PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED (NIR) ATIATUL QUDDUS
|
|
- Liana Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED (NIR) ATIATUL QUDDUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Kandungan Energi Bruto Tepung Ikan untuk Bahan Pakan Ternak Menggunakan Teknologi Near InfraRed (NIR) adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2006 Atiatul Quddus NIM F
3 PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED(NIR) ATIATUL QUDDUS Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
4 @ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm dan sebagainya.
5 PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED (NIR) ATIATUL QUDDUS F KOMISI PEMBIMBING: Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M. Agr Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
6 PRAKATA Alhamdulillahirobbil alamin. Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan rahmat-nya sehingga Tesis ini pada akhirnya dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul Penentuan kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak menggunakan teknologi near infrared (NIR). Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I. Wayan Budiastra, M.Agr dan Prof. Dr.Ir. Wiranda G. Piliang, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan arahan selama dalam masa bimbingan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.terimakasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sumiati, M.Si selaku penguji atas saran, kritikan dan masukannya. Last but not least, terimakasih tak terhingga selamanya buat Ayahanda H. Syaiful Anwar, Ibunda Hj. Nursimah atas limpahan kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, serta do a yang selalu mengalir untuk ananda, Ibunda Rukmini, Mamanda Nurbaini, Kakak-kakak atas bantuan moril maupun materil, Suami tercinta atas dukungan semangat, do a dan kesabarannya, ponakan-ponakan tersayang untuk semua kehangatan cinta, Ade, Riko danyessi atas persahabatan yang tulus selama ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, Ipm, Dr. Ir. Suroso, M.Agr, Dr.Ir. Usman Ahmad, M.Agr, Bapak Sulyaden (Teknisi Lab. TPPHP), Dr. Ir. Widya, M.Si, Ibu Lanjarsih (Teknisi Lab.Nutrisi Unggas) atas ilmu pengetahuan yang telah penulis terima selama dalam menempuh pendidikan, rekan-rekan TPP angkatan , Keluarga besar IMPACS, Assabily crew, terimakasih atas pertemanan yang indah dalam suka dan duka selama ini serta diskusi-diskusi kecilnya. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca yang selalu haus akan ilmu pengetahuan. Bogor, Agustus 2006 Atiatul Quddus
7 RINGKASAN ATIATUL QUDDUS. Pendugaan Kandungan Energi Bruto Tepung Ikan untuk Bahan Pakan Ternak Menggunakan Teknologi Near Infrared (NIR). Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA sebagai Ketua, WIRANDA G. PILIANG sebagai anggota. Dalam rangka menjamin konsistensi kandungan gizi ransum, bahan pakan harus dimonitor secara terus menerus. Tepung ikan merupakan salah satu bahan pakan yang berasal dari hasil kegiatan industri pengolahan hasil perikanan yang sangat penting, karena sangat diperlukan sebagai sumber protein dalam menyusun pakan untuk kegiatan industri peternakan dan perikanan. Idealnya setiap bahan pakan diuji kandungan gizinya pada setiap kedatangan, namun memerlukan waktu dan biaya yang besar dengan metode konvensional yang ada (AOAC, 1999). Untuk itu perlu dicarikan metode alternatif untuk mengetahui status nilai gizi pakan dengan cepat, murah dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode Near Infrared (NIR), dengan cara mengukur reflektan cahaya infra merah dekat (NIR) yang dipancarkan ke bahan. Penelitian ini bertujuan untuk menduga kandungan energi bruto tepung ikan untuk bahan pakan ternak menggunakan teknologi Near Infrared (NIR). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel berupa 50 jenis tepung ikan yang diperoleh dari poultry shop yang ada dibeberapa daerah di Indonesia dan industri pakan ternak. Penelitian ini juga menggunakan 50 ekor ayam broiler jantan periode finisher untuk uji bioassay. Sistem NIR yang digunakan merupakan modifikasi dari rancangan Budiastra et. Al (1995); sistem NIR dihubungkan dengan komputer dan dijalankan dengan perangkat lunak bahasa C++. Sistem NIR ini terdiri dari atas tiga program, yaitu program untuk menjalankan motor, mengkonversi data dari analog ke digital, dan program untuk menampilkan data sebagai tampilan grafik hasil pengukuran. Pertama-tama dilakukan pengukuran reflektan dengan menggunakan perangakat near infrared kemudian diikuti dengan pengukuran energi bruto (EB) dan energi metabolis (EM). Acuan dari energi metabolis dilakukan dengan uji bioassay.. Data reflektan, absorban dikalibarasi dan divalidasi dengan EB dan EM dengan menggunakan regresi linier berganda (RLB) dan Principal Component Regression (PCR). 35 sampel (2/3 dari total sampel) digunakan untuk kalibrasi, sedangkan 15 sampel (1/3 dari total sampel) untuk validasi. Persamaan kalibrasi yang diperoleh dari regresi linear berganda (RLB) menggunakan data reflektan dan absorban menghasilkan nilai prediksi EB dan EM yang mendekati nilai bioassay. Persamaan kalibrasi reflektan (11 panjang gelombang untuk EM dan 29 untuk EB) dapat digunakan untuk memprediksi EB dan EM. Hasil validasi sangat baik dengan nilai standard error prediksi dan koefisien keragaman yang rendah ( SEp= 6.6Kkal, CV= 0.2 %), (SEp= Kkal, CV= 5.8 %). Persamaan kalibrasi yang diperoleh melalui metode principal component regression (PCR) menggunakan data absorban dengan menggunakan 10 komponen utama menghasilkan nilai prediksi EB dan EM yang cukup baik (SEp = Kkal,
8 CV = 4.16 %), (Sep = Kkal, CV = %) tepung ikan. Secara umum, nilai prediksi NIR baik menggunakan data reflektan maupun absorban menggunakan regresi linier berganda (RLB) mendekati nilai bioassay walaupun nilai prediksi NIR menggunakan data reflektan sedikit lebih baik dari data absorban. Pada penelitian ini metode PCR kurang tepat dalam menduga nilai EB dan EM.
9 ABSTRACT ATIATUL QUDDUS. Prediction of the Gross Energy for Fishmeal using Near Infrared Reflectant (NIR) Technology. Supervised by I WAYAN BUDIASTRA as the Chairman, WIRANDA G. PILIANG as the member. In order to maintain the nutritional value of diets, feed must be monitored simultaneously. Fishmeal is one of the important feedstuff, a by product from fish industry. It is needed as the source of protein in the diet for farm animals and fish industry. The feedstuff is ideally tested each time of arrival. Near infrared reflectance analysis was assessed as a potential technique to measure gross energy of fishmeal. NIR scanning was conducted by using wavelengths ranging from 900 to nm. This experiment was aimed to predict gross energy (GE) content of fishmeal by using Near Infrared (NIR) technology. Fishmeal that was used in this experiment was obtained from the poultry shop in several regions in Indonesia and from animal feed industries. This experiment was conducted by using 50 fishmeals and 50 broiler chickens. Thirty five samples out of 50 samples fishmeal was used to develop the NIR of calibration and the rest 15 samples was used to test the accuracy of the calibration. Fifty broiler chickens used to measure the metabolizable energy (ME) value. NIR reflectant was measured by NIR system. Gross energy was measured by bomb calorimeter. Metabolizable energy was determined by bioassay method. Collected data were analyzed by using multivariate linier regression (MLR) and principal component regression (PCR). Calibration equation of reflectant was analyzed by using 29 wavelengths for predicting GE and 11 wavelengths for predicting ME content. The results of the validation indicated high accuracy with standard error and coefficient of variation for GE: SEp = 6.6 Kkal/Kg, CV = 0.2 % and for ME: SEp = Kkal/Kg, CV = 5.8 %. Calibration equation was obtained from PCR method by using absorbent data. The result of the validation indicated less accuracy with standard error and coefficient of variation for GE: SEp = Kkal/Kg, CV = 4.16% and for ME: SEp = Kkal/Kg, CV = 13.12%. Keywords: Gross Energy, Near infrared Reflectant (NIR), fishmeal, Multivariate Linier Regression (MLR), Principal Component Regression (PCR)
10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 14 Desember 1977 dari pasangan H. Syaiful Anwar, Bc.An dan Hj. Nursimah Syair. Penulis merupakan anak bungsu dari 10 bersaudara. Pada tahun 1997 penulis diterima melalui seleksi UMPTN pada Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas di Padang. Penulis memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada tahun Pada tahun 2002 penulis merupakan finalis dalam Lomba Karya Alternatif Mahasiswa (KAM) tingkat nasional. Pada tahun 2003 Penulis melanjutkan studi ke jenjang S2 Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis menikah dengan Nur Ahmad Firmansyah di Tangerang pada bulan Juni tahun Selama mengikuti perkuliahan di Sekolah Pascasarjana Penulis aktif dibeberapa organisasi, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana TPP- IPB (HIWACANA) sebagai bendahara II, pengurus Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Asal Sumatera Barat (IMPACS) sebagai bendahara II periode
11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Teknologi Near infrared (NIR)... 4 Kalibrasi dan Validasi... 7 Tepung Ikan... 7 Teknologi Pengolahan Tepung Ikan Cara Kering Cara Basah Mutu Tepung Ikan Energi Bruto Energi Metabolis METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Penelitian Pengukuran Pantulan Spektrum Penentuan Kandungan Energi Metabolis Metode Analisa Energi Bruto Pengolahan dan Analisis Data Metode Regresi Linier Berganda Metode Orincipal Component Regression HASIL DAN PEMBAHASAN Reflektan Near Infrared Tepung Ikan Absorbansi Near Infrared Tepung Ikan Analisis Data Regresi Linier Berganda Pendugaan Energi Bruto Reflektan Pendugaan Energi Absorban Pendugaan Energi Metabolis Reflektan i
12 Pendugaan Energi Metabolis Absorban Analisis Data dengan Principal Component Regression Pendugaan Energi Bruto Absorban Pendugaan Energi Metabolis Absorban KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii
13 DAFTAR TABEL Halaman 1. Persyaratan Mutu Standar Tepung Ikan Hasil validasi pendugaan nilai Energi Bruto berdasarkan Reflektan Hasil validasi pendugaan nilai Energi Bruto berdasarkan Absorban Hasil validasi pendugaan nilai Energi Metabolis berdasarkan Reflektan Hasil validasi pendugaan nilai Energi Metabolis berdasarkan Absorban Hasil validasi pendugaan nilai Energi Bruto berdasarkan Absorban Hasil validasi pendugaan nilai Energi Metabolis berdasarkan Absorban iii
14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Penyinaran Infrared pada Bahan Skema Pengolahan Tepung Ikan Cara Kering Skema Pengolahan Tepung Ikan Cara Basah Peralatan Near infrared (NIR) Sistem Pengukuran NIR Prosedur Pengujian Sistem Near Infrared Reflektan 50 buah sample tepung ikan Absorbansi 50 buah sample tepung ikan Grafik perbandingan nilai energi bruto bahan dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap reflektan kalibrasi 35 sampel Grafik perbandingan nilai energi bruto bahan dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap reflektan validasi 15 sampel Grafik perbandingan nilai energi metabolis dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap reflektan kalibrasi 35 sampel Grafik perbandingan nilai energi metabolis dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap reflektan validasi 15 sampel Grafik perbandingan nilai energi bruto bahan dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap absorbansi kalibrasi 35 sampel Grafik perbandingan nilai energi bruto bahan dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap absorbansi validasi 15 sampel Grafik perbandingan nilai energi metabolis dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap absorbansi kalibrasi 35 sampel Grafik perbandingan nilai energi metabolis dugaan NIR dengan hasil uji kimia pada tahap absorbansi validasi 15 sampel Grafik kumulatif variasi sebagai fungsi dari jumlah komponen utama. 45 iv
15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil pemilihan panjang gelombang pendugaan nilai Energi Bruto (EB) dari data reflektan Hasil pemilihan panjang gelombang pendugaan nilai Energi Bruto (EB) dari data absorban Hasil pemilihan panjang gelombang pendugaan nilai Energi Metabolis (EM) dari data reflektan Hasil pemilihan panjang gelombang pendugaan nilai Energi Metabolis (EM) dari data absorban Dua puluh bobot yang diekstrak dari data absorbansi tepung ikan dengan analisis komponen utama Persamaan regresi dari komponen utama Nilai akar ciri pada sepuluh komponen utama v
16 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka menjamin konsisitensi kandungan nutrisi ransum, bahan pakan harus dimonitor secara terus menerus jenis, kondisi dan kandungan nutrisinya. Idealnya setiap bahan pakan, diuji kandungan gizinya pada setiap bahan datang, namun karena mempertimbangkan waktu dan biaya dengan menggunakan metode konvensional, maka evaluasi dilakukan dengan frekuensi terbatas. Frekuensi evaluasi tergantung kepada jenis bahan baku yang digunakan. Menurut Leeson dan Summers (1997) kandungan kadar air setiap bahan harus dimonitor pada setiap kedatangan. Protein kasar jagung dan dedak padi dimonitor pada setiap minggu, kacang kedelai setiap bulan, tetapi untuk bungkil kedelai dan tepung ikan harus dimonitor untuk setiap kedatangan. Lemak kasar jagung dan dedak padi dimonitor setiap dua bulan, bungkil kedelai dan kedelai cukup sekali sebulan, tetapi untuk tepung ikan harus dilakukan setiap kedatangan. Kalsium dan phosphor jagung, dedak dan kacang kedelai dimonitor setiap enam bulan, bungkil kedelai sekali sebulan, sedangkan untuk tepung ikan dilakukan setiap kedatangan. Asam amino dimonitor sekali enam bulan, kecuali bungkil kedelai sekali empat bulan dan tepung ikan setiap bulan. Dengan tingginya frekuensi evaluasi kandungan kimia bahan tersebut maka diperlukan metode penentuan yang cepat, murah dan akurat. Salah satu bahan pakan yang digunakan adalah tepung ikan. Tepung ikan merupakan hasil industri pengolahan hasil perikanan yang sangat penting, mengingat tepung ikan sangat diperlukan untuk kegiatan industri peternakan dan perikanan, dalam menyusun pakan sebagai sumber protein. Sejalan dengan berkembangnya industri peternakan dan budidaya ikan atau udang, kebutuhan tepung ikan selalu meningkat. Sampai saat ini tepung ikan masih diimpor dari beberapa negara seperti Chili, Peru dan Thailand (Sunarya dan Djazuli, 1998). Impor tepung ikan Indonesia pada tahun 2002 adalah sebesar ton (Statistik Hasil Impor Perikanan, 2004), sedangkan produksi tepung ikan lokal pada tahun yang sama adalah sebesar ton (Statistik Perikanan Indonesia, 2004).
17 2 Metode konvensional Association Official Analitic Chemist (AOAC, 1999) untuk menentukan kandungan gizi bahan pakan membutuhkan bahan kimia dan peralatan yang beragam, waktu yang lama dan prosedur yang rumit, sehingga membutuhkan biaya yang mahal. Penentuan kadar air dilakukan dengan pengeringan dalam oven selama 5 jam. Penentuan kadar air protein dilakukan dengan metode kjelhdal membutuhkan 8 macam bahan kimia, prosedurnya juga cukup rumit dan membutuhkan waktu yang lama terutama dalam proses pendidihan dan destilasi. Penentuan kadar lemak kasar dan serat kasar membutuhkan waktu yang lama dalam proses ekstraksi (minimal 5 jam ), filtrasi dan pengeringan kadar abu membutuhkan waktu yang lama dalam pengendapan kalsium. Prosedur yang paling rumit dan biaya yang mahal dibutuhkan pada analisis asam amino. Pengukuran Energi Metabolis (EM) secara konvensional dilakukan dengan percobaan menggunakan ternak (bioassay) selama beberapa hari (Sibbald dan Wolynetz, 1985; Farrel,1999). Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dicarikan metode alternatif untuk mengetahui nilai gizi bahan pakan dengan cepat, murah, mudah dan keakuratannya dapat dipertanggungjawabkan. Pada saat ini sejumlah teknik instrumentasi yang didasarkan pada sifat fisik bahan telah dikembangkan. Salah satu teknik tersebut adalah pengukuran reflektan cahaya near infrared (NIR) yang dipancarkan ke bahan. Data dipengaruhi oleh jumlah dan tipe ikatan C-H, N-H dan O-H bahan yang dianalisis. Karakteristik tersebut erat hubungannya dengan komposisi kimia bahan (Williams dan Norris, 1990; Osborne et al., 1993). Berdasarkan hubungan tersebut dikembangkan metode pendugaan kandungan gizi menggunakan spectra NIR tersebut. Keuntungan metode ini adalah dalam pengukuran spectra NIR dapat dilakukan tanpa persiapan sampel yang rumit karena dapat dilakukan langsung pada material yang utuh atau bisa juga pada sampel dalam bentuk tepung. Dengan demikian pengukuran dapat dilakukan dengan cepat, murah dan tanpa bahan kimia. Near Infrared (NIR) merupakan salah satu metode analisis untuk mengukur kandungan kimia bahan dengan cepat, tanpa merusak dan hanya membutuhkan contoh (sample) sederhana untuk persiapan. Ikatan Kovalen (covalent bond) antara atom-atom cahaya seperti C, N, H, O dan P, pada umumnya menyerap energi dalam jangkauan inframerah dimana atom-atom tersebut memiliki frekwensi vibrasi dasar
18 3 dan kombinasi yang dapat dideteksi pada wilayah kerja NIR yaitu 700 nm hingga 2500 nm. Analisis NIR, juga telah menjadi bagian terpenting dalam menentukan kadar protein, kadar air gandum dan produk palawija lainnya selama hampir 30 tahun. Hal lain yang juga menarik adalah cara ini digunakan juga secara luas untuk analisa beras. Tingkat penerimaan metode pengukuran dengan pantulan infra merah dekat sangat ditentukan oleh kualitas spektrum yang didapat selama pengukuran dan metode matematika yang akan digunakan dalam analisis. Beberapa metode matematika yang digunakan dalam analisis pantulan infra merah dekat adalah regresi liniear berganda (multiple regression), regresi komponen utama (Principal Component Regression, PCR), partial least square, regresi transformasi fourier dan jaringan syaraf tiruan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji metoda NIR untuk memprediksi kandungan energi bruto tepung ikan sebagai salah satu bahan pakan ternak. Hasil penelitian akan dapat membantu peternak dan industri makanan ternak memformulasikan ransum secara adaptif sesuai dengan kandungan gizi bahan yang digunakan pada saat ini.
19 TINJAUAN PUSTAKA Teknologi Near Infrared (NIR) Metode Near Infrared (NIR), cahaya infra merah dekat saat ini merupakan salah satu metode analisis yang cukup populer disebabkan berbagai kelebihannya antara lain tidak bersifat destruktif, singkat, biaya tenaga kerja relatif rendah, kebutuhan bahan-bahan kimia sedikit, dapat bersifat massal dan tidak menimbulkan masalah limbah. Penerapan metode NIR telah lama berkembang terutama untuk keperluan bahan pangan/pertanian, kedokteran/farmasi, minyak dan industri-industri kimia. Untuk bahan pangan dan hasil pertanian seperti kedelei, jagung, beras, daging, telur, ikan, hortikultur (sayur dan buah-buahan), metode NIR dapat digunakan untuk penentuan komposisi kimia seperti kadar air, lemak, asam, gula, protein dan berbagai senyawa lainnya. Infra merah dekat merupakan bagian dari spektrum gelombang elektromagnetik dimana panjang gelombangnya sedikit diatas daerah tampak yaitu antara nm. Selain itu daerah infra merah dekat memiliki energi yang relatif rendah dan stabil, dalam interaksi terhadap molekul-molekul hanya akan menimbulkan vibrasi ikatan inter atomic. Keunggulan dari gelombang infra merah dekat dalam analisis khususnya analisa bahan makanan yaitu gabungan antara kecepatan, tingkat ketepatan, dan kemudahan dari percobaan yang dilakukan (Osborne et al.1993). Informasi dari spektrum pantulan ini bisa didapat karena radiasi infra merah dekat yang dipancarkan oleh sumber radiasi berkorespondensi dengan frekuensi vibrasi dari molekul-molekul yang ada di dalam bahan organik karena setiap ikatan kimia CH, NH, dan OH memiliki frekuensi vibrasi tertentu sedangkan yang tidak berkorespondensi dengan molekul yang ada dalam bahan tersebut akan dipantulkan. Spektrum pantulan yang dihasilkan berisi hasil pengukuran parameter- parameter dan parameter tersebut dijelaskan oleh panjang gelombang dalam nanometer, amplitudo dengan tinggi puncak gelombang dan lebar gelombang menjelaskan intensitasnya
20 5 sehingga dengan parameter-parameter ini seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat dijelaskan (Murray dan Williams, 1990). Informasi yang tercakup dalam spektrum infra merah dekat cukup banyak karena setiap bahan memiliki spektrum pantulan atau serapan infra merah dekat yang unik dan beragam dan juga hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam menginterpretasi spektrum tersebut. Cahaya infra merah dekat yang mengenai suatu bahan memiliki energi yang kecil dan hanya menembus sekitar satu millimeter permukaan bahan, tergantung dari komposisi bahan tersebut. Jika cahaya mengalami penyebaran, spektrum tersebut tetap mengandung informasi contoh penyerapan permukaan bahan tetapi terjadi distorsi pada puncak gelombang. Variasi pada ukuran dan suhu partikel sampel mempengaruhi penyebaran radiasi infrared pada saat melewati sampel (Dryden, 2003). Partikel berukuran besar tidak dapat menyebarkan radiasi infrared sebanyak partikel kecil (Dryden, 2003). Makin banyak radiasi yang diserap dapat memberikan nilai absorban yang tinggi dan efeknya besar pada panjang gelombang yang diserap lebih kuat (Dryden, 2003). Proses pemantulan dan penyerapan cahaya infra merah dapat dilihat pada Gambar 1. Infrared Transmitten Reflection Absorption Gambar 1 Proses penyinaran infrared pada bahan Berdasarkan sifat absorbansi dan reflektan dari energi radiasi yang dipancarkan, maka NIR dapat digunakan untuk mengkaji komposisi kimia bahan, termasuk bahan hasil pertanian dan bahan pangan. Evaluasi kualitas bahan hasil pertanian telah menggunakan perangkat dari radiasi infra merah dekat, (Norris dan Hart,1962), Evaluasi komposisi bahan lebih didasarkan pada jumlah energi radiasi yang diserap (absorb), dibandingkan dengan jumlah energi yang dipantulkan (reflectant). Berdasarkan energi radiasi yang diserap pada kedalaman beberapa nm
21 6 dalam bahan, bukan hanya komposisi kimianya yang terdeteksi, namun kerusakan bahan pangan dan pakan juga dapat terdeteksi tanpa merusak bahan. Teknologi NIR juga telah banyak diterapkan dalam menganalisis kandungan suatu bahan pangan atau pakan karena lebih mudah, sangat cepat dan tidak menimbulkan polusi. Pantulan infra merah dekat digunakan untuk pengukuran langsung kandungan sukrosa dan asam sitrat pada jeruk Mandarin (Miyamoto et al.1998). Rosita (2001) menerapkan teknologi NIR untuk memprediksi mutu buah duku berdasarkan kadar gula dan kekerasan buah dengan nilai korelasi yang dihasilkan 0,91, standard error 0,87 dan koefisien keragaman sebesar 5,93. Fontaine et al. (2001) menerapkan NIR dalam menduga kandungan asam amino kedelai. Didapat bahwa 85 98% variasi asam amino mampu dijelaskan dengan baik menggunakan NIR. Fontaine et al. (2001) telah menggunakan NIR untuk memprediksi kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yakni kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, kacang polong, tepung ikan, tepung daging dan tepung produk samping pemotongan ayam (poultry by product). Teknologi NIR digunakan pada pendugaan kadar air, karbohidrat, protein dan lemak tepung jagung pada panjang gelombang nm. Hasil pendugaan bahwa data reflektan dapat menganalisa kadar protein lebih baik dari data absorban. Data absorbansi dapat mengukur karbohidrat, lemak dan kadar air lebih baik daripada data reflektan (Mitamala, 2003). Panjang gelombang nm dapat digunakan dalam menduga kadar air, karbohidrat, protein, lemak dan amilosa beras (Oryza Sativa L.) secara cepat dan akurat dengan teknologi near infrared (Kusumaningtyas,2004). Kelebihan penggunaan metode NIR antara lain disebabkan banyak komposisi kimia dari bahan pangan/pertanian yang menyerap (absorpsi) atau memantulkan (reflektan) cahaya pada rentang panjang gelombang μm. Protein, air, asam, lemak, gula dan senyawa-senyawa kimia lainnya memiliki pola serapan yang khas berbeda satu dengan lainnya pada setiap panjang gelombang cahaya yang diberikan.
22 7 Kendala metode NIR adalah biaya investasi alat yang tinggi. Metode NIR masih tergolong sekunder karena memerlukan tahap kalibrasi terutama bagi sampel uji yang belum pernah menggunakan metode ini misalnya tepung ikan, bungkil inti sawit, dedak. Metode NIR sangat membantu pekerjaan analisis yang bersifat rutin, seperti kadar air, serat kasar, protein, dan lemak. Metode ini sangat sesuai karena tidak lagi banyak memerlukan tahap kalibrasi. Kalibrasi dan Validasi Untuk menganalisa pantulan infra merah dekat maka spektrum pantulan infra merah dekat dan nilai referensi di laboratorium perlu diukur. Hubungan antara spektrum pantulan dan nilai referensi diperoleh dengan cara metode matematika dengan cara mengkalibrasinya. Kesulitan dalam kalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum infra merah contohnya setiap puncak spektrum hampir selalu tumpang tindih (overlapped) oleh satu atau lebih puncak-puncak yang lain. Berbagai macam metode kalibrasi spektrum infra merah telah tersedia tetapi dapat dibagi dalam dua kategori yaitu metode kalibrasi untuk panjang gelombang terpilih atau sering disebut metode lokal dan metode yang melibatkan seluruh spektrum atau sering disebut metode global atau juga disebut dengan metode kalibrasi spektrum penuh (full spectrum calibration methods) contohnya Principal Components Regression (PCR) dan Partial Least Square (PLS). Metode full-spectrum banyak digunakan karena dengan metode ini data dalam spektrum direduksi untuk mencegah masalah overfitting tanpa kehilangan satu atau beberapa informasi yang sangat berguna. Jumlah sampel yang digunakan untuk kalibrasi maupun validasi harus cukup banyak. Jumlah sampel untuk kalibrasi harus lebih banyak dari pada untuk keperluan validasi, disarankan minimal 90% dari total sampel yang digunakan. Tepung Ikan Tepung ikan adalah salah satu sumber gizi yang lengkap dan sangat potensial dalam pembuatan pakan. Faktor yang sangat penting dalam pengembangan
23 8 usaha peternakan dan budidaya ikan adalah tersedianya pakan sehingga untuk menstimulasi produksi tersebut selain mengusahakan adanya pakan alami juga perlu ditambahkan pakan tambahan yang merupakan sumber gizi yang dapat melengkapi pakan alami. Pakan tersebut harus mempunyai kandungan gizi yang lengkap berupa protein, asam amino, lemak, asam lemak, vitamin, kalori dan mineral yang akan mampu meningkatkan produksi (Sunarya, 1990 dan Saleh, 1990). Kegunaan tepung ikan adalah sebagai bahan campuran pakan ternak, unggas serta ikan dan berfungsi sebagai sumber protein. Tepung ikan yang akan digunakan sebagai sumber protein pakan harus memenuhi kualitas yang dipersyaratkan baik secara organoleptik, fisik, kimiawi dan bakteriologis maupun metode pengolahannya. Tepung ikan produk dalam negeri harus dapat memenuhi persyaratan ini agar dapat bersaing dengan produk impor. Secara umum tepung ikan yang berkualitas baik mengandung protein kasar antara 60% hingga 70% dan kaya akan asam amino esensial. Asam amino esensial yaitu asam amino yang mutlak diperlukan oleh hewan atau ternak dan harus tersedia di dalam makanannya sebab asam amino esensial itu tidak dapat dibuat di dalam tubuh hewan atau ternak itu sendiri. Komposisi asam amino yang ada pada tepung ikan antara lain lysine, methionine dan cystine, yang selalu kurang dalam bahan-bahan makanan ternak asal nabati (Rasyaf, 1990). Protein dari bahan nabati biasanya miskin akan methionine, hal ini dapat diperbaiki dengan menambahkan tepung ikan yang kaya akan methionine (Firdaus,1999). Tepung ikan merupakan penyumbang protein hewani pada pakan ternak. Pada formulasi ransum ternak 80% bahan pakan berasal dari nabati sehingga protein yang diperoleh juga berasal dari protein nabati. Protein nabati (asal tumbuh-tumbuhan) lebih sukar dicerna daripada protein hewani (asal hewan). Hal ini karena protein nabati terbungkus dalam dinding selulose yang sukar dicerna. Umumnya kandungan asam amino esensial dari protein nabati kurang lengkap dibandingkan dengan protein hewani (Mudjiman, 1984). Moeljanto (1982) menjelaskan bahwa jenis vitamin yang paling banyak ditemukan pada tepung ikan adalah vitamin-vitamin B yaitu riboflavin, asam pantothenat, niacin dan cobalamin. Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagi berikut : butiran- butirannya agak seragam, bebas dari sisa-sisa tulang, mata ikan dan benda-
24 9 benda asing lainnya. Tepung ikan yang dibuat dari bahan offal (sisa dari industri fillet ikan) mempunyai kadar protein lebih rendah dan kadar mineral lebih tinggi daripada tepung ikan yang terbuat dari ikan utuh. Cara pengolahan secara modern dan tradisional juga memberikan pengaruh terhadap kadar protein tepung ikan (Sunarya,1990). Irawan (1995) berpendapat bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi kandungan lemak dan protein yang terdapat dalam daging ikan yaitu faktor dari luar dan dari dalam. Faktor dari luar berupa tempat ikan itu hidup, sumber makanan yang didapat dan pengaruh musim. Faktor dari dalam seperti masalah umur, jenis, sifat keturunan dan jenis kelamin. Menurut Irawan (1995), tepung ikan merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dari sisa-sisa olahan atau limbah ikan, bahkan bisa juga dari hasil kelebihan pada waktu penangkapan ikan. Di Indonesia pengolahan tepung ikan masih belum menggembirakan perkembangannya. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 5% dari total kebutuhan dengan mutu relatif lebih rendah (Ilyas, 1988), sedangkan 95% sisanya dipenuhi dari impor dengan volume impor 128,9 ribu ton dengan nilai US $ 72,9 juta. Kenaikan rata-rata impor tepung ikan setiap tahunnya adalah 49,30%(Warta Gappindo, 1998). Produksi dalam negeri yang hanya mampu memenuhi sebagian kecil kebutuhan tersebut, didapatkan dari industri pengolahan tepung ikan dengan skala tradisional sampai medium yang belum beroperasi secara maksimal karena terbatasnya bahan baku. Untuk meningkatkan mutu tepung ikan agar memenuhi standar SNI dan FAO perlu dicari cara pengolahan tepung ikan paling efektif dan efisien tetapi sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat kita. Sampai saat ini data yang berkaitan dengan hal tersebut masih sangat terbatas. Di Indonesia, sumber bahan baku yang digunakan untuk pengolahan tepung ikan umumnya berupa jenis-jenis ikan yang kurang ekonomis (ikan rucah), hasil tangkapan samping(hts), sisa-sisa olahan ikan (limbah pengolahan) yang berasal dari pengolahan ikan kaleng, ikan asap, ikan asin dan limbah udang. Industri tepung ikan di Banyuwangi dan daerah Pantai Barat Bali menggantungkan pada hasil tangkapan lemuru yang sangat musiman. Disamping memanfaatkan limbah dari
25 10 pabrik pengalengan yang mencapai 30-40% dari bahan baku untuk pengalengan serta lemuru yang tidak tertampung untuk konsumsi manusia pada musim berlimpah (Martosubroto dan Naamin 1985; Indriyati et al. 1990). Jenis-jenis ikan yang dipakai sebagai bahan tepung ikan termasuk ikanikan demersal antara lain golongan petek (Leiognathidae), kerong-kerong (Theraponidae), buntal (Lagocephalidae, Diodonthidae), beloso (Saurida spp.), ikan kepala pipih (Platycephalidae), baronang (Singhanidae). Disamping itu termasuk pula jenis-jenis ikan pelagis yang ekonomis penting tetapi masih berukuran kecilkecil seperti dari laying (Decapterus spp.), kembung (Rastrellinger spp), lemuru (Sardinela spp.) dan beberapa jenis selar (Carangidae) (Martosubroto dan Naamin 1985; Hardy dan Masumoto 1991). Dalam Anonim (1985) dikemukakan bahwa selain ikan rusak, kelebihan ikan pada waktu musim penangkapan dan hasil buangan pabrik pengolahan ikan merupakan sumber yang sangat cocok untuk bahan baku tepung ikan adalah jenisjenis ikan dasar yang berkualitas dan bernilai rendah yang dinilai sebagai ikan sampah. Jenis-jenis ikan sampah tersebut dikategorikan sebagai ikan komersial ketiga yang terdiri dari : kapas-kapas (Gerenidae), peperek (Leiognathidae), biji nangka, kuniran (Upeneus), pasir-pasir (Scolopsis), beloso (Saurida), kerong-kerong (Theraponidae), nomei (Harpodon), gigi anjing, mamar (Labridae), ikan hitam, buntana, greon (Acanthuridae), sedangkan ikan rucah lainnya adalah buntel duren (Diodonthidae), buntel mas, buntel pasir, buntel kelapa (Tetraodontidae), beloso (Synodus), pokol (Balistidae) dan lidah (Cynoglossidae). Teknologi Pengolahan Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat yang diperoleh dengan jalan mengeluarkan sebagian air atau seluruh lemak dari ikan atau limbah. Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan utuh atau limbahnya menjadi bentuk tepung ikan sedangkan metode yang digunakan dapat dilakukan secara konvensional maupun secara sederhana (Erlina et al. 1985; Ilyas et al. 1985). Teknologi pengolahan tepung ikan yang dipilih dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan bahan mentah yang akan diolah. Jika bahan mentah yang
26 11 akan diolah menjadi tepung ikan dalam jumlah yang besar dan teratur pengadaannya, maka dapat digunakan cara konvensional yang lazim digunakan dalam industri tepung ikan. Pada cara konvensional, tahap-tahap pengolahan dilakukan secara kontinyu dan kondisi pengolahannya mudah dikontrol. Sebaliknya jika bahan mentah tersedia dalam jumlah yang kecil dan tidak teratur pengadaannya, maka hasil tangkapan tersebut dapat diolah dalam skala kecil dengan menggunakan metode sederhana. Selain jumlah bahan yang tersedia, pemilihan teknologi pengolahan juga harus disesuaikan dengan jenis ikan yang akan diolah, karena ikan yang berkadar lemak tinggi, lebih sulit mengolahnya daripada ikan yang berkadar lemak rendah. Pada pengolahan tepung ikan selain dihasilkan tepung ikan, juga didapat minyak ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup baik. Urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan (Ilyas et al. 1985). Menurut Clusac dan Ward (1996), proses pengolahan tepung ikan dapat dilakukan melalui 2 cara seperti berikut : Cara kering (dry process) Cara ini dilakukan pada ikan yang berkadar lemak rendah (<5%). Proses pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 2. Ikan Penggilingan Kasar Pengepresan Penggilingan Halus Pengeringan (kering matahari 3 jam; kering oven 40 0 C, 12 jam) Tepung Ikan Gambar 2 Skema Pengolahan Tepung Ikan Cara Kering (Dry Process)
27 12 Bahan yang sudah dipres hingga kadar air mencapai kira-kira 10 persen. Pengeringan yang kurang sempurna akan memungkinkan pertumbuhan jamur, kapang atau mikroorganisme lainnya. Bila temperatur terlalu tinggi, terlebih ada bagian yang terbakar maka nilai gizi tepung ikan tersebut akan turun. Pada industri kecil, pengeringan tepung ikan dilakukan dengan penjemuran sinar matahari (Kompiang, 1982). Cara Basah (wet process) Cara ini dilakukan untuk mengolah ikan-ikan yang berkadar lemak tinggi (>5%), biasanya dilakukan bila persediaan bahan baku banyak dan kontinyu. Pengolahan tepung ikan dapat dilakukan dengan metode konvensional maupun metode sederhana (skala kecil). Pengolahan tepung ikan secara konvensional dilakukan secara mekanis dan tahap-tahap pengolahannya merupakan suatu rangkaian yang kontinyu. Bahan mentah masuk ke dalam unit pengolah dan keluar sudah dalam bentuk produk akhir (tepung ikan). Sistem pengolahan konvensional telah banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik tepung ikan di daerah muncar, walaupun dengan kapasitas yang masih rendah yaitu sekitar 20 ton per hari. Tahap-tahap pengolahan konvensional adalah berturut-turut : pencincangan, pemasakan (cooking), pengepresan, pemisahan press liquor, pengeringan, penggilingan (milling), pengemasan, penyimpanan (Ilyas et al. 1985; Indriyati et al, 1990). Tepung ikan lokal (produksi dalam negeri) umumnya merupakan produksi industri pabrik tepung ikan dan industri rumah tangga yang keduanya berbeda baik dalam cara pengolahannya maupun mutu produk akhir. Proses pengolahan tepung ikan di dalam pabrik biasanya menggunakan metode konvensional dengan peralatan dan mesin-mesin yang dilengkapi dengan alat pengontrol. Pada pabrik pengolahan tepung ikan, proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan alat pengering drum. Pada cara ini terdapat dua sistem pengeringan, yaitu sistem pemanasan langsung, yang mana udara panas langsung disemprotkan dan sistem pemanasan tidak langsung menggunakan uap. Suhu udara panas untuk sistem pemanasan langsung sekitar C sedangkan untuk sistem pemanasan tidak langsung suhu uapnya sekitar C (Windsor dan Barlow, 1981). Dalam industri rakyat tepung ikan diolah dengan
28 13 teknik dan peralatan yang sangat sederhana sehingga kondisi pengolahannya sulit dikontrol. (Saleh et al. 1986). Proses pengolahan tepung ikan cara basah dapat dilihat pada Gambar 3. Ikan Pengukusan (kering oven 90 0 C, 30 menit) Pengepresan Ikan Tanpa Lemak Air Perasan Pengeringan (1. Kering matahari, 24 jam) Pemisahan Lemak (2. Kering oven 40 0 C, 12 jam) Penggilingan Fish Soluble Minyak Ikan Pengasaman sampai ph 4,5 Tepung Ikan Pengeringan (kering oven 40 0 C, 12 jam) (kering matahari, 24 jam) Tepung Ikan Gambar 3 Skema Pengolahan Tepung Ikan Cara Basah (Wet Process) Mutu Tepung Ikan Mutu tepung ikan meliputi kandungan kimia, mikrobiologi dan organoleptik. Standar Nasional Indonesia membagi tepung ikan menjadi tiga tingkatan mutu dan standar ini merupakan acuan industri pakan untuk menentukan
29 14 harga. Adapun mutu tepung ikan menurut Standar Nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Ilyas et al. (1988) mengemukakan bahwa mutu tepung ikan dapat dinilai secara fisik (organoleptik). Secara fisik kriteria yang dinilai adalah penampakan (rupa dan warna), keseragaman ukuran partikel dan bau. Dari segi mikrobiologis, tepung ikan harus bebas dari bakteri patogen dan kapang serta benda asing yang merupakan keberatan (Objectional deffects) adalah potongan serangga, bulu, kayu dan kotoran lainnya. Adapun mutu tepung ikan yang dipersyaratkan untuk pakan ternak : 1. Kadar protein tinggi dan konstan, mudah dicerna. 2. Kadar air kurang dari 10% 3. Bebas dari kontaminasi kapang dan bakteri penyebab penyakit 4. Bebas dari benda asing, kotoran hewan, sisa serangga, bulu tikus dan lain-lain 5. Menambahkan anti oksidan Tabel 1 Persyaratan mutu standar tepung ikan Parameter Mutu I Mutu II Mutu III Kimia : - Air (%) maks Protein kasar (%) min Serat Kasar (%) maks 1,5 2,5 3 - Abu (%) maks Lemak (%) maks Ca (%) 2,5 6,0 2,5 6,0 2,5 7,0 - P (%) 1,6 3,2 1,6 4,0 1,6 4,7 - NaCl (%) maks Mikrobiologi : -Salmonella (25g sample) Negatif Negatif Negatif Organoleptik : - Nilai minimum Sumber : Standar Nasional Indonesia (1992). Selain mengandung komposisi di atas Irawan (1995) menambahkan tepungikan yang bermutu harus memenuhi syarat : 1. Butiran-butiran tepungnya seragam
30 15 2. Tidak mengandung sisa-sisa tulang 3. Tidak bercampur dengan mata kail maupun benda-benda lainnya. Energi Bruto Ternak umumnya memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi. Akan tetapi tidak semua energi pakan tersebut dapat digunakan oleh tubuh ternak. Penggunaan energi pakan oleh tubuh unggas sangat penting diketahui, terutama untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Hal ini lebih penting lagi karena tidak semua bahan pakan yang mempunyai nilai energi bruto yang sama mempunyai daya guna yang sama (Wahju, 1985). Energi dibutuhkan oleh semua ternak hampir dalam semua proses kehidupan, didalam proses metabolisme antara lain untuk mengatur tekanan darah, denyut jantung, penyerapan dan ekskresi serta sintetis komponen-komponen tubuh (Parakkasi, 1983). Nilai energi pakan dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto (NRC, 1994). Energi bruto adalah jumlah panas yang dilepaskan jika suatu zat mengalami oksidasi sempurna menjadi CO 2 dan air dalam bom kalorimeter dengan tekanan atm O 2. Menurut Blakely dan Bade (1991), energi bruto merupakan kandungan seluruh energi yang terdapat dalam bahan pakan atau ransum yang tidak seluruhnya dipergunakan tubuh. Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang dapat digunakan oleh tubuh dari pakan yang dikonsumsi untuk melakukan aktifitas dan berproduksi. Proses penggunaan energi dalam tubuh menyangkut perubahan bentuk dari satu bentuk ke bentuk lain. Proses ini dikenal dengan istilah metabolisme yang terdiri dari katabolisme (proses pemecahan) dan anabolisme (proses pembentukan) zat gizi dalam sel atau tubuh. Energi metabolis adalah perbedaan antara kandungan energi bruto pakan suatu ransum dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980). Energi metabolis merupakan energi yang dapat dimanfaatkan oleh unggas (Blakely dan Bade 1991). Nilai energi metabolis antara lain dipengaruhi oleh kandungan energi bruto dalam pakan atau ransum, jumlah ransum yang dikonsumsi, dan jenis
31 16 ternak (Storey dan Allen, 1982). Energi metabolis juga dipengaruhi oleh kemampuan ternak untuk memetabolis ransum atau bahan pakan di dalam tubuhnya (Sibbald, 1989). Energi netto adalah energi yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tubuh (Blakely dan Bade 1991). Pada unggas lebih mudah menghitung energi metabolis yang jumlahnya % dari energi bruto ransum karena feses dan urin dikeluarkan secara bersamaan (NRC, 1994). Banyaknya feses tergantung pada kuantitas bahan yang dapat tercerna seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Anggorodi, 1995). Perhitungan energi metabolis menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Sibbald dan Wolynetz (1985). Energi metabolis menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) dinyatakan dengan empat peubah, yaitu energi metabolis semu (EMS), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn), energi metabolis murni (EMM) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen (EMMn). Pada penelitian ini perhitungan energi metabolis hanya menggunakan energi metabolis semu (EMS). Selama ini pedoman yang digunakan dalam penyusunan ransum di daerah tropis masih menggunakan patokan yang digunakan oleh National Research Council (NRC) dari Amerika Serikat tahun 1994 tabel NRC disusun atas dasar berbagai penelitian dari berbagai daerah atau negara-negara bagian. Piliang (1977) dan Amrullah (1979) telah memulai meneliti kandungan energi bahan makanan berasal dari Indonesia yang masing-masing dilakukan di Amerika Serikat dan Fakultas Peternakan, IPB. Bahan-bahan yang diteliti masing-masing adalah dedak padi, tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah dan kedele mentah (Piliang, 1977): jagung, dedak halus dan bungkil kedelai (Amrullah, 1979). Metode yang digunakan oleh kedua peneliti ini adalah metode Hill (1958) yang hanya menghasilkan nilai Apparent Metabolizable Energy Menurut NRC (1994) energi tercerna adalah energi bruto bahan pakan dikurangi dengan energi bruto feses. Energi metabolis adalah energi bruto bahan pakan dikurangi energi bruto feses, urin dan gas yang dihasilkan selama proses pencernaa, tetapi pada unggas gas yang dihasilkan biasanya diabaikan sehingga energi metabolis merupakan energi bruto pakan dikurangi energi bruto ekskreta (NRC, 1994).
32 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Tteknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium Terpadu IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fak. Peternakan IPB dan Laboratorium Nutrisi Unggas, Fak. Peternakan IPB. Lamanya penelitian dari Maret sampai Desember tahun Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah tepung ikan yang diperoleh dari poultry shop yang ada di beberapa daerah Indonesia dan industri pakan ternak. Sistem NIR merupakan modifikasi dari rancangan Budiastra et al. (1995). Sistem ini terdiri dari unit optik dan unit elektronik yaitu : lampu halogen 150 watt (AT-100GH), pemutus cahaya (Chopper, AT-100CH), Penyaring cahaya (Light Filter) Monokromotor (grating monochromator, SPG-100IR), Pengumpul Cahaya (integrating sphere, ISR-200), yang terdiri dari; Sensor dan lensa optik serta sensor Pbs, penguat (Lock in Amplifier, AT-100AM), Interface (FCL 812 PG), rangkaian keluaran digital, komputer. Ayam broiler jantan sebanyak 53 ekor periode finisher, kandang metabolis, tempat air minum dan pakan yang dibutuhkan selama masa adaptasi.
33 18 Gambar 4. Peralatan Near Infrared (NIR) MONOKROMATOR CERMIN FILTER INTEGRATING SPHERE SENSOR LAMPU HALOGEN CHOPPER MOTOR CONT SAMPEL Penguat DO KOMPUTER ADC Gambar 5. SistemPengukuranNIR Ket : CONT : Motor Contoller DO : Digital Output ADC : Analog Digital Converter
34 19 Sistem NIR dihubungkan dengan komputer dan dijalankan oleh perangkat lunak bahasa C++ (Budiastra dan Suroso, 2004 ) yang terdiri dari tiga program yaitu program untuk menjalankan motor, program pengkonversi data dari analog ke digital dan program yang menampilkan data sebagai tampilan grafik hasil pengukuran. Prosedur Penelitian 50 Sampel 2 3dari total sampel 1 3 dari Total sampel Scanning NIR tepung ikan dengan berbagai panjang gelombang Analisis energi metabolis tepung ikan dengan metode kimia Scanning NIR tepung ikan dengan berbagai panjang gelombang Analisis energi metabolis tepung ikan dengan metode kimia Pengkondisian data, turunan log 1 R penormalan transformasi Penentuan energi metabolis penentuan mutu Pengkondisian data, turunan log 1 R penormalan transformasi Penentuan energi metabolis penentuan mutu Penentuan kalibrasi validasi Standard Error validasi Gambar 6. Prosedur Pengujian Sistem Near Infrared
35 20 Metode yang digunakan dalam penelitian antara lain adalah sebagai berikut : Pengukuran Pantulan Spektrum Sistem NIR merupakan modifikasi dari rancangan Budiastra et al. (1995). Sebelum dilakukan pengukuran, alat (sistem NIR) dinyalakan dan dibiarkan terlebih dahulu selama kurang lebih 30 menit sampai 1 jam. Celah masuk pada monochromator diatur sebesar 50µm, penguatan (gain) sebesar 100, waktu tanggap sedang dua (mid 2) untuk panjang gelombang 900 nm sampai 2000 nm dan intensitas cahaya diatur pada posisi 13, gain sebesar 200, tombol Pbs dan LNR diaktif. Filter yang digunakan untuk menyaring cahaya yang masuk dalam chopper yaitu lensa dengan kode 046 untuk panjang gelombang nm dan kode 048 untuk panjang gelombang nm. Pengukuran pantulan ini dilakukan dengan cara mengukur standar putih terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pengukuran sampel (tepung ikan) sebanyak secukupnya untuk setiap pengukuran dengan cara menempatkannya pada unit deteksi. Cahaya dari lampu halogen pertama dipotong pada laju sebesar 270 Hz oleh pemotong (chopper) dan cahaya disaring oleh penyaring gangguan (interference) sebelum masuk kedalam monochromator dan mengenai sampel. Pantulan cahaya dari sampel akan dikumpulkan oleh integrating sphere, ditangkap oleh sensor yang kemudian dikonversi dari analog ke digital oleh A/D converter. Komputer mengirim sinyal digital ke motor untuk melakukan pemindaian gelombang NIR dan pengukuran pantulan dilakukan lagi dan seterusnya hingga pemindaian gelombang NIR selesai. Selanjutnya sifat pantulan dihitung, grafik spektrum diperagakan dan data direkam. Pemantulan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: R = V contoh V standar Dimana V contoh = tegangan pantulan contoh/sampel (volt) V standar = tegangan pantulan standar putih (volt) Data absorbansi diperoleh dengan cara mentransformasikan nilai reflektan/pantulan kedalam bentuk log (1/R).
36 21 Penentuan Kandungan Energi Metabolis Energi Metabolis (EM) juga ditentukan dengan metode Sibbald dan Wolynetz (1985) berdasarkan energi yang dikonsumsi dikurangi dengan energi keluar bersama ekskreta. Energi yang dikonsumsi ditentukan dengan jumlah ransum yang dikonsumsi dikali dengan kandungan energi ransum tersebut yang diukur dengan bomb calorimeter. Energi ekskreta diperoleh dengan mengumpulkan ekskreta ayam broiler yang diberi perlakuan tepung ikan. Sebagai nilai acuan untuk mendapatkan nilai energi metabolis adalah dengan melakukan pencekokan terhadap 53 ekor ayam broiler dengan memberikan masing-masing 30 gram tepung ikan yang berbeda, pengumpulan ekskreta, pengeringan ekskreta, membersihkan ekskreta dari bulu dan kotoran lain, digiling dan pengujian laboratorium (Sibbald, 1976) Penentuan energi bruto dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter (AOAC, 1999). Ayam broiler jantan umur 6 minggu jenis CP 707 diberi pakan perlakuan selama 2 hari untuk masa adaptasi. Setelah masa adaptasi, ayam dipuasakan dari makan selama 24 jam. Ekskreta dikumpulkan setiap 2 jam selama 24 jam. Setiap pengumpulan ekskreta disimpan di dalam freezer, selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 60 0 C. Sebelum dikeringkan feses segar ditimbang dulu untuk penentuan kadar air. Setelah kering, sampel ekskreta dibersihkan dulu, terutama dari kontaminasi bulu-bulu halus ayam, kemudian ditimbang dan digiling. Kandungan energi ekskreta diukur dengan bomb calorimeter. Energi metabolis ditentukan dengan rumus berikut : Energi Metabolis semu = (E. kons E. ekskreta)/ kons. ransum Penggunaan metode Sibbald ini dalam menghitung Energi metabolis digunakan sebagai pembanding dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan Near Infrared. Metode Analisa Energi Bruto Metoda analisis yang digunakan adalah AOAC tahun Prinsip dasar pada metode ini yaitu menentukan jumlah Energi Bruto (EB) atau Gross Energy (GE) suatu bahan,makanan ternak ataupun ransum. Bahan kimia dan alat : Na 2 CO 3, Aquadest, Kawat Platina, Indikator Methil Orange, Erlenmenyer, Bomb Calorimeter, Seperangkat alat titrasi dan botol semprot.
PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED (NIR) ATIATUL QUDDUS
PENENTUAN KANDUNGAN ENERGI BRUTO TEPUNG IKAN UNTUK BAHAN PAKAN TERNAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NEAR INFRARED (NIR) ATIATUL QUDDUS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS
Lebih terperinciMETODOLOGI PENELITIAN
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Tteknik Pertanian, Fak. Teknologi Pertanian IPB, Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbsi Near Infrared Sampel Tepung Ikan Absorbsi near infrared oleh 50 sampel tepung ikan dengan panjang gelombang 900 sampai 2000 nm berkisar antara 0.1 sampai 0.7. Secara grafik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kalibrasi NIR Spektra Kalibrasi NIR dapat dilakukan apabila telah terkumpul data uji minimal 60 sampel yang telah diubah menjadi spektrum. Pada penelitian ini telah terkumpul
Lebih terperinciNILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA
NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER PERIODE FINISHER YANG DISUPLEMENTASI DENGAN DL-METIONIN SKRIPSI JULIAN ADITYA PRATAMA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Reflektan Near Infrared Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) Perangkat NIRFlex Solids Petri N-500 yang digunakan dalam penelitian ini, menghasilkan data pengukuran berupa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Mengkudu (Morinda citrifolia) Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) tergolong tanaman yang multiguna, karena hampir semua bagiannya mengandung zat kimia dan nutrisi yang berguna
Lebih terperinciENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI
ENERGI METABOLIS DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI RANSUM AYAM BROILER YANG MENGANDUNG LIMBAH RESTORAN SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI SKRIPSI RATIH PUSPA HAPSARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciPENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN. Oleh : RINI SUSILOWATI F
PENDUGAAN PARAMETER MUTU BUAH PEPAYA (Carica papaya L.) DENGAN METODE NEAR INFRARED SELAMA PENYIMPANAN DAN PEMERAMAN Oleh : RINI SUSILOWATI F14103074 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang
Lebih terperinciKAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS
KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan
Lebih terperinciPERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH
PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Penggunaan Tepung Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Fermentasi terhadap Penggunaan Protein pada Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 18 November
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA
PENGARUH PENAMBAHAN DL-METIONIN TERHADAP NILAI ENERGI METABOLIS RANSUM AYAM BROILER STARTER BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI SKRIPSI ZINURIA WAFA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat
Lebih terperinciPEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS
PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAKARTA 2000 PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.
22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan alam semesta dengan sebaik-baik ciptaan. Langit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artinya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan
Lebih terperinciNUTRISI UNGGAS 11/8/2016. Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang
1 NUTRISI UNGGAS 11/8/2016 Catootjie L. Nalle, Ph.D. Jurusan Peternakan Program Study Teknologi Pakan Ternak Politeknik Pertanian Negeri Kupang 11/8/2016 POKOK-POKOK BAHASAN 1. JENIS-JENIS NUTRISI UNGGAS
Lebih terperinciKOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai
19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemanfaatan tepung olahan biji alpukat sebagai subtitusi jagung dalam ransum terhadap kecernaan PK, SK dan laju digesta ayam broiler dilaksanakan pada tanggal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dalam Ransum sebagai Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Konsumsi
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase
38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase Terfermentasi Terhadap Konsumsi Pakan, Konversi Pakan dan Pertambahan Bobot
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan
Lebih terperinciPENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG
PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG INFLUENCE PROCESSING OF TILAPIA FISH INDUSTRY BY PRODUCT MEAL METABOLISM ENERGY
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler
TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak sumber pangan bagi manusia yang banyak mengandung gizi. Budidaya ayam broiler agar dapat berlangsung cepat dan aman untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu
28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum sebagai substitusi bungkil kedelai terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking dikategorikan sebagai tipe pedaging yang paling disukai baik di Negara China, Amerika maupun Australia. Itik Peking merupakan itik yang dapat dibudidayakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Blok B, Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. kelompok perlakuan dan setiap kelompok diulang sebanyak 5 kali sehingga setiap
16 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam percobaan adalah DOC ayam sentul sebanyak 100 ekor, yang dipelihara sampai umur 10 minggu. Ayam
Lebih terperinciDESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK
DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul
27 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Percobaan 3.1.1. Ternak Percobaan Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah ayam kampung jenis sentul umur satu hari (day old chick) yang diperoleh
Lebih terperinciPAKAN AYAM BURAS INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN DKI JAKARTA 1996
PAKAN AYAM BURAS INSTALASI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN DKI JAKARTA 1996 KATA PENGANTAR Usahatani ayam buras merupakan salah satu usaha yang telah lama dilakukan oleh para peternak di
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pakan, bibit, perkandangan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting
Lebih terperinciIII. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB. A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum
III. KEBUTUHAN ZAT-ZAT GIZI AYAM KUB A. Zat-zat gizi dalam bahan pakan dan ransum Jenis dan fungsi zat-zat gizi yang dibutuhkan ayam telah disampaikan pada Bab II. Ayam memperolah zat-zat gizi dari ransum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini produktivitas ayam buras masih rendah, untuk meningkatkan produktivitas ayam buras salah satunya dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pakan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana
Lebih terperinciPengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower
Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013.
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu di Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro pada tanggal 22 Oktober 31 Desember 2013. Analisis kandungan bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher Disusun oleh : Kelompok 9 Robby Trio Ananda 200110090042 Gilang Dayinta P 200110090071
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI
EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga banyak orang menjadikan sebagai usaha komersial yang terus dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ayam Pakan merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan,ataupun bahan lain yang diberikan kepada ternak. Pakan tersebut diberikan kepada ayam dalam
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperinciPengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler. Oleh
PengaruhImbanganEnergidan Protein RansumterhadapKecernaanBahanKeringdan Protein KasarpadaAyam Broiler Abstrak Oleh Sri Rikani Natalia Br Sitepu, Rd. HerySupratman, Abun FakultasPeternakanUniversitasPadjajaran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan di Farm dan Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Jambi, pada tanggal 28 September sampai tanggal 28 November 2016.
Lebih terperinciPEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.) DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS DAN RETENSI PROTEIN
PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaemferia galanga linn.) DALAM RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP ENERGI METABOLIS DAN RETENSI PROTEIN SKRIPSI GIANT NOMAN PRACEKA PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus
18 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung daun katuk (Sauropus androgynus) dalam ransum terhadap persentase potongan komersial karkas, kulit dan meat bone ratio dilaksanakan
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan bahan utama dalam pembuatan tempe. Tempe. karbohidrat dan mineral (Cahyadi, 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional rakyat Indonesia yang relatif murah dan mudah di dapat. Tempe berasal dari fermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea
44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pengaruh pemberian kombinasi tepung keong mas (Pomacea canaliculata) dan tepung paku air (Azolla pinnata) terfermentasi terhadap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan komoditi yang sangat penting bagi ternak. Zat- zat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan komoditi yang sangat penting bagi ternak. Zat- zat nutrisi yang terkandung dalam pakan dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undang-undang
Lebih terperinciPengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler
Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak
8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di
12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2013 di kandang penelitian Fakultas Peternakan Universitas Darul Ulum Islamic Center Sudirman GUPPI (UNDARIS) Ungaran,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI
PENGARUH PENAMBAHAN CAMPURAN HERBAL DALAM RANSUM TERHADAP KECERNAAN PROTEIN KASAR DAN RETENSI NITROGEN PADA AYAM BROILER SKRIPSI ANDIKA LISTIYANTI FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil
TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,
Lebih terperinciKEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING : SUPRIANTO NIM : I
TUGAS INDIVIDU RANSUM UNGGAS/NON RUMINANSIA KEBUTUHAN NUTRISI ITI PEDAGING NAMA : SUPRIANTO NIM : I111 13 303 KELAS : A GANJIL FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum
Lebih terperinci