ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI, DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA MADIUN TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI, DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA MADIUN TAHUN"

Transkripsi

1 ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI, DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA MADIUN TAHUN SKRIPSI Disusun untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusun Oleh : JUNIUS NANDA PURNA EBTAWAN F FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

2 ii

3 iii

4 MOTTO Bukan pertumbuhan yang lambat yang harus anda takuti. Akan tetapi anda harus lebih takut untuk tidak tumbuh sama sekali. Maka tumbuhkanlah diri anda dengan kecepatan apapun itu. (Mario Teguh) Hidup harus selalu bermakna. (Sri Mulyani Indrawati) Janganlah Anda pernah mengenal kata LELAH dan PASRAH dalam hidup Anda. Karena kata LELAH dan PASRAH akan membuat Anda berhenti untuk menggapai segala impian yang Anda dambakan selama ini. (Junius Nanda Purna Ebtawan) iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Efektivitas, Efisiensi, Dan Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Madiun Tahun Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Strata (S-1) pada program studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Wisnu Untoro M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. Supriyono selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Malik Cahyadin, SE, M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberi bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan selama masa perkulihan penulis. 5. Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orangtua saya Drs. S.A Winarno, M.Pd dan Naniek Supriyatiningsih, S.Pd yang telah mendidik, merawat dan menyekolahkan saya sehingga saya dapat lulus menjadi Sarjana (S1). Terima kasih Bapak dan Ibu atas segala ketulusanmu untuk selalu mendukung, menyemangati dan mendoakanku sampai skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Surakarta, April 2012 Penulis v

6 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN.... MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... ii iii iv v vi ix x xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 5 E. Batasan Penelitian... 5 II. TELAAH PUSTAKA A. Landasan Teori Pajak a. Pajak... 6 b. Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah a. Pendapatan asli daerah dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) b. Sumber Pendapatan Asli Daerah B. Penelitian Terdahulu C. Kerangka Pemikiran vi

7 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian B. Pendekatan dan Jenis Penelitian C. Data dan Sumber Data D. Definisi Operasional Variabel Pajak Daerah Pendapatan Asli Daerah Efektifitas Efisiensi E. Teknik Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) Elastisitas PAD IV. PEMBAHASAN A. Gambaran Umum B. Hasil Analisis Data dan Pembahasan Tingkat Efektivitas Pemungutan Pajak Daerah di Kota Madiun Tahun Tingkat Efisiensi Pemungutan Pajak Daerah di Kota Madiun Tahun Tahun Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Perkembangan PAD di Kota Madiun Tahun Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) Elastisitas Pendapatan Asli Daerah Pembahasan vii

8 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Per Tahun Kota Madiun Tahun (Jutaan Rupiah)... 2 Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Madiun Tahun Tabel 4.2 Efektivitas Pemungutan Pajak Daerah Kota Madiun Tahun Tabel 4.3 Tingkat Efisiensi Pemungutan Pajak Daerah Kota Madiun Tahun Tabel 4.4 Kontribusi Sumber Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Tahun Tabel 4.5 Kontribusi Sumber Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Tahun Tabel 4.6 Kontribusi Sumber Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Tahun Tabel 4.7 Kontribusi Sumber Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Tahun Tabel 4.8 Kontribusi Sumber Penerimaan Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Pada Tahun Tabel 4.9 Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Penerimaan Asli Daerah Pada Tahun Tabel 4.10 Perbandingan Antara Pendapatan Asli Daerah Dengan Total Pendapatan Daerah Pada Tahun Tabel 4.11 Perbandingan Antara Pendapatan Daerah Dengan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak Pada Tahun Tabel 4.12 Elastisitas Pendapatan Asli Daerah Pada Tahun ix

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Gambar 4.1 Peta Kota Madiun x

11 ANALISIS EFEKTIVITAS, EFISIENSI, DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA MADIUN TAHUN JUNIUS NANDA PURNA EBTAWAN F ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) seberapa besar efektivitas pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun , (2) seberapa besar efisiensi pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun , (3) bagaimanakah kontribusi pajak daerah terhadap peningkatan PAD di Kota Madiun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis : (1) Analisis Rasio, (2) DDF (Derajat Desentralisasi Fiskal), (3) Elastisitas PAD. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series (runtut waktu) Tahun , meliputi data : Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun tahun , Laporan Penerimaan Pajak Daerah Kota Madiun tahun Variabel-variabel yang mendukung adalah : (a) pajak daerah, (b) pendapatan asli daerah, (c) efektivitas, (d) efisiensi. Hasil analisis rasio menunjukan bahwa tingkat efektivitas pemungutan pajak di kota Madiun terbesar yaitu pada tahun 2011 mencapai 1,55 atau 155% dari target yang telah ditentukan, tingkat efisiensi pemungutan pajak di kota Madiun sudah efisien hal ini ditunjukkan dari rasio biaya pemungutan pajak terhadap realisasi penerimaan pajak rata-rata sebesar 0,7%, kontribusi pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah berasal dari pajak penerangan jalan yang bersumber dari PLN mencapai rata-rata sebesar 53,92%. Berdasarkan penelitian mengenai : (a) pajak daerah, (b) pendapatan asli daerah, (c) efektivitas, (d) efisiensi. Peneliti melihat bahwa potensi-potensi yang ada di Madiun seharusnya bisa dimaksimalkan lagi untuk menambah sumber penerimaan yang diterima oleh daerah. Kata Kunci: Pajak Daerah, Efektivitas, Efisiensi, Kontribusi, dan Pendapatan Asli Daerah. xi

12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian pembangunan diperlukan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan propinsi maupun kabupaten atau kota yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat dengan kebijakannya. Kebijakan tentang keuangan daerah ditempuh oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah mempunyai kemampuan untuk membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan prinsip daerah otonomi. Pembiayaan daerah, berasal dari pemerintah pusat saja. Dengan adanya otonomi, pembiayaan tidak hanya berasal dari pusat saja akan juga berasal dari daerahnya sendiri, sehingga pemerintah daerah berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah pemerintah berusaha memperbaiki sistem pajak daerahnya. Pajak daerah merupakan pendapatan yang paling besar yang diperoleh daerah. Kota Madiun merupakan salah satu kota yang ada di Propinsi Jawa Timur guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerintah Kota Madiun berusaha untuk meningkatkan pendapatan asli daerah salah satunya melalui pajak daerah. Jenis-jenis pajak daerah yang ada di Madiun meliputi: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 1

13 2 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Parkir 7. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol.C Berikut ini adalah gambaran mengenai jenis-jenis pajak daerah di Kota Madiun dari Tahun secara keseluruhan dapat di lihat sebagai berikut pada Tabel 1.1 : No Jenis Pajak Tahun 2002 Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah Per Tahun Kota Madiun Tahun (Jutaan Rupiah) Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 1 Pajak Hotel % % % % % % % % % % 2 Pajak Restoran % % % % % % % % % % 3 Pajak Hiburan % % % % % % % % % % 4 Pajak Reklame % % % % % % % % % % 5 Pajak Penerangan Jalan % % % % % % % % % % 6 Pajak Parkir % % % % % % % % % % 7 Pajak Air Bawah Tanah % Pajak Bea Perolehan Hak Atas % Tanah dan Bangunan (BPHTB) JUMLAH % % % % % % % % % % Sumber : Laporan Keuangan DPPKAD Kota Madiun, ( ) Dari data di atas dapat di peroleh gambaran mengenai jumlah masingmasing penerimaan pajak daerah yang merupakan sumber penerimaan yang potensial. Jumlah dari penerimaan pajak daerah tahun 2002 sebesar Rp ,- pada tahun 2003 sebesar Rp ,- tahun 2004 sebesar Rp ,- pada tahun 2005 sebesar Rp ,- tahun Tahun 2011

14 sebesar Rp ,- pada tahun 2007 sebesar Rp ,- tahun 2008 sebesar Rp ,- tahun 2009 sebesar Rp ,- tahun 2010 sebesar Rp ,- demikian pula pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah pajak daerah menjadi sebesar Rp ,- dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah sangat potensial memberikan sumbangan dana untuk Pendapatan Asli Daerah. Di Kota Madiun sistem pemungutan pajak daerah terletak pada sistem penarikannya, pajak daerah di Kota Madiun ditarik langsung oleh pegawai pemerintahan dan ada pajak-pajak tertentu dimana wajib pajak bisa membayar langsung di Kantor Pemerintahan Kota Madiun. Sistem ini meminimalisir adanya kebocoran-kebocoran dari pendapatan daerah dari sektor pajak daerah. Dan diharapkan akan meningkatkan pendapatan daerah dari pajak daerah. Terdapat kaitan erat antara penerimaan daerah, pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian semakin tinggi penerimaan yang diterima daerah maka semakin tinggi peluang untuk membangun perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat. Potensi-potensi yang ada di Madiun seharusnya bisa dimaksimalkan lagi untuk menambah sumber penerimaan yang diterima oleh daerah. Tujuan adanya peningkatan pajak daerah adalah untuk mendorong perekonomian Kota Madiun melalui pembangunan sarana prasarana yang menunjang perekonomian. Sebagaimana adanya pembangunan tersebut diharapkan perekonomian dapat berkembang dan tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat.

15 4 Perkembangan ekonomi kota madiun, sebagaimana dijelaskan pada Tabel 1.1 diatas menarik untuk dikaji lebih lanjut. Kemenarikan ini didasarkan pada variasi perkembangan pajak daerah tahun Dengan demikian judul penelitian ini adalah Analisis Efektivitas, Efisiensi, dan Kotribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun Tahun B. Perumusan Masalah Berdasarkan pada pokok pikiran yang dituangkan dalam latar belakang masalah di atas, yaitu bahwa pajak daerah mempengaruhi pendapatan asli daerah, maka permasalahan penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar efektivitas pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun ? 2. Seberapa besar efisiensi pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun ? 3. Bagaimanakah kontribusi pajak daerah terhadap peningkatan PAD di Kota Madiun? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemungutan pajak daerah di Kota Madiun Tahun Untuk mengetahui kontribusi pajak daerah terhadap perkembangan PAD di Kota Madiun.

16 5 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Sebagai salah satu penjelasan dan pendalaman teori/pendekatan ekonomi daerah. b. Sebagai wacana dan sumber informasi bagi penelitian ekonomi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perumusan/perencanaan dan pengembangan ekonomi daerah di Indonesia. E. Batasan Penelitian Batasan-batasan penelitian digunakan agar penelitian lebih terarah dan fokus, maka penulis memberikan batasan penelitian yang meliputi: 1. Penelitian dilakukan di Kota Madiun, dengan variabel penting penerimaan pajak daerah Tahun Analisa hanya dibatasi pada efektifitas, efisiensi, dan kontribusi pajak daerah Tahun

17 BAB II TELAAH PUSTAKA A. Landasan Teori Landasan teori merupakan landasan teoritis terhadap permasalahan yang dipilih dalam sebuah penelitian. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Tinjauan Pajak dan Pendapatan Asli Daerah. 1. Pajak a. Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan bersama. 1) Pengertian Pajak Pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dalam pengertian secara umum, pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara. Rochmat Soemitro, sebagaimana dikutip oleh Mardiasmo, Perpajakan (1997). 6

