PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO ARI SULISTIYANI RAHAYU A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO ARI SULISTIYANI RAHAYU A"

Transkripsi

1 PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO ARI SULISTIYANI RAHAYU A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

2 1 RINGKASAN ARI SULISTIYANI RAHAYU. Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe Pepaya secara In Vitro. (Dibimbing oleh KETTY SUKETI dan WINARSO D. WIDODO). Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah yang penting di Indonesia. Buah pepaya kaya karbohidrat, karoten, riboflavin, dan vitamin C. Percobaan ini merupakan tahap awal untuk menguji daya berkecambah polen dan untuk mempelajari kompatibilitas polen pada stigma beberapa genotipe pepaya IPB 3, IPB 4, IPB 6, dan IPB 9 secara in vitro. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui viabilitas polen pepaya terbaik. Polen dan stigma diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Tajur. Polen dikecambahkan pada media Brewbaker dan Kwack yang mengandung 0.01 M H 3 BO 4, 0.05 M Ca(NO 3 ) 4 H 2 O, 0.02 M MgSO 4 7H 2 O, 0.05 M KNO 3, 5% sukrosa, dan aquades (ph 7.3). Pengamatan dalam percobaan ini terdiri dari pengamatan diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, pertumbuhan tabung polen pepaya, dan kompatibilitas polen pada stigma. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Genotipe IPB 3 mempunyai diameter polen pepaya yang besar (28.97 μm), daya berkecambah polen pepaya yang tinggi (24.4%), dan pertumbuhan tabung polen pepaya yang tercepat dibandingkan dengan genotipe lain. Nilai kompatibilitas tertinggi ditunjukkan oleh polen genotipe IPB 3 pada stigma genotipe IPB 9 (13.04%).

3 PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor ARI SULISTIYANI RAHAYU A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

4 Judul Nama NIM : PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH DAN KOMPATIBILITAS POLEN BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA SECARA IN VITRO : ARI SULISTIYANI RAHAYU : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr NIP Tanggal Lulus :...

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 5 Mei Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Siswono dan Ibu Suwartini. Tahun 2001 penulis lulus dari SDN 1 Sumberejo, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan sekolah di SLTPN 1 Maospati. Selanjutnya penulis lulus SMUN 1 Maospati pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di IPB melalui USMI sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Pada saat di SMU penulis menjadi anggota OSIS dan ikut aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler seperti KIR (Karya Ilmiah Remaja) dan Pramuka. Pada tahun 2007 penulis menjadi anggota Koperasi Mahasiswa IPB, selain itu penulis juga sering mengikuti berbagai macam seminar dan menjadi panitia dalam beberapa acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Pengujian Daya Berkecambah dan Kompatibilitas Polen Beberapa Genotipe Pepaya secara In Vitro yang bertujuan untuk menguji daya berkecambah dan kompatibilitas polen dengan stigma pepaya beberapa genotipe secara in vitro. Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ketty Suketi, MSi. dan Dr. Ir. Winarso Drajad Widodo, MS sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, MSc. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani studi di Departemen Agronomi dan Hortikultura. 3. Bapak, Ibu, dan Kakak beserta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dalam segala aktivitas penulis. 4. Teman-teman AGH 44 yang telah memberikan motivasi, masukan, dan bantuan. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Januari 2013 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Pepaya... 3 Pembungaan, Penyerbukan dan Pembuahan... 4 Polen dan Stigma Pepaya... 6 Media Perkecambahan Polen Pepaya... 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Percobaan Analisis Data Pelaksanaan Percobaan Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Diameter Polen Pepaya Daya Berkecambah Polen Pepaya Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya Kompatibilitas Korelasi antar Peubah KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Hasil sidik ragam pada empat peubah yang diamati Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6, IPB Tingkat kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6, IPB 9 pada stigma genotipe IPB 6 dan IPB Analisis korelasi antar peubah... 21

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB Pohon dan diameter polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB Polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 setelah empat jam perkecambahan Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3 pada empat jam pengamatan Grafik laju pertumbuhan tabung polen pepaya... 19

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Sidik ragam diameter polen pepaya Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada satu jam pengamatan Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada dua jam pengamatan Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada tiga jam pengamatan Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada empat jam pengamatan Sidik ragam kompatibilitas polen pada stigma Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan diameter polen pepaya Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya Sidik ragam diameter polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya...31

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah-buahan tropika beriklim basah yang penting di Indonesia. Buah pepaya kaya akan karbohidrat, karoten, riboflavin dan vitamin C. Buah muda, daun dan bunga pepaya dapat digunakan sebagai sayuran. Banyaknya manfaat yang dapat diberikan, maka pepaya merupakan salah satu buah yang diminati penduduk Indonesia (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Produksi buah pepaya di Indonesia setiap tahunnya belum mencapai hasil yang optimal. Dari data Badan Pusat Statistik diketahui bahwa produksi buah pepaya pada tahun 2008 sebesar 958,251 ton, pada tahun 2009 sebesar 772,844 ton, pada tahun 2010 sebesar 675,801 ton dan pada tahun 2011 sebesar 958,251 ton. Rendahnya produksi pepaya ini disebabkan oleh produktivitas yang rendah karena masih kurangnya varietas pepaya yang unggul. Perbanyakan tanaman pepaya dapat dilakukan dengan cara perbanyakan generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman pepaya biasanya lebih sering dilakukan melalui perbanyakan generatif dengan benih. Pembentukan biji diawali dengan penyerbukan. Menurut Jamsari (2008) penyerbukan diawali dengan jatuhnya polen pada permukaan stigma, sedangkan Malik (1979) menyatakan bahwa polen merupakan pembawa materi genetik jantan kepada gametofit betina ketika terjadi fertilisasi. Fertilisasi sendiri dapat terjadi apabila viabilitas polen tinggi. Viabilitas awal polen dan masa reseptif stigma menentukan efisiensi fertilisasi yang terjadi. Menurut Marufah (2009) kompatibilitas antara polen dan stigma juga menentukan efisiensi fertilisasi tersebut, karena apabila polen tidak kompatibel dengan stigma, maka fertilisasi tidak akan terjadi. Kompatibilitas adalah bentuk kesuburan yang disebabkan oleh adanya kemampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih. sehingga penyerbukan yang terjadi dapat berlanjut kepada proses fertilisasi. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi fertilisasi setelah penyerbukan. Widiastuti dan Palupi (2008) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kompatibilitas polen dan stigma dengan produksi benih. Berdasarkan penelitian pada pembentukan biji kelapa sawit, kompatibilitas polen dengan stigma dapat

12 2 mempengaruhi benih yang dihasilkan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprapto dan Supanjani (2009) dalam penelitiannya pada bunga matahari, pengamatan kompatibilitas dibutuhkan untuk mengetahui jenis inkompatibilitas pada bunga matahari. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) tentang viabilitas polen dan pertumbuhan tabung polen, dari hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 4, IPB 3, IPB 9 dan IPB 10 setelah 30 menit perkecambahan yaitu µm, µm, µm dan 99.5 µm. Untuk mengetahui daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya lebih lanjut, dilakukan uji daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Pengujian daya berkecambah dan kompatibilitas polen pepaya dilakukan untuk mengetahui viabilitas dari polen pepaya tersebut sehingga dapat diketahui genotipe pepaya mana yang lebih unggul. Metode pengujian polen dan stigma dilakukan dengan cara mengecambahkan polen dan melihat arah perkecambahan tabung polen terhadap stigma secara in vitro. Tujuan Percobaan ini bertujuan untuk menguji daya berkecambah polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 dan menguji kompatibilitasnya terhadap stigma genotipe IPB 6 dan IPB 9 secara in vitro.

13 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Pepaya Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah tropika yang berasal dari Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui dapat tumbuh di daerah-daerah basah, kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan. Hampir semua bagian pohon dapat dimanfaatkan. Buah pepaya lebih banyak dimanfaatkan karena mudah didapat dan lezat. Pepaya merupakan tanaman berumah satu sekaligus berumah dua dengan tiga jenis pohon, yaitu: pohon jantan, betina dan hermafrodit (Villegas, 1992). Berdasarkan taksonominya, tanaman pepaya dapat diklasifikasikan dalam divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledone, ordo Caricales, famili Caricaceae, genus Carica dan spesies Carica papaya L. (Kalie, 1999). Buah pepaya termasuk dalam golongan buah sejati tunggal. Buah ini dapat berisi satu biji atau lebih, dapat pula tersusun dari satu atau banyak buah. Pepaya juga termasuk buah buni. Buah buni adalah buah yang dagingnya mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar yang tipis seperti kulit, dan lapisan dalam yang tebal, lunak, dan berair. Biji-biji banyak terdapat dalam bagian yang lunak itu. Pepaya termasuk buah buni yang berdinding tebal dan dapat dimakan (Sujiprihati dan Suketi, 2009). Buah pepaya mengandung berbagai jenis enzim, vitamin dan mineral. Buah pepaya kaya pula dengan vitamin B kompleks dan vitamin E. Selain itu buah pepaya juga mengandung enzim papain. Enzim ini sangat aktif dan memiliki kemampuan mempercepat proses pencernaan protein. Kadar protein dalam buah pepaya tidak terlalu tinggi. Pepaya juga dapat mempercepat pencernaan karbohidrat dan lemak. Selain itu pepaya memiliki sifat antiseptik dan membantu mencegah perkembangbiakan bakteri yang merugikan di dalam usus (Villegas, 1992). Nilai gizi buah pepaya setiap 100 g bobot segar antara lain: (1) Kalori 38, (2) Protein 0.6 g, (3) Vitamin A 2,500 SI, (4) Vitamin B mg, (5) Vitamin B mg, (6) Niasin 0.10 mg, (7) Vitamin C 60 mg.

14 4 Pembungaan, Penyerbukan, dan Pembuahan Pepaya merupakan spesies polygamous dengan tiga macam bunga: jantan, hermafrodit dan betina (Sobir et al., 2008). Bunga jantan terdiri dari lima helai mahkota dan berukuran kecil. Stamen berjumlah 10 yang tersusun menjadi dua lapis dan melekat pada leher bunga. Bunga ini tidak akan berubah menjadi buah karena tidak mempunyai bakal buah. Bunga betina memiliki bakal buah, terdiri dari lima helai mahkota. Bunga hermafrodit memiliki polen, stigma dan bakal buah (Rosa, 2004). Pohon betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit serta ekspresi seks bunga tanaman pepaya baru diketahui setelah tanaman berbunga (Suketi, 2011). Bunga pepaya hermafrodit dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 1. IPB 3 IPB 4 IPB 6 IPB 9 Gambar 1. Bunga pepaya hermafrodit genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 Bunga merupakan alat reproduksi yang menghasilkan buah dan biji. Proses pembungaan terdiri atas beberapa tahap penting yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji (Ashari, 1998).

15 5 Penyerbukan diawali dengan adanya penempelan polen pada permukaan stigma. Pada penyerbukan awal, ketika polen menempel pada stigma dan sesuai (kompatibel), polen tersebut akan berkecambah dan membentuk tabung polen yang kemudian menembus kantung embrio melalui mikropil dan melepaskan isinya ke dalam kantung embrio. Peristiwa pelepasan isi polen ke dalam kantung embrio inilah yang disebut fertilisasi. Polen yang tidak subur dan stigma yang tidak normal menyebabkan permasalahan dalam proses penyerbukan dan fertilisasi (Ashari, 2004). Pada proses penyerbukan, apabila bunga dalam suatu tanaman memiliki polen yang tidak subur maka bunga tersebut memerlukan polen lain yang subur. Pembentukan tabung polen adalah suatu proses penting dalam fertilisasi. Hal ini menunjukkan potensial perkecambahan dari polen dan merupakan salah satu fase perkembangan yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji, selain itu, keefektifan penyerbukan dan fertilisasi akan mempengaruhi buah dan biji. Viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi fertilisasi karena fertilisasi tidak terjadi. Proses fertilisasi pada tumbuhan biji diantaranya setelah penyerbukan, stigma menghasilkan cairan gula untuk perkecambahan polen yang melekat. Pertama dinding polen mengembang, kemudian dinding luar polen pecah, sedangkan dinding sebelah dalam melengkung ke dalam menembus kepala putik, kemudian membentuk tabung polen. Tabung ini menghubungkan polen dengan bakal biji. Tabung polen menuju ke inti sel telur di dalam bakal biji melalui celah kecil yang disebut mikropil (Darjanto dan Satifah, 1990). Tumbuhan bunga yang mempunyai bunga dengan stigma dan anter yang menghasilkan ovul maupun polen yang fertil dan viabel tidak selamanya dapat melakukan penyerbukan sendiri, hal ini disebabkan oleh inkompatibilitas seksual pada tanaman tersebut sehingga polennya tidak dapat membuahi ovul (Ashari, 2004). Perkembangan buah melibatkan proses pertumbuhan yang sangat kompleks. Telur yang dibuahi berkembang menjadi embrio, inti endosperma dan sebagainya. Perkembangan selanjutnya adalah sebagian akibat dari pembelahan dan pembesaran sel, seperti juga halnya di dalam meristem. Air, karbohidrat,

16 6 protein, zat-zat hara, zat tumbuh dan sebagainya harus diangkut ke dalam buah dari bagian-bagian tanaman lain. Oleh karenanya selama perkembangan buah, pertumbuhan vegetatif tanaman sangat terhambat dan cadangan makanan di bagian tanaman seperti batang dan akar berada dalam keadaan minim (Bewleg, 1997). Menurut Sriwahyuni (1999) kegagalan penyerbukan dapat disebabkan karena tidak adanya polen yang sesuai atau ketiadaan serangga penyerbuk yang tepat. Inkompatibilitas dapat berupa tidak melekatnya polen pada stigma, polen tidak berkecambah, atau terjadinya pembesaran pada ujung tabung polen yang disertai dengan pecahnya tabung tersebut. Beberapa bentuk inkompatibilitas ini akan menghambat fertilisasi. Inkompatibilitas adalah bentuk ketidaksesuaian yang disebabkan oleh ketidakmampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih karena gangguan fisiologis yang menghalangi fertilisasi. Inkompatibilitas dapat disebabkan oleh ketidakmampuan tabung polen dalam: (a) menembus stigma, atau (b) tumbuh normal sepanjang tangkai stigma namun tidak mampu mencapai ovul karena pertumbuhan yang terlalu lambat (Suwarno, 2008). Menurut Haryanti (2004) diketahui bahwa tingkat inkompatibilitas dari suatu kombinasi persilangan dapat diketahui berdasarkan pada klasifikasi kompatibilitas persilangan, yaitu: (a) Kompatibel, jika hasil persilangan menghasilkan buah diatas 20%, (b) Kompatibilitas sebagian, jika hasil persilangan menghasilkan buah diantara 10-20%, (c) Inkompatibel penuh, jika hasil persilangan menghasilkan buah di bawah 10%. Menurut Poespodarsono (1986) kompatibilitas adalah bentuk kesuburan yang merupakan kemampuan tanaman yang memiliki polen dan ovul normal dalam membentuk benih. Tanaman dikatakan bersifat kompatibel jika terjadi fertilisasi setelah penyerbukan. Polen dan Stigma Pepaya Polen adalah serbuk kasar yang berisi microgametophytes dari tanamantanaman induk, yang membentuk gamet jantan (sel sperma). Polen diproduksi di dalam mikrosporangium. Butir-butir polen mempunyai bentuk yang bervariasi

17 7 (umumnya bulat), ukuran, dan permukaannya yang licin merupakan tanda-tanda khas yang menunjukkan suatu spesies. Butir-butir polen tersebut mempunyai suatu lapisan keras yang menjaga sel-sel sperma (Pleasants et al., 2001). Polen pada tanaman angiospermae terdiri dari sel-sel dengan tiga nukleus yang masing-masing dinamakan inti vegetatif satu, inti generatif satu dan inti generatif dua. Inti generatif berasal dari pembelahan mitosis kedua setelah pertumbuhan tabung polen terjadi (Hoekstra dan Bruinsma, 1975). Perkecambahan polen dipandu oleh adanya sinyal yang diperkirakan berasal dari ovulum itu sendiri. Stigma menghasilkan suatu eksudat untuk perkecambahan polen tersebut. Keberhasilan tabung polen dalam menembus stigma merupakan salah satu proses penting yang mempengaruhi pembentukan buah dan biji (Matthews dan Bramlett, 1983). Menurut Parton et al. (1998) polen dikategorikan viabel apabila berkecambah menjadi paling sedikit satu kali panjang diameternya, sedangkan polen yang tidak memenuhi kriteria tersebut dianggap tidak viabel. Selain itu, menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Priadi dan Rijadi (2002) pada polen Erythrina sp. yang berbentuk bulat dan viabel, terdapat matriks yang berwarna gelap, sedangkan polen yang tidak viabel terdapat matriks yang berwarna terang di dalamnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) informasi tentang viabilitas polen pepaya sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap pembentukan buah. Di samping itu, menurut Widiastuti dan Palupi (2008), viabilitas polen juga dapat mempengaruhi viabilitas benih yang dihasilkan. Polen dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur, serta menghasilkan buah bermutu baik dan benih berviabilitas tinggi, sedangkan menurut Sriwahyuni (1999), viabilitas polen yang rendah menyebabkan polen tidak dapat berkecambah sehingga fertilisasi tidak terjadi. Polen merupakan jaringan hidup yang mengalami kemunduran seiring lamanya waktu penyimpanan. Menurut Van Bielsen et al. (1993), semakin lama kemampuan berkecambah akan semakin menurun sampai polen tersebut tidak mampu untuk berkecambah sama sekali. Dalam penelitian yang dilakukan pada polen Papaver rhoeas L. dan Narcissus poeticus L., polen dapat disimpan dalam

18 8 suhu 24ºC dalam dua kondisi RH. Pada RH 75% dengan kelembaban kurang lebih 15%, polen Papaver dan Narcissus akan kehilangan viabilitasnya dalam beberapa hari, sedangkan RH 40% dengan kelembaban kurang lebih 7-8% viabilitas polen akan bertahan lebih lama. Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, daya simpan polen meningkat seiring dengan turunnya tingkat kelembaban ruangan. Menurut Widiastuti dan Palupi (2008), modifikasi suhu dan kelembaban relatif (RH) dapat menjaga agar kelembaban ruangan tetap rendah, sehingga viabilitas polen dapat dipertahankan lebih lama. Pengujian viabilitas polen bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang viabilitas polen tersebut. Pengujian viabilitas polen dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Pengujian kompatibilitas secara in vitro dilakukan dengan mengecambahkan polen dalam media yang telah disiapkan dan mengamati pertumbuhan tabung polen tersebut, sedangkan pengujian polen secara in vivo, viabilitas polen diuji dengan menyerbukkannya kepada bunga betina di lapangan kemudian mengamati pembentukan buah dan biji yang terjadi, tetapi metode ini sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca (Kovack dalam Sriwahyuni, 1999). Dalam pengujian viabilitas polen tersebut, dianjurkan polen diambil sebelum antesis, karena menurut Kriswiyanti et al. (2008) pada penelitian pola reproduksi pada salak bali, dikemukakan bahwa viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sesudah antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Menurut Nasution (2009) antesis merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga. Biasanya antesis terjadi bersamaan dengan matangnya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi antesis, atau bahkan jauh setelah terjadi antesis. Stigma adalah bagian putik yang berfungsi menerima polen pada proses penyerbukan. Menurut Sukarmin (2009) hasil observasi pada pertanaman sirsak di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya mutu buah dan bunga tidak maksimal seperti buah bengkok, tidak simetris dan bunga gugur. Hal ini diduga karena proses penyerbukan kurang sempurna dan terjadi secara alami serta polen

19 9 jatuh tidak merata pada stigma. Stigma yang reseptif akan mengeluarkan hormon tertentu dan senyawa-senyawa gula tertentu yang dapat menginduksi perkecambahan polen menjadi tabung polen. Menurut Sriwahyuni (1999) dalam penelitiannya pada salak pondoh, masa reseptif stigma dicapai pada satu hari setelah antesis. Musim sangat mempengaruhi periode stigma reseptif. Pada musim hujan stigma reseptif selama dua hari sedangkan pada musim kemarau hanya satu hari. Media Perkecambahan Polen Pepaya Media Brewbaker dan Kwack sering digunakan dalam perkecambahan polen secara in vitro. Media tersebut terdiri dari 720 ppm Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O, 200 ppm MgSO 4 7H 2 O, 200 ppm KNO 3, 20 ppm H 3 BO 3 dan ditambah dengan 10% sukrosa (Brewbaker dan Kwack, 1963). Setiap komponen pada media mempunyai fungsi masing-masing. Sukrosa (C 12 H 22 O 11 ) merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomer yang berupa unit glukosa dan fruktosa. Senyawa ini dikenal sebagai sumber nutrisi serta dibentuk oleh tumbuhan, tidak oleh organisme lain seperti hewan. Penambahan sukrosa dalam media berfungsi sebagai sumber karbon. Karbon di sini berfungsi untuk inisiasi dan pertumbuhan tabung polen. Asam borat atau H 3 BO 4 berfungsi untuk meningkatkan perkecambahan polen, sedangkan kalsium nitrat (Ca(NO 3 ) 2 4H 2 O), Magnesium sulfate heptahydrate (MgSO 4 7H 2 O), dan kalium nitrat (KNO 3 ) berfungsi sebagai garam anorganik yang penting untuk induksi perkecambahan polen menjadi tabung polen (Orphardt, 2003).

20 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Februari 2012 di Laboratorium Micro Technique Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Polen dan stigma diperoleh dari Kebun Percobaan Pusat Kajian Hortikultura Tropika IPB Tajur yang terletak pada elevasi 250 m dpl. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah polen pepaya dari empat genotipe. Semua polen diperoleh dari bunga hermafrodit pada pohon hermafrodit, sedangkan stigma diperoleh dari bunga betina pada pohon betina. Sampel polen diambil pada sore hari dengan keadaan bunga sebelum antesis. Pengambilan bunga sebelum antesis karena viabilitas polen pada anter bunga jantan maupun hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibanding viabilitas pada bunga sebelum antesis. Hal ini mungkin disebabkan polen memang sudah masak namun anter belum pecah. Polen diambil dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 yang semuanya merupakan pohon hermafrodit, stigma diambil dari genotipe IPB 6 dan IPB 9 pada pohon betina. Media perkecambahan polen menggunakan media yang terdiri dari 0.01 M H 3 BO 4, 0.05 M Ca(NO 3 ) 4 H 2 O, 0.02 M MgSO 4 7H 2 O, 0.05 M KNO 3, 5% sukrosa dan aquades, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Suketi et al. (2011) yang merupakan modifikasi dari Brewbaker dan Kwack (1963). Alat alat yang digunakan antara lain kertas label, labu takar, cawan petri, gelas obyek, pinset, pipet, gelas piala, gelas ukur, pengaduk, spatula, mikroskop Olympus BX 51 SP dan Olympus 41/51, tempat penyimpanan cawan petri, perlengkapan fotografi, mikrometer dan alat tulis. Metode Percobaan Percobaan dilakukan dengan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor untuk percobaan kompatibilitas polen pada stigma. Faktor pertama adalah genotipe tanaman penghasil polen dengan empat genotipe yaitu

21 11 IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Faktor kedua adalah genotipe stigma dua genotipe yaitu IPB 6 dan IPB 9. Setiap perlakuan diberikan dengan 10 ulangan, sehingga terdapat 120 satuan percobaan karena sampel untuk pengamatan diameter, daya berkecambah dan pertumbuhan tabung polen berbeda dengan sampel untuk pengamatan kompatibilitas polen. Model rancangan yang digunakan adalah: Yijk = μ + Li + Pj + (LP)ij + Uk + εijk Keterangan: Yijk = Nilai pengamatan genotipe polen ke-i, genotipe stigma ke-j dan kelompok ke-k μ = Nilai tengah umum Li = Pengaruh genotipe polen ke-i, i=1,2,3,4 Pj = Pengaruh genotipe stigma ke-j, j=1,2 (LP)ij = Pengaruh interaksi genotipe polen ke-i dengan genotipe stigma ke-j Uk = kelompok ke-k, k=1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 εijk = Pengaruh galat pecobaan genotipe polen ke-i, genotipe ke-j, kelompok ke-k Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan Anova (uji F) yang dilanjutkan dengan uji beda nilai tengah dengan DMRT 5% selanjutnya juga dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui hubungan antar karakter yang diamati diantaranya diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, pertumbuhan tabung polen pepaya, dan kompatibilitas. Analisis nilai korelasi dilakukan dengan menggunakan Software SAS pada taraf 5%. Pelaksanaan Percobaan Percobaan ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan bahan, persiapan media perkecambahan, perkecambahan polen, dan pengamatan. Persiapan Bahan Bunga pepaya diambil sehari sebelum percobaan pada fase sebelum antesis. Butiran polen dipisahkan dari antera menggunakan pinset. Stigma yang diambil dari pohon pepaya betina diiris kecil kemudian dihancurkan. Polen dan

22 12 stigma yang telah dipisahkan kemudian diletakkan pada media perkecambahan dengan posisi polen mengelilingi stigma. Persiapan Media Perkecambahan Bahan media yang digunakan yaitu 5 ml H 3 BO 4, 6.25 mlca(no 3 ) 4H 2 O, 10 ml MgSO 4 7H 2 O, 5 ml KNO 3, 5% sukrosa dan aquades. Semua bahan media dicampur dengan masing-masing takaran kemudian diukur ph-nya sebesar 7.3 agar perkecambahan yang dihasilkan tinggi. Setelah semua larutan dicampur kemudian dimasukkan ke dalam botol, ditutup rapat dan dimasukkan ke dalam lemari es untuk menjaga kualitas dan kesterilan. Perkecambahan Polen Pepaya Polen dikecambahkan dalam media pada gelas obyek selama empat jam. Saat pengecambahan selesai, masing-masing gelas obyek dimasukkan ke dalam cawan petri yang bagian bawahnya telah dilapisi kertas tisu yang lembab, kemudian ditutup. Pada setiap percobaan dilakukan sepuluh kali ulangan sehingga terdapat 40 unit percobaan untuk pengamatan diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya dan pertumbuhan tabung polen pepaya, dan 80 unit percobaan untuk pengamatan kompatibilitas polen pepaya. Pengamatan Diameter Polen Pepaya Pengamatan Pengukuran diameter polen pepaya dilakukan dengan menggunakan perbesaran 100X-400X dengan menggunakan mikroskop Olympus BX 51 pada dua jam setelah dikecambahkan. Pengamatan Daya Berkecambah Polen Pepaya Daya berkecambah polen pepaya diamati dengan menggunakan metode bidang pandang, mengacu pada perhitungan yang dilakukan oleh Ruchjaningsih (1995) dan Suketi et al. (2011). Keterangan: t : polen pepaya kecambah normal t DB = x 100% t+m m : polen pepaya yang tidak berkecambah dan polen pepaya abnormal

23 13 Perhitungan dilakukan pada seluruh area gelas obyek dengan menggeser meja preparat ke samping selebar diameter bidang pandang mikroskop. Pengamatan Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya Pertumbuhan panjang tabung polen pepaya diukur terlebih dahulu panjang tabung polennya dengan menggunakan mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer (Olympus BX 51). Panjang tabung polen diamati setiap satu jam selama empat jam. Pengamatan Kompatibilitas Kompatibilitas polen pepaya terhadap stigma diamati dengan melihat arah pertumbuhan tabung polen. Arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang mendekati stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya tersebut kompatibel, sedangkan arah pertumbuhan tabung polen pepaya yang menjauhi stigma menunjukkan bahwa polen dan stigma pepaya inkompatibel, kemudian dihitung persentasenya.

24 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya, panjang tabung polen pepaya dan kompatibilitas. Hasil analisis sidik ragam disajikan pada Tabel 1. Analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh genotipe pada diameter polen, panjang tabung polen, daya berkecambah, dan kompatibilitas. Tabel 1. Hasil sidik ragam pada empat peubah yang diamati No Peubah F-Hitung Peluang KK 1. Diameter polen 6.71** Daya berkecambah 26.15** < Panjang tabung polen 63.01** < Kompatibilitas 9.66** Keterangan : **berpengaruh sangat nyata pada taraf 5% Diameter Polen Pepaya Perbandingan ukuran diameter polen dari genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 2. Genotipe IPB 3 mempunyai ukuran diameter polen yang paling besar diantara genotipe yang lain, genotipe IPB 4 mempunyai ukuran diameter polen yang paling kecil, sedangkan genotipe IPB 6 mempunyai diameter polen yang lebih kecil dibandingkan dengan genotipe IPB 9. Tidak ada yang mempengaruhi besar kecilnya ukuran diameter polen selain genotipe dari polen tersebut, begitu juga dengan viabilitas polen, ukuran diameter polen tidak mempengaruhi tinggi rendahnya viabilitas polen tersebut, karena viabilitas polen dipengaruhi oleh genotipe polen tersebut. Analisis sidik ragam untuk diameter polen disajikan pada Lampiran 1.

25 15 IPB µm IPB µm IPB µm IPB µm Gambar 2. Pohon dan diameter polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 Daya Berkecambah Polen Pepaya Genotipe IPB 3 memiliki tingkat persentase daya berkecambah 24.4%, paling tinggi diantara nilai persentase genotipe lain. Genotipe IPB 6 memiliki

26 16 tingkat persentase daya berkecambah paling rendah (6.7%). Daya berkecambah polen pepaya genotipe IPB 3 lebih tinggi apabila dibandingkan dengan polen pepaya genotipe IPB 4, IPB 6 dan IPB 9. Analisis sidik ragam untuk daya berkecambah polen pepaya disajikan pada Lampiran 2. Perbandingan perkecambahan polen pepaya antara genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 disajikan pada Gambar 3. IPB % IPB % IPB 6 6.7% IPB 9 9.1% Gambar 3. Polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 setelah empat jam perkecambahan Daya berkecambah polen pepaya diamati untuk melihat viabilitas polen tersebut. Daya berkecambah polen pepaya antar genotipe tidak menunjukkan tingkat perkecambahan yang tinggi. Menurut Parton et al. (1998) daya berkecambah polen pepaya pada masing-masing genotipe menunjukkan tingkat persentase yang berbeda. Pada percobaan ini daya berkecambah dihitung persentasenya dari polen yang berkecambah normal dan polen abnormal. Tabung polen yang abnormal diantaranya tabung polen yang pecah karena terjadi absorbsi yang terlalu cepat dan tabung polen yang menggulung dan pecah. Viabilitas polen merupakan parameter penting karena polen harus hidup dan mampu berkecambah setelah penyerbukan agar terjadi pembuahan (Widiastuti dan Palupi, 2008). Anter yang diambil prematur tidak akan

27 17 menghasilkan polen secara normal atau menghasilkan polen yang sedikit. Pengambilan bunga pepaya seharusnya dilakukan satu hari sebelum antesis karena masih terlindung dari gangguan serangga, tetapi karena keterbatasan waktu maka sampel diambil pada sore hari kemudian bunga dimekarkan pada esok harinya. Menurut Galleta (1983) faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan polen secara in vitro antara lain musim, metode pengambilan polen, penyimpanan dan kerapatan polen. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya persentase daya berkecambah suatu polen salah satu diantaranya adalah genotipe polen tersebut. Viabilitas polen pada anter bunga jantan atau hermafrodit sebelum antesis lebih tinggi dibandingkan viabilitas anter sesudah antesis. Pengambilan sampel polen pada saat sebelum antesis akan memungkinkan persentase daya berkecambah polen tinggi. Selain itu kondisi ruang pengecambahan juga menjadi faktor lain. Suhu pada Laboratorium Micro Technique sebesar 28 C. Besar kemungkinan daya berkecambah polen yang rendah pada percobaan ini juga disebabkan oleh suhu laboratorium. Menurut Galleta (1983) suhu optimum untuk perkecambahan polen pepaya sekitar ºC. Darjanto dan Satifah (1990) menyatakan bahwa suhu yang cocok untuk perkecambahan polen secara in vitro sekitar ºC sedangkan suhu optimumnya berkisar pada 25ºC. Pada suhu sekitar ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu tinggi terjadi penguapan sehingga polen akan mengering. Sebaliknya jika suhu terlalu rendah, misalnya dibawah 10ºC polen tidak akan berkecambah, karena pada suhu ini polen akan dehidrasi dan akan mengerut. Pertumbuhan Tabung Polen Pepaya Rata-rata pertumbuhan tabung polen pepaya Genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 selama empat jam disajikan pada Tabel 2 dan analisis sidik ragam disajikan pada lampiran 3, 4, 5 dan 6. Secara umum tabung polen dianggap normal apabila memiliki panjang lebih dari atau sama dengan diameter polen (Galleta, 1983). Pada satu jam perkecambahan, panjang tabung polen pepaya genotipe IPB µm, pada dua jam perkecambahan sebesar µm, pada tiga jam

28 18 perkecambahan µm, dan pada empat jam perkecambahan µm. Hoekstra (1982) menyatakan bahwa pada beberapa spesies tanaman Angiospermae, polen akan berkecambah dalam waktu menit dengan panjang tabung mencapai µm untuk setiap jamnya. Tabel 2. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6, IPB 9 Genotipe Panjang tabung polen (μm) / Waktu Satu jam Dua jam Tiga jam Empat jam IPB c a c IPB b b c bc IPB bc bc b b IPB a a a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5% Genotipe IPB 4 pada satu jam pengamatan mempunyai panjang tabung polen µm, pada dua jam perkecambahan µm, pada tiga jam perkecambahan µm dan pada empat jam perkecambahan µm. Genotipe IPB 6 pada satu jam perkecambahan mempunyai panjang tabung polen µm, pada dua jam perkecambahan µm, pada tiga jam perkecambahan µm, dan pada empat jam perkecambahan µm. Genotipe IPB 9 mempunyai pertumbuhan tabung polen yang paling lambat dibandingkan dengan genotipe lain. Pada satu jam perkecambahan µm, pada dua jam perkecambahan µm, pada tiga jam perkecambahan µm, dan pada empat jam perkecambahan µm. Hasil pengamatan pada karakter panjang tabung polen selama empat jam menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling cepat dan genotipe IPB 9 mempunyai laju pertumbuhan tabung polen yang paling lambat. Tabung polen dikatakan abnormal jika tidak memenuhi kriteria diantaranya tidak mencapai sama atau dua kali lipat diameter polen. Buyyukartal (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan tabung polen bunga pepaya secara in vitro terhenti karena beberapa faktor diantaranya pembesaran tabung polen, percabangan tabung polen, dan pecahnya tabung polen. Ketidaknormalan tabung polen merupakan penghambat pembuahan. Pertumbuhan panjang tabung polen selama empat jam disajikan pada Gambar 4.

29 Panjang tabung polen (µm 19 Gambar 4. Pertumbuhan tabung polen pepaya genotipe IPB 3 pada empat jam pengamatan Grafik pertumbuhan tabung polen pepaya disajikan pada Gambar 5. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa mulai dari satu jam pengamatan genotipe IPB 3 mengalami peningkatan panjang tabung polen yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain, sedangkan genotipe IPB 9 mengalami peningkatan panjang tabung polen paling rendah IPB 3 IPB 4 IPB 6 IPB Waktu (jam) Gambar 5. Grafik laju pertumbuhan tabung polen pepaya Tabung polen dapat tumbuh memanjang melebihi diameter polen tersebut. Pembentukan tabung polen adalah proses penting karena tabung polen harus tumbuh melebihi diameter polen tersebut dan dalam proses fertilisasi tabung polen harus menembus kantung embrio pada ujung mikropil dan melepaskan sel sperma

30 20 ke kantung embrio. Apabila tabung polen tidak tumbuh maka polen tersebut tidak akan mampu melepaskan isinya ke kantung embrio sehingga fertilisasi tidak akan terjadi. Menurut Wahyuningsih et al. (2009) polen akan berkecambah membentuk tabung polen. Dengan terhambatnya pembentukan tabung polen maka fertilisasi tidak akan terjadi karena polen tidak bisa sampai ke bakal buah. Tabung polen tidak dapat tumbuh disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah tidak terhidrasinya polen sehingga polen mengkerut dan tabung polen tidak tumbuh, atau terlalu cepatnya absorbsi sehingga pecah sebelum tabung polen mencapai panjang yang maksimal (Parton et al., 1998). Kompatibilitas Pengamatan kompatibilitas dilakukan dengan menghitung persentase polen yang kompatibel dengan stigma. Rata-rata persentase kompatibilitas polen disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6, IPB 9 pada stigma genotipe IPB 6 dan IPB 9 Peubah Polen Stigma Kompatibilitas(%) IPB 3 IPB IPB 3 IPB IPB 4 IPB IPB 4 IPB IPB 6 IPB IPB 6 IPB IPB 9 IPB IPB 9 IPB Rata-rata 7.34 Dari rata-rata persentase kompatibilitas empat genotipe diketahui bahwa polen pepaya genotipe IPB 3 lebih kompatibel pada stigma pepaya genotipe IPB 9 (13.04%). Persentase kompatibilitas paling rendah ditunjukkan oleh polen genotipe IPB 4 pada stigma genotipe IPB 6 (2.8%). Kecilnya nilai persentase kompatibilitas disebabkan ketidaksesuaian antara organ jantan dan organ betina. Ketidaksesuaian sendiri dikendalikan oleh faktor lingkungan, genetik dan fisiologis (Poespodarsono, 1998). Analisis sidik ragam untuk kompatibilitas polen

31 21 pada stigma disajikan pada Lampiran 7. Gambar kompatibilitas polen pada stigma genotipe IPB 6 disajikan dalam Lampiran 8 dan gambar kompatibilitas polen pada stigma genotipe IPB 9 disajikan pada Lampiran 9. Menurut Suprapto dan Supanjani (2009) dalam penelitiannya pada bunga matahari, tingkat kompatibilitas dihitung menggunakan rasio jumlah biji bernas pada kapitula yang dibungkus dibandingkan dengan keseluruhan biji (yang bernas maupun yang hampa) dikalikan seratus persen. Korelasi antar Peubah Hasil analisis korelasi antar peubah disajikan pada Tabel 4, dan analisis sidik ragam disajikan pada Lampiran 10, Lampiran 11 dan Lampiran 12. Tabel 4. Analisis korelasi antar peubah Daya berkecambah polen pepaya Diameter polen pepaya Daya berkecambah polen pepaya - Diameter polen pepaya 5.14** - Panjang tabung polen pepaya Keterangan :**Berkorelasi nyata pada taraf 1% Panjang tabung polen pepaya 22.65** 21.14** - Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa karakter daya berkecambah polen pepaya berkorelasi nyata dengan diameter polen pepaya. Semakin besar diameter polen pepaya, maka daya berkecambah polen pepaya juga akan semakin besar. Begitu juga dengan panjang tabung polen pepaya yang berkorelasi nyata dengan diameter polen pepaya. Semakin besar diameter polen pepaya maka laju pertumbuhan tabung polen pepaya akan semakin cepat dan panjang tabung polen pepaya juga akan meningkat. Daya berkecambah polen pepaya juga berkorelasi nyata dengan panjang tabung polen pepaya. Semakin besar persentase daya berkecambah suatu polen maka semakin cepat laju pertumbuhan tabung polennya dan panjang tabung polen juga akan meningkat.

32 22 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil pengujian daya berkecambah polen pepaya dan kompatibilitas polen pepaya menunjukkan bahwa genotipe IPB 3 memiliki persentase daya berkecambah 24.4%, genotipe IPB %, genotipe IPB 6 6.7%, dan genotipe IPB 9 9.1%. Genotipe IPB 3 mempunyai kompatibilitas yang baik pada stigma genotipe IPB 6 (10.10%) dan pada stigma genotipe IPB 9 (13.04%), sedangkan genotipe IPB 4 mempunyai kompatibilitas yang rendah pada stigma genotipe IPB 6 (2.8%) dan pada stigma genotipe IPB 9 (3.19%). Genotipe IPB 3 merupakan genotipe pepaya terbaik karena mempunyai diameter polen besar, daya berkecambah polen tinggi, pertumbuhan tabung polen yang cepat, dan kompatibilitas yang baik dengan stigma apabila dibandingkan dengan genotipe lain. Besar kecilnya persentase daya berkecambah dan kompatibilitas polen dipengaruhi oleh genotipe pepaya. Saran Perlu dilakukan percobaan lebih lanjut untuk mengetahui kompatibilitas dilihat dari genotipe polen dan stigma pepaya yang berbeda.

33 23 DAFTAR PUSTAKA Ashari, S Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. Ashari, S Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Bayu Media. Malang, Jawa Timur. Bewleg, D.J Seed germination and dormancy. The Plant Cell. 9: Brewbaker, J.L. and B.H. Kwack The essential role of calcium ion in pollen germination and pollen tube growth. Amer. J. Bot. 50(9): Buyyukartal, H.N In vitro pollen germination and pollen tube characteristics in tetraploid Red Clover (Trifolium pretense L.). Turk. J. Bot. 27: Darjanto dan S. Satifah Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Penyerbukan Silang Buatan. Gramedia. Jakarta. 156 hal. Galleta, G.J Pollen and Seed Management. In : N.M James, and J. Janick (eds). Methods in Fruit Breeding. Indiana. Haryanti, S Pengaruh Radiasi Sinar Gama Co-60 Terhadap Pertumbuhan dan Kemampuan Silang Beberapa Varietas Kedelai (Glycine max (L) Merril). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hoekstra, F.A. and J. Bruinsma Respiration and vitality of binucleate and trinucleate pollen. Physial Plant. 34: Jamsari Struktur bunga, waktu kemasakan polen serta reseptivitas stigma spesies Uncaria gambir. Agrivita. 30(2): Kalie, M.B Bertanam Pepaya. Edisi Revisi ke XV. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal. Kriswiyanti, E., I.K. Muksin, L. Watiniasih, dan M. Suartini Pola reproduksi pada Salak Bali (Salacca zalacca Var. Amboinensis (Becc.) Mogea. Jurnal Biologi. 11(2): Nasution, A.S Pembungaan, Penyerbukan dan Pembuahan Tanaman. [2 Mei 2012]. Malik, C.P Current Advantages in Plant Reproductive Biology. Kalyani Publisher. Ludhiana, New Delhi. 351 p. Marufah Kompatibilitas Silang Buah Naga. [30 Oktober 2010].

34 24 Matthews, F.R. and D.L. Bramlett Pollen storage methods influence filled seed yields in controlled pollinations of loblolly pine. Southeasthern Forest Exp Sta and Southern Gen Tech Report. 24: Ophardt, C.E Sucrose. [1 November 2009]. Owens, J.N., P. Sornsathapornkul, and S. Tangmitchareon Manual: Studying Flowering and Seed Ontogeny in Tropical Forest Trees. ASEAN-Canada Forest Tree Seed Centre Project, Muak-Lek, Saraburi, Thailand. Parton, E.R., Deroose, and M.P. De Proft Cryostorage of fascianta pollen. Cryo Letters. 19: Aechmea Pleasants, J.M., R.L. Hellmich, G.P. Dively, M.K. Sears, D.E. Stanley-Horn, H.R. Mattila, J.E. Foster, P. Clark, and G.D. Jones Corn Pollen Deposition on Wilkweeds in and Near Cornfields. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. Urbana. 21: Poespodarsono Pemuliaan Tanaman I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Priadi, D. dan J. Rijadi Pengaruh media tumbuh dan kadar air terhadap daya kecambah polen Erythrina sp. Biota. 7(3):109:114. Rosa, M Keragaman Morfologi dan Kualitas Buah Pepaya dari Empat Populasi Pepaya di Wilayah Bogor. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Faperta IPB. Bogor. Sobir, S. Sujiprihati, dan E.C. Pandia Development of SCAR marker for delection of sex expression in Papaya (Carica papaya L.) from several genetic backgrounds. Bul.Agron. 36(3): Sriwahyuni, E Hubungan antara Lama Penyimpanan Serbuk Sari dengan Produksi Buah dan Viabilitas Benih Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. Zalacca). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 44 halaman. Sujiprihati, S. dan K. Suketi Budi daya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 91 hal. Sukarmin Teknik penyerbukan pada tanaman sirsak. Buletin Teknik Pertanian. 14(1):9-11. Suketi, K Studi Morfologi Bunga, Penyerbukan dan Perkembangan Buah sebagai Dasar Pengendalian Mutu Buah Pepaya IPB. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 134 hal.

35 25 Suketi, K., C.I.H. Tuharea., W.D. Widodo., R. Poerwanto Pollen viability and pollen tube growth of IPB s papaya. J. Agronomi Indonesia. 39(1): Suprapto dan Supanjani Analisis genetik ciri-ciri kuantitatif dan kompatibilitas sendiri bunga matahari di lahan ultisol. Jurnal Akta Agrosia 12(1): Suwarno, W.B Inkompatibilitas, Sterilisasi Jantan, dan Poliploidi. [12 Mei 2012]. Van Bilsen, D.G.J.L., G.C. Van Roekel, F.A. Hoekstra Declining viability and lipid degradation during pollen storage. Pollen Viability and Membrane Lipid Composition Villegas, V.N Carica papaya L., p In E. W. Verheij and R. E. Coronel (EdsI). Plant Resources of South-East Asia 2 : Edible Fruits and Nuts. Prosea Foundation. Bogor. Widiastuti, A. dan E.R. Palupi Viabilitas serbuk sari dan pengaruhnya terhadap keberhasilan pembentukan buah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Biodiversitas. 9(1):35-38.

36 LAMPIRAN 26

37 27 Lampiran 1. Sidik ragam diameter polen pepaya Genotipe IPB 3 IPB 4 IPB 6 IPB 9 Diameter bc a bc ab Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe * Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5% tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5%, angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5% Lampiran 2. Sidik ragam daya berkecambah polen pepaya Genotipe Daya berkecambah IPB IPB a IPB ab IPB bc Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe ** <.0001 Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5%, angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut DMRT taraf 5% Lampiran 3. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada satu jam pengamatan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn tn Genotipe ** <.0001** Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5%

38 28 Lampiran 4. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada dua jam pengamatan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe ** <.0001 Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5% Lampiran 5. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada tiga jam pengamatan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe ** <.0001 Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5% Lampiran 6. Sidik ragam pertumbuhan panjang tabung polen pepaya pada empat jam pengamatan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe ** <.0001 Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5% Lampiran 7. Sidik ragam kompatibilitas polen pada stigma Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Keragaman Bebas Kuadrat Tengah F-hitung Pr>F Ulangan tn Genotipe * Galat Total Keterangan: *Berbeda nyata pada taraf 5%, **Berbeda nyata pada taraf 1%, tn Tidak berbeda nyata pada taraf 5%

39 29 Lampiran 8. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 6 Stigma S t i g m a IPB 3 IPB 4 S t i g m a Stigma IPB 6 IPB 9

40 30 Lampiran 9. Kompatibilitas polen pepaya genotipe IPB 3, IPB 4, IPB 6 dan IPB 9 pada stigma pepaya genotipe IPB 9 Stigma Stigma IPB 3 IPB 4 IPB 6 Stigma Stigma IPB 9

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan viabilitas diperlukan untuk menduga keberhasilan proses fertilisasi atau viabilitas suatu polen yang ditunjukkan oleh diameter polen pepaya, daya berkecambah polen pepaya,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman yang berasal dari daerah Amerika tropis. Tanaman ini termasuk dalam ordo Caricales, famili Caricaceae, dan genus Carica

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A

STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO. Cenra Intan Hartuti Tuharea A STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA SECARA IN VITRO Cenra Intan Hartuti Tuharea A34304013 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 STUDI PERKECAMBAHAN POLEN PEPAYA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang

I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang I. PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Pepaya merupakan salah satu komoditi buah penting dalam perekonomian Indonesia. Produksi buah pepaya nasional pada tahun 2006 mencapai 9.76% dari total produksi buah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var.

HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. zalacca) OIeh ENDAH SRIWAHYUNI A.31.1624 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var.

HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. HUBUNGAN ANTARA LAMA SIMPAN SERBUK SARI DENGAN PRODUKSI BUAH DAN VIABlLlTAS BENlH. SALAK PONDOH (Salacca zalacca (Gaertner) Voss var. zalacca) OIeh ENDAH SRIWAHYUNI A.31.1624 JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung dengan ketinggian 1 100 m dpl (di atas permukaan laut). Penelitian dilakukan pada Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk ke dalam family Caricaceae dan merupakan tanaman herba (Barus dan Syukri, 2008). Sampai saat ini, Caricaceae itu diperkirakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE

PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE PROSES PEMBENTUKAN BIJI PADA ANGIOSPERMAE DISUSUN OLEH: PREKDI S. BERUTU NIM: 160301034 Mata Kuliah : Teknologi Benih Dosen Pengampu : Risky Ridha, SP., MP PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan. 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan buah tanpa biji per tandan 1. Persentase keberhasilan pembentukan buah tanpa biji Berdasarkan hasil penelitian terhadap buah tanaman Salak Pondoh didapatkan

Lebih terperinci

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks

Hasil penelitian menunjukkan tanaman betina menghasilkan bunga betina dan tanaman hermafrodit menghasilkan bunga hermafrodit, dan ekspresi seks V. PEMBAHASAN UMUM Pepaya berpotensi menjadi buah utama Indonesia karena sifatnya yang multi fungsi. Indonesia mempunyai banyak plasma nutfah pepaya yang menjadi kekuatan dan modal dasar untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca. Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni sampai Oktober 2014 di Rumah Kaca Lapangan Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 FARMITA ARISTA WULANDARI A

STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 FARMITA ARISTA WULANDARI A STUDI UJI KOMPATIBILITAS POLEN PEPAYA IPB 1, IPB 3, DAN IPB 6 PADA STIGMA IPB 9 FARMITA ARISTA WULANDARI A24080058 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A

PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A PENGARUH JENIS MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT TANAMAN ASPARAGUS (Asparagus officinalis L.) OLEH MUTIARA HANUM A24050822 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dilakukan dari April Juli 2007 bertepatan dengan akhir musim hujan, yang merupakan salah satu puncak masa pembungaan (Hasnam, 2006c), sehingga waktu penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Ubi kayu: Taksonomi dan Morfologi Ubi kayu mempunyai banyak nama daerah, di antaranya adalah ketela pohon, singkong, ubi jenderal, ubi inggris, telo puhung, kasape, bodin,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH :

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH : DIO TIRTA ARDI 110301215 BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Tanaman Jagung Daryanto ( 2013 ) mengemukakan bahwa Sistematika tanaman (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Vegetatif Parameter pertumbuhan tanaman terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat segar tanaman, berat kering tanaman. 1. Tinggi tanaman (cm) Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di 14 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih, Fakultas Pertanian,, Medan dengan ketinggian ± 32 meter di atas permukaan laut, pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA RANI KURNILA A24052666 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani tanaman karet Menurut Sianturi (2002), sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kaktus Kaktus termasuk dalam kelompok famili Cactaceae. Dalam famili ini terdapat beberapa genus, sedangkan kaktus termasuk dalam genus Cereus. Adapun klasifikasi buah kaktus

Lebih terperinci

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN

TEKNIK PERSILANGAN BUATAN MODUL II TEKNIK PERSILANGAN BUATAN 2.1 Latar Belakang Keragaman genetik merupakan potensi awal di dalam perbaikan sifat. Salah satu upaya untuk memperluas keragaman genetik ialah melalui persilangan buatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Air Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Viabilitas Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa) Berdasarkan hasil analisis (ANAVA) pada lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman melon sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Cucurbitales, Famili: Cucurbitaceae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

Sesuai Prioritas Nasional

Sesuai Prioritas Nasional Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Peningkatan Effisiensi Pengisian Dan Pembentukan Biji Mendukung Produksi Benih Padi Hibrida id Oleh Dr. Tatiek Kartika Suharsi MS. No Nama Asal Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Salak Tanaman salak dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Klas : Monocotyledoneae Ordo : Principes Familia : Palmae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN

MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN MATERI 1 STRUKTUR BENIH DAN TIPE PERKECAMBAHAN I. PENDAHULUAN Teknologi benih adalah suatu ilmu pengetahuan mengenai cara-cara untuk dapat memperbaiki sifat-sifat genetik dan fisik benih yang mencangkup

Lebih terperinci

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN STUDI BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN SALAK PONDOH (Salacca zalacca Gaertner Voss.) DI WILAYAH KABUPATEN SLEMAN Oleh: Oktafianti Kumara Sari A34303035 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini

I. PENDAHULUAN. Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah melon banyak digemari oleh masyarakat karena

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Gladiol Genus Gladiolus yang tergolong dalam famili Iridaceae ini mempunyai 180 jenis (Herlina, 1991). Tanaman gladiol berasal dari Afrika Selatan dan menyebar di Asia dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm,

TINJAUAN PUSTAKA. (United States Department of Agriculture, 2011). vertikal dan horizontal. Bagian akar yang aktif adalah pada kedalaman cm, TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman delima diklasifikasikan sebagai berikut kingdom: Plantae, divisio : Spermatophyta, subdivisio : Angiospermae, kelas : Dicotyledonae, ordo : Myrtales, famili : Punicaceae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Semangka Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae sehingga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan melon (Cucumis melo

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1987) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledoneae,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat

I. PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh merambat dan bersifat herbacious (Ashari, 2008). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2012

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill). SISCHA ALFENDARI KARYA ILMIAH PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI 2017

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH ABSTRAK

PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH ABSTRAK Media Litbang Sulteng 2 (1) : 56 61, Oktober 2009 ISSN : 1979-5971 PENENTUAN STADIA KEMASAKAN BUAH NANGKA TOAYA MELALUI KAJIAN MORFOLOGI DAN FISIOLOGI BENIH Oleh : Enny Adelina 1) ABSTRAK Dalam penyediaan

Lebih terperinci

PERBAIKAN MUTU BUAH SIRSAK MELALUI PENYERBUKAN

PERBAIKAN MUTU BUAH SIRSAK MELALUI PENYERBUKAN iptek hortikultura PERBAIKAN MUTU BUAH SIRSAK MELALUI PENYERBUKAN Sebagai buah subtropis yang telah lama beradaptasi di Indonesia, Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu buah yang banyak digemari

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Ubikayu Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman ubikayu adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae (tumbuhan)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Sorgum Menurut Hermawan (2013), klasifikasi botani tanaman sorgum (Sorghum bicolor [L]. Moench) adalah : Kerajaan Subkerajaan Superdevisi Devisi Kelas Subkelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian

II. TINJAUAN PUSTAKA. terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terung Ungu 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Terung Ungu Terung merupakan tanaman asli daerah tropis yang diduga berasal dari Asia, terutama India dan Birma. Terung dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah penyusunan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena ada gaya tekan pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi sempit. Pemadatan

Lebih terperinci

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b) 45 Pembahasan Penggunaan benih yang bermutu baik merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah. Rendahnya produksi tanaman bawang merah khususnya di daerah sentra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A

PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A PRODUKSI TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TM-9 PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK INJEKSI BATANG (II) Oleh AJI NUGRAHA A34104040 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo: Caryophyllales, Famili: Cactaceae, Genus:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia kedelai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 13 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Oktober 2015 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Pepaya Pohon pepaya umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, tumbuh hingga setinggi 5-10 m dengan daun-daunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci