RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN"

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS UTARA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara memberikan kewenangan kepada Pemerintahan Daerah Kabupaten Musi Rawas Utara untuk menyelenggarakan penataan ruang sebagai pelaksanaan otonomi daerahuntuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah; b. bahwa penyelenggaraan tata ruang wilayah kabupaten, yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi merupakan tugas dan wewenang Pemerintahan Daerah, yang harus dilaksanakan dengan bijaksana, berdayaguna, dan berhasilguna demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034);

2 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 3046, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3046); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152); 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 8. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 11. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ( Lembaran

3 Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 12. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 15. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 16. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 17. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 18. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 19. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 20. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik

4 Indonesia Nomor 5038); 21. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 22. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 23. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607); 24. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 25. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072); 26. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5170); 27. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 28. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 29. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Musi Rawas Utara di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran

5 Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5429); 30. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Perkebunan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5613); 31. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433); 32. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 33. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); 34. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3225); 35. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3980); 36. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara

6 Republik Indonesia Nomor 4833); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987); 40. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 43. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara ( Lembaran

7 Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2014 tentang Pemberian Fasilitas dan Insentif Usaha Hortikultura ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5532); 50. Peraturan Presiden Nomor13Tahun2012 tentang Tata Ruang Pulau Sumatera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 31); 51. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 39/PRT/1989 tentang Pembagian Wilayah Sungai; 52. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air Pada Sumber-Sumber Air; 53. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Atas Air dan atau Sumber Air pada Wilayah Sungai; 54. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Izin Penggunaan Air dan atau Sumber Air; 55. Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 32/Permen/M.2006 tentang Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri; 56. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 57. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 647); 58. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk

8 Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32); 59. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006 Nomor 14, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 1); 60. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Republik Indonesia Nomor 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA dan BUPATI MUSI RAWAS UTARA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Pusat adalah Pemerintah. 2. Kabupaten adalah Kabupaten Musi Rawas Utara. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Musi Rawas Utara. 4. Bupati adalah Bupati Musi Rawas Utara. 5. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 7. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

9 8. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, yang selanjutnya disebut RTRW Kabupaten, adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten. 10. Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten, yang selanjutnya disingkat RDTR Kabupaten, adalah rencana rinci untuk rencana tata ruang wilayah Kabupaten. 11. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 12. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. 13. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 14. Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten adalah arahan pengembangan wilayah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten sesuai dengan RTRW Kabupaten melalui penyusunan dan pelaksanaan program penataan/pengembangan Kabupaten beserta pembiayaannya, dalam suatu indikasi program utama jangka menengah lima tahunan Kabupaten yang berisi rencana program utama, sumber pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan. 15. Pusat Kegiatan Lokal, yang selanjutnya disingkat PKL, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala Kabupaten atau beberapa kecamatan. 16. Pusat Pelayanan Kawasan, yang selanjutnya disingkat PPK, adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 17. Pusat Pelayanan Kawasan Promosi, yang selanjutnya disingkat PPKp, adalah pusat kegiatan yang dipromosikan untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PPK. 18. Pusat Pelayanan Lingkungan, yang selanjutnya disingkat PPL, adalah merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. 19. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 20. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 21. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

10 22. Kawasan Strategis Nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup nasional terhadap ekonomi, sosial, budaya,dan/atau lingkungan. 23. Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya,dan/atau lingkungan. 24. Kawasan Strategis Kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya,dan/atau lingkungan. 25. Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku. 26. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi/atau pemangku kepentingan non-pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 27. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 28. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disingkat BKPRD, adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Musi Rawas Utara dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. 29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, yang selanjutnya disingkat BKPRN, adalah badan yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang tugas pokoknya mengoordinasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang. 30. Penyidik adalah pejabat penyidik polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 31. Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut Penyidik Polri, adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undangundang untuk melakukan penyidikan. 32. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang Kabupaten, yang selanjutnya disebut PPNS Penataan Ruang Kabupaten, adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

11 penyidikan tindak pidana Penataan Ruang di wilayah Kabupaten. 33. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disingkat IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. 34. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat AMDAL, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 35. Rencana pengelolaan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat RKL, adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan; 36. Rencana pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disingkat RPL, adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. 37. Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. 38. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten. 39. Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah, yang selanjutnya disingkat TKKSD, adalah Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah untuk membantu Kepala Daerah dalam menyiapkan kerja sama daerah. 40. Taman Nasional Kerinci Seblat, yang selanjutnya disingkat TNKS, adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. BAB II RUANG LINGKUP, TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Ruang Lingkup Penataan Ruang Wilayah Pasal 2

12 (1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara mencakup wilayah administratif: a. Kecamatan Rupit; b. Kecamatan Rawas Ulu; c. Kecamatan Nibung; d. Kecamatan Rawas Ilir; e. Kecamatan Karang Dapo; f. Kecamatan Karang Jaya; dan g. Kecamatan Ulu Rawas. (2) Wilayah administratif Kabupaten Musi Rawas Utara mempunyai batas-batas wilayah: a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Perdamaian, Desa Simpang Nibung Kecamatan Singkut, dan Desa Mersip, Desa Napal Melintang Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi; b. sebelah timur berbatasan dengan Desa Sako Suban, Desa Lubuk Bintialo Kecamatan Batangharileko dan Desa Ulak Embacang, Desa Air Balui Kecamatan Sanga Desa Kabupaten Musi Banyuasin; c. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukaraya, Desa Kosgoro, Desa Sukamerindu Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas, Desa Madang Kecamatan Sumber Harta, Desa Rejo Sari, Desa Mekar Sari, Desa Campur Sari, Desa Tegal Sari, Desa Marga Puspita Kecamatan Megang Sakti, Desa Marga Baru, Desa Sidomulyo, Desa Pelita Jaya, Desa Prabumulih Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas; dan d. sebelahbarat berbatasan dengan Desa Ulu Sebelas Kecamatan Pinang Belapis dan Desa Tik Serong Kecamatan Topos Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. (3) Lingkup substansi dalam penataan ruang wilayah Kabupaten terdiri atas: a. tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang; b. rencana struktur ruang; c. penetapan Kawasan Strategis Kabupaten; d. arahan pemanfaatan ruang; dan e. ketentuanpengendalian pemanfaatan ruang. Bagian Kedua Tujuan Penataan Ruang Wilayah Pasal 3 Penataan ruang wilayah Kabupaten bertujuan mewujudkan tata guna ruang wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara yang memungkinkan tercapainya sinergi antar unsur-unsur wilayah yang menghasilkan sumber kehidupan untuk tercapainya

13 kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat berbasis pada pertanian produktif dan sumber daya alam lainnya yang berkelanjutan. Bagian Ketiga Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Pasal 4 Kebijakan penataan ruang Kabupaten terdiri atas: a. penguatan dan pengembangan pola ruang dan struktur keruangan yang menjamin tercapainya keadilan keruangan; b. pengembangan industri berbasis kedaulatan pangan, kedaulatan ekonomi, dan kelestarian lingkungan; c. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ekstraktif secara berkelanjutan yang berbasis pelestarian lingkungan; d. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan yang seimbang dan lestari; dan e. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan. Bagian Keempat Strategi Penataan Ruang Wilayah Pasal 5 Strategi pengembangan sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan menunjang dan meningkatkan fungsi kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas: a. menentukan fungsi ruang yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya berdasar sifat lingkungannya; b. menentukan sistem jaringan jalan sesuai dengan pola ruang Kabupaten; dan c. menentukan sistem permukiman dan jenjang pelayanan sesuai dengan pola ruang Kabupaten. Pasal 6 Strategi pengembangan industri berbasis kedaulatan pangan, kedaulatan ekonomi, dan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b terdiri atas: a. meningkatkan produksi pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan; b. meningkatkan dan mengembangkan kegiatan perkebunan yang berwawasan lingkungan; c. mengembangkan kegiatan perikanan budidaya yang lestari;

14 d. mengembangkan industri setengah jadi berbasis perkebunan; dan e. mengembangkan industri kecil menengah berbasis pertanian dalam arti luas. Pasal 7 Strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang ekstraktif secara berkelanjutan yang berbasis pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c terdiri atas: a. mengembangkan kegiatan pertambangan dan penggalian yang ramah lingkungan; b. mengembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak lingkungan dari pemanfaatan sumber daya alam ekstraktif; c. mengendalikan kegiatan pertambangan dan penggalian yang tidak sesuai dengan pola peruntukan ruang; dan d. meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan pelaksanaan IUP. Pasal 8 Strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam terbarukan yang seimbang dan lestari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d terdiri atas: a. meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kodrat habitat/ lingkungan hidupnya; b. meningkatkan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hayati dan ramah lingkungan; dan c. meningkatkan kesadaran masyarakat dalam rangka memelihara sumber daya hayati yang ramah lingkungan. Pasal 9 Strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e terdiri atas: a. mewujudkan tata guna ruang sub Daerah Aliran Sungai Rawas yang lestari; b. meningkatkan sarana dan prasarana pengaturan dan pengendalian pemanfaatan air; c. meningkatkan pengadaan aturan hukum yang memadai huluhilir; dan d. meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air secara lestari.

15 BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten merupakan kerangka tata ruang wilayah yang dibangun dalam konstelasi pusat kegiatan sistem perkotaan, yang saling hierarkis dan dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah. (2) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun dengan memperhatikan potensi dan kearifan lokal daerah. (3) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten terdiri atas: a. sistem pusat kegiatan; dan b. sistem jaringan prasarana. (4) Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Sistem Pusat Kegiatan Pasal 11 (1) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf a terdiri dari: a. PKL; b. PPK; c. PPKp; dan d. PPL. (2) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kelurahan Muara Rupit dan Desa Lawang Agung yang terletak di Kecamatan Rupit. (3) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bterdapat di: a. Kelurahan Karang Jaya di Kecamatan Karang Jaya; b. Kelurahan Pasar Sulurangun di Kecamatan Rawas Ulu; dan

16 c. Kelurahan Bingin Teluk di Kecamatan Rawas Ilir. (4) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPKp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hur uf c terdapat di Kelurahan Karang Dapo di Kecamatan Karang Dapo dan Kelurahan Karya Makmur di Kecamatan Nibung. (5) Pusat kegiatan yang ditetapkan sebagai PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdapat di Kelurahan Muara Kulam di Kecamatan Ulu Rawas. (6) Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan penyusunan RDTR yang diatur dengan Peraturan Daerah. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Pasal 12 (1) Sistem jaringan prasarana wilayah Kabupaten dibentuk oleh sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama dan dilengkapi dengan sistem jaringan prasarana lainnya. (2) Sistem jaringan transportasi sebagai sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. sistem jaringan transportasi darat; dan b. sistem jaringan transportasi udara. (3) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan; b. rencana sistem jaringan telekomunikasi; c. rencana sistem jaringan sumber daya air; dan d. rencana sistem jaringan prasarana wilayah lainnya. Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 13 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. jaringan jalan; b. jaringan kereta api; dan c. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. jaringan jalan arteri primer terdiri atas: 1. ruas jalan BTS Provinsi Jambi Maur; dan 2. ruasjalan Maur Terawas. b. Jaringan jalan kolektor primer terdiri atas:

17 1. ruas jalan Simpang Nibung Ketapat; 2. ruas jalan Muara Rupit MuaraLakitan; 3. ruas jalan Muara Rupit KarangDapo; 4. ruas jalan Simpang 3 Bingin Teluk BatasMusi Banyuasin; 5. ruas jalan Karang Dapo Simpang 4Kelingi IV/a; 6. ruas jalan Simpang 4 Muara Lakitan (Setia Marga- Muara Lakitan); 7. ruas jalan Simpang Biaro Bingin Teluk; dan 8. ruasjalan Karang Dapo BinginTeluk Ketapat AirBening. c. Jaringan jalan lokal primer terdiri atas: 1. ruas jalan Surulangun PulauKidak; 2. ruas jalan Dalam Ibu Kota Muara Rupit; 3. ruas jalan Dalam IbuKota Surulangun Rawas; 4. ruas jalan Karang Anyar DanauRaya; 5. ruas jalan Suka Menang TanjungAgung; 6. ruas jalan Simpang Lima Nibung DanauRaya; 7. ruas jalan Bingin Teluk Poros Trans Nibung; 8. ruas jalan Sungai Jauh SungaiKijang; 9. ruas jalan Simpang Enam Ketapat Pauh; 10. ruas jalan Dalam Ibu Kota Kecamatan Karang Jaya; 11. ruas jalan Simpang Belani Belani; 12. ruas jalan Simpang Lake Simpang Tegal Sari; 13. ruas jalan Simpang Kabu DanauRaya; 14. ruas jalan Mandi Angin Simpang Lima Kelingi IV/a; 15. ruas jalan Simpang Talang Ridan Aringin; 16. ruas jalan Sukamenang PulauKidak; 17. ruas jalan Suka Raja LubukKumbung; 18. ruas jalan Simpang Tiga Pauh BatuKucing; 19. ruas jalan Simpang Empat Simpang Lima Kelingi IV/a; 20. ruas jalan Pulau Kidak Napal Licin; 21. ruas jalan Sungai Kijang PorosNibung; 22. ruas jalan Pangkalan Batas Jambi; 23. ruas jalan Napalicin Kuto Tanjung; 24. ruas jalan Prabumulih I TranslokPauh (Kecamatan Muara Lakitan Rawas Ilir); 25. ruas jalan Simpang Lake Sukamenang; 26. ruas jalan Simpang Lintas Bukit Langkap Bukit Uli; 27. ruas jalan Lintas Terusan; 28. ruas jalan Lesung Batu Bendung Merung; 29. ruas jalan Kerani Jaya Sumber Makmur; 30. ruas jalan Poros Nibung Mulya Jaya; 31. ruas jalan Poros Nibung SimpangSebelas Nibung; 32. ruas jalan Kerani Jaya Sungai Jernih Karangwaru; dan 33. ruas jalan Sungai Jernih Biaro Lama.

18 d. Lokasi terminal terdiri atas: 1. terminal tipe B di Muara Rupit, Kecamatan Rupit; 2. terminal tipe C di Bingin Teluk, Kecamatan Rawas Ilir; dan 3. terminaltipe C di Pasar Surulangun, Kecamatan Rawas Ulu. (3) Jaringan kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,terdiri atas: a. jaringan jalur kereta api antar kota yang menghubungkan Lubuklinggau Sarolangun Muarobungo; b. jaringan kereta api batubara dari Tanjung Enim sampai Tanjung Api-Api; dan c. stasiun barang di Desa Belani Kecamatan Rawas Ilir. (4) Jaringan sungai, danau, dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf cterdiri atas: a. Pelabuhan Surulangun di Kecamatan Rawas Ulu; b. Pelabuhan Muara Kulam di Kecamatan Ulu Rawas; c. Pelabuhan Muara Rupit di Kecamatan Rupit; dan d. Pelabuhan Bingin Teluk dan Pelabuhan Pauhdi Kecamatan Rawas Ilir. Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 14 Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b berupa aerodromeyang terdapatdi Kecamatan Rawas Ilir. Paragraf 3 Rencana Sistem Jaringan Energi dan Kelistrikan Pasal 15 (1) Sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a terdiri atas: a. pembangkit listrik di wilayah Kabupaten; dan b. jaringan prasarana energi. (2) Pembangkit listrik di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Sungai Kerali dan seluruh daerah irigasi yang berpotensial; b. keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi di Air Bening, Kecamatan Rawas Ilir; c. pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di wilayah yang potensial; dan

19 d. keberadaanpembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang di Desa Belani, Kecamatan Rawas Ilir. (3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. pengembangan Jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi terdiri atas Muara Beliti Selangit Terawas Karang Jaya Rupit Surulangun Nibung; b. pengembangan Jaringan Tegangan Menengah/Sekunder terdiri atas Petanang Selangit Terawas Karang Jaya Rupit Rawas Ulu dan Rupit Karang Dapo Rawas Ilir Nibung; c. pengembangan Jaringan listrik tegangan rendah/tersier di seluruh kawasan; dan d. pembangunangardu Induk Listrik di Simpang Nibung Rawas. Paragraf 4 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 16 (1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b terdiri atas: a. infrastruktur telekomunikasi berupa jaringan kabel telepon; dan b. infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara telekomunikasi dan menara Base Transceiver Station(BTS). (2) Infrastruktur telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pengembangan jaringan telekomunikasi primer/utama terdiri atas Karang Jaya Rupit Surulangun Muara Kulam - Nibung Rawas Ilir; b. pengembangan jaringan telekomunikasi sekunder di Kecamatan Karang Dapo; c. pengembangan jaringan telekomunikasi tersier di seluruh kawasan perkotaan; dan d. penambahantelepon umum dan wartel di pusat permukiman perdesaan dengan jaringan kabel dan nirkabel. (3) Infrastruktur telepon nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. pembangunan stasiun-stasiun komunikasi nirkabel di wilayah-wilayah pedalaman; b. penambahan Satuan Sambungan Telepon (SST); dan c. pembangunanbase Transceiver Station (BTS).

20 Paragraf 5 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 17 (1) Sistem jaringan sumber daya air sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c terdiri atas: a. sistem wilayah sungai dan danau; b. jaringan irigasi; c. jaringan air baku untuk air bersih; d. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan e. sistem pengendalian banjir. (2) Sistem wilayah sungai dan danau sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas sub DAS Rawas serta Danau Rayodi Kecamatan Rupit dan Waduk Merung di Kecamatan Rawas Ulu. (3) Jaringan irigasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. daerah irigasi yang merupakan kewenangan nasional berupa Air Rawas di Desa Sungai Baung Kecamatan Rawas Ulu; b. daerah irigasi yang merupakan kewenangan Kabupaten terdiri atas: 1. daerah irigasi Air Dulu di Kecamatan Karang Jaya; 2. daerah irigasi Air Merung di Kecamatan Rawas Ulu; 3. daerah irigasi Srijaya Makmur di Kecamatan Nibung; 4. daerah irigasi Air Putat di Kecamatan Rawas Ulu; 5. daerah irigasi Sungai Baung di Kecamatan Rawas Ulu; 6. daerah irigasi Setia Marga di Kecamatan Karang Dapo; 7. daerah irigasi Maur di Kecamatan Rupit; 8. daerah irigasi Krani Jaya di Kecamatan Nibung; 9. daerah irigasi Air Nitap di Kecamatan Rawas Ulu; 10. daerah irigasi Noman di Kecamatan Rupit; 11. daerah irigasi Air Jangkat di Kecamatan Ulu Rawas. 12. daerah irigasi Tebat Gede di Kecamatan Karang Jaya; dan 13. daerah irigasi Bukit Langkap di Kecamatan Karang Jaya. (4) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. sistem air untuk keperluan minum di Bingin Teluk untuk melayani daerah perkotaan Rawas Ilir; b. sistem air untuk keperluan minum di Karang Dapo untuk melayani daerah perkotaan Karang Dapo; c. sistem air untuk keperluan minum di Sukomoro untuk melayani daerah perkotaan di Rawas Ulu; d. sistem air untuk keperluan minum di Karya Makmur Kecamatan Nibungdengan daerah perkotaan Nibung;

21 e. sistem air untuk keperluan minum di Karang Jaya untuk melayani daerah perkotaan Karang Jaya; dan f. sistem air untuk keperluan minum di Muara Kulam untuk melayani permukiman Kecamatan Ulu Rawas. (5) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. jaringan air bersih bagi permukiman di Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Nibung, Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu; b. jaringan air bersih bagi pertanian di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang dapo, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Rawas Ilir; dan c. jaringan air bersih bagi industri di Desa Terusan Kecamatan Karang Jaya dan Desa Jadi Mulya Kecamatan Nibung. (6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas: a. pengendalian fungsi DAS Musi khususnya Sub DAS Rawas sesuai dengan peruntukannya; b. melestarikan Danau Raya di Rupit dengan cara mengendalikan penggunaan tata guna lahan di kawasan hulu; c. pembuatan cek DAM atau DAM pengendali di kawasan hulu untuk mengurangi erosi dasar sungai dan menaikkan muka air sehingga memperluas daerah resapan dan mengurangi kecepatan aliran air di sungai; dan d. penanganan kawasan hulu sungai dan menjaga Taman Nasional Kerinci Seblat. Pasal 18 (1) Sistem jaringan prasarana wilayah lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf d terdiri atas jaringan prasarana lingkungan yang terdiri dari: a. sistem pengolahan limbah; b. sistem drainase; c. jalur evakuasi bencana; dan d. sistem jaringan persampahan. (2) Sistem pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pengembangan prasarana pengelolaan limbah domestikterdapat dikawasan permukiman meliputi Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Nibung;

22 b. pengembangan prasarana pengelolaan limbah B3 terdapat di kawasan permukiman meliputi Desa Terusan Kecamatan Karang Jaya dan Desa Jadi Mulya Kecamatan Nibung; c. pembangunan sarana sanitasi umum terdapat dikawasan permukiman meliputi Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Nibung; d. pembangunan saluran limbah sistem tertutup di kawasan perdagangan, perkantoran, dan perdagangan Kecamatan Rupit; dan e. pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja terdapat dikawasan permukiman meliputi Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Nibung. (3) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. pembangunan sistem drainase tertutup di kawasan pusat pemerintahan, kawasan perkotaan dan perdagangan Kecamatan Rupit; b. pembangunan sistem drainase terbuka di kawasan permukiman meliputi Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Nibung; dan c. pembangunan stasiun pompa di kawasan rawan genangan meliputi Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, dan Kecamatan Rawas Ilir. (4) Sistem evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. penyediaan ruang terbuka hijau dan fasilitas sosial/umum yang bisa digunakan sebagai tempat evakuasi ketika bencana terjadi di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, dan Kecamatan Rawas Ilir; b. meningkatkan kualitas jalan yang ada untuk menjamin kelancaran proses evakuasi melalui pelebaran jalan, penataan susunan jalan atau perbaikan jalan-jalan yang rusak di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, dan Kecamatan Rawas Ilir ; c. pembuatan rute khusus jalur penyelamatan yang terintegrasi dengan jalan-jalan yang sudah ada sebelumnya di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan

23 Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, dan Kecamatan Rawas Ilir; dan d. sosialisasi kepada masyarakat tentang risiko dari kejadian bencana banjir di di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, dan Kecamatan Rawas Ilir. (5) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. tempat penampungan sementara di Desa Lubuk Rumbia Baru Kecamatan Rupit dan Kelurahan Bingin Teluk Kecamatan Rawas Ilir; dan b. pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir di Desa Sungai Kijang Kecamatan Rawas Ulu. BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 19 (1) Rencana pola ruang wilayah memuat peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 20 Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) terdiri atas: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan e. kawasan rawan bencana alam. Pasal 21

24 (1) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a terdapat di Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Rawas Ilir, dan Kecamatan Ulu Rawas. (2) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf bberupa kawasan resapan air yang terdapat di Kecamatan Karang Jaya dan Kecamatan Ulu Rawas dan kawasan bergambut yang terdapat di Kecamatan Karang Dapo dan Kecamatan Rawas Ilir. (3) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c terdiri atas: a. sempadan sungai terdiri atas: 1. sempadan sungai utama terdiri atas Sungai Rupit dan Sungai Rawas yang terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Karang Jaya, Rawas Ilir, Rawas Ulu, Rupit, dan Ulu Rawas; dan 2. sempadan sungai terdiri atas anak sungai dari Sungai Rawas dan Sungai Rupit yang terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Rupit, Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, dan Kecamatan Rawas Ulu. b. sempadan danau/waduk terdiri atas Danau Rayo Muara Rupit, Waduk Sungai Baung dan Waduk Sungai Merung di Kecamatan Rawas Ulu. (4) Kawasan suaka alam, pelestarian, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf d terdapat di Kecamatan Karang Jaya dan Kecamatan Ulu Rawas. (5) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 huruf e terdapat di Kecamatan Rupit, Karang JayaKarang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, dankecamatan Rawas Ulu. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 22 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), terdiri atas: a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perkebunan; e. kawasan peruntukan peternakan; f. kawasan peruntukan perikanan; g. kawasan peruntukan pertambangan; h. kawasan peruntukan industri;

25 i. kawasan peruntukan pariwisata; dan j. kawasan peruntukan permukiman. Pasal 23 Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a terdiri atas: a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas terdapat di Kecamatan Karang Jaya,Kecamatan Rawas Ilir,danKecamatan Ulu Rawas; b. Kawasan Hutan Produksi Tetap terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, dan Kecamatan Ulu Rawas; dan c. Kawasan Hutan Produksi Konversi terdapat di Kecamatan Karang Dapo dan Kecamatan Rawas Ilir. Pasal 24 Kawasan Hutan Rakyat sebagaimana dalam Pasal 22 huruf b terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Rawas Ulu, dankecamatan Ulu Rawas. Pasal 25 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf cterdiri atas: a. kawasan pertanian pangan lahan basahberupa kawasan pertanian beririgasi; b. kawasan pertanian lahan kering; dan c. kawasan pertanian hortikultura. (2) kawasan pertanian pangan lahan basah berupa kawasan pertanian beririgasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf aterdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Rawas Ulu, dankecamatan Rupit. (3) Kawasan pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf bterdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, dan Kecamatan Rawas Ilir. (4) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kecamatan Rawas Ulu dan Kecamatan Ulu Rawas. Pasal 26 (1) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, terdiri atas:

26 a. perkebunan sawit; b. perkebunan karet; dan c. perkebunan swasta sejenis. (2) Kawasan peruntukan perkebunan sawit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di Kecamatan Rupit, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, dankecamatan Karang Jaya. (3) Kawasan peruntukan perkebunan karet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdapat di Kecamatan Rupit, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, dankecamatan Ulu Rawas. (4) Kawasan peruntukan perkebunan swasta sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit Pasal 27 Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e terdapat di Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, dankecamatan Karang Jaya. Pasal 28 Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f, terdiri atas: a. perikanan tangkap terdapat di Sungai Rawas dan Sungai Rupit; dan b. budidaya perikanan terdapat di Kecamatan Rawas Ilir dan Kecamatan Rawas Ulu. Pasal 29 Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g berupa batubara dan minyak bumiterdapat di Kecamatan Rawas Ilir. Pasal 30 Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf h, terdiri atas: a. industri besar terdapat di Desa Terusan Kecamatan Karang Jaya dan Desa Jadi Mulya Kecamatan Nibung; b. industri sedang terdapat di Kecamatan Rupit, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Jaya; dan

27 c. industri kecil terdapat di Kecamatan Rupit, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, dan Kecamatan Ulu Rawas. Pasal 31 (1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf i terdiri atas pariwisata budaya dan pariwisata alam. (2) Pariwisata budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Makam Depati Kurus di Kecamatan Rawas Ulu; b. Meriam Naga (senjata) di Kecamatan Rawas Ulu; c. Pedang Kuno (senjata) di Kecamatan Rawas Ulu; d. Sabuk Kain Sutra di Kecamatan Rawas Ulu; e. Candi Lesung Batu di Kecamatan Rawas Ulu; f. Piagam Kulit Kayu di Kecamatan Rawas Ulu; g. Situs Batu Merah di Kecamatan Nibung; h. Kajatan Bujang Kurap di Kecamatan Rawas Ulu; i. Cottage Sukomoro di Kecamatan Rawas Ulu; j. Keramat Meja Batu di Kecamatan Rupit; k. Camp Turis di Kecamatan Rawas Ulu; dan l. Tari pisau dan tari piring di Desa Sungai Baung Kecamatan Rawas Ulu. (3) Pariwisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pariwisata alamdanau Raya di Kecamatan Rupit; b. pariwisata alam Gua Napalicin di Kecamatan Ulu Rawas; c. pariwisata alam Air Terjun Batu Ampar di Kecamatan Ulu Rawas; d. pariwisata alam Sungai Kerali di Kecamatan Ulu Rawas; e. pariwisata alam Sungai Numan di Kecamatan Ulu Rawas; f. pariwisata alam Sungai Arung Jeram di Kecamatan Ulu Rawas; g. pariwisata alam Air Terjun Palalawan di Kecamatan Ulu Raws; h. pariwisata alam Air Terjun Kilei di Kecamatan Ulu Rawas; i. pariwisata alam Air Terjun Curup Sembilan di Kecamatan Karang Jaya; dan j. pariwisataalam Bukit Pandandi Kecamatan Karang Jaya. Pasal 32 (1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf j terdiri atas permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan.

28 (2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Rawas Ulu, dankecamatan Rupit. (3) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat dikecamatan Rupit, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Karang Jaya, dankecamatan Ulu Rawas. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 33 (1) Kawasan strategis yang ada di Kabupaten terdiri atas: a. Kawasan Strategis Nasional; dan b. Kawasan Strategis Kabupaten. (2) Kawasan Strategis Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). (3) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,terdiri atas: a. Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi; dan b. Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan sudut kepentinganfungsi dan daya dukung lingkungan. (4) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta kawasan strategis sebagaimana tercantum dalam Lampiran III sebagai bagian yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 34 (1) Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf a, terdiri atas: a. kawasan perkotaan; b. kawasan pertanian lahan basah; dan c. kawasan perikanan. (2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas Muara Rupit, Lawang Agung, Desa Sungai Jernih dan Desa Remban. (3) Kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah pada ayat (1) huruf b terdiri atas Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Rupit, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rawas Ilir, dan Kecamatan Karang Jaya.

29 (4) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah Kecamatan Rawas Ilir. Pasal 35 Kawasan Strategis Kabupaten berdasarkan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) huruf b terdiri atas: a. kawasan resapan air di Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Karang Jaya; dan b. kawasan sekitar Danau Rayo di Desa Sungai Jernih Kecamatan Rupit. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Pasal 36 (1) Pemanfaatan ruang mengacu pada arahan pemanfaatan ruang yang memuat upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam indikasi program utama. (2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melingkupi: a. indikasi program perwujudan rencana struktur ruang; b. indikasi program perwujudan rencana pola ruang; dan c. indikasi program perwujudan kawasan strategis. (3) Ruang lingkup indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan dengan memuat usulan program utama, perkiraan pendanaan beserta sumbernya, instansi pelaksana dan waktu pelaksanaannya dalam 20 (dua puluh) tahun. (4) Penjabaran lebih lanjut atas ruang lingkup indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (5) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disinkronisasikan antar wilayah administratif dalam Kabupaten. (6) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.

30 BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 37 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah memuat arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang diperuntukkan sebagai alat penertiban penataan ruang. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi sistem Kabupaten; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi sistem kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a memuat peraturan zonasi untuk struktur ruang dan pola ruang. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Sistem Kabupaten Paragraf 1 Peraturan Zonasi Struktur Ruang Pasal 38 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat permukiman; dan b. ketentuanumum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem pusat permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPKp; dan d. ketentuanumum peraturan zonasi untuk PPL. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan transportasi;

31 b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan telekomunikasi; d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan sumber daya air; dan e. ketentuanumum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan prasarana lainnya. Pasal 39 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PKL sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. diperkenankan untuk mengembangkan pusat pemerintahan skala kabupaten, pusat jasa dan perdagangan skala kabupaten, pusat fasilitas umum dan sosial, perumahan, industri kecil dan rumah tangga, fasilitas pendukung pariwisata, dan pasar tradisional; b. tidak diperkenankan mengembangkan kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3; c. diperkenankan untuk mengembangkan kawasan rendah hingga sedang; dan d. diperkenankan mengembangkan pertokoan modern skala kabupaten. Pasal 40 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. diperkenankan untuk mengembangkan pusat pemerintahan skala kecamatan, pusat jasa dan perdagangan skala kecamatan, pusat fasilitas umum dan sosial, fasilitas pendukung pariwisata, perumahan, industri kecil dan rumah tangga, dan pasar tradisional; b. tidak diperkenankan mengembangkan kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3; c. diperkenankan untuk mengembangkan kawasan permukiman dengan intensitas kepadatan rendah; dan d. diperkenankanmengembangkan pertokoan modern skala kecamatan. Pasal 41 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPKp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf c terdiri atas: a. diperkenankan untuk mengembangkan pusat pemerintahan skala kecamatan, pusat jasa dan perdagangan skala kecamatan,

32 pusat fasilitas umum dan sosial, fasilitas pendukung pariwisata, perumahan, industri kecil dan rumah tangga, dan pasar tradisional; b. tidak diperkenankan mengembangkan kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3; c. diperkenankan untuk mengembangkan kawasan permukiman dengan intensitas kepadatan rendah; dan d. diperbolehkanmengembangkan pertokoan modern skala kecamatan. Pasal 42 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf d terdiri atas: a. diperkenankan untuk mengembangkan pusat pemerintahan skala antar desa, fasilitas jasa dan perdagangan skala antar desa, fasilitas umum dan sosial, fasilitas pendukung pariwisata, perumahan, industri kecil dan rumah tangga, dan pasar tradisional; b. tidak diperkenankan mengembangkan kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3; dan c. diperkenankan untuk mengembangkan kawasan permukiman dengan intensitas kepadatan rendah. Pasal 43 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a terdiri atas: a. tidak diperkenankan alih fungsi lahan pertanian pangan beririgasi dan lahan berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan; b. diperkenankan mendirikan bangunan operasional pendukung pelabuhan sungai sesuai syarat pendirian bangunan; c. tidak diperkenankan pemanfaatan ruang di sepanjang jalur transportasi sungai yang mengganggu fungsi transportasi sungai; d. tidak diperkenankan pemanfaatan ruang di sekitar pelabuhan sungai yang mengganggu fungsi pelabuhan sungai; e. tidak diperkenankan memanfaatkan ruang di sekitar pengawasan jalur kereta api yang mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian; f. diperkenankan mendirikan bangunan operasional pendukung aerodrome sesuai syarat pendirian bangunan; g. diperkenankan pemanfaatan ruang di sekitar aerodrome dengan memperhatikan batas kawasan kebisingan; dan h. tidak diperkenankan pemanfaatan ruang di sekitar aerodrome yang mengganggu kawasan keselamatan operasi penerbangan.

33 Pasal 44 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b terdiri atas: a. diperkenankan menempatkan tiang SUTT dengan mengikuti ketentuan teknis penempatan tiang SUTT; b. diperkenankan menempatkan Gardu Induk Listrik dengan mengikuti ketentuan teknis; c. diperkenankan mengembangkan kegiatan di sekitar SUTT dengan mengikuti syarat pengembangan kegiatan di sekitar lokasi SUTT; d. diperkenankan mengembangkan pembangkit tenaga listrik dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit dan jarak aman dari kegiatan lain; e. diperbolehkan memanfaatkan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi dengan mengikuti ketentuan teknis; f. diperkenankan mendirikan sarana kelistrikan di lahan bukan milik umum; g. diperkenankan melakukan kegiatan pemangkasan vegetasi yang mengganggu jaringan; h. pengaturan jarak tiang antara 30 (tiga puluh) sampai dengan 45 (empat puluh lima) meter; i. diperkenankan mengembangkan energi baru dan terbarukan bagi pembangkit listrik dengan memperhatikan keseimbangan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan hidup; j. diperkenankan melakukan kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi alternatif dan konservasi energi; k. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang menimbulkan pencemaran dan pendangkalan sungai; dan l. diperkenankan mendirikan bangunan yang mendukung kegiatan pengembangan sumber energi alternatif. Pasal 45 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf c terdiri atas: a. diperkenankan memanfaatkan secara bersama pada satu menara oleh beberapa operator telepon seluler sesuai peraturan perundang-undangan; b. diperkenankan mengembangkan jaringan baru atau penggantian jaringan lama pada pusat sistempusat pelayanan dan ruas-ruas jalan utama;

34 c. diperkenankan menempatkan menara telekomunikasi dengan memperhatikan keamanan, keselamatan umum, dan estetika lingkungan; d. tidak diperkenankan mendirikan bangunan di sekitar menara telekomunikasi dalam radius bahaya keamanan dan keselamatan sesuai ketentuan perundang-undangan;dan e. tidak diperkenankan mendirikan menara telekomunikasi dalam radius bahaya keamanan dan keselamatan di sekitar kawasan aerodrome. Pasal 46 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (3) huruf d terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem wilayah sungai dan danau; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan irigasi; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan air baku untuk air bersih; d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna; dan e. ketentuanumum peraturan zonasi untuk rencana sistem pengendalian banjir. Pasal 47 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem wilayah sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a terdiri atas: a. diperkenankan menempatkan lokasi industri berdekatan dengan sungai sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku dan tidak menimbulkan kerusakan ekosistem sungai; b. diperkenankan melakukan kegiatan pengembangan dan pengelolaan sungai; c. diperkenankan melakukan kegiatan konservasi sumber daya air di wilayah sungai; d. diperkenankan melakukan kegiatan pengendalian daya rusak air pada wilayah sungai; e. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang merusak kualitas dan kuantitas sumber daya air di wilayah sungai; f. diperkenankan memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk air minum sesuai dengan syarat yang berlaku;

35 g. diperkenankan memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk pertanian sesuai dengan syarat yang berlaku; h. diperkenankan mendirikan bangunan pendukung danau; i. diperkenankan melakukan kegiatan yang mendukung keamanan sumber air; j. diperkenankan memanfaatkan air danau untuk memenuhi kebutuhan air baku untuk pertanian; dan k. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang merusak kualitas air danau. Pasal 48 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b terdiri atas: a. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan irigasi berupa lahan pertanian beririgasi; b. tidak diperkenankan memanfaatkan ruang yang dapat merusak fungsi jaringan irigasi; c. diperkenankan mendirikan bangunan untuk mendukung fungsi jaringan irigasi; dan d. tidak diperkenankan mendirikan bangunan di dalam jaringan irigasi. Pasal 49 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. diperbolehkan mendirikan bangunan untuk mendukung jaringan sumber air minum; b. diperkenankan membangun dan memasang jaringan primer, sekunder dan Sambungan Rumah (SR); c. diperkenankan membangun fasilitas pendukung pengolahan air minum yang diizinkan meliputi kantor pengelola, bak penampungan, tower air, bak pengolahan air dan bangunan untuk sumber energi listrik; dan d. tidak diperkenankan membangun instalasi pengolahan air minum pada sumber air baku. Pasal 50 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf d terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana jaringan air bersih ke permukiman;

36 b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana penyediaan air baku bagi pertanian; dan c. ketentuanumum peraturan zonasi untuk rencana penyediaan air baku untuk industri. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana jaringan air bersih ke permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf a terdiri atas: a. pemanfaatan ruang di sekitar sumber air bersih adalah ruang terbuka hijau; b. tidak diperkenankan mendirikan bangunan di atas jaringan pipa induk; dan c. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap sumber air bersih. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana penyediaan air baku untuk pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat ( 2) huruf b terdiri atas: a. pemanfaatan ruang di sekitar sungai, waduk, embung untuk hanya untuk pemanfaatan ruang yang melindungi fungsi sungai, waduk dan embung sebagai penyedia air baku untuk pertanian; b. diperkenankan untuk mendirikan bangunan di sekitar sungai, waduk, embung yang mendukung fungsi penyediaan air baku untuk pertanian; dan c. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran bagi sungai, waduk, embung. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana penyediaan air baku untuk industri sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c terdiri atas: a. pemanfaatan ruang di sekitar sungai dan embung untuk hanya untuk pemanfaatan ruang yang melindungi fungsi sungai dan embung sebagai penyedia air baku untuk industri; b. diperkenankan untuk mendirikan bangunan di sekitar sungai dan embung yang mendukung fungsi penyediaan air baku untuk industri; dan c. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran bagi sungai dan embung. Pasal 51 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem pengendali banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf e terdiri atas: a. diperkenankan mendirikan sarana dan prasarana pengendali banjir.

37 b. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana pengendali banjir; dan c. diperkenankan melakukan kegiatan yang mendukung pengendalian banjir. Pasal 52 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf e terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem pengolahan limbah; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem drainase; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana jalur evakuasi bencana; dan d. ketentuanumum peraturan zonasi untuk sistem pengolahan sampah. Pasal 53 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem pengolahan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a terdiri atas: a. tidak diperkenankan membangun pengolahan limbah individual di daerah perkotaan dengan kepadatan bangunan tinggi; b. diperkenankan untuk membangun jaringan pengolahan limbah domestik dan bangunan pendukung jaringan pengolah limbah domestik untuk permukiman sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku; c. diperkenankan untuk membangun saluran limbah domestik dengan sistem setempat untuk kawasan permukiman; d. diperkenankan untuk membangun saluran limbah dengan sistem terpusat untuk kawasan perkantoran, pasar, kawasan industri, terminal dengan kepadatan bangunan tinggi; e. tidak diperkenankan mengalirkan air limbah domestik langsung ke sungai, waduk, embung dan saluran irigasi; f. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat mengganggu fungsi jaringan pengolahan air limbahdomestik; g. diperkenankan membuang limbah domestik pada saluran air hujan pada kawasan permukiman dengan kepadatan bangunan rendah; h. diperkenankan mendirikan bangunan pendukung jaringan pengolah limbah B3; i. diperkenankan mendirikan bangunan fasilitas pengolah limbah B3; dan

38 j. tidak diperkenankan mendirikan prasarana pengolah limbah B3 yang mengganggu fungsi kawasan. Pasal 54 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52huruf b terdiri atas: a. diperkenankan membangun jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier yang berwawasan lingkungan; b. diperkenankan mengembangkan sistem drainase tertutup di kawasan pusat pemerintahan, kawasan perkotaan, komersil dengan kepadatan bangunan tinggi; c. diperkenankan mengembangkan sistem drainase terbuka pada sepanjang ruas jalan dan kawasan permukiman; dan d. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan pada jaringan drainase. Pasal 55 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c terdiri atas: a. diperkenankan mengembangkan jalur dan ruang evakuasi bencana; b. diperkenankan mendirikan sarana dan prasarana pendukung pada jalur dan ruang evakuasi bencana; c. diperkenankan melakukan perbaikan kualitas sarana dan prasarana pendukung pada jalur dan ruang evakuasi bencana; dan d. diperkenankan melakukan sosialisasi risiko bencana kepada masyarakat. Pasal 56 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk rencana sistem pengolahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d terdiri atas: a. diperkenankan mendirikan bangunan pendukung jaringan persampahan; b. diperkenankan mendirikan sarana dan prasarana pengolah sampah; dan c. pembangunan fasilitas pengolahan sampah wajib memperhatikan kesehatan masyarakat, kelestarian lingkungan, dan ketentuan teknis.

39 Paragraf 2 Peraturan Zonasi Pola Ruang Pasal 57 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan b. ketentuanumum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat; d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan e. ketentuanumum kawasan rawan bencana alam. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkebunan; c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian tanaman pangan; d. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian hortikultura; e. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perikanan; f. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan; g. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri; h. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan permukiman perkotaan; dan i. ketentuanumum peraturan zonasi untuk kawasan permukiman pedesaan. Pasal 58 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat komplementer terhadap fungsi hutan lindung;

40 b. diperkenankan melakukan kegiatan wisata alam tanpa mengubah bentang alam; c. tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; d. diperkenankan menggunakan kawasan hutan, baik kawasan hutan produksi dan hutan lindung, tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan; dan e. Diperkenankan membangun prasarana wilayah yang melintasi hutan lindung, dengan ketentuan: 1. prasarana untuk pencegahan dan penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, letusan gunung api, lahar dingin, dan potensi bencana lainnya; 2. pembangunan pos keamanan pada titik tertentu sesuai kebutuhan pengamanan lalu lintas dan pencegahan perambahan hutan; 3. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang jaringan prasarana tersebut; dan 4. mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Pasal 59 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b berlaku untuk kawasan resapan air dan kawasan bergambut. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan resapan airsebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. diperkenankan adanya kegiatan budidaya; b. diperkenankan adanya permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan resapan air sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan memenuhi syarat: 1. tingkat kerapatan bangunan rendah; dan 2. perkerasan permukaan menggunakan bahan yang memiliki daya serap air tinggi. c. wajib dibangun sumur resapan sesuai ketentuan yang berlaku. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan bergambutsebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tidak diperkenankan adanya kegiatan budidaya baik pembukaan lahan maupun alih fungsi kawasan; dan b. tidak diperkenankan membuat saluran drainase yang dapat mengakibatkan kawasan bergambut menjadi kering.

41 Pasal 60 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf c berlaku untuk sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, dan sempadan mata air. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. diperkenankan untuk memanfaatkan ruangnya sebagai ruang terbuka hijau; b. tidak diperkenankan melakukan kegiatan budidaya yang mengakibatkanterganggunya fungsi sungai; c. diperkenankan mendirikan bangunan untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi pengamanan sempadan; dan d. diperkenankan dibangun prasarana wilayah dan utilitas lainnya dengan ketentuan: 1. tidak menyebabkan terjadinya perkembangan pemanfaatan ruang budidaya di sepanjang pinggir sungai dalam wilayah sempadan sungai; dan 2. dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tidak diperkenankan melakukan kegiatan budidaya yang dapat merusak fungsi danau/waduk, kecuali untuk pembangunan/pengembangan PLTA yang memanfaatkan air dari danau; b. diperkenankan dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku; dan c. diperkenankanmendirikan bangunan untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi pengamanan sempadan danau. (4) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tidak diperkenankan melakukan kegiatan budidaya yang dapat merusak mata air; b. diperkenankan dilakukan kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang berlaku; c. tidak diperkenankan melakukan kegiatan budidaya terbangun di dalam kawasan sekitar mata air dalam radius 200 (dua ratus) meter; dan d. tidakdiperkenankan melakukan pengeboran air bawah tanah pada radius 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air. Pasal 61

42 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya terhadap kawasan bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf d berlaku untuk suaka alam dan cagar alam serta kawasan taman nasional. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam dan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. tidak diperkenankan melakukan kegiatan budidaya yang mengakibatkan menurunnya fungsi kawasan tersebut; b. diperkenankan adanya kegiatan penelitian, wisata alam dan kegiatan berburu yang tidak mengakibatkan penurunan fungsi kawasan tersebut; dan c. diperkenankan adanya pembangunan prasarana wilayah, bangunan penunjang fungsi kawasan dan bangunan pencegah dan penanggulangan bencana alam. (3) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. dilarang melakukan kegiatan budidaya yang menyebabkan menurunnya fungsi kawasan; b. dilarang melakukan penebangan pohon dan perburuan satwa yang dilindungi undang-undang; c. diperbolehkan melakukan kegiatan penelitian dan wisata alam sepanjang tidak merusak lingkungan; dan d. diperbolehkan melakukan pembangunan prasarana wilayah sepanjang tidak merusak atau mengurangi fungsi kawasan atau untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan bencana alam. Pasal 62 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf e terdiri atas: a. pembatasan kawasan permukiman yang sudah terbangun di dalam kawasan rawan bencana alam dengan menerapkan peraturan bangunan (building code) yang sesuai dengan potensi bencana alam serta dilengkapi jalur evakuasi; b. diwajibkan adanya penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; c. diperkenankan menyelenggarakan kegiatan pembangunan prasarana penunjang untuk mengurangi risiko bencana alam dengan pemasangan sistem peringatan dini ( early warning system); dan d. diperkenankanadanya kegiatan budidaya lain seperti pertanian, perkebunan dan kehutanan serta bangunan yang berfungsi untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana alam.

43 Pasal 63 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf a terdiri atas: a. diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan hasil hutan yang dibatasi untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya hutan; b. diperkenankan adanya alih fungsi untuk kegiatan lain di luar kehutanan sesuai peraturan perundangan yang berlaku; c. diperkenankan adanya pendirian bangunan yang dibatasi untuk menunjang kegiatan pengamanan kawasan dan pemanfaatan hasil hutan; d. diperkenankan mengubah fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung sesuai ketentuan berlaku; e. diperkenankan adanya pemanfaatan campuran pada kawasan hutan rakyat dengan fungsi lain di antaranya, perkebunan dan/atau pertanian lahan kering serta hortikultura; f. diperkenankan adanya pembangunan prasarana untuk kepentingan pemanfaatan hasil hutan dan pencegahan serta penanggulangan bencana; dan g. diperkenankan adanya pembangunan prasarana dengan tujuan strategis sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 64 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf b terdiri atas: a. tidak diperkenankan menanam jenis tanaman perkebunan yang bersifat menyerap air dalam jumlah banyak, terutama kawasan perkebunan yang berlokasi di daerah hulu/kawasan resapan air; b. tidak diperkenankan menanam komoditasperkebunanyang tidak sesuai dengan peruntukankomoditas kawasanmasing-masing; c. tidak diperkenankan mengubah jenis tanaman perkebunan yang tidak sesuai dengan perizinan yang diberikan terhadap kawasan yang dikelola oleh perusahaan besar; d. diperkenankan untuk memanfaatkan kawasan perkebunan sebagai hutan rakyat; e. diperkenankan adanya bangunan yang bersifat mendukung kegiatan perkebunan dan jaringan prasarana wilayah pada kawasan perkebunan besar dan perkebunan rakyat; f. diperkenankan adanya diversifikasi pada tanaman perkebunan sepanjang memenuhi persyaratan teknis dan sesuai perizinan yang diberikan; dan

44 g. perkebunanyang terdapat di lahan peruntukan lahan basah berlaku sampai berakhirnya kontrak, yang selanjutnya disesuaikan dengan arahan dalam RTRW Kabupaten. Pasal 65 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf c terdiri atas: a. Diperkenankan adanya bangunan prasarana wilayah dan bangunan yang bersifat mendukung kegiatan pertanian. b. Diperkenankan adanya kegiatan pemanfaatan berupa kegiatan perikanan. c. Diperkenankan adanya kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian dan pendidikan. Pasal 66 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf d terdiri atas: a. diperkenankan adanya bangunan prasarana wilayah dan bangunan yang bersifat mendukung kegiatan pertanian lahan kering; b. diperkenankan adanya pemanfaatan untuk permukiman, peternakan, dan industri; c. diperkenankan adanya pengembangan sarana dan prasarana wisata agro secara terbatas; d. diperkenankan adanya pengembangan sarana dan prasarana industri agro; dan e. diperkenankan adanya pemanfaatan untuk fungsi perkebunan rakyat. Pasal 67 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf e terdiri atas: a. diperkenankan adanya bangunan prasarana wilayah dan bangunan yang bersifat mendukung kegiatan perikanan; b. diperkenankan adanya pengembangan sarana dan prasarana perikanan; c. diperkenankan adanya pemanfaatan sumber daya perikanan dengan batasan tidak melebihi potensi lestari; d. diperkenankan adanya fungsi pengembangan perikanan yang tidak merusak/mematikan fungsi pariwisata; dan

45 e. diperkenankan adanya pemanfaatan kawasan perikanan yang tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan lainnya. Pasal 68 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf f terdiri atas: a. pembatasan kegiatan pertambangan untuk mencegah dampak lingkungan yang merugikan bagi lingkungan hidup biotik dan abiotik di dalamnya maupun di sekitarnya; b. penjaminan segi-segi keselamatan pekerja dan keamanan lingkungan dalam penyediaan peralatan dan pelaksanaan kegiatan penambangan; c. pemulihan rona bentang alam pasca penambangan sesuai ketentuan yang berlaku bagi kawasan pertambangan; d. pengembangan kawasan permukiman pendukung kegiatan pertambangan, yang harus diintegrasikan dengan pengembangan pusat kegiatan sesuai rencana pengembangan struktur ruang wilayah Kabupaten; dan e. tidak diperkenankan membangun kawasan permukiman eksklusif dalam kawasan pertambangan yang tidak diintegrasikan dengan rencana struktur ruang Kabupaten. Pasal 69 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf g terdiri atas: a. diprioritaskan untuk mengolah bahan baku lokal menggunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia setempat; b. diperkenankan adanya pemanfaatan untuk menampung kegiatan aneka industri sesuai dengan karakteristik kawasan; c. diperkenankan adanya penyediaan sarana dan prasarana kawasan industri siap bangun; d. diperkenankan adanya pengembangan kawasan permukiman baru pada kawasan peruntukan industri sebagai tempat permukiman yang menunjang kegiatan industri dan kegiatan buffer zone; dan e. diperkenankan adanya permukiman bagi penduduk yang sudah terlebih dulu bermukim di kawasan peruntukan industri, tetapi dengan pembatasan kegiatan agar tidak mengakibatkan kecelakaan industri. Pasal 70

46 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf h terdiri atas: a. diperkenankan adanya permukiman perkotaan yang layak huni dan sesuai dengan kemampuan lahan; b. diperkenankan adanya penyediaan infrastruktur yang memadai pada permukiman padat, penyediaan perumahan baru, dan penyediaan Kasiba Lisiba Lisiba Berdiri Sendiri; c. diperkenankan adanya peningkatan kualitas lingkungan permukiman perkotaan melalui perbaikan jalan lingkungan, setapak, saluran pembuangan air hujan, pengadaan sarana lingkungan, pembangunan sarana mandi cuci kakus dan air bersih; d. diperkenankan adanya pengembangan kawasan permukiman baru dan harus disertai dengan penyediaan infrastruktur yang memadai seperti penyediaan jaringan drainase dan pematusan, pelayanan jaringan listrik, telepon, air bersih dan sistem sanitasi yang baik; dan e. diperkenankan adanya alih fungsi bangunan lama/kuno asalkan tidak merusak kondisi bangunannya. Pasal 71 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan permukiman pedesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf i terdiri atas: a. diperkenankan adanya pengembangan kawasan pemukiman perdesaan yang memiliki potensi sebagai penghasil produk unggulan pertanian atau sebagai kawasan sentra produksi yang dilengkapi dengan lumbung desa modern serta pasar komoditas unggulan; b. diperkenankan adanya pengembangan kawasan permukiman baru yang memperhatikan kesiapan lahan, kesesuaian peruntukan dan daya dukung lahan, jaminan ketersediaan air, terbentuknya kelompok pendukung pembangunan perumahan dan permukiman yang meningkatkan kualitas lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, serta sasaran strategis yang telah disepakati; dan c. diperkenankan adanya pengembangan kawasan unggulan perdesaan sebagai kawasan terpilih pusat pengembangan.

47 Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Paragraf 1 Umum Pasal 72 Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b memuat perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 73 (1) Setiap orang wajib memiliki izin pemanfaatan ruang dan melaksanakan setiap ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang. (2) Izin pemanfaatan ruang diberikan untuk: a. menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; b. mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan c. melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas. (3) Izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 74 Izin pemanfaatan ruang yang ada di Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1), terdiri atas: a. Izin Lokasi; b. Izin Pemanfaatan Tanah; c. Izin Perubahan Penggunaan Tanah; d. Izin Konsolidasi Tanah; e. Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum; f. Izin Mendirikan Bangunan; g. Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah; h. Izin Gangguan HO; i. Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler; j. Izin In Gang; k. Izin Saluran Air Hujan; dan l. Izin Saluran Air Limbah/Saluran Air Kotor. Pasal 75

48 (1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a diberikan untuk penggunaan tanah dalam usaha penanaman modal. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar pemindahan hak dan dasar untuk menggunakan tanah dalam usaha penanaman modal. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu: a. Izin Lokasi berlaku 1 (satu) tahun untuk tanah yang luasnya sampai dengan 25 (dua puluh) hektar. b. Izin Lokasi berlaku 2 (dua) tahun untuk tanah yang luasnya lebih dari 25 hektar sampai 40 (empat puluh) hektar. c. Izin Lokasi berlaku 3 (tiga) tahun untuk tanah yang luasnya di atas 50 (lima puluh) hektar. (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; b. salinan akta pendirian perusahaan dan pengesahannya; c. sketsa letak tanah; d. bagan/rencana tampak bangun/site plan sementara; e. surat pernyataan bermaterai cukup tentang kesanggupan ganti kerugian dan/atau menyediakan tempat penampungan bagi pemilik tanah/yang berhak atas tanah; f. surat pernyataan kerelaan dari pemilik tanah bermaterai cukup; g. proposal yang ditandatangani pemohon dan dibubuhi cap perusahaan; h. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak; i. surat persetujuan dari Presiden/BKPM/BKPMD bagi perusahaan PMA/ PMDN; dan j. surat kuasa bermaterai cukup bila diurus orang lain. Pasal 76 (1) Izin Pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b diberikan untuk penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi dan/atau badan dalam kegiatan yang mengakibatkan perubahan peruntukan tanah pada bangunan/usaha yang dilakukan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat d iperpanjang 1 (satu) kali dengan ketentuan diperoleh mencapai lebih dari 50% (lima puluh persen) dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin lokasi.

49 (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku; b. salinan akta pendirian perusahaan dan pengesahannya; c. uraian rencana proyek yang akan dibangun (proposal); d. surat pernyataan bermaterai cukup tanah-tanah yang sudah dimiliki oleh perusahaan pemohon dan perusahaanperusahaan lain yang merupakan grup pemohon; e. gambar kasar letak tanah/denah lokasi letak tanah yang dimohonkan izinnya; f. bagan/rencana tampak bangun/site plan sementara; g. surat pernyataan kerelaan dari pemilik tanah bermaterai cukup; h. proposal yang ditandatangani pemohon dan dibubuhi cap perusahaan; i. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak; j. salinan kepemilikan tanah; k. surat persetujuan dari Presiden/BKPM/PDKPM bagi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri atau Penanaman Modal Asing; l. surat pernyataan bermaterai cukup tentang kerelaan dari pemilik hak atas tanah; m. salinan SPPT dan tanda lunas PBB tahun terakhir; n. notulen rapat pelaksanaan sosialisasi (setelah rapat koordinasi dilaksanakan); o. surat pernyataan bermaterai cukup tentang penyediaan fasilitas; dan p. surat kuasa bermaterai cukup bila diurus orang lain. Pasal 77 (1) Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c diberikan untuk penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi yang mengubah peruntukan tanah pertanian menjadi non pertanian untuk pembangunan rumah tempat tinggal pribadi/perseorangan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk tanah dengan luas maksimal meter 2. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon; b. salinan sertifikat tanah; c. salinan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT) dan pelunasan pajak bumi dan bangunan (PBB); d. sketsa letak/lokasi tanah yang dimohonkan izinnya; dan

50 e. surat kuasa bermaterai cukup bagi pemohon yang mewakilkan kepada orang lain. (4) Izin Perubahan Penggunaan Tanah yang telah diterbitkan wajib dicatatkan oleh pemegang izin di Kantor Pertanahan agar peralihan penggunaan tanah tercantum pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. (5) Pertimbangan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah terdiri atas: a. aspek rencana tata ruang; b. letak tanah termasuk dalam wilayah ibukota kecamatan yang bersangkutan; c. letak tanah berbatasan langsung dengan permukiman yang telah ada dan termasuk daerah pertumbuhan permukiman; d. letak tanah di lokasi yang mempunyai aksesibilitas umum jalan dan fasilitas umum lainnya, antara lain fasilitas listrik, PAM dan telepon; e. luas tanah yang diberi izin sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali luas rencana bangunan yang akan dibangun ditambah luas untuk sempadan jalan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; f. tanah sudah bersertifikat; g. tanah yang dimohonkan izinnya tidak termasuk tanah pertanian subur/sawah irigasi teknis; h. aspek penguasaan tanah yang terdiri atas perolehan hak, pemindahan hak, serta penggunaan tanah; dan i. setiap perubahan penggunaan tanah harus selalu memperhatikan fungsi tanah dan daya dukung lingkungan di sekitarnya. Pasal 78 (1) Izin Konsolidasi Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf d diberikan untuk penggunaan tanah yang wajib dimiliki kumpulan orang pribadi dan/atau badan yang melaksanakan penataan kembali penguasaan tanah, penggunaan tanah, dan usaha pengadaan tanah. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam kegiatan penataan kembali penguasaan tanah, penggunaan tanah, dan usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan guna meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat/pemilik tanah setempat. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon yang masih berlaku;

51 b. salinan akta pendirian perusahaan dan pengesahannya bila pemohon berbadan hukum; c. sketsa dan luas rencana lokasi sebelum dan sesudah penataan; d. surat permohonan konsolidasi tanah; e. site plan sementara; f. daftar nominatif calon peserta; g. surat pernyataan kesediaan dari Peserta konsolidasi dari tanah swadaya, Peserta memberi sumbangan tanah untuk pembangunan, dan Peserta membayar biaya pelaksanaan konsolidasi tanah; h. bukti penguasaan tanah/pemilikan tanah tiap-tiap calon peserta (sertifikat/letter C/D/E); i. bila pemohon merupakan koperasi, dilengkapi surat keterangan bahwa pemohon adalah anggota koperasi; j. denah lokasi; dan k. surat kuasa bermaterai cukup bila diurus orang lain. (4) Pertimbangan dalam penerbitan Izin Konsolidasi Tanah terdiri atas: a. aspek rencana tata ruang; b. apabila sekurang-kurangnya 85% (delapan puluh lima persen) dari pemilik tanah yang luas tanahnya, terdiri atas sekurang-kurangnya 85% (delapan puluh lima persen) dari luas seluruh areal tanah yang akan dikonsolidasikan menyatakan persetujuannya dalam surat pernyataan persetujuan; c. status tanah sudah dikuasi oleh peserta konsolidasi tanah; d. letak tanah tidak beraturan/tidak ada jalan penghubung antar penghuni; e. adanya kesediaan dari para peserta konsolidasi tanah untuk merelakan sebagian tanahnya untuk sumbangan pembangunan/fasilitas umum; dan f. letak tanah di daerah perkotaan dan merupakan tanah non pertanian atau letak tanah di daerah pedesaan dan merupakan tanah pertanian. Pasal 79 (1) Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf e diberikan untuk penggunaan tanah yang diperlukan oleh instansi pemerintah yang melaksanakan pengadaan tanah guna melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum. (2) Pertimbangan dalam penerbitan Izin Penetapan Lokasi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terdiri atas: a. aspek rencana tata ruang;

52 b. aspek penguasaan tanah yang terdiri atas perolehan hak, pemindahan hak, dan penggunaan tanah; c. aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan; dan d. tanah yang diperoleh akan dimiliki Pemerintah Daerah dan digunakan untuk kepentingan umum. Pasal 80 (1) Izin Mendirikan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf f diberikan kepada orang yang hendak mendirikan bangunan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan dengan persyaratan administrasi berupa: a. permohonan yang disediakan Dinas Perizinan dan disetujui tetangga serta dilegalisir/diketahui Ketua RT, Ketua RW, Lurah, dan Camat setempat; b. salinan surat bukti hak tanah/sertifikat tanah (rangkap dua); c. surat pernyataan bahwa tanah tidak dalam status sengketa; d. surat kerelaan pemilik tanah jika tanah itu bukan milik pemilik bangunan dengan materai Rp6.000,00; e. melampirkan surat pernyataan menanggung risiko konstruksi bangunan bermaterai Rp6.000,00; f. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon (rangkap dua); g. sketsa letak/lokasi bangunan akan didirikan; h. rencana kerja dan syarat-syarat/rencana anggaran belanja; i. rekomendasi dari instansi teknis terkait; j. surat kuasa bermaterai Rp6.000,00 apabila yang mengurus atau mengambil izin bukan pemohon; dan k. rekomendasi dari BPCB apabila itu bangunan cagar budaya. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan dengan persyaratan teknis berupa: a. bangunan bertingkat, dengan persyaratan: 1. site plan/gambar situasi dan tata letak bangunan; 2. gambar rencana denah, rencana fondasi, rencana atap, rencana titik lampu, sanitasi dan detail sanitasi, potongan melintang dan potongan memanjang, tampak depan, tampak samping, gambar pagar, gambar konstruksi (kolom/kolom praktis, slof, ring balok, balok lintel, kuda-kuda beton, detail, plat lantai, tangga dan lain-lain); 3. tanda tangan tetangga pada gambar rencana; 4. hitungan konstruksi (rangkap dua); 5. penyelidikan tanah rangkap; 6. tanda tangan penanggung jawab gambar; dan

53 7. surat pernyataan sanggup menanggung risiko konstruksi bermaterai. b. bangunan tidak bertingkat, dengan persyaratan: 1. gambar rencana bangun-bangunan; 2. gambar rencana denah, rencana fondasi, rencana atap, rencana titik lampu, sanitasi dan detail sanitasi, potongan melintang dan potongan memanjang, tampak depan, tampak samping, gambar pagar, gambar konstruksi (kolom/kolom praktis, sloof, ring balok, balok lintel, kuda-kuda beton, detail, plat lantai, tangga dan lain-lain); 3. gambar rencana konstruksi (beserta detailnya); 4. gambar rencana instalasi (titik lampu, sakelar, stop kontak, dan lain-lain); dan 5. gambar rencana dan detail sanitasi (SPAH, Sp, septic tank, instalasi pemadam kebakaran). (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan penertiban bangunan dilaksanakan dengan mengajukan permohonan berupa: a. gambar situasi/gambar situasi dan tata letak bangunan (existing); b. denah, tampak depan dan tampak samping, potongan, gambar pagar, gambar titik lampu, sanitasi dan detail sanitasi; c. foto keseluruhan bangunan tampak depan dan samping (rangkap dua); d. tanda tangan penanggung jawab gambar dan hitungan konstruksi; dan e. surat pernyataan sanggup menanggung risiko konstruksi bermaterai Rp6.000,00. (5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk bangunan komersial diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. AMDAL; b. RKL dan RPL; c. surat pernyataan pengelolaan lingkungan hidup; d. surat pernyataan kesanggupan menyediakan tempat parkir bermaterai (untuk usaha); e. rekomendasi kebakaran dari Kantor Perlindungan Masyarakat dan Penanggulangan Kebakaran. f. rekomendasi dari subdinas pengairan/dinas Pekerjaan Umum Provinsi bila bangunan terletak dipinggir kali atau saluran pengairan; g. IPL untuk mendirikan menara/tower/antena, rencana anggaran biaya; h. IPL untuk mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), dan rekomendasi dari Pertamina atau pemasok resmi; dan

54 i. site plan yang menjadi satu kesatuan dengan IPL harus disetujui oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Musi Rawas Utara. (6) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kepentingan legalisasi diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Perizinan/instansi lain yang berwenang; b. melampirkan salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon; dan c. melampirkan sketsa/dengan lokasi. Pasal 81 (1) Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf g diberikan untuk kegiatan pembangunan rumah ibadah. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah; b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa; c. rekomendasi tertulis Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten; dan d. rekomendasi tertulis Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten. Pasal 82 (1) Izin Gangguan HO ( Hinder Ordonantie) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf h diberikan untuk tempatusaha kepada orang pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian, dan gangguan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. syarat umum: 1. salinan Kartu Tanda Penduduk; 2. salinan sertifikat tanah; 3. salinan Izin Mendirikan Bangunan-Bangunan (IMBB) atau surat mengurus/balik nama/alih fungsi Izin Mendirikan Bangunan (IMB); 4. denah tempat usaha dan gambar situasi ( site plan) tempat usaha yang jelas; 5. surat pernyataan tanah dan bangunan tidak dalam sengketa; dan

55 6. surat persetujuan dari tetangga sekitar tempat usaha dengan diketahui oleh pejabat wilayah setempat (Ketua RT, Ketua RW, Lurah, dan Camat). b. syarat untuk Badan Hukum (Gangguan Besar): 1. dokumen untuk pengelola lingkungan hidup; dan 2. salinanakta pendirian perusahaan/cabang perusahaan. c. syarat untuk Perorangan (Gangguan Besar): 1. syarat umum dan syarat perorangan; dan 2. dokumen untuk mengelola lingkungan hidup. (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan mengajukan permohonan berupa: a. dokumen untuk mengelola lingkungan hidup; b. salinan Surat Keputusan HO (SK HO) dilampiri SK HO asli; dan c. situasi gambar IMB. (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut dengan mengajukan permohonan berupa: a. syarat pencabutan untuk Badan Hukum: 1. surat permohonan; 2. salinan SK HO dilampiri SK HO asli atau surat kehilangan dari kepolisian RI; dan 3. akta pencabutan. b. syarat pencabutan untuk Perorangan: 1. syarat permohonan; dan 2. salinan SK HO dilampiri SK HO asli atau surat kehilangan dari kepolisian. (5) Duplikat Izin Gangguan HO dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. surat permohonan; dan b. surat keterangan kehilangan dari kepolisian. (6) Obyek dari Izin Gangguan HO dapat disewakan dengan diperolehnya surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik tempat atau bukti sewa-menyewa. Pasal 83 (1) Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf i diberikan kepada semua orang atau badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan pemanfaatan dan/atau pembangunan menara telekomunikasi seluler. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. rekomendasi ketinggian dari Komandan Pangkalan Angkatan Udara terdekat; b. surat kuasa yang sah dari perusahaan apabila diurus oleh pihak lain;

56 c. bukti kepemilikan tanah apabila milik sendiri; d. surat kerelaan atau perjanjian penggunaan/pemanfaatan tanah; e. surat pernyataan persetujuan warga sekitar dalam radius 1,5 kali tinggi menara; f. surat pernyataan sanggup mengganti kerugian kepada warga masyarakat apabila terjadi kerugian/kerusakan yang diakibatkan oleh keterdapatan menara telekomunikasi seluler tersebut; g. gambar teknis yang terdiri atas gambar situasi, denah bangunan dengan skala 1:100, gambar potongan, rencana fondasi 1:100, dan perhitungan struktur; dan h. persyaratan lain yang disesuaikan dengan situasi daerah. (3) Pemegang Izin Pembangunan Menara Telekomunikasi Seluler, baik itu perorangan maupun badan dibebani kewajiban berikut: a. bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan oleh pelaksanaan izin yang telah diberikan; b. melaksanakan ketentuan teknik, kualitas, standar keamanan dan keselamatan, dankelestarian fungsi lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku; dan c. membantu pelaksanaan pengawasan yang telah dilakukan oleh petugas. Pasal 84 (1) Izin In Gang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf j diberikan untuk kegiatan tertentu yang memerlukan jalan masuksecara khusus ke lokasi kegiatan usaha. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. mengisi formulir yang telah disediakan, diketahui Ketua RT, Ketua RW, Lurah, dan Camat; b. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon; c. salinan sertifikat tanah atau surat ukur yang dikeluarkan kantor pertanahan; d. gambar sketsa lokasi; e. gambar rencana jalan masuk (in gang); dan f. surat pernyataan (bilamana diperlukan). Pasal 85

57 (1) Izin Saluran Air Hujan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf k diberikan untuk melakukan kegiatan pembangunan saluran air hujan tertentu. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) d iperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. mengisi formulir yang telah disediakan, diketahui Ketua RT, Ketua RW, Lurah, dan Camat; b. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon; c. salinan sertifikat tanah atau surat ukur yang dikeluarkanoleh kantor pertanahan; d. gambar sketsa lokasi; e. gambar rencana jalan masuk ( in gang) atau saluran air hujan; dan f. surat pernyataan tidak bermaterai. Pasal 86 (1) Izin Saluran Air Limbah/Saluran Air Kotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf l diberikan untuk kegiatan pembangunan saluran air limbah/air kotor tertentu. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan berupa: a. salinan Izin Mendirikan Bangunan-Bangunan/Izin Mendirikan Bangunan; b. denah situasi; c. bagi bangunan yang belum memiliki IMBB, agar melampirkan salinan sertifikattanah; dan d. salinan Kartu Tanda Penduduk pemohon. Paragraf 2 Prosedur Pemberian Izin Pasal 87 (1) Prosedur pemberian izin pemanfaatan ruang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemberian izin diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan peraturan zonasi. (3) Pemberian izin dilakukan secara terkoordinasi dengan memperhatikan kewenangan dan kepentingan berbagai instansi terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemberian izin pemanfaatan ruang diatur dalam Peraturan Bupati.

58 Bagian Ketiga Ketentuan Insentif dan Disinsentif Paragraf 1 Umum Pasal 88 (1) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf c memuat perangkat untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun Pemerintah Daerah. (2) Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang; b. memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang; dan c. meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang. (3) Pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk: a. Pemerintah kepada Pemerintah Daerah; b. Pemerintah Daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan c. Pemerintah kepada masyarakat. (4) Ketentuan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Bentuk Insentif Pasal 89 (1) Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya untuk: a. Kawasan Pertanian; b. Kawasan Hutan Produksi; c. Kawasan Perkotaan; dan/atau d. Kawasan Perkebunan. (2) Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidisilang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

59 c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau Pemerintah Daerah. (3) Insentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Bentuk Disinsentif Pasal 90 (1) Disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya untuk: a. Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS); b. Kawasan Rawan Banjir; c. Kawasan Lindung Setempat; dan/atau d. Kawasan Pertambangan. (2) Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; b. pembatasan penyediaan infrastruktur; c. pengenaan kompensasi, dan/atau d. penalti. (3) Disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Arahan Sanksi Paragraf 1 Umum Pasal 91 (1) Setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang penataan ruang dikenakan sanksi administratif. (2) Pelanggaran di bidang penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; b. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang; c. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau d. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.

60 (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. Pasal 92 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. memanfaatkan ruang dengan izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukkannya; b. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang sesuai peruntukannya; dan/atau c. memanfaatkan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang di lokasi yang tidak sesuai peruntukannya. Pasal 93 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf b terdiri atas: a. tidak menindaklanjuti izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan; dan/atau b. memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang yang tercantum dalam izin pemanfaatan ruang. Pasal 94 Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf c terdiri atas: a. melanggar batas sempadan yang telah ditentukan; b. melanggar ketentuan koefisien lantai bangunan yang telah ditentukan; c. melanggar ketentuan koefisien dasar bangunan dan koefisien dasar hijau; d. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi bangunan; e. melakukan perubahan sebagian atau keseluruhan fungsi lahan; dan/atau

61 f. tidak menyediakan fasilitas sosial atau fasilitas umum sesuai dengan persyaratan dalam izin pemanfaatan ruang. Pasal 95 Menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) huruf d terdiri atas: a. menutup akses ke pesisir pantai, sungai, danau, situ, dan sumber daya alam serta prasarana publik; b. menutup akses terhadap sumber air; c. menutup akses terhadap taman dan ruang terbuka hijau; d. menutup akses terhadap fasilitas pejalan kaki; e. menutup akses terhadap lokasi dan jalur evakuasi bencana; dan/atau f. menutup akses terhadap jalan umum tanpa izin pejabat yang berwenang. Paragraf 2 Kriteria dan Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Pasal 96 Sanksi administratif terhadap pelanggaran penataan ruang dikenakan berdasarkan kriteria: a. besar atau kecilnya dampak yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang; b. nilai manfaat pemberian sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran penataan ruang; dan/atau c. kerugian publik yang ditimbulkan akibat pelanggaran penataan ruang. Pasal 97 (1) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf a dilakukan melalui penerbitan surat peringatan tertulis dari pejabat yang berwenang. (2) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. rincian pelanggaran dalam penataan ruang; b. kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang; dan c. tindakan pengenaan sanksi yang akan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3 (tiga) kali.

62 (4) Apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan berupa pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf i sesuai dengan kewenangannya. Pasal 98 Penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf b dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara kegiatan pemanfaatan ruang; c. berdasarkan surat keputusan sebagaimana dimaksud padahuruf b, pejabat yang berwenang melakukan penghentiansementara kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa; dan d. setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, pejabat yangberwenang melakukan pengawasan agar kegiatanpemanfaatan ruang yang dihentikan tidak beroperasi kembalisampai dengan terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) huruf b. Pasal 99 Penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf c dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum dengan memuat penjelasan dan rincian jenis pelayanan umum yang akan dihentikan sementara; c. berdasarkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang menyampaikan perintah kepada penyedia jasa pelayanan umum untuk menghentikan sementara pelayanan kepada orang yang melakukan pelanggaran; dan d. setelah pelayanan umum dihentikan kepada orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada orang yang melakukan pelanggaran tersebut

63 sampai dengan terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b. Pasal 100 Penutupan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf d dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan penutupan lokasi; c. berdasarkan surat keputusan penutupan lokasi sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang melakukan penutupan lokasi dengan bantuan aparat penertiban melakukan penutupan lokasi secara paksa; dan d. setelah dilakukan penutupan lokasi, pejabat yang berwenang melakukan pengawasan untuk memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan orang yang melakukan pelanggaran memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) huruf b. Pasal 101 Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf e dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 96; b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang mencabut izin menerbitkan surat keputusan pencabutan izin; c. berdasarkan surat keputusan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dicabut sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dicabut izinnya; dan d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada huruf c diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 102 Pembatalan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf f dilakukan melalui tahapan:

