MASALAH-MASALAH KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASALAH-MASALAH KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 MASALAH-MASALAH KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Organisasi Internasional dan Regional. Disusun oleh: Ichsan Suryo Praramadhani ( ) Khalid Faruqi ( ) M. Bisma Abiyoga ( ) Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2013

2 Penerimaan dan Dimulainya Keanggotaan Penerimaan Keanggotaan Satu elemen yang sama-sama dimiliki oleh seluruh organisasi internasional adalah anggota. Di sebagian besar organisasi, hanya negara yang dapat menjadi anggotanya. Namun terdapat kecenderungan peningkatan organisasi internasional yang menjadi anggota dari organisasi internasional lainnya, seperti Uni Eropa. Negara anggota memiliki dua peranan dalam organisasi internasional, yaitu peran internal dan eksternal. Peran internal terkait dengan penempatan dan fungsi dari negara anggota di dalam badan eksekutif atau badan nonpleno dari suatu organisasi internasional. Negara-negara yang menjadi anggota dari badan-badan tersebut bertindak atas nama seluruh anggota dari organisasi internasional tersebut. Oleh karenanya, konstitusi dari organisasi-organisasi internasional yang universal menyatakan pengaturan yang mengharuskan adanya representasi yang mencakup seluruh area geografis di seluruh dunia dalam badan-badan nonpleno. Pada praktiknya, sebagai contoh, anggota tidak tetap dari DK PBB kadang-kadang mendasarkan tindakannya bukan hanya atas kepentingannya semata melainkan juga mencakup kepentingan dari regionnya. 1 Sedangkan peran eksternal, terkait dengan negara yang berkedudukan sebagai rekan kerja dari organisasi internasional. Dalam hal ini, negara-negara anggota organisasi internasional dihadapkan pada keputusan-keputusan yang memiliki dampak, baik langsung maupun tidak langsung terkait pelaksanaan kebijakan organisasi, dan mereka haruslah menghormati keputusan organisasi yang tentu akan berimplikasi dengan adanya konsekuensi hukum. Pembedaan antara peran internal dan eksternal dari negara anggota dalam organisasi internasional tidaklah selalu mudah, walaupun perbedaan yang ada bersifat mendasar dan bisa jadi memiliki konsekuensi hukum yang penting. Hanya ada pada peran internal saja, para negara anggota bekerja sama sesuai dengan kerangka kerja dari sebuah badan, dan wajib menghormati aturan internal dari organisasi internasional tersebut. Salah satu contohnya terkait dengan upaya 1 Henry G. Schemers, Niels M. Blokker, International Institutional Law, Fifth Revised Version, (Leiden: Martinus Nijhoff Publishers, 2011), h

3 pembatalan keputusan Konsili European Community oleh Parlemen (European Community) terkait pemberian bantuan atas siklon yang terjadi di Bangladesh, karena berdasarkan aturan dalam pasal 203 Traktat European Community (sekarang pasal Treaty on the Functioning of the European Union) secara prosedural harus melibatkan Parlemen (European Community), akan tetapi ditolak oleh Court of Justice karena tindakan pemberian bantuan tersebut dikategorikan sebagai tindakan negara-negara anggota, bukan Konsili (berdasarkan interpretasi substantif). 2 Terkait dengan tingkat partisipasinya dalam organisasi internasional, akan dibedakan lima macam anggota, yaitu sebagai berikut: - Anggota Penuh Subjek keanggotaan penuh: Negara Negara adalah anggota terpenting dalam organisasi internasional. Banyak konstitusi organisasi internasional yang menekankan pentingnya syarat de facto dan de jure dipenuhi sebuah negara sebagai syarat keanggotaan 3. Secara umum, tidak ada perbedaan pendapat mengenai syarat ini. Akan tetapi, di era an, permasalahan negara mikro yang menjadi anggota organisasi internasional mengemuka 4. Hal ini menjadi masalah karena tiga hal: (1) Negara-negara tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai negara (yang menjadi subjek hukum internasional); (2) Signifikansi keanggotaan negara-negara tersebut tidak jelas; (3) Keanggotaan negara-negara tersebut menyebabkan disproporsionalitas pada voting yang menggunakan prinsip one-state-one-vote. Di sisi lain, dengan keanggotaan negara-negara tersebut, memberikan keuntungan 2 Ibid. 3 Seperti yang dinyatakan pada artikel 3 dan 4 UN Charter, pasal 4 Statute of the Council of Europe, pasal 4 Organization of American States, dan pasal 4 Organization of African Unity 4 Ibid., h

4 antara lain sebagai bukti kemerdekaan (secara de jure) dan instrumen yang menjamin kemerdekaan atas agresi eksternal. Upaya untuk menyelesaikan masalah ini sebenarnya sudah dilakukan oleh DK PBB dengan membentuk Komite Khusus Negara Mikro pada Akan tetapi, sejak badan tersebut terakhir aktif pada April 1971 hingga saat ini, permasalahan (keanggotaan) negara mikro belum terselesaikan. Sehingga, sampai dengan saat ini, organisasiorganisasi internasional masih perlu mencari solusi terkait prinsip persamaan kedaulatan dari anggota dan one-state-one-vote dengan perbedaan sifat (de facto dan de jure) dari negara anggota dalam masalah penerimaan anggota ini 5. Wilayah yang belum/ tidak merdeka Ada beberapa organisasi internasional yang memiliki anggota penuh yang bukan hanya berasal dari negara (merdeka), melainkan juga mencakup wilayah yang belum merdeka. Ini terlihat dari konstitusi organisasi-organisasi negara lain yang membedakan keanggotaan secara tegas berdasarkan bentuk negaranya, dan memberikan kesempatan bergabung bagi wilayah yang belum/ tidak merdeka sebagai anggota. Pada prinsipnya, bagian dari suatu negara tak dapat menjadi pihak independen (lepas dari negara induknya) dari traktat yang membentuk konstitusi organisasi internasional. Timbullah pertanyaan, apakah dapat dibenarkan menerima wilayah tersebut sebagai anggota penuh? Terdapat contoh dari UPU dan ITU yang dahulu (sekarang keanggotaan tersebut dihapus) memungkinkan menerima wilayah nonotonom (seperti teritorial Portugis di Afrika Timur) 6. Penerimaan ini dimaksudkan untuk memberikan negara induk yang secara penuh menentukan suara dari koloninya kekuatan suara yang lebih. Bagi teritorial nonotonom, keanggotaan ini penting terkait dengan kemampuan 5 Ibid. 6 Ibid, h

5 mereka secara otonom mengelola fungsi-fungsi publik yang spesifik (UPU untuk layanan pos dan ITU untuk layanan telekomunikasi), namun tidak mampu melakukan hubungan internasional secara umum. Contoh lain, WMO (organisasi terkait meteorologis internasional) yang memberikan keanggotaan (pada wilayah nonotonom), akan tetapi membatasi hak-hak mereka hanya pada hal-hal meteorologis saja, tidak pada hal-hal terkait penambahan keanggotaan atau pengubahan konstitusi 7. Selain alasan teknis, juga terdapat alasan psikologis berupa kesamaan rasa sebagaimana pada kasus penerimaan keanggotaan Palestina (yang direpresentasikan PLO) pada Liga Arab 8. Seiring dengan waktu, keanggotaan wilayah nonotonom berkurang karena makin banyak dari mereka yang telah merdeka. Akan tetapi, jika masih ada permasalahan penerimaan wilayah-wilayah ini, penerimaan keanggotaan dengan pemberian hak terbatas akan menjadi lebih tepat. Walaupun, tetap sulit memutuskan keanggotaan mereka menjadi anggota penuh. Kelompok negara Pada dasarnya, dimungkinkan bagi negara-negara bergabung menjadi sebuah kelompok (hanya dalam satu organisasi internasional tertentu), dan kelompok tersebut menjadi anggota suatu organisasi internasional. Keanggotaan mereka bisa didasarkan alasan teknis (keperluan dalam kontrak, sebagaimana dahulu pada Organisasi Kopi Internasional 9 ) maupun kapabilitas (ada negara yang tidak mampu memenuhi persyaratan/ kondisi yang ditentukan oleh suatu organisasi internasional). Dengan adanya keanggotaan dari kelompok negara, ini bisa memenuhi fungsi di antara keanggotaan negara dan organisasi internasional. Organisasi internasional 7 Ibid, h Ibid, h Ibid, h

6 Secara umum, dimungkinkan organisasi-organisasi internasional untuk mengambil peran dalam organisasi internasional yang lain, bukan sebagai anggota penuh melainkan pengamat ataupun penasihat. Namun terdapat pengecualian seperti European Investment Bank yang menjadi anggota penuh European Bank for Reconstruction and Development 10. Bahkan bisa saja beberapa organisasi internasional mendirikan sebuah organisasi internasional yang lain, seperti The Joint Vienna Institute yang didirikan lima organisasi internasional. 11 Tentu, pengecualian terpenting adalah Uni Eropa, yang menjadi anggota penuh dari banyak organisasi internasional (per 1 Desember ). Dalam sebuah organisasi internasional, segera setelah terjadi atribusi kewenangan oleh negara anggotanya, organisasi tersebut memiliki kompetensi eksklusif baik internal maupun eksternal, sehingga negara anggota tersebut tidak memiliki kompetensi untuk bertindak (dalam hal kewenangan yang telah diatribusikan), karena kewenangan internal dan eksternal dari organisasi internasional tidak dapat dipisahkan. Selain itu, meskipun secara logis berdasarkan kompetensi eksklusifnya sebuah organisasi internasional dapat menjadi pihak dalam suatu perjanjian internasional, akan tetapi tetap membutuhkan pengakuan dari pihak lain terhadap organisasi internasional tersebut, baik dalam traktat maupun organisasi terkait. Walaupun, pada praktiknya saat ini organisasi internasional dapat berpartisipasi baik pada traktat maupun organisasi internasional bersamaan (kedudukannya) dengan negara. Salah satu permasalahan yang cukup menghambat terkait diterimanya suatu organisasi internasional dalam keanggotaan organisasi internasional yang lain, adalah bahwa dalam konstitusi organisasi internasional tersebut belum mengatur kemungkinan bergabungnya organisasi internasional lain ke dalam organisasi tersebut. Sehingga, untuk menyelesaikan permasalahan ini, dilakukannya amandemen terhadap 10 Ibid, h Ibid. 12 Ibid. 5

7 organisasi internasional tersebut, sebagaimana yang ditemukan pada kasus penerimaan European Community (sekarang Uni Eropa) pada WTO dan FAO 13. Hak dan kewajiban dari anggota penuh Hak dan kewajiban individu Ada beberapa hak dan kewajiban individu yang dimiliki setiap anggota organisasional sebagai konsekuensi dari keanggotaannya. Sebagai contoh adalah (kewajiban) anggota untuk berperilaku baik, sebuah kewajiban yang menjadi bagian dari prinsip umum hukum modern (kewajiban bekerja sama). Kewajiban ini seringkali dinyatakan secara eksplisit dalam berbagai konstitusi, beberapa contohnya seperti pada Pasal 2. 2 dari UN Charter dan Pasal dari konstitusi International Tropical Timber Organization Selain itu terdapat beberapa kewajiban yang secara umum juga dapat ditemukan dalam berbagai konstitusi organisasi internasional, seperti larangan untuk tidak hadir secara kontinu dalam berbagai pertemuan, larangan pemblokiran sistematis terkait pengambilan keputusan yang mengharuskan suara bulat, berpartisipasi sesuai porsi mereka dalam pengeluaran organisasi, dan menjamin keistimewaan dan imunitas dari organisasi dan stafnya. Walaupun kewajiban adalah bagian utama dari keanggotaan (dalam organisasi internasional), pada dasarnya memungkinkan apabila sebuah organisasi internasional tidak meminta (waive, Eng.) negara anggotanya untuk memenuhi kewajibannya, asalkan bukan kewajiban esensial, sebagaimana menurut Gold (Schermers, Blokker: 2011, 123). 15 Oleh karena itu, diangkatnya suatu kewajiban dari negara anggota oleh organisasi internasional, haruslah dinyatakan sesegera mungkin. Ini karena dengan pelanggaran secara sepihak terhadap kewajiban dari negara anggota, bahkan jika anggota lain melakukannya dan organisasi menoleransi itu, ini tidak dapat diinterpretasikan sebagai pengangkatan 13 Ibid, h Ibid, h Ibid, h

8 kewajiban. Walaupun, apabila pelanggaran ini terjadi berulang atau kontinu, bisa saja terdapat toleransi. Ini dapat menjadi preseden yang tidak baik, karena dapat mengantarkan pada toleransi atas berbagai macam pelanggaran terhadap konstitusinya yang bisa berimplikasi pada pengubahan konstitusi secara tersembunyi. Selain kewajiban yang terbagi pada seluruh anggota, baik hak maupun kewajiban bisa saja diberikan hanya pada anggota tertentu saja. Sebagai contoh, hanya beberapa anggota yang terlibat dalam organ-organ nonpleno, juga hak veto yang dimiliki negara anggota tetap DK PBB. Sebagai quid pro quo atas kewajibannya, satu anggota bisa saja diberikan keistimewaan dalam hak dan kewajibannya. Bisa saja suatu organisasi tidak melarang suatu organisasi dari semua sesi (pertemuannya) atau mengirimkan dokumen terkait kepada seluruh anggota yang lain (terkait tekanan yang diambil sebagai sanksi). Umumnya, anggota yang tidak berlaku layaknya anggota biasa masih dianggap sebagai anggota, tetapi bisa saja dikategorikan sebagai anggota tidak aktif atau dorman, sebagai posisi khusus diantara (masih terikat) keanggotaan dan bukan anggota. Secara khusus, pada beberapa organisasi yang mengedepankan universalitas, keanggotaan yang tidak aktif akan cenderung dianggap bukan (menjadi) anggota. Anggota yang tidak aktif setidaknya memiliki beberapa hubungan dengan organisasi tersebut, yang memungkinkan kembalinya keanggotaan aktif. Hak dan kewajiban bersama Dalam praktiknya, seluruh anggota secara bersama mengontrol seluruh kekuasaan dalam setiap organisasi internasional, sehingga mereka dapat memodifikasi dan bahkan membubarkan organisasi terlepas bagaimana pengaturannya secara konstitutif. Salah satu contoh yang paling menonjol terkait dengan hal ini adalah Uni Eropa 16. Kekuatan ini hanya diberikan pada anggota secara kolektif dan bukan pada pemerintahan mereka, juga terhadap delegasi dari pemerintahan tersebut yang berpartisipasi dalam badan-badan dalam 16 Ibid., h

9 organisasi. Pemerintah dan organisasi terikat dengan ketentuan dalam konstitusi organisasi. Pengecualian dalam ketentuan ini hanya memungkinkan melalui pengangkatan oleh organisasi, atau dengan persetujuan dari seluruh negara anggota yang diberikan sesuai dengan persyaratan konstitusional mereka untuk mengikat suatu negara dalam hukum internasional. Satu-satunya pengecualian teoretis dalam kemahakuasaan dari anggota secara bersama dapat ditemukan dalam organisasi supranasional yang tentunya memiliki kekuatan independen, dan mampu mengatasi kekuasaan dari para anggotanya. Satu langkah menuju arah organisasi internasional ini telah ditempuh oleh Uni Eropa, yang dalam amandemen dari Traktat Uni Eropa bukan hanya melibatkan negara-negara anggota melainkan juga badan-badan didalamnya. Dalam beberapa organisasi, beberapa kekuasaan tidak dapat dilakukan oleh badan (internal) apapun, melainkan hanya oleh aksi bersama dari seluruh anggotanya. Ini sebagaimana yang ada pada konstitusi UPU, yang menyatakan bahwa seluruh negara anggota secara bersama dapat menggunakan seluruh kewenangan dari organisasi yang tidak diatribusikan pada organ apapun secara spesifik, kecuali konstitusi menyatakan sebaliknya. Sebagaimana pada kewajiban individu (anggota), kewajiban bersama juga dapat diangkat. Ini akan merujuk pada penangguhan keanggotaan. Pembentukan keputusan oleh seluruh anggota secara bersama sulit dicapai. Oleh karena itu, dalam beberapa organisasi sebagaimana pada WMO dan IMO dimungkinkan mayoritas yang memenuhi syarat yang diatur diberikan kekuasaan tertentu Anggota Terasosiasi Beberapa organisasi internasional memiliki bentuk keanggotaan khusus dengan hak-hak yang terbatas. Dalam banyak kasus, keanggotaan ini diberikan pada negara koloni atau wilayah yang belum merdeka lain untuk membolehkan 17 Ibid., h

10 mereka berpartisipasi dalam kegiatan organisasi tanpa memberikan mereka hak-hak dari negara mereka. Setelah merdeka, wilayah-wilayah tersebut melanjutkan keanggotaan terasosiasi mereka hingga mereka diterima sebagai anggota penuh. Signifikansi keanggotaan ini berkurang seiring penurunan jumlah wilayah-wilayah ini (seperti Netherlands Antilles yang bubar pada 2010), walaupun pada beberapa organisasi masih digunakan, seperti pada WHO 18. Lebih terkini, keanggotaan terasosiasi, atau sebuah status yang lebih dekat dengannya, diberikan kepada gerakan pembebasan, pemerintahan yang diasingkan, dan kepada entitas hukum privat, atau pada nonanggota. Sebagai contohnya, Western European Union memberikan keanggotaan terasosiasi pada Norwegia dan Turki pada 1992 dan Bolivia dan Cili yang menjadi anggota terasosiasi dari Mercosur pada Pada umumnya keanggotaan terasosiasi tidak menyertakan hak untuk memilih dan mendirikan kantor dari organ-organ penting dari organisasi, yang dalam hal ini membantu delegasi dari negara-negara yang baru merdeka yang akan mendapatkan pengalaman terkait dengan kemerdekaan negara mereka. Beberapa organisasi regional menerima anggota terasosiasi sebagaimana organisasi dalam lingkungan PBB. Beberapa organisasi regional menggunakan asosiasi dalam kebutuhan lain, baik untuk keanggotaan parsial (seperti Council of Europe) maupun pembentukan persetujuan hubungan eksternal (seperti antara Uni Eropa dengan Turki) Anggota Parsial Keanggotaan parsial adalah sebuah bentuk partisipasi dalam organisasi internasional, dimana mereka menjadi anggota penuh dalam beberapa badan namun tidak menjadi anggota penuh dalam organisasi internasional (induk) tersebut. Keanggotaan parsial seringkali digunakan di PBB, dengan alasan politis, dimana tidak semua negara selalu menjadi anggota. Ini memberikan solusi yang berguna bagi beberapa badan PBB terkait keberadaan negara- 18 Ibid., h Ibid. 20 Ibid., h

11 negara tertentu begitu penting, akan tetapi keberatan politik terkait keanggotaannya tidak terlalu besar. Biasanya, jika suatu badan PBB terbuka untuk negara yang bukan anggota PBB, ketentuan yang menyatakannya dituliskan dalam resolusi yang membentuk badan ini. Mengacu pada UN Office of Legal Affairs, jika tidak dinyatakan suatu ketentuan (terkait penerimaan anggota parsial), negara nonanggota PBB tidak secara otomatis dinyatakan bisa menjadi anggota badan tersebut. 21 Keanggotaan parsial juga ditemukan dalam organisasi regional, seperti OECD. 22 Hal ini juga bisa ditemukan pada Statuta Council of Europe 23. Keanggotaan parsial menawarkan bentuk fleksibel dari partisipasi dalam organisasi internasional, memungkinkan negara nonanggota untuk berpartisipasi penuh dalam satu atau beberapa badan saja, terkait kepentingan bersama dari organisasi dan negara. Akan tetapi, hal ini menimbulkan beberapa masalah administratif. Konsekuensinya, anggota parsial memiliki posisi yang lemah jika dibandingkan anggota penuh dalam organisasi. di sisi lain, organisasi internasional lebih lemah dalam menggunakan kekuasaannya terhadap beberapa anggota. - Anggota Terafiliasi The World Tourism Organization memiliki kategori khusus dalam keanggotaan: keanggotaan terafiliasi, yang terbuka untuk badan organisasional, baik antarpemerintahan dan nonpemerintahan, terkait dengan kepentingankepentingan khusus terkait turisme, sebagaimana badan dan asosiasi komersial yang aktivitasnya terkait tujuan dari organisasi. Anggota terafiliasi ada pada Committee of Affiliate Members dimana terdapat tiga pengamat yang ditujukan untuk kongres umum dari organisasi, dan satu untuk pimpinan 24. Anggota terafiliasi juga dapat berpartisipasi sebagai anggota individu dalam aktivitas World Tourism Organization. Mereka bisa secara individu 21 Ibid., h Ibid. 23 Ibid., h Ibid., h

12 merepresentasikan sebagai pengamat dalam kongres umum, tetapi bukan di pimpinan. Hal yang menarik dalam keanggotaan ini adalah representasi bersama dari anggota terafiliasi dalam organisasi. Ini memiliki keuntungan yaitu melibatkan banyak anggota terafiliasi dalam kerja organisasi tanpa membebani berlebihan badan dengan jumlah yang besar dari pengamat yang berpartisipasi. Selain itu, keanggotaan terafiliasi juga terbuka untuk organisasi privat internasional dan bahkan untuk badan nasional. Selain itu, keanggotaan terafiliasi juga dapat ditemukan pada Asia-Pasific Telecommunity Pengamat Kebanyakan organisasi internasional memberikan beberapa bentuk status pengamat pada negara nonanggota, beberapa organisasi publik internasional, organisasi privat, atau individu. Akan tetapi, definisi pengamat ini tidak selalu merujuk pada kerja negara/ entitas anggotanya pasif, akan tetapi bisa saja berpartisipasi aktif, bahkan amat menentukan dalam berbagai diskusi dan pembicaraan. Sebagaimana diuraikan oleh Suy, seorang mantan konsultan hukum untuk PBB, pada praktiknya terkait dengan partisipasi pengamat dalam organisasi internasional tidaklah jelas dan sempurna. Hal ini disebabkan, masih menurutnya, oleh dua faktor: variasi dari (bentuk) pengamat (negara, gerakan pembebasan, organisasi antarpemerintahan, dan sebagainya), dan kondisi- kondisi berbeda yang menyebabkan mereka mendapatkan status tersebut di suatu organisasi internasional. Keuntungannya, ini akan meminimalisasi tensi politik, seiring dengan sistem yang tidak jelas ini membuat proses lebih fleksibel dalam hal perubahan dan penyusunan kembalinya. Akan tetapi kerugiannnya, yaitu pada praktiknya menjadi kacau: praktiknya akan tepat sasaran jika badan induk dari suatu organisasi internasional mendapatkan keuntungannya. 26 Memberikan status pengamat seringkali tergantung dari sesi yang diselenggarakan oleh badan-badan tertentu dari sebuah organisasi 25 Ibid. 26 Ibid., h

13 internasional. Beberapa organisasi memberikan status ini tidak berdasarkan sesi-sesi tertentu. Undangan untuk para pengamat membentuk bagian dari kebijakan dari suatu organisasi internasional, tetapi tidak tergantung dengan kompetensi dari sekretariatnya. Apakah sebuah badan tambahan kompeten untuk mengundang pengamat ke dalam pertemuannya tergantung dari kewenangan yang diberikan pada badan tersebut. Ini dikarenakan undangan yang diberikan pada pengamat (khususnya terhadap beberapa negara yang tidak secara umum diakui secara de jure) akan dapat meningkatkan kontroversi politis, sebuah peringatan yang harus dihadapi terkait pemberian kewenangan pada organ tambahan untuk memberikan undangan ini. 27 Organisasi yang hendak mengirimkan pengamat haruslah mengirimkan surat pada organisasi (yang dituju) yang menyatakan orang-orang yang bertindak atas namanya. Surat ini berfungsi seperti surat mandat (credentials, Eng.) dari delegasidelegasi (dari anggota penuh), akan tetapi umumnya tidak membutuhkan persetujuan dari komite mandat. 28 Kedudukan hukum yang tepat serta hak dan kewajiban dari para pengamat beragam dari satu organisasi ke organisasi lain, bahkan dari satu pengamat ke pengamat lain. Ini biasanya diatur dengan persetujuan dari organisasi yang menerima pengamat tersebut, walaupun persetujuan tersebut tidak selalu ada. Lebih lanjut lagi, pengamat-pengamat dari negara seringkali diterima secara sementara tanpa pengaturan terhadap hak dan kewajiban mereka. 29 Secara umum terdapat dua karakteristik yang sama-sama dimiliki pengamat: mereka memiliki akses dalam pertemuan-pertemuan dan tidak memiliki hak suara. Dalam sesi publik, akses terhadap pertemuan tidak terlalu terlihat signifikan dalam diskusi yang ada, tetapi menjadi signifikan dalam kehadiran pada pertemuan itu sendiri. Pengamat seringkali memiliki kesempatan untuk berbicara dengan para delegasi, untuk menyampaikan ide pada mereka, dan bahkan dapat mendorong mereka menerapkan kebijakan tertentu. Akan tetapi, pada kasus lain, mereka tidak dapat berpartisipasi dalam 27 Ibid. 28 Ibid., h Ibid. 12

14 debat: seperti contoh pada FAO, beberapa organ menetapkan kebijakan silent- observer, yaitu para pengamat yang tidak mengambil peran dalam perdebatan apapun. Pengamat umumnya duduk dalam ruang konferensi, akan tetapi terpisah dari para delegasi. Mereka menerima dokumen kerja dari suatu sesi sebagaimana para anggota penuh melalui pigeon-holes. Umumnya, pengamat dapat menyebarkan dokumen pada badan dimana mereka berpartisipasi, dimana covering note dari ketua (badan) ada. Secara formal, ketua menyebarkan sebuah surat dimana ia menyatakan bahwa ia menerima tambahan komunikasi dari pengamat untuk disebarkan. Serupa dengan itu, proposal dari pengamat biasanya hanya dapat dipilih ketika dipilih oleh para anggota penuh dari suatu badan. Pengamat kadang-kadang memiliki hak untuk menyampaikan proposalnya (dan amandemen-amandemen) dalam organisasi. 30 Pengaruh dari para pengamat tergantung, antara lain pada organisasi tempat mereka berpartisipasi, dan besar badan tempat mereka diterima. Tentu saja, secara umum pengaruh mereka lebih kecil jika dibandingkan dengan anggota penuh. Pengamat kadang-kadang dapat berpartisipasi penuh dalam perdebatan dari badan-badan kecil, pada besar biasanya tidak. Sebagai sebuah aturan umum, dapat dikatakan bahwa semakin kecil dan teknis suatu organisasi internasional, semakin besar potensi pengaruh dari pengamat. Dalam beberapa kasus, pengamat memegang posisi penting karena situasi faktual. Sebagai contoh, Italia yang berkedudukan sebagai pengamat pada Badan Perwalian PBB (UN Trusteeship Council, sebelum penerimaan Italia di PBB pada 1955) memegang peranan penting, karena Italia mengelola sebuah wilayah perwalian (Somalia). 31 Walaupun pada kenyataannya pengamat memiliki pengaruh terbatas dalam sesi resmi, mereka bisa saja memiliki pengaruh besar dalam pertemuan informal. Kategorisasi (bentuk) pengamat Pengamat dalam organisasi internasional secara umum dapat dikategorikan berdasarkan bentuknya walaupun dalam kondisi tertentu tidak bisa secara mutlak dimasukkan dalam satu kategori yaitu sebagai berikut: 30 Ibid., h Ibid., h

15 Negara dan entitas yang bukan anggota Organisasi internasional seringkali menerima delegasi dari negara dan entitas yang bukan anggotanya sebagai pengamat ketika terdapat permasalahan yang didiskusikan yang menjadi kepentingan mereka. Majelis Umum PBB memberikan status pengamat permanen pada Vatikan dan Palestina. Badan-badan PBB dan organisasi internasional lainnya juga memberikan status yang sama kepada mereka yang bukan anggotanya. Pada 2009, setelah beberapa tahun konsultasi, Taiwan diterima sebagai pengamat oleh kongres umum WHO, dengan nama Chinese Taipei. Bentuk partisipasi ini memungkinkan mereka yang bukan anggota dari suatu organisasi internasional mengetahui kerja dari organisasi internasional tersebut. Status pengamat bagi negara dan entitas yang bukan anggota kadang-kadang menjadi batu loncatan menuju keanggotaan penuh. Dalam WTO, pemerintahan (negara/ entitas) pengamat haruslah dengan pengecualian Vatikan memulai negosiasi penerimaan paling lama 5 tahun setelah menjadi pengamat. Status pengamat seperti negara bukan anggota seringkali diberikan pada anggota (suatu organisasi internasional) untuk memungkinkan mereka berpartisipasi pada badan nonpleno dimana mereka bukanlah anggotanya. Dalam beberapa organisasi, anggota memiliki hak yang sama untuk mengirimkan pengamat pada badan-badan dimana mereka tidak menjadi anggotanya, sedangkan pada organisasi-organisasi yang lain tidak ada hak demikian. Dalam sejarahnya, pada 1989, Majelis Parlementer Council of Europe membentuk kategori khusus dari pengamat yang berasal dari negara yang bukan anggotanya, yang dinamakan anggota khusus, untuk memungkinkan majelis legislatif nasional dari negara-negara Eropa Tengah dan Timur untuk mengambil peran 14

16 dalam berbagai pertemuannya. 32 Status pengamat yang telah ada, yang diberikan pada Israel, dinyatakan tidak cocok dengan keperluan ini, karena Majelis hendak memberikan beberapa kondisi khusus dalam partisipasi dari negara-negara Eropa Tengah dan Timur ini, dan kapasitas Israel untuk memenuhi kondisi ini menjadi dipertanyakan. Setelah diterima, posisi dari anggota dengan status kategori khusus ini sama layaknya dengan pengamat pada Majelis. Gerakan pembebasan (kemerdekaan) Pada awal 1970-an, gerakan pembebasan perlahan menjadi sebuah kategori penting dari pengamat dalam berbagai organisasi internasional. Ini bisa dibuktikan dengan beberapa contoh, seperti penerimaan South West Africa People s Organization pada UN Council for Namibia dan Majelis Umum PBB. 33 Tentu, contoh yang paling mengemuka terkait dengan hal ini adalah penerimaan Palestine Liberation Organization oleh Majelis Umum PBB sebagai pengamat sejak Permasalahan undangan terhadap sebuah gerakan pembebasan untuk mengirimkan pengamat bagi wilayah tertentu tidak secara langsung berimplikasi bahwa sebuah organisasi mengakui gerakan pembebasan sebagai perwakilan resmi dari sebuah wilayah, atau sekurang-kurangnya sebagai pemerintahan yang berdaulat. Terdapat beberapa otoritas yang mengklaim sebagai representasi dari suatu wilayah, akan tetapi kriteria-kriteria yang harus dipenuhi gerakan pembebasan untuk diterima sebagai pemerintahan yang berdaulat dari sebuah wilayah belum pernah dibahas. Pada 1980, Majelis Umum PBB menetapkan sebuah resolusi dimana, antara lain memerintahkan seluruh negara untuk memberikan berbagai fasilitas, hak-hak istimewa, dan imunitas 32 Ibid., h Ibid., h Ibid., h

17 yang dibutuhkan oleh delegasi-delegasi dari gerakan pembebasan yang telah diakui oleh Organization of African Union dan/ atau oleh Liga Arab, dan telah diberikan status pengamat oleh organisasi-organisasi internasional, sesuai dengan ketentuanketentuan pada Konvensi Wina tentang Perwakilan Negara-negara dalam Hubungannya dengan Organisasi-organisasi Internasional dalam Karakter yang Universal tahun Resolusi serupa juga ditetapkan Majelis Umum PBB dalam beberapa tahun berikutnya, disamping kritik keras dari negara-negara Barat yang menunjuk pada fakta bahwa Konvensi Wina 1975 belum mengikat dan hanya diratifikasi oleh sedikit negara, dan belum oleh negara-negara tuan rumah dari organisasi-organisasi internasional. 35 Organisasi internasional publik Persetujuan diantara organisasi-organisasi internasional seringkali memungkinkan mereka berpartisipasi dalam kegiatan satu sama lain. Persetujuan terpenting dalam hal ini adalah persetujuan antara PBB dan badan-badan khusus. Persetujuan diantara badan-badan khusus menjamin representasi dua arah dalam pertemuan badan-badan penting mereka dimana hal-hal yang menjadi kepentingan dari organisasi lain menjadi pembicaraan. Persetujuan ini juga menjamin pertukaran informasi dan dokumen, juga seringkali untuk membentuk joint-committee dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama. Beberapa pengaturan juga dibuat dalam persetujuan antara badan-badan khusus dan organisasi internasional lainnya. Banyak organisasi regional yang mengakhiri persetujuan dengan konsultasi bersama dengan organisasi internasional publik lainnya. Persetujuan diantara organisasi internasional seringkali menyatakan bahwa pengamat dari organisasi internasional lainnya diundang untuk menghadiri berbagai pertemuan. Organisasi tuan 35 Ibid. 16

18 rumah kemudian menentukan poin-poin dalam suatu agenda yang menjadi kepentingan dari organisasi lain. Aturannya, organisasi yang diundang direpresentasikan oleh anggota dari sekretariatnya, namun dalam pertemuan penting mereka direpresentasikan oleh Direktur Jenderalnya. Walaupun kadang-kadang, bisa saja sebuah organisasi mengirimkan perwakilan pemerintah. Organisasi privat Aktivitas dari organisasi internasional secara tradisional terbatas hanya berupa kerangka kerja untuk kerja sama antarpemerintahan. Jarang sekali ada individu pribadi dan organisasi privat yang terlibat dalam kerja mereka. Situasi ini meningkat seiring berjalannya waktu, dimana saat ini banyak organisasi mencoba untuk mencari jalan yang pantas untuk membentuk hubungan yang lebih baik dengan organisasi nonpemerintahan yang relevan dengan kerja mereka. Hal ini juga didukung fakta bahwa dalam menjalankan fungsi dari suatu organisasi internasional, organisasi privat memiliki peranan penting, terkait dengan keahlian profesional mereka yang bisa berguna bagi organisasi internasional. Sebagai contoh, sebuah organisasi internasional yang terkait dengan aturan lalu lintas dapat diuntungkan dengan pengalaman dari International Road Federation dan International Road Transport Union, keduanya adalah organisasi internasional privat. 36 Organisasi internasional yang memiliki sistem yang detil dalam kerja sama dengan organisasi privat adalah ECOSOC. ECOSOC mengatur konsultasi dengan organisasi-organisasi privat yang terkait dengan kompetensinya dan memenuhi beberapa kondisi. Beberapa pengaturan telah diperbaiki dari waktu ke waktu, dan posisi organisasi-organisasi ini telah dikuatkan oleh PBB. Perubahan besar dilakukan pertama kali pada 1968 dan terakhir 36 Ibid., h

19 kali pada Pada amandemen 1996, terdapat dua perubahan besar, yaitu sebagai berikut: 37 - Sementara pengaturan yang telah ada sebelumnya terkait konsultasi dengan organisasi internasional privat, saat ini (mulai 1996) pengaturan tersebut juga mencakup organisasi berskala nasional. - Aturan umum terkait partisipasi NGO dalam konferensi internasional yang diselenggarakan oleh PBB dan berbagai prosedur persiapannya. Dalam pengaturan saat ini, organisasi internasional, sebagai contoh, telah memiliki kantor pusat yang telah berdiri dengan seorang ketua pelaksana, memiliki konstitusi yang diterapkan secara demokratis, dan memiliki kewenangan berbicara mewakili anggotanya. Bentuk dari konsultasi dengan organisasi privat berbeda dengan hak partisipasi tanpa hak suara yang diberikan pada pengamat yang bukan anggota, gerakan pembebasan, dan badan-badan khusus. Terdapat pelarangan untuk mencegah pembebanan berlebih dari ECOSOC atau transformasi dari ECOSOC menjadi badan diskusi umum. Dalam membentuk hubungan konsultatif, ECOSOC membagi organisasi privat menjadi tiga golongan, yaitu: 38 - Organisasi dalam status konsultasi umum, yang terkait dengan sebagian besar aktivitas ECOSOC dan badanbadan tambahannya, dan dapat menunjukkan kontribusinya untuk mencapai tujuan PBB dalam hal sosial-ekonomi. Selain itu, mereka harus terlibat mendalam dengan kehidupan ekonomi dan sosial dari orang-orang di wilayah yang mereka wakili. Keanggotaan mereka secara umum merepresentasikan sektor penting dari masyarakat di banyak negara di berbagai region di dunia. Contohnya seperti 37 Ibid., h Ibid., h

20 Greenpeace International dan Medecins sains Frontieres. - Organisasi dalam status konsultatif khusus, yaitu yang memiliki kompetensi tertentu dan terlibat secara khusus dalam beberapa aktivitas yang dicakup oleh ECOSOC dan badan-badan tambahannya. Contohnya seperti Amnesty International, Salvation Army, dan International Air Transport Association. - Organisasi yang di luar kelompok tersebut, yang tidak terlibat secara langsung dengan kerja ECOSOC akan tetapi memiliki importansi yang cukup terkait PBB, seperti World Hypertension League dan International Association of University Professors and Lecturers. Individu dan perusahaan pribadi Individu memegang peranan penting dalam organisasi internasional ketika mereka memegang posisi penting dalam suatu organisasi, seperti anggota delegasi, ahli dari organisasi, atau anggota sekretariat. Beberapa organisasi memungkinkan individu untuk menyampaikan pernyataan tertulis (petisi), dan pembuat petisi kadang-kadang diperbolehkan dalam sebuah sesi menyatakan pernyataannya secara lisan. Dalam praktiknya, kapasitas mereka menyampaikan pendapat dibatasi pada apakah negara anggota telah memenuhi kewajiban mereka terhadap organisasi tersebut. 39 Dimulainya Keanggotaan Pendirian Organisasi Sebuah negara dapat menjadi anggota organisasi internasional melalui keikutsertaan dalam pembentukannya atau melalui permohonan yang terjadi setelah pendiriannya. Beberapa organisasi membedakan antara anggota asli (awal) dengan anggota tambahan/ lainnya 40, walaupun hal ini 39 Ibid., h Seperti pada pasal 3-4 UN Charter. 19

21 tidaklah signifikan segala yuridis, karena pada umumnya hak dan kewajiban antara anggota-anggota tersebut sama. Konstitusi dari berbagai organisasi internasional barulah bisa mengikat setelah tercapai jumlah tertentu dari negara pendiri yang telah meratifikasinya. Lalu bagaimana posisi negara pendiri yang belum? Secara umum, pada praktiknya negara-negara tersebut diperbolehkan berpartisipasi dalam kegiatan organisasi tersebut, hanya saja hak-hak tertentu dikurangi seperti hak pilihnya (sebagaimana dalam European Molecular Biology Laboratory). Terkait dengan itu, saat konstitusi organisasi itu telah mengikat para anggotanya, apakah negara pendiri yang bukan anggota harus mengikatkan diri segera atau tidak? Beberapa organisasi memungkinkan pengikatan diri menyusul dalam waktu tak terbatas, dan hal ini cenderung lebih diterima. Sebagai konsekuensinya, sebuah negara dapat berpartisipasi dalam pembentukan konstitusi, tidak secara aktif berpartisipasi dalam beberapa tahun, namun tetap menempatkan posisinya sejajar dengan negara nonanggota yang lain. Ini menjustifikasi penerimaan negara (pendiri) dengan prosedur yang sama dengan calon anggota. Penerimaan Kembali Mantan Anggota Kadang-kadang, anggota yang telah keluar dari sebuah organisasi internasional menginginkan bergabung kembali. Menjadi pertanyaan, apakah mantan anggota ini dapat diterima dengan prosedur yang sama dengan negara nonanggota? Tidak ada aturan khusus dalam masalah ini yang ditemukan dalam berbagai organisasi internasional, karena aturan penerimaan ditulis untuk negara nonanggota secara umum, termasuk juga negara anggota. Salah satu contohnya adalah penerimaan kembali beberapa negara Eropa Timur ke dalam FAO 41. Sedikit berbeda, Tiongkok 41 Ibid, h

22 melakukan sebuah deklarasi biasa untuk kemudian kembali pada keanggotaan awalnya di FAO pada Penerimaan Anggota Baru Penerimaan yang memerlukan amandemen konstitusi 43 Penerimaan anggota selain mereka yang ada saat pendirian sebuah organisasi berarti modifikasi pada struktur organisasi, yang berimplikasi pada dibutuhkannya amandemen organisasi. Ini juga terjadi bahkan dalam organisasi yang membuat persiapan konstitutif terkait penerimaan anggota baru. Hal ini disebabkan karena dengan penambahan keanggotaan, maka akan berimplikasi luas secara internal, seperti penambahan hak dan kewajiban, pemasukan dan biaya, sulitnya mencapai suara bulat, dan waktu pertemuan yang lebih lama. Selain perlunya amandemen konstitusinya, terkadang juga diperlukan suara buat dari anggota yang telah ada dari suatu organisasi internasional untuk menerima anggota baru, sebagaimana syarat yang sama diperlukan untuk melakukan amandemen konstitusi. Dalam hal adanya larangan bagi kelompok negara-negara tertentu, maka amandemen konstitusi diperlukan untuk memperluas calon anggotanya. (Berdasarkan) kondisi yang disyaratkan konstitusi 44 Beberapa konstitusi organisasi internasional mengatur bahwa suatu negara dapat bergabung dengan memberitahukan pemberitahuan (atau pernyataan) sepihak terkait keinginannya untuk bergabung, tanpa perlu persetujuan organisasi. Jelas ini memberikan jalan termudah bagi suatu negara untuk menjadi anggota dari satu organisasi internasional tertentu. Ini diasumsikan, bahwa dengan tertariknya negara-negara untuk bergabung dengannya, suatu organisasi akan lebih mudah mencapai tujuannya. Akan 42 Ibid. 43 Ibid., h Ibid., h

23 tetapi ini bisa menimbulkan kesulitan jika entitas yang menyatakan diri tidak secara umum dikenal (diakui) sebagai negara. Konstitusi dari beberapa organisasi internasional lain tidak secara bebas menerima negara, maupun tidak mengatur kondisi (untuk penerimaan)nya, sehingga penerimaan anggota diberikan dengan keputusan organisasi. ini diasumsikan, bahwa dengan penerimaan anggota baru, tidak secara langsung membantu organisasi mencapai tujuannya. Barulah seandainya mencapai tujuannya, permohonan diterima organisasi tersebut. Persetujuan keanggotaan 45 Terjadinya keanggotaan dalam organisasi internasional biasanya adalah tindakan bilateral: bukan hanya persetujuan organisasi untuk memberikan keanggotaan, tetapi juga persetujuan negara itu sendiri penting. Hukum konstitusi nasional memberikan ketentuan, bagaimana persetujuan nasional diberikan. Organisasi internasional tidak ikut campur proses ini: terkait tujuan mereka, sudah cukup ketika seseorang yang kompeten (kepala negara, kepala pemerintahan, menteri luar negeri, atau perwakilan diplomatik yang telah ditunjuk untuk organisasi tersebut menyatakan bahwa negara menerima konstitusi organisasi. Tindakan nasional dan internasional saling terkait. Risiko dari penolakan yang dilakukan organisasi akan mencegah sebuah negara memulai prosedur domestik dalam penerimaan keanggotaan; adanya penolakan nasional yang kuat terhadap (upaya) keanggotaan akan mempengaruhi prosedur penerimaan dalam suatu organisasi. banyak konstitusi mensyaratkan calon anggota terkait dengan keanggotaannya haruslah menerima konstitusinya sesuai dengan proses dalam konstitusi nasionalnya. Berdasarkan aturan umum dalam hukum perjanjian, sebagaimana dalam 1969 Vienna Convention on the Law of Treaties bahwa sebuah negara tidak dapat menggugat keanggotaannya ketika 45 Ibid., h

24 representasinya telah meratifikasi konstitusi organisasi tersebut, sebelum prosedur konstitusional dari negara tersebut selesai. 46 Jika suatu negara yang telah menjadi anggota dalam waktu tertentu, ia tidak akan bisa lari dari kewajiban yang diembankan konstitusinya walaupun penerimaan (atas konstitusi organisasi internasionalnya) tidak tunduk sesuai dengan aturan hukum dari negaranya. Jika sebuah negara belum berfungsi sebagai anggota, ia hanya bisa menghindari tanggungjawabnya, jika ketidaktundukan terhadap konstitusi nasionalnya diketahui negara-negara lain dalam organisasi. Dalam kasus tertentu, sebuah negara tidak akan pernah terikat, terlepas dari formulasi khusus yang digunakan dalam konstitusi dari suatu organisasi internasional secara individu. Dalam hal ini, setiap negara bisa menjadi anggota dengan cara apapun. Waktu dimulainya keanggotaan 47 Dua kondisi haruslah dipenuhi sebelum keanggotaan efektif: organisasi haruslah mengakui anggota tersebut, dan anggota tersebut harus meratifikasi konstitusinya. Sebuah organisasi internasional haruslah dengan jelas menentukan setelah dua kondisi tersebut terpenuhi keanggotaan menjadi efektif. Pengaturan konstitusi dari sebagian besar organisasi internasional sudah cukup terkait hal ini. Pendirian negara baru 48 Tidak perlu adanya pengajuan permohoan keanggotaan baru yang dilakukan oleh gabungan dua negara yang menyebabkan pembentukan satu negara baru, bahkan dimana salah satu anggota dari federasi tersebut sebelumnya bukan anggota dari organisasi tersebut. Ini dapat ditemui dalam kasus penggabungan Mesir dan Suriah menjadi Republik Uni Arab di Februari 1958 atau Tanganyika dan Zanzibar yang menjadi Republik 46 Ibid., h Ibid., h Ibid., h

25 Uni Tanzania. Prosedur yang serupa juga ditemui terkait penyatuan Jerman, baik pada berbagai organisasi internasional termasuk Uni Eropa. Apabila sebuah negara pecah menjadi dua atau lebih, bagian terpenting umumnya dinyatakan sebagai suksesor dari negara yang lebih besar. Contoh ini dapat ditemukan dalam kasus India (saat ini) yang meneruskan India (yang lama) yang terdiri dari India dan Pakistan. Selain itu contoh yang sama dapat ditemukan terkait keanggotaan Mesir yang meneruskan Republik Uni Arab. Penundaan Keanggotaan Penundaan keanggotaan dituangkan dalam anggaran dasar organisasi internasional. Misalnya ketentuan pasal 5 Piagam PBB yang menetukan bahwa suatu anggota yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam anggran dasar, keanggotaannya dapat ditunda untuk sementara. Jika pada suatu saat negara tersebut dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan anggaran dasar, maka hak negara anggota tersebut akan dipulihkan kembali. Selama masa penundaan, negara tersebut tidak dapat menikmati hak-haknya sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar, tetapi tetap dibebani kewajiban. Suatu organisasi internasional dapat berhenti karena bubarnya organisasi internasional tersebut. Penangguhan keanggotaan pada umumnya adalah cara yang lebih halus untuk mendorong agar suatu negara berhenti melakukan pelanggaran. Namun, tidak semua organisasi internasional memberikan ketentuan mengenai hal ini. Penangguhan keanggotaan disini maksudnya adalah penangguhan hak-hak dan keistimewaan dari keanggotaan. Belakangan ini berkembang suatu praktek dimana dilakukan pembuatan pengaturan bagi negara anggota yang melanggar peraturan-peraturan organisasi. Bukannya menggunakan ketentuan mengenai pelanggaran material (sebagaimana yang terdapat di dalam Pasal 60 dari Vienna Convention on the Law of Treaties), justru instrumeninstrumen pokok organisasi semakin banyak yang menentukan sistem sanksinya sendiri, dan biasanya mereka mengacu pada penangguhan hak-hak dan keistimewaan-keistimewaan. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memiliki ketentuan yang menentukan sistem sanksinya sendiri bagi negara-negara anggota yang tidak patuh. Sistem sanksi tersebut adalah penangguhan hak-hak dan keistimewaan dan pengeluaran 24

26 keanggotaan. Penangguhan ini diberikan sebagai alternatif sanksi yang lebih halus dibandingkan pengeluaran keanggotaan. Dikarenakan pengeluaran merupakan suatu cara yang sangat ekstrim, maka dimasukkan pula ketentuan mengenai penangguhan hak dan keistimewaan sebagai sanksi yang tidak terlalu berlebihan. Penghentian Keanggotaan Berkaitan dengan penghentian atau pengakhiran keanggotaan pada suatu organisasi internasional ini terdapat beberapa cara bagaimana suatu keanggotaan dapat berakhir. Pertama, pengeluaran anggota seperti yang terdapat di dalam PBB, yang juga mencontoh dari Liga Bangsa-Bangsa. 1 Pada Pasal 6 Piagam PBB dinyatakan bahwa Majelis Umum, berdasarkan rekomendasi dari Dewan Keamanan, dapat mengeluarkan suatu anggota jika anggota yang bersangkutan telah secara terus menerus melanggar prinsip-prinsip yang tercantum di dalam Piagam. Pengeluaran anggota mungkin merupakan cara yang paling dramatis dalam pengakhiran keanggotaan suatu organisasi internasional, namun ini bukanlah satu-satunya cara. Tentunya, pengakhiran dari keanggotaan dapat juga terjadi ketika suatu organisasi bubar. Hal ini tidak terjadi setiap hari, dan salah satu contoh yang paling terkenal adalah bubarnya Liga Bangsa-Bangsa. Meskipun secara praktek sudah tidak berfungsi, dan telah tergantikan dengan PBB, namun Majelis Liga secara formal membubarkan Liga pada suatu pertemuan pada April 1946, setelah menyelesaikan beberapa permasalahan yang menarik perhatian. Keanggotaan juga dapat berakhir dengan adanya pengunduran diri, atau sehubungan dengan amandemen dari suatu perjanjian yang membentuk konstitusi organisasi internasional yang bersangkutan. Beberapa organisasi secara jelas mengizinkan adanya hak untuk mengundurkan diri, biasanya setelah memberikan pemberitahuan dalam jangka waktu tertentu, 2 dan dengan memenuhi persyaratan bahwa semua kewajiban anggota tersebut telah terpenuhi. Namun, apabila tidak terdapat pengaturan spesifik mengenai pengunduran diri di dalam instrumen pokok suatu organisasi internasional, maka hukum perjanjian internasional kemungkinan besar akan berlaku. 1 Jan Klabbers, An Introduction to International Institutional Law (Cambridge: Cambridge University Press. 2002), hlm Hal ini dapat memberikan anggota-anggota yang mengundurkan diri waktu untuk mengubah pilihan mereka, seperti yang telah terjadi pada Spanyol setelah Spanyol pada akhirny memutuskan untuk tidak keluar dari Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1928, beberapa waktu sebelum pemberitahuannya tersebut berlaku. 25

27 Pengunduran Diri Dalam Vienna Convention on the Law of Treaties Ketentuan tertentu dalam VCLT menggunakan aturan yang sama pada denunciation dan suspension dari suatu perjanjian internasional. Istilah withdrawal memiliki arti yang lebih sempit berkaitan dengan keluar dari kewajiban prosedural, dan istilah denunciation pada umumnya mengacu secara lebih luas kepada keluar dari beberapa atau semua ketentuan substantif perjanjian internasional. 3 Dalam VCLT pengunduran diri diatur dalam pasal 54. Berdasarkan pasal tersebut pengunduran diri dapat dilakukan sesuai ketentuan yang ditentukan oleh perjanjian internasional yang bersangkutan, atau sewaktu-waktu dengan persetujuan dari pihak-pihak lainnya di dalam perjanjian yang bersangkutan. Jadi, suatu perjanjian internasional dapat diakhiri, atau suatu pihak dapat mengundurkan diri darinya, kapanpun dengan persetujuan dari semua pihak. Hal ini dapat dilakukan bahkan jika perjanjian internasional yang bersangkutan memberikan jangka waktu minimum untuk pemberitahuan. Meskipun lebih diharapkan agar persetujuan para pihak tidak harus dituangkan dalam bentuk yang sama dengan perjanjian internasional. 4 Apabila perjanjian internasional yang bersangkutan memberikan hak kepada pihak ketiga berdasarkan pasal 36 VCLT, atau suatu kewajiban timbul bagi pihak ketiga dari perjanjian internasional yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 37 VCLT, maka persetujuan dari pihak ketiga ini juga diperlukan. Persetujuan tersebut tidak harus diungkapkan dalam bentuk yang tertentu. Pasal 54 (b) membebankan satu prasyarat yang hanya dapat diberlakukan terhadap suatu perjanjian multilateral, yaitu sebelum mengambil tindakan para pihak harus mengkonsultasikan semua pihak di dalam perjanjian tersebut, yaitu negara yang telah memberikan persetujuan untuk terikat sewaktu perjanjian tersebut belum berlaku. 5 Meskipun ketentuan-ketentuan ini tampak seperti memberikan gambaran bahwa kewenangan yang ada adalah untuk mengakhiri atau menangguhkan perjanjian internasional secara keseluruhan, namun para pihak tentunya bebas untuk sepakat untuk mengakhiri atau menangguhkan hanya bagian tertentu dari perjanjian internasional. Namun, 3 PBB, Final Clauses of Multilateral Treaties: Handbook The Denunciation of Human Rights Treaties, hlm Anthony Aust, Modern Traty Law and Practice, (Cambridge: Cambridge University Press, 2000). Hlm Ibid. 26

28 bagaimana halnya apabila di dalam suatu perjanjian internasional tidak terdapat ketentuan mengenai pengunduran diri ini. Selanjutnya Pasal 56 VCLT memberikan ketentuan apabila di dalam suatu perjanjian internasional yang bersangkutan tidk terdapat ketentuan mengenai pengunduran diri. Pasal 56 ayat (1) VCLT mengandung ketentuan umum bahwa negara-negara tidak boleh mengundurkan diri dari perjanjian internasional yang tidak memiliki ketentuan mengenai pengunduran diri. Namun, ketentuan ini memiliki dua pengecualian. Pertama, suatu perjanjian internasional yang tidak memiliki ketentuan mengenai pengunduran diri tetap dapat dilakukan pengunduran diri terhadapnya apabila para pihak di dalam perjanjian tersebut menghendaki adanya kemungkinan terhdap hal tersebut. Ada atau tidaknya kehendak terhdap hal tersebut dapat dilihat dari bahan-bahan seperti travaux preparatoires dari perjanjian tersebut. Kedua, hak untuk mengunduhkan diri dari perjanjian internasional yang bersangkutan bisa tersirat dalam sifat dari perjanjian tersebut. Pada VCLT ini terbentuk, ketentuan ini tidak mencerminkan hukum kebiasaan internasional. 6 Setelah VCLT ini terbentuk, International Court of Justice telah menerima Pasal 56 dari Konvensi Wina sebagai mencerminkan hukum kebiasaan internasional di dalam perkara Case Concerning Military and Paramilitary Activities In and Against Nicaragua (Nicaragua v United States). Suatu cara lebih teknis yang dapat mengakibatkan berakhirnya suatu keanggotaan adalah dengan mengamandemen instrumen pokok suatu organisasi internasional. Beberapa organisasi internasional memberikan hak kepada anggotanya untuk berhenti jadi anggota apabila telah terjadi suatu amandemen terhadap instrumen pokok dan anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima amandemen tersebut. Pada akhirnya, suatu keanggotaan dapat berakhir apabila suatu negara yang menjadi anggota dari suatu organisasi internasional yang bersangkutan bubar. Sebagai contoh dapat dilihat negara bekas USSR dan Yugoslavia yang sudah tidak lagi menjadi anggota dari anggota dari organisasi internasional apapun. Praktek Pada Liga Bangsa-Bangsa Pengakhiran dari keanggotaan Liga Bangsa-Bangsa dapat terjadi karena dua hal. Pertama, suatu negara anggota diperbolehkan, berdasarkan Pasal 1 ayat 3, untuk 6 Stephen Hall, International Law, (Australia: Lexis Nexis Buttersworths, 2006) hlm

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA

STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA STATUTA ASOSISI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN INSTITUSI SEJENIS SE-ASIA Pembukaan Presiden atau Kepala mahkamah konstitusi dan institusi sejenis yang melaksanakan kewenangan konstitusional di Asia: MENGINGAT

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE KLRCA (Direvisi pada tahun 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada tahun 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE. ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) ARBITRASE ISLAM KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Islam KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE ISLAM KLRCA (Direvisi pada 2013) Bagian II PERATURAN ARBITRASE UNCITRAL (Direvisi pada 2010) Bagian III SKEMA Bagian IV PEDOMAN UNTUK

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI As of 14 November 2013 I. Pendahuluan 1. Salah satu tujuan ASEAN seperti yang diatur dalam Piagam ASEAN adalah untuk memajukan ASEAN

Lebih terperinci

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK,

Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation (selanjutnya disebut CMIM) adalah untuk menyusun pengaturan

Lebih terperinci

www.bphn.go.id www.bphn.go.id www.bphn.go.id Persetujuan Pembentukan Kantor Kajian Ekonomi Makro ASEAN+3 ( AMRO ) PARA PIHAK, Mengingat bahwa pembentukan Chiang Mai Initiative Multiliteralisation

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

DAFTAR ISI. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut:

Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut: Regulasi Status dan Transfer Pemain Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia("PSSI") Untuk tujuan dari peraturan ini, istilah istilah di bawah ini diartikan sebagai berikut: 1) Asosiasi terdahulu: asosiasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA

DAFTAR ISI PERATURAN ARBITRASE SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE. Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Arbitrase Proses Acara Cepat KLRCA Bagian I PERATURAN ARBITRASE PROSES Acara Cepat KLRCA Bagian II SKEMA IMBALAN DAN BIAYA ADMINISTRASI Bagian III PEDOMAN UNTUK PERATURAN ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1 Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT Pasal 1 Maksud dari Lembaga Internasional untuk Unifikasi Hukum Perdata adalah meneliti cara cara untuk melakukan harmonisasi dan koordinasi hukum perdata pada Negara

Lebih terperinci

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya.

3. Menurut Psl 38 ayat I Statuta Mahkamah Internasional: Perjanjian internasional adalah sumber utama dari sumber hukum internasional lainnya. I. Definisi: 1. Konvensi Wina 1969 pasal 2 : Perjanjian internasional sebagai suatu persetujuan yang dibuat antara negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh hukum internasional, apakah dalam instrumen

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BAB VII. KEPRIBADIAN HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL (International Personality of International Organization)

BAB VII. KEPRIBADIAN HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL (International Personality of International Organization) BAB VII KEPRIBADIAN HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL (International Personality of International Organization) Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk-bentuk instrumen

Lebih terperinci

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION)

JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) KARYA TULIS JUDUL: NEGARA MIKRO (MICRO NATION) DISUSUN OLEH KELOMPOK V: 1. RIKA PUSPITA (10411733000103) 2. NADYA OKTAVIANI C. (10411733000020) 3. SOMA WIJAYA (10411733000099) 4. TUBAGUS REZA (10411733000108)

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 K 173 KONVENSI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 2 K-173 Konvensi Perlindungan Klaim Pekerja (Kepailitan Pengusaha), 1992 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI 1 K 87 - Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 14 METODE PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. Introduction Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA 1958 Konvensi mengenai Pengakuan

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi Kerjasama Islam (OKI) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015

Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 Volume 12 Nomor 1 Maret 2015 ISSN 0216-8537 9 77 0 21 6 8 5 3 7 21 12 1 Hal. 1-86 Tabanan Maret 2015 Kampus : Jl. Wagimin No.8 Kediri - Tabanan - Bali 82171 Telp./Fax. : (0361) 9311605 KEWENANGAN PRESIDEN

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya;

LAMPIRAN. Pasal 1 Definisi. Untuk maksud-maksud Persetujuan ini, kecuali konteksnya mensyaratkan sebaliknya; LAMPIRAN PERSETUJUAN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI MENYELURUH ANTAR PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA

Lebih terperinci

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA Saya menyetujui, dengan segala hormat, bagian pengantar keputusan terkait prosedur dan fakta dan juga bagian penutup tentang dengan penerapan Pasal 50 (pas. 50) dari Konvensi terhadap kasus ini. Saya juga

Lebih terperinci

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya

: Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman : PT. Remaja Rosda Karya REVIEW BUKU Judul : Treaties Under Indonesian Law: A Comparative Study Penulis buku : Dr. iur. Damos Dumoli Agusman Penerbit : PT. Remaja Rosda Karya Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 554 Halaman Tahun

Lebih terperinci

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL URGENSI PENGGANTIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA

SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA ESTONIA LATVIA LITHUANIA DENMARK INGGRIS BELANDA IRLANDIA POLANDIA JERMAN BELGIA REPUBLIK CEKO SLOWAKIA HONGARIA SEKILAS UNI EROPA SWEDIA FINLANDIA PORTUGAL IRLANDIA LUKSEMBURG INGGRIS BELGIA SPANYOL BELANDA PERANCIS DENMARK JERMAN SLOVENIA AUSTRIA ITALIA POLANDIA KROASIA RUMANIA BULGARIA YUNANI ESTONIA LATVIA LITHUANIA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN

KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN KONVENSI ROMA 1961 KONVENSI INTERNASIONAL UNTUK PERLINDUNGAN PELAKU, PRODUSER REKAMAN DAN BADAN-BADAN PENYIARAN Diselenggarakan di Roma Tanggal 26 Oktober 1961 HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DUNIA JENEWA

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Rudi. M Rizki, SH, LLM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1

BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 BAB I PENGERTIAN DAN PENGGOLONGAN ORGANISASI INTERNASIONAL 1 A. Pendahuluan Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen, kerjasama yang terorganisasi (organized cooperation)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969

VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 VIENNA CONVENTION ON THE LAW OF TREATIES 1969 Konvensi Wina 1969 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian Pembukaan/Konsideran (Preambule) dan bagian isi (Dispositive), serta Annex dan dilengkapi dengan dua

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL I. UMUM Dalam melaksanakan politik luar negeri yang diabdikan kepada kepentingan nasional, Pemerintah

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI ILO NO. 87 MENGENAI KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI (Lembaran Negara No. 98 tahun 1998)

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979) PARA PIHAK DALAM KONVENSI MEMPERHATIKAN arti penting yang tercantum dalam beberapa konvensi mengenai pemberian

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 6 PERJANJIAN INTERNASIONAL A. PENDAHULUAN Dalam pergaulan dunia internasional saat ini, perjanjian internasional mempunyai peranan yang penting dalam mengatur

Lebih terperinci

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAB VI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL I. PENDIRIAN Prasyarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas menguntungkan dan tidak melanggar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan retifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 185, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memberikan argumentasi terhadap penyelesaian sengketa internasional secara damai

Lebih terperinci

2013, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Peratura

2013, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu mengesahkan Persetujuan tersebut dengan Peratura No.119, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Persetujuan. Pendirian Akademi Anti Korupsi Internasional. Organisasi Internasional. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan undang-undang atau keputusan pengadilan. Hukum internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam satu negara, kepentingan hukum dapat diadakan dengan berdasarkan kontrak di antara dua orang atau lebih, kesepakatan resmi, atau menurut sistem pemindahtanganan

Lebih terperinci

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI

PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN ORGANISASI INTERNASIONAL OAI 2013 ILMU ADMINISTRASI NEGARA UTAMI DEWI PENDIRIAN Prasayarat berdirinya organisasi internasional adalah adanya keinginan yang sama yang jelas-jelas

Lebih terperinci

KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA Kongres Organisasi Ketenagakerjaan Internasional. Setelah diundang ke Jenewa oleh Badan Pengurus Kantor Ketenagakerjaan Internasional,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian

Lebih terperinci

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si

H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si PASAL 3, DEKLARASI MONTEVIDEO 1933: Keberadaan politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PERMASALAHAN: 1. Recognition is a political act with legal consequences.

Lebih terperinci

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI:

Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: Pasal 38 Statuta MI, sumber-sumber HI: 1. International Conventions 2. International Customs 3. General Principles of Law 4. Judicial Decisions and Teachings of the most Highly Qualified Publicist Pasal

Lebih terperinci

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Perjanjian Internasional Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional Sarana menetapkan kewajiban pihak terlibat dalam

Lebih terperinci

KEPPRES 74/2004, PENGESAHAN WIPO PERFORMANCES AND PHONOGRAMS TREATY, 1996 (TRAKTAT; WIPO MENGENAI PERTUNJUKAN DAN REKAMAN SUARA, 1996)

KEPPRES 74/2004, PENGESAHAN WIPO PERFORMANCES AND PHONOGRAMS TREATY, 1996 (TRAKTAT; WIPO MENGENAI PERTUNJUKAN DAN REKAMAN SUARA, 1996) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 74/2004, PENGESAHAN WIPO PERFORMANCES AND PHONOGRAMS TREATY, 1996 (TRAKTAT; WIPO MENGENAI PERTUNJUKAN DAN REKAMAN SUARA, 1996) *51746 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melindungi segenap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1 MUKADIMAH Negara-Negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Diambil dan terbuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan diaksesi oleh resolusi Mahkamah Umum 2200A (XXI) pada 16 Desember 1966, berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit. SA Seksi 722 INFORMASI KEUANGAN INTERIM Sumber : PSA No. 73 PENDAHULUAN 01. Seksi ini memberikan pedoman mengenai sifat, saat, dan lingkup prosedur yang harus diterapkan oleh akuntan publik dalam melakukan

Lebih terperinci

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003

K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003 K185 PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 2003 1 K-185 Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 2003 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERJANJIAN INTERNASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP LIMBURG BAGI IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL MENGENAI HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA (HAK EKOSOB) Maastricht, 2-6 juni 1986.

PRINSIP-PRINSIP LIMBURG BAGI IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL MENGENAI HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA (HAK EKOSOB) Maastricht, 2-6 juni 1986. 1 PRINSIP-PRINSIP LIMBURG BAGI IMPLEMENTASI PERJANJIAN INTERNASIONAL MENGENAI HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA (HAK EKOSOB) Pengantar Maastricht, 2-6 juni 1986. (i) Sekelompok pakar hukum internasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut perspektif sebuah negara, diplomasi terdiri dari perumusan, pembentukan dan implementasi kebijakan luar negeri. Diplomasi adalah instrumen negara melalui

Lebih terperinci

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain.

PENGAKUAN. Akibat: Permasalahan: Pasal 3, Deklarasi Montevideo 1933: politik suatu negara, bebas dari pengakuannya oleh negara lain. PENGAKUAN Iman Prihandono, SH., MH., LL.M Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-Mail: iprihandono@unair.ac.id Blog: imanprihandono.wordpress.com Pasal 3, Deklarasi Montevideo

Lebih terperinci

BAB VI PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL

BAB VI PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL BAB VI PENGAKUAN DALAM HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian umum Pengakuan : tindakan sepihak suatu negara untuk menerima/ mebenarkan akan sesuatu dalam masyarakat. Sesuatu dapat berupa: organisasi kekuasaan,

Lebih terperinci