BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS Pada kajian ini dilakukan analisis terhadap kondisi dan konfigurasi dasar laut, desain dan perencanaan jalur pipa, peletakan pipa, distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari pergerakan barge, instalasi pipa riser, ketelitian posisi horizontal dari USBL tracking system, stabilitas pipa abandon di dasar laut (pipeline resting). 4.1 Analisis Terhadap Kondisi dan Konfigurasi Dasar Laut Berdasarkan data hasil pemeruman (kertas bacaan hasil sounding), dapat diketahui kemiringan atau gradien dasar laut menurut persamaan matematis sederhana (persamaan (1)) pada dasar teori (Bab II), yaitu : x x0 y y0 z z0 b = = = = tan θ a b c a dimana : tan θ merupakan kemiringan dasar laut/gradien (x 0,y 0,z 0 ) merupakan koordinat titik A dan (x,y,z) merupakan koordinat titik B Dari KP sampai KP 3.123, dasar laut semakin dangkal menuju ke arah timur dengan gradien maksimum 1:300. Kedalaman air sepanjang segmen ini bervariasi dari mulai 30.9 m (KP 0.000) sampai 18.6 m (KP 3.122). Dari KP sampai KP 7.271, keadaan dasar laut semakin dangkal ke arah timur dengan gradien lokal 1:400 dengan kedalaman air yang bervariasi dari 19.1 m (KP 3.021) sampai 8.0 m (KP 7.271). Dari KP sampai KP , keadaan dasar laut semakin dangkal sampai ke arah pantai dari 9.0 m (KP 6.799) sampai 1.0 m (KP ), dimana batas kedangkalan vessel terjangkau. Jarak antara titik pada batas daerah sounding sampai MCOT landing point sekitar 100 m (KP ). 52

2 4.2 Analisis Terhadap Desain dan Perencanaan Jalur Pipa Bawah Laut Rencana (Proposed Pipeline) Batuan dasar laut Abandon pipe Pipe joint Sedimen/lumpur lunak Dasar laut Area free span Gambar 4.1 Free span jalur pipa bawah laut aktual Dalam desain dan perencanaan jalur pipa bawah laut, diusahakan jalur pipa bawah laut yang didesain tersebut aman, efisien, mempunyai jalur terpendek dan terhindar dari area free span untuk menjaga kestabilan dan keamanan pipa bawah laut yang terkonstruksi. Sementara itu dalam desain pipa bawah laut rencana, field engineer sudah memperhitungkan natural bending yang diijinkan, praktisnya kira-kira radius 1000 m (1 km). Pada desain pipa bawah laut rencana dari MCOT landing point sampai WLP-A platform terdapat 2 segmen titik belok yaitu antara KP 0.5 KP 1.5 dan KP 6.0 KP 7.0 sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan field engineer yaitu maksimum 1 km untuk setiap segmen belok pipa bawah laut rencana. Nilai sudut belok ini dapat didekati dengan nilai sudut jurusan rata-rata antara titik-titik sampel yang diambil (dengan acuan sumbu-y atau arah utara sebenarnya atau terhadap sumbu-x) sepanjang segmen belok pada jalur pipa bawah laut rencana. Gambar 4.2 Titik-titik belok jalur pipa bawah laut rencana (KP 0.5 KP 1.5 dan KP 6.0 KP 7.0) Dari tabel 4.1 berikut dapat diketahui bahwa sudut jurusan rata-rata dengan titik sampel 1 2 adalah sebesar α = , sehingga sudut belok rata-rata sebesar terhadap arah utara sebenarnya (sumbu-y) atau sebesar 53

3 = (terhadap sumbu-x), diperkirakan sekitar segmen d e - f ( α e f = mendekati α ). Tabel 4.1 Perhitungan nilai sudut jurusan rata-rata titik sampel 1 2 (KP 0.5 KP 1.5) Titik X (me) Y (mn) α (Radian) α (Derajat) α a b c d e f g h i Sedangkan dari tabel 4.2 berikut dapat diketahui bahwa sudut jurusan rata-rata dengan titik sampel 3 4 adalah sebesar α = 97.38, sehingga sudut belok rata-rata sebesar terhadap arah utara sebenarnya (sejati) atau sebesar = 7.38 (terhadap sumbu-x), diperkirakan sekitar titik e f g ( α α ). f ' g ' = mendekati Tabel 4.2 Perhitungan nilai sudut jurusan rata-rata titik sampel 3 4 (KP 6.0 KP 7.0) Titik X (me) Y (mn) α (Radian) α (Derajat) α a' b' c' d' e'

4 f' g' h' I' (tidak ditambah 180 karena +) 4.3 Analisis Peletakan Pipa Bawah Laut (Laying Problem) Permasalahan peletakan pipa bawah laut dapat diilustrasikan menurut gambar 4.3 sebagai berikut : Gambar 4.3 Permasalahan peletakan pipa bawah laut saat penurunan pulling head [Dr. Boyun Guo et al, 2005] Dari sketsa permasalahan peletakan pipa (laying problem), angka kedalaman laut dapat dirumuskan menurut persamaan sebagai berikut : Kedalaman TDP Stinger = cos( 90 θ ) Kedalaman laut = Jarak TDP ke stinger [Cos (90-θ)] Secara praktis, jika diketahui jarak antara TDP ke stinger (baik model pada HYDROpro maupun jarak sebenarnya di lapangan) dan diketahui data kedalaman laut dari echosounder maka kita dapat menentukan kemiringan stinger terhadap MSL dalam setiap peletakan pipa bawah laut dari persamaan (7) pada dasar teori (Bab II). Hal tersebut berguna dalam pemantauan kemiringan stinger yang masih diperbolehkan pada saat peletakan pipa bawah laut di dasar laut dengan sistem stinger menurut persamaan sebagai berikut : 55

5 Kedalaman TDP Stinger = cos( 90 θ ) θ = arc sin Kedalaman TDP Stinger Tabel 4.3 Pengaruh faktor kedalaman laut terhadap kemiringan stinger pada saat peletakan pipa bawah laut Jarak model TDP ke stinger pada HYDROpro Kemiringan stinger terhadap MSL Kedalaman (m) 57.2 m (kemiringan maksimum yg masih diperbolehkan) Secara teoritis, permasalahan peletakan pipa bawah laut dapat diilustrasikan menurut grafik sebagai berikut : Grafik 4.1 Tension kedalaman laut untuk radius minimum (R min ) yang konstan [Dr. Boyun Guo et al, 2005] Dari data tension (diukur dengan alat tensionmeter yang dipasang di stern) yang diplot terhadap kedalaman laut (D sh ) menurut grafik diatas, nilai-nilai tension H (tension terhadap arah horizontal) diplot dalam bentuk dimensional terhadap kedalaman laut yang menunjukkan nilai kualitas H yang bervariasi. Berdasarkan garis beam pada grafik (beam theory), nilainya akan valid pada sudut 20 25º, garisnya bersifat smooth sesuai dengan stiffened catenary theory yang menunjukkan hasil yang benar 56

6 sesuai kedua teori tersebut meskipun pada daerah domain transisi. Secara praktis, kondisi ini akan berlaku pada semua kasus peletakan pipa bawah laut di laut dangkal (maksimum kedalaman 600 meter) dengan contoh hasil perhitungan sebagai berikut : Data yang diketahui : D sh = 50 ε = 0.32 Boundary layer widths = 0.23 dan 0.27 Sudut maksimum 24º (tercapai pada nilai D sh = 50 dan H = 110) Maka berdasarkan persamaan (3) dan (5) dihasilkan nilai ψ (1), V, L, dan radius minimum yang disajikan menurut tabel sebagai berikut : Tabel 4.4 Hasil perhitungan berdasarkan persamaan (3) dan (5) [Dr. Boyun Guo et al, 2005] Numerical Catenary Beam ψ (1) 21.89º 21.82º 22.18º V L Radius minimum Nilai hasil perhitungan pada tabel diatas lebih akurat dibandingkan nilai standarnya secara teoritis, yang mana nilai kesalahan (error) O(ε 3 ) untuk ψ, V, dan L berdasarkan teori stiffened catenary diprediksi 3% (pada tabel 0.3%), nilai kesalahan (error) O(ε 3 ) untuk radius minimum diprediksi 10% (pada tabel 0.5%), sedangkan nilai kesalahan O ( ψ 2 ) menurut teori beam diberikan toleransi sekitar 15%. Pada contoh grafik penyelesaian masalah peletakan pipa bawah laut (abandon/recovery problem) berikut dimana bending stress maksimum (~ ψ s ) diplot terhadap panjang kabel (pulling head wire) pada saat penurunan pulling head, persamaan hasil antara teori catenary dan beam tersebut akan jelas terlihat. 57

7 Grafik 4.2 Bending stress maksimum panjang kabel (PH wire) untuk pipa (pada grafik 4.1) dengan nilai D sh = 150 dan H = 140 [Dr. Boyun Guo et al, 2005] 4.4 Analisis Terhadap Distribusi Jalur Pipa Bawah Laut Aktual Dari Pergerakan Barge (Barge Track) Distribusi jalur pipa bawah laut aktual hasil plotting koordinat pada AutoCAD terlihat bersilangan dengan jalur pipa bawah laut rencana serta bentuknya patah-patah (zig-zag). Hal ini dikarenakan pergerakan barge menggunakan metode zig-zag untuk menjaga agar titik TDP tetap pada jalur pipa bawah laut rencana. Gambar 4.4 Distribusi jalur pipa bawah laut aktual joint #120 #126 (TDP) 58

8 Pada joint pipa #124 (TDP) terlihat bahwa kondisi pipanya seolah-olah berbelok ke belakang, serta pada joint pipa #125 (TDP) seolah-olah bersilangan dengan joint pipa #123. Hal ini diakibatkan karena joint pipa #132 (di station-1) mengalami kerusakan pada saat welding activity sehingga harus dipotong dan diganti dengan pipa yang baru sehingga barge harus bergerak mundur (kearah stern) sejauh ± 12 m (1 joint) dari kedudukan semula. Tabel 4.5 Distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari joint #120 - #125 Pipe Joint (TDP) KP pada TDP Easting (me) Northing (mn) Kedalaman (m) # # # # # # Gambar 4.5 Distribusi jalur pipa bawah laut aktual joint #293 #295 Pada joint pipa #294 (TDP) terlihat bahwa jarak segmen pipa sebesar m terhadap joint pipa #294 (TDP) hasil beacon tracking sedangkan panjang pipa sebenarnya hanya 12 m saja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sinyal satelit GPS yang kurang baik yang diterima receiver GPS karena berbagai macam faktor yang mempengaruhinya seperti : kesalahan orbit (ephemeris), bias ionosfer, bias troposfer, multipath, ambiguitas fase (cycle ambiguity), cysle slips, kesalahan jam, pergerakan dari pusat fase antena, ataupun imaging. Tabel 4.6 Distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari joint #293 #294 Pipe Joint (TDP) KP pada TDP Easting (me) Northing (mn) Kedalaman (m) # #

9 Distribusi jalur pipa bawah laut aktual (prediktif) hasil plotting koordinat pergerakan barge (barge track) terlihat patah-patah (zig-zag) sehingga perlu dilakukan proses smoothing yaitu dengan menghitung titik tengah antara 2-joint pipa menurut persamaan (2) pada Bab II sebelumnya. Gambar berikut menunjukkan distribusi jalur pipa bawah laut dari joint #182 joint #191 (TDP) sebelum dan sesudah dilakukan smoothing. Gambar 4.6 Distribusi jalur pipa bawah laut sebelum dan setelah dilakukan smoothing Berikut disajikan tabel sampel perhitungan titik tengah koordinat antara 2 joint pipa : Tabel 4.7 Sampel perhitungan titik tengah koordinat antara 2 joint pipa (#182 - #191) Segmen Pipa (pada TDP) Koordinat Aktual me # mn me me mn # mn me # mn me me mn # mn me Titik Tengah : # mn me me mn X 1 + X 2 ) ( Y + ), # mn me # mn me me mn # mn me # mn me me mn # mn 60

10 4.5 Analisis Terhadap Instalasi Pipa Riser di WLP-A Platform m Gambar 4.7 Perbedaan posisi pulling head sebelum dan setelah side walk Pada pulling head yang diletakkan terakhir kali untuk jalur pipa bawah laut Steel X60 18 menyimpang kearah kiri terhadap jalur pipa bawah laut rencana sejauh m berdasarkan hasil dari plotting koordinat pergerakan barge (barge track). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh pipe bending pada jalur pipa bawah laut rencana yang cenderung berbelok (sekitar 1 km dari WLP-A platfom pada KP 1.0). Tabel 4.8 Koordinat pulling head aktual saat instalasi pipa riser di WLP-A platform Pipe Joint (TDP) KP TDP Easting (me) Northing (mn) Kedalaman (m) #Pulling head laying pipe #Pulling head setelah side walk #Pulling head hasil inspeksi beacon Jarak pulling head dari abandon pipe yang terakhir diletakkan terhadap titik terakhir (KP 0.0) sebesar m. Hal ini dimaksudkan untuk memberi segmen kosong yang akan dilanjutkan dengan instalasi pipa riser dengan konfigurasi sambungan pipa riser sebagai berikut : 61

11 Gambar 4.8 Segmen sambungan antara abandon pipe dengan segmen pipa riser (Dr. Boyun Guo et al, 2005) Setelah posisi side walk, pulling head bergeser mendekati jalur pipa bawah laut rencana sebesar m. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh pergerakan arus yang relatif cukup kuat di sekitar WLP-A platform sehingga menggeser abandon pipe sejauh m mendekati jalur pipa bawah laut rencana. 4.6 Analisis Terhadap Ketelitian Posisi Horizontal Dari USBL Tracking System WLP-A Platform me, mn Beacon tracking me mn * Pengolahan data di AutoCAD Gambar 4.9 Jalur instalasi pipa riser hasil beacon tracking 62

12 USBL tracking system yang digunakan adalah 1500 HA, dengan responder/beacon bertipe TN 1515A. Ketelitian alat (slant range) sebesar 0.2 m dengan ketelitian posisi 0.25 (lebih baik dari 0.5% x slant range). Pada data hasil pengukuran (pada peta diatas) terlihat bahwa pada saat inspeksi pulling head untuk keperluan instalasi pipa riser, perbedaan nilai posisi antara posisi pulling head aktual (setelah side walk) dengan posisi pulling head berdasarkan inspeksi beacon (16 jan 07) sebesar m. Hal ini kemungkinan pertama diakibatkan karena kurangnya data input kedalaman dari tranducer echosounder dan koreksi sudut incidence serta koreksi posisi dari satelit GPS karena dalam perangkat lunak tracklink navigator yang digunakan tidak memasukkan koreksi kedalaman, koreksi sudut incidence dan koreksi posisi dari satelit GPS. Kemungkinan kedua diakibatkan karena kesalahan pengambilan sampel data pada saat kalibrasi alat. Kalibrasi beacon dilakukan dengan cara mengambil sampel data (tracking data) pada titik-titik pengukuran di setiap antena GPS, tiap davit laying vessel, dan pada posisi dimana tiang tranceiver diletakkan (terletak di deck Mariam 281). Teknis pengambilan sampel datanya dimulai dari letak kedudukan tiang tranceiver (sekitar stinger) lalu ke setiap antena GPS dan ke setiap davit Mariam barge dan berakhir pada kedudukan tiang tranceiver kembali, dimana pergerakannya membentuk loop (poligon tertutup) untuk mempermudah dalam mencari koreksi posisi (Δx, Δy) pada setiap titik-titik pengukuran sampel. Setelah didapatkan letak kedudukan titik-titik sampel pengukuran (di plot) lalu dibandingkan dengan letak kedudukan titik-titik sampel tersebut dalam model laying vessel hasil offset pada perangkat lunak HYDROpro construction. 4.7 Analisis Terhadap Stabilitas Pipa Abandon di Dasar Laut (Pipeline Resting) Kestabilan pipa bawah laut yang telah terkonstruksi di dasar laut dipengaruhi oleh gaya hidrodinamik. Gelombang dan arus laut yang kuat merupakan faktor utama yang menyebabkan pipa abandon di dasar laut dapat menggeser dan mengangkat serta terpengaruh oleh gaya inersia. Gaya geser dan gaya inersia yang bersama-sama saling berinteraksi dalam menggangu kestabilan pipa abandon mempunyai kecenderungan akan menggeser pipa kearah samping (lateral). Sementara itu gaya angkat pipa yang mempunyai arah gaya vertikal denga titik pangkal pada pusat diameter akan mereduksi gaya berat submersible pipa kearah yang berlawanan. Keadaan tersebut 63

13 diatas dapat dirumuskan secara matematis menurut persamaan dan gambar sebagai berikut : μ( Ws Fl ) > 1 F r, F l F T, μ W F ) ( s l, W s Gambar 4.10 Gaya yang mempengaruhi kestabilan pipa bawah laut di dasar laut [Dr. Boyun Guo et al, 2005] Pergerakan arus dapat mempengaruhi kondisi laying pipe di dasar laut dan sangat bergantung pada kondisi pipa bawah laut yang telah diletakkan tersebut. Jika pipa bawah laut yang telah diletakkan tersebut tersingkap maka perlu dilakukan pekerjaan trenching untuk menimbun pipa tersebut pada kedalaman tertentu dari dasar laut untuk faktor keamanan. Oleh karena itu peranan survei inspeksi sangat penting dilakukan setelah pipa bawah laut tersebut selesai terpasang. Kondisi pipa bawah laut yang telah diletakkan tersebut (tersingkap, terpendam, atau tersingkap sebagian) bergantung pada kondisi geologis dasar laut. Dasar laut yang mempunyai karakteristik sedimen yang lunak akan menguntungkan bagi keamanan pipa bawah laut karena setelah pipa diletakkan melalui stinger maka pipa tersebut akan terpendam oleh lumpur dan sedimen dasar laut dengan sendirinya. Sedangkan dasar laut yang mempunyai karakteristik sedimen yang keras (batuan) akan sangat membahayakan kondisi pipa bawah laut yang telah diletakkan tersebut. Selain tidak mempunyai pelindung alamiah, juga akan sangat rentan terhadap pergerakan arus laut. Perbedaan arah pergerakan arus (direction) ini yang akan mempengaruhi kondisi segmen pipa (sambungan) hasil proses welding yang pada akhirnya akan terjadi kebocoran. Jika sudah terjadi kebocoran, maka pihak yang berkepentingan akan mengeluarkan biaya operasional tambahan yang tentunya tidak sedikit. Oleh karena itu sebaiknya setelah pipa aktual terpasang semua perlu segera dilakukan pekerjaan trenching untuk faktor keamanan pipa. 64

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut

BAB II DASAR TEORI 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut BAB II DASAR TEORI Dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai, harus ditentukan terlebih dahulu berbagai prosedur mengenai pekerjaan konstruksi, pekerjaan survei konstruksi, peralatan

Lebih terperinci

SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI (Studi Kasus : West Lutong and Kuala Baram Pipeline Replacement Project, PETRONAS Malaysia) TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0

BAB Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Hasil LGO 8.1 & Bernese 5.0 Pada subbab ini akan dibahas mengenai analisis terhadap hasil pengolahan data yang didapatkan. Dari koordinat hasil pengolahan kedua

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa BAB 4 ANALISIS Berdasarkan tujuan dari tugas akhir ini yaitu menganalisis perbedaan yang terdapat pada posisi awal rencana dari peletakan pipa bawah laut dan posisi aktual dari pipa bawah laut yang diletakkan,

Lebih terperinci

BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI Dalam survei konstruksi akan dilakukan kegiatan survei dan navigasi untuk memandu pergerakan barge baik dalam proses instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV

BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV BAB 3 PENENTUAN POSISI DAN APLIKASI ROV 3.1. Persiapan Sebelum kegiatan survei berlangsung, dilakukan persiapan terlebih dahulu untuk mempersiapkan segala peralatan yang dibutuhkan selama kegiatan survei

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas tentang evaluasi dan analisa data yang terdapat pada penelitian yang dilakukan. 4.1 Evaluasi inverse dan forward kinematik Pada bagian ini dilakukan

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Presentasi Ujian Tugas Akhir Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Oleh : Triestya Febri Andini 4306100061 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS)

BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) BAB III GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) III. 1 GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Global Positioning System atau GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit [Abidin, 2007]. Nama

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada BAB III ini akan dibahas mengenai pengukuran kombinasi metode GPS dan Total Station beserta data yang dihasilkan dari pengukuran GPS dan pengukuran Total Station pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW

BAB IV ANALISIS. Lama Pengamatan GPS. Gambar 4.1 Perbandingan lama pengamatan GPS Pangandaran kala 1-2. Episodik 1 Episodik 2. Jam Pengamatan KRTW BAB IV ANALISIS Dalam bab ke-4 ini dibahas mengenai analisis dari hasil pengolahan data dan kaitannya dengan tujuan dan manfaat dari penulisan tugas akhir ini. Analisis dilakukan terhadap data pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengolahan Data Data GPS yang digunakan pada Tugas Akhir ini adalah hasil pengukuran secara kontinyu selama 2 bulan, yang dimulai sejak bulan Oktober 2006 sampai November 2006

Lebih terperinci

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 3.1 Data yang Digunakan Data GPS yang digunakan dalam kajian kemampuan kinerja perangkat lunak pengolah data GPS ini (LGO 8.1), yaitu merupakan data GPS yang memiliki panjang

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang Konfigurasi Survei Hidrografi 1. Penentuan posisi (1) dan penggunaan sistem referensi (7) 2. Pengukuran kedalaman (pemeruman)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3 DAFTAR ISI SKRIPSI... v PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR ISTILAH... xvii

Lebih terperinci

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OUTLINE Static Installation Dynamic Installation OffPipe (Static Analysis Pipeline Installation) Static Analysis Tahapan Input Gambar Creat New

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR

BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR BAB 2 KONSEP PENGOLAHAN DATA SIDE SCAN SONAR Pengolahan data side scan sonar terdiri dari dua tahap, yaitu tahap real-time processing dan kemudian dilanjutkan dengan tahap post-processing. Tujuan realtime

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION

BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION BAB 3 PENANGANAN JARINGAN KOMUNIKASI MULTIHOP TERKONFIGURASI SENDIRI UNTUK PAIRFORM-COMMUNICATION Bab ini akan menjelaskan tentang penanganan jaringan untuk komunikasi antara dua sumber yang berpasangan.

Lebih terperinci

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun BAB 4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Pada Bab IV ini menjelaskan tentang spesifikasi sistem, rancang bangun keseluruhan sistem, prosedur pengoperasian sistem, implementasi dari sistem dan evaluasi hasil pengujian

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT BAB 4 METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT 4.1 Pendahuluan Semenjak ditemukanya ladang minyak di perairan dangkal di daerah Teluk Meksiko sekitar tahun 1940-an, maka berkembang teknologi instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Survei batimetri merupakan proses untuk mendapatkan data kedalaman dan kondisi topografi dasar laut, termasuk lokasi obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Pembuatan

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerusan lokal pada dasar merupakan fenomena yang banyak dialami oleh struktur bangunan air dan terutama di sungai dan daerah pantai. Gerusan dasar tersebut diakibatkan

Lebih terperinci

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT

STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA SALURAN PIPA BAWAH LAUT Studi Aplikasi Multibeam Echosounder dan Side Scan Sonar Untuk Mendeteksi Free Span Pada Saluran Pipa Bawah Laut STUDI APLIKASI MULTIBEAM ECHOSOUNDER DAN SIDE SCAN SONAR UNTUK MENDETEKSI FREE SPAN PADA

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. UJI SIFAT FISIK Parameter uji sifat fisik dari sampel batuan didapatkan dengan melakukan perhitungan terhadap data berat natural contoh batuan (Wn), berat jenuh

Lebih terperinci

B A B IV HASIL DAN ANALISIS

B A B IV HASIL DAN ANALISIS B A B IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Output Sistem Setelah sistem ini dinyalakan, maka sistem ini akan terus menerus bekerja secara otomatis untuk mendapatkan hasil berupa karakteristik dari lapisan troposfer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak bumi. Eksplorasi minyak bumi yang dilakukan di Indonesia berada di daratan, pantai dan lepas pantai. Eksplorasi ini terkadang

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES Selvina NRP: 1221009 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Aktivitas bangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK

ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK ANALISIS DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU AKIBAT PENGARUH ANGIN MENGGUNAKAN PENGUKURAN GPS KINEMATIK Lysa Dora Ayu Nugraini, Eko Yuli Handoko, ST, MT Program Studi Teknik Geomatika, FTSP ITS-Sukolilo, Surabaya

Lebih terperinci

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc

GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) Mulkal Razali, M.Sc www.pelagis.net 1 Materi Apa itu GPS? Prinsip dasar Penentuan Posisi dengan GPS Penggunaan GPS Sistem GPS Metoda Penentuan Posisi dengan GPS Sumber Kesalahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test

LAMPIRAN A - Prosedur Patch Test DAFTAR PUSTAKA Abidin, Hasanuddin Z. Metode Penentuan dengan GPS dan Aplikasinya. Pradnya Paramita. 2001. Budhiargo, Guntur. Analisis data batimetri multibeam echosounder menggunakan Caris HIPS. Skripsi.

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM Gilang Muhammad Gemilang dan Krisnaldi Idris, Ph.D Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB gmg_veteran@yahoo.com Kata

Lebih terperinci

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI

BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI BAB II METODE PELAKSANAAN SURVEY BATHIMETRI II.1. Survey Bathimetri Survei Bathimetri dapat didefinisikan sebagai pekerjaan pengumpulan data menggunakan metode penginderaan atau rekaman dari permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pre-Lay Survey BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Pemasangan Pipa Bawah Laut Pekerjaan pemasangan pipa bawah laut dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu Pre- Lay Survey, Pipeline Installation, As Laid Survey [Lekkerkekerk,et al.

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS IV.1. PENGOLAHAN DATA Dalam proses pemodelan gempa ini digunakan GMT (The Generic Mapping Tools) untuk menggambarkan dan menganalisis arah vektor GPS dan sebaran gempa,

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang

Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang Standar Nasional Indonesia Tata cara penentuan posisi titik perum menggunakan alat sipat ruang ICS 93.010 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata... Pendahuluan... 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Konstruksi Prototipe Manipulator Manipulator telah berhasil dimodifikasi sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Dimensi tinggi manipulator 1153 mm dengan lebar maksimum

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi :

BAB III METODOLOGI. 3.1 Data. Data yang digunakan dalam studi ini meliputi : BAB III METODOLOGI 3.1 Data Data yang digunakan dalam studi ini meliputi : Data citra satelit NOAA Citra Satelit NOAA yang digunakan merupakan hasil olahan yang menampilkan tampakan pewarnaan laut untuk

Lebih terperinci

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS PENENTUAN POSISI DENGAN GPS Disampaikan Dalam Acara Workshop Geospasial Untuk Guru Oleh Ir.Endang,M.Pd, Widyaiswara BIG BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong, Bogor 16911

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT BAB V KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN LEBIH LANJUT V. 1. Kesimpulan V. 1. 1. Sistem Kerja Pendeteksi Gaya dengan Strain Gage Gambar V.1 adalah pemetaan konversi besaran yang terjadi dalam pendeteksi gaya

Lebih terperinci

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM

PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM PETA TERESTRIAL: PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA DALAM PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CB NURUL KHAKHIM UU no. 4 Tahun 2011 tentang INFORMASI GEOSPASIAL Istilah PETA --- Informasi Geospasial Data Geospasial :

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengambilan Contoh Dasar Gambar 16 merupakan hasil dari plot bottom sampling dari beberapa titik yang dilakukan secara acak untuk mengetahui dimana posisi target yang

Lebih terperinci

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.

ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA. Di susun Oleh : Oktovianus Y.S. ANALISA PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGINDENTIFIKASI PERUBAHAN GARIS PANTAI DI PANTAI TIMUR SURABAYA Di susun Oleh : Oktovianus Y.S.Gainau 4108205002 PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN TEKNIK DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN

BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN BAB 3 VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN 3.1 Pendahuluan Pada kegiatan verifikasi posisi pipa bawah laut pasca pemasangan ini akan digunakan sebagai data untuk melihat posisi aktual dari

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV

BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Pengertian Dan Sejarah ROV Berdasarkan Marine Technology Society ROV Committee s dalam Operational Guidelines for ROVs (1984) dan The National Research Council Committee s dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. B. Tujuan Praktikum BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pengukuran merupakan penentuan besaran, dimensi, atau kapasitas, biasanya terhadap suatu standar atau satuan pengukuran atau dapat dikatakan juga bahwa pengukuran adalah

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steel Plate Shear Walls Steel Plate Shear Walls adalah sistem penahan beban lateral yang terdiri dari pelat baja vertikal (infill plate) yang tersambung pada balok dan kolom

Lebih terperinci

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono Analisa Integritas Pipa milik Joint Operation Body Pertamina- Petrochina East Java saat Instalasi Oleh Alfariec Samudra Yudhanagara 4310 100 073 Dosen Pembimbing Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o.

Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90 o. Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI BAB 4 IDETIFIKASI DA AALISIS WAVEFORM TERKOTAMIASI 4.1 Hasil Identifikasi Pada bab ini akan disajikan hasil-hasil pengolahan data yang telah dilakukan dalam bentuk tabel. Data-data tersebut dibagi ke dalam

Lebih terperinci

Pertemuan 1. Membuat Sudut Siku-Siku. Pengukuran Guna Pembuatan Peta dengan Alat-alatalat Sederhana Can be accessed on: http://haryono_putro.staff.gunadarma.ac.id/ Email: haryono_putro@gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Tinjauan Umum Deformasi BAB II TEORI DASAR 2.1 Tinjauan Umum Deformasi Deformasi adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda (Kuang,1996). Berdasarkan definisi tersebut deformasi dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010 ANALISA RISIKO TERHADAP PIPA GAS BAWAH LAUT KODECO AKIBAT SCOURING SEDIMEN DASAR LAUT OLEH : REZHA RUBBYANTO 4306.100.026 DOSEN PEMBIMBING : 1. Dr. Ir. Wahyudi, M. Sc

Lebih terperinci

Tanah Homogen Isotropis

Tanah Homogen Isotropis Tanah Homogen Isotropis adalah tanah homogen yang mempunyai nilai k sama besar pada semua arah (kx = kz = ks). ks kx x z kz s Tanah Homogen Anisotropis adalah tanah homogen yang memiliki nilai k tidak

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan tentang perancangan, gambaran sistem serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan pada tongkat tunanetra. 3.1. Gambaran Alat Alat

Lebih terperinci

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 4.2.4.4 Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21 Tabel 4.17 Daya Dukung Ultimate, final set lokasi BH 21 Rult Blow Count Ton Blows / ft. 74 6.5 148 1.5 223 15.4 297 22.2 371 26.8 445 32.5 519 39.8

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009] BAB III REALISASI DAN HASIL SURVEI 3.1 Rencana dan Pelaksanaan Survei Survei dilakukan selama dua tahap, yaitu tahap I adalah survei batimetri untuk menentukan Foot Of Slope (FOS) dengan menggunakan kapal

Lebih terperinci

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika

KINEMATIKA. A. Teori Dasar. Besaran besaran dalam kinematika KINEMATIKA A. Teori Dasar Besaran besaran dalam kinematika Vektor Posisi : adalah vektor yang menyatakan posisi suatu titik dalam koordinat. Pangkalnya di titik pusat koordinat, sedangkan ujungnya pada

Lebih terperinci

Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang

Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang Mata Kuliah : Statika & Mekanika Bahan Kode : CIV 102 SKS : 4 SKS Struktur Statis Tertentu : Rangka Batang Pertemuan 9 Kemampuan akhir yang diharapkan Mahasiswa dapat melakukan analisis reaksi perletakan

Lebih terperinci

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG Fathu Rofi 1 dan Dr.Ir. Syawaluddin Hutahaean, MT. 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap 5 BAB II ANDASAN TEORI Dalam bab ini akan dibahas dasar-dasar teori yang melandasi setiap tahapan yang dilakukan dalam sistem, termasuk didalamnya teori yang mendukung setiap analisis yang dilakukan terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitik dari data deformasi dengan survei GPS dan data seismik. Parameter

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK Muhammad Aldi Wicaksono 1) Pembimbing : Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER

BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER BAB III PROSES GENERALISASI GARIS PANTAI DALAM PETA KEWENANGAN DAERAH DI WILAYAH LAUT MENGGUNAKAN ALGORITMA DOUGLAS-PEUCKER III.1 Peta Dasar Peta yang digunakan untuk menentukan garis batas adalah peta

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

METODE DAN ANALISIS INSTALASI 4 METODE DAN 4.1 Umum Setelah proses desain selesai, maka tahap selanjutnya dari proyek struktur pipa bawah laut adalah tahap instalasi pipa. Berbagai metode instalasi struktur pipa bawah laut telah dikembangkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan metode Single Event Determination(SED), alur kedua 38 BAB III METODE PENELITIAN Tahapan pengolahan data gempa mikro dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat tiga alur pengolahan data. Alur

Lebih terperinci

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika

BAB 3 DINAMIKA. Tujuan Pembelajaran. Bab 3 Dinamika 25 BAB 3 DINAMIKA Tujuan Pembelajaran 1. Menerapkan Hukum I Newton untuk menganalisis gaya pada benda diam 2. Menerapkan Hukum II Newton untuk menganalisis gaya dan percepatan benda 3. Menentukan pasangan

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang

SURVEI HIDROGRAFI. Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri. Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang SURVEI HIDROGRAFI Tahapan Perencanaan Survei Bathymetri Jurusan Survei dan Pemetaan Universitas Indo Global Mandiri Palembang Tahapan Perencanaan Survey Bathymetri Pengukuran bathimetri dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ;

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; - Hal. 1 1 BAB 1 PENDAHULUAN Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari (Diagram 1-1) ; a. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik b.

Lebih terperinci

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM)

VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) VERIFIKASI POSISI PIPA BAWAH LAUT PASCA PEMASANGAN (STUDI KASUS : BALIKPAPAN PLATFORM) TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh MUHAMMAD FIRDAUS NIM. 15108028

Lebih terperinci

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika

Tugas 1. Survei Konstruksi. Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB. Krisna Andhika Tugas 1 Survei Konstruksi Makalah Pemetaan Topografi Kampus ITB Krisna Andhika - 15109050 TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN

BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN 4.1 Data Hasil Percobaan Pada bab ini akan dibahas secara sistematis parameter-parameter yang ditentukan sehingga menghasilkan data dari proses percobaan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode

METODE PENELITIAN. 4.1 Tempat dan Waktu. 4.2 Bahan dan Alat. 4.3 Metode IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2011 di Lab. Instrumentasi dan Kontrol, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi:

Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: solusi: Kumpulan soal-soal level Olimpiade Sains Nasional: 1. Sebuah batang uniform bermassa dan panjang l, digantung pada sebuah titik A. Sebuah peluru bermassa bermassa m menumbuk ujung batang bawah, sehingga

Lebih terperinci

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661

Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech ASH111661 A369 Analisis Ketelitian Penetuan Posisi Horizontal Menggunakan Antena GPS Geodetik Ashtech I Gede Brawiswa Putra, Mokhamad Nur Cahyadi Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN BAB LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN. PRINSIP DASAR GRAVITASI Gaya tarik-menarik antara dua buah partikel sebanding dengan perkalian massa kedua partikel tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8)

METODE PENELITIAN. Simulasi putaran/mekanisme pisau pemotong tebu (n:500 rpm, v:0.5 m/s, k: 8) III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Lapangan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Pelaksanaan penelitian terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi listrik yang kurang merata di Provinsi Bengkulu menyebabkan adanya ketimpangan kapasitas energi listrik yang tersedia di beberapa daerah.

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab ini akan membahas mengenai pengujian alat serta analisis dari hasil pengujian. Tujuan dilakukan pengujian adalah mengetahui sejauh mana kinerja hasil perancangan yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Bab ini akan menjelaskan mengenai perancangan serta realisasi perangkat keras maupun perangkat lunak pada perancangan skripsi ini. Perancangan secara keseluruhan terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bagian ini diberikan beberapa konsep dasar yang menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini, seperti fungsi nonlinier, fungsi smooth, fungsi nonsmooth, turunan fungsi smooth,

Lebih terperinci

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1

SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 SOAL DAN PEMBAHASAN FINAL SESI I LIGA FISIKA PIF XIX TINGKAT SMA/MA SEDERAJAT PAKET 1 1. Terhadap koordinat x horizontal dan y vertikal, sebuah benda yang bergerak mengikuti gerak peluru mempunyai komponen-komponen

Lebih terperinci