PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH"

Transkripsi

1 PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH Budi Islam, Nendaryono, Fauzan, Hendro Supangkat, Eko Pujianto, Suhendar, Iis Hayati, Rakhmanudin, Welly Gatsmir, Jajat Komara BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA PROYEK PENELITIAN TEKNOLOGI PENAMBANGAN 2010

2 DAFTAR PUSTAKA 1. C.W. Fetter, Applied Hydrogeology, third edition, Englewood Cliffs, New Jersey, p , Neven Kresic, Hydrogeology and Grounwater Modeling, second edition, Taylor & Francis Group, LLC, p. 3 85, p ,p , Philip E, Enviromental Hydrogeology:, second edition, Taylor & Francis group, p , p , p , Willis D. Weight, Hydrogeology Field Manual, The University of Montana Butte, Montana, p , p ,

3 KATA PENGANTAR Sejalan dengan perkembangan dunia pertambangan di Indonesia saat ini yang mengarah kepada tambang bawah tanah (underground mining), maka untuk mengantisipasi masalah tersebut perlu dibuat peraturan mengenai pengelolaan air tambang atau sistem drainase agar produktifitas tambang dapat tetap terjaga. Untuk mengatasi masalah tersebut maka, perlu dilakukan penelitian pada tambang bawah tanah. Karena kondisi batuan pada setiap akan tambang berbeda, untuk itu perlu dibuat peraturan mengenai sistem drainase yang tepat di setiap tambang. Sejalan dengan itu Puslitbang tekmira sebagai lembaga penelitian dan pengembangan, dirasakan perlu melakukan penelitian masalah pengelolaan air tambang agar dapat dibuat satu kebijakan yang akan berguna untuk pemerintah dalam melakukan pengawasaan pengelolaan air tambang secara benar. Bandung, Desember 2010 Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Ir. Hadi Nursarya. M.Sc NIP i

4 S A R I Keberdaan air tanah di lokasi tambang batubara bawah tanah merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah perlunya rencana dan disain sistem drainase. Mengingat disetiap lokasi penambangan memiliki karakteristik yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian hidrogeologi yang memadai dan detail pada setiap daerah, sehingga keberadaan air tanah dapat diketahui lebih dini dan tidak mengganggu produksi tambang. Kegiatan penelitian ini sesuai hasil pembicaran dengan pihak Ditjen Minerbapabum adalah untuk membantu dalam membuat regulasi kebijaksanaan tentang penanganan air tambang bawah tanah. Kegiatan untuk mendukung visi dan misi dari kelompok program IPTEK penambangan agar menjadi lembaga terdepan dalam mendorong penerapan teknologi penambangan berwawasan konservasi dan lingkungan serta lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan pertambangan, dan misi untuk menghasilkan model-model, metode, prasarana baru dalam teknologi penambangan, geoteknologi penambangan dan lingkungan pertambangan Jumlah airtanah di daerah ini, berdasarkan hasil penghitungan dengan metode neraca air, sekitar 197,8 juta m3/tahun atau sekitar 16 % dari curah hujan tahunan di cekungan. Sebagian dari jumlah airtanah tersebut mengalir secara wajar pada sistem akuifer dalam sebesar 15,3 juta m3/tahun. Daerah imbuh (recharge area) sistem akuifer dalam itu terletak di bagian utara daerah penyelidikan dan sekitarnya. Berdasarkan jumlah, mutu, dan kedudukan muka airtanah pada setiap sistem akuifer utama, daerah penyelidikan dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah potensi airtanah, yakni: a. Wilayah Potensi Airtanah Sedang pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam. Yang menempati daerah sepanjang pantai selatan yang membentang dari bagian barat sampai di timur, serta di utara yang mendekati batas pemisah air permukaan. Akuifer dangkal berkedudukan antara 1,0-20 meter di bawah muka tanah setempat (mbmt), kedalaman sumurgali antara 1,5 6,3 mbmt, kedudukan muka airtanah statis (MAS) antara 0,2 3,8 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0-3,5 m, harga kelulusan (K) antara 1,8 x ,6 x 10-3 cm/dtk, harga keterusan (T) antara 10,1-37,7 m2/hari, debit jenis (Qs) antara 0,17-0,21 l/dtk/m, debit optimum (Qopt) antara 2,2 3,5 l/dtk, mutu airtanah cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara mbmt, MAS sekitar 3,8 29 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara m2/hari, Qs antara 0,54-0,80 l/dtk/m, Qopt antara 5,4-12 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang disarankan untuk air minum. b. Wilayah Potensi Airtanah Kecil pada Akuifer Dangkal dan Sedang pada Akuifer Dalam. Menempati bagian sayap Antiklin Klandasan dan Mentawir. Akuifer dangkal berkedudukan antara 0,9-17,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-16,7 m2/hari, Qs antara 0,17 - ii

5 0,21 l/dtk/m, Qopt antara 1,2-1,7 l/dtk, mutu airtanah akuifer ini umumnya memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara mbmt, MAS sekitar 3,7-70,0 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 10,5-35,8 m2/hari, Qs antara 0,35-0,54 l/dtk/m, Qopt antara 3,5-8,1 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang tidak disarankan untuk air minum. c. Wilayah Potensi Airtanah Rendah pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam. Menempati inti Sinklin Wain dan sekitarnya yang berada di bagian tengah daerah penyelidikan. Akuifer dangkal diperkirakan berkedudukan antara 1,1-20,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 Â 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-1,26 m2/hari, Qs antara 0,16-0,21 l/dtk/m, Qopt < 2,0 l/dtk, mutu airtanah umumnya cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berkedudukan mbmt namun umumnya lebih dalam dari 150 mbmt, MAS sekitar 0,02-1,59 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T sekitar 30 m2/hari, Qs lebih kecil dari 0,3 l/dtk/m, Qopt < 2 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang tidak disarankan untuk air minum. Rancangan Drainase Berdasarkan hasil observasi lapangan dan analisis perhitungan dapat diketahui bahwa tipe material untuk saluran adalah saluran (channel) natural artinya saluran tanah/batuan yang ada (clean, winding stream) dengan bentuk trapezoidal atau rektangular. Nilai koefisien kekasaran (manning roughness coefficient) untuk natural stream channel sadalah (n) = Perhitungan kedalaman aliran pada saluran trapezoidal mempunyai koefisien manning rughness (n) = 0,040 (untuk kanal yang alami), S = 0,07, y = 1/ 3 = dan Q = 1,106 m 3 /s Metoda pemecahan dengan perhitungan kedalaman (d), lihat gambar dibawah d d m Bw m m B m m 2 A m Dimana, θ = 60. Berdasarkan pada aliran air (flow rate) kedalam saluran air dan perhitungan ukuran saluran air, dimana B =0,35 m; Bw = 0,25 m; d = 0,30 m; A = 0,624 m 2 ; θ = 60º. iii

6 B =0,35 m d = 0.30 m θ = 60 1 z Bw = 0.25 m iv

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i SARI... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah Ruang Lingkup Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Kegiatan BAB II KEADAAN UMUM Tinjauan Geologi Regional Daerah Tenggarong Geologi Hidrologi dan Hidrogeologi BAB III TINJAUAN TEORI Beberapa Istilah Penting BAB IV PEMBAHASAN Hasil Penyelidikan Wilayah Potensi Airtanah Sedang pada Aquifer Dangkal dan Aquifer Dalam Wilayah Potensi Airtanah Kecil pada Aquifer Dangkal dan Sedang pada Aquifer Dalam Wilayah Potensi Airtanah Rendah pada Aquifer Dangkal dan Aquifer Dalam Rancangan Drainase BAB V METODOLOGI 5 1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. v

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1. Lokasi Kegiatan Skema Untuk Menggambarkan Pengertian Permebilitas dan Transmisibilitas Koefesiensi Penyimpanan Jenis-Jenis Aquifer Gambaran Skematis Suatu Uji Pemompaan Penurunan Muka Air pada Aqufer Tertekan Penurunan Muka Air pada Aqufer Bebas Beberapa Penampang Saluran Air Dimensi Bentuk Aliran DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1. Beberapa Harga Permeabilitas Peta geologi Daerah Penelitian Peta Hidrogeologi Daerah Penelitian Skema Percobaan Darcy Ukuran Dari Saluran Air Terbuka vi

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air bawah tanah pada tambang batubara sangat berpengaruh pada produktivitas penambangan terutama pada tambang batubara bawah tanah (underground mining), masalah air tanah tersebut perlu dikelola secara baik. Pengelolaan masalah air tanah meliputi pengawasan (monitoring), pencegahan dan pengendalian air bawah tanah baik jumlah aliran air tambang (debit) yang masuk maupun pengawasan terhadap sumber air pada tambang bawah tanah tersebut. Air bawah tanah pada lokasi tambang tanah (underground mining), biasanya berasal dari rembesan/bocoran (seepage/leakage) yang keluar melalui struktur batuan, berupa aliran pada lapisan akifer, rekahan, dan patahan. Terpotongnya jalur lapisan akifer karena pembuatan lubang bukaan tambang (opening) atau kegiatan penambangan dapat menjadi masalah tersendiri. Pada kegiatan penambangan bawah tanah pembuangan air merupakan suatu yang mutlak harus dilakukan demi menjaga keamanan, keselamatan dan produktivitas penambangan, terutama bila elevasi tambang tersebut berada di bawah muka air tanah. Pada tambang bawah tanah pengelolaan air tambang berupa, a). Pencegahan air rembesan/bocoran masuk kedalam lokasi tambang (mine dranage). b). Pengendalian air rembesan/bocoran masuk kedalam lokasi tambang (mine dewatering). c). Pengawasan air rembesan/bocoran masuk kedalam lokasi tambang (monitoring). 1-1

10 1.2. Ruang Lingkup Kegiatan Ruang lingkup kegiatan penelitian ini meliputi : a. Pembuatan Kerangka acuan kerja b. Studi literature c. Persiapan administrasi dan peralatan d. Penelitian hidrogeologi e. Pengambilan data sekunder f. Evaluasi hasil penelitian g. Pelaporan dan tulisan ilmiah 1.3. Tujuan Melakukan penelitian secara detail tentang hidrogeologi di tambang batubara bawah tanah untuk mendukung dalam penyusunan rencana disain sistem drainase, sehingga keberadaan air tanah dapat secara optimal dapat ditanggulangi. Selain itu sesuai dengan pihak Ditjen Minerbapabum bahwa kegiatan ini untuk mendukung kebijakan Pemerintah di dalam pengembangan tambang batubara bawah tanah. Tujuan lain adalah agar sistem dan rancangan sistem drainase pada tambang batubara bawah tanah.dapat diterapkan dalam kegiatan penambangan Sasaran Sasarannya dari kegiatan ini adalah diperolehnya satu perencanaan sistem drainase pada tambang batubara bawah tanah.yang baik pada lokasi tambang batubara bawah tanah. Selain itu saran dari hasil penelitian ini untuk membantu Ditjen Minerbapabum bahwa hasil penelitian ini bisa diterapkan atau dikomunikasikan dengan tambang-tambang lain sejenis yang ada di tempat lain 1-2

11 1.5. Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan penelitian dilakukan pada 2 (dua) lokasi tambang batubara bawah tanah yaitu PT. Fajar Bumi Sakti di Tenggarong dan PT. Indominco Mandiri di Bontang. Untuk mencapai kedua lokasi tersebut dapat melalui jalan darat dari ibukota provinsi Kalimantan Timur Samarinda. Kedua tempat tempat penelitian tersebut berada di provinsi Kalimantan Timur. (Gambar 1.1.) Lokasi Kegiatan Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian Gambar 1.1. Peta Lokasi Kegiatan 1-3

12 BAB II KEADAAN UMUM 2.1 Tinjauan Geologi Regional Daerah Tenggarong Terdapat dua formasi geologi yang paling penting untuk diberi perhatian di wilayah penelitian yaitu Formasi Balikpapan dan Pulau Balang. Formasi Balikpapan terdiri atas perselingan batupasir dan lempung dengan sisipan lanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, tebal 1-3 m, sisipan seam batubara 5-10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen, lapisan bersusun dan silang siur, tebal 20-40cm, mengandung foraminifera kecil, sisipan tipis karbon. Lempung kelabu kehitaman, setempat sisa tumbuhan,, oksida besi yg mengisi rekahan setempat mengandung lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan, berlapis tipis, serpih kecoklatan, berlapis tipis. Batugamping pasiran, foraminifera besar, moluska, menunjukkan umur Miosen Akhir bagian bawah Miosen Tengah bagian atas. Lingkungan pengendapan, dataran delta, tebal m. Formasi Pulau Balang terdiri atas perselingan antara greywacke dan batupasir kuarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara dan tuf dasit. Batupasir greywacke, kelabu kehijauan, padat, tebal 0,5-1 m. Batupasir kuarsa, kelabu kemerahan, setempat tufan dan gampingan, tebal 15-60cm. Batugamping, coklat muda kekuningan, foraminifera besar, sebagai sisipan atau lensa dalam batupasir kuarsa, tebal 10-40cm. Umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung kelabu kehitaman, tebal 1-2cm, setempat berselingan dengan batubara tebal sampai 4 m. Tufa dasit merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa Geologi Wilayah penambangan PT. Indominco termasuk dalam cekungan Kutai. Litologi di wilayah ini merupakan endapan sedimen berumur Miosen da Pliosen yang mendasari daerah Kalimatan Timur, terlipat menjadi beberapa antiklin dan sinklin berarah utara hingga timur laut membentuk Antiklinorium Samarinda. 2-1

13 Daerah Bontang terletak di pinggir timur struktur ini. Secara garis besar terdapat lima (5) kelompok batuan. Satu dari lima kelompok batuan tersebut adalah Formasi Kampung Baru yang berumur Miosen Tengah sampai Pliosen. Kelompok iini dibedakan atas Formasi Tanjungbaru dan Formasi Sepinggan. Dari kelima kelompok batuan tersebut hanya kelompok Kampungbaru yang mempunyai peranan penting bagi pembentukan akifer tertekan pada daerah satuan bermorfologi dataran. Hal ini disebabkan oleh sifat batuan penyusunnya yang lurus air, dank arena penyebarannya mendominasi bagian timur daerah penyelidikan. Kelompok Kampungbaru ini sangat mendukung terbentuknya akifer tertekan. Gambar 2-1. Peta Geologi Daerah Penelitian 2-2

14 Hidrologi dan Hidrogeologi Tata Sungai Aliran sungai umumnya berasal dari daerah bermorfologi perbukitan terjal dibagian barat menuju ke daerah bermorfologi perbukitan landai (dan ke daerah di bagian timur). Sungai utama yang mengalir di daerah ini adalah Sungai Santan yang terdapat di bagian selatan, mengalir dari baratke timur. Sungai Palakan mengalir dari utara kea rah selatan bermuaa di Sungai Santan, Sungai Bontang terletak dibagian tengah daerah penelitian mengalir dari barat ke timir, sementara Sungai Kenibungan terletak di bagian utara mengalir dari barat ke timur. Permasalahan air bawah tanah dan permukaa perlu dipertimbangkan karena permeability rendah, curah hujan tinggi (rata-rata tahunan) dan beberapa aliran akan bermuara ke Sungai Bontang dan Sungai Santan dimana melewati kawasan permukiman sehingga perlu penanganan lebih hati-hati supaya tidak menimbulkan bencana di daerah aliran sungai tersebut. Sungai di Blok Timur berpola sub parallel dendritik terletak pada satuan morfologi perbukitan berlereng terjal, dengan lembah berbentuk V yang sempit dan arah erosi vertical, batuan penyusun homogeny yang dominan batu lempung berstadia muda dewasa, misalnya Sungai Palakan dan Sungai Bontang bagian hulu. Sungai Blok Barat yang berpola subparallel dendritik terletak pada satuan morfologi perbukitan berlereng landai, batuan penyusun homogendidominasi batupasir, pada umumnya mempunyai lembah yang cukup lebar termasuk berstadia dewasa. Sedang sungai Santan bagian hilir sudah bermeander dengan arah erosi ke samping dan bentuk lembah mencerminkan stadia dewasa tua. 2-3

15 Sistem dan Produktivitas Akuifer Batuan penyusun daerah penelitian atau 5 kelompok meliputi formasi pemaluan, formasi Pulubalang, formasi Balikpapan, formasi Kampong Baru, dan endapan alluvia. Tiap kelompok batuan tersebut mempunyai sistem akuifer yang berbeda tergantung pada komposisi batuan penyusunnya, sehingga produktivitasnya juga berbeda. Secara umum sistem dan produktivitas akuifer beberapa kelompok batuan yang penting, dapat diuraikan seperti dibawah ini : - Formasi Pulubalang tersusun oleh perselingan antara batupasir kuarsa dengan batulanau dan kadang-kadang terdapat batu gamping dan batu lempung. Sistem akuifer berupa ruang antar butir dan celah, kelulusan secara umum sedang dengan produktivitas terhadap air tanah termasuk sedang - Formasi Balikpapan tersusun oleh batu pasir, perselingan antara batu pasir kuarsa dengan batu lanau dan kadang-kadang terdapat batu gamping dan batu lempung. Sistem akuifer berupa ruang antar butir dan celah, kelulusan secara umum sedang tinggi dengan produktivitas terhadap air tanah termasuk sedang tinggi - Formasi Kampung Baru terdiri atas perselingan antara serpih, lempung, batu lanau, pasir dan baubara. Sistem akuifer berupa celah dan ruang antar butir dengan kelulusan rendah sampai sedang sehingga produktivitasnya kecil sampai sedang. - Endapan alluvial tersusun oleh lempung, pasir, kerikil dan sisa tumbuhan. Sistem akuifer termasuk ruang antar butir dengan kelulusan rendah sampai tinggi tetapi umunya mempunyai produktivitas kecil. Penyusun bahan di Bolk Timur termasuk dalam formasi Pulubalang, didominasi oleh batu lanau, perselingan batu pasir dengan batu lanau dan kadang-kadang 2-4

16 batu gamping. Sistem dan produktivitas akuifer di Blok Timur dengan kelulusan rendah sampai sedang sehingga produktivitasnya kecil sampai sedang. Penyusun batuan di Blok Barat termasuk dalam formasi Balikpapan, didominasi oleh batu pasir, perselingan batu pasir dengan batu lanau dan kadang-kadang batu gamping. Sistem dan produktivitas akuifer di Blok Barat dengan kelulusan sedang tinggi sehingga produktivitasnga sedang-tinggi. Gambar 2 2. Peta Hidrogeologi Daerah Penelitian 2-5

17 BAB III TINJAUAN TEORI Secara hidrologis air dibawah tanah dapat dibedakan menjadi air pada daerah yang tak jenuh dan air pada daerah jenuh air. Daerah tak jenuh umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan antara material padatan, air dalam bentuk air absorpsi, air kapiler dan air infiltrasi, serta gas/udara daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler, air yang berada pada daerah jenuh disebut air tanah Beberapa istilah penting: 1. Aquifer adalah lapisan batuan/tanah yang permeable atau lulus, sehingga dapat meluluskan air. Tiga tipe aquifer yang dikenal adalah : - Aquifer pori yang kelulusannya disebabkan oleh pori-pori diantara butir-butir padatan; umumnya lapisan sedimen. - Aquifer rekahan yang kelulusannya dipengaruhi oleh rekahanrekahan yang terdapat pada lapisan batuan : umumnya batuan beku. - Karst aquifer yang merupakan lapisan batu gamping. 2. Aquifuge adalah lapisan batuan atau tanah yang impermeable/tidak lulus air sehingga tidak memeliki kemampuan untuk menyimpan dan meluluskan air 3. Aquiclude adalah lapisan batuan atau tanah yang dapat menyimpan air tetapi tidak dapat mengalirkannya 4. Aquitard merupakan aquifer yang secara regional mempengaruhi neraca air tetapi tidak cukup untuk dapat dimanfaatkan. Sifat-sifat Aquifer 1. Porositas/kesarangan Lapisan tanah yang porous memiliki ruang-ruang di antara butir butir padatannya ruang-ruang itu disebut pori dan berisi fluida (cairan atau gas). Jika V adalah volume medium porous, adalah volume padatan 3-1

18 dan V F adalah volume ruang/pori, maka n = VF/V Porositas atau kesarangan volume dan umumnya dinyatakan dalam %. 2. Permeabilitas/kelulusan Permeabilitas adalah sifat spesifik dari suatu médium padat, dalam hal ini lapisan batuan untuk meluluskan fluida (cairan atau gas) Percobaan yang dilakukan oleh DARCY pada tahun 1856 menggambarkan aliran air tanah serta pengertian tentang permeabilitas, yang dikenal sebagai hukum DARCY Q = - K F ch/dl Dengan Q adalah jumlah air yang mengalir melalui suatu satuan luas f dengan gradean hidrolik sebesar dh/dl. Faktor proposionalitas K disebut permeabilitas atau konduktivitashidrolik yang memiliki satuan m/s. Harga permeabilitas begantungpada ruang/pora sifat cairan dan gravitasi berapa conto harga permeabilitas dapat di;ihat pada tabel VI 3. Transmisibilitas THEIS (1935) yang pertama kali mengajukan istilah transmisivitas atau transmisibilitas untuk menggambarkan sifat transportasi dari aquifer. Transmisivitas atau transmisibilitas untuk menggambarkan sifat transportasi dari aquifer. Transmisibilitas (m 2 /s) pada suatu médium porous yang isotrop dan cairan yang homogen menggambarkan jumlah cairan dengan viskositas dan gradien hidrolik tertentu yang mengalir tegak lurus melalui suatu bidang selebar 1 m dan setinggi ketebalan lapisan jenuh/aquifer. 3-2

19 h 1-h 2 P 1/y F 2 L P 2/y Q h 1 h 1 V Z 1 Standar F 1 Gambar. 10 Q Skema Percobaan Darcy Z 2 Gambar 3.1 Skema Percobaan Darcy Tabel 3.1 Beberapa Harga Permeabilitas K [m/s] Kerikil Pasir Pasir halus/lempungan Kaolinit 10-8 montmorillonit Jadi transmisibilitas (T) merupakan hasil perkalian dari permeabilitas K dengan ketebalan lapisan jenuh m : T = K dm = K m 3-3

20 Aquifer 1 m Aliran Air tanah m Untuk T : Lebar 1 m, tinggi = ketebalan aquifer Untuk K : Lebar 1 m, tinggi 1 m Gambar 3.2 Skema untuk menggambarkan pengertian Permeabilitas dan transmisibilitas 4. Storage Coefficient dan Specific Yield Koefisien penyimpanan (storage coefficient ) adalah suatu perbandingan antara volumen air yang dikeluarkan dari atau dimasukkan ke dalam aquifer melalui suatu satuan luas sebesar 1 m 2 jika terjadi perubahan muka air tanah sebesar 1 m dengan volumen 1 m 3. Untuk aquifer bebas definisi diatas disebut specific yield 3-4

21 Drawdow s Drawdow s m m Gambar 3.3. Koefesien Penyimpanan Jenis-jenis Aquifer Pori 1. Aquifer tertekan (contined aquifer) Aquifer tertekan (contined aquifer) merupakan lapisan permeabel yang sepenuhnya jeuh oleh air dandibatasi oleh lapisan-lapisan impermeabel (confining beds) baik dibagian atas maupun dibagian bawahnya air yang berada di dalam aquifer tersebut berada dalam kondisi tertekan sehingga jika terdapat sumur yang menembus aquifer tersebut muka air tanah pada sumur tersebut akan lebih tinggi dari batas aquifer. Bila air pada sumur tersebut lebih tinggi dari pada permukaan tanah, maka disebut aquifer yang artesis. 2. Aquifer Setengah Tertekan (sami confined aquifer) Aquifer setengah tertekan atau disebut juga leaky aquifer merupakan lapisan yang jenuh air dan pada bagian atasnya dibatasi oleh lapisan yang semi-permeabel dan pada bagian bawah dibatasi oleh lapisan 3-5

22 impermeabel atau juga semi-permeabel. Pada aquifer ini dapat terjadi aliran air dengan arah vertical antara aquifer dan lapisan semipermwabel di atasnya fenomena ini disebut leakage. 3. Aquifer setengah bebas (semi-uncunfined aquifer) Jika lapisan sewmi-permeabel yang berada diatas aquifer memiliki permeabilitas yang cukup besar sehingga aliran horizontal pada lapisan tersebut tidak dapat diabaikan maka aquifer tersebut disebut aquifer setengah bebas. 4. Aquifer Bebas (unconfined aquifer) Pada aquifer ini hanya sebagain dari ketebalan lapisan yang permeabel yang terisi oleh air atau jenuh air. Lapisan tersebut dibatasi oleh lapisan impermeabel di bawahnya batas atas aquifer berbentuk muka air tanah yang dalam keadaan setimbang dengan tekanan udara. tertekan semi tertekan K = O m K < < K m K m K Tidak permeabel Berbutir halus Semi permeabel Aquifer semi bebas semi bebas K < < K K = K m K m Muka air piezometrik Muka air Berbutir halus Gambar 3.4 Jenis jenis Aquifer 3-6

23 Uji Aquifer Untuk mengetahui karakteristik hidrolik aquifer serta potensi air tanah maka perlu dilakukan pengujian. Jenis-jenis pengujian yang umum dilakukan a. Pengujian untuk menentukan permeabilitas/konduktivitas hidrolik K dari satu lubang bor (1) Falling Head Test Pertama-tam air di isikan pada sumur sehingga muka air dalam sumur lebih tinggi dari muka air tanah. Peneurunan muka air terhadap waktu dicatat cara perhitungan lihat lembar formulir untuk falling head permeability test (2) Constant head permeability test Cara pengujian ini umumnya dilakukan pada sumur-sumur yang dalam atau miring (inclinec) dan dianggap lebih akurat bila dibandingkan falling head test Cara ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : - Muka air pada sumur dibuat tetap pada tinggi tertentu dari tinggi muka air tanah awal, atau - Dengan merupakan air dengan tekanan, kezona yang akan dites menggunakan packer b. Uji pemompaan merupakan alat bantú yang terpenting dalam penyelidikan hidrogeologi. Dengan cara ini dapat ditentukan karakteristik kapasitas sumur (well test dan parameterhidrolik) dari aquifer ( aquifer test ). Untuk pengujian ini diperlukan satu sumur pemompaan dan paling sedikit sumur pengamat. Padasaat pemompaan muka air tanah baik pada sumur maupun pada sumur pengamat di ukur. 3-7

24 Jika sebuah sumur yang dipompa dengan debit konstan maka akan terbentu sebuah kerucut penurunan muka air tanah yang pada waktu t mencapaijarak jarak maksimal. Pada keadaan ini terdapat 2 macam kondisi yang mungkin terjadi yaitu : - Kondisi unsteady atau tidak stasioner dimana muka air tanah merupakan fungsi dari waktu - Kondisi steady atau stasioner dimana muka air tanah konstan terhadap waktu. 3. Pengujian Sumur Untuk suatu sumur produksi yang telah selesai perlu dilakukan well test yang bertujuan untuk memeriksa kondisi sumur tersebu. Dalam pengujian ini pemompaan umumnya dilakukan secara bertahap (step draw down test) well loss dapat dilakukan dengan rumus : Well loss = CQ 2 (m) Dimana : C = konstanta well loss ( detik 2 /m 3 ) = s / Q - / Q = Debit Pemompaan (m 3 /detik ) Pada sumur yang baik, sumur tersebut akan stabil dan harga C akan konstan selama step drawdown test jika C selalu berubah berarti sumur tidak stabil. Produktivitas sumur ditentukan oleh kapasitas spesifiknya kapasitas yang tinggi umumnya menunjukkan transmissibilitas yang tinggi, demikian pula sebaliknya. Kapasitas spesifik ; Q/S Dimana : Q = detik pemompaan ( m 3 / s ) S = penurunan muka air tanah (m) 3-8

25 equipotential equipotential 3. Uji Aquifer 1. Aquifer tertekan - kondisi unsteady a. Cara cooper Jacob P`P 2m P`P F = F` F F m a t awal F` A F` Stromfaden m a B Lapisan permeabel 2m P`P P`P F = F` F F m a t awal F` A F` Stromfaden m b B Zone aufsteigender C Wasserbewegung Lapisan permeabel Gambar 3.5 Gambaran Skematis Suatu Uji Pemompaan b. Metoda recovery dari Theis & Jacob 3-9

26 2. Aquifer tertekan kondisi steady r 2 s 2 r 1 Q m.a piezometrik s 1 h 2 h 1 m Gambar 3.6 Penurunan muka air pada aquifer tertekan 3. Aquifer bebas - Cara depuit theim r 2 r 1 Q ₀ ₀ s 2 ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ m.a.t ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ s 1 ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ h ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ 2 h 1 ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ m ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ ₀ Gambar 3.7 Penurunan muka air pada aquifer bebas 3-10

27 Penirisan Tambang Penanganan masalah air dalam suatu tambang dapat dibedakan : 1. Mine Drainage yang merupakan upaya untuk mencegah masuk mengalirnya air ketempat pengaliran. Hal ini umumnya dilakukan untuk penenganan air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan ( sungai, danau, dan lain-lain) 2. Mine Dewatering yang merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke tempat penggalian. Air Permukaan Sumber utama air permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan curah hujan yang relatif tinggi pada tambang di Indonesia berakibat penting penanganan air hujan yang baik agar produktivitas tambang tidak menurun. 1. Saluran Air Saluran air di tambang berfungsi untuk menampung lipasan permukaan pada suatu daerah dan mengalirkannya ke tempat pengumpulan (sumuran) atau tempat lainny. Untuk menghitung jumlah air/limpasan permukaan dari suatu daerah dapat digunakan rumus rasional yaitu : Q = 1,278 C I A Dengan Q = debit ( m 3 /s ) C = Koefisien limpasan I = intensitas hujan ( mm/ h ) A = luas daerah ( km 2 ) 3-11

28 Beberapa asumsi dalam penggunaan rumus ini adalah : - Frekkuensi hujan = frekuensi limpasan - Hujan terdistribusi secara merata seluruh daerah - Debit maksimal merupakan fungsi intensitas hujan dan tercapai pada akhir waktu konsentrasi Dengan demikian penggunaan rumus ini hanya terbatas pada suatu daerah yang relatif kecil dan homogen persyaratan ini umumnya di penuhi oleh daerahdaerah tambang terbuka waktu konsentrat dapat dihitung dengan rumusan dari KIRPICH, Yaitu : T 1 = 0,0195 L Dengan : tc = waktu konsentrat ( menit ) L = arak terjauh dalam daerah pengaliran ke titik perhitungan ( m ) S = Gradien Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan, intersitas, dan lamanya hujan. Koefisien ini merupakan suatu konstanta yang menggambarkan dampak proses infiltrasi, penggunaan retention dan intersepsi pada daerah tersebut. Dalam merancang bentuk dan dimentasi saluran air, perlu dilakukan análisis sehingga saluran air tersebut dapat memenuhi hal-hal berikut : - Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan - Kecepatan air sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan/sedimentasi - Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran ( erosi ) - Kemudian dalam penggalian Bentuk penampang saluran seluruh air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya 3-12

29 saluran air dengan penampang segi empat atau segi tiga umumnya untuk debit kecil sedangkan penampang trapesium untuk debit yang besar. Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan dengan rumus Manning Q = R S A Q = A S N P Dengan : Q = debit R = jari-jari hidrolik = A/P S = Gradien A = luas penampang basah P = keliling basah n = koefisien kekasaran manning, yang menunjukkan kekasaran dinding saluran Dimensi penampang yang paling efisien yaitu dapat mengalirkan debit yang maksimum untuk suatu luas penampang basah tertentu diperoleh jika P mínimum dimensi penampang yang paling efisien untuk beberapa bentuk saluran air adalah sbb : 1). Penampang segitiga Sudut tengah = 90º z = 1 A = h 2 P = 2 h h R =

30 2). Penampang segi empat B = 2 h A = 2 h 2 P = 4 h R = h 3). Penapang trapesium Q = 60 o z = B = 2 h A = ( B + z ) h R = 3-14

31 o 1 h A 1 Z Z o h B P o 1 Z 90 B h 1 Z Gambar 3.8 Beberapa Penampang Saluran Air 2. Sumuran ( Sump ) Sumuran berfungsi sebagai penampung air sebelum dipompa ke luar tambang dengan demikian dimensi ini sangat tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari sumuran. Jumlah air yang masuk kedalam sumuran merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran jumlah 3-15

32 limpasan permukaan yang langsung mengalir ke sumuran dan curah hujan yang jatuh di sumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap sebagai kapasitas pompa, karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan melakukan optimasi antar infut ( masukan ) dan output ( keluaran ) maka dapat ditentukan dimensi sumuran. B. Air Tanah Pengaruh air tanah pada tambang terbuka selain dari tergenangnya permukaan kerja karena aliran air tanah adalah pengaruhnya pada kestabilan baik lereng tambang maupun lantai tambang, jika terdapat aquifer tertekan. Metoda penirisan untuk air tanah sangat tergantung kondisi air tanah serta aquifer di daerah tersebut. Beberapa Metoda Yang Dikenal Adalah a. Lubang penirisan horizontal Keuntungan cara ini adalah : - Relatif dengan cepat dan mudah dibuat - Penirisan berdasarkan gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa - Hanya memerlukan perawatan yangminimal - Fleksibel terhadap perubahan struktur geologi b. Sumur penirisan Vartikel Keuntungan cara ini adalah : - Dapat dibuat sebelum penggalian dimulai - Instalasinga tidak mengganggu kegiatan produksi - Pre-mining dranainage akan mengurangi biaya peledakan dan pengangkutan - Air yang yangdipompa dapat dimanfaatkan 3-16

33 Kerugian - Modal awal untuk perawatan - Jika terjadi kemacetan akan mengakibatkan tekanan air tanah. 3-17

34 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penyelidikan Daerah penyelidikan secara hidrogeologis dinamakan Cekungan Airtanah Kalimantan timur dengan batas-batas : di sebelah utara adalah pemisah air permukaan (surface water divide) yang kedudukannya mendekati sumbu antiklin Mentawir, di sebelah barat adalah Teluk Balikpapan, di sebelah selatan dan timur adalah Selat Makasar. Sistem akuifer utama cekungan Airtanah dibentuk oleh endapan aluvial, dengan sistem aliran airtanah melalui ruang antar butir dan gabungan antara celahan dan ruang antar butir. Jenisnya terdiri atas akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer) atau akuifer dangkal (shallow aquifer) dan akuifer tertekan (confined aquifer) atau akuifer dalam (deep aquifer). Aliran airtanah pada sistem akuifer dangkal secara umum dikontrol oleh kondisi morfologi setempat; di daerah pantai menuju ke arah garis pantai. Pada sistem akuifer dalam, berdasarkan data sumur-sumurbor yang tersedia dan terkonsentrasikan di sekitar daerah penyelidikan, aliran airtanah menuju ke arah selatan. Jumlah airtanah di daerah ini, berdasarkan hasil penghitungan dengan metode neraca air, sekitar 197,8 juta m3/tahun atau sekitar 16 % dari curah hujan tahunan di cekungan. Sebagian dari jumlah airtanah tersebut mengalir secara wajar pada sistem akuifer dalam sebesar 15,3 juta m3/tahun. Daerah imbuh (recharge area) sistem akuifer dalam itu terletak di bagian utara daerah penyelidikan dan sekitarnya. Berdasarkan jumlah, mutu, dan kedudukan muka airtanah pada setiap sistem akuifer utama, daerah penyelidikan dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah potensi airtanah, yakni: 4-1

35 4.2. Wilayah Potensi Airtanah Sedang pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati daerah sepanjang pantai selatan yang membentang dari bagian barat sampai di timur, serta di utara yang mendekati batas pemisah air permukaan.- Akuifer dangkal berkedudukan antara 1,0-20 meter di bawah muka tanah setempat (mbmt), kedalaman sumurgali antara 1,5 6,3 mbmt, kedudukan muka airtanah statis (MAS) antara 0,2 3,8 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0-3,5 m, harga kelulusan (K) antara 1,8 x ,6 x 10-3 cm/dtk, harga keterusan (T) antara 10,1-37,7 m2/hari, debit jenis (Qs) antara 0,17-0,21 l/dtk/m, debit optimum (Qopt) antara 2,2 3,5 l/dtk, mutu airtanah cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara mbmt, MAS sekitar 3,8 29 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara m2/hari, Qs antara 0,54-0,80 l/dtk/m, Qopt antara 5,4-12 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang disarankan untuk air minum Wilayah Potensi Airtanah Kecil pada Akuifer Dangkal dan Sedang pada Akuifer Dalam Wilayah ini menempati bagian sayap Antiklin Klandasan dan Mentawir. Akuifer dangkal berkedudukan antara 0,9-17,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-16,7 m2/hari, Qs antara 0,17-0,21 l/dtk/m, Qopt antara 1,2-1,7 l/dtk, mutu airtanah akuifer ini umumnya memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berada pada kedudukan antara mbmt, MAS sekitar 3,7-70,0 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 10,5-35,8 m2/hari, Qs antara 0,35-0,54 l/dtk/m, Qopt antara 3,5-8,1 l/dtk, mutu airtanah 4-2

36 umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang tidak disarankan untuk air minum Wilayah Potensi Airtanah Rendah pada Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam Wilayah ini menempati inti Sinklin Wain dan sekitarnya yang berada di bagian tengah daerah penyelidikan. Akuifer dangkal diperkirakan berkedudukan antara 1,1-20,0 mbmt, kedalaman sumurgali antara 1,5 hingga lebih dari 5,0 mbmt, MAS antara 0,25 Â 13,00 mbmt, fluktuasi muka airtanah antara 1,0 5,0 m, K antara x 10-2 cm/dtk, T antara 0,7-1,26 m2/hari, Qs antara 0,16-0,21 l/dtk/m, Qopt < 2,0 l/dtk, mutu airtanah umumnya cukup memenuhi kriteria sebagai sumber air minum. Akuifer dalam berkedudukan mbmt namun umumnya lebih dalam dari 150 mbmt, MAS sekitar 0,02-1,59 mbmt, K antara x 10-2 cm/dtk, T sekitar 30 m2/hari, Qs lebih kecil dari 0,3 l/dtk/m, Qopt < 2 l/dtk, mutu airtanah umumnya mengandung besi dengan konsentrasi di atas ambang batas yang tidak disarankan untuk air minum Rancangan Drainase Berdasarkan hasil observasi lapangan dan analisis perhitungan dapat diketahui bahwa tipe material untuk saluran adalah saluran (channel) natural artinya saluran tanah/batuan yang ada (clean, winding stream). Nilai koefisien kekasaran (manning roughness coefficient) untuk natural stream channels adalah (n) = Perhitungan kedalaman aliran pada saluran trapezoidal mempunyai koefisien manning rughness (n) = 0,040 (untuk kanal yang alami), S = 0,07, y = 1/ 3 = dan Q = 1,106 m 3 /s Dengan metoda pemecaham dengan perhitungan kedalaman (d), lihat gambar

37 d d m Bw m m B m m A m 2 Dimana, θ = 60 B =1.40 m d = 0.60 m θ = 60 1 Bw = 0.70 m z Gambar 4.1 Dimensi Bentuk Aliran Berdasarkan kepada aliran air (flow rate) kedalam saluran air dan perhitungan ukuran saluran air, dimana B =1,40 m; Bw = 0,70 m; d = 0,60 m; A = 0,624 m 2 ; θ = 60º. Based on flow rate (Q) into channel and calculation of dimension channel, is; B = 1.40 m; Bw = 0.70 m; d = 0.60 m; A = m 2 ; Θ = 60. If that dimension channel incomparable with actual dimension channel, that dimension from actual channel is secure from flow rate (Q). Various dimension of open channel, see table

38 Type Channel Actual dimension of channel TABEL 4-2 Ukuran Dari Saluran Air Terbuka Depth (d, m) Top Width (B, m) Bottom Width (Bw, m) Wide (A, m 2 ) Slope Θ Natural stream channel Concrete channel Measurement

39 BAB V METODOLOGI 5.1. Metodologi Kegiatan Metoda dalam kegiatan penelitian yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pengambilan data primer dan sekunder, kompilasi data primer dan data sekunder, pengolahan dan diskusi serta pembahasan untuk mendapatkan kesimpulan. 1. Pengumpulan data primer : a. Pengukuran daerah aliran sungai sekitar tambang b. Pengamatan/penentuan posisi sumur sekitar tambang c. Survey hidrogelogi di tambang d. Pengambilan contoh batuan di tambang e. Pengujian kualitas batuan (porositas, permeabilitas dll.) 2. Pengumpulan data sekunder : a. Peta topografi, geologi dan hidrogeologi daerah penelitian dan sekitarnya b. Data curah hujan c. Kualitas air di sekitar tambang d. Data tambang (luas bukaan, litologi, struktur, kemiringan akifer, drainase. Dll.) e. Data pumping test lubang bor di sekitar tambang. 3. Pengolahan data : a. Potensi dan jenis akifer 5-1

40 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Hasil penyelidikan hidrogeologi tahap awal menunjukkan bahwa akuifer cukup produktif dibentuk oleh endapan alluvial. Namun tidak di semua tempat yang disusun oleh ketiga satuan batuan tersebut dijumpai kandungan airtanah dalam jumlah yang sama karena tergantung dari tebal akuifer, koefisien kelulusan batuan, dan intensitas celahannya. 6.2 Saran 1. Dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan pengambilan airtanah, baik untuk pemanfaatannya sebagai sumber air bersih maupun sebagai cara untuk mengatasi masalah dalam kegiatan penambangan batubara (dewatering), perlu dibarengi dengan upaya-upaya pemulihan potensinya agar sumber daya airtanah tetap terjamin kelestariannya. 2. Singkapan akuifer (aquifer outcrop) utama yang telah diidentifikasi sebagai daerah imbuh airtanah (groundwater recharge area) perlu dijadikan kawasan lindung, sehingga kegiatan pengambilan airtanah untuk tujuan apapun di kawasan tersebut harus dihindari. 3. Penyelidikan hidrogeologi lanjutan bersifat rinci perlu dilakukan, baik dalam rangka upaya pengembangan pemanfaatan airtanah. 6-1

41 DAFTAR PUSTAKA 1. Cannet * 1977 ) Pit Slop Chapter 4 Grounwate 2. Dyck & Peschke ( 1983 ) Grundlagen der Hydrolgie Ernst & Sohn, Berlin 3. Langguth & Voigt ( 1980 ) Hydrogeologische Methoden Springer Verlag, Berlin Heidelberg, New York 4. Matthes & Ubell ( 1983 ) Algameine Hydrologie Grundwasserhaushalt, Gebruader Bornttraeger, Berlin Stuttgart 5. Rangga Raju ( 1981 ) Flow Troughh Open Channel Tata MC Graw- Hill Publishing Company Ltd, New Delhi 6. Sosrodarsono & Takeda ( 1977 ) Hidrologi Untuk Pengairan PT. Pradnya Paramita, Jakarta 3-1

42 HIDROLOGI Air secara keseluruhan dibumi ini diperkirakan berjumlah 1386 juta km 3 yang didistribusikan dapat dilihat pada tabel 1. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 2,5 km 3. Berupa air tawar dan hanya sekitar 220 ribu km 3 diantaranya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tabel. 1 Jumlah Air Dibumi Suatu bagian dari jumlah air keseluruhan diatas mengalami proses yang membentuk daur, dimana air mengalami perubahan bentuk dan tempat. Melalui penguapan air berubah menjadi uap dan naik ke atmospir setelah mengalami transport dan kondensasi uap air tersebut akan jatuh ke bumi dalam bentuk presipitasi ( hujan, embun dan salju ). Air yang jatuh didaratan sebagaian akan menguap, sebagian lagi akan mersap ke dalam tanah dan bagian lainnya akan mengalir di permukaan menuju ke sungai dan seterusnya ke laut, daur ini disebut daur hidrologi atau daur air dan dapat digambarkan seperti pada Gambar. 1 Gambar. 1 Daur Hidrologi 3 3-2

43 Daur air dibumi ini menggambarkan suatu sistem transport yang maha besar dengan matahari sebagai penggerakannya dan atmosfir sebagai mesinnya. Disamping itu atmospir merupakan peralatan destilasi raksasa yang secara terus menerus menghasilkan air tawar dari air laut. Pada umumnya proses-proses yang berkaitan dengan daur air merupakan proses yang periodic terhadap rang dan waktu yang bergantung pada pergerakan bumi terhadap matahari dan rotasi bumi pada porosnya. Dengan demikian proses-proses tersebut sangat erat kaitannya dengan sistem cuaca dibumi, yang secara skematis digambarkan pada gambar. 2 Cadangan air yang penting bagi manusia adalah air-air permukaan, seperti sungai dan danau. dan air tanah pada zona yang aktif, hal tersebut disebabkan oleh pertambangan ketersediaan dan pembaharuannya, secara kuantitatif daur air digambarkan dalam neraca air yang merupakan fungsi dari ruang dan waktu. Dalamneraca air digambarkan hubungan antara presipitasi ( P ) penguapan ( E ) limpasan R dan perubahan penyimpanan ( ds ) sbb : P = E + R + ds Sebagai gambaran, pada tabel II terlihat beberapa harga komponen hidrologi di bumi Gambar. 2 Sistem Cuaca Dunia 5 3-3

44 Tabel. II Komponen Neraca Air Dunia A. CURAH HUJAN Uap air di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh ke bumi secara umum disebut presipitasi, yang dapat berbentuk hujan, salju, hujan es dan embun. Satuan curah hujan adalah mm yang berarti jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas, dengan demikian 1 mm adalah 1 liter per m 2. Derajat curah hujan dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu dan disebut intensitas hujan. Hubungan antara derajat, keadaan dan intensitas hujan terlihat pada tabel III dan IV. Tabel. III Derajat Dan Intensitas Hujan Tabel. IV Keadaan Dan Intensitas Curah Hujan Berdasarkan pergerakan udara penyebab turunnya hujan dapat di bedakan tiga tipe yaitu : 3-4

45 1. Hujan konvektif yang diakibatkan oleh naiknya udara panas ke daerah udara dingin, udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensitas. Hujan tipe ini umumnya berjangka waktu pendek, daerah tujuannya terbatas dan intensitasnya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai sangat lebat, tipe hujan ini sering ditemui di daerah khatulistiwa. 2. Hujan orografis yang terjadi di daerah pegunungan yang disebabkan oleh naiknya masa udara lemba karena punggung pegunungan. 3. Hujan siklon yang berhubungan dengan front udara ( Front udara panas dan Front Udara dingin ). a. Pengukuran Curah Hujan Pengukuran curah hujan dilakukan dengan menggunakan alat penakar hujan, yang dapat dibedakan menjadi ( Lihat Gambar. 3 ) - Alat penakar hujan biasa yang mempunyai luas bukaan sebesar 200 cm 2 dan diletakkan kurang lebih 1 m dari permukaan tanah Diletakkan kurang lebih 1 m dari permukaan tanah - Alat penakar hujan otomatis Dengan alat penakar hujan biasa pengukuran umumnya dilakukan sekali dalam sehari, biasanya pada pukul dengan demikian akan dihasilkan curah hujan harian. Alat penakar hujan otomatis melakukan pengukuran secara berkesinambungan, pencatatan dilakukan otomatis hingga dihasilkan data intensitas hujan yang akurat. 3-5

46 Gambar. 3 Alat Penakar Hujan ( a = Alat penakar hujan biasa B = Alat penakar hujan otomatis ). Pertimbangan pertimbangan dalam penempatan alat penakar hujan adalah : - Alat harus diletakan di tempat yang terbuka, yang bebas dari pengaruh pohon dan gedung; stándar yang ditetapkan oleh WMO (World Meteological Organisation ). Adalah : d > 4 h dengan h = tinggi pohon atau gedung dan d = jaraknya dengan alat penakar hujan - Sedapat mungkin dihindarkan tempat dengan angin yang kencang - Juga dihindari daerah arus naik. - b. Analisa Data Curah Hujan Data curah hujan umumnya disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan dan tahunan dapat dilakukan dalam bentuk label dan grafik Analisa data curah hujan sangat bergantung kegunaa hasil analisa, pada umumnya diperlukan data pengukuran jangka panjang karena komponen cuaca dan hidrologi mempunyai sifat periodik. 1. Curah Hujan Suatu Daerah 3-6

47 Distribusi curah hujan di suatu daerah bergantung pada jenis hujan, morfologi daerah tersebut serta interval/selang waktu yang diamati Curah hujan suatu daerah ditentukan berdasarkan data pengukuran statsion-statsion pengukuran yang terdapat di daerah tersebut dan sekitarnya. Beberapa metode perhitungan curah hujan suatu daerah adalah sbb : a. Metode rata-rata aritmatis Metode ini hanya baik untuk diterapkan pada daerah yang datar dengan titik pengukuran yang terdistribusi baik serta perbedaan harga rata-ratanya tidak terlalu besar P = /n Dengan P1 = curah hujan suatu statsion pengukuran dan n = jumlah statsion b. Metode Poligon ( metode thiessen ). Dengan metode ini daerah yang akan dihitung curah hujannya dibagi menjadi daerah-daerah pengaruh setiap statsion pengukuran. P = = Dengan A1 = luas daerah pengaruh statsion ybs dan A t = luas daerah total c. Metode Isohyet 3-7

48 Daris isohyets adalah garis yang menghubungkan titk-titik dengan curah hujan yang sama. Dengan metode ini luas daerah di antara dua garis isohyets dihitung curah hujan daerah tersebut adalah harga rata-rata dari kedua garis sama dengan rumus untuk metode polygon Cara ini memerlukan waktu yang cukup panjang terutama dalam menyiapkan peta isohyets, dilain pihak ini member kemungkinan untuk memperhitungkan factor-faktor yang berpengaruh pada curah hujan, seperti morfologi dll. d. Metode Kurva Hypsometri Metode ini dapat digunakan pada daerah dimana variasi curah hujan terhadapa ketinggian dapat diabaikan. Untuk metode ini diperlukan analis yang berpengalaman dan hanya untuk suatu interval/selang waktu hujan yang panjang. 2. Periode Ulang Curah hujan akan menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Hal ini akan terlihat jika data yang dianalisis mencakup suatu jangka waktu yang panjang misalnya 30 tahun, sehubungan dengan hal tersebut dalam análisis curah hujan dikenal dengan perioda ulang tertentu atau curah hujan yang memiliki kemugnkinan akan terjadi sekali dalam suatu jangka waktu tertentu, satan perioda ulang adalah tahun. Dalam perancangan suatu bangunan air, atau dalam hal ini secara penirisan tambang, salah satu kriteria perancangan adalah hujan rencana yaitu curah hujan dengan perioda ulang tertentu atau curah hujan yang memiliki kemungkinan akan terjadi sekali salam suatu jangka waktu tertentu. Sebagai contoh suatu sumuran dirancang untuk hujan 10 tahunan. 3-8

49 Salah satu metoda untuk menganalisis curah hujan adalah metoda distribusi ekstrim I atau distribusi Gumbel contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran. Gambar. 4 Metoda PerhitunganCurah Hujan Suatu Daerah 3-9

50 3-10

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH Oleh : Budi Islam, Nendaryono, Fauzan, Hendro Supangkat,EkoPujianto, Suhendar, Iis Hayati, Rakhmanudin, Welly Gatsmir, Jajat

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 2 1.2 Maksud Dan Tujuan... 2 1.2.1 Maksud...

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK 98 BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan analisis terhadap lereng, pada kondisi MAT yang sama, nilai FK cenderung menurun seiring dengan semakin dalam dan terjalnya lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN Pengertian o Potamologi Air permukaan o o o Limnologi Air menggenang (danau, waduk) Kriologi Es dan salju Geohidrologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Umum Sekitar Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung selatan Sumatra, yang mana bagian selatan di batasi oleh Kabupaten

Lebih terperinci

Air Tanah. Air Tanah adalah

Air Tanah. Air Tanah adalah Air Tanah Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Air Tanah adalah pergerakan air dalam rongga pori batuan di bawah permukaan bumi dan merupakan bagian integral dari sistem hidrologi air yg

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi 1. Alur Siklus Geohidrologi Hidrogeologi dalam bahasa Inggris tertulis hydrogeology. Bila merujuk dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi (Toth, 1990) : Hydro à merupakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR KAJIAN POTENSI TAMBANG DALAM PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG DI DAERAH SUNGAI MERDEKA, KAB. KUTAI KARTANEGARA, PROV. KALIMANTAN TIMUR Rudy Gunradi 1 1 Kelompok Program Penelitian Konservasi SARI Sudah sejak

Lebih terperinci

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002) 5 termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di Teluk Jakarta (Turkandi et al 1992). Secara geografis, wilayah Jakarta terletak antara 5 o 19 12 6 o 23 54 LS dan 106 o 22 42 106 o 58 18 BT.

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif PT BJA berlokasi di Desa Sungai Payang, Dusun Beruak, Kecamatan Loakulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 4 BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Deskripsi ABT (Air Bawah Tanah) Keberadaan ABT (Air Bawah Tanah) sangat tergantung besarnya curah hujan dan besarnya air yang dapat meresap kedalam tanah.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI

BAB II TINJAUAN GEOLOGI BAB II TINJAUAN GEOLOGI II.1 GEOLOGI REGIONAL Kerangka tektonik Kalimantan Timur selain dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi Lempeng Pasifik, Hindia-Australia dan Eurasia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 8 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat CV Jasa Andhika Raya CV Jasa Andhika Raya (CV JAR) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pertambangan batubara dan berkedudukan di Desa Loa Ulung,

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang

BAB III TEORI DASAR. Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang BAB III TEORI DASAR 3.1 Hidrogeologi Hidrogeologi adalah bagian dari hidrologi (sub-surface hydrology) yang mempelajari distribusi dan gerakan aliran air di dalam tanah/batuan pada bagian kerak bumi dan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. No.190, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) KEGIATAN KEGIATAN PENYUSUNAN ZONA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) DI JAWA TENGAH DINAS

Lebih terperinci

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG

HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG HIDROGEOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TAMBANG HIDROGEOLOGI Definisi Hidrogeologi berasal dari kata hidro yang berarti air dan geologi yaitu ilmu yang memepelajari tentang batuan. Hidrogeologi adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di bumi, air yang berada di wilayah jenuh di bawah air permukaan tanah secara global, kira-kira sejumlah 1,3 1,4 milyard km3 air: 97,5 % adalah airlaut 1,75 % berbentuk

Lebih terperinci

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK Tujuan utama dari pemanfaatan air tanah adalah sebagai cadangan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih jika air permukaan sudah tidak memungkinkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Daerah penelitian saat ini sedang mengalami perkembangan pemukiman padat penduduk yang sangat pesat, peningkatan aktivitas industri, dan perambahan kawasan

Lebih terperinci

Cyclus hydrogeology

Cyclus hydrogeology Hydrogeology Cyclus hydrogeology Siklus hidrogeologi Geohidrologi Secara definitif dapat dikatakan merupakan suatu studi dari interaksi antara kerja kerangka batuan dan air tanah. Dalam prosesnya, studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses TINJAUAN PUSTAKA Intrusi Air Laut Intrusi atau penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan atau daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

Week 8 AKIFER DAN BERBAGAI PARAMETER HIDROLIKNYA

Week 8 AKIFER DAN BERBAGAI PARAMETER HIDROLIKNYA Week 8 AKIFER DAN BERBAGAI PARAMETER HIDROLIKNYA Reference: 1.Geological structures materials 2.Weight & Sonderegger, 2007, Manual of Applied Field Hydrogeology, McGraw-Hill online books 3.Mandel & Shiftan,

Lebih terperinci

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii

3,28x10 11, 7,10x10 12, 5,19x10 12, 4,95x10 12, 3,10x xviii Sari Metode penelitian yang dilakukan adalah survey geologi permukaan, pendataan klimatologi hidrologi dan hidrogeologi daerah telitian dan sekitarnya serta analisis air. Beberapa data diambil dari data

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Bumi terdiri dari air, 97,5% adalah air laut, 1,75% adalah berbentuk es, 0,73% berada didaratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap

Lebih terperinci

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian

Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian Bab II Kondisi Umum Daerah Penelitian II.1 Kesampaian Daerah Lokasi penelitian terletak di daerah Buanajaya dan sekitarnya yang secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Tenggarong Seberang,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Keadaan Geografi Daerah Penelitian 2.1.1 Lokasi Penambangan Daerah penyelidikan berdasarkan Keputusan Bupati Tebo Nomor : 210/ESDM/2010, tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Lembar Peta No. 1916-11 dan 1916-12) O l e h : Syufra Ilyas Subdit Batubara, DIM S A

Lebih terperinci

07. Bentangalam Fluvial

07. Bentangalam Fluvial TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 07. Bentangalam Fluvial Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Diantara planet-planet sekitarnya, Bumi

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Nomor : 1451 K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000 PEDOMAN TEKNIS EVALUASI POTENSI AIR BAWAH TANAH I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sumberdaya

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI 3.1 Sistem Airtanah

BAB III DASAR TEORI 3.1 Sistem Airtanah BAB III DASAR TEORI 3.1 Sistem Airtanah Keberadaan sumberdaya airtanah di alam menurut sistem tatanan air secara alami dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: Cekungan hidrologi atau Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Kegiatan Lapangan 4.1.1 Kondisi Lapangan PT Cipta Kridatama memiliki luas IUP sebesar 4.642 Ha. Lokasi penelitian mengenai system penyaliran tambang (mine dewatering)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER

BAB 5: GEOGRAFI DINAMIKA HIDROSFER www.bimbinganalumniui.com 1. Proses penguapan air yang ada di permukaan bumi secara langsung melalui proses pemanasan muka bumi disebut a. Transpirasi b. Transformasi c. Evaporasi d. Evapotranspirasi e.

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK

Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep ABSTRAK Jurnal APLIKASI Volume 6, Nomor 1, Pebruari 2009 Kondisi dan Potensi Dampak Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Sumenep Hendra Wahyudi Staf pengajar Program Studi Diploma Teknik Sipil FTSP ITS ABSTRAK Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa air permukaan semakin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Siklus Hidrologi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Siklus Hidrologi BAB II DASAR TEORI 2.1 Siklus Hidrologi Daur hidrologi secara umum dapat diterangkan sebagai berikut. Air yang diuapkan oleh panas sinar matahari dan angin dari permukaan laut dan daratan akan terbawa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Air Tanah Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan, sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut

Lebih terperinci