18 7 Pengertian tersebut kemudian Beliau sempurnakan dalam berpidato di depan Wisuda Sarjana Universitas Parahyangan, menurut Rochmat Soemitro pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public invesment. Rochmat Soemitro, sebagaimana dikutip oleh Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (1997). Definisi lain juga dikemukakan oleh S.I Djajadiningrat adalah pajak sebagai sesuatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa imbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. S.I Djajadiningrat, sebagaimana dikutip oleh Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (1997). Pernyataan lain menyebutkan bahwa pajak pada hakikatnya adalah iuran yang dapat dipaksakan yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000, tanpa ada manfaat yang secara langsung bisa didapatkan oleh wajib pajak dan hasilnya digunakan untuk menjalankan tata pemerintah yang baik. Unsur-unsur yang ada dalam difinisi pajak diantaranya adalah: (1) iuran masyarakat kepada negara dalam arti bahwa yang berhak memungut

19 8 pajak hanyalah negara, (2) berdasarkan Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 200 atau dapat dipaksakan yang berarti bahwa walaupun negara mempunyai hak memungut pajak namun dalam pelaksanaannya harus memperoleh persetujuan dari rakyat yaitu melalui Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000, (3) tidak adanya balas jasa atau manfaat dari negara secara langsung berarti bahwa jasa timbal balik yang diberikan negara kepada rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan pajaknya, dan (4) digunakan untuk menjalankan fungsi negara untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum berarti bahwa pengeluaranpengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat secara umum. Dari pengertian diatas dapat diambil dan disimpulan bahwa pajak sebagai menurut Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000 adalah : a) Iuran dari masyarakat kepada pemerintah. b) Pajak dipungut oleh pemerintah, berdasarkan Undang-Undang serta aturan-aturan. c) Tidak ada timbal balik secara langsung dari pemerintah kepada wajib pajak. d) Sifatnya yang dapat memaksa. e) Pajak digunakan sebagai pembiayaan pengeluaran negara.

20 9 Disamping pajak, ada beberapa pungutan lain yang mirip tetapi mempunyai perlakuan dan sifat yang berbeda yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Pungutan-pungutan tersebut (Menurut Muqodim) ialah: a) Bea materai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen dengan menggunakan benda materai ataupun alat lainnya. b) Bea masuk dan bea keluar. Bea masuk adalah pungutan atas barang-barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean berdasarkan harga/nilai barang itu atau berdasarkan tarif yang sudah ditentukan (tarif spesifik). Sedangkan bea keluar adalah pungutan yang dilakukan atas barang yang dikeluarkan dari daerah pabean berdasarkan tarif yang sudah ditentukan bagi masing-masing golongan barang. Bea keluar ini di Indonesia juga dikenal dengan nama Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan. c) Cukai merupakan pungutan dikenakan atas barang-barang tertentu yang sudah ditetapkan untuk masing-masing jenis barang tertentu, misalnya tembakau, gula, bensin, minuman keras, dan lain-lain. d) Retribusi merupakan pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan oleh pemerintah secara langsung dan nyata kepada pembayar (misalnya: parkir, pasar, jalan tol). e) Iuran adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan sesuatu jasa atau fasilitas yang diberikan pemerintah secara langsung dan nyata kepada kelompok atau golongan pembayar.

21 10 f) Lain-lain pungutan yang sah/legal berupa sumbangan wajib. Muqodim sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (1997). 2) Pengklasifikasian Pajak Menurut Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemugutnya. a) Menurut golongan Menurut golongan, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung: (1) Pajak langsung Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pahak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. (2) Pajak tidak langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan dan perbuatan yang menyebabkan terutangnya

22 11 pajak, misal terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan nilai. b) Manfaat pembedaan pajak kedalam pajak langsung dan pajak tidak langsung adalah: (1) Untuk keperluan sistematik dalam ilmu pengetahuan, misalnya untuk menentukan : saatnya timbulnya hutang pajak, kadaluarsa, tagihan susulan. (2) Untuk menentukan cara pengadakan proses peradilan karena perselisihan. c) Menurut sifat Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. (1) Pajak subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: pajak penghasilan. (2) Pajak obyektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa, benda, keadaan, perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

23 12 d) Menurut Lembaga Pemungutan Pajak Negara atau Pajak Pusat. Pajak negara atau pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. (1) Pajak yang dipungut oleh Dirjen Pajak: (a) Pajak penghasilan (b) PPN (c) Pajak bumi dan bangunan (d) Bea materi (e) Bea lelang (2) Pajak yang dipungut Bea Cukai (Dirjen Bea Cukai) Pajak daerah Pajak daerah yaitu pajak yan dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (1997). 3) Fungsi Pajak Menurut Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Namun ada fungsi lainnya yang tidak kalah pentinya yaitu pajak sebagai fungsi mengatur. Berikut ini adalah penjelasan untuk masingmasing fungsi tersebut: a) Sumber Keuangan Negara Pemerintah memungut pajak terutama atau semata-mata untuk memperoleh uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya baik bersifat rutin maupun untuk pembangunan, Fungsi sumber keuangan negara

24 13 yaitu fungsi pajak untuk memasukkan uang ke kas negara atau dengan kata lain fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Negara seperti halnya rumah tangga memerlukan sumber-sumber keuangan untuk membiayai kelanjutan hidupnya. Sedangkan bagi suatu negara, sumber keuangan yang utama adalah pajak dan retribusi. b) Fungsi Mengatur atau non budgetair Disamping usaha untuk memasukkan uang sebanyak mungkin untuk kegunaan kas negara, pajak harus dmaksudkan sebagai usaha pemerintah untuk turut campur tangan dalam mengatur dan bilamana perlu, mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta. Pada alat untuk melaksanakan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial, sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (1997). Beberapa contoh pungutan pajak yang berfungsi mengatur, menurut Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain: (1) Pemberlakuan tarif progresif (dalam hal ini pajak dikenal juga berperan sebagai alat dalam Reditribusi Pendapatan) (2) Pemberlakuan bea masuk yang tinggi bagi impor dengan tujuan untuk melindungi produksi dalam negeri.

25 14 (3) Pemberian fasilitas tax holiday atau pembebasan pajak untuk beberapa jenis industri tertentu dengan maksud mendorong atau memotivasi para investor untuk meningkatkan investasinya. (4) Pengenaan jenis pajak tertentu dengan maksud menghambat gaya hidup mewah. (5) Pembebasan PPh atas Sisa Hasil Usaha Koperasi yang diperoleh sehubungan dengan kegiatan usahanya yang semata-mata dari dan untuk anggota. b. Pajak Daerah 1) Pengertian Pajak Daerah Pengertian pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. (Undang-Undang Nomor: 34 tahun 2000 tentang perubahan undangundang nomor: 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pasal 1 angka 6 sebagaimana dikutip oleh Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh

26 15 pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didaerah. (Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). Menurut Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000 oleh Marihot P. Siahaan. Pajak daerah di Indonesia berdasarkan Undang- Undang Nomor : 34 Tahun 2000 terbagi menjadi dua, yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten/kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan kewenangan pengenaan dan pemungutan masing-masing jenis pajak daerah pada wilayah administrasi propinsi atau kabupaten/kota yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000, ditetapkan sebelas jenis pajak daerah, yaitu empat jenis pajak propinsi dan tujuh jenis pajak kabupaten/kota. 2) Jenis-jenis Pajak Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor : 34 Tahun 2000 adalah : a) Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) (1) Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air. (3) Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor. (4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

27 16 b) Pajak Daerah Tingkat II (Kota/Kabupaten) (1) Pajak Hotel (a) Pengertian Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yamg diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitlkan peraturan daerah tentang hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. (b) Objek pajak Hotel, Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk pelayanan sebagaimana di bawah ini: - Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (Hostel), losmen dan rumah penginapan.

28 17 - Pelayanan penunjang, antara lain: telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, sertrika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel. - Fasilitas olahraga dan hiburan khusus untuk tamu hotel antara lain: pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau disediakan oleh hotel. - Jasa persewaan ruangan untuk kegiaatan acara atau pertemuan di hotel. (c) Subjek pajak dan wajib pajak hotel, Pada pajak hotel, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Sementara itu yang menjadi wajib pajak hotel adalah pengusaha hotel. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak hotel tidak sama. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada).

29 18 (2) Pajak Restoran (a) Pengertian Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peratuan daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak restoran didaerah kabupaten atau kota yang bersangkutan. (b) Objek pajak restoran Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran. Yang termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar, dan sejenisnya. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi penjualan makanan dan atau minuman direstoran/rumah makan, termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang.

30 19 (c) Subjek pajak dan wajib pajak restoran. Pada pajak restoran yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayannan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara itu yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha restoran, yaitu orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha dibidang rumah makan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pajak restoran tidak sama. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). (3) Pajak Hiburan (a) Pengertian Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

31 20 (b) Objek Pajak Hiburan, Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran. Yang dimaksud hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klub malam, permaianan biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, pertandingan olahraga. Dengan demikian, objek pajak hiburan meliputi: pertunjukan film, pertunjukan kesenian, pertunjukan pagelaran, penyelenggaraan diskotik dan sejenisnya, penyelenggaraan tempat-tempat wisata dan sejenisnya pertandingan olahraga, pertunjukan dan keramaian umum lainnya. (c) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hiburan. Pada pajak hiburan subjek pajak adalah konsumen yang menkmati hiburan. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Dengan demikian, subjek pajak dan wajib pajak pada pada pajak hiburan tidak sama. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). (4) Pajak Reklame (a) Pengertian Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada seluruh daerah kabupaten atau kota

32 21 yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. (b) Objek Pajak Reklame. Objek pajak reklame adalah semua penyelengaraan reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame adalah meliputi: reklame papan, reklame megatron, reklame kain, reklame melekat (stiker), reklame selebaran, reklame berjalan, reklame udara, reklame suara, reklame film dan reklame peragaan. (c) Subjek dan Wajib Pajak Reklame. Pada pajak reklame subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan reklame. Sementara itu wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Jika reklame diselengarakan langsung oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, wajib pajak reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Apabila penyelenggarakan

33 22 reklame dilaksanakan oleh pihak ketiga, misalnya perusahaan jasa periklanan, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak reklame. (Marihot P. Siahaan, Pajak daerah) (5) Pajak Penerangan Jalan (a) Pengertian Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar dibayar oleh pemerintah daerah. (b) Objek Pajak Penerangan Jalan. Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listik di wilayah daerah yang tersedia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah kabupaten/kota. Penggunaan tenaga listrik meliputi penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan PLN dan bukan PLN. (c) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Penerangan Jalan. Pada pajak penerangan jalan, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. Sementara itu, wajib pajak adalah oarang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan dan atau pengguna tenaga listrik. Dalam hal ini berarti subjek pajak sama dengan wajib pajak.

34 23 Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). (6) Pajak Parkir. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). (a) Pengertian Pajak parkir adalah pajak yang di kenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penetipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. (b) Objek Pajak Parkir Objek pajak parkir adalah penyelenggaaan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediaakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaaan tempat penitipan kedaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah: gedung parkir, pelataran parkir, garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran dan tempat penitipan kendaraan bermotor. (c) Subjek pajak dan Wajib pajak Parkir. Pada pajak parkir, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir. Pajak

35 24 parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Pengusaha tersebut secara otomatis ditetapkan sebagai wajib pajak yang harus membayar wajib pajak yang terutang. Dengan demikian, pada pajak parkir subjek pajak dan wajib pajak tidak sama. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). (7) Pajak Pengambilan Bahan galian Golongan C (a) Pengertian Pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bahan galian golongan C adalah bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Yang termasuk bahan galian golongan C terdiri dari: nitrat, fosfat, asbes, tawas, batu permata, pasir kuarsa, batu apung, marmer, batu kapur, dan granit. (b) Objek Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C. Objek pajak pengambilan bahan galian golongan C adalah kegiatan pengambilan bahan galian golongan C. Pengertian pengambilan bahan galian golongan C adalah pengambilan golongan C dari sumber alam

36 25 didalam atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan. (c) Subjek Pajak dan Wajib Pajak. Pada pajak pengambilan bahan galian golongan C, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengambil bahan galian golongan C. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan pengambilan bahan galian golongan C. Dengan demikian, pada pajak pengambilan bahan galian golongan C subjek pajak sama dengan wajib pajak. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). 3) Objek Pajak Daerah Undang-Undang Nomor : 18 Tahun 1997 maupun Undang- Undang Nomor : 34 Tahun 2000 tidak secara tegas dan jelas menentukan apa yang menjadi objek pajak pada setiap jenis pajak daerah, tetapi menyerahkannya pada peraturan pemerintah. Penentuan yang menjadi objek pajak daerah pada saat ini dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor : 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah, yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor : 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah. Hal ini merupakan penentuan objek pajak secara umum, mengingat pemberlakuan suatu jens pajak daerah pada suatu propinsi atau kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah untuk mengetahui apa yang menjadi objek pajak harus dilihat apa yang ditetapkkan peraturan daerah dimaksud

37 26 sebagai objek pajak. Marihot P. Siahaan, Pajak daerah dan retribusi daerah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada). 4) Subjek Pajak dan Wajib Pajak Daerah Dalam pemungutan pajak daerah, terdapat istilah yang kadang disamakan walaupun sebenarnya memiiki pengertian yang berbeda yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak daerah. Dengan demikian, siapa saja baik orang pribadi atau badan, yang memenuhi syarat objektif yang ditentukan dalam suatu peraturan daerah tentang pajak daerah, akan menjadi subjek. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundangundangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu badan menjadi wajib pajak apabila telah ditentukan oleh peraturan daerah untuk melakukan pembayaran pajak, serta orang atau badan yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari subjek pajak. Hal ini menunjukkan bahwa wajib pajak dapat merupakan subjek pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak maupun pihak lain yang bukan merupakan merupakan subjek pajak, yang berwenang memungut pajak dari subjek wajib pajak.

38 27 2. Pendapatan Asli Daerah a. Pendapatan asli daerah dikategorikan dalam pendapatan rutin Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan suatu kemampuan daerah menghimpun sumbersumber dana untuk membiayai kegiatan rutin maupun pembangunan. Jadi pengertian dari pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas dan tanggungjawabnya. (Widhi Ardiasyah, Indra Analisis Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun , skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (2005). Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang- Undang Nomor : 33 Tahun 2004 terdiri dari penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik derah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa tujuan pendapatan asli daerah adalah memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

39 28 Salah satu upaya untuk melihat kemampuan daerah dalam rangka self suporting dari segi keuangan daerah dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, adalah dengan melihat komposisi dari penerimaan daerah yang ada. Semakin besar komposisi pendapatan asli daerah, maka semakin besar pula kemampuan kemampuan pemerintah daerah untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar. Tetapi semakin kecil komposisi pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah maka ketergantungan terhadap pusat semakin besar. Sedangkan dampak yang dirasakan masyarakat dengan adanya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah adalah kelancaran pembangunan. Pembangunan meliputi berbagai sektor diantaranya adalah pembangunan jalan, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas lain. Kesit sebagaimana dikutip oleh Rima Anggraeni, Analisis Penerimaan Pajak Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Asli daerah dan Kesejahteraan Hidup Masyarakat Kota Malang, skripsi, Jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang (2009) Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan, maka pemerintah suatu negara pada hakekatnya mengemban tugas dan fungsi utama yaitu fungsi alokasi yang meliputi alokasi yang meliputi antara lain pendapatan

40 29 dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi stabilitas yang meliputi antara lain, pertahanan dan keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilitas pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh pemerintah daerah, karena daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan kondisi dan situasi yang berbeda-beda dari masingmasing wilayah. Dengan demikian pembagian ketiga fungsi dimaksudkan sangat penting sebagai landasan dalam menentukan dasar- dasar perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Untuk mendorong penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenagan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan. Widhi Ardiasyah, Indra Analisis Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun , Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (2005).

41 30 b. Sumber Pendapatan Asli Daerah Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain Penerimaan yang sah. Sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dalam wilayah daerah yang bersangkutan, yang terdiri : 1) Pajak Daerah Pajak daerah merupakan pungutan daerah menurut peraturan daerah yang dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik. 2) Retribusi Daerah Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung. 3) Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah, Bagian Badan Usaha Milik Daerah ialah bagian keuntungan atau laba bersih dari perusahaan daerah atas badan lain yang merupakan badan usaha milik daerah. Sedangkan perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Merupakan penerimaan selain yang disebutkan di atas tapi sah.

42 31 Penerimaan ini mencakup sewa rumah dinas daerah, sewa gedung dan tanah milik daerah, jasa giro, hasil penjualan barang-barang bekas milik daerah dan penerimaanpenerimaan lain yang sah menurut Undang-Undang. Pajak daerah dan retribusi merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan asli Daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan pemerintah daerah dan pembangunan daerah yang akan digunakan untuk membiyai pengeluaran pemerintah dan pembangunan daerah. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ini diharapkan akan memperlancar jalannya pembangunan dan pemerintahan derah. Pembangunan dapat berjalan dengan lancar maka peluang untuk mensejahteraankan masyarakat diharapkan akan meningkat. Dengan diketahuinya pengaruh pajak dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah maka upaya peningkatan pajak dan retribusi daerah untuk meningkakan keuangan daerah terus dikembangkan. B. Penelitian Terdahulu Drs. Nugraha L.N., SE., M.Si dan Arvian Triantoro, S.Pd pernah mengadakan penelitian tentang Analisis Efektifitas Pajak Hotel dan Restoran dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Bandung. Hasil penelitian dapat disimpulkan Pajak Hotel Dan Restoran (PHR) mewakili salah satu yang paling penting Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kota Bandung. Analisis

43 32 efektivitas PHR terhadap PAD akan memberikan informasi penting informasi pada seberapa jauh PHR ini dikelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung. Menggunakan data tahun 2003, menunjukkan bahwa kegiatan yang lebih dapat dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pengelolaan PHR. Dwi Kurniawan Septian (2010), pernah mengadakan penelitian yang berjudul Pengaruh Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah terhadap Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Ponorogo. Jenis penelitian yang digunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat ex post facto yakni mempelajari fakta-fakta yang sudah ada. Prosesnya berupa mendiskripsikan dengan cara menginterpretasi data yang telah diolah. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series (runtut waktu) selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 mulai bulan Januari sampai bulan Desember meliputi data: pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah Kabupaten Ponorogo. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa pajak daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 1,90 dan retribusi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,873. Berdasarkan penelitian, peneliti menyarankan agar penarikan pajak dan retribusi daerah diawasi penerikannya agar menambah jumlah tenaga kerja yang luas.

44 33 Mohammad Riduansyah (Jurnal Makara, Sosial Humaniora, vol 7, No.2, Desember 2003), pernah mengadakan penelitian tentang Kontribusi Pajak Daerah Dan Retrebusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor). Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin dan pembangunan di suatu daerah otonom. Jumlah penerimaan komponen pajak daerah dan retribusi daerah sangat dipengaruhi oleh banyaknya jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang diterapkan serta disesuaikan dengan peraturan yang berlaku yang terkait dengan penerimaan kedua komponen tersebut. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan PAD Pemerintah Kota Bogor dalam kurun waktu Tahun Anggaran (TA) 1993/ cukup signifikan dengan rata-rata kontribusi sebesar 27,78% per tahun. Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total perolehan penerimaan Pemda Bogor tercermin dalam APBD-nya, dikaitkan dengan kemampuannya untuk melaksanakan otonomi daerah terlihat cukup baik. Komponen pajak daerah dalam kurun waktu TA 1993/ rata-rata pertahunnya memberikan kontribusi sebesar 7,81% per tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 22,89% pertahunnya. Sedangkan pendapatan yang berasal

45 34 dari komponen retribusi daerah, pada kurun waktu yang sama, memberikan kontribusi rata-rata per tahunnya sebesar 15,61% dengan rata-rata pertumbuhan pertahunnya sebesar 5,08% per tahun. Untuk meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap total penerimaan PAD dan sekaligus memperbesar kontribusinya terhadap APBD Pemda Kota Bogor perlu dilakukan beberapa langkah di antaranya perlu dilakukan peningkatan intensifikasi pemungutan jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah, kemudian dilakukan ekstensifikasi dengan jalan memberlakukan jenis pajak dan retribusi baru sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada.

46 35 C. Kerangka Pemikiran berikut : Secara sederhana kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Hiburan Pajak Reklame PAJAK DAERAH Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : Peningkatan PAD akan tercapai apabila sumber-sumber yang mempengaruhinya mengalami peningkatan pula, agar sumber-sumber tersebut meningkat maka dalam pegelolaan dan pelaksanaan daerah haruslah optimal. Salah satu sumber yang dapat meningkatkan PAD adalah pajak daerah. Sehingga dengan kata lain bila pemungutan pajak daerah dapat dilaksanakan secara optimal maka pendapatan asli.

47 36 Seperti yang di kemukaan oleh Abubakar (Abdul Halim, 2001:144), pajak daerah sebagai salah satu komponen pendapatan asli daerah memiliki prospek yang sangat baik untuk di kembangkan. Oleh sebab itu pajak daerah harus di kelola secara profesional dan transparan dalam rangka optimalisasi dan usaha meningkatkan kontribusinya terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah. Seperti yang telah dikemukakan pada latar belakang penelitian ini bahwa setiap pengelolaan manajemen apabila tujuan ingin dicapai maka efektifitas akan menjadi pedoman yang penting dimana artinya hal ini mesti dilakukan dan dilaksanakan. Manajemen harus selalu meningkatkan efektifitas demi tercapainya profit yang optimal dan juga untuk meminimalisir setiap pengeluaran. Menurut H. Emerson (Soewarno Handayaningrat, 1993:16) yang dimaksud dengan efektifitas adalah is a measuring goals or objectives. Berbeda dengan H. Emerson, menurut Liang Gie yang di kutip oleh Syafri Daud (Abdul Halim, 2001:158) mendefinisikan efektifitas sebagai suatu keadaaan yang terjadi sebagai akibat yang dikehendaki. Pemungutan yang efektif dan efisien dengan mengacu pada pada target dan biaya yang dikeluarkan serendah mungkin diharapkan akan dapat membantu meningkatkan penerimaan pajak daerah. Dengan meningkatnya pajak daerah maka akan berpengaruh juga terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang akan meningkat.

48 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun, Jl.Soekarno Hatta No.17. Menggunakan data yang diolah dan diambil dari kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Madiun. B. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan penelitian ini termasuk pendekatan kuantitatif. Menggunakan teknik pengolahan data dimana data-data yang berbentuk angka diklasifikasikan, dibandingkan dan dihitung dengan rumus-rumus yang relevan. Jenis penelitian yang digunakan Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat mempelajari fakta-fakta yang sudah ada. Prosesnya berupa mendiskripsikan dengan cara menginterpretasi data yang telah diolah. C. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dan dikategorikan sebagai data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa sumber dengan cara mengambil data-data statistik yang telah ada serta dokumen-dokumen lain yang terkait dan yang diperlukan. Adapun data yang akan digunakan adalah: 37

49 38 1. Laporan Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Madiun tahun Laporan Penerimaan Pajak Daerah Kota Madiun tahun Jenis dari sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder, Data Sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya, berupa dokumen, informasi, data-data Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan data kantor BPS Kota Madiun. D. Definisi Operasional dan Variabel Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pajak Daerah Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang/pribadi/badan kepada daerah berupa imbalan langsung yang dapat dilaksanakan berdasar perundang-undangan yang berlaku. 2. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang terdiri atas: a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah

50 39 c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah 3. Efektivitas Efektivitas adalah suatu ukuran keberhasilan atau kegagalan dari organisasi dalam mencapai suatu tujuan. 4. Efisiensi Efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. E. Teknik dan Model Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Analisis Deskriptif Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan pajak daerah di Kota Madiun, kemudian juga untuk mengetahui sumbangan jenis-jenis pajak tersebut terhadap PAD. 2. Metode Analisis Rasio a. Untuk mengetahui efektivitas pajak daerah sendiri digunakan analisis rasio (Samudra, 1995: 96 dalam Dhinaryati, 2003:26) Efektifitas =

51 40 Kriteria pengujian: Efektivitas < 1 maka pajak daerah tidak efektif Efektivitas > 1 maka pajak daerah efektif Efektivitas digunakan untuk mengukur hubungan antara hasil penerimaan pajak daerah dari semua potensi pajak daerah dengan anggapan semua wajib pajak daerah membayar pajak daerah masingmasing. Namun demikian, mengingat sulitnya menentukan besarnya potensi pajak daerah, maka dalam penelitian ini yang digunakan adalah besarnya target pajak daerah. b. Untuk mengetahui tingkat efisiensi pemungutan pajak daerah digunakan analisis rasio sebagai berikut (Wihana Kiranajaya, 1996: 34 dalam Dhinaryati, 2003: 25) : Efisiensi = Efisiensi atau daya guna digunakan dengan menghitung perbandingan antara besarnya biaya yang digunakan untuk memungut pajak dan realisasi penerimaan pajak yang diterima oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, yang dimaksud dengan biaya pemungutan pajak adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk merealisasikan penerimaan pajak daerah.

52 41 Sedangkan biaya itu berupa insentif bagi petugas pemungut yang besarnya menurut Perda kota Madiun No. 13 Tahun 1981 telah ditentukan sebesar 5 (lima) persen dari realisasi penerimaan pajak daerah tiap tahunnya ditambah dengan biaya operasional. c. Kontribusi pajak daerah dan PAD untuk menghitung kontribusi penerimaan pajak terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah digunakan rumus sebagai berikut : (Abdul Halim, 2004: 163) Keterangan : X : realisasi penerimaan jenis-jenis pajak Y : realisasi penerimaan pajak daerah Z : realisasi penerimaan PAD 3. Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF) Untuk menguji penelitian ini, alat analisis yang digunakan adalah Derajat Desentralisasi Fiskal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan menggunakan formula sebagai berikut (Sukanto Reksohadiprojo, 2001:155): Keterangan : - Ukuran Derajat Desentralisasi Fiskal = 50% - Total Pendapatan Daerah = PAD + BHPBP

53 42 - PAD = Pendapatan Asli Daerah - BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 4. Elastititas PAD Elastisitas permintaan mengukur seberapa besar kepekaan perubahan jumlah permintaan barang terhadap perubahan harga. Ketika harga sebuah barang turun, jumlah permintaan terhadap barang tersebut biasanya naik semakin rendah harganya, semakin banyak benda itu dibeli. Elastisitas permintaan ditunjukan dengan rasio persen perubahan jumlah permintaan dan persen perubahan harga. Ketika elastisitas permintaan suatu barang menunjukkan nilai lebih dari 1, maka permintaan terhadap barang tersebut dikatakan elastis di mana besarnya jumlah barang yang diminta sangat dipengaruhi oleh besar-kecilnya harga. Sementara itu, barang dengan nilai elastisitas kurang dari 1 disebut barang inelastis, yang berarti pengaruh besar-kecilnya harga terhadap jumlah-permintaan tidak terlalu besar. ( Koefesien n = 0 Elastisitas Inelastis sempurna 0 < n < 1 Inelastis n = 1 Elastis uniter 1 < n < Elastis n = Elastis sempurna

54 43 atau

55 BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis Kota Madiun Kota Madiun adalah salah satu wilayah pemerintahan kecil di propinsi Jawa Timur yang mempunyai letak strategis. Kota ini bisa dicapai dengan kendaraan roda empat dalam waktu kurang lebih 3 jam ke arah barat dari kota Surabaya. Wilayahnya menjadi lalu lintas transportasi darat yang utama antar propinsi di Pulau Jawa. Topografi tanahnya yang datar menjadi pilihan jalur yang mudah dilalui oleh alat transportasi bus maupun kereta api, sehingga kota Madiun menjadi kota transit yang strategis. Gambar 4.1 Peta Kota Madiun Sumber: BPS Kota Madiun, (2011) 44

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. pajak yang digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna untuk kepentingan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 1.1 Kajian Teoritis 1.1.1 Pengertian Pajak Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam pembiayaan pembangunan adalah menggali sumber

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang telah digulirkan dengan landasan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, diikuti dengan hadirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. Otonomi Daerah Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 18

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, negara berkewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A Andiani dalam Diana Sari (2013: 33), adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Perpajakan Pada hakekatnya pajak merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu negara. Segala bentuk pungutan yang dilakukan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Permasalahan dalam pajak erat kaitannya dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efektifitas Istilah efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PONOROGO

PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PONOROGO PENGARUH PENERIMAAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN PONOROGO SKRIPSI Oleh: Septian Dwi Kurniawan 06130017 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG Avian Nur Andianto Universitas Brawijaya Malang aviannurandrian1996@gmail.com Amelia Ika Pratiwi Universitas Brawijaya Malang m3lly_16@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode )

Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode ) Kontribusi Pajak Hiburan Terhadap Penerimaan Pendapatan Daerah Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kota Malang (Periode 2010-2014) Disusun Oleh: Januardi 2011110028 Dosen Pembimbing: 1).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Otonomi Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang penduduknya sangat padat, dimana setiap warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk membayar pajak secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Perpajakan karangan Mardiasmo (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Dasar-dasar Perpajakan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Dasar-dasar Perpajakan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak secara umum 2.1.1. Pengertian pajak Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hubungan antara Pajak dengan Pendapatan Dalam beberapa jenis pajak kita mengenal ada yang disebut dengan pajak proporsional, pajak progresif, dan pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan adalah pajak. Sehingga dalam pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari beberapa ahli antara lain: a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P. J. A Adriani dalam Thomas Sumarsan (2013: 3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P. J. A Adriani dalam Thomas Sumarsan (2013: 3) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Definisi Pajak Terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, namun definisi tersebut memiliki tujuan dan inti yang sama. Menurut Prof. Dr. P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN. TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN www.inilah.com I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dan berkelanjutan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Mempercepat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib rakyat kepada kas negara.definisi pajak menurut beberapa ahli adalah : 1) Menurut Soemitro (Mardiasmo, 2011:1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan daerah dalam berbagai aspek pada dasarnya. membawa aspirasi dan tuntutan baru yang terus berkembang dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembangunan daerah dalam berbagai aspek pada dasarnya. membawa aspirasi dan tuntutan baru yang terus berkembang dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan daerah dalam berbagai aspek pada dasarnya membawa aspirasi dan tuntutan baru yang terus berkembang dalam upaya mewujudkan kualitas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar pada saat ini adalah bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah berusaha mengembangkan dan meningkatkan, perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam rangka meningkatkan daya guna penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang berusaha mempertahankan perekonomian dari goncangan krisis global. Dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sedang berkembang dengan jumlah penduduk yang pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling tidak terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kesatuan, Indonesia mempunyai fungsi dalam membangun masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah adalah perkembangan kondisi di dalam dan luar negri. Kondisi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan daerah perlu dijalankan atau dikembangkan sebagai salah satu upaya penting untuk mewujudkan kehendak otonomi yang luas, nyata dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Untuk dapat memahami pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak diharuskan membayar pajak terutang, tentunya perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu tumpuan penting dalam penerimaan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu tumpuan penting dalam penerimaan negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu tumpuan penting dalam penerimaan negara, sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Abdul Halim (2004:94), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

DASAR-DASAR PERPAJAKAN DASAR-DASAR PERPAJAKAN DEFINISI PAJAK Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. tidak terlepas dari adanya pembangunan daerah. Saat ini di Indonesia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Perkembangan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan. Seiring berkembangnya masyarakat maka kepentingan dan kebutuhan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru dengan dikeluarkannya Undangundang No.22 tahun 1999 dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

ANALISIS EVEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE

ANALISIS EVEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE Vol. X Jilid 2 No.73 Desember 216 ANALISIS EVEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE 211-215 Oleh Dina Anggraini, SE, M.Si, Fitrah Mulyani, SST,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenis- jenis pajak, fungsi pajak, objek dan subjek dan seterusnya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan b. Pajak restoran Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan di pungut bayaran,yang mencakup rumah makan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Menurut Rochmat Soemitro dalam Erly Suandy (2011:7). Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. Sebagai salah satu sumber penerimaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA

EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA EVALUASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP DANA PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANDIEKA APRIYALDI AZMY

PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP DANA PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT ANDIEKA APRIYALDI AZMY PENGARUH PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP DANA PEMBANGUNAN KABUPATEN LAMPUNG BARAT TESIS Oleh: ANDIEKA APRIYALDI AZMY PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah untuk mendukung pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan. Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta DPPKA dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. relasi antara pemerintah pusat dan daerah (Kacung Marijan, 2010:153). daerah. Pilihan otonomi daerah merupakan pilihan yang

BAB II KAJIAN TEORI. relasi antara pemerintah pusat dan daerah (Kacung Marijan, 2010:153). daerah. Pilihan otonomi daerah merupakan pilihan yang BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Otonomi Daerah Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik dengan pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan asas desentralisasi. Pelaksanaan asas desentralisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Desentralisasi a. Pengertian Desentralisasi Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mencapai keberhasilan pelaksanaan pembangunan, Pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. Kebutuhan akan dana pembangunan dapat diperoleh dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi

Lebih terperinci

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015

BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 BAHAN MATERI MATA PELAJARAN EKONOMI DAN BISNIS KOMPETENSI DASAR KETENTUAN PERPAJAKAN KELAS XI AP TAHUN PELAJARAN 2014/2015 A. Pengertian Pajak Beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pajak,

Lebih terperinci