BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pertimbangan yuridis..., Riza Gaffar, FH UI, 2010.
|
|
- Suharto Tan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Di akhir tahun 2008 dan awal 2009 hampir seluruh negara di dunia mengalami krisis moneter sehingga menimbulkan kesulitan yang sangat besar terhadap perekonomian hampir di semua negara pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, terutama kemampuan dunia usaha di negara-negara tersebut, untuk mempertahankan kelangsungan kegiatan usaha mereka. Bagi dunia usaha akibat dari krisis moneter ini adalah kemampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada kreditor menurun. Bagi kreditor untuk penyelesaian masalah utang ini harus dilakukan secara cepat dan efektif. Untuk memberikan kesempatan kepada pihak kreditor untuk mengupayakan penyelesaian yang adil, diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat, terbuka dan efektif. Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan penyelesaian utang-piutang adalah peraturan tentang kepailitan. Kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UUK) yang mana undang-undang ini diharapkan dapat mengantisipasi penyelesaian utang-piutang tersebut, dan merupakan upaya terakhir dalam rangka penyelesaian masalah utang-piutang yang dapat dilaksanakan dengan mudah, cepat dan efektif. Untuk menanggulangi penyelesaian masalah utang piutang secara mudah, cepat dan efektif dapat dipakai lembaga lelang sebagai alternatif penjualan harta pailit atau kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dinyatakan pailit sebagaimana yang diatur dalam pasal 185 ayat (1) UUK. Bunyi pasal 185 ayat (1) Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Kepailitan mensyaratkan bahwa penjualan harta pailit harus dilakukan di muka umum. Di lain pihak penjualan di muka umum yang dikenal dalam hukum positif sebagai lelang, diatur dalam peraturan perundangan tentang lelang. Hal tersebut dikarenakan lelang merupakan suatu 1
2 2 cara yang tepat untuk menuntaskan masalah kepailitan, mengingat dalam melakukan suatu penyelesaian yang adil diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara terbuka, cepat, efisien dan dapat mewujudkan harga yang wajar. Selanjutnya dalam Undang-Undang Kepailitan di atur juga jika penjualan di muka umum tidak tercapai, maka dimungkinkan dilakukan penjualan di bawah tangan yang dilakukan dengan izin Hakim Pengawas. Jadi dalam Undang-Undang Kepailitan untuk penyelesaian masalah kepailitan dapat dilakukan dengan dengan 2 (dua) alternatif yaitu penjualan secara lelang dan secara di bawah tangan. Yang mana dilakukan secara berurutan, maksudnya adalah dilakukan penjualan lelang terlebih dahulu, dan jika tidak terjual maka dapat dilakukan penjualan secara di bawah tangan. Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan sejak tahun 1908, yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement atau Peraturan Lelang yang diumumkan dalam Staatblad tahun 1908 Nomor 189 dan Vendu Instructie atau Instruksi Lelang yang diumumkan dalam Staatblad tahun 1908 Nomor 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku sampai saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia. Dalam peraturan perundangan di Indonesia, lelang digolongkan sebagai suatu bentuk jual beli yang khusus, oleh karena cara penjualan lelang tersebut diatur dalam undang-undang tersendiri. Kekhususan lelang ini antara lain tampak pada sifatnya yang transparan dengan cara pembentukan harga yang kompetitif dan adanya ketentuan yang mengharuskan pelaksanaan lelang yang dipimpin oleh seorang Pejabat Umum, yaitu Pejabat Lelang yang independen dan profesional. Meskipun Vendu Reglement statusnya hanya Reglement tetapi karena merupakan satu-satunya peraturan lelang dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka Vendu Reglement kiranya dapat disamakan dengan undang-undang. Adapun peraturan pemerintah yang merupakan pelaksanaan Vendu Reglement tersebut diatur dalam Vendu Instructie Staatblad 1908 Nomor 190, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tanggal 31 Juli 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan; serta yang terakhir adalah Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (selanjutnya disebut Permenkeu).
3 3 Dalam pasal 1 Permenkeu, disebutkan bahwa penjualan umum atau lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha mengumpulkan para peminat / peserta lelang. Sesuai dengan UUK dalam pasal 185, ditentukan bahwa harta pailit dijual secara lelang atau jika tidak tercapai penjualan secara lelang maka dapat dijual di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas. Mengenai penyelesaian harta kepailitan secara lelang tunduk pada peraturan lelang yang berlaku, dan masalah akan timbul jika lelang tidak tercapai (barang lelang tidak terjual) dan UUK memberikan jalan keluar yaitu dibolehkan menjual secara di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas. Dalam Undang-Undang Kepailitan tidak ada penjelasan bagaimana kriteria untuk melakukan penjualan di bawah tangan. Jadi dalam UUK tersebut secara gramatikal dapat ditafsirkan bahwa lelang adalah merupakan alternatif utama, sedangkan penjualan di bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas adalah alternatif lainnya. Dalam era globalisasi dan reformasi saat ini, dimana transparansi, efisiensi, dan efektivitas merupakan semangat masyarakat di segala bidang kehidupan, kiranya penjualan lelang merupakan cara utama yang tepat untuk dipergunakan dalam penyelesaian masalah kepailitan, hal ini tercermin dari pasal 185 UUK. Penting untuk diketahui bahwa salah satu pertimbangan hukum dari UUK adalah untuk mengupayakan penyelesaian yang adil diperlukan sarana hukum yang dapat digunakan secara cepat, terbuka dan efektif. Kiranya lelang dapat memenuhi kebutuhan akan salah satu sarana hukum dimaksud, sedangkan penjualan di bawah tangan merupakan cara penyelesaian jika lelang tidak tercapai, sebagai jalan keluarnya. Pelelangan harta pailit dan penjualan di bawah tangan dilakukan oleh Kurator. Dalam hal ini pelelangan dapat dilakukan tanpa persetujuan atau bantuan dari debitor, sedangkan untuk penjualan di bawah tangan diperlukan bantuan dari debitor. Selanjutnya, sehubungan dengan pelelangan harta pailit ini perlu diperhatikan ketentuan pasal 56, pasal 57, dan pasal 58 UUK. Pasal-pasal ini menentukan bahwa piutang-piutang yang dijamin dengan hak tanggungan, gadai dan hak tanggungan atas kebendaan lainnya dapat dieksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Meskipun demikian, pelaksanaan eksekusi hak
4 4 tanggungan dan gadai tersebut dapat ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak putusan pailit ditetapkan (jangka waktu stay). Permohonan lelang dan penjualan di bawah tangan diajukan oleh Kurator harta pailit, yang terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Menurut Permenkeu, harga limit atau harga minimal dari barang yang dilelang ditentukan oleh pemohon lelang. Agar lelang dapat lebih baik, dapat saja Kurator memanfaatkan jasa penilai untuk menilai barang yang akan dilelang atau jasa Balai Lelang/perusahaan lain secara kontraktual atas beban Kurator untuk memfasilitasi marketing, warehousing, labeling serta penyelenggaraan dan sebagainya. Upaya marketing pada pelaksanaan lelang kepailitan dan eksekusi pada umumnya hanya mengandalkan pengumuman di surat kabar/harian. Adapun dasar hukumnya adalah ketentuan dalam Pelaksanaan Lelang sebagaimana diatur dalam Permenkeu, yang antara lain untuk lelang eksekusi pengumumam lelangnya mengadopsi Pasal 200 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata) Staatblad 1941 Nomor 44. Sebagai sarana pemasaran, pengumuman lelang tersebut kurang menarik karena pengumuman lelang lebih banyak berfungsi untuk memberi kesempatan pada pihak-pihak yang berkepentingan mendapat perlindungan hukum. Dalam pelaksanaan lelang harta pailit seringkali barang yang akan dilelang kurang dipersiapkan dengan baik. Akibatnya animo peminat kurang dan pada akhirnya lelang tidak terjadi, atau barang yang dilelang tidak terjual. Jika hal ini terjadi beberapa kali, maka UUK memberikan jalan keluar yaitu dengan cara penjualan di bawah tangan, setelah mendapat izin dari Hakim Pengawas. Perlu diketahui bahwa otoritas, Regulator dan Pembina Lelang adalah Menteri Keuangan melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, termasuk menentukan penggolongan lelang kepailitan sebagai lelang eksekusi dan sebagainya. Penegasan ini perlu disampaikan mengingat akhir-akhir ini ada penetapan dan penjelasan dari sementara Hakim Pengawas yang mengatakan bahwa lelang harta kepailitan adalah lelang sukarela Hasil wawancara dengan beberapa orang Kurator
5 5 Kehadiran UUK telah membuka peluang penyelesaian persoalan utang piutang yang segera harus diatasi untuk meredam gejolak moneter yang berakibat berat bagi perekonomian Indonesia. Berbagai penyempurnaan dalam proses penyelesaian kepailitan diharapkan dapat lebih mengefektifkan mekanisme penyelesaian sengketa utang piutang secara adil, cepat terbuka dan efisien. Lelang sebagai salah satu sarana utama penjualan untuk mendukung penyelesaian kepailitan, kiranya merupakan pilihan yang tepat karena konsep lelang sebagai sarana penjualan barang yang cepat, efisien, aman, terbuka dan dapat mewujudkan harga yang wajar pada dasarnya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Peraturan Kepailitan. Dalam pelaksanaan di lapangan ada beberapa hal masih dijumpai permasalahan, hal ini penulis rasakan pada saat penulis melakukan lelang eksekusi harta pailit selaku anggota tim Kurator. Di samping itu juga penulis mempelajari beberapa penyelesaian kepailitan dengan cara penjualan di bawah tangan yang dalam prakteknya belum ada kriteria yang baku, tergantung dari Kurator dengan persetujuan Hakim Pengawas. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu dikaji lebih jauh, sebagai contoh dalam lelang eksekusi, untuk melakukan suatu lelang akan memerlukan biaya - biaya yang tidak sedikit, karena sebelum melakukan lelang harus dilakukan pengumuman di surat kabar/harian, selain hal-hal tersebut diperlukan biaya-biaya yang antara lain biaya lelang dan dalam hal harta pailit yang dijual adalah tanah, maka Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 tentang penjualan tanah tetap harus dibayarkan, atas tanah yang dimaksud harus pula dimintakan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dari Kantor Badan Pertanahan Nasional di mana tanah tersebut berada, di samping itu sering terjadi lelang tidak terjadi karena peminat lelang tidak ada. Dalam penjualan di bawah tangan, masalah timbul sampai berapa kali jika lelang eksekusi tidak terjadi yang selanjutnya dilakukan penjualan di bawah tangan, kriteria apa yang dipakai dalam penentuan harga dalam penjualan di bawah tangan dan lain sebagainya. Mengingat penjualan harta pailit dilaksanakan oleh Kurator untuk mendapatkan dana untuk penyelesaian utang utang perusahaan yang dinyatakan pailit tersebut, maka dengan adanya biaya-biaya untuk melakukan lelang seperti tersebut di atas, akan mengurangi harta pailit untuk menyelesaikan utang-utang
6 6 perusahaan yang dinyatakan pailit. Juga akan merugikan kreditor jika lelang yang sudah beberapa kali tetapi belum juga terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mencari kriteria atau pertimbangan yuridis kapan sebaiknya dilakukan secara lelang atau kapan sebaiknya dilakukan penjualan di bawah tangan baik secara teori maupun yang terjadi di lapangan (praktek). Masalah-masalah tersebut merupakan suatu hal yang menarik untuk dibahas dan untuk dicarikan upaya-upaya penyelesaiannya, karena dengan melihat dan membaca apa yang telah diuraikan di atas, akan membuat lelang terlihat seperti dua sisi mata uang, di mana di satu sisi lelang merupakan suatu alternatif utama untuk melakukan penjualan harta pailit, karena dengan melakukan penjualan dengan cara lelang, maka Kurator tidak memerlukan bantuan perusahaan yang dinyatakan pailit tersebut untuk menjual harta pailit dan dengan cara yang efisien, cepat, terbuka serta dengan harga yang wajar, tetapi di sisi yang lain untuk melaksanakan penjualan secara lelang diperlukan biaya-biaya yang cukup tinggi Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, penulis menemukan beberapa permasalahan dalam kasus lelang eksekusi harta pailit yang penulis alami dan pelajari sendiri sebagai anggota tim Kurator untuk perusahaan yang telah dipailitkan, yakni PT Truba Raya Trading. Di samping itu juga penulis melakukan penelitan atas perusahaan yang telah dipailitkan, yaitu PT Pulung Cooper Work Ltd dan PT Panen Djaja Abadi, yang mana harta pailitnya di jual secara di bawah tangan. Berdasarkan itu semua, permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana penentuan alternatif lelang dan penjualan di bawah tangan dalam penyelesaian kepailitan, serta kriteria apa saja yang menentukan pemilihan alternatif tersebut? 2. Bagaimana pelaksanaan lelang dan penjualan di bawah tangan oleh Kurator sebagai alternatif penyelesaian kepailitan? 3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh Kurator dalam penyelesaian kepailitan dan bagaimana penyelesaiannya?
7 Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu metode yang mencari sumber-sumber dari perundang-undangan yang berlaku, buku-buku, artikel, majalah, internet, dan sebagainya. Tipologi penelitian yang digunakan penyusunan ditinjau dari beberapa sudut antara lain : 1. Dari segi sifatnya menggunakan penelitian eksplanatoris yaitu penelitian yang mencoba mencari penyelesaian masalah ditinjau dari hubungan sebab akibat atas suatu permasalahan. 2. Dari segi tujuannya adalah fact finding dan penelitian problem identification, yaitu mencoba menelusuri penyebab yang timbul dari permasalahan yang telah ada; 3. Dari segi ilmu yang dipergunakan adalah penelitian inter disipliner, yaitu penelitian yang menggabungkan berbagai ilmu di bidang hukum yang saling berkaitan dan saling melengkapi satu sama lain. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari studi dokumen di perpustakaan yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier; dan jenis data primer yang diperoleh dari wawancara dengan informan-narasumber untuk melengkapi penyusunan penelitian. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau studi kepustakaan dan wawancara. Untuk studi dokumen atau bahan pustaka meliputi : 1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang berasal dari Peraturan perundang-undangan yang berupa peraturan dasar seperti UUK dan yurisprudensi berupa putusan pengadilan negeri yang telah berkekuatan hukum tetap, Vendu Reglement (VR) yang dimuat dalam Staatblad 1908 Nomor 189, dan Vendu Instructie Staatblad 1908 Nomor Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya, antara lain buku-buku dan artikel yang membahas mengenai lelang eksekusi khususnya harta pailit.
8 8 3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap sumber hukum primer atau sumber sekunder. Contohnya adalah kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia. Untuk alat pengumpulan data dengan wawancara adalah wawancara dengan informan-narasumber, yaitu beberapa Kurator pada yang ditetapkan dalam penetapan pailit, dengan instrumen wawancara adalah daftar pertanyaan (questioner). Untuk metode analisa data dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang akan disajikan adalah data yang berupa kalimat yang selanjutnya data tersebut akan di analisa dan dikonstruksikan agar segala sesuatu yang didapat tersebut dapat dipelajari dan diteliti secara utuh. Dan pada akhirnya bentuk hasil penelitan ini adalah yuridis normatif dengan problem solution atas pokok permasalahan Sistimatika Penulisan Dalam pembahasan tesis ini penulis membahasnya terbatas hanya dalam hal-hal yang tercantum pada bab-bab yang dikemukan yaitu : Bab 1 Memuat latar belakang masalah pemilihan topik pokok permasalahan; Pokok Permasalahan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Bab 2 Pembahasan mengenai lelang dimulai dengan pengertian lelang, dasar hukum lelang, asas lelang, fungsi lelang, jenis-jenis lelang, dan hak dan kewajiban pemohon/penjual dan peserta/pembeli lelang; kemudian dilanjutkan pembahasan mengenai kepailitan yang didalamnya diuraikan pengertian kepailitan, asas-asas dalam kepailitan, syarat umum dan khusus, pelaku utama, insolvensi, pemberesan, sebab pengakhiran dan setelah pemberesan; pembahasan dilanjutkan pertama mengenai lelang eksekusi harta pailit yang didalamnya diuraikan mengenai pengertian, dasar hukum, pelaksanaan, tata cara, pembatalan lelang; kedua mengenai penjualan di bawah tangan harta pailit; kemudian pembahasan mengenai penemuan dan analisa masalah dengan mengambil studi kasus lelang eksekusi harta pailit pada PT Truba Raya Trading dan studi kasus penjualan di bawah tangan harta pailit pada PT Pulung Cooper Works Ltd serta PT Panen Djaja Abadi
9 9 Bab 3 Merupakan kesimpulan dari materi tesis, dari penelitian ini secara umum dapat memilih suatu alternatif penyelesaian yang dapat diambil oleh para pihak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam hal lelang eksekusi harta pailit dan penjualan di bawah tangan harta pailit, dan saran-saran yang ada.
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.82, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN IMBALAN BAGI
Lebih terperinci2016, No Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.371, 2016 KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan Jasa. Pedoman.Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kegiatan pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik dan pembangunan adalah melalui lelang. Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada pertengahan tahun 1997 negara negara Asia dilanda krisis moneter yang telah memporandakan sendi sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang paling menderita
Lebih terperinciApakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)
1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana
Lebih terperinci2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah
No.1514, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Kurator. Pengurus. Imbalan. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS
Lebih terperinci1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas
Lebih terperinciBAB 2 LELANG DAN PENJUALAN DI BAWAH TANGAN DALAM REZIM HUKUM KEPAILITAN
BAB 2 LELANG DAN PENJUALAN DI BAWAH TANGAN DALAM REZIM HUKUM KEPAILITAN 2.1. Lelang 2.1.1. Pengertian Istilah lelang berasal dari bahasa latin auctio yang berarti peningkatan harga secara bertahap. Sebenarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Singapura. Pada awal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak yang sangat besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, khususnya terhadap perkembangan
Lebih terperinciIV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004
29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.
Lebih terperinci2016, No menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Pelaksanaan Lelang dengan Penawaran Secara Tertulis Tanpa Kehadiran Peserta Lela
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.818, 2016 KEMENKEU. Lelang Melalui Internet. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90/PMK.06/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN LELANG
Lebih terperinciWEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN
0 WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rachmadi Usman, Hukum Lelang, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm.15 Ibid.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan nasional saat ini negara dituntut untuk senantiasa mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila
Lebih terperinciB. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN
3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal
Lebih terperinciABSTRAKSI Salah satu dampak dari krisis moneter ini adalah banyak pengusaha yang mengalami kebangkrutan (bankrupt) karena banyaknya hutang yang mereka miliki. Sementara aturan hukum mengenai kepailitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dirinya mampu untuk ikut serta berkompetisi dalam pasar global,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis merupakan suatu dunia yang sulit untuk ditebak, suatu perusahaan tidak selalu berjalan dengan baik dan seringkali keadaan keuangan perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum..., Elizabeth Karina Leonita, FH UI, Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum terhadap pembeli lelang berarti adanya kepastian hukum bagi pembeli lelang atas barang yang dibelinya melalui lelang, memperoleh barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada
Lebih terperinciUPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)
UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. Lelang menurut sejarahnya berasal dari bahasa latin yaitu action yang berarti
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Hak milik, atas suatu barang dapat diperoleh melalui berbagai macam cara, salah satu di antaranya membeli di pelelangan. Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam
43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan hukum..., Ellen Mochfiyuni Adimihardja, FH UI, Cipta, 1993), hlm Universitas Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Leasing merupakan hal yang tergolong telah lama dikenal di Indonesia yaitu tepatnya pada tahun 1973 dan telah diatur sejak tahun 1974 hingga kini pranata
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan
Lebih terperinciPENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS
PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk pula kebutuhan keuangan, sehingga untuk
Lebih terperinciBAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciDAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang 1. Burgerlijk Wetboek 2. Herziene Inlandsch Reglement 3. Kitab Undang-Undang
Lebih terperinciJl. AriefRachman Hakim 51 Surabaya Website : KONRAK PERKULIAHAN. Moch. Syamsudin, SH, MKn :
KONRAK PERKULIAHAN Mata Kuliah : Peraturan Lelang Fakultas/Program Studi : Hukum/Magister Kenotariatan Kode Mata Kuliah : 535010 DosenPengampu : R.Ibnu Arly, SH, MKn Moch. Syamsudin, SH, MKn : BobotSks
Lebih terperincidisatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106/PMK.06/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 93/PMK.06/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN
Lebih terperinciPENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : RIANITA REHULINA TARIGAN
SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN YANG DILAKUKAN OLEH HAKIM PENGAWAS TERHADAP KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI WILAYAH PENGADILAN NIAGA JAKARTA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperincikemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia
7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak ekonomi di Negara Republik Indonesia yang ditandai dengan penurunan nilai rupiah terhadap nilai dolar Amerika yang dimulai sekitar bulan Agustus 1997, telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan perjanjian adalah tindakan jual-beli. Jual-beli berasal dari. maupun barang yang tidak berwujud.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak pernah lepas dari tindakan ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu dari tindakan ekonomi yang menimbulkan perjanjian adalah tindakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keterpurukan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan tumbangnya perusahaan-perusahaan skala kecil, menengah, besar dan menyisakan sedikit yang mampu bertahan.
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, peredaran uang dalam perekonomian sudah tidak bisa lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional dapat bertindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini, dan mengingat modal yang dimiliki oleh para pengusaha pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Hak Tanggungan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Beberapa Kendala yang dihadapi Bank BRI yaitu: a. Kendala Terkait dengan Peraturan Perundang-Undangan 1) Terjadi disharmoni antara Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 8 -
4. Pelayanan Pelaksanaan Lelang MENTERI KEUANGAN - 8 - a. Deskripsi: penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tinjauan hukum..., Aryo Dharmajaya, FH UI., 2009.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pembangunan Indonesia saat ini sedang giat-giatnya digalakkan mencakup segala bidang kehidupan, baik materiil maupun non materiil. Pada bidang materiil
Lebih terperinciPasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI, DAN PERUSAHAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun
Lebih terperinciUU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004)
Copyright (C) 2000 BPHN UU 37/2004, KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG *15705 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDINESIA (UU) NOMOR 37 TAHUN 2004 (37/2004) TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit
Lebih terperinci2018, No Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi dan untuk mendukung optimalisasi penerimaan negar
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.231, 2018 KEMENKEU. Lelang Benda Sitaan, Barang Rampasan Negara, atau Benda Sita Eksekusi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.06/2018 TENTANG
Lebih terperinciPENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2
120 PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik
Lebih terperinciADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.
11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka memudahkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis terhadap..., Aryanti Artisari, FT UI, Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Globalisasi telah mendorong pergerakan ekonomi dunia berkembang semakin cepat di setiap negara. Meskipun pada tahun 1998 Indonesia mengalami krisis multidimensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997, banyak badan hukum yang mengalami kasus pailit, begitu juga lembaga perbankan. Meskipun kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Hukum Kepailitan di Indonesia pasca reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang tidak terlepas dari suatu krisis moneter yang melanda hampir seluruh negara-negara
Lebih terperinciDAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hukum dan pembangunan merupakan dua variable yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempuyai peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam Hukum Acara Perdata terdapat dua perkara, yakni perkara permohonan dan perkara gugatan. Dalam perkara gugatan sekurangkurangnya ada dua pihak yang
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN
TINJAUAN YURIDIS PERKARA KEPAILITAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN Dhevi Nayasari Sastradinata *) *) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Berlatar belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 terdapat dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
Lebih terperinciUNIVERSITAS MEDAN AREA BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai keinginan kuat untuk melaksanakan pembangunan di bidang perekonomian terlebih setelah krisis moneter
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya
Lebih terperinci2017, No Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.06/2010 tentang Pejabat Lelang Kelas II (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
No.34, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Balai Lelang. Pejabat Lelang. Kelas II. Jaminan Penawaran. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.06/2016 TENTANG PENATAUSAHAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel I.1 Penerimaan Pajak (Dalam triliun rupiah) Penerimaan Pajak termasuk PPh Migas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber penerimaan negara terbesar berasal dari sektor perpajakan dan besarnya penerimaan pajak ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk
Lebih terperinciImma Indra Dewi Windajani
HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property
Lebih terperinci2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.04/2013 tentang Tata Cara Penagihan Bea Ma
No.1656, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penagihan Bea Masuk dan/atau Cukai. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 169/PMK.04/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan
Lebih terperinciBAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam
BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA A. Pengertian Keadaan Diam (Standstill) Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam Undang-Undang Kepaillitan Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 176/PMK.06/2010 TENTANG BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketenagakerjaan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciHUKUM DAGANG. Panji Susilo ( ) 03 HUKMD 417 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
HUKUM DAGANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Panji Susilo (2012020338) 03 HUKMD 417 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PAMULANG TANGERANG SELATAN 2013 Kata pengantar
Lebih terperinciKedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia
Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PD.
Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan sebagai Alternatif... TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan
Lebih terperinciTUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1
TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG OLEH: LILIK MULYADI 1 I. TUGAS DAN WEWENANG HAKIM PENGAWAS DALAM PERKARA KEPAILITAN Putusan perkara kepailitan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1998 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN MENJADI UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci