BAB III PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA. A. Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA. A. Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011"

Transkripsi

1 BAB III PELAKSANAAN HUKUM TRANSFER DANA DI INDONESIA A. Prosedur Transfer Dana Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Pelaksanaan transaksi transfer dana melibatkan beberapa pihak, sehingga penerbitan perintah transfer dana dikembalikan kepada masing-masing pihak sebagai berikut : Penerbitan perintah transfer dana oleh pengirim asal Perintah transfer dana harus memuat sekurang-kurangnya informasi mengenai: 64 a. Identitas pengirim asal, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor rekening atau apabila pengirim asal tidak memiliki rekening pada penyelenggara pengirim asal, identitas tersebut meliputi sekurangkurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Identitas tersebut dapat diteruskan kepada penerima jika redapat permintaan dari pengirim asal kepada penyelenggara pengirim asal untuk meneruskan informasi tersebut kepada penerima karena dalam hal perintah transfer dana pengirim asal boleh mencantumkan berita atau pesan 65 di dalamnya yang kemudian harus disampaikan oleh penyelenggara pengirim 63 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1). 64 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Pasal 8 Ayat (1). 65 Yang dimaksud dengan berita atau pesan antara lain keterangan mengenai peruntukan dana yang ditransfer. (Penjelasan Pasal 8 Ayat (6) UUTD). 53

2 54 asal. Apabila transfer dana dilaksanakan dari dan ke luar negeri maka pelaksanaannya tunduk pada PBI. b. Identitas penerima, sekurang-kurangnya meliputi nama dan nomor rekening atau apabila penerima tidak memiliki rekening pada penyelenggara penerima akhir, identitas tersebut meliputi sekurang-kurangnya nama dan alamat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Identitas penyelenggara penerima akhir yang dapat dicantumkan dalam perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh penerima. d. Jumlah dana dan jenis mata uang yang di transfer. e. Tanggal perintah transfer dana, dan f. Informasi lain yang menuntut peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana 66 wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana. Pengirim asal wajib mengisi informasi secara lengkap kecuali untuk perintah transfer dana yang dananya dimaksudkan untuk diterima secara tunai oleh penerima. Apabila pengirim asal tidak melaksanakan kewajibannya maka penyelenggara pengirim asal berhak untuk tidak melaksanakan perintah transfer dana yang wajib pula diberitahukan kepada pengirim asal alasan pembatalannya paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal. Jangka waktu pemberitahuan tersebut dapat dikecualikan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara pengirim asal dan 66 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana antara lain ketentuan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang dan prinsip mengenai nasabah. (Penjelasan Pasal 8 Ayat (1) huruf (f) UUTD).

3 55 pengirim asal karena pengirim asal dapat mencantumkan tanggal pelaksanaan dalam perintah transfer dana berdasarkan kesepakatan dengan penyelenggara pengirim asal. Akan tetapi kesepakatan tersebut dapat terjadi hanya apabila penyelenggara pengirim asal menyediakan fasilitas perintah transfer dana titipan yang pelaksanaannya dilakukan kemudian. 67 Dalam hal tanggal pelaksanaan telah disepakati, penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana pada tanggal pelaksanaan. 68 Pengirim asal berhak mendapatkan informasi dari penyelenggara pengirim asal mengenai perkiraan jangka waktu pelaksanaan transfer dana. Jangka waktu yang diberikan sesuai dengan praktik yang umum yang berlaku di dalam kegiatan transfer dana dan perkiraan lamanya waktu tersebut tidak mengikat penyelenggara pengirim asal. 69 Pengirim asal dalam perintah transfer dana dapat mencantumkan tanggal pembayaran sepanjang tidak ditentukan lebih awal dari tanggal diterimanya perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir. Apabila hal tersebut disetujui, maka penyelenggara pengirim asal menjamin dana dapat dibayarkan kepada penerima sesuai dengan tanggal pembayaran yang tercantum dalam perintah transfer dana. Apabila tanggal pembayaran tersebut jatuh pada hari libur, maka tanggal pembayaran perintah transfer dana menjadi tanggal hari kerja 67 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab III, Pasal 11.

4 56 berikutnya. 70 Kemudian perintah transfer dana dianggap telah diterbitkan oleh pengirim asal apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh pengirim asal dan diterima oleh penyelenggara pengirim asal Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim a. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh bank pengirim asal Penyelenggara pengirim asal melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan isi perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal dengan memperhatikan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lain 72 dan wajib memperhatikan perjanjian antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim asal. 73 Dalam hal dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai, penyelenggara pengirim asal dapat meneliti kewenangan pengirim asal atas dana yang akan ditransfer, kecuali diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Penyelenggara pengirim asal dapat melakukan pengaksepan terhadap perintah transfer dana apabila memenuhi persyaratan: 1) Perintah transfer dana memuat informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (1), kecuali informasi identitas penyelenggara penerima akhir bagi transfer dana diserahkan secara tunai; 2) Tersedia dana yang cukup 75 dari pengirim asal; Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal 12 Ayat (3). 71 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kesatu, Pasal Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lain antara lain peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (1) UUTD). 73 Yang dimaksud dengan perjanjian antara pengirim asal dengan penyelenggara pengirim asal antara lain berupa perjanjian pengiriman uang. (Penjelasan Pasal 14 Ayat (2) UUTD). 74 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Pasal 15, Paragraf 1, Ayat (1).

5 57 3) Penyelenggara pengirim asal telah melakukan autentifikasi;dan 4) Perintah transfer dana telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana. 76 Penyelenggara pengirim asal hanya dapat menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana atas dasar alasan yang wajar. 77 Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan pengaksepan, pengaksepan tersebut wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal. Penyimpangan terhadap waktu pengaksepan tersebut hanya dapat dilakukan apabila terdapat : 78 1) Alasan yang wajar dan paling lambat dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah diterimanya perintah transfer dana; atau 2) Kesepakatan tentang waktu pengaksepan antara penyelenggara pengirim asal dan pengirim asal yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi penyelenggara pengirim asal. 75 Yang dimaksud dengan tersedia dana yang cukup adalah dana dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan perintah transfer dana yang telah disetorkan secara tunai oleh pengirim asal atau telah tersedia dalam rekening pengirim asal di penyelenggara pengirim asal, termasuk fasilitas yang cerukan atau kredit lain. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (b)). 76 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transfer dana antara lain peraturan menegenai pembatasan transaksi rupiah dan valuta asing. (Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) huruf (d)). 77 Dalam ketentuan ini alasan yang wajar untuk menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain penyelenggara pengirim asal tidak sanggup melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan tanggal pembayaran atau penyelenggara pengirim asal tidak dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus yang telah ditunjuk oleh pengirim asal. (Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 15 Ayat (2)). 78 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 16.

6 58 Apabila persyaratan pengaksepan tersebut sudah terpenuhi, penyelenggara pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan jika melakukan kegiatan sebagai berikut : 79 1) Melakukan pendebitan rekening pengirim asal; 2) Menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dana yang diterima dari pengirim asal; 3) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada pengirim asal melalui media yang disepakati antara pengirim asal dan penyelenggara pengirim asal. Penyelenggara pengirim asal dianggap telah melakukan pengaksepan apabila telah menerima perintah transfer dana dan tidak memberikan penolakan dalam waktu 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah tanggal perintah transfer dana diterima. Apabila penyelenggara pengirim asal melakukan lebih dari satu kegiatan, maka saat pengaksepan terhitung sejak kegiatan pengaksepan yang dilakukan lebih dahulu. Pelaksanaan pendebitan rekening wajib dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerbitan perintah transfer dana oleh penyelengara pengirim asal. Apabila pelaksanaan pendebitan rekening pengirim asal oleh penyelenggara pengirim asal dilakukan lebih awal dari tanggal penerbitan perintah transfer dana, penyelenggara pengirim asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal terhitung sejak tanggal pendebitan rekening pengirim asal sampai dengan tanggal penerbitan perintah 79 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 17 Ayat (1).

7 59 transfer dana. 80 Perintah transfer dana yang dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (1) huruf (b) telah diterbitkan apabila perintah transfer dana telah dikirim oleh penyelenggara pengirim asal kepada penyelenggara penerima dan telah diterima oleh penyelenggara penerima, baik secara langsung maupun melalui sistem transfer dana. 81 Akan tetapi penyelenggara pengirim asal dapat pula menolak melakukan pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari pengirim asal, kecuali diperjanjikan lain. Penolakan tersebut wajib diberitahukan oleh penyelenggara pengirim asal beserta alasannya kepada pengirim asal pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan. Apabila penyelenggara pengirim asal tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah melakukanpengaksepan, penyelenggara pengirim asal wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada pengirim asal yang dihitung sejak tanggal pengaksepan sampai dengan tanggal pengembalian dana. 82 Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada pengirim asal atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir sesuai denga ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 80 Dalam ketentuan ini kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi dimaksudkan untuk menegaskan hak pengirim asal yang rekeningnya telah didebit oleh penyelenggara pengirim asal, sementara penyelenggara pengirim asal belum menerbitkan perintah transfer dana kepada penyelenggara penerima. (Penjelasan Pasal 17 Ayat (5) UUTD). 81 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 19.

8 60 Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara pengirim asal sehingga penyelenggara pengirim asal tidak dibebani tanggung jawab di luar ketetuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 83 Penyelenggara pengirim asal yang telah melakukan pengaksepan peritah transfer dana tetap bertanggung jawab melaksanakan perintah transfer dana walaupun terjadi keadaan sebagai berikut : 84 1) Bencana alam, keadaan bahaya, huru-hara, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang diterapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi penyelenggara pengirim asal yang sedang melaksanakan transfer dana; 2) Kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau non-elektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan perintah transfer dana yang tidak dapat dikontrol pleh penyelenggara pengirim asal; 3) Kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana; atau 4) Hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 85 Penyelenggara pengirim asal yang ridak melakukan perintah transfer dana dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas padahal telah dilakukan pengaksepan tetap berkewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada 83 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 2 Ayat (1). 85 Yang dimaksud hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain keputusan BI mengenai penghentian sementara penyelenggara pengirim asal dari kegiatan kliring atau kegiatan sistem transfer dana lain. (Penjelasan Pasal 21 Ayat (1) huruf (d)).

9 61 pengirim asal atas dan yang seharusnya ditransfer. 86 Dalam keadaan seperti yang disebutkan diatas penyelenggara pengirim asal harus memberitahukan dan melakukan tindak lanjut penanganan perintah transfer dana kepada pengirim asal. 87 Pemberitahuan tersebut dapat dilakukan melalui surat atau sarana tertulis lain kepada pengirim asal atau media cetak. Dalam hal pemberitahuan tersebut dilakukan melalui media cetak yang mempunyai oplah terbesar di setiap wilayah tempat penyelenggara dan/atau kantor penyelenggara yang tidak dapat beroperasi tersebut berada. 88 Pelaksanaan perintah transfer dana tidak dilanjutkan oleh penyelenggara pengirim asal jika terdapat perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang dari Negara asal atau Negara tertuju yang melarang perintah transfer dana 89 dan dana transfer diperlakukan sesuai dengan perintah, penetapan, putusan, atau keputusan dari pihak yang berwenang tersebut. 90 Dalam keadaan seperti ini, penyelenggara pengirim asal harus memberitahukannya kepada pengirim asal pada hari yang sama atau paling lambat pada hari kerja berikutnya Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 21 Ayat (2). 87 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal Penjelasan Pasal 22 UUTD. 89 Perintah, penetapan, putusan, atau keputusan, dari pihak yang berwenang dari suatu Negara yang melarang pelaksanaan perintah transfer dana antara lain dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 23 Ayat (1) UUTD). 90 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 24.

10 62 Penyelenggara pengirim asal dalam melaksanakan perintah transfer dana dapat menggunakan jasa penyelenggara penerus. 92 Dalam hal penggunaan jasa penyelenggara penerus ditetapkan oleh penyelenggara pengirim asal dan penyelenggara penerus tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana karena dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit, penyelenggara pengirim asal wajib menerbitkan perintah transfer dana baru atas beban penyelenggara pengirim asal tanpa menunggu pengembalian dana dari penyelenggara penerus yang dibekukan kegiatan usaha atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit. 93 Kewajiban penerbitan perintah transfer dana baru merupakan konsekuensi dari tanggung jawab yang timbul dari hubungan hukum antara penyelenggara pengirim asal dan pengirim asal untuk mengirimkan dana kepada penerima sesuai dengan perintah transfer dana dari pengirim asal. 94 Ketentuan mengenai tata cara pembayaran, penghitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (5), Pasal 19 Ayat (3), da Pasal 21 Ayat (2) serta tata cara pemberitahuan dan penanganan perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Pasal 24 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia. 95 b. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerus 92 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal Penjelasan Pasal 26 UUTD. 95 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 1, Pasal 27.

11 63 Ketentuan yang diatur dalam hal pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerus seperti disebutkan pada Pasal 14 sampai Pasal 27 undangundang ini juga berlaku dalam pelaksanaan perintah oleh penyelenggara penerus dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus sebelumnya 96 kecuali ditentukan lain dalam paragraf khusus mengenai pelaksanaan ini. 97 Penyelenggara penerus melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada salah satu rekening sebagai berikut : 98 1) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara pengirim; 2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerus; 3) Rekening penyelenggara penerus di penyelenggara lain; 99 4) Rekening penyelenggara penerus di Bank Sentral. Apabila penyelenggara penerus menerima perintah transfer dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening seperti dimaksud diatas, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17, pengaksepan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerus tanggal yang lebih akhir di antara kedua tanggal tersebut. 100 Penggunaan tanggal yang 96 Penyesuaian penyambutan pengirim asal menjadi penyelenggara penerus sebelumnya diperlukan apabila penyelenggara pengirim asal menggunakan lebih dari satu penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 28 UUTD). 97 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal Yang dimaksud dengan Penyelenggara lain adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerus. (Penjelasan Pasal 29 huruf (C) UUTD). 100 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal 30.

12 64 lebih akhir dimaksudkan agar penyelenggara penerus telah memiliki informasi yang cukup untuk meneruskan perintah transfer dana dan telah menerimadana untuk ditransfer penyelenggara penerus yang telah melakukan pengaksepan perinrtah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim sebelumnya atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengasepan oleh penyelenggara penerima akhir sesuai dengan ketentua dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 101 Pembatasan tanggung jawab penyelenggara penerus dimaksudkan agar peyelenggara penerus tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 102 c. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir Pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir dilakukan sesuai dengan pelaksanaan perintah transfer dana dan pelaksanaan atau penolakan pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara pengirim asal sesuai dengan Pasal 14 sampai Pasal 27 dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim atau penyelenggara penerus 103 kecuali ditentukan lain oleh undang-undang ini. 104 Penyelenggara penerima akhir 101 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Kedua, Paragraf 2, Pasal Penjelasan Pasal 31 UUTD. 103 Yang dimaksud dengan penyesuaian penyebutan pengirim asal menjadi penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus adalah perubahan posisi para pihak, yaitu penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus berposisi sebagai pengirim asal. (Penjelasan Pasal 32 UUTD). 104 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 32.

13 65 melaksanakan perintah transfer dana jika telah tersedia dana yang cukup pada salah satu rekening sebagai berikut : 105 1) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara pengirim; 2) Rekening penyelenggara pengirim di penyelenggara penerima akhir; 3) Rekening penyelenggara penerima akhir di penyelenggara lain; 106 atau 4) Rekening penyelenggara penerima akhir di Bank Sentral. Apabila penyelenggara penerima akhir menerima perintag transfer dana tidak pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya dana pada rekening seperti dimaksud dalam Pasal 33, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 17, perintah pengaksepan transfer dana dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir pada tanggal yang lebih akhir diantara keua tanggal tersebut. Dalam hal perintah mencantumkan tanggal pembayaran dan tanggal pembayaran tersebut lebih akhir dari tanggal pengaksepan, nilai dana yang dibayarkan dihitung sesuai dengan tanggal valuta pada saat pengaksepan. 107 hal ini disebabkan kewajiban penyelenggara muncul pada saat penyelenggara melakukan pengaksepan. Penyelenggara penerima akhir yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada penyelenggara pengirim sebelumnya atas terlaksananya perintah transfer dana untuk kepentingan penerima 105 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 201 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal Yang dimaksud dengan penyelenggara lain adalah penyelenggara selain bank sentral yang memelihara rekening penyelenggara penerima akhir. (Penjelasan Pasal 33 huruf (c) UUTD). 107 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 34.

14 66 sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya. 108 Pengaksepan perintah transfer dana oleh penyelenggara penerima akhir wajib dilakukan dengan segera pada tanggal yang sama dengan tanggal diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya. 109 Penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan sebagai berikut : 110 1) Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim sebelumnya; 2) Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada penyelenggara penerima akhir; 3) Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima; 111 4) Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan antarpenyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut telah terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari 108 Terlaksananya perintah transfer dana untuk kepentingan penerima ditandai dengan dilakukannya salah satu kegiatan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir sebagaimana diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. Ketentuan ini dimaksudkan untuk membatasi tanggung jawab penyelenggara penerima akhir sehingga penyelenggara penerima akhir tidak dibebani tanggung jawab di luar ketentuan yang telah diatur dalam UU ini dan peraturan pelaksanaannya. (Penjelasan Pasal 35 UUTD). 109 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (1). 110 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (2). 111 Yang dimaksud dengan mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima adalah menyediakan dana pada rekening tertentu di penyelenggara penerima akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada penerima. (Penjelasan Pasal 36 Ayat (2) huruf (c) UUTD).

15 67 penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir; 5) Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau 6) Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai hak untuk mengambil dana hasil transfer. Apabila penyelenggara penerima akhir melakukan lebih dari satu kegiatan seperti disebutkan di atas, saat pengaksepan terhitung sejak dilakukan pengaksepan yang lebih dulu terjadi. 112 Penyelenggara penerima akhir dianggap telah melakukan pengaksepan apabila penyelenggara penerima akhir tidak melakukan salah satu kegiatan seperti disebutkan di atas pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer daa dan dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya. 113 Ketentuan ini dapat dikecualikan jika terdapat kesepakatan antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim asal atau penyelenggara penerus tentang waktu pengaksepan yang terekam dan/atau tercatat dalam administrasi penyelenggara penerima akhir. 114 Apabila penyelenggara penerima akhir dibekukan kegiatan usahanya atau dicabut izin usaha atau dinyatakan pailit sebelum melakukan salah satu kegiatan pengaksepan seperti yang dijelaskan sebelumya, tetapi perintah transfer dana dan dananya telah diterima oleh penyelenggara penerima akhir dan tidak terdapat 112 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (3). 113 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (4). 114 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (5).

16 68 kekeliruan transfer dari penyelenggara pengirim, penyelenggara penerima akhir dianggap telah melakukan pengaksepan atas perintah transfer dana. 115 Dana hasil transfer yang harus diambil secara tunai oleh penerima, tapi belum diambil dalam jangka waktu tertentu setelah pemberitahuan seperti tercantum dalam Pasal 36 Ayat (2) huruf f, penyelenggara penerima akhir memberitahukan kembali sebanyak 2 (dua) kali kepada penerima dalam jangka waku yang wajar. Setelah diberitahukan sebanyak 3 (tiga) kali tidak diambil oleh penerima, dana tersebut dikembalikan kepada penyelenggara pengirim asal untuk diserahkan kembali kepada pengirim asal. Apabila pengirim asal tidak diketahui keberadaannya dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari, dana hasil transfer tersebut diserahkan oleh penyelenggara pengirim asal kepada Balai Harta Peninggalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 116. Penyelenggara penerima akhir dapat menolak melakukan pengaksepan berdasarkan alasan yang wajar dan dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah tanggal diterimanya perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya, kecuali diperjanjikan lain. 117 Alasan yang wajar untuk menolak melakukan pengaksepan perintah transfer dana antara lain : 118 1) Perintah transfer dana bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 2) Penyelenggara penerima akhir tidak dapat melaksanakan perintah transfer dana sesuai dengan tanggal pembayaran; 115 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 36 Ayat (6). 116 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (1). 118 Penjelasan Pasal 38 Ayat (1) Undang-Undang Tranfer Dana.

17 69 3) Terdapat perbedaan nomor rekening dan nama rekening penerima; 4) Perintah transfer dana diterima oleh penyelenggara penerima akhir mendekati berakhirnya jam operasional penyelenggara penerima akhir untuk melaksanakan perintah transfer dana pada hari yang sama. Penolakan beserta alasannya diberitahukan kepada pnyelenggara pengirim sebelumnya pada tanggal yang sama dengan tanggal penolakan pengaksepan. 119 Pemberitahuan pada tanggal yang sama tidak berlaku jika terdapat informasi yang cukup mengenai identitas penyelenggara pengirim sebelumnya. 120 Apabila penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana setelah melakukan pengaksepan, penyelenggara penerima akhir wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi oleh penyelenggara pengirim sebelumnya untuk diteruskan kepada pengirim asal. 121 Kewajiban pembayaran tersebut dikecualikan jika penyelenggara penerima akhir tidak melaksanakan perintah transfer dana karena perintah UU. 122 Ketentuan mengenai tata cara pengaksepan dan penetapan jangka waktu pengambilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 37 serta tata cara pembayaran, perhitungan jangka waktu, dan besarnya jasa, bunga, atau kompensasi seperti disebutkan dalam Pasal 38 Ayat (4) diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (2). 120 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (3). 121 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 38 Ayat (4). 122 Yang dimaksud dengan UU antara lain UU yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. (Penjelasan Pasal 38 Ayat (5) UUTD). 123 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Bab II, Bagian Ketiga, Pasal 39.

18 70 Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan transaksi transfer dana di dalam UUTD sudah diatur secara jelas mulai dari pengirim sampai diterimanya dana oleh penerima. B. Prosedur Transfer Dana Melalui Bank Di Indonesia Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana Ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 ini merupakan tindak lanjut dari amanat dalam undang-undang nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana. Pelaksanaan perintah transfer dana oleh pengirim asal, penyelenggara penerus, penyelenggara penerima akhir dilakukan sesuai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai transfer dana dan peraturan perundang-undangan terkait. 124 Penyelenggara pengirim yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana bertanggung jawab kepada pemberi perintah transfer dana atas terlaksananya perintah transfer dana sampai dengan pengaksepan oleh penyelenggara penerima akhir. Tanggung jawab penyelenggara pengirim atas terlaksananya perintah transfer dana dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai kegiatan transfer dana dan peraturan pelaksanaannya. tanggung jawab penyelenggara pengirim antara lain mencakup penyediaan dan penyampaian informasi kepada pengirim sebelumnya mengenai status pelaksanaan perintah transfer dana. Pada Bab III Bagian Kedua Pasal 10 Ayat (1) PBI No.14/23/PBI/2012 mengatur tentang bagaimana pelaksanaan perintah transfer dana jika dalam 124 Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan terkait antara lain ketentuan yang mengatur mengenai pencegahan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

19 71 keadaan memaksa. Dalam pelaksanaan perintah transfer dana dalam keadaan memaksa, penyelenggara pengirim yang telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan Perintah Transfer Dana walaupun terjadi keadaan sebagai berikut: a. bencana alam, keadaan bahaya 125, huru-hara 126, konflik bersenjata, dan/atau keadaan darurat lain yang ditetapkan oleh pemerintah yang terjadi di daerah atau lokasi Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana 127 ; b. kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim c. kegagalan sistem kliring atau Sistem Transfer Dana d. hal-hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia ; 129 ; 125 Yang dimaksud dengan keadaan bahaya adalah keadaan bahaya yang diumumkan secara resmi oleh pemerintah. 126 Yang dimaksud dengan huru-hara termasuk pertikaian antarkelompok masyarakat yang mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional Penyelenggara. 127 Yang dimaksud dengan Penyelenggara Pengirim yang sedang melaksanakan Perintah Transfer Dana adalah kantor Penyelenggara yang menerbitkan Perintah Transfer Dana. Dalam hal Penyeleng-gara tersebut memiliki sistem komputerisasi yang mengintegrasikan seluruh sistem 128 Yang dimaksud dengan kerusakan pada sistem infrastruktur elektronik atau nonelektronik yang berpengaruh langsung terhadap pelaksanaan Perintah Transfer Dana yang tidak dapat dikontrol oleh Penyelenggara Pengirim antara lain kerusakan yang disebabkan oleh kebakaran dan sambaran petir. 129 Yang dimaksud dengan kegagalan sistem kliring atau sistem transfer dana adalah kegagalan yang mengakibatkan sistem kliring atau sistem transfer dana secara keseluruhan tidak dapat dijalankan atau dioperasikan dengan baik, termasuk seluruh sistem pendukung dan sistem cadangan atau sistem pengganti. 130 Yang dimaksud dengan hal lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia antara lain keputusan Bank Indonesia mengenai penghentian sementara penyelenggara pengirim dari kegiatan kliring atau kegiatan sistem transfer dana.

20 72 C. Perbandingan Prosedur Transfer Dana Di Indonesia Menurut Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 Tentang Transfer Dana Perbandingan prosedur transfer dana antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda, kedua aturan ini sama-sama mengatur tentang kegiatan transfer dana. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/23/PBI/2012 merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang transfer dana. Adapun materi utama yang diatur dalam PBI ini adalah mengenai: a. Perizinan penyelenggaraan transfer dana; b. Pelaksanaan transfer dana; c. Transfer dana yang ditujukan untuk diterima secara tunai; d. Jasa, bunga, atau kompensasi; e. Biaya transfer dana; f. Pemantauan; dan g. Sanksi. Dengan telah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 mengenai penyelenggaraan transfer dana, kegiatan transfer dana atau pengiriman uang terus berkembang di masyarakat. Kegiatan ini sangat beragam, dimulai dari layanan non bank, kemudian berkembang dengan layanan kedatangan pengguna jasa ke kantor bank, sampai akhirnya dilakukan sendiri kegiatan transfernya tanpa harus datang ke kantor bank atau non bank, seperti lewat ATM, internet banking atau melalui layanan mobile banking. Peruntukan transfer dananya juga terus

21 73 berkembang dan dimanfaatkan untuk semua kepentingan yang diinginkan oleh pengguna jasa, seperti pembayaran uang sekolah, tagihan listrik, tagihan telepon, pembayaran transaksi bisnis dan bahkan untuk kepentingan sosial. Beberapa hal lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bank Indonesia ini adalah mengenai penyelenggara, persyaratan untuk memperoleh izin sebagai penyelenggara ditetapkan antara lain terkait dengan keamanan sistem, permodalan, integritas pengurus, pengelolaan resiko, dan/atau kesiapan sarana prasarana. Selain itu, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Transfer Dana dalam ketentuan ini juga diatur lebih rinci mengenai pelaksanaan perintah transfer dana dalam keadaan memaksa, kekeliruan pelaksanaan transfer dana, tata cara pengembalian dana dan pengembalian dana yang ditujukan secara tunai.

22 BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS PENGUBAHAN SISTEM TRANSFER DANA Di dalam sistem pembayaran terdapat perangkat hukum yang mencakup undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait.termasuk pula aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral, dan lain-lain.peranan perangkat hukum ini sangat penting untuk menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. 131 Jika melihat kompleksitas permasalahan dan luasnya materi yang diatur, pengaturan kegiatan transfer dana tidak cukup hanya dituangkan dalam ketentuan yang lebih rendah dari undang-undang. Selain itu pengaturan tentang alat bukti dan aspek pemidanaan dalam kegiatan transfer dana menuntut kepastian agar hal tersebut dapat diterapkan secara tegas oleh seluruh pihak dan otoritas tekait, baik dalam penyelesaian perselisihan maupun tindak pidana dalam kegiatan transfer dana. Kemajuan teknologi yang semakin pesat dewasa ini membawa konsekuensi bahwa persoalan yang dihadapi nasabah juga semakin kompleks, demikian pula di Indonesia.Terlebih baru-baru ini banyak persoalan perbankan yang merugikan nasabah, bahkan hal itu dilakukan oleh pegawai bank tersebut.untuk itu, nasabah bank sebagai konsumen perbankan patut dilindungi hak dan kepentingannya.perlindungan hukum kepada nasabah perbankan pada dasarnya 131 Andri Gunawan, Erwin Natosmal, Refki Saputra, Op. cit, hlm

23 75 timbul karena kurangnya pengelolaan bank secara baik, disebabkan oleh tidak efektifnya pemberian dan pengawasan kredit, sistem manajemen yang diterapkan mendukung operasi bank, yang mengakibatkan bank tersebut sulit untuk melakukan operasinya. 132 Nasabah bank, sebagai konsumen yang menggunakan jasa bank, terkadang memang sering diabaikan haknya. Bahkan menurut Munir Fuady, bahwa dalam sistem hukum perbankan Indonesia, pihak nasabah sebagai konsumen dibiarkan sendiri terlunta-lunta tanpa suatu perlindungan hukum yang predictable dan reasonable.padahal nasabah merupakan pihak yang penting dalam kaitannya dengan bank, namun persoalan terkait keberpihakan hukum terhadap nasabah menjadi masalah yang terus-menerus tak bertepi. 133 Namun dalam setiap permasalahan yang terjadi perlu ditentukan siapa yang bertanggung jawab sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabahnya.masalah tanggung jawab perdata atas kelalaian atau kesalahan yang terjadi dalam bank dapat dihubungkan dengan kepengurusan bank.pengurus bank bertindak mewakili badan hukum bank tersebut berdasarkan ketentuan anggaran dasar perusahaan.dengan demikian tanggung jawab pengurus ada dua (2), yakni tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab pengurus.apabila pengurus bertindak di luar kewenangan yang telah ditentukan, maka tanggung jawab pribadi yang ada. Namun bila ia bertindak dalam pelaksanaan dan wewenang yang tertuang dalam anggaran dasar perusahaan maka hal itu merupakan tanggung jawab perusahaan. 134 Alas hukum mengenai transfer uang via bank, baik untuk kepentingan nasabah maupun untuk 132 Lukman Santoso AZ, Op. cit, hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 116.

24 76 kepentingan bank sendiri mempunyai alas hukum/dasar hukum dalam sistem perundang-undangan Indonesia. Dasar hukum tersebut bersumber dari ketentuanketentuan sebagai berikut : Ketentuan di Bidang Perbankan Ketentuan di bidang perbankan bersumber dari Undang-Undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun Undang-Undang perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 kebetulan tidak mengubah Pasal 6 huruf (e ), sehingga Pasal 6 huruf (e) tersebut masih tetap berlaku. Pasal 6 huruf (e) tersebut berbunyi sebagai berikut : Usaha bank umum meliputi : memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah. Dari ketentuan Pasal 6 huruf (e) tersebut cukup jelas dan lugas ditentukan bahwa memang suatu bank umum dapat melakukan suatu transfer uang. Kemudian, ketentuan tersebut mendapat penjabarannya dalam berbagai perundang-undangan lainnya di bidang perbankan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Sebenarnya kitab undang-undang hukum dagang tidak mengatur secara spesifik tentang transfer uang via bank ini, baik terhadap transfer dengan warkat (paper based). Hanya saja, karena transfer dana tersebut dapat dilakukan juga dengan penggunaan surat berharga sebagai sarana pemindahannya, seperti dengan 135 Munir Fuady, Op. cit, hlm Ibid., hlm. 127.

25 77 cek atau wesel, maka ketentuan tentang surat berharga dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ditarik untuk berlaku buat transfer dana seperti itu. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dikenal beberapa macam surat berharga, yaitu sebagai berikut : a.) Penganturan tentang Surat Wesel, dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. b.) Pengaturan tentang Surat Sanggup, dalam Pasal 174 sampai dengan Pasal 177 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. c.) Pengaturan tentang Cek dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229 d dari Kitab Undang-Undag Hukum Dagang. d.) Pengaturan tentang Kuitansi dan Promes atas Unjuk dalam Pasal 229 e sampai dengan Pasal 229 k dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Dengan demikan, sejauh yang menyangkut dengan transfer uang via bank yang menggunakan surat-surat berharga tersebut berlaku ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Dagang, khusus mengenai aspek surat berharganya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Selain dari ketentuan-ketentuan seperti tersebut di atas, maka Kitab Undang- Undang Hukum Perdata juga mengatur tentang berbagai aspek hukum yang berkenaan dengan transfer uang via bank, khususnya yang berkenaan dengan aspek-aspek hukum kontrak. Sebab, suatu transfer uang via bank, baik untuk kepentingan nasabah maupun transfer uang untuk kepentingan bank sendiri 137 Ibid., hlm. 126.

26 78 diawali dengan suatu kontrak. Dalam hubungannya dengan transfer uang via bank, perlu dipisahkan dulu antara kontrak-kontrak sebagai berikut : a.) Kontrak antara nasabah pengirim dengan nasabah penerima. b.) Kontrak antara nasabah pengirim dengan bank pengirim. c.) Kontrak antara nasabah penerima dengan bank pembayar (dalam hal credit transfer). d.) Kontrak antara bank pengirim dengan bank pembayar. e.) Kontrak antara bank pengirim dengan bank koresponden. f.) Kontrak antara bank koresponden dengan bank pembayar. 138 Sebagai upaya peningkatan dan pemberdayaan nasabah, tentu bank sebagai pelaku usaha harus memberikan layanan penyelesaian dan infrastruktur atas berbagai keluhan dan pengaduan nasabah.media penyelesaian ini juga harus memenuhi standar waktu dan pelayanan, artinya dapat berlaku secara efektif dan efisien. Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas perbankan Indonesia dalam upaya memenuhi standar tersebut juga telah memprioritaskan program-program terkait perlindungan nasabah, termasuk penanganan pengaduan nasabah, transparansi informasi produk perbankan, dan pembentukan lembaga mediasi perbankan independen. A. Pengubahan Sistem Transfer Dana Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara Bank Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tanggung jawab adalah mengenai kewajiban untuk menebus (mengganti) terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian. Dasar 138 Ibid., hlm. 129.

27 79 pertanggungjawaban adalah kewajiban membayar ganti rugi atas tindakan yang menimbulkan kerugian, dan kewajiban untuk melaksankan janji yang telah dibuat.pertanggungjawaban harus didasarkan atas suatu perbuatan, dan itu harus perbuatan kealpaan atau kelalaian.artinya, pertanggungjawaban atas gugatan hukum yang timbul dalam konteks hubungan antara nasabah dan bank dapat berupa wanprestasi (kealpaan) atau perbuatan melawan hukum. Pengubahan perintah transfer dana merupakan salah satu cara pihak bank untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengubahan transfer dana hanya dapat dilakukan oleh penyelenggara pengirim jika terjadi kesalahan/kekeliruan yang diatur dalam Bab V Bagian Kedua dengan memperhatikan prinsip kehatihatian. 139 Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya dalam arti harus selalu konsisten dalam melaksanakan perturan perundang-undangan di bidang perbankan berdasarkan profesionalisme dan iktikad baik. 140 Perubahan perintah transfer dana dilakukan oleh penyelenggara penerima mempunyai waktu yang cukup 141 untuk melaksanakan perubahan dan/atau penyelenggara penerima akhir belum melakukan langkah-langkah pengaksepan. 142 Penyelenggara penerima akhir telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya apabila telah melakukan kegiatan sebagai berikut : 139 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Tranfer Dana, Pasal 46 Ayat (1). 140 Hermansyah, Op. cit, hlm Dalam ketentuan ini, waktu yang cukup bersifat kasuistik dan situasional antara lain terkait dengan sistem transfer dana yang digunakan untuk melaksanakan perintah transfer dana.(penjelasan Pasal 46 Ayat (2)). 142 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer 46 Ayat (2).

28 80 a. Menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada penyelenggara pengirim sebelumnya; b. Melakukan pendebitan rekening penyelenggara pengirim sebelumnya pada penyelenggara penerima akhir; c. Mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima; 143 d. Menerima perintah transfer dana dari penyelenggara pengirim sebelumnya dan antara penyelenggara penerima akhir dan penyelenggara pengirim tersebut telah terdapat perjanjian bahwa setiap perintah transfer dana yang diterima dari penyelenggara pengirim akan dilaksanakan oleh penyelenggara penerima akhir; e. Mengkredit rekening penerima pada penyelenggara penerima akhir; atau f. Mengirimkan pemberitahuan kepada penerima bahwa penerima mempunyai hak untuk mengambil dana hasil transfer. 144 B. Pertanggung Jawaban Bank Bila Terjadi kesalahan Dalam Transfer Uang Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Sebagai langkah awal untuk pemikiran kritis dalam konteks elektronik, patut dilayangkan suatu pertanyaan manakah yang lebih autentik secara teknis. Dalam pemahaman kekuatan pembuktian yang paling lemah, suatu informasi elektronik adalah bernilai secara hukum karena secara fungsional keberadaannya adalah sepadan atau setara dengan suatu informasi yang tertulis di atas kertas, sebagaimana telah diamanatkan dalam UNCITRAL tentang nilai hukum dari 143 Yang dimaksud dengan mengalokasikan dana untuk kepentingan penerima adalah menyediakan dana pada rekening tertentu di penyelenggara penerima akhir untuk dibayarkan secara tunai kepada penerima.(penjelasan Pasal 36 Ayat (2) huruf (c)). 144 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana, Pasal 36 Ayat (2) huruf (c).

29 81 suatu rekaman elektronik (legal value of electronic records) karena memenuhi unsur-unsur tertulis (writing), bertanda tangan (signed), dan asli (original). 145 Tanggung jawab timbul dari perikatan, baik yang berasal dari undangundang maupun dari perjanjian.dengan adanya perjanjian, timbul hak dan kewajiban pada masing-masing pihak.mereka bertanggung jawab atas segala akibat yang ditimbulkan dari perjanjian yang telah dibuat. Pertanggungjawaban atas gugatan hukum yang timbul dalam konteks hubungan antaara nasabah dan bank dapat berupa wanprestasi(kealpaan) atau perbuatan melawan hukum. Peristiwa resiko operasional yang dihadapi oleh perbankan tidak lepas dari dua faktor penting yaitu: 146 a. Frekuensi; seberapa penting suatu peristiwa terjadi b. Dampak; seberapa besar jumlah kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi Dalam mengkaji peristiwa resiko operasional, sedikitnya dapat dibagi menjadi lima kategori besar sebagai berikut: 147 a) Risiko proses internal (internal process risk); b) Risiko manusia (people risk); c) Risiko sistem (systems risk); d) Risiko eksternal (external risk); e) Risiko hukum (legal risk). 145 Dr. Edmon Makarim, Notaris & Transaksi Elektronik (Edisi Kedua), (Jakarta, PT. Raja Grafindo Perkasa, 2013), hlm Ferry N. Idroes Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, (Yogyakarta, Graha Ilmu 2006), hlm Ibid., hlm. 135.

30 82 Adapun penjelasan lima kategori besar peristiwa risiko operasional adalah sebagai berikut: a) Risiko proses internal (internal process risk) Risiko ini didefinisikan sebagai risiko yang terkait dengan kegagalan dari suatu proses Bank atau prosedur. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, karyawan mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan. Risiko proses internal termasuk: 148 (a) Kesalahan, ketidaklengkapan, dan ketidaktepatan dokumentasi; (b) Kurang pengawasan; (c) Kesalhan pemasaran; (d) Kesalahan penjualan; (e) Praktek pencucian uang; (f) Kesalahan atau ketidaktepatan pelaporan; (g) Prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi; (h) Kesalahan transaksi. b) Risiko sumber daya manusia (people risk) Risiko ini berhubungan dengan karyawan dari suatu bank atau lebih tepatnya adalah oknum karyawan bank. c) Risiko sistem (system risk) Risiko sistem adalah risiko yang berhubungan dengan penggunaan sistem dan teknologi.saat ini semua bank sangat mengandalkan pada teknologi dan 148 Ibid., hlm 136.

31 83 sistem untuk membantu aktivitas sehari-hari.ketergantungan ini telah menimbulkan risiko operasional. Peristiwa risiko sistem disebabkan oleh: 149 (a) Kerusakan hingga kehilangan data; (b) Kesalahan dalam proses memasukkan data; (c) Ketidakcukupan dalam pengawasan pekerjaan terkait dengan sistem; (d) Kesalahan dalam proses program; (e) Ketergantungan pada teknologi dan sangat percaya terhadap sistem internal tanpa adanya evaluasi; (f) Gangguan pelayanan akibat kegagalan sistem, baik kegagalan sebagian atau keseluruhan; (g) Masalah sistem keamanan seperti, virus computer dan hacking; (h) Ketidaksesuaian sistem; (i) Penggunaan teknologi baru yang belum teruji. Saat ini ketergantungan bank pada teknologi bisa sampai pada keadaan tahap dimana apabila komputer bank mengalami kerusakan maka bank tidak dapat melanjutkan kegiatan hingga sistem komputer kembali berjalan lancar. d) Risiko ekternal (external risk) Risiko ekternal berhubungan dengan peristiwa yang terjadi yang berada diluar kekuasaan langsung dari bank. Beberapa peristiwa eksternal yang dapat menimbulkan risiko pada bank adalah: 150 (a) Bencana alam; (b) Terorisme; 149 Ibid., hlm Ibid., hlm. 139.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 23 /PBI/2012 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2012 PERBANKAN. BI. Transfer Dana. Sistem Pembayaran. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5381) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA Meningkatnya kegiatan perekonomian nasional merupakan salah satu faktor utama dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA . SALINAN PRESIDEN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang a. bahwa kegiatan transfer dana di Indonesia telah menunjukkan peningkatan,

Lebih terperinci

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA

No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA 1 No. 17/ 14 /DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA 00.00 (zero hour rules) tidak diberlakukannya prinsip berlaku surut sejak pukul 00.00 (zero hour rules); [Pasal 3 b.] 1 (satu) Tahun ~paling

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TRANSFER DANA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG TRANSFER DANA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG TRANSFER DANA I. UMUM Kelancaran kegiatan perekonomian nasional sebagai salah satu faktor utama dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT

No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT 1 No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui

Lebih terperinci

Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana

Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana Hak dan Kewajiban Pelaku serta Perizinan dan Pemantauan Penyelenggara Transfer Dana Disampaikan dalam Sosialisasi UU No. 3/2011 tentang Transfer Dana Menuju Kepastian Hukum dalam Bertransfer Dana Hotel

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 6/ 8 /PBI/2004 TENTANG SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung tercapainya sistem pembayaran

Lebih terperinci

S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA

S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA No. 10/10/DASP Jakarta, 5 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Transaksi Melalui Sistem Bank Indonesia Real

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/18/PBI/2005 TENTANG SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran diperlukan

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Transfer Dana

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Non Bank. Transfer Dana Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Non Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tim Penyusun Ramlan Ginting Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani Zulkarnain Sitompul Indri Triyana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA 1 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/5/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/5/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/9/PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSFER DANA DAN KLIRING BERJADWAL OLEH BANK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA

No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA 1 No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth

Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum Fasilitas Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth Syarat dan Ketentuan Umum untuk Commonwealth KTA PT Bank Commonwealth 1. Definisi Syarat dan Ketentuan Umum ANGSURAN adalah suatu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/28/PBI/2006 TENTANG KEGIATAN USAHA PENGIRIMAN UANG GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa saat ini jumlah transaksi maupun nilai nominal pengiriman uang baik di

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang No.361, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Transaksi. Bursa. Penjamin. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB V PENUTUP. 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah. Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keabsahan dari transaksi perbankan secara elektronik adalah Mendasarkan pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebenarnya tidak dipermasalahkan mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR VI.A.3 : REKENING EFEK PADA KUSTODIAN Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- /PM/1997 Tanggal : Desember

PERATURAN NOMOR VI.A.3 : REKENING EFEK PADA KUSTODIAN Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- /PM/1997 Tanggal : Desember PERATURAN NOMOR VI.A.3 : REKENING EFEK PADA KUSTODIAN Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor : Kep- /PM/1997 Tanggal : Desember 1997 1. Definisi a. Kepemilikan Manfaat (Beneficial Ownership) Atas Efek

Lebih terperinci

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERBANKAN. BI. Transfer Dana. Kliring. Berjadwal. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, -1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/12/PBI/2009 TENTANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan alat pembayaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/ 18 /PBI/2015 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSAKSI, PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA, DAN SETELMEN DANA SEKETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN, No.960, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Identifikasi Transaksi. Jasa Keuangan. Mencurigakan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP- 48/PM/1997 TENTANG REKENING EFEK PADA KUSTODIAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,

KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP- 48/PM/1997 TENTANG REKENING EFEK PADA KUSTODIAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL NOMOR KEP- 48/PM/1997 TENTANG REKENING EFEK PADA KUSTODIAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL, Menimbang : bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA UNTUK TRANSAKSI KONTRAK DERIVATIF DALAM SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF Dokumen

Lebih terperinci

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank

Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank Syarat dan Ketentuan Umum Layanan PermataMobile berbasis SMS dari PermataBank (berikut semua lampiran, dan/atau perubahannya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, T No.1087, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI -1- SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.05/2017 TENTANG PENYELENGGARAAN LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI Sehubungan dengan amanat Pasal 51 Peraturan Otoritas

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Yang dimaksud dengan multilateral netting adalah mekanisme perhitungan hak dan kewaji

-2- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Angka 2 Pasal 3 Yang dimaksud dengan multilateral netting adalah mekanisme perhitungan hak dan kewaji TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5876 PERBANKAN. BI. Kliring Berjadwal. Transfer Dana. Penyelenggaraan. Perubahan (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 76). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa penyelenggara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.64, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Alat Pembayaran. Kartu. Penyelenggaraan. Perizinan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 1 /PBI/2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Transfer Dana Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Transfer Dana Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT Formulir Nomor IV.PRO.11 PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT Pada hari ini, tanggal.. bulan tahun., bertempat di Kantor Pusat atau

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

KETENTUAN DAN PERSYARATAN KHUSUS PEMBUKAAN REKENING INVESTOR Ketentuan dan Persyaratan Khusus Pembukaan Rekening Investor ini (berikut semua lampiran, perubahan dan atau pembaharuannya selanjutnya disebut

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN K-13 A. Pengertian Sistem Pembayaran Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X ekonomi SISTEM PEMBAYARAN DAN ALAT PEMBAYARAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan sistem pembayaran

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 259/PMK.04/2010 TENTANG JAMINAN DALAM RANGKA KEPABEANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM 100. DEFINISI Kecuali konteksnya menunjukkan makna yang lain, istilah-istilah yang ditulis dalam huruf kapital dalam Peraturan ini akan mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1479, 2013 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI. Traksaksi. Tunai. Jasa Keuangan. Identifikasi PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /POJK.03/2015 TENTANG PENERBITAN SERTIFIKAT DEPOSITO OLEH BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5548) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 11 /PBI/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN I. UMUM Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Draft 10042014 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PENJAMINAN PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA No.920, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Kenali Pengguna Jasa. Pergadaian. Penerapan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 3 /PBI/1999 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 3 /PBI/1999 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 3 /PBI/1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL DAN PENYELESAIAN AKHIR TRANSAKSI PEMBAYARAN ANTAR BANK ATAS HASIL KLIRING LOKAL GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/11/PBI/2007 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

Sistem Pembayaran Non Tunai

Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Sistem Pembayaran Non Tunai Tim Penyusun Ramlan Ginting Chandra Murniadi Dudy Iskandar Gantiah Wuryandani

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1125, 2014 PPATK. Informasi Publik. Layanan. Standar. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.03/PPATK/07/14 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran

-2- Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.76, 2016 PERBANKAN. BI. Kliring Berjadwal. Transfer Dana. Penyelenggaraan. Perubahan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/24/PBI/2015 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.07/2017 TENTANG LAYANAN PENGADUAN KONSUMEN DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.10, 2014 PERBANKAN. BI. Perlindungan Konsumen. Sistem Pebayaran. Jasa. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5498) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.920, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Laporan. Transaksi Keuangan. Penyedia Jasa Keuangan. Tata Cara. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK

No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK No. 15/23/DASP Jakarta, 27 Juni 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN BADAN USAHA BERBADAN HUKUM INDONESIA BUKAN BANK Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana Sehubungan dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/20/PADG/2017 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/20/PADG/2017 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/20/PADG/2017 TENTANG REKENING GIRO DI BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim No.1872, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PPATK. Penyedia Jasa Keuangan. Penghentian Sementara dan Penundaan Transaksi. Pencabutan. PERATURAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/1/PBI/2004 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian stabilisasi nilai rupiah,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas

BAB V PENUTUP. 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam. Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Tanggung Jawab Bank Dan Oknum Pegawai Bank Dalam Terjadinya Kerugian Nasabah Akibat Transfer Dana Secara Melawan Hukum Dengan Modus Transfer Dana Melalui Fasilitas Sms Banking

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-12/1.02/PPATK/06/13 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENYAMPAIAN LAPORAN TRANSAKSI KEUANGAN TRANSFER DANA DARI DAN KE LUAR NEGERI

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH JARINGAN KANTOR BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN MODAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 141/PMK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran

No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N. Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran No.18/ 41 /DKSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 12/22/PBI/2010 TENTANG PEDAGANG VALUTA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya turut memelihara dan mendukung pencapaian

Lebih terperinci

KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA PENDAHULUAN Rancangan Undang-Undang tentang Transfer Dana disetujui bersama antara DPR dan Pemerintah pada tanggal 22 Februari 2011 dan

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 25 /PBI/2011 TENTANG PRINSIP KEHATI-HATIAN BAGI BANK UMUM YANG MELAKUKAN PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PIHAK LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

a. nama dan/atau logo Bank; dan b. pernyataan bahwa Bank terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6

a. nama dan/atau logo Bank; dan b. pernyataan bahwa Bank terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 6 SYARAT DAN KETENTUAN UMUM LAYANAN PEMBIAYAAN PERDAGANGAN (TRADE FINANCE) DAN JAMINAN (GUARANTEE) GENERAL TERMS AND CONDITIONS TRADE FINANCE AND GUARANTEE SERVICES NO. PASAL SEMULA MENJADI PERATURAN OJK

Lebih terperinci