KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

2 KAWAN BANDA ACEH DSK IMT-GT KAWAN LHOKSEUMAWE DSK PETA KAWASAN ANDALAN DI PROVINSI NAD MENURUT RTRWN Legenda: KAWAN PANTAI BARAT, SELATAN, DSK Meulaboh telah ditetapkan sbg Simpul Pusat Kawasan Andalan Nas di wil pantai Barat NAD merupakan potensi untuk dp ditingkatkan menjadi PKN

3 IMT-GT PETA RENCANA PENGEMBANGAN PRASARANA TRANSPORTASI DI KAWASAN KORIDOR JALAN LINTAS TIMUR SUMATERA MENURUT RTRWN

4 POTENSI PERTAMBANGAN, PERIKANAN, DAN PARIWISATA PROV. NAD

5 PETA POTENSI SUMBERDAYA MINERAL INDUSTRI PROV. NANGGROE ACEH DARUSSALAM

6 SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI DAERAH DEKAT DAN LEPAS PANTAI

7 KAWASAN RAWAN BENCANA

8 KESESUAIAN LAHAN

9 TINJAUAN INTERNAL WILAYAH Daya Dukung Lingkungan

10 KAWASAN LINDUNG

11 PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING

12 Kontribusi PDRB Jalintim (kec. B.Aceh): 58% Dg JPP: 52% KONTRIBUSI PDRB TIAP KAB/KOTA DI PROV. NAD

13 POTENSI DAN KENDALA PADA ASPEK SDB Sistem infrastruktur eksisting Indeks pelayanan fasilitas ekonomi

14 SISTEM PRASARANA EKSISTING

15 INDEKS PELAYANAN FASILITAS EKONOMI

16 REGIONALISASI WILAYAH EKSISTING Pola Koridor dan relatif mengalirkan sumber daya dan produksi ke luar wilayah NAD ini, relatif Kurang menguntungkan dalam pengembangan wil yang terintegrasi Medan Harus ada upaya untuk mengintegrasikan wilayah dan penyeimbangan perkembangan Kaw. Banda Aceh-Sabang (relatif maju,pusat Keg lama, dp diintegrasikan dlm 1 wil pengembangan) Kaw. Koridor Timur (relatif berkembang pesat, diikat poros Jalintim dan kota-kota lama, didukung prasarana memadai) Kaw. Koridor Tengah (relatif tertinggal, kurang prasarana, banyak merup kaw rawan bencana, kesesuaian lindung) Kaw. Koridor Barat (relatif turun perkembangan, diikat poros lama Jalinbar, prasarana pendukung rusak oleh tsunami) Kaw. Simeulue-Banyak dsk (relatif terisolasi, kurang prasarana bersifat kepulauan, potensi tinggi pengemb pariwisata).

17 STRUKTUR TATA RUANG PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM EKSISTING KOTA SABANG KOTA BANDA ACEH ACEH BESAR Sigli Janthoi KOTA LHOKSEUMAWE PID IE BIREUEN ACEH UTARA Idi Rayeuk ACEH JAYA Loksukon Calang Takengon BENER MERIAH D. Laut Tawar D. Laut Tawar ACEH TIMUR ACEH TENGAH ACEH BARAT KOTA LANGSA Meulaboh Kuala Simpang ACEH TAMIANG NAGAN RAYA Blang Kejeren GAYO LUES ACEH BARAT DAYA Blang Pidie Kutacane ACEH TENGGARA ACEH SELATAN Tapak Tuan SIMEU LU E P. Simeuleu Sinabang SINGKIL Arah orientasi pelayanan Jalur Penyeberangan Laut Pusat Kegiatan Nasional SINGKIL Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal

18 POTENSI DAN PERMASALAHAN UTAMA PENGEMBANGAN WILAYAH Potensi Memiliki potensi pergerakan orang & barang yang cenderung meningkat Memiliki potensi pertambangan tinggi Memiliki potensi kehutanan dan pertanian yang tinggi Memiliki potensi pariwisata Telah Memiliki 2 PKN yang didukung oleh prasarana yang sesuai kriteria PKN, dan wilayah lainnya yang juga memiliki prasarana yang memungkinkan dikembangkan menjadi simpul kegiatan Nasional Masih memiliki 62,5% yang dapat dikembangkan sbg kawasan budidaya (Total Kaw. Lindung sekitar 37,5%)

19 Permasalahan POTENSI DAN PERMASALAHAN UTAMA PENGEMBANGAN WILAYAH Jaringan penghubung antar wilayah belum optimal membentuk struktur tata ruang yang diharapkan Kondisi dan pola jaringan masih perlu ditingkatkan Kecenderungan perkembangan dlm koridor utara-selatan, yang dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur kurang menguntungkan bagi pemerataan perkembangan keseluruhan wilayah Terutama koridor tengah yang relatif banyak Daerah Tertinggal Perlu diubah dengan pola struktur terutama pola jaringan yg membuka akses barat-timur Orientasi pelayanan wilayah bagi sebagian besar wilayah selatan mengarah ke Medan kurang menguntungkan bagi perkemb ekonomi internal NAD perlu ditarik ke internal NAD dg pola struktur yg memungkinkan Cukup besar dari wilayah NAD, memiliki kesesuaian Kawasan Lindung dan telah ditetapkan sbg kawasan lindung jd limitasi pembangunan Wilayah Tengah relatif lebih tertinggal dibanding koridor lainnya Secara fisik wilayah tengah relatif banyak berada dalam kawasan limitasi dan kendala pengembangan (pengembangan terbatas), karena pengaruh rawan bencana dan kesesuaian untuk hutan lindung dan kawasan lindung lainnya

20 KONSEP STRUKTUR RUANG PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Sigli KONSEP DAN RENCANA STRUKTUR TATA RUANG PROV NAD Janthoi Calang Mengembangkan PKN di Wilayah Aceh bagian Barat, untuk mempercepat pertumbuhan wilayah Barat Pusat Kegiatan Nasional Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal Meulaboh P. Simeuleu Sinabang Takengon Blang Pidie Jalur Penyeberangan Laut Loksukon Blang Kejeren Tapak Tuan Idi Rayeuk Kutacane Kuala Simpang Konsep Umum Arahan struktur ruang Provinsi Aceh memiliki beberapa alternatif dengan pertimbangan dasar sebagai berikut: 1. Memantapkan arahan struktur ruang yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dan RTRWP Pulau Sumatera. 2. Mendorong pertumbuhan wilayah tertinggal yaitu Wilayah Aceh tengah dan wilayah Aceh Barat. 3. Optimalisasi potensi wisata, perikanan, pertambangan, dan potensi lainnya di wilayah Aceh Barat. 4. Merubah orientasi pelayanan pada aceh bagian selatan yang selama ini masih berorientasi ke Sumatera Utara

21 RENCANA STRUKTUR TATA RUANG

22 PKN Kawasan Banda Aceh-sabang KOTA SABANG KOTA BANDA ACEH Calang ACEH BESAR Janthoi ACEH JAYA Sigli PIDIE ACEH BARAT Meulaboh Peningkatan/Pembangun an Jalan Krueng Sabe- Tangse SIMEULUE Pusat Kegiatan Nasional Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal Pembangunan Jalan Jantho- Tangse P. Simeuleu BIREUEN NAGAN RAYA Sinabang Takengon KOTA LHOKSEUMAWE BENER MERIAH D. Laut Tawar D. Laut Tawar ACEH TENGAH ACEH BARAT DAYA Blang Pidie Jalur Penyeberangan Laut ACEH UTARA SINGKIL Loksukon Blang Kejeren GAYO LUES ACEH SELATAN Tapak Tuan ACEH TIMUR ACEH TENGGARA Idi Rayeuk KOTA LANGSA ACEH TAMIANG Kutacane SINGKIL Kuala Simpang RENCANA STRUKTUR TERPILIH 1. Untuk mendukung peningkatan Meulaboh jadi PKN, perlu ditingkatkan jalan Banda Aceh- Meulaboh. (Hal ini sebenarnya sudah sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Pemerintah (BRR) bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi NAD) 2. Pilihan penetapan PKW di bagian baratselatan Provinsi NAD,,yang lebih dapat menarik pelayanan dan pergerakan ke dalam wilayah Provinsi NAD, adalah di Tapak Tuan. Pengembangan kotanya dapat lebih diarahkan ke area yang lebih memungkinkan untuk kawasan budidaya (Rasian-kota Fajar dsk.). 3. Peningkatan jalan lintas tengah dapat Peningkatan/Pe dilakukan dengan pengendalian pemanfaatan mbangunan ruang sangat ketat. Pembangunan ruas jalan Jalan Singkil- Tangse-Jantho juga harus dilakukan dengan Subulussalampengendalian pemanfaatan ruang yang Kutacanesangat ketat karena melalui kawasan lindung Langsa 4. Perlu menegmbangkan jalan akses dari Calang ke Jalan Lintas Tengah Sumatera (segmen Calang-Krueng Sabe-Tangse) 5. Peningkatan dan pembangunan jalan Singkil- Kutacane-Langsa dapat dilakukan dengan pengendalian yang ketat terutama pada ruas/segmen yang melalui kawasan TNGL

23 RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PRASARANA

24 RENCANA POLA PEMANFAATAN RUANG Pengertian Rencana Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata t guna tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya. (Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002). Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetrapkan dengan fungsi utama melidungi kelestarian lingkungah hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. (Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002). Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. (Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002).

25 DASAR-DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM PENETAPAN KAWASAN LINDUNG DI PROV NAD UU No 24 Thn 1992 ttg Penataan Ruang Kawasan yang berfungsi sebagai Hutan Konservasi meliputi Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam, telah ditetapkan lokasinya sebagai Kawasan Lindung sesuai dengan : Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung PP Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional SK Menhut No 170 Thn 2000 ttg Fungsi Hutan di Prov NAD SK Menhut 328/1988 ttg Tata cara penetapan fungsi hutan Keppres 33/1988 ttg Pengelolaan KEL SK Menhut 190/Kpts-II/2001 ttg Pengesahan batas KEL di Prov NAD SK Menhut Nomor 419/KPTS II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi NAD

26

27

28

29 KAWASAN LINDUNG Kawasan Lindung gyang telah diteapkan secara Nasional dan diakomodasi dalam RTRW Prov NAD: No Nama Kawasan Lindung Luas (Ha) 1. TN. Gunung Leuser 623, THR Cut Nyak Dien 6,22 3. CA. Hutan Pinus Jhantoi 8 4. SM. Rawa Singkil 102,5 5. Taman Laut P. Weh 39 3,9 6. TW. P. Banyak 277,5 JUMLAH 1,253,

30 KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN LINDUNG KAWASAN BUDIDAYA

31 KEBIJAKAN UMUM PEMANFAATAN RUANG SERTA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG & BUDI DAYA 1. Peningkatkan kualitas hutan yang merupakan kawasan lindung (Hutan Lindung, Cagar Alam) dengan penanaman kembali hutan-hutan h t tersebut t yang gundul/kritis, atau rehabilitasi hutan dan lahan; sehingga dapat mengurangi erosi dan menjaga keseimbangan tata air. 2. Prinsip penetapan suatu kawasan adalah berdasarkan fungsi dominan yang diembannya. Oleh karena itu bentuk-bentuk penggunaan lahan atau pemanfaatan yang relatif kecil dan tersebar dalam tahapan RTRW ini diintegrasikan dalam kawasan dengan fungsi yang lebih dominan tersebut. Pada rencana tata ruang yang lebih terinci atau detail dapat dijelaskan pada peta yang lebih detail, dengan tetap memperhatikan fungsi dominannya 3. Kegiatan budidaya yang terletak di dalam kawasan lindung yang dapat mengganggu fungsi perlindungannya, seperti perladangan, kebun, dan permukiman, harus dibatasi perkembangannya, dan secara bertahap dikeluarkan dari kawasan lindung, dengan menyediakan tempat lain yang sudah dialokasikan ke dalam kawasan budidaya.

32 KEBIJAKAN UMUM PEMANFAATAN RUANG SERTA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG & BUDI DAYA 4. Kabanas budidaya yang telah ditetapkan yang terlingkup atau dikelilingi oleh kawasan lindung, seperti kawasan budidaya (berupa enclave), harus sesuai dengan peraturan/ perundangan yang berlaku dan dibatasi perkembangannya pada enclave itu saja, atau dengan kata lain tidak diperluas / ekspansi. 5. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti pariwisata (wanawisata, ecotourism), penelitian, pendidikan, budidaya flora dan fauna tertentu, dan tidak mengganggu fungsi perlindungan, dapat dilakukan sesuai dengan peraturan/ perundangan yang berlaku. Terhadap pihak-pihak yang melakukan atau terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut harus diterapkan prinsip pelesatian, yaitu menjaga fungsi perlindungan pada kawasan tersebut.

33 KEBIJAKAN UMUM PEMANFAATAN RUANG SERTA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG & BUDI DAYA 6. Fungsi konservasi atau fungsi lindung pada hakekatnya bukan hanya oleh kawasan lindung, tetapi juga oleh kawasan budidaya, sesuai dengan posisinya dalam konfigurasi fisik wilayah. Kawasan budidaya yang berada di bagian hulu DAS, terutama berupa Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan perkebunan dengan perakaran kuat dan tegakan tinggi, harus dijaga kualitas tutupan lahannya, sehingga dapat mengurangi erosi dan menjaga ketersediaan air. Kepada pihak yang mengelola kegiatan di kawasan tersebut harus diterapkan pula prinsipprinsip konservasi lahan, yaitu menjaga fungsi ikutan kawasan dalam hal konservasi. Untuk kawasan HPT yang telah dieksploitasi harus dilakukan reboisasi atau replanting. 7. alih fungsi lahan dimungkinkan pada kawasan budidaya dengan prinsip kesesuaian lahan dan pencapaian manfaat yang sebesar-besarnya dengan melibatkan lembaga adat, sedangkan pada kawasan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan lindung tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya.

34 KEBIJAKAN UMUM PEMANFAATAN RUANG SERTA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG & BUDI DAYA 8. Kawasan budidaya pertanian lahan basah/sawah yang yang didukung oleh potensi sumber daya air, merupakan kawasan budidaya yang dipertahankan keberadaannya, kecuali di wilayah perkotaan yang sudah ditetapkan sebagai kawasan perkotaan dapat dialihfungsikan dengan prinsip pemanfaatan yang dapat mencapai manfaat yang sebesar- besarnya. 9. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejateraan rakyat secara berkelanjutan. 10. Mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dengan melakukan daur ulang/ penghematan penggunaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan. 11. Mendayagunakan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup,.pembangunan pembangunan berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang dan pengusahaannya yang diatur dengan peraturan/perundang-undangan / Qanun..

35 KEBIJAKAN UMUM PEMANFAATAN RUANG SERTA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG & BUDI DAYA 12. Prasarana dan fasilitas penunjang pusat kegiatan lokal yang baru yang berada di jalan regional, harus memperhatikan kelancaran pergerakan regional 13. Bekas kawasan budidaya (Hutan Produksi) yang telah habis masa berlakunya, yang ternyata merupakan kawasan lindung dapat dijadikan kawasan lindung kembali 14. Pembangunan fisik di wilayah NAD, harus memperhatikan mitigasi bencana 15. Penetapan fungsi untuk kawasan pasang surut sebaiknya diarahkansemaksimal mungkin sbg kawasan lindung

36 RANCANGAN ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS: Kriteria Penetapan Kawasan Prioritas Kawasan Prioritas Arahan Pengembangan g Kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut maupun kawasan sekitarnya (Kawasan Andalan Berkembang) Kawasan yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kemudian hari (Kawasan Andalan Prospektif Untuk Berkembang) Kawasan Andalan Lokseumawe, dsk (Lhokseumawe, Langsa, Idi Ryeuk, Lhoksukon, Bireuen, Karang Baru) Kawasan Andalan Banda Aceh, dsk (Banda Aceh, Sabang, Jantho, Sigli) Kawasan Andalan Meulaboh, dsk*) (Meulaboh, Blang Pidie, Labuhan Haji, Kutacane, Subulussalam, Sinabang, Balang Kejeren, Calang, Sukamakmue) Kawasan Subulussalam-Singkil, dsk*) Kawasan Tapak Tuan, dsk*) -Peningkatan produksi industri dan kualitasnya -Pengembangan sarana dan prasarana industri -Peningkatan daya saing (competitiveness) kegiatan industri untuk peluang pasar global. -Pengembangan kemitraan industri kecil, menengah dan besar -Pengembangan network perdagangan serta pola kemitraan dan kelembagaan usaha -Pengembangan pariwisata serta sarana dan prasarana pendukungnya -Pengembangaan pertanian melalui intensifikasi pertanian dan sapta usaha tani -Peningkatan g produksi industri dan kualitasnya -Pengembangan network perdagangan serta pola kemitraan dan kelembagaan usaha -Pengembangan dan peningkatkan pertanian, perikanan, pertambangan dan perkebunan -Peningkatan pemanfaatan lahan yang kurang produktif dan marginal -Pengembangan produksi kebun, -Pengembangan perdagangan dan jasa -Pengembangan agro industri -Peningkatan pola kemitraan dan kelembagaan usaha -Peningkatan potensi agribisnis sebagai komoditas andalan. -Penumbuhan dan mengembangkan sistem jejaring (network) produksi -Peningkatan sarana dan prasarana industri pengolahan hasil pertanian

37 RANCANGAN ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PRIORITAS: (Lanjutan) Kawasan Andalan Laut KL. Sabang, dsk - Peningkatan potensi kelautan sebagai komoditi andalan KL. Lhokseumawe, dsk - Peningkatan sarana dan prasarana perikanan Kawasan yang memiliki laju P. Simeuleu - Pengembangan sarana dan prasarana pertumbuhan yang lambat yang perhubungan Kota Lokop umumnya disebabkan oleh adanya - Peningkatan promosi daerah, terutama terkait isolasi daerah sebagai akibat kurang Pulau Banyak Kabupaten Singkil dengan pariwisata lancarnya perhubungan, baik darat, - Peningkatan produksi perkebunan, pertanian, dan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar laut, maupun udara a (Kawasan asa perikanan. a Tertinggal) Gayo, Kabupaten Aceh Tengah Kawasan strategis untuk kelestarian lingkungan Keadaan alam yang kurang menguntungkan yang secara umum ditandai oleh penggunaan lahan yang tidak baik seperti tandus/kritis yang dapat mengakibatkan bencana banjir (Kawasan Kritis) Kondisi rawan bencana seperti tanah longsor, gempa bumi, dll (Kawasan Rawan Bencana) Beutong Ateuh, Kabupaten Nagan Raya Pame, Kabupaten Aceh Tengah Taman Nasional Gunung Leuseur - Terkendalinya pemanfaatan lahan di kawasan TNGL - Terjaganya keseimbangan ekosistem TNGL dan ekosistem wilayah sekitarnya - Pengembangan sektor pariwisata - Pengembangan ilmu pengetahuan Krueng Baro Seulimum Krueng Teunom Krueng Peusang Krueng Kreureuto Takengon dan Krueng Pase - Rehabilitasi lahan kritis - Peningkatan mutu dan produktifitas hutan melalui pengelolaan hutan secara efisien, adil, dan berkelanjutan. Kutacane - Pengembangan yang selalu memperhatikan Blangkejeren aspek mitigasi bencana - Peningkatan produksi pertanian dan perkebunan Tk

38

39 ARAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN Kebijakan umum pengembangan Perkotaan: Kawasan perkotaan dan semi perkotaan dikembangkan untuk mengemban fungsi pelayanan wilayah belakang (hinterland), yang ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan : pemasaran produksi, distribusi barang kebutuhan, pelayanan sosial dan jasa, administrasi pemerintahan, dan sebagainya. Kawasan perkotaan dan semi perkotaan dikembangkan pada pusat/simpul perhubungan antar wilayah; yang dalam hal ini ditunjukkan oleh perannya sebagai simpul transportasi, t baik untuk angkutan barang maupun angkutan penumpang. Kawasan semi perkotaan yang telah ada, dikembangkan industri; dengan pemilihan jenis industri yang tepat.

40 Kebijakan umum pengembangan Perkotaan-Semi Perkotaan (2) Pada setiap kabupaten dikembangkan minimal satu kawasan perkotaan dengan fungsi Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang menjadi pusat orientasi pelayanan bagi seluruh wilayah kabupaten yang bersangkutan. Pada kawasan-kawasank perkotaan yang telah ditetapkant dengan fungsi PKW akan dikembangkan atau dibangun sarana-prasarana yang sesuai. Pengembangan akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. Pengembangan sarana-prasarana utama penunjang fungsi PKW kawasan perkotaan dengan fungsi PKL akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi dapat membantu pengembangan sarana-prasarana yang dibutuhkan untuk pengembangan PKL di seluruh wilayah Provinsi NAD.

41 Kebijakan umum pengembangan perdesaan : Peningkatan produksi yang utama di kawasan perdesaan adalah peningkatan produksi pertanian, dan disertai oleh produksi nonpertanian lainnya yang memungkinkan, terutama sektor produksi pendukung pertanian sehingga perdesaan lebih mandiri. Pengembangan kawasan perdesaan, terutama di wilayah wilayah sentra produksi pertanian, dilakukan k secara terintegrasi t i dengan kawasan semi-perkotaan terdekat dalam konsep pengembangan Agropolitan. Pengembangan kawasan perdesaan harus dapat meningkatkan pendapatan (income) petani/penduduk perdesaan melalui pertanian rakyat, jaminan pemasaran produk yang dihasilkan dengan harga yang sepadan, dan stabilitas harga produk pertanian pada tingkat yang memadai. Pengembangan kawasan pedesaan memperhatikan kestabilan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi dengan terus menerus melakukan upaya efisiensi dan intensifikasi usaha di satu pihak, dan menangkap peluang-peluang baru sejalan dengan perkembangan yang terjadi (atau au diversifikasi usaha). a) Pengembangan Industri diarahkan ke kawasan non perkotaan dan yang tidak subur atau diwilayah strategis

42 Kebijakan umum pengembangan perdesaan : Peningkatan produksi yang utama di kawasan perdesaan adalah peningkatan produksi pertanian, dan disertai i oleh produksi nonpertanian lainnya yang memungkinkan Pengembangan kawasan perdesaan, terutama di wilayah wilayah sentra produksi pertanian, dilakukan secara terintegrasi dengan kawasan semi-perkotaan terdekat dalam konsep pengembangan Agropolitan Pengembangan kawasan perdesaan harus dapat meningkatkan pendapatan (income) petani/penduduk perdesaan melalui pertanian rakyat dan jaminan pemasaran produk yang dihasilkan dengan harga yang sepadan. Pengembangan kawasan pedesaan memperhatikan kestabilan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi dengan terus menerus melakukan upaya efisiensi dan intensifikasi usaha di satu pihak, dan menangkap peluang-peluang baru sejalan dengan perkembangan yang terjadi (atau diversifikasi ifik i usaha).

43 Program Strategis Pengembangan Perkotaan dan Semi Perkotaan Program Strategis Pengembangan Kawasan Perkotaan 1. Percepatan proses rekonstruksi kawasan perkotaan yang terkena akibat tsunami, dan kawasan akibat konflik 2. Penataan ulang orientasi kawasan perkotaan dengan konsep mitigasi bencana tsunami ataupun bencana-bencana lainnya yang cukup memadai, dan juga memperhatikan keamanan, daya dukung, dan potensi serta aspirasi/kehendak masyarakat 3. Percepatan pertumbuhan kota pada wilayah Aceh Barat Selatan dan Aceh tengah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi pada wilayah barat-selatan, dengan melakukan peningkatan perhubungan untuk Meulaboh, Aceh Selatan, dan Singkil 4. Pengembangan infrastruktur dalam rangka pembentukan fungsi kawasan perkotaan sesuai dengan yang direncanakan. 5. Penataan dan pengembangan kota-kota sesuai dengan status kota tersebut pada struktur kota. 6. Penataan dan pengembangan sarana-prasarana pendukung sesuai dengan status kota tersebut pada struktur kota. 7. Pembatasan Pengembangan/pemekaran wilayah perkotaan bagi kota-kota yang secara fisik sudah tidak mampu menampung aktifitas sosial-ekonomi penduduk setempat. Pemerintah kota memberikan fasilitasi pengembangan kawasan sekitarnya. 8. Rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas-fasilitas perkotaan yang rusak akibat terjadinya Bencana Tsunami, dan akibat konflik sebelumnya. Program Pengembangan Kawasan Semi Perkotaan 1. Peningkatan dan pengembangan infrastruktur perkotaan. 2. Peningkatan kapasitas organisasi dan kelembangan kecamatan. 3. Pengembangan pusat-pusat distribusi dan koleksi dengan penerapan konsep Agropolitan.

44 Program Strategis Pengelolaan Kawasan Perdesaan 1. Pengembangan kawasan perdesaan dengan pasar, fasilitas dan teknologi informasi serta pemodalan terutama untuk kawasan- kawasan perdesaan yang tertinggal dan terpencil. 2. Percepatan peningkatan infrastruktur yang membuka keterisoliran wilayah perdesaan. 3. Penyediaan dan pengembangan infrastruktur permukiman dan pertanian. 4. Penyempurnaan struktur organisasi pemerintahan desa dan lembaga sosial ekonomi lainnya. 5. Pengembangan keterkaitan perkotaan dengan perdesaan melalui pengembangan Desa-desa pusat pertumbuhan (DPP) dan Konsep Pengembangan Desa Agropolitan(KPDA) yang akan berfungsi sebagai pusat pemasaran produk pertanian, pusat pengembangan teknologi dan informasi di bidang pertanian. 6. Penigkatan aksesibilitas antara Desa Pusat Pertumbuhan dengan wilayah perkotaan untuk meningkatkan kapasitas pemasaran produksi hasil pertanian.

45 MITIGASI BENCANA DALAM RTRWP NAD PADA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PADA PENGELOLAAN KAWASAN PADA PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA

46 KONSEP PENATAAN RUANG SEBAGAI MITIGASI BENCANA A. PADA PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG MEMBANGUN KOTA DAN KAWASAN YANG TAHAN MENGHADAPI BENCANA, dengan strategi: 1. Menanam mangrove dan pohon yang kuat di sepanjang pantai untuk meredam enerji gelombang (Kombinasi pohon bakau (mangrove) dan jenis pohon pesisir yang kuat, seperti kelapa (Cocosnucifera), cemara laut Casuarina equisetifolia), ketapang (Terminalia cattapa), waru (Hibiscus tiliaceus), asam jawa, dan kapuk (Ceiba petandra). 2. Mempertahankan setiap unit permukiman pada skala kawasan oleh deretan pohon yang berlapis-lapis utamanya (sabuk-sabuk pohon tersebut diharapkan bisa menyelamatkan manusia dan mengurangi kerusakan aset karena ia berfungsi menahan sebanyak mungkin benda atau bongkaran yang diseret gelombang agar tidak lolos begitu saja menghantam bangunan berikutnya dan terutama manusia yang sedang berenang menyelematkan diri) 3. Membangun sabuk pohon yang lebih tebal pada skala bagian kota dari skala kawasan sehingga mampu melindungi kelompok-kelompok permukiman pada bagian kota tersebut. 4. Demikian seterusnya sampai pada skala kota.

47 MEMANFAATKAN ALUR SUNGAI SEBAGAI KERANGKA KOTA, dengan Strategi: 1. Menanam mangrove dan pohon yang kuat di sepanjang tepi sungai untuk meredam enerji gelombang. 2. Mengatur garis sempadan sungai baik dalam perencanaan maupun implementasinya di lapangan. 3. Mengatur fungsi/tata guna lahan di sepanjang alur sungai yang mendukung konservasi sungai dari hulu sampai hilir MENGKONSERVASI DAN MEMPROTEKSI KAWASAN HUTAN LINDUNG, HUTAN KOTA DAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI FUNGSI LINDUNG DAN PERTAHANAN TERHADAP BENCANA (TSUNAMI), dg Strategi: t 1. Mempertahankan keberadaan dan keutuhan kawasan konservasi alam seperti hutan lindung, hutan kota dan hutan mangrove yang ada untuk daerah tangkapan air baku dan keseimbangan ekosistem/fungsi ekologis 2. Menetapkan batas-batas (deliniasi) kawasan konservasi alam. 3. Menetapkan kategorisasi dan fungsi/pemanfaatan) kawasan hutan lindung, hutan kota, hutan mangrove baik untuk perlindungan alam, wisata maupun produksi 4. Merumuskan aturan teknis konservasi alam 5. Melarang, menghentikan dan memindahkan penggunaan lahan di kawasan lindung dankawasan konservasi alam yang dikonservasi untuk kawasan budidaya 6. Menetapkan kawasan konservasi dalam qanun

48 MENGEMBANGKAN DAN MENAMBAH KAWASAN SABUK HIJAU SEBAGAI FUNGSI PERTAHANANAN TERHADAP BENCANA DAN KONSERVASI ALAM dengan Strategi 1. Menambahkan sabuk hijau pada skala kota, distrik dan kawasan Jenis vegetasi yang ditanam harus memenuhi persyaratan : a. sesuai dengan kondisi lahan, iklim, dan karateristik tanah b. kuat dan kokoh menahan terpaan ( gelombang, angin dan bongkahan material) c. Memenuhi persyaratan ketinggian yang mampu memimalkan dampak bencana 2. Mengatur tingkat kerapatan vegetasi disesuaikan dengan fungsi kawasan, tingkat keamanan terhadap bencana dan lokasi 3. Menetapkan kawasan sabuk hijau sebagai kawasan konservasi melalui PERDA

49 B. MITIGASI PADA PENGELOLAAN KAWASAN BUDIDAYA Strategit 1. Membuat sabuk hijau skala kawasan dan distrik disekitar kawasan permukiman yang ada 2. Mengembangkan perumahan secara vertikal untuk kawasan asan permukiman padat sebagai bentuk mitigasi bencana (Kawasan yang berkepadatan tinggi) 3. Menggunakan struktur tahan gempa dan tsunami pada bangunan. 4. Menerapkan Sistem Peringatan Dini

50

51 A k i i d t di difik i Angka ini dapat dimodifikasi sesuai ketentuan Sempadan Pantai dan Kondisi Eksisting yang memungkinkan

52

53

54 PASAL-PASAL PENTING DALAM UUPA NO.11 THN 2006 Pasal 141 Perencanaan pembangunan Aceh/Kabupaten/Kota t disusun sebagai bagian dari SPPN dalam kerangka NKRI dg memperhatikan: a) nilai-nilai islam; b) sosial budaya; c)berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; keadilan dan pemerataan; serta kebutuhan Pasal 149 (1) Pemerintah Aceh dan Kab/kota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan tata t ruang, melindungi SDA hayati, konservasi SDA hayati dan ekosistemnya, cagar budaya,dan keanekaragaman hayati dg memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk (2) Pemerintah, Pemerintah Aceh, dan pemerintah kab/kota berkewajiban melindungi, menjaga, memelihara, dan melestarikan Taman Nasional dan kawasan lindung. Pasal 150 Pemerintah menugaskan Pemerinatah Aceh untuk melakukan pengelolaan kawasan ekosistem Leuser di wilaah Aceh dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari

55 TERIMA KASIH

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar) Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut (hektar) Dicetak Tanggal : Penggunaan Lahan Total Pertanian Bukan Luas Lahan Sawah Bukan Sawah Pertanian (1) (2) (3) (4) (5) 01 Simeulue 10.927 74.508

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

Oleh : BAPEDALDA Prov. NAD

Oleh : BAPEDALDA Prov. NAD IMPLEMENTASI MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD-NIAS NIAS Oleh : BAPEDALDA Prov. NAD I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bencana gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004 telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah. Hal ini tertuang dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) yang. berbunyi:.daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak kebijakan otonomi daerah di Indonesia dicanangkan banyak daerahdaerah yang cenderung untuk melaksanakan pemekaran wilayah. Peluang secara normatif untuk melakukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PROVINSI ACEH Keadaan Geografis dan Wilayah Administrasi

V. DESKRIPSI PROVINSI ACEH Keadaan Geografis dan Wilayah Administrasi V. DESKRIPSI PROVINSI ACEH 5.1. Keadaan Geografis dan Wilayah Administrasi Daerah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera dengan luas areal 58.357.63 km 2. Letak geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG: MATERI 1. Pengertian tata ruang 2. Latar belakang penataan ruang 3. Definisi dan Tujuan penataan ruang 4. Substansi UU PenataanRuang 5. Dasar Kebijakan penataan ruang 6. Hal hal pokok yang diatur dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT

MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT 2009-2029 BAB V RENCANA KAWASAN STRATEGIS PROVINSI 5.1. Lokasi dan Jenis Kawasan Strategis Provinsi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) memuat penetapan Kawasan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI -157- LAMPIRAN XXII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SINJAI TAHUN 2012-2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI A. KAWASAN

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL

ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL ARAH KEBIJAKAN DAN ISU STRATEGIS NASIONAL 2015-2019 Oleh Oswar Mungkasa Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Perencanaan Daerah dan Isu Strategis Tahun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH ADINDA PUTRI SIAGIAN / NRP. 3609100701 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana Gempa dan Tsunami yang terjadi di beberapa wilayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan dampak yang sungguh luar

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pesisir Pantai. merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pesisir Pantai Pantai merupakan batas antara wilayah daratan dengan wilayah lautan. Daerah daratan merupakan daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan dimulai

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

VISI KALTIM BANGKIT 2013

VISI KALTIM BANGKIT 2013 VISI KALTIM BANGKIT 2013 Mewujudkan Kaltim Sebagai Pusat Agroindustri Dan EnergiTerkemuka Menuju Masyarakat Adil Dan Sejahtera MENCIPTAKAN KALTIM YANG AMAN, DEMOKRATIS, DAN DAMAI DIDUKUNG PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013

Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Disampaikan pada Seminar Nasional dan Kongres VIII MKTI Di Palembang 5-7 November 2013 Dr. EDWARD Saleh FORUM DAS SUMATERA SELATAN 2013 Permasalahan Pengelolaan SDA Sampah Pencemaran Banjir Kependudukan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Laporan Akhir KATA PENGANTAR

Laporan Akhir KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Kabupaten Aceh Besar Provinsi NAD merupakan salah satu daerah yang terkena bencana tsunami dan gempa, bagian wilayah pesisir dan pantai merupakan bagian yang paling banyak mengalami kerusakan.

Lebih terperinci

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan

5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Bab 5 5.2 Pengendalian Penggunaan Lahan dan Pengelolaan Lingkungan 5.2.1 Langkah-langkah Pengendalian Penggunaan Lahan untuk Perlindungan Lingkungan Perhatian harus diberikan kepada kendala pengembangan,

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH SYAR'IYAH DAN MAHKAMAH SYAR'IYAH PROVINSI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara

BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara BAB 7 Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara digunakan sebagai merupakan acuan dalam pelaksanaan pengendalian

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 23373539 (23019271 Print) 1 Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh Adinda Putri Siagian dan Eko Budi

Lebih terperinci

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Peran BIG dalam Penyusunan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH

PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH QANUN KABUPATEN BENER MERIAH NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH ( RTRW ) KABUPATEN BENER MERIAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BENER

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS

BAB 5 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS BAB 5 PENETAPAN Berdasarkan Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA YANG BERKELANJUTAN MELALAUI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN YANG BERKELANJUTAN (P2KPB)

MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA YANG BERKELANJUTAN MELALAUI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN YANG BERKELANJUTAN (P2KPB) MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN DESA YANG BERKELANJUTAN MELALAUI PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN YANG BERKELANJUTAN (P2KPB) Disampaikan Oleh: Bupati Agam Indra Catri Disampaikan pada acara Dialog Nasional

Lebih terperinci

STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA

STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA STRUKTUR RUANG DAN POLA RUANG RTR KEPULAUAN MALUKU DAN RTR PULAU PAPUA Oleh: Ir. Mhd. Rasyidi Harahap, MM Kasubdit Pengaturan Direktorat Penataan Ruang Wilayah Nasional Denpasar, 16 Juni 2014 1 Kerangka

Lebih terperinci

KAWASAN STRATEGISS KOTA BUKITTINGGI

KAWASAN STRATEGISS KOTA BUKITTINGGI K A W A S A N S T R A T E G I S K O T A B U K I T T I N G G I 5. BAB 5 KAWASAN STRATEGIS Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk dapat merupakan potensi yang besar untuk peningkatan produksi nasional. Produksi nasional bisa meningkat jika penduduk merupakan tenaga kerja yang produktif,

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN KEKURANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN TAHUN 2014 DAN

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan

Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan Mitigasi Bencana di Permukiman Pantai dengan Rancangan Lanskap: Pembelajaran dari Jawa Barat Bagian Selatan Medria Shekar Rani - Ruth T.W. Paramita - Hapsak Samii - Paramita Yanindraputri Mahasiswa Magister

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau/Kepulauan dan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sosialisasi Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang (RTR) dan Kawasan Strategis () Imam S. Ernawi Dirjen Penataan Ruang, Kementerian PU 31 Januari 2012 Badan Outline : 1. Amanat UU RTR dalam Sistem

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Industri Dalam Perspektif Rencana Tata Ruang Wilayah KABUPATEN GROBOGAN

Pengembangan Kawasan Industri Dalam Perspektif Rencana Tata Ruang Wilayah KABUPATEN GROBOGAN Workshop Penyusunan Master Plan Pengembangan Kawasan Industri Pengembangan Kawasan Industri Dalam Perspektif Rencana Tata Ruang Wilayah KABUPATEN GROBOGAN Purwodadi, November 2014 PEMERINTAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci