VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS"

Transkripsi

1 VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI JAGUNG MANIS Analisis risiko produksi jagung manis dilakukan dengan menggunakan metode risiko produksi yang telah dikembangkan oleh Just dan Pope. Pendekatan analisis risiko produksi dengan metode Just dan Pope ini dapat menggambarkan bagaimana pengaruh input produksi terhadap hasil produksi dan bagaimana pengaruh input tersebut terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan pengaruh input terhadap variance produktivitas. Model Just dan Pope yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan dua persamaan fungsi yaitu fungsi produksi dan fungsi risiko. Fungsi produksi menunjukan bagaimana pengaruh penggunaan input terhadap produktivitas jagung manis petani responden. Fungsi risiko menunjukkan bagaimana pengaruh penggunaan input dapat mempengaruhi variance produktivitas. Kedua fungsi tersebut menggunakan model fungsi Cobb-Douglas. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim, dan varietas benih. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS versi 17. Hasil pengolahan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Hasil Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model yang diperoleh masih mengandung multikolinier dan autokorelasi. Untuk menghasilkan model dugaan terbaik, model harus terbebas dari multikolinier dan autokorelasi. Uji penyimpangan asumsi klasik ini merupakan langkah awal sebelum melakukan proses pengujian hipotesis penelitian Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen yang dimasukkan dalam model saling berhubungan secara linier, apabila sebagian atau seluruh variabel berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinieritas (Gujarati 2007). Adanya multikolinieritas dalam model dapat menyebabkan estimasi pengaruh dari semua parameter (variabel independen) 86

2 terhadap variabel dependen tidak dapat dijelaskan. Untuk mendeteksi adanya gejala multikolinier dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas. Hasil pengujian untuk multikolinier pada model baik pada fungsi produksi maupun fungsi risiko menunjukkan bahwa semua variabel independen dalam model bebas dari multikolinier. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF yang lebih kecil daripada 10 untuk kedua fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa model tidak mengandung multikolinieritas. Hasil pengujian multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Pengujian Multikolinearitas Variabel Nilai VIF Fungsi Produksi Fungsi Risiko Benih 1,875 1,875 Pupuk Kandang 3,135 3,135 Urea 3,694 3,694 Phonska 2,271 2,271 TSP 1,466 1,466 Pestisida Cair 1,376 1,376 Furadan 1,765 1,765 Tenaga Kerja 2,250 2,250 Dummy Musim 2,150 2,150 Dummy Varietas Benih 2,138 2, Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui korelasi di antara komponen eror, artinya komponen error yang berhubungan dengan suatu observasi terkait dengan atau dipengaruhi oleh komponen error pada observasi lain (Gujarati 2007). Adanya gejala autokorelasi dalam model dapat menyebabkan variabel penjelas menjadi tidak dapat diestimasikan dengan baik karena nilai uji t dan uji F mengalami penyimpangan. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW). 87

3 Dengan menggunakan bantuan program SPSS versi 17, nilai Durbin- Watson untuk fungsi produksi diperoleh sebesar 1,715 dan untuk fungsi variance sebesar 2,342 dengan jumlah variabel independen sebanyak 10 dan jumlah data sebanyak 31. Nilai hitung DW yang diperoleh tersebut dibandingkan dengan nilai pada tabel DW dan diperoleh nilai DL sebesar 0,741 dan 4-DU sebesar 2,333. Jika nilai DW hitung lebih besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU maka dikatakan tidak ada autokorelasi. Berdasarkan hasil perbandingan antara nilai DW hitung dengan DW tabel dapat dikatakan bahwa fungsi produksi tersebut tidak terdapat autokorelasi karena nilai DW hitung berada di antara DU dan 4-DU. Sedangkan pada fungsi variance diperoleh nilai DW hitung yang lebih besar dari nilai 4-DU sehingga fungsi variance tersebut berada pada daerah tanpa keputusan apakah terdapat autokorelasi atau tidak. Akan tetapi nilai DW tabel fungsi risiko ini tidak berbeda jauh dengan nilai 4-DU sehingga dapat dikatakan tidak terdapat autokorelasi. 6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Jagung Manis Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas jagung manis dapat dilihat dari hasil analisis untuk fungsi produksi rata-rata (mean production function). Dengan memasukkan faktor produksi sebagai variabel independen dan produktivitas jagung manis sebagai variabel dependen diperoleh model pendugaan untuk fungsi produksi rata-rata untuk jagung manis. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 19, maka fungsi produksi jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Produktivitas = 3, ,001 Ln Benih 0,423 Ln Kandang + 0,201 Ln Urea + 0,033 Ln Phonska + 0,044 Ln TSP + 0,012 Ln Pestisida Cair 0,056 Ln Furadan + 0,194 Ln Tenaga Kerja 0,158 D1 0,303 D2 Hasil pendugaan model fungsi produksi memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 52 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R 2 adj) sebesar 28,1 persen. Nilai R 2 tersebut menunjuukan bahwa 52 persen keragaman produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, 88

4 pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 48 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit, kondisi alam (angin, suhu), manajemen petani, dan kondisi sosial ekonomi. Tabel 19. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Rata-Rata Usahatani Jagung Manis Petani Responden Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T P-Value Konstanta 3,298 1,600 2,061 0,053 Ln Benih 0,001 0,263 0,005 0,996 Ln Kandang -0,423 0,226-1,868* 0,076 Ln Urea 0,201 0,161 1,242 0,229 Ln Phonska 0,033 0,022 1,500* 0,149 Ln TSP 0,044 0,016 2,812* 0,011 Ln Pestisida Cair 0,012 0,010 1,254 0,224 Ln Furadan -0,056 0,024-2,352* 0,029 Ln Tenaga Kerja 0,194 0,150 1,293 0,211 D1 (Musim) -0,158 0,185-0,854 0,403 D2 (Varietas) -0,303 0,220-1,375* 0,184 R-Sq = 52,0% R-Sq (Adj) = 28,1% Ket: *) ignifikan pada α 20% Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata diperoleh nilai F-hitung sebesar 2,171 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi jagung manis. Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap produktivitas jagung manis. Jika nilai P- alue lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. Variabel pupuk kandang, pupuk TSP, furadan, pupuk phonska dan varietas benih berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap 89

5 produktivitas jagung manis, sehingga jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk urea, pestisida cair, tenaga kerja, dan musim tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1. Benih Nilai pendugaan parameter untuk variabel benih bernilai positif. Hal ini berarti apabila jumlah benih yang digunakan bertambah maka produktivitas jagung manis akan meningkat pula. Besarnya koefisien parameter benih ini adalah 0,001 yang artinya apabila jumlah benih yang digunakan meningkat sebesar 1 persen maka produktivitas jagung manis akan meningkat sebesar 0,001 persen dengan asumsi variabel input lainnya tetap. Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga benih yang digunakan sudah berlebih dan jarak tanam yang digunakan sempit. Sedangkan, penelitian Putra (2011) menunjukkan bahwa penambahaan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan benih rata-rata petani responden mencapai 7,46 kg/ha. Jumlah ini telah melebihi dari dosis yang dianjurkan dalam penelitian Putra (2011) yaitu sebesar 6-7 kg/ha. Penggunaan benih yang berlebih ini dikarenakan jarak tanam yang digunakan petani lebih sempit yaitu 25 X 50 cm daripada jarak tanam anjuran yaitu 25 X 80 cm (Anonim 1992). Alasan petani menanam jagung manis dengan menggunakan jarak tanam yang lebih sempit yaitu petani ingin mendapatkan jumlah tongkol jagung yang lebih banyak. Walaupun jumlah tongkol yang dihasilkan lebih banyak, ukuran tongkolnya lebih kecil sehingga berat per tongkolnya juga relatif lebih kecil. Jika penggunaan benih ditingkatkan maka jarak tanam yang akan digunakan petani menjadi lebih sempit lagi. Hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah tongkol tetapi berat per tongkol jagung manis akan menurun sehingga tidak berdampak secara signifikan terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. 90

6 2. Pupuk Kandang Pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk kandang akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk kandang yaitu sebesar -0,423 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk kandang sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,423 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kandang secara signifikan mampu meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006; Setiyanto 2008). Akan tetapi dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penambahan pupuk kandang dapat menurunkan produktivitas. Penggunaan ratarata pupuk kandang yang dilakukan oleh petani adalah 3,57 ton/ha sedangkan menurut Anonim (1992) kebutuhan pupuk kandang untuk budidaya jagung manis mencapai lebih kurang 10 ton/ha. Penggunaan pupuk kandang oleh petani responden masih jauh dari kebutuhan seharusnya. Akan tetapi, peningkatan penggunaan pupuk kandang tersebut akan menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang ayam dapat menimbulkan panas dari proses fermentasi pada pupuk tersebut sehingga menyebabkan benih jagung manis tidak dapat tumbuh. Petani memberikan pupuk kandang ini tiga hari sebelum tanam dimana seharusnya pupuk kandang ini diberikan bersamaan pada saat pengolahan lahan yaitu 7-15 hari sebelum tanam (Anonim 1992). Pemberian pupuk kandang pada tiga hari sebelum tanam menyebabkan proses fermentasi masih berlangsung sehingga dapat menimbulkan panas. 3. Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 0,201, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,201 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pupuk urea ini 91

7 tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,229) lebih besar daripada 20 persen. Pupuk urea digunakan oleh seluruh petani responden. Penggunaan ratarata pupuk urea ini mencapai 412,27 kg/ha. Jumlah ini tidak terlalu berbeda jauh dengan penggunaan yang disarankan oleh Anonim (1992) yaitu 435 kg/ha. Sedangkan menurut Made (2010), pemberian pupuk urea sebanyak 400 kg/ha sangat nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis. Penggunan pupuk urea petani responden ternyata masih berada pada selang toleransi penggunaan pupuk urea menurut Made (2010) dan Anonim (1992). Hal ini menyebabkan peningkatan penggunaan pupuk urea berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berbeda. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk urea secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung. Akan tetapi pada penelitian ini pengaruh peningkatan penggunaan pupuk urea tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas jagung manis. Penggunaan pupuk urea ini sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur Nitrogen yang berperan untuk pertumbuhan jaringan maristematik (Anonim 1992). Tanaman jagung manis yang kekurangan nitrogen akan tumbuh kerdil, daun-daunnya menguning, dan tidak mampu berbuah. Penampakan lain kekurangan nitrogen ini yaitu tanaman yang tumbuh tinggi akan tampak kurus. Petani melakukan pemupukan dengan urea sebanyak dua kali yaitu pada 12 HST dan 30 HST. Penggunaan pupuk urea pada kedua pemupukan tersebut jumlahnya sama. Ada beberapa petani melakukan pemupukan ketiga. Pemupukan ketiga dilakukan apabila menurut petani tanaman tumbuh kurang baik yang dilihat dari warna daun. Apabila warna daun menguning maka petani akan melakukan pemupukan ketiga. 4. Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar 0,033. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,033 persen. Pupuk phonska ini berpengaruh nyata 92

8 terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Suroso (2006) menunjukkan hal yang sama yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Pupuk phonska merupakan pupuk yang banyak digunakan oleh hampir seluruh petani responden. Hanya tiga orang petani responden yang tidak menggunakan pupuk phonska. Penggunaan rata-rata pupuk phonska mencapai 219,21 kg/ha. Pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dengan perbandingan 15:15:15. Menurut hasil penelitian Solihat (2005), penggunaan pupuk NPK ( ) sebanyak 300 kg/ha menghasilkan bobot tongkol yang besar. Hal ini dikarenakan pupuk NPK mengandung unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman. Kandungan nitrogen berperan penting dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Unsur fosfor berperan penting dalam pembentukan biji, mempercepat pemasakan buah dan menstimulir pembentukan akar pada pertumbuhan awal (Anonim 1992). Unsur Kalium dapat meningkatkan pertumbuhan akar dan meningkatkan penyerapan air dan hara tanah oleh akar (Fageria 1942). Rata-rata penggunaan pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih dibawah dosis menurut Solihat (2005). Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditambah untuk memenuhi kebutuhan unsur natrium, fosfor, dan kalium supaya pertumbuhan jagung menjadi optimal. Pemberian pupuk phonska ini dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat 12 HST dan 30 HST bersamaan dengan pemberian pupuk urea. Dosis yang digunakan sama untuk kedua pemupukan tersebut. Jika dibandingkan dengan penggunaan urea, petani menggunakan pupuk phonska lebih sedikit daripada pupuk urea. Hal ini dikarenakan pupuk urea telah mengandung banyak unsur nitrogen sehingga penggunaan pupuk phonska tidak terlalu banyak. Selain itu harga pupuk phonska lebih mahal daripada pupuk urea. 5. Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan peningkatan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar 0,044 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan 93

9 meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,044 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Penelitian Putra (2011) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu penambahan penggunaan pupuk TSP secara signifikan dapat meningkatkan jumlah produksi jagung manis. Petani yang menggunakan pupuk TSP sebanyak 27 orang sedangkan sisanya sebanyak 4 orang tidak menggunakan pupuk TSP. Rata-rata penggunaan pupuk TSP ini mencapai 216,76 kg/ha. Penggunaan pupuk TSP petani masih rendah jika dibandingkan dengan dosis anjuran umum yaitu sebesar 335 kg/ha (Anonim 1992). Penggunaan yang masih dibawah anjuran ini menunjukkan bahwa petani masih bisa meningkatkan penggunaan pupuk TSP untuk meningkatkan produksi jagung manis. Pupuk TSP mengandung unsur fosfor sebanyak 36 persen. Unsur fosfor ini berperan penting dalam pembentukan biji dan pemasakan buah. Jika terjadi kekurangan unsur fosfor dapat mengakibatkan tanaman menjadi kerdil atau menghasilkan tongkol yang tidak sempurna (Anonim 1992). 6. Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah 0,012, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,012 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,224) lebih besar daripada 20 persen. Peningkatan penggunaan pestisida cair berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas jagung manis. Hal ini diduga karena tidak semua petani menggunakan pestisida cair sehingga tidak dapat menjelaskan keragaman data. Sebanyak 20 petani responden menggunakan pestisida sedangkan sisanya sebanyak 11 orang tidak menggunakan pestisida cair. Selain itu, penggunaan pestisida cair ini telah berlebih. Pestisida cair yang digunakan petani responden rata-rata mencapai 1,2 liter/ha. Menurut Widiyanti (2000), penggunaan pestisida cair dibatasi pada dosis 0,6-1 liter per hektar. Rata-rata penggunaan pestisida 94

10 petani responden tersebut telah melebihi dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suroso (2006) dan Putra (2011) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pestisida secara nyata dapat meningkatkan jumlah produksi jagung. Akan tetapi dalam penelitian ini, peningkatan penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas. Penyemprotan dengan pestisida cair akan dilakukan apabila populasi hama menurut petani sudah terlampau meningkat. Penyemprotan biasanya dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 15 HST dan 30 HST. Pestisida cair ini digunakan untuk membasmi hama seperti ulat grayak dan belalang. Pestisida yang digunakan mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga sangat ampuh untuk membasmi hama. Merek pestisida cair yang banyak digunakan oleh petani adalah Decis. 7. Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan furadan akan mengakibatkan penurunan produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar -0,056 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan menurunkan produktivitas sebesar 0,056 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Hal ini disebabkan oleh penggunaan furadan yang telah melebihi dosis anjuran. Furadan digunakan petani responden sebagai insektisida untuk membunuh hama seperti semut, ulat dan belalang. Rata-rata penggunaan furadan oleh petani yaitu sebesar 15,72 kg/ha sedangkan dosis furadan dalam penelitian Widiyanti (2000) sebesar 12 kg/ha. Jika dilihat dari penggunaanya, petani menggunakan furadan melebihi dari dosis anjuran dalam penelitian Widiyanti (2000). Hal ini yang menyebabkan peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas jagung manis. Menurut petani, penggunaan furadan untuk insektisida kurang ampuh dibandingkan dengan menggunakan pestisida cair. Selain itu, dampak penggunaan atau reaksi yang ditimbulkan terhadap hama 95

11 lebih lambat sehingga hama tidak dapat hilang secara cepat. Oleh karena itu penggunaanya berlebih. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang berlawanan. Penelitian Widiyanti (2000) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan fungisida berupa furadan secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung manis. Penggunaan furadan ini dilakukan pada saat tanam untuk mencegah benih dimakan oleh semut dan pada usia 7-15 HST dan 30 HST digunakan sebagai pestisida untuk membunuh ulat dan belalang. Untuk membasmi hama ulat dan belalang petani melakukannya dengan menabur furadan pada ujung daun muda, ketiak daun dan ujung tongkol jagung muda serta ditabur ditanah seperti aplikasi pupuk kimia. Furadan merupakan insektisida sistemik yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Furadan mengandung bahan aktif karbofuran. Jika furadan diaplikasikan ke dalam tanah atau pada tanaman dengan segera karbofuran akan terserap oleh tanaman. Karbofuran akan masuk ke dalam seluruh jaringan tanaman tidak terkecuali daun dan buahnya. Ketika ada serangga yang memakan salah satu bagian tanaman tersebut serangga tersebut akan keracunan karbofuran dan akhirnya akan mati. Furadan yang diberikan terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya penumpukan zat karbofuran pada jaringan tanaman sehingga akan mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh tanaman ( Nuraeni 2007). Dalam penelitian Nuraeni (2007), aplikasi furadan pada ubi jalar yang dilakukan setiap bulan menghasilkan daun ubi jalar yang paling rendah daripada aplikasi furadan yang hanya dilakukan satu kali. Hal ini dikarenakan terjadi penumpukan zat karbofuran pada tanaman sehingga metabolisme tanaman terhambat. 8. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah 0,194, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat meningkatkan produktivitas jagung manis sebesar 0,194 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Akan tetapi variabel tenaga kerja ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap 96

12 produktivitas. Nilai P-Value tenaga kerja (0,211) lebih besar daripada 20 persen. Hal ini diduga penggunaan tenaga kerja telah berlebih. Tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani jagung manis ini terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja di luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga rata-rata sebesar 48,86 HOK/ha, sedangkan penggunaan tenaga kerja di luar keluarga rata-rata mencapai 135,14 HOK/ha. Jika dihitung secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja, petani menggunakan rata-rata 166,66 HOK/ha. Sedangkan menurut penelitian Widiyanti (2000) penggunaan tenaga kerja untuk usahatani jagung manis cukup hanya 60 HOK/ha. Penggunaan tenaga kerja ternyata sangat berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penambahan tenaga kerja pada usahatani jagung secara nyata dapat meningkatkan produksi jagung (Suroso 2006). 9. Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah negatif 0,158. Variabel musim merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih rendah daripada produktivitas jagung manis pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Hal ini dikarenakan pada kedua musim tanaman jagung sama-sama rentan terkena cekaman lingkungan. Rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim kemarau sebesar 8,04 ton/ha. Sedangkan, rata-rata produktivitas jagung manis petani responden pada musim hujan sebesar 8,30 ton/ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada musim hujan produktivitas jagung manis lebih besar daripada musim kemarau walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh. Selain itu, petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau rentan terkena kekeringan yang dapat menyebabkan tanaman mati. Kekeringan dapat menyebabkan benih tidak dapat berkecambah, tanaman yang masih muda menjadi layu dan kering, dan terganggunya proses pembungaan. Pada musim hujan, tanaman rentan terkena hama dan penyakit karena menurut petani populasi hama dan penyakit ini meningkat pada saat musim hujan. Selain itu tanaman jagung 97

13 manis juga rentan terkena genangan air karena curah hujan yang berlebih. Menurut petani, kelebihan air bisa menyebabkan akar tanaman membusuk. Oleh karena itu musim tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas jagung manis. 10. Varietas Benih Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -0,303. Variabel varietas benih merupakan variabel dummy. Hal ini berarti bahwa penggunaan benih varietas Hawai dapat menghasilkan produktivitas jagung manis yang lebih rendah daripada menggunakan benih varietas non Hawai. Petani yang menggunakan benih selain Hawai mampu menghasilkan produksi lebih besar daripada petani yang menggunakan benih Hawai. Varietas benih ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Varietas benih jagung manis yang mayoritas digunakan petani responden adalah varietas Hawai (80,65%). Selain Hawai petani juga menggunakan benih Varietas Golden (6,45%), Sweet Boy (3,23%), dan Talenta (9,68%). Jika dibandingkan rata-rata produktivitas yang diperoleh petani responden untuk varietas Hawai dengan varietas non Hawai, maka varietas Hawai hanya mampu menghasilkan jagung manis 7,54 ton/ha sedangkan varieatas non Hawai mampu menghasilkan rata-rata 10,81 ton/ha. Hal ini telah menunjukkan bahwa penggunaan benih dengan varietas non Hawai memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan varietas Hawai. Benih varietas Hawai merupakan benih yang paling sering digunakan oleh petani. Alasan petani menggunakan benih ini karena dianggap lebih mudah beradaptasi dengan kondisi lapang di Desa Gunung malang, harganya murah, dan mudah didapat. Dari hasil produksi, benih Hawai menghasilkan produksi yang banyak tetapi dengan ukuran dan berat tongkol yang lebih kecil. Produktivitas potensial yang dapat dicapai benih varietas Hawai ini sebesar 15 ton/ha sesuai dengan yang tertera pada kemasan benih. Keberadaan benih baru seperti benih varietas Talenta mampu memberikan produksi ton/ha seperti yang tertera pada kemasan benih. Menurut petani benih Talenta lebih tahan terhadap penyakit bulai. Hasil tongkol jagungnya juga lebih besar daripada varietas Hawai. Menurut penelitian Putra (2011) dan Ali (2005), benih varietas Sweet Boy dan Golden lebih bagus dibandingkan dengan varietas Hawai. Varietas Sweet Boy 98

14 dan Golden mampu menghasilkan jagung manis dengan kadar air lebih banyak dan rasanya lebih manis serta tanaman lebih rentan terhadap penyakit. Sedangkan produktivitas potensial Sweet Boy bisa mencapai 22,8 ton/ha (Sari 2012). Produktivitas benih varietas Golden mampu mencapai ton/ha 8. Hasil penjumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah sebesar -0,455. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usahatani jagung manis ini tersebut berada pada skala kenaikan hasil yang berkurang (diminishing return to scale) karena memiliki elastisitas lebih kecil daripada satu. Hal ini berarti, apabila peningkatan satu persen pada masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan menurunkan produktivitas jagung manis sebesar 0,455 persen. Berdasarkan hasil pendugaan parameter menunjukkan bahwa tidak semua variabel yang dimasukkan dalam model memiliki koefisien parameter positif seluruhnya akan tetapi terdapat beberapa variabel yang memiliki tanda koefisien negatif. Hal ini dapat berpengaruh terhadap skala usaha usahatani jagung manis. 6.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis Faktor produksi atau input pertanian diduga tidak hanya berpengaruh terhadap produktivitas jagung manis tetapi juga berpengaruh terhadap risiko produksi jagung manis. Pengaruh faktor produksi terhadap risiko produksi ini diketahui dengan melihat pengaruh faktor produksi terhadap variance produktivitas. Adanya variance produktivitas ini menunjukkan bahwa dalam usaha budidaya jagung manis dipengaruhi oleh adanya risiko yang dapat menyebabkan adanya perbedaan atau selisih antara produktivitas aktual dengan produktivitas rata-rata yang seharusnya dapat dicapai. Analisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi variance produktivitas jagung manis diestimasikan dengan menggunakan persamaan fungsi variance produktivitas. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas dapat dilihat pada Tabel Bisnis Manis Jagung Manis. Diakses 08 November

15 Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance produktivitas Jagung Manis Petani Responden Variabel Koefisien Regresi Simpangan Baku Koefisien T P-Value Konstanta 7,006 9,239 0,758 0,457 Ln Benih -1,070 1,519-0,704 0,489 Ln Kandang -0,533 1,306-0,408 0,688 Ln Urea 1,095 0,932 1,174 0,254 Ln Phonska 0,200 0,127 1,573* 0,131 Ln TSP -0,239 0,091-2,632* 0,016 Ln Pestisida Cair -0,072 0,056-1,296 0,210 Ln Furadan 0,254 0,137 1,856* 0,078 Ln Tenaga Kerja -1,798 0,865-2,078* 0,051 D1 (Musim) 0,108 1,067 0,101 0,921 D2 (Varietas) -1,622 1,272-1,275 0,217 R-Sq = 52,7% R-Sq (Adj) = 29,1% Ket: *) ignifikan pada α 20% Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada Tabel 20, maka fungsi variance produktivitas jagung manis dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Variance = 7,006-1,070 Ln Benih 0,533 Ln Kandang + 1,095 Ln Urea + 0,200 Ln Phonska - 0,239 Ln TSP - 0,072 Ln Pestisida Cair + 0,254 Ln Furadan - 1,798 Ln Tenaga Kerja + 1,067 D1 1,622 D2 Hasil pendugaan model fungsi variance produktivitas memberikan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 52,7 persen dengan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R 2 adj) sebesar 29,1 persen. Nilai R 2 tersebut menunjukan bahwa 52,7 persen keragaman variance produktivitas jagung manis dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor produksi benih, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk TSP, pestisida cair, furadan, tenaga kerja, musim dan varietas benih. Sedangkan sisanya sebesar 47,3 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar model seperti serangan hama dan penyakit serta kondisi alam (angin, suhu). Faktor-faktor produksi yang dimasukkan dalam model diduga berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Dari hasil pendugaan menunjukkan 100

16 bahwa tidak semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis. Dengan menggunakan nilai P-Value dapat diketahui variabel independen (faktor produksi) mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap variance produktivitas jagung manis. Jika nilai P-Value lebih kecil dari taraf nyata (α) maka variabel tersebut berpengaruh signifikan. ariabel pupuk TSP, furadan, tenaga kerja dan pupuk phonska berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen. Faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis, artinya faktor produksi tersebut merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko produksi atau menurunkan risiko produksi. Jika terjadi penambahan atau pengurangan pada faktor produksi tersebut akan berpengaruh terhadap variance produktivitas jagung manis. Sedangkan untuk benih, pupuk kandang, pupuk urea, pestisida cair, musim dan varietas tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas jagung manis. Secara rinci pengaruh masing-masing faktor produksi terhadap variance produktivitas jagung manis dijelaskan sebagai berikut: 1. Benih Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produktivitas jagung manis menunjukkan bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance produktivitas jagung manis semakin menurun, sehingga variabel benih merupakan faktor yang mengurangi risiko (risk reducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai negatif sebesar 1,070. Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,070 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Akan tetapi variabel benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel benih (0,489) lebih besar daripada 20 persen. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa benih memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Ligeon et al. (2008) menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi pada kacang tanah. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan benih kentang dan kubis 101

17 maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil sama dengan penelitian Fariyanti et al. (2007) yaitu penambahan penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi akan tetapi pengaruhnya tidak nyata. Penggunaan benih yang meningkat dapat meningkatkan populasi tanaman. Semakin rapat populasi tanaman maka tongkol jagung yang dihasilkan semakin banyak tetapi ukurannya semakin kecil. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan benih akan meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan penggunaan benih ini dapat meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis menuju ke kestabilan produksi sehingga benih dapat menurunkan risiko. Akan tetapi pengaruh peningkatan benih terhadap peningkatan produktivitas tidak nyata sehingga pengaruh terhadap variance produktivitas juga tidak nyata. 2. Pupuk Kandang Dari hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang merupakan variabel produksi yang dapat menurunkan risiko produksi. Koefisien parameter menunjukkan nilai negatif yang artinya setiap peningkatan penggunaan pupuk kandang dapat mengurangi variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien parameter yaitu -0,533 sehingga setiap penambahan penggunaan pupuk kandang 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,533 persen. Faktor produksi pupuk kandang dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pupuk kandang ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen yang ditunjukkan dengan nilai P-Value variabel pupuk kandang (0,688) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pupuk kandang dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pupuk kandang pada usahatani mentimun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada penelitian ini diperoleh hasil yaitu penggunaan pupuk kandang dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis. Menurut Anonim (1992) penggunaan pupuk kandang dapat menambah kandungan bahan 102

18 organik tanah agar jumlah hara yang dibutuhkan oleh tanaman lebih banyak tersedia dan untuk memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur tanah, daya ikat air dan porositas tanah. Akan tetapi pemberian pupuk kandang pada waktu yang tidak tepat dapat memicu penurunan produksi sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata karena pupuk kandang mengalami proses fermentasi yang dapat menghasilkan panas sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. 3. Pupuk Urea Koefisien parameter dugaan untuk variabel urea memiliki tanda positif yang artinya setiap penambahan pupuk urea akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis juga meningkat. Nilai koefisien parameter pupuk urea adalah 1,095, maka setiap penambahan penggunaan pupuk urea sebesar 1 persen dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,095 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk urea dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Akan tetapi variabel pupuk urea ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap produktivitas. Nilai P-Value urea (0,254) lebih besar daripada 20 persen. Sementara itu, Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kentang maka risiko produksinya juga semakin meningkat. Sedangkan, semakin tinggi penggunaan pupuk urea pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pupuk urea digunakan oleh semua petani responden. Hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan urea mampu meningkatkan rata-rata produktivitas jagung manis. Peningkatan rata-rata produktivitas karena peningkatan pupuk urea tersebut ternyata berdampak juga terhadap peningkatan variance produktivitas jagung manis. Oleh karena itu, pupuk urea bertindak sebagai faktor yang menyebabkan risiko. Pupuk urea yang digunakan mengandung unsur nitrogen sebanyak 46 persen. Unsur nitrogen ini sangat penting karena nitrogen merupakan unsur yang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan hasil produksi tanaman dibandingkan dengan unsur lainnya (Fageria 1942). Nitrogen dalam pupuk urea diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti 103

19 daun, batang dan akar, tetapi jika terlalu banyak di aplikasikan pada tanaman dapat menghambat pembungaan dan pembentukan buah (Sutedjo 1987). 4. Pupuk Phonska Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel pupuk phonska adalah sebesar 0,200. Hal ini berarti bahwa apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan 1 persen, ceteris paribus, maka dapat meningkatkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,200 persen. Faktor produksi pupuk phonska dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Pupuk phonska ini berpengaruh nyata terhadap produktivitas pada taraf nyata 20 persen. Penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa semakin tinggi penggunaan pupuk NPK pada kubis maka risiko produksinya semakin menurun. Pada penelitian ini diperoleh hasil yang berbeda yaitu peningkatan penggunaan pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Hasil analisis fungsi produksi rata-rata menunjukkan apabila penggunaan pupuk phonska ditingkatkan dapat meningkatkan produktivitas jagung manis. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan variance produktivitasnya sehingga pupuk phonska dapat meningkatkan risiko produksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pupuk phonska merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur nitrogen, fosfor dan kalium. Kelebihan dari pupuk ini adalah adanya kandungan unsur kalium didalamnya. Unsur kalium sangat penting untuk pertumbuhan tanaman jagung manis terutama pada saat menjelang keluarnya malai (Anonim 1992). Selain itu unsur kalium dapat meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit dan meningkatkan kualitas biji atau buah (Sutedjo 1987). Penggunaan unsur kalium pada pupuk phonska yang digunakan oleh petani masih sangat rendah yaitu sebesar 32,88 kg/ha, sedangkan kebutuhan unsur kalium untuk jagung manis sebanyak 150 kg/ha (Anonim 1992). Petani tidak menggunakan pupuk lain yang mengandung unsur kalium seperti KCl selama melakukan budidaya. Oleh karena itu penggunaan pupuk phonska masih dapat ditingkatkan untuk menambah kebutuhan unsur kalium pada tanaman. Dengan bertambahnya unsur kalium maka tanaman dapat menghasilkan tongkol yang lebih besar (Anonim 1992). Akan tetapi, petani harus mewaspadai penggunaan 104

20 pupuk phonska ini. Penggunaan pupuk phonska disertai dengan penggunaan pupuk lain seperti urea dan TSP dapat menyebabkan kelebihan unsur nitrogen dan fosfor. Kelebihan unsur kimia dalam pupuk dapat menyebabkan tanaman mengalami keracunan dan mengakibatkan tanaman mati sehingga dapat menurunkan produksi. 5. Pupuk TSP Pupuk TSP berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai negatif sehingga setiap penambahan pupuk TSP akan mengakibatkan penurunan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien pupuk TSP yaitu sebesar - 0,239 yang artinya setiap penambahan jumlah pupuk TSP sebesar 1 persen akan menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,239 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pupuk TSP dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hal yang berbeda dinyatakan oleh Fariyanti et al. (2007). Menurut Fariyanti et al. (2007), semakin tinggi penggunaan pupuk TSP pada kentang maka risiko produksinya semakin meningkat. Pupuk TSP mengandung sebanyak 36 persen unsur fosfor. Unsur fosfor ini sangat penting untuk pertumbuhan jaringan meristem seperti pertumbuhan batang dan daun serta akar (Fageria 1942). Sutedjo (1987) menambahkan bahwa unsur fosfor bermanfaat bagi tanaman karena dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta dapat meningkatkan produksi biji pada tanaman serealia. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, penambahan pupuk TSP dapat meningkatkan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini ternyata dapat meningkatkan kestabilan produksi sehingga pupuk TSP dapat mengurangi risiko produksi. Rata-rata penggunaan pupuk TSP mencapai 216,76 kg/ha. Dari jumlah penggunaan pupuk TSP tersebut, unsur fosfor yang terdapat dalam pupuk TSP sebesar 78,03 kg/ha. Sedangkan, unsur fosfor yang diperlukan oleh tanaman jagung manis sebesar 150 kg/ha (Anonim 1992). Pupuk TSP yang digunakan oleh petani ternyata hanya menyumbang 52 persen dari total kebutuhan unsur fosfor tanaman jagung manis. Ternyata jumlah unsur fosfor masih dibawah kebutuhan yang dianjurkan. Oleh karena itu penambahan pupuk TSP dapat 105

21 menurunkan risiko karena penggunaan pupuk TSP masih belum melewati ambang batas kebutuhan tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi tanaman. 6. Pestisida Cair Koefisien parameter dugaan untuk variabel pestisida cair memiliki tanda negatif yang artinya setiap penambahan pestisida cair akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter pestisida cair adalah -0,072, maka setiap penambahan penggunaan pestisida cair sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 0,072 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi pestisida cair dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Akan tetapi variabel pestisida cair ini tidak berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Nilai P-Value pestisida cair (0,210) lebih besar daripada 20 persen. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pestisida cair dapat berpengaruh sebagai pengurang risiko maupun sebagai peningkat risiko. Menurut Pratiwi (2011), peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani caisin dapat meningkatkan risiko produksi. Sementara itu, peningkatan penggunaan pestisida cair pada usahatani timun dapat mengurangi risiko produksi (Puspitasari 2011). Pada hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan penelitian Puspitasari (2011) bahwa peningkatan penggunaan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi jagung manis. Petani menggunakan pestisida cair untuk memberantas hama seperti ulat dan belalang melalui kegiatan penyemprotan. Menurut petani, penyemprotan hama dengan pestisida cair ini lebih efektif karena mengandung racun lambung dan racun kontak sehingga dapat langsung membunuh hama tersebut. Dengan melakukan penyemprotan maka hama akan mati sehingga tidak ada lagi hama yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan hasil pendugaan fungsi produksi rata-rata, peningkatan penggunaan pestisida cair akan berdampak pada peningkatan produktivitas jagung manis. Peningkatan produktivitas ini mengarah pada kestabilan produksi sehingga pestisida cair sebagai faktor pengurang risiko. 106

22 7. Furadan Penggunaan furadan berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas jagung manis pada taraf nyata 20 persen. Koefisien parameter dugaan menunjukkan nilai positif sehingga setiap penambahan furadan akan mengakibatkan peningkatan variance produktivitas jagung manis. Nilai koefisien furadan yaitu sebesar 0,254 yang artinya setiap penambahan jumlah furadan sebesar 1 persen akan meningkatkan variance produktivitas sebesar 0,254 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi furadan dapat dikatakan sebagai faktor yang dapat meningkatkan risiko (risk inducing factors). Hal berbeda dinyatakan oleh Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011). Menurut Puspitasari (2011) dan Pratiwi (2011) peningkatan penggunaan pestisida padat dapat menurunkan risiko produksi. Furadan banyak digunakan petani sebagai insektisida. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada pendugaan fungsi produksi rata-rata, penggunaan furadan ini sudah berlebihan sehingga peningkatan penggunaan furadan dapat menurunkan produktivitas rata-rata jagung manis. Penurunan produktivitas ratarata jagung manis ini menyebabkan variance produktivitasnya juga semakin besar sehingga furadan bertindak sebagai faktor yang dapat menimbulkan risiko. Menurut petani, penggunaan furadan memiliki efek yang lambat dan kurang ampuh untuk membasmi hama sehingga petani menggunakan furadan secara berlebihan. Penggunaan furadan yang berlebihan dapat mengakibatkan pemumpukan zat karbofuran dalam jaringan tanaman sehingga dapat mengganggu metabolisme tanaman (Nuraeni 2007). 8. Tenaga Kerja Koefisien parameter dugaan untuk variabel tenaga kerja memiliki tanda negatif yang artinya setiap penambahan tenaga kerja akan mengakibatkan variance produktivitas jagung manis menurun. Nilai koefisien parameter tenaga kerja adalah -1,798, maka setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 persen dapat menurunkan variance produktivitas jagung manis sebesar 1,798 persen dengan asumsi variabel produksi lainnya dianggap tetap. Faktor produksi tenaga kerja dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko (risk reducing 107

23 factors). Variabel tenaga kerja ini berpengaruh nyata pada taraf nyata 20 persen terhadap variance produktivitas. Peningkatan jumlah tenaga kerja dapat menurunkan risiko produksi. Peningkatan tenaga kerja dapat dilakukan untuk kegiatan penyiraman dan penyiangan. Kondisi di lapang menunjukkan bahwa petani jarang melakukan penyiraman terutama pada musim kemarau. Tanaman jagung manis memang lebih tahan terhadap kekeringan, akan tetapi pada fase-fase tertentu tanaman jagung manis tidak boleh mengalami cekaman kekeringan. Fase dimana tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan adalah fase perkecambahan, pembungaan dan pengisian biji. Selain kegiatan penyiraman, kegiatan penyiangan juga masih jarang dilakukan. Petani paling banyak melakukan penyiangan sebanyak 2 kali dan sebagian besar hanya melakukan satu kali pada saat pembumbunan. Penyiangan seharusnya dilakukan setiap 2 minggu sekali dimulai dari umur tanaman 15 HST. Penyiangan ini penting karena untuk mengendalikan populasi gulma. Penggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia dapat merangsang pertumbuhan gulma yang tinggi. Jika populasi gulma tinggi maka akan terjadi persaingan antara gulma dengan tanaman jagung manis dalam menyerap hara dan air dalam tanah. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) dan Fariyanti et al. (2007). Hasil penelitian Fufa dan Hasan (2003) menunjukkan bahwa peningkatan tenaga kerja untuk pengolahan lahan pada usahatani jagung dapat mengurangi risiko produksi. Fariyanti et al. (2007) juga menyatakan bahwa semakin tinggi penggunaan tenaga kerja pada usahatani kentang maka risiko produksinya juga menurun. 9. Musim Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel musim adalah sebesar 0,108. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis pada musim kemarau lebih tinggi daripada musim hujan. Petani yang menanam jagung manis pada musim kemarau lebih berisiko daripada petani yang menanam pada musim hujan. Musim ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen. 108

24 Hasil analisis risiko produksi menunjukkan bahwa musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi. Hal ini diduga pada masing-masing musim memiliki risiko dengan pengaruh yang sama. Pada musim kemarau ancaman terbesar bagi tanaman jagung manis adalah kekeringan dan suhu tinggi. Sementara itu pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat serta pengaruh cekaman kelebihan air. Menurut petani pada musim kemarau banyak tanaman jagung manis yang gagal berkecambah, banyak tanaman yang mati karena kekeringan dan tanaman tidak berbuah. Hal ini dikarenakan petani tidak melakukan penyiraman terhadap tanaman jagung manis. Petani melakukan penyiraman hanya pada saat setelah tanam yang bertujuan untuk melembabkan tanah supaya benih bisa berkecambah. Menurut Sirappa dan Razak (2010), tanaman jagung tidak boleh mengalami cekaman kekeringan pada fase berbunga atau pengisian biji (33-50 HST) karena dapat menurunkan hasil sekitar persen dari hasil kondisi normal. Kekurangan air pada fase berbunga menyebabkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina atau tongkol mengering sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang dan mengecilnya ukuran biji. Sementara itu, pada musim hujan intensitas serangan hama dan penyakit meningkat, pertumbuhan gulma meningkat dan tanaman tumbuh tidak normal. Menurut petani pada musim hujan serangan ulat dan belalang meningkat dibandingkan pada musim kemarau. Selain itu, pada musim hujan tanaman mengalami pembusukan pada bagian pucuk daun muda karena terkena air hujan. Daun tanaman muda juga banyak yang rusak karena terkena air hujan sehingga menyebabkan tumbuh tidak normal. 10. Varietas Nilai koefisien parameter dugaan untuk variabel varietas benih adalah sebesar -1,622. Hal ini berarti bahwa variance produktivitas jagung manis benih varietas Hawai lebih rendah daripada benih varietas selain Hawai. Petani yang menggunakan varietas Hawai memiliki risiko produksi yang lebih rendah daripada petani yang menggunakan benih varietas selain Hawai. Varietas benih ini tidak berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas pada taraf nyata 20 persen. 109

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Teori Produksi Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktorfaktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi.

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG LAMPIRAN Lampiran 1 KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG 1. Keadaan Umum Responden 1.1. Identitas Responden 1. Nama : (L / P) 2. Umur : tahun 3. Alamat : RT /

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum 4.1.1 Lokasi Penelitian Desa Tlogoweru terletak di Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, dengan perbatasan wilayah Desa sebagai berikut Batas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Gambaran Umum Usahatani Tomat di Desa Lebak Muncang Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya di Desa Lebak Muncang sebagian besar penduduknya adalah petani. Sebanyak

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Geografi Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar 1 III. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung mulai bulan November 2011 sampai dengan Februari 2012. 1.2

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai

MATERI DAN METODE. Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan dimulai dari bulan Juni sampai III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jl. H. R. Soebrantas KM.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan 37 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Lawe Sigala-gala, Kecamatan Semadam dan Kecamatan Lawe Sumur Kabupaten Aceh Tenggara Propinsi Aceh Dimana

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jurnal Ilmiah AgrIBA No2 Edisi September Tahun 2014 ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Oleh : Siska Alfiati Dosen PNSD dpk STIPER Sriwigama Palembang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Unit Bisnis Daerah (UBD) Khusus Sukamandi, Subang Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, 51 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Responden Karakteristik petani yang menjadi responden bagi peneliti adalah usia, pengalaman bertani, tingkat pendidikan, penggunaan luas lahan, dan jumlah tanggungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row PENDAHULUAN Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama tanaman lain

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Oktober 2011-Januari 2012. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk phonska pada pertumbuhan dan produksi kacang hijau masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau Desa Simpang Barn Kecamatan Tampan Kotamadya Pekanbaru Propinsi Riau dengan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, jalan Binawidya km 12,5 Simpang Baru Panam, Kecamatan Tampan, Kota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober Januari 2014 di BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013- Januari 2014 di Laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung dan Laboratorium Rekayasa Sumber

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar

III. METODE PENELITIAN. dianalisis. Menurut Supardi (2005) penelitian deskripsi secara garis besar III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Merode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu suatu penelitian yang merumuskan diri pada pemecahan masalah yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. HASIL DAN PEMBAHASAN II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Faktor umur adalah salah satu hal yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Semakin produktif umur seseorang maka curahan tenaga yang dikeluarkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Bunga Terompet Kelurahan Sempakata Padang Bulan, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter diatas permukaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa

I. PENDAHULUAN. manis dapat mencapai ton/ha (BPS, 2014). Hal ini menandakan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn ialah salah satu tanaman pangan yang mempunyai prospek penting di Indonesia. Hal ini disebabkan jagung

Lebih terperinci

BAHAN METODE PENELITIAN

BAHAN METODE PENELITIAN BAHAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan, dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl, dilaksanakan pada

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 9 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Karakteristik Lokasi Penelitian Luas areal tanam padi adalah seluas 6 m 2 yang terletak di Desa Langgeng. Secara administrasi pemerintahan Desa Langgeng Sari termasuk dalam

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanaman, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 7.1. Penerimaan Usahatani Kedelai Edamame Analisis terhadap penerimaan usahatani kedelai edamame petani mitra PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI UBI JALAR 6.1. Analisis Aspek Budidaya 6.1.1 Penyiapan Bahan Tanaman (Pembibitan) Petani ubi jalar di lokasi penelitian yang dijadikan responden adalah petani yang menanam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Umur Petani Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara 30 sampai lebih dari 60 tahun. Umur petani berpengaruh langsung terhadap

Lebih terperinci

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November

Jumlah Hari Hujan Gerimis Gerimis-deras Total September. Rata-rata Suhu ( o C) Oktober '13 23,79 13,25 18, November BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya tidak diuji

Lebih terperinci

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b

Program Studi Magister Sains Agribisnis, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor b ARTIKEL Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Tumpangsari dengan Jagung Manis di Desa Gunung Malang, Kabupaten Bogor Farm Income of the Intercropping System between Sweet Potato and Sweet Corn in Gunung Malang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci