PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA"

Transkripsi

1 PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM KELAS D UNIVERSITY muh.jamal08 D070AF70 16jamal Muh_Nur_Jamal muh.nurjamaluddin Halaman 1

2 Silakan follow ya muhnurjamaluddin.blogspot.co.id mnurjamaluddin.blogspot.co.id creativityjamal.blogspot.co.id Muhammad Nur Jamaluddin ASAL Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia SAAT INI Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja, RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia Halaman 2

3 Renungan Ya Tuhan, saya lupa Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya Ingat: Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa? Ya Tuhan, karena saya lupa Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini Ingat: Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui? Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu? Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang lainnya Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini Ingat: Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku? Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku? Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia Dan juga kebahagiaan di akhirat Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan Ingat: Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat Halaman 3

4 UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2013/2014 MATA KULIAH : HUKUM PIDANA HARI, TANGGAL : RABU, 2 APRIL 2014 KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H/II WAKTU : 90 MENIT DOSEN : TIM DOSEN SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK PILIH 5 (LIMA) DARI 9 (SEMBILAN) SOAL YANG DISEDIAKAN Soal: 1. Soalnya, yaitu: a. Darimana Anda dapat menyimpulkan bahwa hukum pidana termasuk hukum publik? Sebagian besar sarjana hukum melihat hukm pidana sebagai hukum publik yang mempunyai ciri-ciri: 1) mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan kepentingan perseorangan; 2) kedudukan penguasa negara lebih tinggi dari perorangan, dengan kata lain orang perorangan disubordinasikan kepada penguasa; 3) penuntutan seseorang yang telah melakukan tindak pidana(perbuatan pidana) tidak tergantung orang perseorangan yang dirugikan, tetapi pada kepentingan negara/umum dan negara melalui alat perlengkapannya wajib menuntut orang tersebut 4) hak subjektif negara terdapat pada alat atau aparat perlengkapan negara ditimbulkan oleh peraturan dalam hukum pidana obyektif atau pidana positif. Van Hamel mellihat hukum pidana termasuk pidana sebagai hukum publik dikarenakan yang menjalankan hukum pidan itu sepenuhnya terletak di tangan pemerintah. Kemudian Simons berpendapat hukum pidana sebagai hukum publik karena hukum pidana tersebut mengatur hubungan individu dengan masyarakatnya sebagai warga masyarakat. Halaman 4

5 Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan masyarakat dan juga dijalankan hanya dalam hal kepentingan masyarakat itu benar-benar memerlukannya. Dalam hal ini, ada perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh Utrecht yang menyatakan bahwa hak negara untuk menghukum (menjatuhkan pidana) yang disebut ius puniendi dari negara tidak berarti bahwa hukum pidana dengan sendirinya merupakan hukum publik, karena hukum publik biasa dilukiskan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan negaranya. Ada perbedaan penting antara tugas hukum pidana dan hukum publik. Dengan merujuk pendapat Van Kan, utrecht mengatakan bahwa hukum publik seperti halnya hukum privet tugasnya membuat kaedah, yaitu membuat petunjuk-petunjuk hidup yang mengarahkan tingkah laku manusia dalam pergaulannya dengan menusia lainnya dalam masyarakat. Sedangkan hukum pidana sama sekali tidak bertugas membuat petunjuk-petunjuk hidup, hukum pidana hanya membuat sanksi yang lebih keras atas pelanggaran petunjukpetunjuk hidup yang dibuat oleh hukum privat maupun hukum publik, walaupun sering juga terjadi bahwa petunjuk-petunjuk hidup tersebut dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan hukum pidana yang bersangkutan. b. Darimana Anda dapat menemukan hukum pidana materiil? Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang menegaskan: 1) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum. 2) Siapa yang dapat dihukum. 3) Dengan hukuman apa menghukum seseorang. Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum. Jadi Hukum Pidana Materiil ialah peraturan-peraturan hukum atau perundangundangan yang berisi penetapan mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang untuk dilakukan (perbuatan yang berupa kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum, hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan/pelanggaran tersebut dan dalam hal apa sajakah terdapat pengecualian dalam penerapan hukum ini sendiri dan sebagainya yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Halaman 5

6 c. Sebutkan sumber hukum pidana! Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang terkodifikasi dan sistem di luar kodifikasi. Sistem yang terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam KUHP tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana, perbuatan mana dapat dihukum. Namun di luar KUHP, masih terdapat pula berbagai pengaturan tentang perbuatan apa saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi pidana. Dalam hal ini,loebby Loqman membedakan sumber-sumber hukum pidana tertulis di Indonesia adalah; 1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); 2) Undang-undang yang merubah/ menambah KUHP; 3) Undang-undang Hukum Pidana Khusus; 4) Aturan-aturan pidana di luar Undang-undang Hukum Pidana. Hal ini berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun Adapun penjelasannya, yaitu: Hubungan Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 dengan KUHP yaitu penegasan diadakannya tentang hukum pidana yang berlaku di Republik Indonesia. Kemudian hubungan Undangundang Nomor 73 Tahun 1958 dengan KUHP yaitu menyatakan berlakunya undang-undang No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Undang-Undang Hukum Pidana. 2. Soalnya, yaitu: a. Mengapa perlu dilakukan iterprestasi? Intresptasi terhadp undang-undang diperlukan karena semua undang-undang tidak memberikan penjelasan secara tegas dari tujuan diberlakukan ketentuan tersebut sehingga dibutuhkan iterprestasi. Adapun tujuan dari intreprestasi terhadap undang-undang yaitu untuk menjadikan hukum bersifat dinamis, bisa mengikuti perkembangan zaman. Halaman 6

7 b. Sebutkan macam-macam interprestasi! Macam-macam metode penafsiran, yaitu: a. Penafsiran gramatikal (gramaticale interpetatie) merupakan penafisiran menurut tata bahasa, yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan tata bahasa. Contoh bila perumusan berisi kata pegawai negeri meneri suap, maka subjek atau pelaku disini adalah pegawai negeri, bukan barang siapa atau nahkoda. b. Penafsiran sistematis merupakan metode yang dihubungkan dengan sistematis dalam perundang-undangan, apabila suatu istilah atau perkara dicantumkan dua kali dalam satu pasal atau pada suatu undang-undang, maka pengertiannya harus sama pula. Misalnya, pasal 302 KUHP dicantumkan dua kali istilah binatang, maka kepada kedua-duanya istilah harus diberikan pengertiannya yang sama. Contoh lain istilah pencurian yang tercantum dalam pasal 363 KUHP, harus sama dengan pengertian istilah yang sama tercantum dalam pasal 362 KUHP. c. Penafsiran logis yaitu penafsiran suatu istilah atau ketentuan berdasarkan atau sesuai dengan pengertian logis, wajar atau masuk akal. d. Penafsiran mempertentangkan (redeneering/argumentum a contrario) adalah penafisiran yang menemukan kebaikan dari pengertian suatu istilah yang sedang dihadapi. Contoh kebalikan dari ungkapan tiada pidana tanpa kesalahan adalah pidana hanya dijatuhkan kepada seorang yang padanya terdapat kesalahan Atau dilarang melakukan sesuatu tindakan tertentu. Kebalikannya ialah bahwa jika seseorang melakukan suatu tindakan yang tidk terlarang, tidak tunduk pada ketentuan tersebut. e. Penafsiran memperluas (extensiieve interpretatie) yaitu memperluas pengertian dari suatu istilah berbeda dengan pengertiannya yang digunakan sehari-hari. f. Penafsiran analogi yaitu memperluas cakupan atau pengertian dari ketentuan undangundang. g. Penafsiran historis yaitu menulusuri sejarah terjadinya undang-undang untuk mencar maksud dari pembentuk undang-undang. h. Penafisiran teleologis yaitu mencari tujuan atau maksud dari suatu perundang-undangan. Contoh tujuan dari pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub, undangundang No. 16 Tentang PNPS. Tahun 1963 ialah untuk mempercepat proses penyelesaian suatu perkara khusus. i. Penafisran mempersempit (restictive interpretatie) adalah mempersempit pengertian dari suatu istilah. Contohnya undang-undang dari arti luas yaitu semua produk perundang- Halaman 7

8 undangan seperti UUD 1945, Tap MPR, UU/Perppu, Kepres, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kota. Kemudian definisi undang-undang menggunakan penafsiran restriktif (dalam arti sempit) diartikan hanya sebagai undang-undang yang dibuat Pemerintah bersama DPR. 3. Soalnya, yaitu: a. Kesimpulan apa yang dapat Anda tarik dari Pasal 1 ayat (1) KUHP? Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung beberapa makna/kesimpulan. Berikut adalah penjelasannya: Bunyi dari Pasal 1 ayat (1) KUHP, yaitu: Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali, artinya: Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana (dihukum) sebelum ada undangundang yang mengatur perbuatan tersebut. Pasal 1 ayat (1) KUHP lebih dikenal dengan asas legalitas. Adapun makna yang terkadung dari Pasal 1 ayat (1) KUHP beserta konesekuensi yuridis dan rasio pemikirannya, yaitu: a) Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu. Jadi, harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan ada sebelum akan dihukum. b) Untuk menentukan adanya perestiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan analogi. c) Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut. Maksudnya adalah ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut (strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru di kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tidak dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Halaman 8

9 b. Apakah asas teritorial berlaku mutlak? Tidak, karena keharusan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku di negaranegara lain yang ada hubungannya pula dengan perjanjian ekstradisi. Hal ini secara tersirat terdapat dalam pasal 5 ayat (1) angka ke-2, pasal 6, dan pasal 76 ayat (2) KUHP. 4. Terangkan perkataan di bawah ini: a. No punishment without fault? No punishment without fault artinya tidak ada hukum tanpa ada kesalahan. Maksudanya adakah bahwa hukum diterapkan kepada orang yang bersalah atau terhadap kepada orang yang melakukan pelanggaran. b. Nulla peona sine lege? Nulla poena sine leg artinya tiada pidana tanpa undang-undang. Maksudnya adalah dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang macamnya perbuatan yang harus dirumuskan dengan jelas, tetapi juga macamnya pidana yang diancamkan. c. Nulla peona sine crime? Nulla peona sine crime artinya tiada hukum pidana tanpa ada tindak pidana. Maksudnya adalah Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. 5. Jelaskan apakah KUHP mengenal hukum tidak tertulis, apa dasar hukumnya? Mengenal hukum idak tertulis, yakni kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu sehingga menjadi suatu peraturan hukum pidana adat. Keberadaan hukum pidana adat diakui dengan masih berlakunya Pasal 5 ayat (3) sub b UU Darurat No. 1 Tahun Halaman 9

10 6. Soalnya, yaitu: a. Jelaskan serta berikan contoh konkret terkait arti perubahan perundang-undangan menurut Pasal 1 ayat (2) KUHP! Aturan pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan aturan transitoir/atau aturan peralihan adalah menjadi pengecualian bagi asas legalitas yang berarti bahwa suatu saat terjadi perubahan dalam KUHP dan ketentuan perundang-undangan pidana yang lain, ini berarti bahwa dengan ketentuan pasal tersebut dimungkinkan berlaku surutnya aturan pidana, yang bila mana suatu ketika ada perkara pidana yang meringankan terdakwa, maka perundang-undangan baru yang meringankanlah yang berlaku. b. Jelaskan terkait apa saja ketentuan yang paling menguntungkan atau yang paling meringankan, berdasarkan pasal 1 ayat (2) KUHP! Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang-undang pidana tersebut. Pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut (retroaktif) undang-undang pidana. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan undang-undang tersebut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi terdakwa. Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu: 1) Sesudah perbuatan dilakukan ada perudahan dalam perundang-undangan. 2) Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan. Menurut Bambang Poernomo, 2 (dua) ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP itu menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas kemanfaatan dari hukum peralihan yang peru-musannya seperti itu akan ditiadakan sama sekali dengan pertimbangan sebagai berikut: 1) Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan lapangan hukum yang lain. 2) Dasar perubahan undang-undang yang baru adalah karena bahan perasaan/keyakinan/ kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentuk undang-undang membentuk undang-undang baru, untuk perbuatan pidana yang terjadi kemudian, sehingga perubahan undang-undang yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan di sini Halaman 10

11 3) Perubahan undang-undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman pidana tidak akan mempunyai arti, karena di dalam prakteknya hakim tetap memegang asas kebebasan di dalam menjatuhkan pidana yang diancam. 4) Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis adalah asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum. c. Jelaskan apakah pasal 1 ayat (2) KUHP berlaku bagi terpidana! Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa. (Pasal 1 Ayat (2) KUHP) Berdasarkan bunyi pasal tersebut, makan pasal 1 ayat (2) hanya berlaku bagi terdakwa. 7. Soalnya, yaitu: a. Sebutkan, jelaskan serta berikan contoh konkret penerapan asas ruang lingkup berlakunya perundang-undangan menurut tempat! Asas-asas yang mendasari ruang berlakunya KUHP, yaitu: 1) Asas Teritorial Asas teritorial terdapat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi: Aturan pidana dalam perundang-undandan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di Indonesia. Artinya undang-undang pidana di Indonesia bukan saja yang diberlakukan terhadap warga negara Indonesia (WNI), melainkan juga terhadap setiap warga negara asing (WNA) yang di dalam wilayah negara Indonesia diketahui telah melakukan suatu tindak pidana. Contohnya: A seorang WNI melakukan pencurian di Jakarta. Ia A atau perbuatannya akan menghadapi suatu penuntutan atau penghukuman menurut perundang-undangan pidana yang berlaku di negara Indonesia. 2) Asas Personalitas/Asas Nasional Aktif Asas personalitas/asas nasional aktif terdapat dalam pasal 5 KUHP yang berbunyi: Pasal 5 ayat (1) Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia yang melakukan di luar Indonesia: Halaman 11

12 Ke-1. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II buku kedua, dan dalam pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Ke-2. Suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan menurut ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum menurut pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum menurut undangundang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan. Pasal 5 ayat (2) Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada ke-2 boleh juga dilakukan, jika tersangka. Pasal 5 ini tentang asas kebangsaan disebut juga sebagai asas nasional aktif atau asas personalitas. Menurut asas ini, udang-undang pidana suatu negara dapat diberlakukan terhadap warga negaranya dimana pun mereka ini berada, bahkan juga seandainya jika mereka itu berada di luar negeri. Contoh penerapan pasal 5 ayat (1) angka ke-1 KUHP: A seorang warga negara Indonesia yang telah menikah di Indonesia dan baginya berlaku ketentuan pasal 27 BW. Pasal 27 BW menentukan: Pada suatu saat yang sama seorang laki-laki itu hanya dapat terikat dalam suatu perkawinan dengan seorang wanita, dan seorang wanita itu pada saat yang sama hanya dapat terikat dalam suatu perkawinan dengan seorang laki-laki. Oleh karena pekerjaannya, ia A dikirim ke Arab Saudi untuk waktu 3 tahun. Setalah 1 tahun berada di sana, A menikah kembali dengan seorang B seorang warga negara Saudi Arabia. Setelah menikah, B kemudian mengubah kewarganegaraan menjadi WNI. Menurut pasal 5 ayat (1) angka ke-1 KUHP, perbuatan A dapat dituntut hukum dan dihukum menurut undang-undang pidana yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pula dalam pasal 279 ayat (1) KUHP walaupun perbuatan A dilakukan di luar negeri. Contoh penerapan pasal 5 ayat (1) angka ke-2 KUHP: Apakah terhadap B dapat diberlakukan ketentuan pidana menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia? Menurut ketentuan pasal 284 ayat (1) angka ke-2 huruf b KUHP perbuatan wanita tersebut juga dapat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan, apabila ada pengaduan dari istri pertama A bahwa telah dilakukan tindak pidana seperti yang telah dirumuskan dalam pasal 279 ayat (1) angka ke-1 KUHP. Akan tetapi karena menurut ketentuan pasal 5 ayat (1) angka ke-2 KUHP telah ditentukan bahwa terhadap B itu hanya dapat diberlakukan ketentuan pidana menurut undang-undang Halaman 12

13 Indonesia, apabila perbuatan B itu di Idnoensia dianggap sebagai kejahatan dan di negara dimana B telah melakukan perbuatannya itu diancam dengan suatu hukuman (double criminality harus terpenuhi). Kenyataannya perbuatan B di dilakukan di Saudi Arabia tidak diancam dengan suatu hukuman. Maka pasal 284 ayat (1) angka ke-2 huruf b KUHP, tidak dapat diberlakukan terhadap B walaupun rumusan ketentuan pasal 5 ayat (2) KUHP telah terpenuhi. 3) Asas Perlindungan/Asas Nasional Pasif Dalam undang-undang pidana Indonesia, asas perlindungan/asas nasional pasif ini terdapat dalam pasal 4 dan pasal 8 KUHP. Contohnya: A seorang mahasiswa WNI yang sedang menuntut ilmu di Jepang telah dibunuh oleh B seorang warga negara Jepang. Untuk menghindarkan diri dari kemungkinan dituntut menurut undang-undang Jepang, B melarikan dri dari Jepang ke Indonesia dan menyamar sebagai turis. Kemudia ia B diketahui oleh aparat kepolisian Indonesia sebagai pelaku pembunuhan terhadap A. Terhadap B tidak dapat dituntut atau dihukum menurut undang-undang pidana Indonesia, karena pertama pembunuhan bukanlah salah satu kejahatan yang disebutkan dalam pasal 4 KUHP. Keuda, karena ketentuan pidana menurut undang-undang Indonesia tidak dapat diberlakukan terhadap B. B hanya dapat dituntut dan dihukum menurut undang-undang Jepang. Selama ia B berada di Indonesia, jika pemerintah Jepang tidak meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menyerahkan B guna dituntut dan di hukum di Jepang, maka ia B bebas pergi kemana saja di Indonesia tanpa Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa. 4) Asas Universal Menurut asas universal atau asas persamaan, setiap negara mempunyai kewajiban untuk turut serta dalam usaha memelihara keamanan dan ketertiban dunia dengan negara-negara lain, walaupun dengan sangat terbatas. Asas universal terdapat dalam pasal 4 ke-2 dan pasal 4 KUHP. b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Double Criminality dan hak ekstra teriteorial, apa dasar hukumnya, terdapat dalam asas apa, serta kepada siapa peruntukannya! Asas Double Criminality atau kriminalitas ganda,( Pasal 2 ayat 1 ) yaitu penjatuhan pidana yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dalam hukum Halaman 13

14 Indonesia, sehingga perbuatan apapun yang melanggar hukum di tempat manapun yang dilakukan oleh warga Indonesia maka tetap harus dipidana menurut hukum yang berlaku. Contoh seseorang melakukan perjudian di Negara yang mlegalkan judi, kemudian hasil judinya dibawah ke Indonesia dan digunakan untuk berbagai hal, maka dapat dilakukan penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun judi tersebut tidak dilakukan di Indonesia tetapi UU TPPU ini menganut asas Double Criminality sehingga dapat menjerat perbuatan tersebut. Kemudian hak ekstratorial adalah hak kebebasan diplomat terhadap daerah perwakilannya termasuk bangunan serta perlengkapannya seperti benera, lambang negara, surat-surat dan dokumen bebas sensor. Dalam hal ini polisi dan aparat keamanan tidak boleh masuk tanpa ada izin pihak perwakilan yang bersangkutan. 8. Jelaskan pemahaman saudara perihal tindak pidana dari sudut pandang monistis dan dualistis, serta apa konsekuensi dua pandangan tersebut bagi pelaku tindak pidana yang tidak mampu bertanggung jawab! Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsipprinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggung-jawaban pidana atau kesalahan (Criminal responbility). Pada dasarnya pandangan ini tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan unsur-unsur mengenai orangnya. Ada beberapa batasan atau pengertian tidak pidana dari para sarjana yang menganut pandangan Monistis. Misalnya menurut Simon. Dimana menurutnya tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakanya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Dengan batasan seperti ini, maka menurut Simon, untuk adanya suatu tindak pidana harus dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1) perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun perbuatan Negatif (tidak beruat); 2) diancam dengan pidana; 3) melawan hukum; 4) dilakukan dengan kesalahan; Halaman 14

15 5) oleh orang yang mampu bertanggungjawab. Dengan penjelasan seperti tersebut diatas, maka tersimpul, bahwa keseluruhan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana. Simon tidak memisahkan antara criminal act dan Criminal responbility. Berbeda dengan pandangan Monistis yang melihat kesalahan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan Monistis dalam pengertian tindak pidana sudah tercakup di dalamnya baik usur perbuatan maupun unsur orangnya. Menurut pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya mencakup perbuatannya saja. Sedangkan pertanggung jawaban pidana tidak menjadi unsur tindak pidana. Menurut pandangan dualistis, untuk adanya pidana tidak cukup hanya apabila telah terjadi perbuatan pidana, tetapi dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau pertanggungjawab pidana. Gambaran tentang bagaimana pandangan dualistis dapat terlihat dari pandangan Moeljatno yang menyatakan perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan tersebut, Dengan penjelan untuk terjadinya perbuatan atau tindak pidana harus dipenuhi unsurunsur sebagai berikut: 1) Adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusana dalam undang-undang (hal ini merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP ). 2) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait dengan ikutnya ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif). Disamping pengertian tersebut, Moelyatno juga menegaskan bahwa untuk adanya pidana tidak cukup hanya dengan telah terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang yang melakukan perbuatan itu mampu bertanggungjawab atau tidak. Jadi peristiwanya adalah tindak pidana, tetapi apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu benar-benar dipidana atau tidak, akan dilihat bagaimana keadaan bathin orang itu dan bagaimana hubungan bathin antara perbuatan yang terjadi dengan orang itu. Apabila perbuatan yang terjadi itu dapat dicelakan kepada orang itu, yang berarti dalam hal ini ada kesalahan dalam diri orang itu, maka orang itu dapat dijatuhi pidana, demikian sebaliknya. Halaman 15

16 9. Jelaskan oleh saudara ajaran sifat melawan hukum materil bai dalam fungsi positif dan negatif! Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang (yang tertulis) saja, akan tetapis harus dilihat berlakunya azas-azas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis (uber gezetzlich). Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan undang-undang (hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis termasuk tata susila Dalam sifat melawan hukum yang materiil itu perlu dibedakan: 1) Fungsi Negatif Ajaran sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang negatif mengakui kemungkinan adanya hal-hal yang ada di luar undang-undang melawan hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang, jadi hal tersebut sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum. Contoh: Kasus pencurian nasi bungkus seharga Rp 1.500,- oleh seorang ibu yang karena keadaan terpaksa melakukan perbuatan tersebut dengan alasan anaknya sudah tidak makan dalam 3 hari dan anaknya itu sedang sakit. Perbuatan ibu tersebut secara formil memenuhi unsur pasal 362 KUHP (WvS) tantang pencurian, namun ibu tersebut dapat dibebaskan dari jeratan pasal tersebut karena adanya alasan pembenaran dari hukum yang tidak tertulis yang bersifat materiil. Karena dalam situasi dan kondisi tersebut, jika ibu tersebut tidak melakukan perbuatan melawan hukum, dapat berakibat hilangnya nyawa anak dari ibu tersebut. Yang berhak menentukan alasan pembenaran diluar peraturan perundang-undangan adalah Hakim, namun aparat penegak hukum lainnya juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan adanya fungsi negatif dari sifat melawan hukum materiil ini. Halaman 16

17 2) Fungsi Positif Pengertian sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang positif menganggap sesuatu perbuatan tetap sebagai sesuatu delik, meskipun tidak nyata diancam dengan pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang ada di luar undang-undang. Jadi disini diakui hukum yang tak tertulis sebagai sumber hukum yang positif. Contoh: Peristiwa adat carok di Madura, yang merupakan jalan terakhir penyelesaian konflik antar warga Madura dengan cara bertarung saling membunuh dengan menggunakan alat sabit, dianggap sebagai perbuatan yang wajar dilakukan untuk di lingkungan masyarakat Madura. Peristiwa ini pasti akan membawa kematian bagi salah satu pihak yang bersengketa, meski perbuatan membunuh dibenarkan oleh masyarakat setempat, namun orang yang melakukan pembunuhan tersebut tetap dapat dijerat dengan pasal 338 KUHP (WvS). Dilain sisi, hukum carok yang berlaku di masyarakat tersebut hanya dapat sebagai alas an pembenaran untuk mendapatkan keringanan. Halaman 17

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal Muh_Nur_Jamal

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ACARA PERADILAN T.U.N Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

Silakan kunjungi My Website

Silakan kunjungi My Website Silakan kunjungi My Website www.mnj.my.id PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH HUKUM PERIKATAN Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017 PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER III TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2015/2016

PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2015/2016 PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2015/2016 MATA KULIAH ANTROPOLOGI HUKUM & BUDAYA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH HUKUM TATA NEGARA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal Muh_Nur_Jamal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG KETUPLAK

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER V TAHUN 2017/2018

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER V TAHUN 2017/2018 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER V TAHUN 2017/2018 MATA KULIAH METODE PENELITIAN HUKUM Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER I TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INDONESIA HUKUM

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER I TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INDONESIA HUKUM Silakan kunjungi My Website www.mnj.my.id PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER I TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INDONESIA HUKUM Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY

Lebih terperinci

TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM AGRARIA

TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM AGRARIA Silakan kunjungi My Website www.mnj.my.id PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER III TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM AGRARIA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738

Lebih terperinci

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. Ali Dahwir, SH., MH Hukum Pidana BAB 1 PENDAHULUAN A. Istilah Hukum Pidana Merumuskan hukum pidana ke dalam rangakaian kata untuk dapat memberikan sebuah pengertian yang komprehensif tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012 1. Pada saat ini terdapat beberapa aturan Hindia Belanda yang masih berlaku di Indonesia. Mengapa peraturan

Lebih terperinci

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Pilihan Ganda 1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang merupakan intisari dari Pasal 1 ayat 1 KUHP berisikan hal berikut kecuali.. a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM ADAT DALAM PERKEMBANGAN Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER VII TAHUN 2017/2018 MATA KULIAH PENEGAKAN HUKUM DALAM KEJAHATAN ANTI KORUPSI Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam Faiq Tobroni, SHI., MH. Perkembangan Asas Asas Legalitas 1. Dalam Rancangan KUHP, asas legalitas telah diatur secara berbeda dibandingkan Wetboek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2015/2016

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2015/2016 PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2015/2016 MATA KULIAH HUKUM KETENAGAKERJAAN Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017

PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER IV TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM DAGANG Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal Muh_Nur_Jamal

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

Kapita Selekta Ilmu Sosial

Kapita Selekta Ilmu Sosial Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Hukum Pidana Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Hukum Pidana Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup: Mengenai Hukum Pidana secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.

BAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana. BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana 23 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Penegakan Hukum Pidana Tindak pidana adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan yang padanya diletakkan sanksi pidana. Dengan demikian dilihat dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH TERMINOLOGI HUKUM

PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH TERMINOLOGI HUKUM PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH TERMINOLOGI HUKUM Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP

ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP ASAS-ASAS HUKUM PIDANA DALAM HUKUM PIDANA POSITIP HAKIKAT MASALAH ASAS LEGALITAS, MENGATUR RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU : 1. ASAS LEX TEMPORIS DELICTI ATAU ASAS NON RETROAKTIF, DAN MASALAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya mempunyai kedudukan sebagai mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya untuk dapat mengembangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PHI 6 ASAS HUKUM PIDANA

PHI 6 ASAS HUKUM PIDANA PHI 6 ASAS HUKUM PIDANA OLEH HERLINDAH, SH, M.KN 1 Sub Pokok Bahasan: 1. Istlah dan Pengertan Hukum Pidana 2. Sumber Hukum Pidana 3. Ruang Lingkup Hukum Pidana 4. Asas-Asas Hukum Pidana 2 1. Pengertan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT To determine fault someone

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INGGRIS HUKUM

PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INGGRIS HUKUM PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II TAHUN 2014/2015 MATA KULIAH BAHASA INGGRIS HUKUM Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 muh.jamal08 D070AF70 16jamal

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd

POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd POKOK-POKOK HUKUM PIDANA oleh : Susan Fitriasari Heryanto,M.Pd PENGERTIAN HUKUM PIDANA Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN JALAN BINTARO UTAMA SEKTOR V, BINTARO JAYA - TANGERANG SELATAN 15222 TELEPON (021) 7361654-58

Lebih terperinci

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN:

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN: HUKUM YANG DICIPTAKAN MELALUI PUTUSAN PENGADILAN PERADILAN dan PENGADILAN PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN PENGADILAN: LEMBAGA ATAU BADAN YANG BERTUGAS MENERIMA,

Lebih terperinci

SOAL TENTIR UTS 2016 ASAS HUKUM PIDANA

SOAL TENTIR UTS 2016 ASAS HUKUM PIDANA SOAL TENTIR UTS 2016 ASAS HUKUM PIDANA Soal Pilihan Berganda 1. Tindak pidana perusakan barang dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP merupakan: a. Delik yang diprevilisir b. Delik Formil c. Delik Berlanjut d.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencurian Benda Purba Dikaitkan dengan Pasal 362 KUHP JO Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 1 Tubagus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Syarifa Yana Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Di dalam KUHP dianut asas legalitas yang dirumuskan

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 385 dan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XIV/2016 Frasa penyerobotan lahan garapan Termasuk Penyerebotan pangsa pasar dan Frasa pejabat Termasuk pejabat publik dan privat I. PEMOHON Nuih Herpiandi. II.

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGHAPUSAN FRASA PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN DALAM PASAL 335 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI

ANALISIS PENGHAPUSAN FRASA PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN DALAM PASAL 335 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI ANALISIS PENGHAPUSAN FRASA PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN DALAM PASAL 335 KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI Harry A Tuhumury, SH.,MH 1 Abstrak : Tindak pidana perbuatan tidak

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan larangan atau keharusan keharusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2 A B S T R A K Ruang lingkup penelitian ini adalah pada disiplin Ilmu Hukum, maka penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak I. PEMOHON Komisi Perlindungan Anak Indonesia; Yayasan Pusat Kajian Dan Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara

BAB I PENDAHULUAN. konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam konstitus yang mengatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai suatu Negara yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

Faiq Tobroni, SHI., MH. Bahan Kuliah Faiq Tobroni

Faiq Tobroni, SHI., MH. Bahan Kuliah Faiq Tobroni Faiq Tobroni, SHI., MH Asas Legalitas 1. Ps 1 (1) KUHP: suatu perbuatan hanya merupakan tindak pidana, jika ini ditentukan lebih dulu dalam suatu ketentuan perundangundangan. 2. Nullum delictum, nulla

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad 1883-188) tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Di pidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci