkan partisipasi masyarakat sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai. 9. Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama yang setara antar perorangan, kelompok, organisasi atau lembaga yang memiliki komitmen untuk bekerjasama saling menguntungkan sehingga program dan kegiatan usaha ekonomi produktif dapat mencapai tujuan yang diharapkan. 10. Koordinator Pendamping adalah orang yang ditunjuk untuk mengkoordinasikan pelaksanaan tugas para pendamping di wilayah dampingannya yang telah ditetapkan serta melakukan pendampingan terhadap penerima bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarlingdi wilayah dampingannya. 11. PendampingUEPadalah seseorang yang berkemampuan melakukan pendampingan dan memiliki pengetahuan kewirausahaan serta mempunyai 6

7 komitmen untuk melaksanakan pendampingan kepada Fakir Miskin sejak proses awal sampai akhir pemberian bantuan UEP. 12. Pendampingan Sosialadalah suatu proses menjalin relasi sosial antara pendamping dengan penerima bantuan UEP dan masyarakat sekitarnya dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. 7

8 BAB II PENDAMPING SOSIAL Untuk menjamin keberlangsungan program penanganan fakir miskin di wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara, diperlukan pendamping sosial yang kompeten, yaitu yang memenuhi persyaratan dan kriteria-kriteria berikut ini. A. PERSYARATAN PENDAMPING SOSIAL 1. Laki-laki atau Perempuanusia tahun. 2. Pendidikan minimal D3. 3. Dapat berasal dari tokoh Masyarakat (TKSK, PSM, Karang Taruna, Tagana, Pelopor Perdamaian, Pengurus orsos / LKS, tokoh agama). 4. Warga setempat ( tinggal di wilayah kecamatan). 5. Tidak diperkenankan memiliki pekerjaan sebagai aparat desa, guru honorer full time, pekerjaan honorer full time yang jam kerjanya 3 sampai 4 hari dalam satu minggu. 6. Wirausahawan setempat (diutamakan). 7. Bisa mengendarai sepeda motor roda 2 (dua) (diutamakan). 8. Memiliki pengalaman dalam pelayanan kesejahteraan sosial atau sudah mengikuti pelatihan bidang kesejahteraan sosial minimal 1 kali. 9. Lancar berkomunikasi dengan baik. 10. Sehat jasmani dan rohani. 11. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). 12. Dapat mengoperasikan komputer dan internet. 13. Tidak berkedudukan sebagai pengurus atau anggota partai politik ditunjukkan dengan surat pernyataan ditandatangani dan dibubuhkan materai Rp. 6000, Bukan sebagai Pegawai Negeri Sipil. 15. Bersedia menandatangani Surat Pernyataan Pendamping tentang kebenaran data yang diverifikasi dan tidak adanya pemotongan serta penyalahgunaan 8

9 bantuan setelah terpilih menjadi pendamping (surat pernyataan ditandatangani dan dibubuhkan materai Rp. 6000,-). 16. Bersedia mengikuti seluruh persyaratan sebagai pendamping. B. KRITERIA PENDAMPING SOSIAL Pendamping Sosial terbagi atas dua bagian yaitu Koordinator Pendamping dan Pendamping UEP dengan kriteria sebagai berikut : 1. Koordinator Pendamping, Pendamping RTLH dan Sarling a. Lulus seleksi; b. Telah mengikuti pemantapan pendamping; c. Dipilih oleh pendamping UEP dalam wilayah kecamatan; d. Memiliki komitmen yang tinggi; e. Berasal dari wilayah setempat; f. Menguasai wilayah setempat; g. Memiliki kemampuan manajerial dan berjiwa kepemimpinan; 2. Pendamping UEP a. Lulus seleksi; b. Telah mengikuti pemantapan pendamping; c. Berasal dari wilayah setempat; d. Memiliki Komitmen yang tinggi; e. Diterima oleh masyarakat setempat; f. Menguasai wilayah setempat; C. SELEKSI PENDAMPING SOSIAL Proses seleksi pendamping sosial dilakukan oleh dan di bawah tanggung jawab Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara dengan melibatkan asesor independen dari pusat. Sebelum melakukan seleksi pendamping, Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten melakukan seleksi awal secara administrasi terlebih dahulu terhadap peserta yang mendaftar berdasarkan kriteria yang Gambar 2. Pembukaan seleksi pendamping 9

10 ditentukan. Hasil akhir seleksi ditetapkan melalui Surat Keputusan Direktur Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. 1. Kuota Pendamping Sosial Koordinator pendamping berkedudukan di masing-masing kecamatan dengan kuota 1 kecamatan 1 koordinator pendamping. Pendamping UEP berkedudukan di Desa penerima bantuan dengan perbandingan 1 pendamping melakukan pendampingan terhadap ± 50 orang penerima bantuan. 2. Seleksi Administrasi a. Penerimaan lamaran dilakukan oleh Dinas Sosial Kabupaten dengan kuota perbandingan minimal 1 : 5 yang sesuai dengan kriteria dan melampirkan persyaratan administrasi sebagai berikut : a. Mengajukan surat lamaran yang ditulis tangan dan bermaterai Rp ,- b. Melampirkan daftar riwayat hidup yang ditandatangani dan dilengkapi pas foto berwarna ukuran 4x6. c. Melampirkan Foto copy KTP, NPWP dan ijazah terakhir d. Melampirkan surat keterangan sehat e. Melampirkan SKCK (jika telah dinyatakan lulus seleksi ) f. Melampirkan Surat Pernyataan tidak berkedudukan sebagai pengurus atau anggota partai politik (sesuai lampiran) b. Daftar pelamar dan persyaratan administrasi disampaikan ke Dinas Sosial Provinsi yang selanjutnya akan dilakukan seleksi administrasi oleh Dinas Sosial Provinsi. c. Seleksi adminstrasi dilakukan oleh Dinas Sosial Provinsi, dengan perbandingan 1 : 3 yang didasarkan kepada nilai IPK tertinggi dan lamanya pengalaman di bidang pendampingan sosial. d. Hasil dari seleksi administrasi dilaporkan kepada Kementerian Sosial melalui Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, PPK dan PAN dengan format terlampir. e. Apabila jumlah calon pendamping yang diseleksi administrasi dan mengikuti tes tertulis serta wawancara tidak memenuhi syarat minimal 1 : 10

11 3, maka akan mempengaruhi alokasi kuota bantuan yang akan diterima di daerah tersebut. 3. Tes Tertulis dan Wawancara a. Setelah dinyatakan lulus seleksi administrasi, maka akan dilakukan tes tertulis dan wawancara di tingkat Kabupaten atau Provinsi (sesuai dengan kondisi daerah setempat), dilakukan oleh Direktorat Penanganan FM Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. b. Tes tertulis meliputi : 1) Pengetahuan tentang Penanganan Fakir Miskin di Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. 2) Pengetahuan kewirausahaan 3) Pengetahuan kepemimpinan dan manajemen 4) Pengetahuan tentang organisasi 5) Pengetahuan tentang kesejahteraan sosial 6) Pengetahuan tentang pendampingan 7) Pengetahuan lain yang terkait program Gambar 3. Tes tulis calon pendamping 11

12 c. Tes Wawancara dilakukan untuk menggali pengalaman, minat keahlian, kompetensi komunikasi, pengambilan keputusan,dll. Tes wawancara dilakukan oleh tim seleksi dengan menggunakan pedoman dan cheklistwawancara yang sudah disiapkan. Gambar 4. Tes wawancara dengan calon pendamping d. Testimoni : Jumlah pendamping yang lulus tes (sesuai standart minimal kelulusan), akan menentukan jumlah sasaran bantuan yang akan diberikan 1 pendamping mendampingi ± 50 penerima bantuan. D. PEMANTAPAN Pendamping yang lulus seleksi akan diikutsertakan dalam pemantapan pendamping yang dilaksanakan oleh Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau- Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. Materi pemantapan dirancang dan diarahkan untuk memperkuat kompetensi dan komitmen pendamping. 12

13 Gambar 5. Pemantapan Pendamping 1. Materi pemantapan antara lain: a. Kebijakan dan kegiatan tentang penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau- Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. b. Kewirausahaan, Manajeman usaha dan kepemimpinan. c. Prinsip, Etika, Metode dan Teknik pendampingan sosial. d. Pengelolaan bantuan stimulan UEP, RS RTLH dan Sarling (Penyusunan proposal usaha, Pembukuan sederhana dan pelaporan). e. Cara melakukan verifikasi data calon penerima bantuan stimulan. f. Teknik Motivasi dan Materi lain yang terkait dengan pelaksanaan program penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. g. Kunjungan Lapangan. 2. Pemantapan dilakukan dengan Metode : a. Paparan b. Diskusi c. Kunjungan Lapangan 13

14 E. PENETAPAN Penetapan Pendamping Sosial dan pengumuman hasil seleksi dilaksanakan melalui proses sebagai berikut : 1. Kelulusan peserta didasarkan pada nilai hasil seleksi administrasi, tes tertulis, tes wawancara dan testimoni. 2. Hasil seleksi disampaikan kepada Dinas Sosial Kabupaten dan ditembuskan kepada Dinas Sosial Provinsi untuk diinformasikan kepada pendamping yang terpilih. 3. Mengikuti pemantapan pendamping dan dinyatakan lulus. 4. Pendamping Sosial terpilih ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. 5. Penetapan bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. F. PERANAN PENDAMPING SOSIAL Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan kegiatan pendampingan sosial, para pendamping sosial dapat menjalankan peran sebagai berikut : 1. Perencana Perencana memerlukan visi berorientasi ke depan sebagai kekuatan pendorong dalam mengembangkan potensi dan peningkatan kemampuan. Pendamping sosial sebagai perencana bertugas membantu penerima bantuan menetapkan tujuan dan merumuskan perencanaan yang efektif dengan terlebih dahulu memperoleh gambaran awal tentang struktur sosial ekonomi aktual masyarakat yang dapat mempengaruhi upaya pemberdayaan yang akan dilaksanakan. 2. Pembimbing Pendamping Sosial dituntut kemampuan dan keterampilannya untuk mengajak, mengarahkan dan membina penerima bantuan sehingga mengerti, memahami, dan melaksanakan bimbingan secara aktif dan kreatif. 3. Pemberi Informasi Pendamping Sosial memberikan penjelasan tentang gambaran umum program penanganan Fakir Miskin, seperti pengelolaan UEP, RS RTLH, Sarling, 14

15 kewirausahaan, memanfaatkan lembaga keuangan mikro, dan informasi lain lain yang mendukung perkembangan usaha penerima bantuan. 4. Motivator Pendamping Sosial memberikan motivasi dan dorongan semangat kepada penerima bantuan sehingga mereka dapat mengenali masalah dan potensi yang dimiliki. Melalui pemberian motivasi, pendamping sosial dapat memunculkan partisipasi penerima bantuan yang dapat merubah pola pikir, sikap dan mengembangkan diri melalui upaya pemberdayaan yang dilaksanakan. 5. Penghubung Pendamping Sosial diharapkan menghubungkan penerima bantuan dengan sumber-sumber yang dibutuhkan. Pendamping Sosial bertugas menentukan, menemukenali, memanfaatkan dan melestarikan sumber sumber tersebut. 6. Fasilitator Pendamping Sosial memberikan berbagai kemudahan baik berupa barang, peralatan, maupun ketentuan, sehingga membantu penerima bantuan meningkatkan kemampuan melaksanakan berbagai aktivitas sosial, ekonomi dan kelembagaan serta mengatasi berbagai kendala dan masalah. 7. Mobilisator Pendamping Sosial sebagai penggerak, mendayagunakan, mengembangkan potensi penerima bantuan untuk mencapai kualitas pemberdayaan yang optimal. 8. Advokat Pendamping sosial bertugas sebagai pemberi advokasi sosial membantu penerima bantuan untuk memperjuangkan hak, kepentingan, dan tanggung jawab sosialnya kepada pihak lain. 9. Evaluator Pendamping sosial memberikan penilaian, saran dan masukan kepada penerima bantuan tentang pilihan mana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Disamping itu, pendamping sosial juga memberikan penilaian terhadap keseluruhan program guna meningkatkan kualitas program pendampingan sosial. 15

16 G. FUNGSI DAN TUGAS PENDAMPING 1. Fungsi Administrasi Pendamping sosial melakukan pekerjaan yang terkait dengan pengelolaan administrasi selama proses pendampingan. Tugas-tugas yang dilakukan antara lain : a. Tugas Perencanaan Tugas penyusunan rencana kegiatan pendampingan yang akan dilaksanakan selama kurun waktu tertentu dalam rangka pengembangan bantuan kepada fakir miskin. b. Tugas Pencatatan dan Pendataan Tugas pencatatan dan pendataan untuk mengidentifikasi masalah dan kebutuhan berikut kondisi obyektif yang dialaminya. Pencatatan juga dilakukan terhadap berbagai aktifitas kegiatan pendampingan serta perkembangan bantuan secara berkala dalam bentuk catatan harian. c. Tugas Monitoring dan Evaluasi Tugas pemantauan terhadap berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh penerima bantuan serta melakukan penilaian terhadap kebaikan dan kelemahan guna peningkatan hasil yang akan dicapai pada waktu kegiatan berikutnya. d. Tugas Pelaporan dan Dokumentasi Tugas penyusunan laporan terhadap semua kegiatan yang dilaksanakan dalam kegiatan pendampingan, sekaligus menyampaikan laporan tersebut kepada pihak-pihak yang terkait dan mengarsipkannya sebagai dokumentasi kegiatan. 16

17 Gambar 6. Dokumentasi dan Pelaporan Pendamping 2. Fungsi Operasional Pendamping melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan tugas pokok pendampingan, baik dalam bentuk dukungan, konsultasi, saran maupun memfasilitasi penerima bantuan. Tugas-tugas yang dilaksanakan antara lain : a. Tugas Penyuluhan Sosial Tugas yang berkaitan dengan penyampaian informasi sebagai upaya bimbingan dan motivasi kepada penerima bantuan dan lingkungannya sehingga tumbuh kesadaran dan keinginan penerima bantuan untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara lisan (dialog tatap muka), tulisan (media cetak atau gambar), atau berupa peragaan atau praktek langsung. b. Tugas Peningkatan Kapasitas Tugas-tugas yang berkaitan dengan pemberian kemampuan berorganisasi penerima bantuan sebagai salah satu bentuk penguatan hasil yang dicapai melalui kegiatan penyuluhan sosial berdasarkan kondisi obyektif yang dihadapi penerima bantuan. 17

18 c. Tugas Fasilitasi Tugas-tugas yang berkaitan dengan peningkatan akses pemanfaatan fasilitas umum dan pelayanan sosial dasar yang sesuai dengan kebutuhan penerima bantuan, baik fasilitas/pelayanan yang berada di dalam maupun di luar lingkungan masyarakat dampingan. d. Tugas Kedaruratan Tugas-tugas dalam situasi mendesak atau darurat yang berkaitan dengan pemberian dukungan materi maupun non materi atau pencapaian sumber dan potensi kelembagaan yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh penerima manfaat e. Tugas Advokasi Tugas-tugas yang berkaitan untuk memperjuangkan kepentingan penerima bantuan termasuk hak-hak keluarga masyarakat miskin terhadap pemenuhan kebutuhan dasar yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. 3. Fungsi Koordinasi dan Kerjasama Pendamping melakukan berbagai upaya untuk menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam rangka pemanfaatan dan pendayagunaan sistem sumber kelembagaan yang berada di luar lingkungan masyarakat. a. Tugas Kemitraan Tugas kerjasama dengan pihak-pihak tertentu khususnya lembaga dari luar penerima bantuan dalam memanfaatkan atau mengembangkan potensi dan sumber penerima bantuan. b. Tugas Aksesibilitas Tugas menciptakan iklim yang kondusif, membuka informasi atau peluang kepada penerima bantuan untuk menjangkau fasilitas umum dan pelayanan sosial dasar yang berada di luar lingkungan mereka serta penjelasan bagaimana tata cara dan prosedurnya. c. Tugas Rujukan Tugas untuk mengkaitkan penerima bantuan dengan sistem sumber yang lebih luas di luar lingkungan tempat tinggalnya serta memberikan alternatif 18

19 atau pertimbangan terhadap positif negatifnya sistem sumber yang akan dimanfaatkan tersebut. H. HAK DAN KEWAJIBAN PENDAMPING 1. Hak Pendamping a. Mendapatkan pelatihan melalui kegiatan pemantapan pendamping yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial. b. Tenaga Pendamping Sosial mendapatkan honor sesuai dengan ketentuan yang berlaku dari Kementerian Sosial melalui Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. c. Penghargaan bagi pendamping berprestasi. d. Perlengkapan kerja pendamping (rompi, topi, tas dan tanda pengenal). 2. Kewajiban Pendamping a. Mentaati seluruh peraturan yang telah ditetapkan dalam Buku Pedoman Pendamping Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. b. Melakukan pendampingan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. c. Melakukan validasi data calon penerima bantuan. d. Menginventarisir potensi penerima bantuan dalam bidang usaha yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. e. Membantu penerima bantuan untuk membuat proposal bantuan. f. Menginformasikan dan menghimpun nomor rekening Bank yang telah ditetapkan oleh Direktorat PFM Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. g. Memberikan motivasi secara terus menerus untuk dapat merencanakan penggunaan dana secara tepat dan produktif. h. Menginformasikan dan mendampingi penerima bantuan dalam pencairan dana bantuan dari Bank. i. Melaksanakan pertemuan rutin dengan penerima bantuan. j. Memantau pembukuan penerima UEP secara periodik. k. Menangani masalah dalam pengelolaan usaha yang terjadi pada penerima bantuan UEP. 19

20 l. Berkoordinasi dan bekerjasama dengan Dinas Sosial Kabupaten serta instansi terkait lainnya. m. Melakukan evaluasi terhadap pengelolaan UEP, RS-RTLH dan Sarling. n. Mengirim laporan pendampingan secara rutin setiap tanggal 5 bulan berjalan sesuai dengan ketentuan. o. Mendokumentasikan semua data penerima bantuan dan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan bantuan. I. KEWENANGAN TERKAIT PENDAMPING 1. Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, dan Perbatasan Antar Negara a. Melakukan seleksi calon pendamping sosial b. Menetapkan kelulusan pendamping sosial c. Mengalokasikan honor pendamping sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan d. Memberikan pelatihan kepada para pendamping e. Memberikan penghargaan dan sanksi termasuk pemberhentian pendamping f. Melakukan evaluasi pendampingan 2. Dinas Sosial Provinsi a. Mengalokasikan APBD untuk mendukung kegiatan pendampingan b. Melaksanakan koordinasi dengan Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, dan Perbatasan Antar Negara, Dinas Sosial Kabupaten, dan instansi terkait mengenai kegiatan pendampingan c. Melakukan evaluasi pendampingan 3. Dinas Sosial Kabupaten a. Mengalokasikan APBD untuk mendukung kegiatan pendampingan b. Melakukan pembinaan teknis/ pertemuan dengan pendamping c. Melakukan evaluasi pendampingan d. Melaporkan kegiatan pendampingan secara berkala (triwulan) kepada Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, dan Perbatasan Antar Negara dengan tembusan Dinas Sosial Provinsi 20

21 BAB III PRINSIP, ETIKA DAN METODA PENDAMPINGAN SOSIAL A. PRINSIP PENDAMPINGAN Seorang pendamping harus selalu memperhatikan, memahami dan melaksanakan prinsip dalam melakukan pendampingan kepada penerima bantuan. Adapun prinsip-prinsip pendampingan adalah sebagai berikut : 1. Inisiatif Lokal Semua proses pendampingan tidak didasarkan pada kepentingan pihak luar, tetapi benar-benar dilandasi oleh prakarsa dan inisiatif dari pendamping dan penerima bantuan. 2. Pendayagunaan Potensi Lokal Semua yang dimiliki oleh pendamping dan lingkungannya, ditumbuhkan dan dikembangkansecara maksimal untuk meningkatkan motivasi, kemampuan dan peran penerima bantuan. 3. Partisipasi Keterlibatan setiap orang yang mempunyai tujuan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup dan kualitas kehidupan penerima bantuan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai pelaporan kegiatan serta menikmati manfaatnya. 4. Peningkatan Peran Aktif dalam Usaha Kesejahteraan Sosial Peran aktif dalam kegiatan ekonomi produktif harus seiring dengan peran aktif dalam meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat khususnya bagi para penerima bantuan. 5. Bekerja sama dengan Penerima Bantuan Pendamping harus mampu hidup dan bekerjasama dengan penerima bantuan dalam mewujudkan keberhasilan usaha dan kesejahteraan sosial 6. Kemitraan Pendamping harus mampu mendayagunakan berbagai jaringan kemitraan. Prinsip ini memudahkan kerjasama sehingga mendukung serta memberikan keuntungan bagi keberlanjutan usaha penerima bantuan. 21

22 7. Pendelegasian Kewenangan Pemberian kewenangan yang seluasnya kepada penerima bantuan untuk menemukenali masalah, kebutuhan dan sumber daya untuk menemukan alternatif pemecahan dan memutuskan apa yang terbaik menurut penerima bantuan. 8. Tidak Menggurui Setiap pendampingan perlu menghindari upaya-upaya yang bersifat instruktif, menggurui, tetapi yang diperlukan adalah proses fasilitasi dan dialogis antara pendamping dan penerima bantuan. 9. Aktualisasi, Institusi, Tradisi Dalam pengembangan manajemen harus memperhatikan aktualisasi potensi penerima bantuan, berbasis kelembagaan dan adat istiadat serta budaya lokal yang sudah mengakar pada masyarakat setempat. B. ETIKA PENDAMPINGAN Setiap tugas yang dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat pengguna dan kepada Tuhan YME. Etika yang perlu diimplementasikan oleh pendamping saat melakukan pendampingan sosial adalah : 1. Jujur dan Ikhlas Setiap pendamping harus memiliki kejujuran dalam melaksanakan tugas khususnya terkait data dan pemanfaatan dana penerima bantuan. 2. Bersikap sabar, Pendamping wajib menunjukan kesabaran saat menghadapi penerima bantuan yang memiliki karakter yang berbeda-beda. 3. Komunikatif, Pendamping harus mampu berkomunikasi secara efektif dan dapat dipahami oleh penerima bantuan yang didampinginya, bila perlu menggunakan bahasa yang dipakai masyarakat setempat. 4. Menghargai dan rendah hati, 22

23 Setiap pendamping harus menghargai penerima bantuan dan bersikap rendah hati sehingga tercipta hubungan yang harmonis 5. Bersikap akrab dan membaur, Pendamping harus mampu berinteraksi secara akrab dan mau membaur dengan penerima bantuan sehingga tidak ada jarak antara pendamping dan penerima bantuan. 6. Tidak menggurui, Setiap pendamping wajib menghindari upaya-upaya yang bersifat memaksakan kehendak, tetapi harus bisa mendengar dan berdialog dengan berbagai pihak yang terlibat. 7. Berwibawa, Pendamping perlu menunjukkan wibawanya terutama pada saat penerima bantuan memiliki masalah dan harus mengambil keputusan yang tepat. 8. Tidak pilih kasih (tidak memihak), Pendamping bersikap adil dan tidak pilih kasih terhadap semua penerima bantuan yang menjadi dampingannya serta membantu semua secara maksimal. 9. Bersikap terbuka dan positif, Pendamping bersikap terbuka dalam melakukan pendampingan serta memberikan energi positif sehingga dapat menggerakkan dan memotivasi penerima dalam mencapai tujuan program. C. METODA DAN TEKNIK PENDAMPINGAN Pendampingan sosial dalam melaksanakan tugasnya dapat memanfaatkan salah satu, kombinasi atau seluruh metode dan teknik pendampingan sosial berikut ini: 1. Metode pendampingan individu Metode ini menggunakan pendekatan individual kepada anggota keluarga miskin sebagai fokus pendampingan. Teknik yang digunakan dalam metode ini antara lain: 23

24 a. Teknik obrolan ringan: yaitu pembicaraan informal yang ditujukan untuk saling mengidentifikasi dan saling mengungkapkan berbagai perasaan dan kebutuhan yang dirasakan mendesak untuk diselesaikan. b. Teknik konseling: yaitu relasi pertolongan untuk membantu mencari solusi berbagai masalah /kesulitan /hambatan bagi keluarga miskin atau anggotanya. 2. Metode Pendampingan Kelompok Metode ini menggunakan pendekatan kelompok sebagai fokus dampingan. Teknik yang digunakan adalah: a. Teknik pencairan yaitu teknik yang digunakan dalam membantu kelompok menciptakan suasana kebersamaan, keeratan dan keakraban, senasib sepenanggungan dalam berbagai kerja kelompok b. Teknik permainan peran yaitu teknik yang digunakan dalam membantu kelompok dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok berperan sebagai anggota kelompok dalam kehidupan keluarga dan masyarakat c. Teknik saling percaya yaitu teknik untuk membantu kelompok memberikan kesempatan kepada anggota kelompok agar saling mempercayai dalam menjalankan tugas-tugas kelompok guna mencapai tujuan bersama 3. Metode pendampingan komunitas Metode ini menggunakan pendekatan komunitas sebagai fokus dampingan. Teknik yang digunakan adalah: a. Teknik identifikasi dan pemahaman masalah secara partisipatoris yaitu teknik yang melibatkan masyarakat dalam membantu kelompok menggali potensi untuk memecahkan masalah secara partisipatoris b. Teknik perencanaan partisipatif yaitu teknik yang digunakan untuk membantu kelompok bersama masyarakat dalam merumuskan perencanaan kegiatan, pemecahan masalah secara bersama dengan melibatkan pihak-pihak terkait guna memastikan bahwa perencanaan itu sesuai dengan kebutuhan dan bermanfaat bagi masyarakat. 24

25 c. Teknik tindakan kebersamaan yaitu teknik yang digunakan untuk membantu kelompok bersama masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemecahan masalah dengan menggunakan kekuatan dan sumber daya yang dimiliki olehmasyarakat dengan penuh rasa kebersamaan dan tanggungjawab disertai pengawasan dan pemeliharaan. BAB IV PENDAMPINGAN SOSIAL A. PENDAMPINGAN BANTUAN UEP Bantuan stimulan UEP merupakan sarana akses untuk membangun kesempatan berusaha dalam melaksanakan kegiatan aktivitas sosial ekonomi keluarga. Pengelolaan bantuan stimulan UEP ini didasarkan pada kebutuhan dan keterampilan yang dimiliki oleh calon penerima bantuan. Bantuan UEP diberikan kepada fakir miskin yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Gambar 7. Bantuan UEP Jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp ,- (dua juta rupiah) per orang yang ditransfer langsung ke rekening masing-masing penerima bantuan. 1. Tujuan Bantuan UEP Tujuan pelaksanaan bantuan stimulan UEP yaitu : a. Pemberian modal usaha penerima manfaat. b. Memberikan aksesibilitas pengembangan usaha yang dimiliki. c. Menambah pendapatan / penghasilan keluarga penerima manfaat. d. Membangun kemandirian usaha penerima manfaat. e. Meningkatkan hubungan sosial yang semakin harmonis di dalam keluarga. 2. Kriteria Penerima Bantuan 25

26 Kriteria penerima bantuan stimulan UEP, yaitu : a. Fakirmiskin yang terdaftar di Basis Data Terpadu (BDT) pada Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kessos), Kementerian Sosial RI. b. Usia tahun dan masih produktif. c. Sebagai Kepala Keluarga. d. Fakir miskin yang sudah maupun belum pernah mendapatkan bantuan lain dari pemerintah seperti PKH, KIS, KIP, Rastra maupun KKS. e. Memiliki KTP / KK / Surat Keterangan Domisili. f. Memilikikeinginan berusaha dan belum pernah mendapat bantuan stimulan usaha serta memiliki potensi dan keterampilan dalam melaksanakan bantuan stimulan UEP. g. Fakir miskin yang tidak terdaftar dalam BDT tetapi masuk dalam kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu mengacu pada Permensos Nomor 146 Tahun Dinas Sosial Provinsi maupun Kabupaten dapat mengusulkan data fakir miskin ke Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) Kementerian Sosial ( untuk selanjutnya diproses. 3. Mekanisme Pemberian Bantuan UEP Mekanisme pemberian bantuan UEP digambarkan dan dijelaskan sebagai berikut : Gambar 8. Mekanisme Penyaluran Bantuan Stimulan UEP dan RS-RTLH 1. Data penerima bantuan yang sesuai dengan kriteria pada BDT dan telah di verifikasi serta dijajaki oleh petugas pusat bersama pendamping. 26

27 2. Sesuai hasil penjajakan selanjutnya Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara menetapkan Surat Keputusan Penerima Bantuan Stimulan UEP dan RS-RTLH yang selanjutnya dibuatkan pengajuan Surat Perintah Membayar atau Surat Perintah Pencairan Dana ke KPPN. 3. Kementerian Keuangan melalui KPPN mentransfer dana bantuan stimulan berdasarkan SP2D ke rekening penampungan. 4. Atas perintah Direktur Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara, Bank penyalur mentransfer dana bantuan stimulan ke rekening penerima bantuan sesuai dengan pagu bantuan. Selanjutnya Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara memberitahukan Dinas Sosial Kabupaten bahwa dana bantuan telah masuk ke rekening penerima manfaat. 5. Penerima bantuan mencairkan dan memanfaatkan dana bantuan yang difasilitasi oleh pendamping. Setelah penerima bantuan membelanjakan/menggunakan dana bantuan, pendamping melaporkan ke Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara dengan dilampiri bukti-bukti pembelanjaan. 4. Peran Pendamping Pada Setiap Tahap Proses Pemberian Bantuan Tahapan kegiatan yang harus dilakukan oleh pendamping dalam rangka memfasilitasi keberhasilan pemberian bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarling kepada sasaran penerima bantuan, yang meliputi: a. Tahap Persiapan 1) Pendamping melakukan observasi, identifikasi dan verifikasi a) Observasi ditujukan untuk mengetahui garis besar kondisi fisik lingkungan (calon lokasi) penerima bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarling melalui pengamatan langsung yang meliputi: kondisi kehidupan sosial, potensi lingkungan sosial yang akan diperbaiki, dan potensi usaha yang akan dikembangkan. b) Identifikasi ditujukan untuk mengetahui lebih mendalam berbagai permasalahan sosial, kebutuhannya, jenis usaha yang akan dikembangkan dan sumber/potensi desa yang mungkin dapat mendukung pelaksanaan pengembangan usaha. 27

28 c) Verifikasi calon penerima bantuan Kegiatan yang dilakukan oleh pendamping untuk menentukan calon penerima bantuan yang memiliki kriteria sesuai persyaratan yang ada. Verifikasi didasarkan pada basis Data Terpadu (BDT) di daerah tersebut dan melaporkan hasilnya ke Dinas Sosial Kabupaten. 2) Pendamping melakukan bimbingan motivasi sosial a) Kegiatan ini dilakukan untuk membangkitkan dan memotivasi penerima bantuan agar memiliki semangat berusaha. b) Membantu penerima bantuan untuk mengenal, menggali potensi dan kemampuan yang dimiliki serta resiko-resiko yang dihadapi dalam rangka pengembangan usaha. c) Memberikan gambaran alternatif usaha yang dapat dikembangkan oleh penerima bantuan. b. Tahap Pelaksanaan 1) Pendamping Melakukan Sosialisasi Program Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai program bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarling yang akan dilaksanakan, tahapan kegiatan,jenis dan besar bantuan, serta hak dan kewajiban penerima bantuan. Kegiatan ini dilakukan setelah ada penetapan penerima bantuan UEP, RS-RTLH dan Sarling dari Kementerian Sosial. 2) Pendamping melakukan pembentukan kelompok a) Tujuan pembentukan kelompok adalah : (1) Meningkatkan dinamika sosial, baik dalam usaha maupun dengan masyarakat sekitarnya. (2) Meningkatkan kerjasama, kemampuan berorganisasi dan memecahkan masalah bersama dalam kelompok. (3) Meningkatkan pendapatan melalui usaha. (4) Menumbuh kembangkan kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam bentuk pengumpulan Iuran Kesejahteraan Sosial (IKS). 28

29 b) Proses pembentukan kelompok Pembentukan kelompok UEP, RS-RTLH dan Sarling didasarkan pada domisili atau kesamaan proses dampingan serta kesamaan tujuan dalam berusaha, artinya bagi penerima bantuan yang berdomisili dalam satu desa dan memiliki kesamaan pendamping membentuk kelompok. 3) Pendamping melakukan kegiatan kelompok Kelompok melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mengembangkan usaha, diantaranya : a) Diskusi pemilihan/ penentuan masing-masing jenis usaha yang ditujukan untuk menggali harapan dan keinginan anggota, sesuai dengan kebutuhan nyata untuk mengelola satu jenis usaha, sesuai dengan kemampuan dan kemauan, serta dukungan sumber daya alam dan lembaga ekonomi yang ada (pangsa pasar) b) Pertemuan kelompok dengan pendamping untuk mendapatan bimbingan pengelolaan bantuan serta mengungkapkan permasalahan atau kendala dalam menjalankan bantuan. c) Melaksanakan pengembangan masing-masing usaha d) Melaksanakan kegiatan program RS-RTLH dan Sarling secara bergotong royong. e) Melaksanakan kegiatan arisan dan aktifitas kemasyarakatan lainnya yang meningkatkan keberfungsian sosial penerima bantuan 4) Pendamping melakukan pemilihan dan penetapan kepengurusan kelompok, tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota. 5) Pendamping membantu penerima bantuan dalam menentukan jenis bantuan UEP a) Kegiatan ini dilakukan melalui diskusi antar penerima bantuan UEP dan pendamping untuk menggali jenis usaha yang cocok dengan potensi wilayah, keterampilan dan keinginan penerima bantuan, kebutuhan nyata dan kemampuan penerima bantun UEP. 29

30 b) Penentuan jenis UEP dapat dilakukan lebih dari satu jenis UEP dan bisa secara bersama. 6) Pendamping memfasilitasi pelaksananaan bimbingan keterampilan usaha a) Kegiatan bimbingan keterampilan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan baik teori maupun praktek dengan tata cara pengelolaan jenis UEP yang dikembangkan baik secara individu dan kelompok. b) Pelaksanaan bimbingan keterampilan ini dengan melibatkan instansi terkait sesuai jenis usaha yang dipilih dan dikembangkan oleh penerima bantuan. 7) Pendamping membantu penyusunan proposal usaha a) Setelah melaksanakan bimbingan keterampilan, para penerima bantuan wajib menyusun proposal usaha yang akan dikembangkan sesuai kebutuhan, keterampilan dan kemampuan penerima bantuan dengan mempertimbangkan potensi sumber daya lokal. b) Proposal yang diajukan berupa proposal pengelolaan usaha secara individu. c) Penyusunan proposal UEP harus difasilitasi oleh pendamping UEP. d) Proposal yang disusun sesuai format terlampir, yang berisi: (1) Jenis UEP yang akan dikembangkan. (2) Rencana Anggaran Biaya (RAB) (3) Perkiraan keuntungan e) Proposal yang diajukan oleh penerima bantuan harus disetujui oleh pendamping dan diketahui oleh Dinas Sosial Kabupaten. 8) Pendamping melakukan pendampingan dalam pencairan Bantuan UEP a) Pemberian bantuan UEP diawali dengan pembukaan rekening atas nama masing masing penerima UEP yang dilakukan secara kolektif oleh Direktorat Penanganan Fakir 30

31 Miskin Pesisir, Pulau-pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara (PFM Pesisir, PPK, dan PAN). b) Penyaluran bantuan UEP dilakukan melalui transfer dana tunai ke rekening masing-masing penerima bantuan. c) Tugas pendamping adalah mendampingi penerima bantuan pada saat proses pencairan di BANK atau tempat yang ditunjuk oleh pemerintah. Gambar 9.Pencarian Bantuan 9) Pendamping memantau pemanfaatan bantuan UEP a) Penerima bantuan dapat mempergunakan bantuan modal usaha sesuai dengan proposal yang diajukan dengan melampirkan bukti-bukti penggunaaan dana yang diketahui oleh pendamping. b) Pendamping membantu penerima bantuan dalam membuat laporan pertanggung-jawaban pemanfaatan bantuan yang diterima. c) Pendamping wajib memantau dan melaporkan penerimaan serta pemanfaatan bantuan UEP yang diterima oleh penerima bantuan secara berjenjang sesuai dengan format laporan. 31

32 c. Tahap Pengembangan UEP 1) Pendamping melakukan bimbingan kerjasama kelompok Dalam tahap ini proses pendampingan ditujukan untuk pengembangan kelompok melalui kerjasama anggota UEP sehingga dapat melakukan pertukaran dan kerjasama dalam memecahkan permasalahan 2) Pendamping membantu penerima bantuan untuk mendapatkan bimbingan pemasaran Memfasilitasi anggota UEP sehingga memiliki keterampilan dalam pemasaran usaha baik lokal maupun lintas wilayah, seperti antar desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, nasional dan internasional. Memfasilitasi anggota UEP dalam pemasaran secara online. 3) Pendamping melakukan bimbingan menabung a) Memfasilitasi para anggota UEP dalam menata adminstrasi secara tertib. b) Memotivasi para anggota UEP dalam menyisihkan hasil usaha/ keuntungan yang diperoleh untuk ditabung direkening yang telah dibuka masing-masing. c) Memfasilitasi pengembangan Iuran Kesejahteraan Sosial (IKS) dalam kelompok dalam nuansa kearifan lokal. 4) Pendamping memfasilitasi penerima bantuan untuk mendapatkan bimbingan pengembangan modal a) Memfasilitasi para anggota UEP untuk menyisihkan hasil keuntungan yang diperoleh untuk pengembangan modal usaha. b) Memfasilitasi para anggota UEP untuk menjadi anggota koperasi dan membentuk embrio koperasi. c) Memfasilitasi para anggota UEP untuk mengembangkan kemitraan usaha. 32

33 B. PENDAMPINGAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) Bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni bagi fakir miskin sebagai salah satu kebutuhan dasar. Bantuan ini menjadi penting dan strategis, karena rumah merupakan tempat yang utama guna terpenuhinya berbagai kebutuhan dan pelaksanaan peranan sosial bagi anggota keluarga. Di dalam Gambar 10.Bantuan RS-RTLH rumah tercipta interaksi sosial, transfer budaya, dan proses sosialisasi secara intens. Selain itu rumah memiliki fungsi sebagai tempat untuk beristirahat dan berlindung dari berbagai situasi bencana. Dalam pelaksanaan bantuan RS-RTLH peran pendamping dibutuhkan dari proses awal hingga pelaporan. 1. Tujuan Bantuan RS-RTLH Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan ini adalah: a. Merehabilitasi atau meningkatkan kualitas rumah yang tidak layak huni menjadi layak huni. b. Meningkatkan kenyamanan rumah tempat tinggal penerima manfaat bantuan. c. Menumbuhkan nilai-nilai kegotongroyongan, partisipasi, kepedulian dan kesetiakawanan sosial di antara penerima manfaat bantuan dan warga masyarakat setempat. 2. Kriteria Sasaran a. Lokasi a) Syarat sasaran lokasi kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) : (1) Dalam wilayah administratif kabupaten yang berstatus desa pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara. 33

34 (2) Status lahan jelas yang dibuktikan dengan dokumen resmi, tidak dalam sengketa. b) Kriteria Sasaran lokasi diprioritaskan pada : (1) Wilayah desa dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, yang merupakan usulan dari pemerintah daerah setempat (2) Masuk kategori kumuh dengan sarana prasarana lingkungan yang terbatas. (3) Rumah tidak layak huni terkonsentrasi dalam satu wilayah desa yang merupakan desa sasaran UEP. b. Penerima Syarat penerima bantuan : a) Masuk dalam data BDT b) Memiliki KTP yang masih berlaku c) Memiliki tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan sertifikat atau girik atau surat keterangan kepemilikan dari desa atas status tanah. d) Bersedia tidak menjual atau menyewakan rumah tersebut selama minimal 5 (lima) tahun setelah mendapatkan bantuan RS-RTLH dari Kementerian Sosial. e) Rumah Tidak Layak Huni Rumah tidak layak huni yang akan dibantu melalui RS-RTLH adalah rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan, keamanan dan sosial dan dengan kondisi sebagai berikut : (1) Tidak permanen dan/atau semi permanen dalam kondisi rusak atau tidak memiliki rumah yang layak (2) Dinding dan atap dalam kondisi rusak (3) Lantai tanah dan/atau semen dalam kondisi rusak (4) Apabila ketiga kriteria tersebut terpenuhi, maka diutamakan rumah yang tidak memiliki fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK). 3. Tahapan Kegiatan a. Pendamping melakukan observasi, identifikasi dan verifikasi 1) Obervasi ditujukan untuk mengetahui secara garis besar kondisi lingkungan secara umum untuk melihat kelayakan menjadi penerima 34

35 bantuan, seperti: apakah termasuk daerah kumuh, daerah rawan bencana, daerah konflik, potensi kearifan lokal, dll. 2) Identifikasi ditujukan untuk mengetahui lebih mendalam tentang identitas/dokumen penerima bantuan dan kondisi fisik rumah yang akan dibantu, seperti: kategori rumah tidak layak huni, status kepemilikan tanah, potensi tenaga pelaksana RS-RTLH, jenis bantuan bahan yang dibutuhkan, harga bahan bangunan di daerah setempat, KTP dan KK. 3) Verifikasi calon penerima bantuan Kegiatan yang dilakukan oleh pendamping untuk menentukan calon penerima bantuan yang memiliki kriteria sesuai persyaratan yang ada. Verifikasi didasarkan pada Basis Data Terpadu (BDT) di daerah tersebut. b. Pendamping memfasilitasi bimbingan motivasi sosial 1) Kegiatan yang dilakukan untuk membangkitkan dan memotivasi penerima bantuan untuk mau bekerjasama membangun rumah yang layak huni. 2) Membantu penerima bantuan untuk mengenal, menggali potensi dan kemampuan yang dimiliki serta resiko-resiko yang dihadapi dalam membangun rumah layak huni. 3) Memberikan gambaran standar kesehatan, keamanan dan sosial dalam membangun rumah c. Tahap Pelaksanaan 1) Pendamping melakukan sosialisasi program Ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai program kegiatan yang akan dilaksanakan, tahapan kegiatan,jenis bantuan, hak dan kewajiban calon penerima bantuan 2) Pendamping melakukan pembentukan kelompok Pembentukan Kelompok RS-RTLH, yaitu 5 sampai dengan 10 orang kepala keluarga yang mendapat bantuan RS-RTLH berdomisili dalam satu desa saling berkomitmen untuk saling membantu, berbagi sumber 35

36 daya sehingga tujuan program dapat tercapai, yaitu terbangunnya rumah layak huni bagi masing-masing penerima bantuan. 3) Pendamping membantu penerima bantuan dala penyusunan proposal Pendamping membantu menyusun proposal pembangunan yang akan dilaksanakan oleh anggota kelompok, pembuatan RAB rumah serta perencanaan pembangunan. 4) Pendamping melakukan pendampingan dalam pemberian bantuan RS- RTLH a) Pemberian bantuan RS-RTLH diawali dengan pembukaan rekening atas kelompok yang dilakukan secara kolektif oleh Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara (PFM Pesisir, PPK, dan PAN). b) Penyaluran bantuanuep dilakukan melalui transfer dana tunai ke rekening kelompok penerima bantuan. c) Tugas pendamping adalah mendampingi penerima bantuan pada saat proses pencairan di BANK atau tempat yang ditunjuk oleh pemerintah. d. Pendamping mendampingi dan memantau pelaksanaan pembangunan RS- RTLH Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dilaksanakan secara bergotong royong dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat khususnya penerima bantuan dan kelompok RS-RTLH yang terdiri atas 5 sampai 10 kepala keluarga saling membantu, berbagi sumber daya sehingga tujuan program tercapai. Pelaksanaan bantuan RS RTLH disesuaikan dengan kondisi wilayah dengan batas waktu pelaksanaan. C. PENDAMPINGAN BANTUAN SARANA LINGKUNGAN Sarana lingkungan (Sarling) merupakan fasilitas sosial dan umum yang didayagunakan untuk menyelenggarakan dan mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya. 36

37 Gambar 11.Bantuan Sarling 1. Tujuan Bantuan Sarling Ada beberapa tujuan dari pengembangan sarana lingkungan (Sarling), yaitu: a. Terwujudnya sarana lingkungan yang sehat dan bersih. b. Terciptanya pola hidup masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. c. Terjalinnya kohesivitas masyarakat dan lingkungan dalam membangun lingkungan yang sehat dan bersih. d. Terjalinnya kerjasama dan gotong royong serta kesetiakawanan di antara warga masyarakat dengan lingkungan. Bantuan Sarling diberikan kepada kelompok fakir miskin yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp ,- yang ditransfer langsung ke rekening kelompok. 1. Sasaran dan Kriteria Sasaran dan kriteria bantuan sarana lingkungan (sarling) dapat dilihat pada tabel di bawah ini : 37

38 Sasaran 1. Dalam wilayah administratif kabupaten dan /atau ibu kota kabupaten yang ada di daerah pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara 2. Sesuai dengan lokasipenerima bantuan stimulan UEP dan RS- RTLH 3. Masuk katagori kumuh sesuai hasil verifikasi petugas 4. Sarlingtertuju dalam satu wilayah sesuai dengan kondisi lokasi dan kebutuhan lokasi. 5. Status lahan jelas yang dibuktikan dengan dokumen resmi dan tidak dalam sengketa. Kriteria 1. Berada pada satu lokasi wilayah penerima bantuan stimulan UEP dan RS-RTLH 2. Merupakan fasilitas umum yang mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat terutama fakir miskin. 3. Menjadi kebutuhan dan diusulkan oleh masyarakat setempat 4. Status tanah/lahan yang legal dan tidak berpotensi menimbulkan konflik sosial. 5. Masyarakat setempat bersedia untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki seperti lahan, tenaga dan material 2. Tahapan Kegiatan Sarana Lingkungan diberikan untuk kawasan yang memiliki lingkungan kumuh dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sarana lingkungan yang sehat dan layak bagi masyarakat. Pendamping berperan aktif dalam pelaksanaan pembangunan sarana lingkungan. a. TahapPersiapan 1) Pendamping melakukan observasi dan identifikasi Dilakukan untuk mengetahui kebutuhan sarana lingkungan apa yang tepat bagi suatu daerah dengan memperhatikan potensi sumber yang dapat dimanfaatkan dalam pelaksanaan pembangunan 2) Pendamping melakukan sosialisasi program Ditujukan untuk memberikan pemahaman mengenai program kegiatan yang akan dilaksanakan, tahapan kegiatan dan waktu pelaksanaan kegiatan. 38

39 3) Pendamping melakukan pembentukan kelompok Dilakukan dengan memilih calon anggota kelompok masyarakat yang dianggap mampu dalam mengelola dana bantuan sarana lingkungan. Pembentukan tim pengelola bantuan sarling, yaitu 5 sampai dengan 10 anggota perwakilan masyarakat bersama-sama penerima bantuan menggerakan partisipasi masyarakat sehingga tujuan kegiatan dapat tercapai, yaitu terbangunnya sarana lingkungan sesuai kebutuhan di daerah tersebut. 4) Pendamping membantu penyusunan proposal Pendamping membantu menyusun proposal pembangunan yang akan dilaksanakan oleh kelompok masyarakat, perencanaan RAB dan perencanaan detil pembangunan 5) Pendamping mendampingi pencairan bantuan sarana lingkungan Bantuan sarana lingkungan diberikan secaracash transfer melalui rekening kelompok masyarakat dimana sebelumnya telahdengan dibantu oleh pendamping, kelompok masyarakat membuka rekening. b. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan pembangunan sarana lingkungan dilakukan dengan bergotong royong dengan melibatkan seluruh masyarakat sekitar dan diawasi oleh stakeholder terkait. Pendamping berperan aktif dalam menggerakkan warga masyarakat untuk ikut serta berperan aktif dalam pembangunan sarana lingkungan 39

40 BAB V MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. MONITORING Keberhasilan program penanganan fakir miskin dapat dilihat dari cara pendamping sosial dalam melakukan pendampingan sosial di lapangan. Hal ini dikarenakan pendamping sosial merupakan perpanjangan tangan Kementerian Sosial dalam melakukan penanganan fakir miskin khususnya di wilayah pesisir, pulaupulau kecil dan perbatasan antar negara. Untuk melihat keberhasilan dan perkembangan Gambar 12. Monitoring Pendamping pendampingan terhadap pengelolaan UEP, RS-RTLH dan Sarling perlu dilakukan monitoring kegiatan pendamping oleh Direktorat Penanganan Fakir Miskin Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Perbatasan Antar Negara. Dengan kegiatan monitoring pendampingan sosial, dapat diketahui permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam tugas pendampingan serta mengetahui apakah pelaksanaan program pendampingan sudah berjalan sesuai dengan yang ditetapkan atau tidak. Pelaksanaan kegiatan monitoring pendampingan sosial dilakukan oleh Kementerian Sosial, Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial Kabupaten. Fokus pelaksanaan kegiatan monitoring adalah untuk melihat peran pendamping terhadap keseluruhan tahapan penyaluran bantuan mulai dari : 1. Verifikasi dan Validasi calon penerima bantuan, 2. Bimbingan Teknis penerima bantuan 3. Pencairan bantuan penerima bantuan 40

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan Rumah memiliki fungsi yang sangat besar bagi individu dan keluarga tidak saja mencakup aspek fisik, tetapi juga mental dan sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan ketersediaan infrastruktur yang. transportasi, jalan, penerangan dan sekolah

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan ketersediaan infrastruktur yang. transportasi, jalan, penerangan dan sekolah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan perbatasan antar negara disebabkan oleh keterbatasan sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya alam yang

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT

BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT BUPATI BINTAN HASIL PERBAIKAN PAK JAROT PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 6 TAHUN 2013TAHUN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RS-RTLH) TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DAN SARANA PRASARANA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe

2016, No Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pe No. 24, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMSOS. Kelompok Usaha Bersama. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG KELOMPOK USAHA BERSAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG SALINAN 1 BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIREKTORAT PENANGANAN FAKIR MISKIN PESISIR PULAU- PULAU KECIL DAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Arahan Presiden Rapat Terbatas Tentang Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT - 1 - SALINAN BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LABUHANBATU

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 411, 2014 KEMENSOS. Sosial. Lembaga Kesejahteraan Sosial. Lanjut Usia. Asistensi. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG ASISTENSI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN NOMOR PER- 54 /PB/2007 TENTANG PETUNJUK PENCAIRAN DAN PENYALURAN DANA PENGUATAN MODAL

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG TARUNA SIAGA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI KARIMUN NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI (RTLH) KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DEKONSENTRASI DAN PENUGASAN TUGAS PEMBANTUAN KEPADA DINAS SOSIAL DAERAH PROVINSI DAN DINAS SOSIAL DAERAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1220, 2012 KEMENTERIAN SOSIAL. Taruna. Siaga Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM TARUNA SIAGA BENCANA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 60 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG KELOMPOK USAHA BERSAMA BAGI WARGA TIDAK MAMPU DAN RENTAN SOSIAL EKONOMI DI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan ata No.1359, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. Dana Desa. Penetapan. Tahun 2018. Pencabutan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L

2016, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan L No. 1449, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPORA. Sentra Pemberdayaan Pemuda. PERATURAN MENTERI PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG SENTRA PEMBERDAYAAN PEMUDA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 9A TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 25 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN PERBAIKAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1167, 2017 KEMENSOS. Standar Nasional SDM Penyelenggara Kesejahteraan Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR NASIONAL

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 No.403, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. BSPS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2018 2018 TENTANG BANTUAN STIMULAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERTAURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA - 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR 08 / Per / Dep.2 / XII / 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO

PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN UMUM BANTUAN SOSIAL KEGIATAN REHABILITASI RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA.

BAB II PERENCANAAN KINERJA. BAB II PERENCANAAN KINERJA. A. RENCANA STRATEGIS Perencanaan Strategis Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Tahun 2012 2017 adalah suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dan dilaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 16 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA

BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA PETUNJUK TEKNIS BANTUAN KEUANGAN KEPADA PEMERINTAH DESA UNTUK RINTISAN MODEL DESA BERDIKARI TAHUN 2016 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Jl. Menteri Supeno 17 Telp.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1339, 2015 KEMEN-PUPR. Perumahan Swadaya. Bantuan Stimulan. Pedoman. Perubahan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/PRT/M/2015

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le

2017, No Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Le No.940, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Program Keluarga Harapan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM KELUARGA HARAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci