STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) (Makalah Manajemen Pendidikan)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) (Makalah Manajemen Pendidikan)"

Transkripsi

1 STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) (Makalah Manajemen Pendidikan) Oleh : Ayu Septiana Dewi Susilowati Mia Fatma Riasti M. Reza Pratama Pandu Galih Prakoso Ririn Andriyatin Ryna Aulia Falamy PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah Standar Pelayanan Minimal. Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari rekan-rekan semua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen mata kuliah Manajemen Pendidikan yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbang pikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Bandar Lampung, 20 Mei 2014 Penulis ii

3 DAFTAR ISI COVER... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI...iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 2 C. Tujuan... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM)... 4 B. Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal)... 6 C. Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM)... 6 D. Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)... 7 E. Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal... 8 F. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam SPM... 9 G. Standar Pelayanan Minimum (SPM) Badan Layanan Umum (BLU) H. Masalah dalam Kualitas dan Pelayanan Pendidikan I. Langkah Penyelesaian Masalah dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Pendidikan J. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) K. Kebijakan Standar Pelayanan Minimal di Indonesia iii

4 BAB III PENUTUP kesimpulan DAFTAR PUSTAKA iv

5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Standar pelayanan minimal adalah sebuah kebijakan publik yang mengatur mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sebagai sebuah kebijakan, standar pelayanan minimal sudah selayaknya didukung oleh peraturan perundang-undangan yang memadai mulai dari undangundang, peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri terkait. Di sisi lain sebagai sebuah kebijakan, standar pelayanan minimal sedang dalam proses pencarian bentuk dan sosialisasi yang membutuhkan waktu tidak sedikit, mengingat perlunya kesamaan pemahaman antara perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan di lapangan, terlebih lagi seringnya terjadi proses penyesuaian kebijakan yang disebabkan oleh dinamika masyarakat yang menjadi obyek kebijakan. Oleh sebab itu pelembagaan suatu kebijakan tidak terlepas dari proses perkembangan dalam rangka beradaptasi dengan lokus kebijakan. Proses adaptasi kebijakan tersebut pada umumnya terwadahi dalam bentuk ketentuan peralihan yaitu suatu periode waktu sebuah kebijakan mempersiapkan lokus kebijakan. Di sisi lain obyek kebijakan diberi kesempatan untuk melakukan adaptasi terhadap pemberlakuan kebijakan. Berdasarkan kondisi tersebut di atas dan dalam rangka turut mensukseskan kebijakan SPM, penulis memandang perlu menyajikan tulisan singkat ini 1

6 mengenai Kebijakan Standar Pelayanan Minimal. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjembatani perumus kebijakan yang ada di Pusat dengan pelaksana kebijakan yang ada di Daerah serta untuk mensosialisasikan kebijakan SPM secara lebih luas. B. Rumusan Masalah 1. Apakah Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM)? 2. Apakah Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal? 3. Apakah Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM)? 4. Apakah Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)? 5. Apakah Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM)? 6. Apakah Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam SPM? 7. Apakah Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan Umum)? 8. Apakah Masalah Dalam Kualitas Dan Pelayanan Pendidikan? 9. Bagaimana Langkah Penyelesaian Masalah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan? 10. Bagaimanakah Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM)? 11. Bagaimanakah Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia? C. Tujuan 1. Mengetahui Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM) 2. Mengetahui Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal 3. Mengetahui Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM) 4. Mengetahui Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) 5. Mengetahui Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) 6. Mengetahui Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam SPM 2

7 7. Mengetahui Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan Umum) 8. Mengetahui Masalah Dalam Kualitas Dan Pelayanan Pendidikan 9. Mengetahui Langkah Penyelesaian Masalah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan 10. Mengetahui Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) 11. Mengetahui Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia 3

8 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pengertian standar pelayanan minimal merupakan suatu istilah dalam pelayanan publik (public policy) yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Menurut Oentarto, et al. (2004:173) menjelaskan bahwa Standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat strategis baik bagi pemerintah (daerah) maupun bagi masyarakat (konsumen). Adapun nilai strategis tersebut yaitu: 1. Pertama, bagi pemerintah daerah: standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan; 2. Kedua, bagi masyarakat: standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai acuan mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah (daerah). Dengan demikian pelayanan yang bermutu/berkualitas adalah pelayanan yang berbasis masyarakat, melibatkan masyarakat dan dapat diperbaiki secara terus menerus. Disisi lain, pemerintah dituntut untuk bekerja secara efisien dan efektif dalam hal pelayanan kepada masyarakat. SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib pemerintah yang berhak diperoleh setiap 4

9 warga secara minimal. Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Pengertian SPM juga dapat dijumpai pada beberapa sumber, antara lain : 1. Undang-Undang 32 tahun 2004 penjelasan pasal 167 (3), menyatakan bahwa SPM adalah standar suatu pelayanan yang memenuhi persyaratan minimal kelayakan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, pasal 20 (1) b menyatakan bahwa APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja memuat standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan; 3. Lampiran Surat Edaran Dirjen OTDA Nomor 100/757/OTDA tanggal 8 Juli 2002 menyatakan Standar Pelayanan Minimal adalah tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. 4. Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM. 5. Penerapan Standar Pelayanan Minimal. SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. 6. Permendagri No.6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. Dari berbagai pengertian tersebut, secara umum dapat diikhtisarkan bahwa SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimal pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat 5

10 dari pemerintah. Dengan adanya SPM maka akan terjamin kuantitas dan atau kualitas minimal dari suatu pelayanan publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan urusan wajib merupakan pelayanan minimal sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa, SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen teknis, sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3). B. Tujuan Penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal) 1. Pedoman bagi BLU dalam penyelenggaraan layanan kepada masyarakat; 2. Terjaminnya hak masyarakat dalam menerima suatu layanan; 3. Dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan alokasi anggaran yang dibutuhkan; 4. Alat akuntabilitas BLU dalam penyelenggaraan layanannya; 5. Mendorong terwujudnya checks and balances; 6. Terciptanya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan layanan BLU C. Manfaat Standar Pelayanan Minimal (SPM) SPM mempunyai beberapa manfaat, antara lain : 1. Memberikan jaminan bahwa masyarakat akan menerima suatu pelayanan publik dari pemerintah daerah sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat. 6

11 2. Dengan ditetapkannya SPM akan dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan publik. 3. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis kinerja. 4. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana pemerintah daerah memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pelayanan kepada masyarakat, sehingga hal ini dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat. 5. Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan penilaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja penyedia suatu pelayanan. 6. Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah daerah dalam pelayanan publik. 7. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh institusi pengawasan. Manfaat Penerapan Standar Pelayanan Minimal, menurut sumber lain : a. Memberikan jaminan bahwa masyarakat b. Dapat ditentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan c. Sebagai landasan dalam menentukan perimbangan Keuangan d. Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis Kinerja e. Sebagai alat ukur penilaian kinerja f. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pemerintah g. Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan h. dapat memperjelas tugas pokok Pemerintah i. Mendorong transparansi dan partisipasi masyarakat D. Prinsip Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dalam penyusunan dan menetapkan SPM, perlu diperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut : 7

12 1. Konsensus, yaitu disepakati bersama oleh komponen-komponen atau unit-unit kerja yang ada pada lembaga yang bersangkutan. Sederhana, yaitu mudah dimengerti dan dipahami. 2. Nyata, yaitu memiliki dimensi ruang dan waktu serta persyaratan atau prosedur teknis. 3. Terukur, yaitu dapat dihitung atau dianalisa. 4. Terbuka, yaitu dapat diakses oleh seluruh warga lapisan masyarakat. 5. Terjangkau, yaitu dapat dicapai bersama SPM jenis-jenis pelayanan dasar lainnya dengan menggunakan sumber-sumber daya daan dana yang tersedia. 6. Akuntabel, yaitu dapat dipertanggungjawabkan kepada public. 7. Bertahap, yaitu mengikuti perkembangan kebutuhan dan kemampuan keuangan, kelembagaan, dan personil dalam pencapaian SPM. E. Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Beragamnya kondisi daerah, baik kondisi ekonomi, sosial, budaya, maupun kondisi geografis akan berdampak pada kemampuan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap daerah mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mengimplementasikan SPM. Oleh karena itu, prinsip-prinsip dalam penerapan SPM perlu dipahami. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. SPM diterapkan pada seluruh urusan wajib pemerintah daerah. 2. SPM dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah pusat. 3. SPM bersifat dinamis, dalam arti selalu dikaji dan diperbaiki dari waktu ke waktu sesuai dengan kondisi nasional dan perkembangan daerah. 8

13 4. SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah, penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk menilai pencapaian kinerja. Prinsip-Prinsip Penerapan Standar Pelayanan Minimal : a. SPM disusun sebagai alat pemerintah pusat dan pemerintahan daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib; b. SPM ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan diberlakukan untuk Pemerintah dan Pemerintahan Daerah (provinsi, kabupaten/kota); c. Penerapan Standar Pelayanan Minimal oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional; d. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mempunyai batas waktu pencapaian; e. SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah,penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat untuk menilai pencapaian kinerja; f. SPM harus fleksibel dan mudah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan kelembagaan serta personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. F. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam SPM 1. Penyajian SPM 2. Kesesuaian SPM dengan perkembangan kebutuhan dan kemampuan Satker 3. Rencana Pencapaian SPM 4. Indikator Pelayanan 5. Adanya tandatangan pimpinan Satker dan Menteri terkait 9

14 G. Standar Pelayanan Minimal (SPM) BLU (Badan Layanan Umum) Sebagai salah satu lembaga pelayanan kepada masyarakat umum, BLU perlu menetapkan standar pelayanan minimal (SPM). 1. Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh BLU, kepala daerah menetapkan standar pelayanan minimal BLU dengan peraturan kepala daerah. 2. Standar pelayanan minimal, dapat diusulkan oleh pemimpin BLU. 3. Standar pelayanan minimal, harus mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan untuk mendapatkan layanan. 4. Standar pelayanan minimal harus memenuhi persyaratan : a. Fokus pada jenis pelayanan; Mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan fungsi BLU. b. Terukur; Merupakan kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. c. Dapat dicapai; Merupakan kegiatan nyata, dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional, sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya. d. Relevan dan dapat diandalkan; merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi BLU. e. Tepat waktu. Merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan. Dalam rangka memberikan layanan kepada masyarakat, diperlukan biaya operasional maupun non operasional, oleh karena itu BLU diperbolehkan memungut biaya tersebut kepada penerima layanan, dengan ketentuan sebagai berikut : 10

15 1. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang diberikan. 2. Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan, ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya satuan per unit layanan atau hasil perinvestasi dana. 3. Tarif, termasuk imbal hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan. 4. Tarif layanan, dapat berupa besaran tarif atau pola tarif sesuai jenis layanan BLU yang bersangkutan. H. Masalah Dalam Kualitas Dan Pelayanan Pendidikan a) Lemahnya sistem pendidikan serta pelayanan dalam kegiatan belajar mengajar Sistem pendidikan di Indonesia sangat lemah dalam proses belajar mengajar, ini bisa dilihat adanya pergantian mentri maka berganti pula sistem pendidikan yang diterapakan. Tidak bakunya standar pendidikan kita juga menyebabkan ketidapastian dalam usaha peningkatan kualitas pendidikan. Bahkan untuk menetapkan standar kelulusan pun Indonesia masih sering kebingungan. Tidak hanya sekedar masalah kurikulum, kualitas pengajar pun bisa dibilang tidak sesuai dengan standar yang seharusnya. Kebanyakan para guru yang ditugaskan oleh tiap sekolah untuk memberikan transfer ilmu seperti kebingungan dalam mengajar. Entah karena bingung dengan standar pendidikan yang selalu berubah atau karena memang tidak ahli dalam bidang yang diajarkan. b) Kinerja Tenaga Kependidikan belum maksimal Berbeda dengan kebanyakan negara, Indonesia memperbolehkan semua lulusan institusi pendidikan keguruan menjadi tenaga pengajar, tanpa perlu melewati ujian dalam hal kesiapan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keahlian mereka pada kondisi 11

16 sekolah yang beragam. Pada waktu yang sama terdapat kesulitan untuk memberhentikan tenaga pengajar yang tidak mampu mengajar. Saat ini, dari sekitar 2,7 juta guru ada 1,7 yang belum terkualifikasi sarjana atau diploma 4. Dari jumlah itu, 1 juta guru mengajar di Sekolah Dasar dan 173 ribu mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Sebanyak 723 ribu guru yang belum terkualifikasi berstatus guru swasta. Ini yang membuat kualitas pendidikan menjadi rendah. c) Kualitas pelayanan pendidikan pun bisa sangat memprihatinkan Masih banyaknya bangunan sekolah yang sangat buruk kondisinya. Sekolah- sekolah yang beratapkan langit pun sering kita temui. Lantainya pun terbuat langsung dari tanah, serta tidak cukupnya buku-buku yang seharusnya didapatkan oleh setiap siswa. Belum lagi mahalnya biaya sekolah dan kuliah yang menyebabkan banyak orangtua yang enggan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Padahal kita semua tahu bahwa pendidikan merupakan hak bagi seluruh warga negara Indonesia. Inilah realita yang dialami dunia pendidikan di Indonesia. I. Langkah Penyelesaian Masalah Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan Sejumlah permasalahan dalam pendidikan menunjukkan perlunya suatu agenda reformasi yang didorong oleh keinginan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan ini dapat dilakukan melalui : 1. Menerapkan manajemen berbasis sekolah Diharapkan sekolah serta masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam peningkatan mutu pendidikan dasar secara signifikan. 12

17 Peningkatan manajemen berbasis sekolah dapat ditempuh dengan cara: a) Persiapkan tenaga pengajar yang lebih baik dalam mengelola sekolah. Bangun dan kembangkan program pelatihan yang efektif dalam perencanaan dan pembuatan anggaran, pengelolaan keuangan, membuat suatu penilaian dan strategi komunikasi bagi kepala sekolah dan anggota komite sekolah. b) Menciptakan hibah pendidikan yang pro-orang miskin untuk proyek-proyek yang didasarkan atas insiatif sekolah dan masyarakat. Beberapa hibah dapat merangsang munculnya inovasi serta percobaan dalam mencari sistem pendidikan yang baik, terutama dengan maksud untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi di daerah miskin. Bantuan khusus amat dibutuhkan bagi sekolahsekolah dengan kualitas yang masih dibawah standar minimal. 2. Membangun jaminan kualitas dan sistem pengawasan secara nasional Sistem pelaporan informasi pendidikan dengan cara lama yang sentralistis telah berakhir. Sistem tersebut harus digantikan dengan mekanisme yang lebih ditentukan oleh kebutuhan akan informasi dan kemampuan daerah, sistem itu juga harus dapat melayani kebutuhan manajemen di setiap jenjang pendidikan serta menekankan standar kecakapan dan akuntabilitas. Pada tingkat sekolah, informasi pendidikan merupakan alat untuk mengevaluasi pemahaman murid dalam mata pelajaran tertentu, dan informasi ini juga berperan sebagai alat komunikasi mengenai kebutuhan serta keberhasilan yang telah dicapai oleh sekolah kepada orang tua maupun kepada komunitas sekolah pada umumnya. 13

18 3. Meningkatkan kualitas pengajaran melalui reformasi jenjang karir guru Tenaga pengajar merupakan media utama dimana melalui mereka murid-murid belajar dan alokasi dana untuk gaji guru memakan sebagian besar anggaran publik. Para tenaga pengajar di Indonesia sepakat mengenai perlunya kebutuhan untuk mereformasi profesi guru. Reformasi ini dapat ditempuh melalui : a. Memperkenalkan sistem akreditasi yang transparan. Sistem akreditasi ini harus mencakup program pelatihan sebelum mengajar selama dua tahun ke depan. Seluruh proses akreditasi tersebut diselesaikan dalam waktu 4 tahun ke depan. Berbagai program pelatihan tersebut juga diharuskan untuk mendapatkan akreditasi ulang setiap lima tahun sekali. Kemudian publikasikan secara lebih luas hasil dari proses akreditasi tersebut, termasuk hasil dari akreditasi ulang. Untuk mendukung sistem akreditasi ini, pihak pemerintahan daerah serta pihak sekolah diharapakan agar mempekerjakan tenaga pengajar yang hanya berasal dari program yang telah terakreditasi. b. Tempatkan dan promosikan guru berdasarkan kualitas. Mengentikan praktek pembelian posisi guru dan gantikan dengan menciptakan suatu ujian praktek dan proses sertifikasi untuk para guru di tingkat nasional, kemudian kemukakan secara terbuka proses pendaftaran serta seleksinya. Publikasikan hasil ujian praktek guru tersebut kepada media massa. Para guru juga dituntut untuk selalu memperbarui sertifikat mereka secara periodik dalam rangka promosi jabatan. 14

19 c. Memulai program pengembangan untuk seluruh jenjang karir bagi guru dan kepala sekolah. Program tersebut harus meliputi persiapan pra-mengajar, kemudian penempatan mengajar dan terakhir pengembangan profesi yang berkelanjutan. d. Meningkatkan kesejateraan guru Pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan guru, kita bias melihat banyak guru yang berpenghasilan rendah namun tidak sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar. 4. Restrukturisasi peran departemen pendidikan Sebagai bagian dari pergantian pemerintahan, departemen pendidikan dituntut untuk melakukan restrukturisasi dan transformasi di masa yang akan datang. Tugas utama kementrian pendidikan di era desentralisasi bukan lagi memberikan pelayanan pendidikan secara langsung. Tugas kementrian harus meliputi pembuatan kebijakan, mengatur standar pendidikan, mengukur performa, pemberdayaan unitunit pendidikan yang telah didesentralisasi untuk mencapai standar kualitas, merangsang inovasi serta memperluas pembelajaran melalui eksperimen, dan memberikan perhatian besar pada ketimpangan pendidikan diantara daerah yang kaya dengan miskin serta fokus pada ketidakmampuan daerah miskin untuk menyediakan pendidikan dengan kualitas yang mencukupi. Lembaga yang sentralistis serta birokrasi yang besar sudah tidak dibutuhkan lagi untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Pada kenyataannya, hal itu malah akan menghambat pembangunan. Penetapan sistem pendidikan yang baku serta tidak harus 15

20 berubah pada setiap pergantian menteri harus bisa menjadi target pemerintah. Hal ini bisa memberikan kepastian bagi setiap pengajar dan sekolah. J. Keputusan Menteri Pendidkan dan Kebudayaan RI tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) 1. Pasal 3 a) Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdiri atas : a. 95 % anak dalam kelompok usia 7-12 tahun bersekolah di SD/MI. b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah sis-wa yang bersekolah. c. 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional. d. 90 % dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi. e. 90 % guru SD/MI memiliki kualifikasi sesuai dengan kompe-tensi yang ditetapkan secara nasional. f. 95 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. g. Jumlah siswa SD/MI per kelas antara siswa. h. 90 % dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai memuaskan dalam mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung untuk kelas III dan mata pelajaran bahasa, matematika, IPA dan IPS untuk kelas V. 16

21 i. 95 % dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsana-wiyah (MTs). b) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas: a. 90 % anak dalam kelompok usia tahun bersekolah di SMP/MTs. b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah siswa yang ber-sekolah. c. 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional. d. 80 % sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. e. 90 % dari jumlah guru SMP yang diperlukan ter-penuhi. f. 90 % guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. g. 100 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. h. Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara siswa. i. 90 % dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai memuaskan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II. 17

22 j. 70 % dari lulusan SMP/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). 2. Pasal 4 a. SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas : a. 60 % anak dalam kelompok usia tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK; b. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah siswa yang ber-sekolah. c. 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetap-kan secara nasional. d. 80 % sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. e. 90 % dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi. f. 90 % guru SMA/MA memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. g. 100 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. h. Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara siswa. i. 90 % dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standar nasional mencapai nilai memuaskan dalam mata pelajaran bahasa Inggris, Geografi, Matematika Dasar untuk kelas I dan II 18

23 j. 25 % dari lulusan SMA/ MA melanjutkan ke perguruan tinggi yang ter-akreditasi. b. SPM Pendidikan SMK terdiri atas : a. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 % dari jumlah siswa yang ber-sekolah. b. 90 % sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang di-tetapkan secara nasional. c. 80 % sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya. d. 90 % dari jumlah guru SMK yang diperlukan ter-penuhi. e. 90 % guru SMK memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional. f. 100 % siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran. g. Jumlah siswa SMK perkelas antara siswa. h. 20 % dari lulusan SMK melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang terakreditasi. i. 20 % dari lulusan SMK diterima di dunia kerja sesuai dengan keahliannya. 3. Pasal 5 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Non Formal) a) SPM pendidikan keaksaraan terdiri atas : a. Semua penduduk usia pro-duktif (15-44 tahun) bisa membaca dan menulis. b. Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia tahun tidak melebihi 7 %. 19

24 c. Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia di atas 44 tahun tidak melebihi 30 %. d. Tersedianya data dasar keaksaraan yang diperbarui secara terus menerus. b) SPM kesetaraan Sekolah Dasar (SD) terdiri atas : a. Sebanyak 85 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang belum bersekolah di SD/MI menjadi peserta didik Program Paket A. b. Peserta didik program paket A yang tidak aktif tidak melebihi 10 % c. Sebanyak 100 % peserta didik memiliki modul Program Paket A. d. Sejumlah 95 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir Program Paket A lulus ujian kesetaraan. e. Sejumlah 95 % lulusan Program Paket A dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SMP, MTs, atau Program Paket B). f. Sejumlah 90 % peserta didik yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan men-dapat nilai memuaskan. g. Sejumlah 100 % dari tutor Program Paket A yang diperlukan terpenuhi. h. Sebanyak 90 % tutor Program Paket A memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional. i. Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis pembelajaran. j. Sebanyak 100 % peserta didik memiliki sarana belajar. k. Tersedianya data dasar kesetaraan sekolah dasar yang diperbarui secara terus menerus. 20

25 c) SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri atas : a. Sebanyak 90 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang belum bersekolah di SMP/MTs menjadi peserta didik Program Paket B. b. Peserta didik Program Paket B yang tidak aktif tidak melebihi 10 %. c. Sebanyak 100 % peserta didik memiliki modul Program Paket B. d. Sejumlah 80 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir Program Paket B lulus ujian kesetaraan. e. Sejumlah 50 % lulusan Program Paket B dapat memasuki dunia kerja. f. Sejumlah 50 % lulusan Program Paket B dapat melanjutkan ke jenjang pen-didikan yang lebih tinggi (SMA, SMK, MA, atau Program Paket C). g. Sejumlah 90 % peserta didik Program Paket B yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan. h. Sejumlah 100 % tutor Program Paket B yang diperlukan terpenuhi. i. Sebanyak 90 % tutor Program Paket B memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional. j. Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis pembelajaran. 21

26 k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang di-perbarui secara terus menerus. d) SPM Kesetaraan Sekolah Menengah Atas (SMA) terdiri atas: a. Sebanyak 70 % dari jumlah penduduk usia sekolah yang belum bersekolah di SMA/MA, SMK menjadi peserta didik Program Paket C. b. Peserta didik Program Paket C yang tidak aktif tidak melebihi 5 %. c. Sebanyak 60 % peserta didik memiliki modul Program Paket C. d. Sejumlah 80 % peserta didik yang mengikuti ujian akhir Program Paket C lulus ujian kesetaraan. e. Sejumlah 60 % lulusan Program Paket C dapat memasuki dunia kerja. f. Sejumlah 10 % lulusan Program Paket C dapat melanjutkan ke jenjang pendidik- an yang lebih tinggi. g. Sejumlah 90 % peserta didik Program Paket C yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan mendapat nilai memuaskan. h. Sejumlah 100 % tutor Program Paket C yang diperlukan terpenuhi. i. Sebanyak 90 % tutor Program Paket C memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan secara nasional. j. Sejumlah 90 % pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis pembelajaran. 22

27 k. Tersedianya data dasar ke-setaraan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diperbarui secara terus menerus. e) SPM Pendidikan Keterampilan dan Bermata pencaharian terdiri atas: a. Sebanyak 25 % anggota masyarakat putus sekolah, pengangguran, dan dari keluarga pra sejahtera menjadi peserta didik dalam kursus-kursus/pelatihan/kelompok be lajar usaha/magang. b. Sebanyak 100 % lembaga kursus memiliki ijin operasional dari pemerintah atau pemerintah daerah. c. 25 % lembaga kursus dan lembaga pelatihan terakreditasi. d. Sebanyak 100 % kursus/ pelatihan/kelompok belajar usaha/magang dibina secara terus menerus. e. Sejumlah 90 % lulusan kursus, pelatihan, magang, kelompok belajar usaha dapat memasuki dunia kerja. f. Sejumlah 100 % tenaga pendidik, instruktur, atau penguji praktek kursus-kursus/ pelatihan/kelompok belajar usaha/magang yang diperlukan terpenuhi. g. Sebanyak 90 % tenaga pendidik, instruktur, atau penguji praktek kursus/ pelatihan/kelompok belajar usaha/magang memiliki kualifikasi sesuai dengan standar kompetensi yang di-persyaratkan. h. Sejumlah 75 % peserta ujian kursus-kursus memperoleh ijazah atau sertifikat. i. Sejumlah 90 % kursus-kursus/pelatihan/kelompok belajar 23

28 usaha/magang memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan. j. Tersedianya data dasar kursus kursus/pelatihan/kelompok belajar usaha/magang yang diperbarui secara terus menerus. f) SPM Pendidikan Taman Kanak-kanak terdiri atas : a. 20 % jumlah anak usia 4-6 tahun mengikuti program TK/RA. b. 90 % guru layak mendidik TK/RA dengan kualifikasi se-suai dengan standar kom-petensi yang ditetapkan secara nasional. c. 90 % TK/RA memiliki sarana dan prasarana belajar/ bermain. d. 60 % TK/RA menerapkan manajemen berbasis sekolah sesuai dengan manual yang ditetapkan oleh Menteri. g) SPM Pendidikan pada Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang sederajat terdiri atas : a. 65 % anak dalam kelompok 0 4 tahun meng-ikuti kegiatan Tempat Penitipan Anak, Kelompok Bermain atau yang sederajat. b. 50 % jumlah anak usia 4-6 tahun yang belum ter-layani pada program PAUD jalur formal mengikuti program PAUD jalur non formal. c. 50 % guru PAUD jalur non formal telah mengikuti pelatihan di bidang PAUD. 4. Pasal 6 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Kepemudaan) 24

29 a) SPM Pendidikan Kepemudaan terdiri atas : a. Tersedianya 5 program ke- pemudaan oleh lembaga kepemudaan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan pemuda di bidang kewirausahaan, kepemim-pinan, wawasan kebangsaan, kebudayaan dan, pendidikan. b. Partisipasi pemuda dalam kegiatan pembangunan, pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, social ekonomi, dan kemasyarakatan meningkat 5 % setiap tahun. c. Angka pengangguran pemuda menurun 5 % setiap tahun. 5. Pasal 7 (Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Kegiatan Pendidikan Olah Raga) a) SPM Olahraga Pendidikan, Masyarakat dan Prestasi terdiri atas: a. 65 % jumlah siswa yang mengikuti kegiatan cabang olahraga yang beragam di luar mata pelajaran olahraga di sekolah. b. 100 % terbukanya kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dan berkreasi dalam pendidikan jasmani yang tertuang dalam kurikulum. c. 70 % siswa yang memiliki tingkat kebugaran yang baik. d. 15 Klub Olahraga Pelajar yang dibina di wilayah kabupaten/kota. e. 10 siswa per satuan pendidikan yang terpilih mengikuti POPDA (Pekan Olahraga Pelajar Daerah) tingkat provinsi. f. Satu lapangan terbuka dapat digunakan 5 sekolah. g. 1 orang guru pendidikan jasmani mengajar 9 rombongan belajar. 25

30 h. 75 % peralatan olahraga telah sesuai dengan cabang olahraga. i. Berfungsinya BAPOPSI (Badan Pembina Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia) di Kabupaten/Kota. j. 7 cabang olahraga yang di kompetisikan secara teratur minimal setiap dua tahun sekali. k. 80 % berfungsinya Komite Olahraga Nasional Daerah (KONIDA) tingkat Kabupaten/ Kota. K. Kebijakan Standar Pelayanan Minimal Di Indonesia Standar pelayanan minimal sebagai sebuah kebijakan memiliki kedudukan yang kuat dan bersifat spesifik mengingat konsekuensi hukum yang disandangnya karena bersifat mengikat seluruh penyelenggara negara dan masyarakat, baik secara individual maupun kelompok. Sebagai sebuah kebijakan, standar pelayanan minimal selalu didukung oleh peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar hukum pemberlakuannya dan memiliki arti yang spesifik sesuai dengan pemaknaan istilah yang digunakan sesuai dasar hukumnya. 7 Di Indonesia, kebijakan standar pelayanan minimal (SPM) secara nasional muncul dalam upaya pelaksanaan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom pada Penjelasan Pasal 3 ayat (2). Secara lebih tegas kebijakan SPM mulai efektif diberlakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-indonesia mengenai Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Pertimbangan yang dikemukakan dalam pemberlakuan SPM antara lain adalah: Pertama, Terwujudnya dengan segera penyelenggaraan kewenangan wajib dan penentuan serta penggunaan standar pelayanan minimal dalam rangka mendorong penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah; 26

31 Kedua, penyelenggaraan kewenangan wajib merupakan penyediaan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) sebagai tolok ukur yang ditentukan oleh Pemerintah; Ketiga, dalam pemantauan penyelenggaraan SPM banyak ditemukan permasalahan yang bervariasi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kebanyakan Daerah belum melaksanakan SPM karena merupakan hal baru, dan konsep SPM belum lengkap sehingga sulit untuk diterapkan. Namun di sisi lain SPM harus diterapkan secara tepat karena berdampak terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Daerah baik dari segi perencanaan dan pembiayaan maupun pertanggungjawaban. Pendidikan dan Kesehatan, namun beberapa instansi pemerintah telah menyusun standar pelayanan minimal sebagai respon dari PP No. 25/2000, seperti Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengenai Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Pemukiman dan Pekerjaan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 534/KPTS/M/2001. Hal ini seperti disinggung dalam SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002 yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Untuk itu Pemerintah, dalam hal ini Departemen/LPND telah menerbitkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal (PSPM). Dalam kurun waktu tiga tahun selanjutnya, beberapa instansi pemerintah dan beberapa pemerintah daerah melaksanakan kegiatan penyusunan SPM berdasarkan SE Mendagri tersebut. Namun sebelum kebijakan SPM tersebut berlaku secara efektif, UU No. 22/1999 yang menjadi cantholan kebijakan SPM telah diganti dengan UU No. 32/2004. Satu tahun kemudian tepatnya tanggal 28 Desember 2005 telah diterbitkan ketentuan baru mengenai SPM berdasarkan PP No. 65 Tahun 2005 mengenai Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang agak berbeda dengan kebijakan SPM sebelumnya. 27

32 Perbedaan yang mendasar dari kedua kebijakan SPM tersebut adalah sebagai berikut: a. Pertama, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005, SPM diartikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, sedangkan menurut SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002, SPM diartikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan 9 dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Dengan demikian pengertian SPM berdasarkan PP No. 65/2005 lebih tegas menyebutkan jenis dan mutu pelayanan dasar sebagai tolok ukur kinerja penyelenggaraan urusan wajib daerah (kewenangan wajib daerah) dan secara eskplisit menyebutkan arti kata minimal dari sudut pandang rakyat dengan klausul yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. b. Kedua, dalam kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005, SPM hanya untuk Urusan Wajib Pemerintah yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) dan urusan pilihan tidak menggunakan SPM tetapi standar kinerja, sedangkan pada kebijakan SPM berdasarkan SE Mendagri No. 100/757/OTDA/2002, SPM ditujukan untuk Kewenangan Wajib dan tidak dikenal istilah Kewenangan Pilihan (kewenangan = urusan pemerintahan) ; Ketiga, dalam ketentuan SPM yang baru (2005) hanya dikenal SPM Nasional yang disusun oleh Departemen Teknis/LPND dan tidak dikenal tingkatan SPM seperti: SPM Nasional yang disusun Departemen Teknis/LPND, SPM Provinsi yang disusun oleh Pemerintah Provinsi dan SPM Kabupaten/Kota yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota seperti pada kebijakan sebelumnya; Keempat, dalam ketentuan SPM yang sebelumnya Daerah mendapat tugas untuk menyusun SPM sesuai dengan kondisi riil, potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pada kebijakan yang baru, Daerah hanya memiliki 28

33 tugas untuk menerapkan SPM dengan menyusun rencana pencapaian SPM berdasarkan SPM yang disusun oleh departemen teknis/lpnd yang telah mendapatkan rekomendasi dari DPOD (Dewan Pertimbangan otonomi Daerah) dan telah dikonsultasikan dengan Tim Konsultasi SPM; Kelima, dalam ketentuan SPM tahun 2005, kegiatan pembinaan dan pengawasan yang berupa kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berjenjang, yaitu: Pemerintah (Menteri/Pimpinan LPND) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan SPM oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Propinsi melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penerapan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sedangkan pada kebijakan SPM sebelumnya kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di Daerah terhadap pelaksanaan SPM oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal yang perlu dicatat dalam Kebijakan SPM berdasarkan PP No. 65/2005 adalah sebagai berikut: Pertama, semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan SPM dan tidak sesuai lagi dengan PP No. 65/2005 wajib diadakan penyesuaian paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya PP ini yaitu tanggal 28 Desember 2007; Kedua, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non- Departemen menyusun SPM yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak PP ini berlaku yaitu tanggal 28 Desember Untuk memenuhi ketentuan tersebut di atas maka pada tanggal 7 Februari 2007 diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal. Peraturan Menteri Dalam Negeri ini mengatur mengenai empat hal pokok mengenai penyusunan dan penetapan SPM yang meliputi: (a) jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM; (b) Indikator dan nilai SPM; (c) Batas waktu 29

34 perencanaan SPM, dan (d); Pengorganisasian Penyelenggaraan SPM. Adapun keempat ruang lingkup pengaturan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM mengacu pada kriteria: a) Jenis pelayanan dasar yang berpedoman pada SPM merupakan bagian dari pelaksanaan urusan wajib daerah; b) Pelayanan dasar yang di-spm-kan merupakan pelayanan yang sangat mendasar yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal sehingga dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, rencana jangka panjang nasional, dan konvensi internasional yang sudah diratifikasi, tanpa memandang latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga; c) Penyelenggaraan pelayanan dasar tersebut didukung dengan data dan informasi terbaru yang Iengkap secara nasional serta latar belakang pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan dasar dengan berbagai implikasinya, termasuk implikasi kelembagaan dan pembiayaannya; d) Pelayanan dasar yang di-spm-kan terutama yang tidak menghasilkan keuntungan materi. Berdasarkan kriteria di atas maka jenis pelayanan yang berpedoman pada SPM dapat ditentukan dengan melakukan analisis terhadap bidang urusan wajib sesuai UU No. 32/2005 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah 30

35 31

36 BAB III PENUTUP Kesimpulan Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah : 1. SPM merupakan standar minimal pelayanan publik yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimal pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat dari pemerintah. 2. Pelayanan yang bermutu/berkualitas adalah pelayanan yang berbasis masyarakat, melibatkan masyarakat dan dapat diperbaiki secara terus menerus. 3. SPM ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini departemen teknis, sedangkan pedoman penyusunan SPM ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri sesuai dengan penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 167 (3). 4. Prinsip-prinsip penyusunan dan penetapan SPM yaitu Konsensus, nyata, terukur, terbuka, terjangkau, akuntabel, dan bertahap. 5. Syarat yang harus dipenuhi SPM yaitu focus pada jenis pelayanan, terukur, dapat dicapai, relevan dan dapat diandalkan, dan tepat waktu. 6. Masalah mengenai pelayanan pendidikan yang ada di Indonesia yaitu lemahnya sistem pendidikan serta pelayanan dalam kegiatan belajar mengajar, kinerja tenaga kependidikan belum maksimal dan kualitas pelayanan pendidikan yang sangat memprihatinkan 7. Solusi mengenai permasalah pelayanan pendidikan yang ada yaitu menerapkan manajemen berbasis sekolah, membangun jaminan 32

37 kualitas dan sistem pengawasan secara nasional, dan meningkatkan kualitas pengajaran melalui reformasi jenjang karir guru 33

38 DAFTAR PUSTAKA :perlunya-standar-pelayanan-minimal-spm-bagi-satuan-kerja-perangkat-daerahskpd-provsulteng&catid=150:sekretariat&Itemid=489 34

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA. NOMOR 129a/U/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U/2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

/ KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA / KEPUTUSAN MENTER! PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129a/U /2004 TENTANG BIDANG PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL Menirnbang: a. Bahwa dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ten tang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : Dinas Dikbudpora Tahun : 2016 PENDIDIKAN A. Pendidikan Umum * Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 1. Jumlah Sekolah * 249 Sekolah Ada Disdikbudpora 1). Taman Kanak-Kanak (TK)

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 23 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 3 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PENDIDIKAN KABUPATEN SAMPANG TAHUN 2008-2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 58 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK PADA SATUAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENDIDIKAN, PEMUDA DAN OLAH RAGA KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 20172016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 57 TAHUN : 2012 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 57 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TERNATE, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 733 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GARUT, : a. bahwa sehubungan dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara No.107, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Guru. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6058) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA TAMAN KANAK-KANAK/RAUDHATUL ATHFAL DAN SEKOLAH/MADRASAH Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU DAN PESERTA DIDIK PINDAHAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDIDIKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DEPARTEMEN DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 41, 2005 IPTEK. Standar Nasional.

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA S A L I N A N BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI MALINAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM WAJIB BELAJAR 16 (ENAM BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALINAU,

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.112, 2010 PENDIDIKAN. Sistem Pendidikan Nasional. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA : SOSIAL BUDAYA JENIS DATA : Pendidikan, Kebudayaan Nasional Pemuda dan Olahraga DATA SATUAN

Lebih terperinci

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.45, 2015 PENDIDIKAN. Standar Nasional. Kurikulum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 53 2015 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini.

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini. HAK GURU Hak-hak guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan yang diamanatkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 40 Ayat (1) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS/ SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA. Renova Marpaung. Abstrak. Kata Kunci : Manajemen Mutu, Pembangunan, Pendidikan IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA Renova Marpaung Abstrak Implementasi manajemen mutu dalam pembangunan pendidikan di Provinsi Sumatera Utara menyangkut perencanaan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang :

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga dunia pendidikan kita telah memiliki Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BELITUNG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BELITUNG SALINAN BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PENDIDIKAN DASAR KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR ISI UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR

Lebih terperinci

NOMOR : % TAHUN 2017

NOMOR : % TAHUN 2017 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR : % TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN KABUPATEN KARANGASEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN KABUPATEN KARANGASEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN KABUPATEN KARANGASEM ~ DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang a. bahwa

Lebih terperinci

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan) Grafik 3.2 memperlihatkan angka transisi atau angka melanjutkan ke SMP/sederajat dan ke SMA/sederajat dalam kurun waktu 7 tahun terakhir. Sebagaimana angka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

WALI KOTA BANDUNG, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BANDUNG, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BANDUNG NOMOR 456 TAHUN 2018 TATA CARA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA TAMAN KANAK- KANAK/RAUDHATUL ATHFAL, SEKOLAH DASAR/MADRASAH

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH DAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA A. PERENCANAAN STRATEJIK VISI DAN MISI 1. Pernyataan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 6 TAHUN : 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan

Lebih terperinci