PENGARUH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS PERORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS PERORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS PERORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Disusun Oleh : PUTRI MAULIDIANA SARI G2A FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

2 LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS PERORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR Telah diseminarkan dan diuji di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 30 Juli 2007 dan telah diperbaiki sesuai dengan saran-saran yang diberikan Tim Penguji Ketua Penguji dr.udadi Sadhana, Sp.PA,M.Kes NIP Penguji Pembimbing dr.bambang Prameng Nugrohadi, Sp.F dr.arif Rahman Sadad, Sp.F, Msi Med NIP NIP

3 PENGARUH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS PERORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR Putri Maulidiana Sari 1), Arif Rahman Sadad 2) ABSTRAK Latar belakang : Asetaminofen adalah salah satu jenis obat analgesik dan antipiretik derivat para amino fenol yang telah banyak digunakan di seluruh dunia. Namun saat ini penggunaan asetaminofen telah banyak disalahgunakan dalam kasus percobaan bunuh diri. Pada korban keracunan asetaminofen dapat terjadi perubahan pada ginjal, sebagai organ ekskresi utama, akibat akumulasi metabolit nefrotoksin NAPQI Asetaminofen terutama pada tubulus proksimal. Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian asetaminofen berbagai dosis per oral terhadap gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar. Metode : Penelitian eksperimental dengan rancangan The Post Test Only Control Group ini menggunakan 24 ekor tikus Wistar jantan usia 4,5-6 bulan dengan berat gram yang terbagi dalam 4 kelompok. K merupakan kelompok kontrol tanpa diberi asetaminofen, P1 diberi asetaminofen dosis ½ x 2400 mg /KgBB, P2 diberi asetaminofen dosis 2400 mg/kgbb, P3 diberi asetaminofen dosis 2 x 2400 mg/kgbb. Kemudian dilakukan pengambilan organ ginjal dan pemrosesan jaringan dilanjutkan dengan pengecatan HE dan diperiksa tubulus proksimalnya. Data dianalisa dengan uji beda Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney dengan derajat kemaknaan 5%. Hasil : Pemberian asetaminofen berbagai dosis per oral menimbulkan perubahan histologik pada tubulus proksimal ginjal berupa degenerasi albuminosa. Uji Kruskal- Wallis antara kelompok perlakuan menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Mann-Whitney antara kelompok K dan P1 (p=0,004), antara kelompok K dan P2 (p=0,002), antara kelompok K dan P3 (p=0,004),antara kelompok P1 dan P2 (p=0,006),antara kelompok P1 dan P3 (p=0,004) serta antara kelompok P2 dan P3 (p=0,032). Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar yang diberikan Asetaminofen berbagai dosis pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar antara kelompok perlakuan yang diberikan Asetaminofen berbagai dosis. Terdapat peningkatan kerusakan tubulus proksimal sesuai dengan peningkatan dosis asetaminofen yang diberikan. Kata Kunci : asetaminofen, gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal 1) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang 2) Staff pengajar Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

4 THE EFFECT OF ORAL ADMINISTERED IN VARIOUS DOSAGES OF ACETAMINOPHEN ON HISTOLOGICAL APPEARANCE FROM PROXIMAL TUBULES OF WISTAR RATS KIDNEY Putri Maulidiana Sari 1), Arif Rahman Sadad 2) ABSTRACT Background: Acetaminophen is one of the analgesic and antipyretic drugs derivates from para amino phenol that commonly used in the world. However, nowadays it also commonly used in the cases of suicide attempt. The nefrotoxin metabolites of acetaminophen accumulates in kidney, as a major excretion organ of acetaminophen, especially on proximal tubule, and causes changes on histological appearance. Objective: To know the effect of oral administered in various dosage of acetaminophen on histological appearance from proximal tubules of Wistar Rats kidney. Method : This experimental study used Post Test Only Control Group Design, with 24 male Wistar rats divided into 4 groups, with age of 4,5-6 months and weight of gram. K is the control group, without being given any Acetaminophen. P1 is rats being given Acetaminophen orally ½ x 2400mg/ KgW. P2 is rats being given Acetaminophen orally 2400mg/KgW. P3 is rats being given Acetaminophen orally 2 x 2400 mg/kgw. After that the kidney were taken to be observed and made into slides with HE stain, then the proximal tubules were examined. The data were analyzed by the test of differences Kruskal-Wallis and Mann-Whitney with the degree of significance was 5%. Result: The administered of Acetaminophen altering the histological appearance of Wistar rats proximal tubules of kidney which are albuminosa degeneration. Outcome of Kruskal-Wallis test showed significant differences between all groups (p=0,000). The outcome of Mann-Whitney test: between group K and P1 (p=0,004), group K and P2 (p=0,002), group K and P3 (p=0,004), group P1 and P2 (p=0,006), group P1 and P3 (p=0,004), and group P2 and P3 (p=0,032). Conclusion: There were differences of histopathology appearance from proximal tubules of Wistar Rats kidney between untreated group and acetaminophen treated group. There were also differences histopathology appearance from proximal tubules of Wistar Rats kidney between various dosages of acetaminophen treated group, and proximal tubules cell injury was rising along with the rise of acetaminophen dosage. Keywords: Acetaminophen, histopatological appearance from proximal tubules of kidney. 1 Medical Student of Diponegoro University, Semarang 2 Lecturer staff at Department of Forensic of Medical Faculty of Diponegoro University, Semarang

5 PENDAHULUAN Asetaminofen merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang telah banyak digunakan di seluruh dunia sejak tahun Di Indonesia sendiri merk obat yang mengandung asetaminofen dari tahun ke tahun semakin bertambah, dan saat ini telah tercatat dalam ISO 2006 terdapat 305 merk obat yang mengandung asetaminofen. (1) Analgesik derivat para amino fenol ini telah dapat diperoleh dan digunakan secara bebas bahkan tanpa perlu menggunakan resep dokter seperti yang saat ini terjadi pada beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena peredaran asetaminofen yang terlalu bebas inilah maka resiko untuk terjadinya penyalahgunaan dan kejadian keracunan asetaminofen di dunia menjadi lebih besar. Hal ini sesuai dengan laporan United States Regional Poisons Centre yang menyatakan bahwa lebih dari kasus per tahun yang menghubungi pusat informasi keracunan, kasus datang ke unit gawat darurat, kasus memerlukan perawatan intensif di rumah sakit dan 450 orang meninggal akibat keracunan asetaminofen. (2) Di indonesia, jumlah kasus keracunan asetaminofen sejak tahun yang dilaporkan ke Sentra Informasi Keracunan Badan POM adalah sebesar 201 kasus dengan 175 kasus diantaranya adalah percobaan bunuh diri. (3) Keracunan akut asetaminofen berpotensi menimbulkan kerusakan hepar yang mematikan dan kerusakan hepar ini dapat diikuti kerusakan pada beberapa organ lain, salah satunya adalah ginjal. (4) Ginjal merupakan organ eliminasi utama untuk seluruh obat yang digunakan peroral, namun demikian pada batas-batas tertentu ginjal tidak dapat melakukan fungsinya dalam eliminasi obat sehingga menyebabkan

6 tertimbunnya obat dalam ginjal yang dapat menyebabkan cedera sel ginjal, terutama daerah tubulus proksimal. (5,6,7) Perubahan struktur yang terjadi akibat kerusakan tersebut dapat diamati dari gambaran mikroskopis cedera sel yang dapat meliputi reaksi inflamasi, degenerasi, nekrosis bahkan fibrosis. (8,9) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian asetaminofen berbagai dosis per oral terhadap gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar. Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan informasi penelitian-penelitian selanjutnya sehubungan dengan gambaran histopatologi ginjal pada kasus keracunan asetaminofen, terutama di bidang patologi forensik dan toksikologi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik dengan rancangan The Post Test Only Control Group. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Hewan Fakultas MIPA Jurusan Biologi UNNES, Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UNDIP Semarang. Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 25 maret sampai 20 april Populasi penelitian adalah tikus Wistar jantan, keturunan murni, umur empat setengah sampai enam bulan, berat badan gram, sehat, tidak ada abnormalitas anatomi yang tampak, diperoleh dari Laboratorium Penelitian Hewan Fakultas MIPA Jurusan Biologi UNNES. Sampel penelitian diambil secara acak ( random) dari populasi. Besar sampel penelitian menurut WHO tiap kelompok minimal 5 ekor. Pada penelitian ini jumlah

7 sampel yang digunakan adalah 24 ekor tikus Wistar yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol yang masing-masing kelompok terdiri dari kontrol sebanyak 6 ekor, P1 sebanyak 6 ekor, P2 sebanyak 6 ekor, P3 sebanyak 6 ekor. Sebelum penelitian, 24 ekor tikus yang sudah dibagi 4 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus yang ditentukan secara acak, diadaptasi selama 1 minggu. Masing-masing kelompok tikus dikandangkan dan mendapatkan pakan standar dan minum yang sama ad libitum. Pada penelitian ini hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok dengan rincian sebagai berikut : 1. K = kelompok kontrol, tikus Wistar diberi asetaminofen dosis 0 mg/kgbb dan hanya diberi ransum pakan standar dan minum 2. P 1 = kelompok perlakuan 1, tikus Wistar diberi asetaminofen dosis ½ x 2400 mg /KgBB 3. P 2 = kelompok perlakuan 2, tikus Wistar diberi asetaminofen dosis 2400mg/kg BB 4. P 3 = kelompok perlakuan 3, tikus Wistar diberi asetaminofen dosis 2 x 2400 mg/kgbb Tikus diperlakukan seperti di atas, asetaminofen diberikan dengan sonde lambung. Pengamatan dilakukan 4 hari setelah perlakuan terakhir dan selama 4 hari tersebut tiap kelompok perlakuan dan kontrol diberikan ransum pakan standar dan minum yang sama secara ad libitum. Pengamatan dilakukan setelah dilakukan dekapitisasi hewan coba dengan cara dislokasi serviks, kemudian diambil organ

8 ginjal dan dibuat preparat yang diproses dengan metode baku histologi, lalu dilakukan pemeriksaan mikroskopis. Dari setiap tikus dibuat dua preparat jaringan ginjal dan tiap preparat dibaca dalam lima lapangan pandang pada daerah perbatasan bagian luar medula dengan korteks bagian dalam menggunakan mikroskop perbesaran objektif 400x. Sasaran yang dibaca adalah perubahan struktur histopatologi pada daerah tubulus kontortus proksimal dengan parameter tubulus normal, tubulus degenerasi, tubulus dilatasi, nekrosis sel tubulus, kemudian parameter tersebut dijumlah lalu dipersentase. Jumlah persentase kerusakan untuk 10 lapangan pandang tiap tikus kemudian dirata-ratakan dan selanjutnya disesuaikan dengan kriteria skoring penilaian tingkat kerusakan tubulus ginjal. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer hasil perhitungan skoring untuk sepuluh lapangan pandang, yang diperoleh dari ginjal tikus Wistar. Pengamatan dilakukan dengan melihat gambaran histopatologi yang tampak pada tubulus proksimal ginjal pada tiap-tiap kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Data pemeriksaan ditulis dalam formulir untuk kemudian dianalisa. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian asetaminofen dosis 0 mg/kgbb, ½ x 2400 mg /KgBB, 2400 mg/kgbb, dan 2 x 2400 mg/kgbb, skala ordinal. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar, skala ordinal.

9 Pengukuran derajat kerusakan ginjal dikuantitatifkan dengan menggunakan skoring sebagai berikut : Persentase kerusakan Tingkat kerusakan 0% 0 10% 1 11%-25% 2 26%-45% 3 46%-75% 4 >76% 5 Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program komputer SPSS 15.0 for windows. Data akan diuji beda menggunakan uji statistik nonparametrik Kruskal-Wallis, jika dengan uji tersebut didapatkan perbedaan yang bermakna maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dengan ketentuan : (10) a. Jika p 0,05; maka ada perbedaan yang bermakna b. Jika p > 0,05; maka tidak ada perbedaan yang bermakna HASIL PENELITIAN Dari 24 tikus Wistar yang digunakan dalam penelitian hanya 23 tikus Wistar yang memenuhi kriteria inklusi dikarenakan 1 tikus Wistar mati pada hari ke tiga setelah perlakuan. Dengan demikian, dari penelitian ini diperoleh data untuk 23 tikus Wistar berupa skor kerusakan ginjal masing-masing tikus. Skor kerusakan pada masing-masing tikus dan dosis asetaminofen yang diberikan tiap kelompok merupakan data dengan skala ordinal sehingga penelitian ini dilanjutkan dengan mengunakan analisa data uji nonparametrik Kruskall-Wallis. Hasilnya didapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik terhadap perubahan struktur histopatologi tubulus proksimal pada tiap-tiap

10 kelompok, maka analisa data dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil analisa data dengan uji Mann- Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skoring yang bermakna ( p< 0,05) antara kelompok kontrol dengan perlakuan 1, kontrol dengan perlakuan 2, kontrol dengan perlakuan 3, perlakuan 1 dengan perlakuan 2, perlakuan 1 dengan perlakuan 3, perlakuan 2 dengan perlakuan 3 ( tabel 1). Tabel 1. Nilai p pada uji Mann-Whitney antar kelompok KELOMPOK K P1 P2 P1 0,004 * P2 0,002 * 0,006 * P3 0,004 * 0,004 * 0,032 * *ada perbedaan yang bermakna (p<0,05) Derajat kerusakan ginjal pada tiap-tiap kelompok ini juga dapat ditunjukkan pada grafik means plot dimana terlihat adanya peningkatan skoring kerusakan ginjal sesuai dengan peningkatan dosis asetaminofen yang diberikan (grafik 1).

11 4.00 Mean of Ginjal K P1 Kelompok P2 P3 Grafik 1. Means Plot Derajat Kerusakan Ginjal PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian Asetaminofen secara oral pada tikus Wistar mengakibatkan timbulnya perubahan struktur histopatologi ginjal berupa kerusakan epitel tubulus proksimal sesuai dosis yang diberikan. Hasil analisa menunjukan bahwa pemberian Asetaminofen berbagai dosis peroral dapat mengakibatkan timbulnya perbedaan tingkat kerusakan gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar, dibuktikan dengan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara kontrol dan semua perlakuan. Perbedaan tersebut berupa semakin besarnya skoring kerusakan epitel tubulus proksimal pada tiap kelompok perlakuan sesuai peningkatan dosis Asetaminofen yang diberikan. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling banyak mengalami kerusakan pada kasus nefrotoksik. Hal ini terjadi karena adanya akumulasi bahanbahan toksik pada segmen ini, karakter tubulus proksimal yang memiliki epitel yang lemah dan mudah bocor, perbedaan transport segmental dari sitokrom P-450 dan

12 konjugat sistein β-lyase juga turut berperan dalam meningkatkan kelemahan tubulus proksimal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerusakan tubulus proksimal merupakan suatu hasil korelasi yang sangat penting antara transport segmental tubulus, akumulasi dan toksisitas, ditambah dengan reaksi obat pada sel-sel target tubulus proksimal. (7) Dalam hal ini apabila ginjal terpapar asetaminofen dalam jumlah besar dan cadangan glutathion telah habis maka metabolit NAPQI yang dihasilkan melalui proses hidroksilasi asetaminofen dengan sitokrom P-450 akan semakin bertambah sehingga terjadilah akumulasi ikatan kovalen membran sel tubulus dengan NAPQI yang mengakibatkan kerusakan pada tubulus proksimal. Hal ini sesuai dengan hasil studi Mitchell dkk. pada tikus Fischer yang mengungkapkan bahwa kerusakan ginjal tersebut akibat metabolit nefrotoksik asetaminofen yang terbentuk pada tubulus proksimal. (11) Perubahan struktur sel yang terjadi akibat kerusakan tersebut dapat diamati dari gambaran mikroskopis cedera sel yang dapat meliputi antara lain reaksi inflamasi, degenerasi, nekrosis bahkan fibrosis. (8,9) Dalam penelitian ini dapat diamati gambaran mikroskopis cedera sel berupa degenerasi albuminosa. Degenerasi albuminosa merupakan perubahan morfologi sebagai akibat jejas reversibel ditandai oleh adanya pembengkakan sel dengan sitoplasma granuler, akibat ketidakmampuan sel untuk mempertahankan homeostasis ion dan cairan. (12) Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan cedera sel berupa degenerasi albuminosa dengan semakin meningkatnya dosis asetaminofen yang diberikan. Peningkatan kerusakan ginjal tersebut dapat terjadi oleh karena beberapa kemungkinan yang ada seperti

13 ketidakmampuan hepar dalam mengkompensasi peningkatan dosis asetaminofen yang diberikan sehingga metabolit NAPQI yang mencapai ginjal semakin banyak sehingga menyebabkan kerusakan yang semakin berat sesuai dengan peningkatan dosis yang diberikan. Selain akibat dekompensasi hepar, asetaminofen yang beredar dalam sirkulasi darah melebihi nilai normal sehingga yang mencapai ginjal juga semakin bertambah dan terbentuklah metabolit NAPQI langsung pada ginjal sehingga menimbulkan kerusakan sesuai derajat dosisnya. Dalam hal ini belum didapatkan hasil penelitian lain yang menyatakan hal yang sama bahwa terjadinya peningkatan kerusakan ginjal dengan adanya peningkatan dosis asetaminofen yang diberikan. Namun demikian perubahan gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal yang ditunjukkan pada penelitian ini mendukung penelitian-penelitian sebelumnya tentang efek nefrotoksik asetaminofen. KESIMPULAN 1. Terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar yang diberikan Asetaminofen berbagai dosis pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. 2. Terdapat perbedaan bermakna gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus Wistar antara kelompok perlakuan yang diberikan Asetaminofen berbagai dosis. 3. Terdapat peningkatan kerusakan tubulus proksimal sesuai dengan peningkatan dosis asetaminofen yang diberikan.

14 SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian dosis asetaminofen yang ditingkatkan harian (efek kronis pemberian asetaminofen bertingkat). 2. Perlu dilakukan penelitian tentang pemberian asetaminofen bersama dengan zat lain yang mempengaruhi kerja ginjal. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah kepada ALLAH SWT atas rahmat dan ridho yang telah diberikan, rasa terimakasih juga ditujukan penulis kepada kedua orang tua, kakak-kakak, dan seluruh keluarga atas segala dukungan dan doa yang telah diberikan. Ucapan terimakasih ditujukan kepada yang terhormat dr. Arif Rahman Sadad, Sp.F, MsiMed selaku dosen pembimbing, dr. Ika Pawitra M, Sp.PA selaku konsultan pembacaan preparat, dr. Ahmad Zulfa selaku konsultan dalam metodologi penelitian, dr. Hidayat yang telah membantu dalam pembuatan foto preparat, dr. Nur Wijayahadi, Sp.FK dan Drs. Suhardjono,Apt,M.Si selaku konsultan farmakologi, dr. M.Zaenuri, Sp.F selaku dosen pembimbing pembantu dalam pembuatan proposal, staf dan karyawan: Laboratorium Biologi UNNES, Laboratorium Farmasi FK UNDIP, Laboratorium PA RSDK, serta kepada PT.Phapros Semarang atas bantuan bahan penelitian Asetaminofen yang telah diberikan. Rasa terima kasih juga ditujukan kepada dr. Udadi Sadhana, M.Kes, Sp.PA dan dr. Bambang Prameng Nugrohadi, Sp.F selaku penguji artikel KTI, dan kepada seluruh teman-teman yang telah membantu atas terlaksananya penelitian ini.

15 DAFTAR PUSTAKA 1. ISFI. ISO informasi spesialite obat Indonesia.Vol. 41. Jakarta: ISFI; Moynihan R. FDA fails to reduce accessibility of paracetamol despite 450 deaths a year. BMJ 2002;325: Siker BPOM. Data keracunan parasetamol di Indonesia tahun BPOM; Kedzierska K, Myslak M, Kwiatkowska E, Bober J, Rozanski J et al. Acute renal failure after paracetamol (acetaminophen) poisoning report of two cases. [Online] Available from URL: db=pubmed&cmd=retrieve&dopt=abstractplus&list_uids= &itool =iconabstr&query_hl=7&itool=pubmed_docsum 5. Evan DB, Henderson RG. Lecture notes on nephrology. London: Blackwell Scientific Publication; p Sukandar E. Nefrologi klinik. Edisi 2. Bandung: Penerbit ITB; hal Goldstein RS, Schnellmann RG. Toxic response of the kidney. In: Klaaseen CD, Amdur MO, Doull J, editors. Casarret and doull s toxicology: the basic science of poisons. 5 th ed. USA: McGraw-Hill; p.426-8, Sarjadi. Patologi umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; hal Cotran RS. Jejas sel dan adaptasi. Dalam: Robbins, Kumar; Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik FK UNAIR, alih bahasa. Buku ajar patologi I. Edisi 4. Jakrta: EGC; hal Dahlan MS. Statistika untuk kedokteran dan kesehatan: uji hipotesis dengan menggunakan SPSS program 12 jam. Jakarta: PT Arkans; hal Zlatković MM, Čukuranović R, Stefanović V. Urinary enzyme excretion after acute administration of paracetamol in patients with kidney disease. [Online] Available from URL: Sarjadi. Patologi umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; hal. 15

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN DEKSTROMETORFAN DOSIS BERTINGKAT PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN DEKSTROMETORFAN DOSIS BERTINGKAT PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN DEKSTROMETORFAN DOSIS BERTINGKAT PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS WISTAR THE EFFECT OF PER ORAL GRADUAL DOSE DEXTROMETHORPHAN TO THE HISTOPATOLOGY IMAGE OF WISTAR

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini berkaitan dengan Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, dan Toksikologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pemeliharaan hewan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Pembuatan ekstrak kulit manggis (Garcinia

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar) PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas

BAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu kedokteran forensik, farmakologi dan ilmu patologi anatomi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi

Lebih terperinci

ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET

ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET ABSTRACT THE EFFECT OF CALCIUM AND VITAMIN D TOWARDS HISTOPATHOLOGICAL CHANGES OF WISTAR MALE RAT S KIDNEY WITH THE INDUCED OF HIGH LIPID DIET Elsa Patricia Anisah, 2014 1st Advisor : Dr. Meilinah Hidayat,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.1.2 Ruang Lingkup Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 4 METODE PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan selama

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH UJI TOKSISITAS AKUT RAMUAN EKSTRAK PRODUK X TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS SPRAGUE DAWLEY LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR

PENGARUH PEMBERIAN RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PENGARUH PEMBERIAN RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan

BAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. Laboratorium Patologi Anatomi RSUP dr. Kariadi Semarang. BAB III METODE PENELITIAN 3.3 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.1.2

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup ruang ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1 Lingkup Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Histologi Universitas Diponegoro, Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

BAB IV METODE PENELITIAN. Tempat : Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup ruang ilmu Anestesiologi, Farmakologi, dan Patologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Penelitian dilakukan di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar)

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar) PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR SELAMA 28 HARI (Studi pada tikus wistar) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Patologi Anatomi, Histologi, dan Farmakologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1)

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 1 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Keilmuan Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi 4.2 Ruang Lingkup Tempat dan Waktu Penelitian telah

Lebih terperinci

Kata kunci: perlemakan hati, rosela, bengkak keruh, steatosis, inflamasi lobular, degenerasi balon, fibrosis

Kata kunci: perlemakan hati, rosela, bengkak keruh, steatosis, inflamasi lobular, degenerasi balon, fibrosis ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS PERLEMAKAN HATI PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK Ricky Bonatio Hutagalung,

Lebih terperinci

ANALISA GAMBARAN POST MORTEM MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS OTAK DAN HATI PADA TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN WARFARIN LD-50 DAN LD-100

ANALISA GAMBARAN POST MORTEM MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS OTAK DAN HATI PADA TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN WARFARIN LD-50 DAN LD-100 ANALISA GAMBARAN POST MORTEM MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS OTAK DAN HATI PADA TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN WARFARIN LD-50 DAN LD-100 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK SAMPING EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max L.merr) DETAM I, DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) DAN KOMBINASINYA TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIK JEJUNUM TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik dan Ilmu Patologi Anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN METHANIL YELLOW PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

PENGARUH PEMBERIAN METHANIL YELLOW PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C PENGARUH PEMBERIAN METHANIL YELLOW PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) TERHADAP JUMLAH GELIATAN MENCIT BALB/C YANG DIINDUKSI ASAM ASETAT THE EFFECT OF ETANOL RHIZOME EXTRACT (Kaempferia galanga Linn) TO THE

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, 21 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi, dan patologi anatomi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 1) Tempat

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C

UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C UJI TOKSISITAS AKUT MONOCROTOPHOS DOSIS BERTINGKAT PER ORAL DILIHAT DARI GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT BALB/C ACUTE TOXICITY TEST OF ORAL ADMINISTRATION OF GRADED DOSE MONOCROTOPHOS AS MEASURED BY

Lebih terperinci

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS HATI TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN JUS MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL SKRIPSI

PENGARUH PEMBERIAN JUS MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL SKRIPSI PENGARUH PEMBERIAN JUS MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP KERUSAKAN SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG DIPAPAR PARASETAMOL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran WAHYU

Lebih terperinci

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PARU TIKUS WISTAR LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya

Lebih terperinci

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN

PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN PENGARUH PARASETAMOL DOSIS ANALGESIK TERHADAP KADAR SERUM GLUTAMAT OKSALOASETAT TRANSAMINASE TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS 1 GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS WISTAR SETELAH PEMBERIAN ASETAMINOFEN BERBAGAI DOSIS ARTIKEL KARYA TULIS PENELITIAN Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam menempuh Program Pendidikan

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Tita Swastiana Adi NIM 102010101098 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang ilmu kedokteran forensik dan patologi anatomi. 4.2 Waktu dan lokasi penelitian Penelitian dilakukan di

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH UJI TOKSISITAS AKUT RAMUAN EKSTRAK PRODUK X TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS HEPAR TIKUS SPRAGUE DAWLEY LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi tugas sebagai persyaratan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016. 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Farmakologi, Biokimia, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only 32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Farmakologi, Farmasi, dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Farmakologi, Farmasi, dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Biokimia. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Farmakologi, Farmasi, dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Hepar, Parasetamol, Propolis

ABSTRAK. Kata kunci: Hepar, Parasetamol, Propolis RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di kabupaten Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 29 Mei 1993. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Bustami dan Ibu Umi Farida. Penulis menyelesaikan

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIBERI DEKSAMETASON DAN VITAMIN E SKRIPSI

GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIBERI DEKSAMETASON DAN VITAMIN E SKRIPSI GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIBERI DEKSAMETASON DAN VITAMIN E SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN HEPAR PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyarat guna mencapai gelar sarjana

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan 52 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Desain penelitian ini memberikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. hewan coba tikus Wistar menggunakan desain post test only control group

BAB IV METODE PENELITIAN. hewan coba tikus Wistar menggunakan desain post test only control group BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Disain penelitian Penelitian ini merupakan penelitian experimental laboratoris dengan hewan coba tikus Wistar menggunakan desain post test only control group design. Tikus

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS EKSTRAK VALERIAN (Valeriana officinalis) TERHADAP GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

UJI TOKSISITAS SUBKRONIS EKSTRAK VALERIAN (Valeriana officinalis) TERHADAP GINJAL TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH UJI TOKSISITAS SUBKRONIS EKSTRAK VALERIAN (Valeriana officinalis) TERHADAP GINJAL TIKUS WISTAR SUBCHRONIC TOXICITY TEST OF VALERIAN (Valeriana officinalis) EXTRACT ON WISTAR RAT S KIDNEY ARTIKEL KARYA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Anatomi, Patologi Anatomi dan Bedah Anak 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN MERKURI PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS WISTAR

PENGARUH PEMBERIAN MERKURI PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS WISTAR PENGARUH PEMBERIAN MERKURI PER ORAL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS WISTAR Andre Wiguna 1, Hadi 2, Siti Amarwati 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum, Fakultas Kedokteran,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan Fisika kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat 1. Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan

BAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan BAB IV METODE PELAKSANAAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menyangkut bidang ilmu biokimia, ilmu gizi, dan patologi anatomi 4.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Pemeliharaan hewan coba dilakukan di Animal Care Universitas Negeri Semarang (UNNES). Pemeriksaan histopatologi dilakukan di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL DAN KOMBINASI IBUPROFEN-PARASETAMOL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (RATTUS NORVEGICUS)

PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL DAN KOMBINASI IBUPROFEN-PARASETAMOL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL DAN KOMBINASI IBUPROFEN-PARASETAMOL TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS (RATTUS NORVEGICUS) TJOA MEY LI 2443011092 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA

PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA PENGARUH EKSTRAK DAUN Apium graviolens TERHADAP PERUBAHAN SGOT/SGPT TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR KARBON TETRAKLORIDA ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi syarat dalam

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang keilmuan imunologi, farmakologi, dan pengobatan tradisional. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, desain Post-test control group desain. Postes untuk menganalisis perubahan gambaran histopatologi pada organ

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Anatomi. Penelitian ini meliputi bidang Ilmu Gizi, Farmakologi, Histologi dan Patologi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Bidang ilmu yang tercakup dalam penelitian ini adalah Biologi, Farmakologi, dan Kimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROKSKOPIS GINJAL TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU DILANJUTKAN 2 MINGGU TANPA PAPARAN BORAKS LAPORAN HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL DAN SOFT DRINK

GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL DAN SOFT DRINK PENGARUH EKSTRAK DAUN KERSEN (Muntingia calabura) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ETANOL DAN SOFT DRINK THE EFFECT OF Muntingia calabura LEAVES EXTRACTS IN KIDNEY

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK SARI KUKUSAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var. botrytis DC) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS KOLON PADA MENCIT MODEL KOLITIS

ABSTRAK. EFEK SARI KUKUSAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var. botrytis DC) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS KOLON PADA MENCIT MODEL KOLITIS ABSTRAK EFEK SARI KUKUSAN KEMBANG KOL (Brassica oleracea var. botrytis DC) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS KOLON PADA MENCIT MODEL KOLITIS Krizia Callista, 2010. Pembimbing: Lusiana Darsono, dr., M.Kes.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ASPIRIN BERBAGAI DOSIS PER ORAL TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM TIKUS WISTAR

PENGARUH PEMBERIAN ASPIRIN BERBAGAI DOSIS PER ORAL TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM TIKUS WISTAR PENGARUH PEMBERIAN ASPIRIN BERBAGAI DOSIS PER ORAL TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ SERUM TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan dalam menempuh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Farmakologi. Penelitian ini termasuk dalam lingkup kelimuan Biokimia dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi dan patologi anatomi. 3.2 Jenis dan rancangan penelitian Penelitian

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri, L) TERHADAP GINJAL MENCIT BALB/C ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri, L) TERHADAP GINJAL MENCIT BALB/C ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK MENIRAN (Phyllanthus niruri, L) TERHADAP GINJAL MENCIT BALB/C ACUTE TOXICITY TEST OF Phyllanthus niruri,l ON KIDNEY OF BALB/C MICE ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr.

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu dan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut : dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Dr. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup Ilmu dibidang Obstetri dan Ginekologi dan Histologi 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu dan lokasi penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu

BAB IV METODE PENELITIAN. 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu 26 BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu Histologi dan Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT

PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT PENGARUH PEMBERIAN RANITIDIN TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TUBULUS PROKSIMAL GINJAL TIKUS WISTAR PADA PEMBERIAN METANOL DOSIS BERTINGKAT LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK GASTROPROTEKTIF AIR PERASAN DAUN PISANG (Musa paradisiaca L.) PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ASPIRIN

ABSTRAK. EFEK GASTROPROTEKTIF AIR PERASAN DAUN PISANG (Musa paradisiaca L.) PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ASPIRIN ABSTRAK EFEK GASTROPROTEKTIF AIR PERASAN DAUN PISANG (Musa paradisiaca L.) PADA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI ASPIRIN Melissa Chandra, 2014, Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

EFEK VITAMIN-E TERHADAP KADAR ALKALI PHOSPHATASE SERUM PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERIKAN PARACETAMOL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

EFEK VITAMIN-E TERHADAP KADAR ALKALI PHOSPHATASE SERUM PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERIKAN PARACETAMOL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH EFEK VITAMIN-E TERHADAP KADAR ALKALI PHOSPHATASE SERUM PADA TIKUS SPRAGUE DAWLEY YANG DIBERIKAN PARACETAMOL LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian proposal Karya

Lebih terperinci

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR JANTAN

PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR JANTAN PENGARUH RHODAMINE B PERORAL DOSIS BERTINGKAT SELAMA 12 MINGGU TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI TESTIS TIKUS WISTAR JANTAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian syarat program

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU

PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU PENGARUH PEMBERIAN BORAKS DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PERUBAHAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS GASTER TIKUS WISTAR SELAMA 4 MINGGU LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 27 BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, ruang lingkup keilmuan yang digunakan adalah Ilmu Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 1.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBANDINGAN ANTARA DURASI WAKTU PEMBEKUAN TERHADAP TERJADINYA PEMBUSUKAN JARINGAN GINJAL PADA KELINCI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK VALERIAN TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL DAN KADAR UREUM TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK VALERIAN TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL DAN KADAR UREUM TIKUS WISTAR ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH 1 PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK VALERIAN TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL DAN KADAR UREUM TIKUS WISTAR THE EFFECT OF VALERIAN ON KIDNEY MICROSCOPIC APPEARANCE AND UREUM LEVEL OF WISTAR RAT ARTIKEL KARYA

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain Randomized post test only control group design yang menggunakan binatang percobaan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Farmakologi. Penelitian ini adalah penelitian di bidang Biokimia, Gizi dan 4.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan eksperimental murni, dengan rancangan post-test control group design. Pada jenis penelitian ini, pre-test tidak dilakukan karena

Lebih terperinci

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design.

Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan. menggunakan pendekatan post test only control group design. 53 4.1. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian true experimental dengan menggunakan pendekatan post test only control group design. Disain penelitian ini memberikan efisiensi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi. 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang farmakologi. 3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

BAB IV METODA PENELITIAN. designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang BAB IV METODA PENELITIAN IV.1. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorik ( true experiment designs) dengan rancangan randomized post-test control group design, 56 yang

Lebih terperinci

PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM PASTA GIGI DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT BALB/C USIA 3-4 MINGGU

PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM PASTA GIGI DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT BALB/C USIA 3-4 MINGGU PENGARUH PAPARAN PER ORAL FLUORIDA DALAM PASTA GIGI DENGAN DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT BALB/C USIA 3-4 MINGGU LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bidang THT-KL, Farmakologi, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Andry Setiawan Lim, 2012, Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes. Pembimbing II: Sijani

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian. 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup, Tempat dan Waktu Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuwan : Anestesiologi 2. Ruang lingkup tempat : Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang 3. Ruang

Lebih terperinci

Perbandingan Pemberian Brodifakum LD50 dan LD100 terhadap Perubahan Gambaran Patologi Anatomi Gaster Tikus Wistar

Perbandingan Pemberian Brodifakum LD50 dan LD100 terhadap Perubahan Gambaran Patologi Anatomi Gaster Tikus Wistar Perbandingan Pemberian Brodifakum LD50 dan LD100 terhadap Perubahan Gambaran Patologi Anatomi Gaster Tikus Wistar LAPORAN HAIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini memiliki ruang lingkup pada ilmu Farmakologi dan Biokimia. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat : Laboratorium Penelitian

Lebih terperinci