64 a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila surat peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan pembatalan izin, menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; c. berdasarkan surat keputusan pembatalan izin sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai status izin yang telah dibatalkan sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang yang telah dibatalkan izinnya; dan d. apabila perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada huruf c diabaikan, pejabat yang berwenang melakukan tindakan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 103 Pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf g dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat keputusan pembongkaran bangunan; dan c. berdasarkan surat keputusan pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang melakukan penertiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 104 Pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf h dilakukan melalui tahapan: a. pejabat yang berwenang menerbitkan surat peringatan tertulis sesuai ketentuan Pasal 97; b. apabila surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a diabaikan, pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah pemulihan fungsi ruang; c. berdasarkan surat perintah sebagaimana dimaksud pada huruf b, pejabat yang berwenang memberitahukan kepada orang yang melakukan pelanggaran mengenai ketentuan pemulihan fungsi ruang dan cara pemulihan fungsi ruang yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu; d. pejabat yang berwenang melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang; dan

65 e. apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d tidak dapat dipenuhi orang yang melakukan pelanggaran, pejabat yang berwenang melakukan tindakan pemulihan fungsi ruang secara paksa. Pasal 105 Apabila orang yang melakukan pelanggaran dinilai tidak mampu membiayai kegiatan pemulihan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 huruf c, Pemerintah Daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh Pemerintah Daerah atas beban orang yang melakukan pelanggaran tersebut di kemudian hari. Pasal 106 Denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (3) huruf i dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 sampai dengan Pasal 104. BAB VIII KELEMBAGAAN Bagian Kesatu Pembentukan Wadah Koordinasi Penataan Ruang Pasal 107 (1) Dalam rangka koordinasi penataan ruang wilayah Kabupaten dan kerjasama antar wilayah, dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kabupaten. (2) Pembentukan BKPRD Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Bagian Kedua Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Pasal 108 BKPRD Kabupaten dalam melaksanakan koordinasi penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), mempunyai tugas perencanaan tata ruang terdiri atas: a. mengoordinasikan dan merumuskan penyusunan rencana tata ruang Kabupaten;

66 b. memaduserasikan rencana pembangunan jangka panjang dan menengah dengan rencana tata ruang Kabupaten serta mempertimbangkan pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan melalui instrumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS); c. mengintegrasikan, memaduserasikan, dan mengharmonisasikan rencana tata ruang Kabupaten dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang pulau/kepulauan, rencana tata ruang kawasan strategis nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, rencana tata ruang kawasan strategis provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang berbatasan; d. mensinergikan penyusunan rencana tata ruang Kabupaten dengan provinsi dan antar kabupaten/kota yang berbatasan; e. mengoordinasikan pelaksanaan konsultasi rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang Kabupaten kepada BKPRD Provinsi dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN); f. mengoordinasikan pelaksanaan evaluasi rencana tata ruang Kabupaten ke provinsi; g. mengoordinasikan proses penetapan rencana tata ruang Kabupaten; dan h. mengoptimalkan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pasal 109 BKPRD Kabupaten dalam melaksanakan koordinasi penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), mempunyai tugas pemanfaatan tata ruang terdiri atas: a. mengoordinasikan penanganan dan penyelesaian permasalahan dalam pemanfaatan ruang di Kabupaten, dan memberikan pengarahan serta saran pemecahannya; b. memberikan rekomendasi guna memecahkan permasalahan dalam pemanfaatan ruang Kabupaten; c. memberikan informasi dan akses kepada pengguna ruang terkait rencana tata ruang Kabupaten; d. menjaga akuntabilitas publik sebagai bentuk layanan pada jajaran pemerintah, swasta, dan masyarakat; e. memfasilitasi pelaksanaan kerjasama penataan ruang antar kabupaten; dan f. mengoptimalkan peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang. Pasal 110

67 BKPRD Kabupaten dalam melaksanakan koordinasi penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (1), mempunyai tugas pengendalian tata ruang terdiri atas: a. mengoordinasikan penetapan peraturan zonasi sistem Kabupaten; b. memberikan rekomendasi perizinan pemanfaatan ruang Kabupaten; c. melakukan identifikasi dalam pelaksanaan insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang Kabupaten dengan provinsi dan dengan kabupaten terkait; d. melakukan fasilitasi pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penyelenggaraan penataan ruang; e. melakukan fasilitasi pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjaga konsistensi pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang; dan f. mengoptimalkan peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 111 (1) BKPRD Kabupaten menyelenggarakan pertemuan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk menghasilkan rekomendasi alternatif kebijakan penataan ruang. (2) BKPRD Kabupaten dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111 ayat (1) menyampaikan laporan pelaksanaan tugas BKPRD Kabupaten dan rekomendasi secara berkala kepada Bupati. Pasal 112 BKPRD Kabupaten dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108, Pasal 109, dan Pasal 110, dapat: a. menggunakan tenaga ahli yang diperlukan; b. membentuk Tim Teknis untuk menangani penyelesaian masalah-masalah yang bersifat khusus; dan c. meminta bahan yang diperlukan dari SKPD Kabupaten. Bagian Ketiga Kerja Sama Antar Sektor/Antar Daerah dalam Penataan Ruang Pasal 113 (1) Tata cara kerja sama daerah terdiri atas: a. tata cara kerja sama antar daerah; dan b. tata cara kerja sama daerah dengan pihak ketiga. (2) Tata cara kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan:

68 a. persiapan; b. penawaran; c. penyiapan kesepakatan; d. penandatanganan kesepakatan; e. penyiapan perjanjian; f. penandatanganan perjanjian; dan g. pelaksanaan. Pasal 114 (1) Bupati membentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD) untuk menyiapkan kerja sama daerah. (2) TKKSD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. Melaksanakan inventarisasi dan pemetaan bidang/potensi daerah yang akan dikerjasamakan; b. Menyusun prioritas obyek yang akan dikerjasamakan; c. Memberikan saran terhadap proses pemilihan daerah dan pihak ketiga; d. Menyiapkan kerangka acuan/proposal obyek kerja sama daerah; e. Membuat dan menilai proposal dan studi kelayakan; f. Menyiapkan materi kesepakatan bersama dan rancangan perjanjian kerja sama; dan g. Memberikan rekomendasi kepada Bupati untuk penandatangan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja sama. (3) TKKSD Kabupaten dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk Tim Teknis untuk menyiapkan materi teknis terhadap obyek yang akan dikerjasamakan. BAB IX PERAN MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 115 Peran masyarakat dalam penataan ruang meliputi: a. hak dan kewajiban masyarakat; b. pengaturan bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang; c. kewajiban, tugas, dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam mendukung pelaksanaan peran masyarakat; dan d. pendanaan.

69 Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 116 Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk: a. mengetahui rencana tata ruang; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian. Pasal 117 Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib: a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Bagian Ketiga Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Paragraf 1 Bentuk Peran Masyarakat Pasal 118 (1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat.

70 (2) Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan pada tahap: a. perencanaan tata ruang; b. pemanfaatan ruang; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 119 Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf a berupa: a. masukan mengenai: 1. persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; 4. perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 5. penetapan rencana tata ruang. b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam perencanaan tata ruang. Pasal 120 Bentuk partisipasi dalam pemanfaatan tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf b berupa: a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; b. kerja sama dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam pemanfaatan ruang; c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah ditetapkan; d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam; dan f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 121 Bentuk partisipasi dalam pengendalian dan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (2) huruf c berupa: a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

71 c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Paragraf 2 Tata Cara Peran Masyarakat Pasal 122 Peran masyarakat dalam penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis, kepada: a. menteri/pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian terkait dengan penataan ruang; b. gubernur; dan/atau c. bupati. Pasal 123 Pelaksanaan peran masyarakat dilakukan secara bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan menghormati norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Pasal 124 (1) Tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang dilaksanakan dengan cara: a. menyampaikan masukan mengenai arahan pengembangan, potensi, dan masalah, rumusan konsepsi/rancangan rencana tata ruang melalui media komunikasi dan/atau forum pertemuan; dan b. kerja sama dalam perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan perencanaan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang di daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 125 Tata cara peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan cara: a. menyampaikan masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang melalui media komunikasi dan/atau forum pertemuan;

72 b. kerja sama dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan; dan d. penataan terhadap izin pemanfaatan ruang. Pasal 126 (1) Tata cara peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan dengan cara: a. menyampaikan masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi kepada pejabat yang berwenang; b. memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang; c. melaporkan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan; dan d. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang tidak seusai dengan rencana tata ruang. (2) Tata cara peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan seusai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Kewajiban, Tugas, dan Tanggung Jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah Paragraf 1 Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 127 Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan standar pelayanan minimal dalam rangka pelaksanaan peran masyarakat dalam penataan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 128 Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, pada tahap perencanaan tata ruang Pemerintah Daerah berkewajiban: a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat tentang proses penyusunan dan penetapan

73 rencana tata ruang melalui media komunikasi yang memiliki jangkauan sesuai dengan tingkat rencana; b. melakukan sosialisasi mengenai perencanaan tata ruang; c. menyelenggarakan kegiatan untuk menerima masukan dari masyarakat terhadap perencanaan tata ruang; dan d. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai perencanaan tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 129 Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, pada tahap pemanfaatan ruang Pemerintah Daerah berkewajiban: a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan ruang melalui media komunikasi; b. melakukan sosialisasi rencana tata ruang yang telah ditetapkan; c. melaksanakan pemanfaatan ruang sesuai peruntukannya yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang; dan d. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukanmengenai pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan. Pasal 130 Dalam rangka pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, pada tahap pengendalian pemanfaatan ruang Pemerintah Daerah berkewajiban: a. memberikan informasi dan menyediakan akses informasi kepada masyarakat tentang pengendalian pemanfaatan ruang melalui media komunikasi; b. melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengendalian pemanfaatan ruang; c. memberikan tanggapan kepada masyarakat atas masukan mengenai arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan d. menyediakan sarana yang memudahkan masyarakat dalam menyampaikan pengaduan atau laporan terhadap dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pasal 131

74 Penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128, Pasal 129, dan Pasal 130 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Pasal 132 (1) Pemerintah Daerah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasanpelaksanaan peran masyarakat di bidang penataan ruang sesuai dengan kewenangannya. (2) Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakans esuai standar pelayanan minimal. Pasal 133 Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) antara lain: a. sosialisasi peraturan perundang-undangan dan pedoman bidang penataan ruang; b. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan penataan ruang; c. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan d. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat. Pasal 134 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) dilakukan terhadap kinerja pelaksanaan standar pelayanan minimal dan pelibatan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 135 Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 136

75 (1) Sistem informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135, harus memuat paling sedikit: a. informasi tentang kebijakan, rencana, dan program penataan ruang yang sedang dan/atau akan dilakukan, dan/atau sudah ditetapkan; b. informasi rencana tata ruang yang sudah ditetapkan; c. informasi arahan pemanfaatan ruang yang berisi indikasiprogram utama jangka menengah lima tahunan; dan d. informasi arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang berisi arahan/ketentuan peraturan zonasi,arahan/ketentuan perizinan, arahan/ketentuan insentifdan disinsentif, serta arahan sanksi. (2) Pembangunan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang Kabupaten menjadi tanggung jawab Bupati. (3) Pembangunan sistem informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kondisi obyektif daerah masing-masing. Bagian Kelima Pendanaan Pasal 137 Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kewajiban Pemerintah Daerah berdasarkan Peraturan Daerah ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X PENYIDIKAN Pasal 138 (1) Selain Penyidik Polri, PPNS Penataan Ruang Kabupaten diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini. (2) PPNS Penataan Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dalam bidang penataan ruang;

76 d. melakukan pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkenaan dengan tindak pidana dalam bidang penataan ruang; e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti dan dokumen lain serta melakukan penyitaan dan penyegelan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dalam bidang penataan ruang; dan f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang penataan ruang. (3) PPNS Penataan Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penyidik Polri. (4) Dalam hal pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan penangkapan dan penahanan, PPNS Penataan Ruang Kabupaten melakukan koordinasi dengan Penyidik Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) PPNS Penataan Ruang Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui Penyidik Polri. (6) Pengangkatan PPNS Penataan Ruang Kabupaten dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 139 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 140 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). (2) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dipidana dengan pidana kurungan 5 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh juta rupiah).

77 (3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dipidana dengan pidana kurungan 4 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (lima belas juta rupiah). (4) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dipidana dengan pidana kurungan 3 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh juta rupiah). Pasal 141 Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 dipidana dengan pidana kurungan 6 bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh lima juta rupiah). Pasal 142 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal 140, dan Pasal 141 adalah pelanggaran. Pasal 143 (1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal 140, dan Pasal 141dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidanakurungan dan denda terhadap pengurusnya, pidanayang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 2 (dua) kali daripidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal 140, dan Pasal 141. (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud padaayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahanberupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. Pasal 144 (1) Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal 140, dan Pasal 141, dapat menuntutganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindakpidana. (2) Tuntutan ganti kerugian secara perdatasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakansesuai dengan hukum acara pidana. Pasal 145

78 (1) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 146 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Musi Rawas Utara. Ditetapkan di Musi Rupit, pada tanggal BUPATI MUSI RAWAS UTARA, [ ] LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARATAHUN. NOMOR.

79 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR. TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara terdiri atas ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, merupakan suatu kesatuan yang utuh dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi wadah/tempat manusia dan makhluk hidup melakukan aktifitas kehidupan, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan apa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 salah satu tujuan negara adalah memajukan kesejahteraan umum. Hal tersebut menjadi dasar bagi Pemerintahan Daerah Kabupaten Musi Rawas Utara untuk melaksanakan tugas dan wewenang dalam penyelenggaraan tata ruang wilayah Kabupaten. Penyelenggaraan tata ruang wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara, yang merupakan wujud pelaksanaan otonomi daerah, harus diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna demi mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perlu dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Musi Rawas Utara tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara Tahun II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Luas Kabupaten Musi Rawas Utara 6008,55 km2. Posisi geografis Kabupaten Musi Rawas Utara BT BT dan LS LS. Pasal 3 Pasal 4

80 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Prasarana perkeretaapian terdiri atas jalur, stasiun dan fasilitas operasi kereta api, seperti: a. Pengembangan sistem persinyalan, telekomunikasi dan kelistrikan.

81 b. Pengembangan sistem penyimpanan material (termasuk pergudangan) serta peralatan pengujian dan perawatan prasarana perkeretaapian. c. Pengembangan stasiun kereta api termasuk fasilitas park and ride pada pusat-pusat kegiatan strategis nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Huruf b Huruf c Ayat (4) Pasal 14 Yang dimaksud dengan aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau perairandengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagaitempat pesawat udara mendarat dan lepas landas. Pasal 15 Ayat (1) Ayat (2) Pembangkit listrik tenaga mikrohidro merupakan pembangkit listrik tenaga air skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kw-1 MW per Unit. Ayat (3) Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Base Transceiver Station adalah menara yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dan informatika yang menjembatani perangkat komunikasi pengguna dengan jaringan menuju jaringan lain. Ayat (2) Ayat (3)

82 Yang dimaksud dengan Satuan Sambungan Telepon adalah merupakan satuan jumlah telepon jaringan lokal tetap yang tersambung. Pasal 17 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Sistem air untuk keperluan minum merupakan satu kesatuan sistem fisik dan non-fisik dari prasarana dan sarana air minum. Ayat (5) Ayat (6) Cek DAM atau bendungan merupakan penampung air yang terbuat dari beton. Pasal 18 Ayat (1) Ayat (2) Pengembangan Prasarana Pengelolaan Limbah Domestik menggunakan sistem on site dan sistem off site. Sistem on site, yaitu sistem dimana penghasil limbah mengolah air limbahnya secara individual, seperti dengan menggunakan tangki septik. Jarak minimum tangki septik dan sumur gali adalah 10 meter. Sistem off site, yaitu sistem dimana air limbah disalurkan melalui saluran pengumpul air limbah kemudian masuk ke instalasi pengolahan terpusat. Sistem off site diterapkan dalam pengelolaan limbah domestik untuk pusat perkantoran, pasar, kawasan industri, dan terminal dengan kepadatan penduduk tinggi. Yang dimaksud dengan Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Yang dimaksud dengan bahan

83 berbahaya dan beracun (B3) adalah zat, energi, dan atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Pembangunan Sarana Sanitasi Umum memiliki luas lahan sekurang-kurangnya 8m 2 dan jarak dengan sumber air sekurang-kurangnya 10 m 2. Pembangunan Saluran Limbah Sistem Tertutup diterapkan pada kawasan perdagangan, perkantoran, dan komersil. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja berupa seperangkat bangunan untuk mengolah air limbah rumah tangga baik individual maupun komunal yang diangkut dengan mobil tinja. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja bukan di daerah yang rawan banjir, gempa, tanah longsor, daerah patahan. Jarak dengan permukiman sekurang-kurangnya 500 meter. Ayat (3) Pembangunan sistem drainase tertutup diterapkan di kawasan pusat pemerintahan, kawasan perkotaan. Pembangunan sistem drainase terbuka dikembangkan di sepanjang tepi jalan dan kawasan lingkungan permukiman. Pembangunan stasiun pompa dilakukan jika elevasi air dalam sistem penerima terdapat diatas ketinggian yang dilayani. Ayat (4) Ayat (5) Yang dimaksud dengan tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Yang dimaksud dengan tempat pemrosesan akhir merupakan tempat untuk memroses dan mengembalikan

84 Pasal 19 Pasal 20 sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Pasal 21 Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Ayat (4) Ayat (5) Pasal 22 Pasal 23 Kriteria Hutan Produksi Terbatas merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Kriteria Hutan Produksi Tetap merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Luas Hutan Produksi Tetap sebesar ,82 Ha. Kriteria Hutan Produksi yang dapat Dikonversi merujuk pada merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Pasal 24

85 Pasal 25 Ayat (1) Kawasan peruntukan pertanian selain dimaksudkan untuk mendukung ketahanan pangan nasional juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan penyediaan lapangan kerja. Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Kawasan peruntukan pertambangan dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan pertambangan dapat berlangsung secara efisien dan produktif tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pasal 30 Kawasan peruntukan industri dimaksudkan untuk mengarahkan agar kegiatan industri dapat berlangsung secara efisien dan produktif, mendorong pemanfaatan sumber daya setempat, pengendalian dampak lingkungan, dan sebagainya. Pasal 31 Pasal 32 Pasal 33 Pasal 34

86 Ayat (1) Ayat (2) Fungsi dari KSK Kawasan Perkotaan ini adalah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan perdagangan skala kabupaten yang melayani daerah hinterland-nya. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Peraturan zonasi disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41 Pasal 42 Pasal 43 Pasal 44 Pasal 45

87 Pasal 46 Pasal 47 Pasal 48 Pasal 49 Pasal 50 Pasal 51 Pasal 52 Pasal 53 Pasal 54 Pasal 55 Pasal 56 Pasal 57 Kegiatan yang bersifat komplementer terhadap fungsi hutan lindung sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 50 Tahun Pasal 58 Ayat (1) Ayat (2)

88 Tingkat kerapatan bangunan sebagaimana dimaksud huruf b, memiliki KDB maksimum 20%dan KLB maksimum 40%. Ayat (3) Pasal 59 Pasal 60 Pasal 61 Pasal 62 Pasal 63 Pasal 64 Huruf a Huruf b Huruf c Jenis tanaman perkebunan yang dikelola oleh perusahaan besar harus menyesuaikan dengan komoditas perkebunan di kawasan tersebut. Huruf d Huruf e Bangunan yang bersifat mendukung tersebut digunakan untuk kepentingan pemanfaatan hasil perkebunan serta untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan bencana. Huruf f Huruf g

89 Pasal 65 Pasal 66 Setelah kontrak berakhir, fungsi lahan dikembalikan sesuai dengan arahan dalam RTRW. Pasal 67 Yang dimaksud dengan potensi lestari adalah pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan dan tak pernah habis sehingga dapat diambil hasil panen di tahun berikutnya. Pasal 68 Pasal 69 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Kegiatan buffer zone sebagai kegiatan yang mampu meminimkan dampak bagi warga di kawasan permukiman dari kecelakaan industri. Huruf e Pasal 70 Huruf a Huruf b Yang dimaksud Kasiba adalah Kawasan Siap Bangun, yaitu sebidang tanah yang fisiknya telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih, yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan lebih dahulu dilengkapi dengan jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan sesuai dengan

90 rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan prasarana dan sarana lingkungan. Yang dimaksud Lisiba adalah Lingkungan Siap Bangun, yaitu sebidang tanah yang merupakan bagian dari Kasiba yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasarana lingkungan dan selain itu juga sesuai dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan pelayanan lingkungan untuk membangun kaveling tanah matang. Yang dimaksud Lisiba Berdiri Sendiri adalah Lingkungan Siap Bangun Berdiri Sendiri, yaitu lingkungan siap bangun yang bukan merupakan bagian kawasan siap bangun, yang dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun atau dikelilingi oleh kawasan dengan fungsi-fungsi lain. Huruf c Huruf d Kegiatan buffer zone sebagai kegiatan yang mampu meminimkan dampak bagi warga di kawasan permukiman dari kecelakaan industri. Pematusan adalah pembuatan saluran untuk air. Huruf e Pasal 71 Pasal 72 Pasal 73 Pasal 74 Pasal 75

91 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) adalah lembaga pemerintah non kementerian yang terdapat di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Perangkat Daerah Kabupaten bidang Penanaman Modal (PDKPM) adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Pasal 76 Pasal 77 Pasal 78 Pasal 79 Pasal 80 Ayat (1) Ayat (2) Fungsi dari KSK Kawasan Perkotaan ini adalah sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, kesehatan, transportasi, dan perdagangan skala kabupaten yang melayani daerah hinterland-nya. Ayat (3)

92 Ayat (4) Ayat (5) Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi terdiri atas minyak, gas serta energi baru dan terbarukan untuk masyarakat luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Ayat (6) Pasal 81 Pasal 82 Ayat (1) Ayat (2) Izin Mendirikan Bangunan-Bangunan (IMBB) merupakan izin yang digunakan untuk mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk dalam wilayah Kabupaten. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah surat bukti dari Pemerintah Daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh Pemerintah Daerah. Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Ayat (6) Pasal 83

93 Pasal 84 Pasal 85 Pasal 86 Pasal 87 Pasal 88 Pasal 89 Pasal 90 Pasal 91 Pembukaan perkebunan sawit dengan modal dalam negeri dan luar negeri, misalnya Perkebunan Sawit London Sumatera di Kabupaten Musi Rawas Utara. Pasal 92 Pasal 93 Pasal 94 Pasal 95 Pasal 96 Pasal 97 Pasal 98

94 Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102 Pasal 103 Pasal 104 Pasal 105 Pasal 106 Pasal 107 Pasal 108 Pasal 109 Pasal 110 Pasal 111 Pasal 112 Pasal 113 Pasal 114

95 Pasal 115 Pasal 116 Pasal 117 Pasal 118 Pasal 119 Pasal 120 Pasal 121 Pasal 122 Pasal 123 Pasal 124 Pasal 125 Pasal 126 Pasal 127 Pasal 128 Pasal 129 Pasal 130

96 Pasal 131 Pasal 132 Pasal 133 Pasal 134 Pasal 135 Pasal 136 Pasal 137 Pasal 138 Pasal 139 Pasal 140 Pasal 141 Pasal 142 Pasal 143 Pasal 144 Pasal 145

97 Pasal 146 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR

98 PETA RENCANA STRUKTUR RUANG 1. Peta Rencana Sistem Permukiman (Sistem Pusat Kegiatan) LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR.. TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN

99 2. Peta Rencana Sistem Transportasi

100 3. Peta Rencana Prasarana Wilayah Lainnya

101 PETA RENCANA POLA RUANG LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR.. TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN

102 PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA NOMOR.. TAHUN 2015 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS UTARA

BUPATI MUSI RAWAS UTARA 4 r. BUPATI MUSI RAWAS UTARA PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA KEPADA PEMERINTAH DESA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PENYULUHAN PADA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS 2 TAHUN 2001 TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS 2 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS Menimbang :

Lebih terperinci

L E M B A R A N D A E R A H

L E M B A R A N D A E R A H L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN TAHUN 2004 NOMOR 1 SERI E NO. SERI 1 P E R A T U R A N D A E R A H KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI BAGIAN WILAYAH PERKOTAAN MALANG TENGAH TAHUN 2016-2036 DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II MUARA ENIM NOMOR : 18 TAHUN 1992 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KABUPATEN TINGKAT II MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Selayang Pandang Kabupaten Musi Rawas Utara 1

Selayang Pandang Kabupaten Musi Rawas Utara 1 MAKMUR AMAN CERDAS DAN BERMARTABAT 1 Sambutan BUPATI Musi Rawas Utara Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Berkat Rahmat dan Karunia-Nya jualah, buku dapat diselesaikan. Buku ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBERIAN INSENTIF DAN DISINSENTIF PENATAAN RUANG PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LEBONG TAHUN 2012-2032 TAHUN 2012 ~1~ PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBONG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan.

oleh para pelaku pembangunan dalam mengembangkan Kabupaten Pacitan. 1.1 LATAR BELAKANG Kabupaten Pacitan merupakan bagian dari Koridor Tengah di Pantai Selatan Jawa yang wilayahnya membentang sepanjang pantai Selatan Pulau Jawa. Berdasarkan sistem ekonomi, geokultural

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 2 3 4 1 A Pembangunan Perumahan TIDAK SESUAI dengan peruntukkan lahan (pola ruang) Permasalahan PENATAAN RUANG dan PERUMAHAN di Lapangan B Pembangunan Perumahan yang SESUAI dengan peruntukkan lahan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH 2.1. Geografis, Administrasi, dan Kondisi Fisik 2.1.1 Geografis Kabupaten Musi Rawas merupakan salah satu kabupaten dalam Provinsi Sumatera Selatan yang secara geografis terletak

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 1 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 0 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA BUPATI SUKAMARA Menimbang Mengingat : PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 20 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT NOMOR 01 TAHUN 1994 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 12 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG IBU KOTA KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES

PEMERINTAH KABUPATEN BREBES PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH NO. 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BREBES TAHUN 2010 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DINAS DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci