KURIKULUM DAN MUTU PENDIDIKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KURIKULUM DAN MUTU PENDIDIKAN"

Transkripsi

1 KURIKULUM DAN MUTU PENDIDIKAN DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Aceng Rahmad, M.Pd. OLEH: FATMAWATI ( ) RIKA NINGSIH ( ) SISWANA ( ) KELAS C PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2017

2 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah Swt. karena berkat rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudulkurikulum dan mutu pendidikan. Makalah ini disajikan untuk memberikan gambaran tentang kurikulum dan bagaimana mutu pendidikan di Indonesia. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sebagai berikut. 1. Prof. Dr. AcengRahmad, M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu II, yang telah banyak memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan makalah ini. 2. Teman-teman seperjuangan yang telah bersedia memberikan masukan dan bantuan baik berupa moril maupun materil dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis sudah berusaha menyusunmakalah ini dengan sebaikbaiknya, namun jika terdapat kekurangan dan kesalahan, dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya dengan segenap harapan semoga makalah ini dapatmemberikan tambahan pemahaman bagi pembaca. Jakarta, Januari 2017 Penulis i

3 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 BAB II PEMBAHASAN... 3 A. Kurikulum Hakikat Kurikulum Elemen Kurikulum Fungsi Kurikulum Sejarah Kurikulum Perbandingan Kurikulum di Indonesia dengan Negara Lain B. Mutu Pendidikan Hakikat Mutu Pendidikan Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Perbandingan Mutu Pendidikan di Indonesia dengan Negara Lain BAB III PENUTUP A. Simpulan DAFTAR PUSTAKA ii

4 BAB I PENDAHULUAN Pendidikan berubah secara perlahan atau cepat dari waktu ke waktu. Banyak modifikasi penting dilakukan dalam aspek sistem pendidikan di suatu negara. Menjadi suatu yang wajar sifat dan struktur dari sistem pendidikan di suatu negara, termasuk Indonesia harus berubah selaras perubahan sosial masyarakat. Sistem pendidikan merupakan lembaga sosial yang diharapkan untuk selalu berubah seiring dengan perubahan lembaga lainnya. Sehingga menjadi tidak wajar kalau yang lain berubah, sedangkan sistem pendidikan tidak berubah. Suatu kebutuhan bahwa segala sesuatu terus berkembang, dan bagaimana merespon dengan tepat tidak hanya untuk perubahan lain dalam masyarakat, tetapi juga untuk meningkatkan pemahaman tentang proses pendidikan itu sendiri. 1 Dalam pendidikan terjadi proses transformasi informasi dan pengetahuan yang sistematis. Dari pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia-manusia yang kelak akan membawa bangsa menjadi lebih baik. Dengan pendidikan, masyarakat akan semakin maju yang akhirnya terjadi kesadaran publik sehingga secara bertahap mengubah bangsa ini dari sikap menghamba dan tunduk menjadi sikap mandiri dan mempunyai harga diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sejak negara Indonesia merdeka, pembicaraan mengenai kurikulum dan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak pernah ada habisnya karena pendidikan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh mutu pendidikannya. Kurikulum pendidikan di Indonesia berubah sesuai dengan zamannya, bahkan sering juga terdapat keterkaitan dengan unsur-unsur politis yang mengiringinya. Dalam pengertian bahwa kurikulum di Indonesia sering mengikuti kehendak 1 A.V. Kelly. The Curriculum:Theory and Practice. Fifth Edition. (London: SAGE Publications Limited, 2004), h

5 2 pemimpin yang berkuasa. Sedangkan mutu pendidikan tidak terlepas dari kurikulum yang diterapkan dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat dan juga menetapkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan Nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan ditujukan untuk perkembangan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 2 Apa yang tertuang dalam undang undang tersebut sudah jelas arahnya, tetapi kenyataannya masih belum terpenuhi secara memuaskan. Peringkat pendidikan dunia atau World Education Ranking yang diterbitkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke 69 dari total 76 negara. 3 Ini ditunjukkan dengan kualitas pendidikan Indonesia yang masih jauh dari yang dicita-citakan. Untuk mengantisipasi jaman yang berubah dan tantangan di masa depan, pengembangan dan perubahan kurikulum di Indonesia telah dilakukan beberapa kali. Perubahan kurikulum ini sebenarnya diperlukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dan untuk menghadapi tantangan di masa mendatang. Walaupun kenyataannya mutu pendidikan itu sendiri masih di bawah dari yang dicitacitakan. 2 UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3 Sikerok. Diakses Kamis, 19 Januari 2017

6 BAB II PEMBAHASAN A. Kurikulum 1. Hakikat Kurikulum Untuk mendapat kejelasan dalam memahami istilah kurikulum, berikut ini sejumlah definisi yang berbeda. Key (2004) berpendapat bahwa kurikulum merupakan sejumlah pengalaman belajar yang disediakan untuk peserta didik sehingga mereka dapat menguasai keterampilan dan pengetahuan umum di berbagai tempat belajar. 4 Kemampuan peserta didik untuk beradaptasi di mana mereka berada didapatkan karena adanya pengalaman yang diperoleh di mana mereka melakukan pembelajaran. Keterampilan dan pengetahuan yang mereka terima akan mendukung dalam belajar di tempat yang bervariasi. Sedangkan menurut Kelly (2004), istilah kurikulum bisa digunakan untuk berbagai macam program pengajaran dan instruksi. Pengertian ini mengarah pada konsep kurikulum, yaitu dalam hal pengajaran dan instruksi apa yang akan ditawarkan dan tujuannya apa. 5 Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa istilah kurikulum ini hanya untuk pengajaran yang paling dasar dan perlu lebih banyak masukan dalam perencanaan kurikulum yang hanya efektif pada tingkat sederhana ini, dan pada level tinggi biasanya akan bermasalah. Menurut UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. 6 Dalam hal ini segala sesuatu yang diterapkan oleh seorang pengajar di sekolah merupakan arahan yang telah diatur secara jelas dan tujuan yang diinginkan akan tercapai dengan sebaik-baiknya Colin J. Marsh Key. Concepts for Understanding Curriculum. (New York: Routledge Falmer, 2004), h. 7. A.V.. Kelly. Op.cit.,h. 3. UU SISDIKNAS. Op.cit. 3

7 4 Dari pengertian kurikulum di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan proses pengajaran yang memuat tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta metode untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu sehingga peserta didik dapat menerapkan pengalaman selama proses belajar dalam masyarakat. 2. Elemen Kurikulum Kurikulum harus dilihat sebagai empat elemen, dan perencanaan kurikulum, oleh karena itu, memiliki empat dimensi: tujuan, isi atau materi pelajaran, metode atau prosedur dan evaluasi. 7 Singkatnya, pernyataan ini harus dibedakan dalam perencanaan kurikulum yang diharapkan untuk dicapai, dasar rencana untuk mencapainya, jenis aktivitas dan metode yang dianggap paling efektif dalam membantu menuju tujuan dan perangkat yang akan digunakan untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan. Key mengutip pendapat Walker (1990) kalau berbicara kurikulum maka ada beberapa hal yang tercakup di dalamnya yaitu isi, tujuan, dan organisasi. Isi mengacu pada area, topik, dan tema. Tujuan dikategorikan sebagai intelektual, sosial, dan personal, dan organisasi merupakan rencana berdasarkan ruang lingkup dan urutan Fungsi Kurikulum Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, sisiwa kurikulum berfungsi sebagi suatu belajar. Selain itu fungsi 7 8 A.V.. Kelly. Op.cit.,h. 26. Colin J. Marsh Key. Op.cit., h. 11.

8 5 kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum memiliki arti sebagai berikut. a. Fungsi Penyesuaian (the adjust fine of adaptive function) Fungsi penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan anak didik agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Sebagai makhluk Allah, anak didik perlu diarahkan melalui program pendidikan agar dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Sebagai khalifah fil ardhi, anak didik diharapkan mampu mengimplementasi nilai-nilai pendidikan yang telah dimiliki untuk mengabdi kepada-nya. b. Fungsi Pengintegrasian (the integrating function) Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Dalam hal ini, orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik anak didik agar mempunyai pribadi yang integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat, pribadi yang integrasi itu akan memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat. c. Fungsi Perbedaan (the differentiating function) Fungsi diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu anak didik. Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak didik itu memang berbeda-beda dan peran pendidikanlah yang mengembangkan potensi-potensi yang ada, sehingga anak didik dapat hidup dalam bermasyarakat yang senantiasa beraneka ragam namun satu tujuan pembangunan tersebut. Jadi fungsi kurikulum sebagai pembeda dapat dimulai dengan memprogram kurikulum pendidikan yang relevan dan mengaplikasikannya dalam proses belajar-mengajar yang mendorong

9 6 perbedaan anak didik tersebut dapat berpikir kreatif, kritis dan berorientasi kedepan. d. Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function) Fungsi persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memepersiapakan anak didik agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkau yang lebih jauh, baik itu melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi maupun untukl belajar di masyarakat seandainya ia tidak mungkin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. e. Fungsi Pemilihan (the selective function) Dalam fungsi pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada anak didik dalam memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemempuan dan minatnya. f. Fungsi Diagnostik (the diacnostic function) Salah satu aspek pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan anak didik agar mampu memahami dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Fungsi diagnostik mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan anak didik untuk dapat memahami dan menerima potensi dan kelemahan yang dimilikinya. Apabila anak didik sudah mampu memahami kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahannya. 3. Sejarah Kurikulum di Indonesia Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan perbaikan proses pendidikan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan, prioritas kebijakan nasional, pembiayaan pendidikan, kondisi sosial, tuntutan profesi, kebutuhan serta keinginan pelanggan mengalami perubahan. Oleh karenanya, penyelenggara pendidikan harus melakukan

10 7 perbaikan, modifikasi, dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan. Jika kurukulum lama tetap dipertahankan, dikhawatirkan akan mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain. Di dalam proses pengendalian mutu, kurikulum merupakan perangkat yang sangat penting karena menjadi dasar untuk menjamin kompetensi keluaran dari proses pendidikan. Kurikulum harus selalu diubah secara periodik untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. Dalam perjalanan sejarah sebelum kemerdekaan, kurikulum sering dijadikan alat politik oleh pemerintah. Misalnya, ketika Indonesia masih di bawah penjajahan Belanda dan Jepang, kurikulum harus disesuaikan dengan kepentingan politik kedua negara tersebut. Bahkan, ketika pemerintah Jepang berkuasa, kurikulum sekolah diubah sesuai dengan kepentingan politiknya yang bersemangatkan kemiliteran dan pembentukan Asia Timur Raya. Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, kurikulum sekolah diubah dan disesuaikan dengan kepentingan politik bangsa Indonesia yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur bangsa sebagai cerminan masyarakat Indonesia. Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006 dan Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.

11 8 a. Kurikulum pada masa penjajahan Belanda Pada masa penjajahan pemerintah Hindia-Belanda, pendidikan menengah setara SMA disebut dengan nama Algemeene Middelbare School atau AMS. AMS didirikan pada awal abad ke-20 atau awal tahun 1900-an. AMS merupakan kelanjutan dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO atau SMP di zaman sekarang. Sedangkan MULO merupakan lanjutan dari Hollandsch Inlandsche School atau HIS atau SD di zaman sekarang. Semua tingkatan sekolah tersebut diperuntukkan khusus hanya bagi anak-anak dari masyarakat bumiputera golongan atas dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar belajarnya. Sampai dengan tahun 1930-an, AMS hanya ada di beberapa ibu kota provinsi Hindia Belanda yaitu Medan (Sumatera), Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), Surabaya (Jawa Timur), Makassar (Indonesia Timur). Selain itu AMS ada di Yogyakarta (Kasultanan Yogyakarta), Surakarta (Kasunanan Surakarta), dan beberapa kota Karesidenan seperti di Malang. Banyak orang tua menyekolahkan anaknya ke AMS dengan harapan dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu misalnya ke Technische Hooge School (THS) di Bandung yang didirikan tahun 1920 sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB); Rechts Hooge School (RHS) di Jakarta yang didirikan tahun 1924 sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Jakarta; Geneeskudige Hooge School (GHS) di Jakarta yang didirikan tahun 1927 sekarang Fakultas Kedokteran UI Jakarta; dan Landbouw Hooge School (LHS) di Bogor yang didirikan tahun 1940 sekarang Institut Pertanian Bogor (IPB). Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya. Sistem pendidikan Belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing,

12 9 dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolonial adalah sebagai berikut ini. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasuki His Inlandsche School selama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, dan Algemene Middlebare School (AMS) selama 3 tahun. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina, Hollandch Chinese School (HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3, Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun. b. Kurikulum pada masa penjajahan Jepang Kurikulum pada masa penjajahan Jepang dijadikan alat politik. Salah satu doktrin khusus Jepang dalam bidang pendidikan di Jawa dirumuskan bagi para pelajar dalam rangka memenuhi obsesi pembentukan Asia Timur Raya, yang menurut Kurasawa, adalah sebagai berikut ini. Sumpah Pelajar Baru 1. Kami Pelajar Jawa Baru 2. Kami Bersumpah: Hendak belajar untuk membangun Asia Timur Raya

13 10 Hendak melatih jiwa dan raga untuk membentuk Asia Timur Raya Hendak menjadi orang yang berhuna untuk membentuk Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai Nippon Doktrin tersebut dianggap penting agar para pelajar Jawa mengikuti pola pendidikan Jepang berdasarkan pada ideologi imperial. Sistem dan ideologi Jepang diperkenalkan dalam bentuk sedekat mungkin dengan aslinya. Oleh karenanya, semua sekolah buatan Belanda dan berbahasa Belanda ditutup dan diorganisasikan ke dalam gaya Jepang dengan berdasarkan pada pola 6 tahun sekolah dasar. Di atas itu, 3 tahun sekolah menengah pertama dan 3 tahun sekolah menengah tinggi. Pelaksanaan kurikulum ini berlaku hanya tiga tahun sesuai dengan lamanya pendudukan Jepang di bekas wilayah pemerintahan Hindia- Belanda, yaitu mulai tahun 1942 sampai dengan tahun Namun demikian, pada masa perang kemerdekaan sampai dengan Dekrit Presiden 1959, kurikulum tersebut masih digunakan dengan beberapa perubahan yang dianggap perlu sampai dengan keluarnya ketentuan yang mengatur pendidikan dengan berdasarkan pada Undang- Undang Dasar Republik Indonesia tahun c. Kurikulum Rencana Pelajaran ( ) Sejak awal kemerdekaan pemerintah sudah memberikan perhatian yang cukup besar pada dunia pendidikan. Kesadaran akan adanya suatu pendidikan nasional dirasakan sebagai suatu yang mendesak sehingga secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Pasal 31 ayat 1 Bab XIII Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Semangat kebangsaan yang sangat kuat dalam perjuangan kemerdekaan dan adanya kesadaran bahwa pendidikan sebagai upaya utama dalam membangun jiwa bangsa menjadi penyebab perhatian besar para pemimpin bangsa pada waktu itu terhadap dunia pendidikan. Di awal-awal pemerintahannya, pemerintah secara bertahap mulai mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga

14 11 tahun setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai membuat kurikulum yang sederhana yang disebut dengan Rencana Pelajaran. Tahun Kurikulum ini terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih pada masa orde baru. Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah Leer Plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Kurikulum yang dipakai oleh Bangsa Indonesia pada tahun 1947 adalah Rentjana Pelajaran Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu (1) daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, (2) garis-garis besar pengajaran. Kurikulum pada tahun ini masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan kurikulum yang pernah digunakan sebelumnya oleh Belanda. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda dan kurikulum ini tujuannya tidak menekankan pada pendidikan pikiran, tetapi yang diutamakan adalah pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat. Sedangkan materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum Bentuknya memuat dua hal pokok, yakni a) Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya dan b) Garis-garis besar pengajaran (GBP). d. Rencana Pelajaran Terurai 1952 Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran pada masa Mr. Soewandi sebagai Menteri PP dan K (Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan) adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem pendidikan

15 12 nasional. Sebagai konsekuensi dari perubahan sistem itu, maka kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula, sehingga yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial maka kini diubah selaras dengan kebutuhan bangsa yang merdeka. Salah satu hasil panitia tersebut yang menyangkut kurikulum adalah bahwa setiap rencana pelajaran pada setiap tingkat pendidikan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Pendidikan pikiran harus dikurangi Isi pelajaran harus dihubungkan terhadap kesenian Pendidikan watak Pendidikan jasmani Kewarganegaraan dan masyarakat Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran. Fokusnya pada pengembangan Pancawardhana (five principles of development), yaitu :a) Daya cipta, b) Rasa, c) Karsa, d) Karya, e) Moral. Setelah Undang- Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 04 Tahun 1950 dikeluarkan, maka: Kurikulum pendidikan rendah ditujukan untuk menyiapkan anak memiliki dasar-dasar pengetahuan, kecakapan, dan ketangkasan baik lahir maupun batin, serta mengembangkan bakat dan kesukaannya. Kurikulum pendidikan menengah ditujukan untuk menyiapkan pelajar ke pendidikan tinggi, serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam pelbagai lapangan khusus, sesuai dengan bakat masingmasing dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum pendidikan tinggi ditujukan untuk menyiapkan pelajaran agar dapat menjadi pimpinan dalam masyarakat, dan dapat memelihara kemajuan ilmu, dan kemajuan hidup kemasyarakatan.

16 13 e. Kurikulum 1964 Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Kurikulum 1964 tidak bertahan lama. Situasi politik mengalami perubahan pesat dan terjadi peristiwa yang dikenal dengan nama G.30.S/PKI. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang memberikan wewenang kepada Mayjen Soeharto untuk mengamankan ajaran Panglima Besar Revolusi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, Mayjen Soeharto kemudian membubarkan PKI, sesuai dengan Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura). Manipol-USDEK dan Nasakom tidak lagi menjadi ideologi negara. Revolusi menemukan titik akhir perjalanannya. Pada tahun 1966, MPRS menetapkan kebijakan pendidikan untuk menghilangkan pengaruh Manipol dan melarang ajaran komunis. TAP MPRS XXVI tahun 1966 menentukan bahwa pendidikan haruslah diarahkan pada (a) mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, (b) mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan, dan (c) membina/ memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Oleh karena itu maka kurikulum baru diperlukan untuk membersihkan pikiran dan hati generasi muda dari ideologi tersebut. Meskipun demikian, pendidikan ideologi terus berlanjut. Kurikulum baru segera dikembangkan untuk menggantikan kurikulum 1964, dibersihkan dari Manipol-USDEK dan Nasakom.

17 14 f. Kurikulum 1968 Lahirnya Orde Baru memberikan warna tersendiri dalam sistem pendidikan Indonesia. Sesuai dengan ketetapan TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan, maka dirumuskan mengenai tujuan pendidikan sebagai bentuk manusia Pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD Isi dari kurikulum 1968 ialah mempertinggi mental-moral-budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, membina atau memperkembangkan fisik yang kuat dan sehat. Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 istilah yang digunakan adalah Rencana Pendidikan bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis: mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan. g. Kurikulum 1975 Pada tahun 1973, GBHN pertama dilaksanakan sebagai Keputusan MPR No. II/MPR/1973. Berdasarkan TAP MPR ini dan juga hasil dari

18 15 beberapa percobaan dalam bidang pendidikan dan pengajaran maka disusun kurikulum Untuk pertama kalinya kurikulum ini didasarkan pada tujuan pendidikan yang jelas. Dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan instruksional umum, tujuanj instruksional khusus, dan berbagai rincian lainnya sehingga jelas apa yang akan dicapai melalui kurikulum tersebut. Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan digunakannya sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung lebih pasif dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap kurikulum ini adalah sebagai berikut: Berorientasi pada tujuan. Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill). Kurikulum1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan teknologi.

19 16 h. Kurikulum 1984 Pendidikan idiologi dalam kurikulum 1984 tetap menjadi warna yang dominan dalam kurikulum. Pemerintah menetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dalam kurikulum sejak SD sampai ke perguruan tinggi. Dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 ditetapkan Pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dan diarahkan untuk menumbuhkan jiwa, semangat dan nilai-nilai Berdasarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1978 ditetapkan pula Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warganegara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) dan juga dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa ditetapkan sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila melalui TAP MPR Nomor II/MPR/1983. Sebelum pemberlakuan kurikulum 1984, yaitu pada tahun 1983 mata pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ditetapkan sebagai mata pelajaran wajib. Penetapan ini berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/U/1983 yang ditandatangani Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Posisi PSPB sebagai materi dan mata kuliah wajib dalam kurikulum mendapat kedudukan hukum yang lebih kuat ketika MPR mengeluarkan TAP MPR Nomor II/MPR/1983 dimana dinyatakan PSPB sebagai bagian dari Pendidikan Pancasila. Dengan demikian maka pendidikan idiologi dilakukan melalui Pendidikan Pancasila yang memiliki komponen Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4), Pendidikan Moral Pancasila (PMP), dan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB). Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan.

20 17 Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujuan instruksional. Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benarbenar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa. Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah: Berorientasi pada tujuan instruksional; Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA); Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB); Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi tingkat kelas semakin banyak materi pelajaran yang dibebankan pada peserta didik; Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan; Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya. i. Kurikulum 1994 Pada tahun 1989 Indonesia memiliki undang-undang pendidikan baru yaitu Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini pasal 12 ayat (1) menetapkan bahwa wajib belajar menjadi 9 tahun. Wajib belajar yang diartikan sebagai pendidikan minimal yang harus dimiliki bangsa Indonesia. Sebelumnya wajib belajar tersebut hanya 6 tahun. Oleh karena itu maka kurikulum SMP yang dalam Undang-Undang nomor 2 tahun

21 diubah namanya menjadi SLTP adalah bagian dari wajib belajar 9 tahun. Meski pun Indonesia telah memiliki Undang-Undang pendidikan baru dan banyak kebijakan tentang pendidikan dan kurikulum yang baru tetapi kurikulum tidak segera berubah. Pada tahun 1994, sesuai dengan tradisi sepuluh tahunan, Pemerintah meresmikan kurikulum baru. Kurikulum 1994 ini merupakan revisi terhadap kurikulum 1984 tetapi pada dasarnya keduanya tidak memiliki perbedaan yang prinsipil. Orientasi pendidikan pada pengajaran disiplin ilmu menempatkan kurikulum sebagai instrumen untuk transfer of knowledge. Penyempurnaan terjadi pada materi pendidikan sejarah karena materi pendidikan sejarah yang tercantum dalam kurikulum SMA 1984 (nama baru SMA berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah SMU) dianggap tidak lengkap, maka kurikulum SMU 1994 menyempurnakannya. Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. Ciri-ciri Umum Kurikulum 1994 Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut. a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan. b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum

22 19 ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan. e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. f. Pengajaran dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman. Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan, terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut. a. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran. b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. c. Bersifat populis yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat

23 20 kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban), dan penyelidikan. j. Kurikulum 2004 (KBK) Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugastugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Secara singkat dengan KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki kompetensi yang diinginkan. Kompetensi merupakan perpaduan antara pengetahuan, keterampilan, nilai serta sikap yang ditunjukkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Mulyasa, E., 2010:37). Sehingga KBK diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat siswa agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keterampilan, tepat, dan berhasil dengan penuh tanggung jawab. KBK mencakup beberapa kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa. Kegiatan pembelajaran pun diarahkan untuk membantu siswa menguasai kompetensi-kompetensi agar tujuan pembelajaran tercapai. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada: (1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.

24 21 Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengemukakan karakteristik KBK, sebagai berikut. Menekankan pada ketercapaian komoetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatann dan metode bervariasi. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya poenguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. k. Kurikulum 2006 (KTSP) Berdarakan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah bidang pendidikan dan kebudayaan telah diberlakukan sejak tahun 200. Visi pokok dari otonomi dalam penyelenggaraan pendidikan bermuara pada upaya pemberdayaan terhadap masyarakat daerah untuk menentukan sendiri jenis dan muatan kurikulum, proses pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar, guru dan kepala sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Muslich, 2009:1) Otonomi penyelenggaraan pendidikan tersebut pada gilirannya berimplikasi pada perubahan sistem majanemen pendidikan dari pola sentralisasi ke desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan (Muhaimin, dkk. 2008:2). Guru memiliki otoritas dalam mengembangkan kurikulum secara bebas dengan memperhatikan karakteristik siswa dan lingkungan di sekolahnya. Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian

25 22 target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan Kurikulum Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota. Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. l. Kurikuum 2013 Kurikulum terbaru yang diterapkan di Indonesia adalah Kurikulum Menurut Muhammad Nuh, yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada saat itu, kurikukulum terbaru 2013 lebih ditekankan pada kompetensi dengan pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan

26 23 interpersonal, antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA ndan IPS diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kurikulum 2013 ini menekankan pada pembentukan karakter peserta didik. Karakter murupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri melalui pendidikan, pola asuh, pengalaman, percobaan, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan menjadi nilai intrinsik yang melandasi sikap dan perilaku. 9 Selain itu, Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. 10 Dalam implementasi Kurikulum 2013, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap bidang studi perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dihubungkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pendidikan nilai dan pembentukan karakter tidak hanya dilakukan pada tataran kognitif, tetapi menyentuh internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ada tiga aspek penilaian yang ditekankan didalam kurikulum 2013 yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan atau keberanian dan aspek sikap. Dari ketiga aspek ini yang terpenting adalah aspek sikap atau perilaku atau moral. Hal itu dikarenakan, kurikulum 2013 menekankan pada pendidikan karakter dimana siswa diharapkan mampu menjadi manusia yang bermoral. Kemudian selain itu kurikulum 2013 ini juga di dalamnya terdapat aspek pengetahuan dan keterampilan dimana 9 Zainal Aqib. Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. (Bandung: Yrama Widya, 2011), h Mulyasa. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 7.

27 24 outputnya adalah siswa dapat menjadi manusia yang kreatif, inovatif dan produktif sehingga mereka mampu bersaing di masa mendatang. 4. Perbandingan Kurikulum Indonesia dengan Negara Lain a. Kurikulum di Malaysia Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dan lain-lain. Selain itu terdapat juga materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya. Penyajian atau pemaparan materi lebih banyak dianalogikan dengan contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang dunia I, perang Perancis dan India, sejarah kerajaan Mesir atau kejadian penting di New Mexico), juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa sehingga materi pelajaran bersifat aplikatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan implementasi kurikulum tersebut dengan kurikulum Indonesia pada tahun 1947, 1964 dan Hal ini dikarenakan Malaysia pernah belajar pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan secara konsisten sampai saat ini. Media yang digunakan dalam menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan fasilitas internet seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi pembelajaran, siswa diinformasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya saat belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat mengoptimalkan penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar. Dalam kurikulum ini juga lebih menekankan proses pembelajaran yang lebih mengutamakan praktek dari pada hanya penjelasan-penjelasan teori saja. Fasilitas-fasilitas di atas memungkinkan siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih maksimal. Maka pantaslah jika Malaysia pada saat ini perkembangan pendidikannya semakin maju dengan pesat.

28 25 b. Kurikulum di Kanada Apabila di Indonesia pemberlakuan kurikulum yang digunakan bersifat nasional, lain halnya dengan Kanada. Di Kanada pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, namun tetap berada di bawah konstitusi Kanada, sehingga terdapat perbedaan sistem pendidikan atau kurikulum di setiap provinsinya. Namun demikian sistem pendidikan di setiap provinsi ini memiliki standar yang tinggi serta setara dengan universitas di USA maupun negara Commonwealth lainnya. Jenjang pendidikan di Kanada umumnya dibagi menjadi 3 yaitu pendidikan Dasar (Primary School, Public School), pendidikan Menengah (High School) dan pendidikan tinggi (Universitas, College). Berbeda dengan di Indonesia yang membagi jenjang pendidikan menjadi 4 yaitu Pendidikan Pra Sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Dengan ketentuan bahwa provinsi bertanggung jawab secara penuh atas mutu pendidikan di masing-masing daerahnya, pemerintah provinsi lebih fokus dalam melakukan penyelenggaraan dan pengawasan sistem pendidikan tersebut. Hal ini juga tidak lantas menurunkan mutu pedidikan di Kanda. Metode yang digunakan dalam pengajaran juga mengacu pada keterampilan apa saja yang diperlukan siswa dalam menghadapi pasar global. Sama halnya dengan Indonesia yang mulai sadar akan kebutuhan siswa di masa mendatang terbukti dengan penerapan kurikulum 2013 yang tidak hanya terpaku pada aspek pengetahuan saja, namun ada aspek keterampilan dan sikap di dalamnya. Baik di Kanada maupun di Indonesia, pendidikan menjadi hal penting untuk menunjang kemajuan bangsa. Kurikulum apapun yang digunakan, apabila tidak ditunjang dengan sarana prasarana yang memadai maupun kesiapan sumber daya manusia maka tidak akan memperbaiki mutu pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya keselarasan antara kurikulum, sarana prasarana

29 26 penunjang dan sumber daya manusia, dalam hal ini adalah tenaga pendidik dan peserta didik. c. Kurikulum di Finlandia Salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. Di Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. Jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. Hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak ada assessment atau penilaian. Siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, satu bertindak sebagai guru utama dan satu lagi sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and have their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. Jadi mereka memiliki hak mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. Mereka juga mendapatkan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya. Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. Kurikulum di Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa belajar isi dari seluruh pelajaran, namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada di sekitar mereka. Ada tiga istilah yang digunakan dalam kurikulum di Finlandia yaitu examine, understand, & experience. Siswa berlatih kemudian memahami dan

30 27 mencoba. Jadi, pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. Tentunya dengan fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota. Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. Siswa diajak mengekplorasi pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung. Jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya parental engagement, orang tua siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki ikatan kerjasama dengan sekolah. Tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. Hal ini mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff. Tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. Jadi orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk perbaikan kurikulum jika dibutuhkan. Berdasarkan pemaparan penerapan kurikulum di beberapa negara di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan. Untuk itu, diperlukan perbaikan dalam dunia pendidikan. Usaha perbaikan di bidang pendidikan tidak hanya sebatas perbaikan sarana dan prasarana pendidikan saja, melainkan membutuhkan perencanaan kurikulum yang sangat matang yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan bangsa. Kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses kegiatan

31 28 belajar mengajar. 11 Di Indonesia, kurikulum diatur oleh pemerintah pusat dengan keterlibatan mereka yang ahli dalam bidang kurikulum. Kurikulum hanya bisa diubah oleh pemerintah sementara masyarakat hanya menjadi konsumen yang patuh dan taat. Orangtua didik juga tidak terlibat apapun dalam hal kurikulum. Dari segi pemerataan pendidikan, pendidikan di Indonesia masih belum merata. Pendidikan di desa dan di kota sangat berbeda dari segi fasilitas, guru, dan lingkungan. Perbedaan yang ada berdampak pada kompetensi gurunya dan sistem pembelajarannya. Dalam hal fasilitas kita masih tertinggal jauh dengan negara maju seperti Finlandia. Padahal, tanpa fasilitas yang memadai sangat sulit untuk menelurkan siswa yang berprestasi di bidangnya. Masalah pemerataan pendidikan ini juga terkait dengan masalah anggaran pendidikan. Pendidikan merupakan tonggak kemajuan bangsa, oleh karenanya pendidikan harus mendapat perhatian yang serius. Satu dari sekian banyak hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai anggaran pendidikan. Keterlibatan pihak ketiga seperti orang tua juga harus dipikirkan. Orang tua tidak hanya sebatas menitipkan anak belajar di sekolah dan selesai. Orangtua harus diajak terlibat dalam pendidikan anak agar mereka mengerti apa yang dibutuhkan anak. Dalam hal ini, pihak sekolah memiliki peran menghubungkan orangtua dan guru sehingga bakat anak bisa tersalurkan dengan tepat. Orangtua tentu mengetahui bakat anak lebih baik dari guru. Tugas orangtua adalah berkoordinasi dengan guru melalui keterlibatan dalam evaluasi serta memberikan masukan bagi guru dan juga pemerintah dalam hal evaluasi kurikulum. 11 Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5.

32 29 B. Mutu Pendidikan 1. Hakikat Mutu Pendidikan Pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam menumbuhkembangkan karakter positif. Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan manusia. 12 Dari pernyataan tersebut tergambar bahwa tujuan diadakannya pendidikan agar generasi muda dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai atau norma-norma hidup dan kehidupan. Tujuan mulia dari pendidikan di atas, hanya akan terwujud jika pendidikan di Indonesia benar-benar mengedepankan mutu. Menurut Garvi dan Davis, dalam Hadis dan Nurhayati mutu ialah suatu kondisi dinamik yang berhubungan dengan produk, tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan perubahan mutu tersebut, diperlukan peningkatan atau perubahan keterampilan tenaga kerja, proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi dan melebihi harapan konsumen. 13 Kualitas atau mutu pendidikan merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin. 14 Di dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas atau mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Selain itu kualitas, pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi 12 Masnur Muslich. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h Abdul Hadis dan Nurhayati. Manajemen Mutu Pendidikan. (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010),h Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar. Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), h.159.

33 30 pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan faktor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya. Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif. Selain itu, pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. 2. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Indonesia Peringkat pendidikan dunia atau World Education Ranking yang diterbitkan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke 69 dari total 76 negara. Di bawah ini dicantumkan bagan yang menunjukkan ranking pendidikan Indonesia.

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH. Farida Nurhasanah Surakarta 2012

TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH. Farida Nurhasanah Surakarta 2012 TELAAH KURIKULUM MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH Farida Nurhasanah Surakarta 2012 Asal-Usul Kata Kurikulum Curriculum Currir Curere Sejumlah Mata Pelajaran Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh seorang

Lebih terperinci

Kurikulum 1975 disusun sebagai pengganti kurikulum 1968, dimana perubahan yang dilakukan menggunakan pendekatan berikut.

Kurikulum 1975 disusun sebagai pengganti kurikulum 1968, dimana perubahan yang dilakukan menggunakan pendekatan berikut. a. Kurikulum 1968 dan sebelumnya Kurikulum pertama diberi nama Rentjana Pelajaran 1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan Indonesia dipengaruhi sistem pendidikan Belanda dan Jepang. Rentjana Pelajaran

Lebih terperinci

membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan terganggu pula.

membentuk sistem kurikulum terganggu atau tidak berkaitan dengan komponen lainnya, maka sistem kurikulum pun akan terganggu pula. BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dalam sejarah peradaban anak manusia adalah salah satu komponen kehidupan yang paling urgen. Semenjak manusia berinteraksi dengan aktifitas pendidikan ini semenjak itulah manusia

Lebih terperinci

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru BAB I PENDAHULUAN A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan. produktif. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. muda menjadi orang dewasa anggota masyarakat yang mandiri dan. produktif. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat sejak dulu. Setiap orang memerlukan pendidikan untuk kelangsungan hidupnya. Tujuan pendidikan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi sekolah erat hubungannya dengan masyarakat. dan didukung oleh lingkungan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat sejak dulu. Setiap orang memerlukan pendidikan untuk kelangsungan hidupnya. Tujuan pendidikan sering

Lebih terperinci

Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA

Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA REFLEKSI POSISI PENDIDIKAN SEJARAH DALAM KEBIJAKAN KURIKULUM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Adela Siahaan dan Siti Jubaedah Pendidikan Sejarah, FKIP-UNRIKA Email: delaningrat@gmail.com A. Abstrak

Lebih terperinci

KURIKULUM. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

KURIKULUM. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB KURIKULUM Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB Pengertian Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena

I. PENDAHULUAN. Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan perubahan suatu bangsa. Pendidikan yang mampu memfasilitasi perubahan adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi penerus. Selaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Menurut Mulyasa (2013:2), perubahan itu menyangkut perubahan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum

I. PENDAHULUAN. Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan, yaitu Kurikulum 1947 yang disebut Rencana Pelajaran 1947, Kurikulum 1952 yang disebut sebagai Rencana Pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Bab 2 pasal 3 UU Sisdiknas berisi pernyataan sebagaimana tercantum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Perubahan perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan,

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan motivasi pemerintah untuk selalu memperbaiki sistem

BAB I PENDAHULUAN. ini menjadikan motivasi pemerintah untuk selalu memperbaiki sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta perkembangan zaman sangat begitu cepat, bahkan cenderung tidak terkendali. Perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik, melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dan peserta didik, dalam kegiatan interaksi ini tidaklah dilakukan dengan sembarangan dan di luar kesadaran,

Lebih terperinci

PEDOMAN PRAKTIKUM.

PEDOMAN PRAKTIKUM. PEDOMAN PRAKTIKUM 1 PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN SEJARAH Oleh : SUPARDI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri atas pulau besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi karakteristik dan keunikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui berbagai upaya yang berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan dan pembentukan manusia melalui tuntunan dan petunjuk yang tepat disepanjang kehidupan, melalui berbagai upaya yang berlangsung

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter

Lebih terperinci

Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila

Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila Landasan dan Tujuan Pendidikan Pancasila 1. LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang diejawantahkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter. Hal tersebut sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas. Hal ini berdampak langsung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang dikembangkan pada tataran satuan pendidikan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. kurikulum yang dikembangkan pada tataran satuan pendidikan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh ketersediaan berbagai komponen pendukungnya. Salah satu di antaranya adalah kurikulum yang dikembangkan

Lebih terperinci

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.

om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. www.kangmartho.c om KOMPETENSI INTI 13. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. (PKn) Pengertian Mata PelajaranPendidikan Kewarganegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peralihan sistim pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi telah menjadikan perubahan paradigma berbagai unsur penyelenggaraan pemerintahan, termasuk pendidikan.

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan (IPB 105) TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Pendidikan Kewarganegaraan (IPB 105) TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Pendidikan Kewarganegaraan (IPB 105) TINGKAT PERSIAPAN BERSAMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENILAIAN UTS UAS : 30 PERSEN : 30 PERSEN KOLOKIUM: 40 PERSEN, terdiri dari KEHADIRAN (10%) PENYUSUNAN MAKALAH (30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah mengungkapkan Pancasila sebagai jiwa seluruh rakyat Indonesia, memberi kekuatan hidup serta membimbing dalam mengejar kehidupan lahir batin yang semakin baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B)

BAB I PENDAHULUAN. Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B) BAB I PENDAHULUAN Bab I pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai : (A) latar belakang, (B) rumusan masalah, (C) tujuan penelitian, (D) manfaat penelitian, (E) definisi operasional. Berikut ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur terpenting dan berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari terbentuknya karakter bangsa. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS)

MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD SKS) MATA KULIAH PEMBELAJARAN TERPADU (PSD 321 4 SKS) TATAP MUKA 1 PRINSIP DASAR PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM TERPADU Dr. RATNAWATI SUSANTO., M.M., M.Pd KOMPETENSI DASAR MAHASISWA MAMPU MEMILIKI LANDASAN DASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perubahan yang terjadi kian cepat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum pendidikan harus disusun dengan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS

PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS PENDIDIKAN ISLAM DAN SISDIKNAS Oleh: Dr. Marzuki UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Rabu, 13 Mei 2015 1 PENDAHULUAN Indonesia juga memiliki concern yang tinggi terhadap sektor pendidikan, di samping sektorsektor

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter saat ini memang menjadi isu utama pendidikan, selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa. Dalam UU No 20 Tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan. berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan. berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan untuk mencerdaskan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah culture transition (transisi kebudayaan) yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara continue (berkelanjutan), maka pendidikan dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pemerintah kabupaten dan kota di BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, peneliti akan membahas tentang: 1) latar belakang; 2) fokus penelitian; 3) rumusan masalah; 4) tujuan penelitian; 5) manfaat penelitian; dan 6) penegasan istilah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya dari aspek jiwa, manusia memiliki cipta rasa dan karsa sehingga dalam tingkah laku dapat membedakan benar atau salah, baik atau buruk, menerima atau menolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

Lebih terperinci

BAB I. I PENDAHULUAN

BAB I.  I PENDAHULUAN BAB I ( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.word-to-pdf-converter.netbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemajuan dan inovasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pendidikan tidak pernah lepas dari unsur manusia. Para ahli pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang mandiri, bertanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya sadar dan terencana agar peserta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya sadar dan terencana agar peserta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu upaya sadar dan terencana agar peserta didik mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mengacu pada berbagai macam aktifitas, mulai dari yang sifatnya produktif-material sampai kreatif-spiritual, mulai dari proses peningkatan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan upaya mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu

BAB I PENDAHULUAN. pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras. membantu peserta didik agar nantinya mampu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh

I. PENDAHULUAN. Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu faktor yang mendukung kemajuan suatu bangsa adalah melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan terwujudnya pendidikan nasional yang berkualitas tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian

BAB I PENDAHULUAN. dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum dalam sistem pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional,

Lebih terperinci

NUR ENDAH APRILIYANI,

NUR ENDAH APRILIYANI, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fenomena globalisasi membuahkan sumber daya manusia yang menunjukkan banyak perubahan, maka daripada itu dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan Arus kemajuan zaman dan teknologi pada era globalisasi saat ini pendidikan selalu suatu hal yang tidak dapat dihindari. Sama halnya dalam mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara faktor-faktor tersebut adalah siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diupayakan untuk tanggap terhadap perubahan zaman. Hal ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dalam Hari (2003:30) menyebutkan

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pokok pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia salah satunya adalah upaya peningkatan mutu pendidikan, baik mutu pendidikan dari jenjang sekolah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memerlukan berbagai macam pengetahuan dan nilai. Terkait dengan aturan-aturan kehidupan maupun pengembangan sarana kehidupan. Maka dari itu, setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan lembaga atau sarana dalam melaksanakan pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan formal, sekolah memiliki tanggung

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SULIT DITERAPKAN DI INDONESIA. Kunaryo

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SULIT DITERAPKAN DI INDONESIA. Kunaryo KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) SULIT DITERAPKAN DI INDONESIA Kunaryo Abstrak, Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat penting guna membangun manusia yang

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN

Kurikulum SD Negeri Lecari TP 2015/ BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A. PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TENTANG PROFESIONALITAS GURU DAN MOTIVASI UNTUK MENJADI GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN YANG PROFESIONAL TERHADAP KEDISIPLINAN BELAJAR MAHASISWA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FKIP

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA (STUDI EKSPERIMEN DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA) PROPOSAL TESIS Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menghidupkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5410 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71) PENJELASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan diartikan sebagai suatu proses belajar berupa aktivitas yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia tidak dapat lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Informasi tersebar dengan cepatnya tanpa batas ruang dan waktu. Hal

Lebih terperinci