Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca?"

Transkripsi

1 Siswa Indonesia begitu asing terhadap isu efek rumah kaca? Tim PISA Puspendik dan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Programme for International Students Assesment atau PISA merupakan survei yang dilakukan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) setiap tiga tahun sekali dalam rangka membandingkan capaian sejumlah negara berdasarkan performa siswa dari tiga aspek pengukuran utama, yakni sains, membaca, dan matematika. Selain dilakukan untuk mengukur bagaimana siswa bisa memproduksi wawasan tertentu, asesmen yang diberikan kepada siswa berusia 15 tahun ini juga dilakukan untuk menilai seberapa baik kemampuan siswa dalam memprediksi situasi tertentu berdasarkan apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana cara mengaplikasikannya. PISA 2015 berfokus pada isu sains, sementara kemampuan membaca; matematika; serta gabungan kemampuan memecahkan masalah (problem solving) di dalamnya menjadi area minor dalam asesmen. At a time when science literacy is increasingly linked to economic growth and is necessary for finding solutions to complex social and environmental problems, all citizen, not just future scientist adn engineers, need to be willing and able to confront science-related dilemmas. -PISA, 2015 Survei keterpopuleran siswa akan wawasan dasar terkait isu-isu lingkungan Untuk mengukur kesadaran siswa dan pengetahuan mereka mengenai isu lingkungan tertentu yang kompleks, siswa diminta untuk memilih tingkat pengetahuan dan kemampuan mereka menjelaskan tujuh isu lingkungan yang kompleks yang terdiri dari: i) peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, ii) organisme rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO), iii) limbah nuklir, iv) akibat penggundulan hutan untuk kegunaan tanah lainnya, v) polusi udara, vi) kepunahan tanaman dan hewan, dan vii) kekurangan air. Item terkait keterpopuleran siswa terkait isu lingkungan. 1

2 Bagian 1 - Keterpopuleran siswa Indonesia terhadap konsep-konsep sains berdasarkan proporsi internasional Ada pola yang menarik dalam hal pengetahuan siswa terhadap isu dalam lingkup sains yang berhubungan dengan lingkungan hidup dari segi perbedaan proporsi siswa Indonesia dibandingkan dengan proporsi keseluruhan partisipan PISA secara internasional. 1.1 Isu terkait lingkungan hidup mana yang paling diketahui siswa terbanyak di Indonesia (atau isu mana yang memiliki proporsi siswa yang terbesar dari mereka yang mengindikasikan bahwa mereka tahu betul mengenai isu tersebut? Isu yang paling dikenal paling banyak siswa Indonesia adalah isu Polusi Udara. Sampai sebanyak 26.2% siswa Indonesia menyatakan mereka tahu betul mengenai isu tersebut dan dapat menjelaskannya dengan baik. Berikutnya, siswa Indonesia paling mengenal isu Kepunahan Tanaman dan Hewan (22.5% menyatakan sangat mengetahui isu), isu Kekurangan Air Bersih (21.5% sangat mengetahui), dan isu Penebangan Hutan (20.6% sangat mengetahui). Bisa dilihat bahwa dari tujuh isu yang direferensikan dalam survey PISA, memang empat isu di atas adalah masalah lingkungan hidup yang sangat lazim terjadi di Indonesia dan mungkin sudah lebih banyak diintegrasikan ke dalam kurikulum nasional. Meskipun begitu, untuk ketujuh isu-isu lingkungan yang ditanyakan, proporsi siswa Indonesia yang menyatakan bahwa mereka tahu betul dengan isu ini lebih rendah secara signifikan berdasarkan statistik dari rata-rata proporsi siswa secara internasional. Contohnya, meskipun sekitar 26.2% siswa di Indonesia mengaku sangat familiar dengan isu Polusi Udara, berdasarkan rerata internasional sampai 40% siswa partisipan PISA menyatakan sangat familiar dengan isu ini. Serupa dengan hal ini, meskipun sekitar 20.6% siswa Indonesia sangat mengenal isu Penebangan Hutan, tapi rerata internasional menyatakan 32.9% dari seluruh siswa partisipan PISA ternyata sangat familiar dengan isu ini. *Catatan: signifikansi secara statistik didapatkan bedasarkan hasil analisis z-test 2

3 1.2 Isu terkait lingkungan hidup mana yang pada umumnya lebih asing tapi lebih diketahui siswa Indonesia (atau isu mana yang memiliki proporsi siswa yang terkecil dari mereka yang mengindikasikan bahwa mereka tidak pernah mendengar mengenai isu tersebut? Seperti yang telah disebutkan di atas, meskipun untuk semua tujuh isu lingkungan hidup yang ditanyakan dalam survey PISA ini proporsi siswa yang mengindikasikan bahwa mereka sangat familiar dengan isu yang disebutkan lebih rendah dari rerata proporsi internasional, ada hal menarik dari pola proporsi siswa Indonesia yang tidak pernah mendengar mengenai beberapa isu tertentu ketika dibandingankan dengan rerata internasional. Pada tiga buah isu Polusi Udara, Kekurangan Air Bersih, dan Penebangan Hutan secara proporsi dibandingkan rerata proporsi internasional, lebih sedikit siswa Indonesia yang menunjukkan bahwa mereka "belum pernah mendengar" isu-isu ini. Hal ini dapat dijelaskan oleh kelaziman atau seringnya masalah ini dihadapi masyarakat atau pun diangkat sebagai isu lingkungan hidup yang memerlukan perhatian di berbagai daerah di Indonesia. Untuk isu-isu Kekurangan Air Bersih dan Penebangan hutan, meskipun lebih banyak siswa Indonesia yang punya pengetahuan mengenai isu ini, perbedaannya secara proporsi tidak signifikan secara statistika. Akan tetapi, perbedaan proporsi terkait pengetahuan isu Polusi Udara signifikan secara statistik. 4,7% dari seluruh siswa partisipan PISA secara internasional belum pernah mendengar tentang isu ini, dibandingkan hanya 0,4% siswa Indonesia yang menyatakan hal yang sama. Ini adalah persentase yang jauh lebih rendah. Dari segi proporsi, dapat dikatakan jauh lebih banyak siswa Indonesia punya lebih banyak pengetahuan mengenai Polusi Udara ini, meskipun hal ini tidak menjamin kemampuan mereka untuk menjelaskan masalah ini secara konseptual. *Signifikansi isu penggundulan hutan (p = ) dan kekurangan air bersih (p = ) secara statistik tidak signifikan 3

4 1.3 Isu lingkungan hidup yang mana yang paling tidak dikenal oleh siswa di Indonesia (isu dengan proporsi siswa Indonesia terbesar yang mengindikasikan bahwa mereka tidak pernah mendengar isu tersebut)? Tiga isu yang paling banyak belum pernah didengar siswa adalah isu sampah nuklir, penggunaan organisme hasil rekayasa genetika atau genetically modified organism (GMO), dan isu yang seharusnya lazim di antara siswa, isu efek rumah kaca. Isu sampah nuklir merupakan isu lingkungan hidup yang belum pernah didengar oleh sebanyak 33% siswa Indonesia, sementara sebanyak 25% siswa Indonesia tidak punya pengetahuan atau belum pernah mendengar tentang isu GMO, dan sampai 21% siswa Indonesia tidak pernah mendengar mengenai isu efek rumah kaca. Tiga isu yang paling asing bagi siswa Indonesia berdasarkan proporsi internasional Dengan kata lain, 1 dari setiap 3 siswa Indonesia dalam sampel PISA belum punya pengetahuan mengenai sampah nuklir, 1 dari setiap 4 siswa tidak memiliki pengetahuan tentang GMO, dan 1 di setiap 5 siswa mengaku tidak pernah mendengar tentang efek rumah kaca. Sangat lazim apabila siswa dan guru Indonesia kurang akrab mengenai isu-isu lingkungan hidup dan konsep sains di belakang isu GMO dan limbah nuklir. Ini mungkin bisa dijelaskan dengan situasi konteks nasional di mana Indonesia adalah salah satu dari banyak negara yang sedikit aktifitas nuklir serta prevelansi teknologi yang memungkinkan penggunaan dan pengembangan kegiatan rekayasa genetika organisme yang lebih sistematis. Kemudian, jika dibandingkan dengan negara-negara partisipan PISA lain dengan capaian yang lebih rendah dari Indonesia, berikut gambaran proporsi isu yang asing bagi siswa-siswa dengan capaian rendah. 4

5 Berdasarkan laporan PISA 2015, skor sains terendah dibawah Indonesia (403) adalah Brazil (401), Peru (397), Lebanon (386), Tunisia (386), Marcedonia (384), Kosovo (378), Algeria (378), dan Dominika (332). Grafik menunjukkan isu yang paling asing didengar oleh siswa dengan capaian rendah sama dengan rerata internasional, yaitu peningkatan gas rumah kaca, GMO, dan sampah nuklir (terkecuali isu penggundulan hutan merupakan isu paling asing oleh siswa Marcedonia). Tidak semua negara dengan capaian lebih rendah dari Indonesia lebih asing daripada Indonesia dalam mendengar isu tertentu, seperti Brazil dan Peru. Hal ini mungkin terjadi jika isu-isu tertentu mempengaruhi capaian skor secara signifikan daripada isu lainnya. Hal ini akan dipaparkan lebih lanjut dalam sub bab berikutnya. Bagian 2 - Apakah basis kemampuan siswa cukup sampai bisa menjelaskan isu kepada orang lain? Selain melihat apa saja yang paling diketahui atau sama sekali tidak diketahui siswa, hasil survei PISA ini juga menghasilkan pola yang menarik seputar dasar pengetahuan siswa, khususnya tingkat pengetahuan mereka mengenai suatu isu. Penemuan pertama adalah bahwa untuk ketujuh isu yang terdapat dalam survei, proporsi siswaindonesia yang mengindikasikan bahwa mereka bisa menjelaskan isu ini kepada orang lain yang menggambarkan basis pengetahuan yang cukup dan tinggi memang lebih rendah dari rerata proporsi siswa secara internasional. Perbedaan ini pun signifikan secara statistik. 5

6 *Catatan: signifikansi secara statistik didapatkan bedasarkan hasil analisis z-test Salah satu kesenjangan pengetahuan terbesar antara siswa Indonesia dan rerata internasional ada pada isu GMO. Ketika hampir 42% seluruh siswa peserta PISA menyatakan mampu menjelaskan mengenai apa itu GMO, hanya 19.7% siswa Indonesia yang menyatakan mampu menjelaskannya. Perbedaan proporsional terbesar antara siswa Indonesia dan rerata internasional kembali ada pada isu Efek Rumah Kaca. Dilihat dari rata-rata internasional, lebih 61.1% dari seluruh siswa peserta PISA menyatakan mereka mampu menjelaskan Efek Rumah Kaca, sementara hanya 28.7% dari siswa Indonesia yang menunjukkan bahwa mereka mampu menjelaskannya. Ini berarti bahwa jauh lebih banyak siswa Indonesia yang belum menguasai konsep sains di belakang Efek Rumah Kaca mau pun memiliki pengetahuan bahwa isu ini sedang dihadapi umat manusia secara global. *Catatan: signifikansi secara statistik didapatkan bedasarkan hasil analisis z-test 6

7 Bagian 3 - Keterpopuleran siswa Indonesia terhadap konsep-konsep sains berdasarkan proporsi regional Faktor kontekstual apa yang dapat menjelaskan atau menjadi sebuah insentif untuk meningkatkan komitmen Indonesia dalam meningkatkan kesadaran akan isu-isu lingkungan hidup dan melakukan perubahan baik pada tingkat kebijakan, sistem hukum dan sosial, kelembagaan, maupun tingkat praktek? Menyadari pentingnya kerjasama lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development), Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah menekankan komitmen bersama yang berfokus pada bidang kebijakan lingkungan regional dengan prioritas tertentu, dalam program Kerjasama ASEAN dalam Lingkungan Hidup, atau ASEAN Cooperation on Environment. Dalam kerangka Sosial Budaya Komunitas ASEAN untuk tahun , negara-negara ASEAN berkomitmen berikut: ASEAN akan bekerja untuk mencapai pembangunan berkelanjutan serta mempromosikan lingkungan yang bersih dan hijau dengan melindungi sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi dan sosial, termasuk juga pengelolaan yang berkelanjutan (sustainable management) dan konservasi tanah, air, mineral, energi, keanekaragaman hayati, hutan, pesisir dan sumber daya kelautan, serta peningkatan kualitas air dan udara untuk wilayah ASEAN. Sebagai anggota dan tetangga dari negara rekan-rekan ASEAN lainnya, ada sebuah dorongan atau tekanan politis baru bagi Indonesia untuk bekerja menuju pengelolaan, manajemen, dan penggunaan sumber daya alam yang lebih bijak menuju sustainable development. Salah satu ranah prioritas dalam kerjasama lingkungan untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan dan partisipasi masyarakat. Survei siswa tentang pengetahuan siswa akan isu-isu lingkungan dalam PISA dapat berfungsi sebagai barometer yang unik untuk memeriksa apakah kurikulum nasional Indonesia Kurikulum 2013 sebagai salah satu faktor dominan yang membentuk pengalaman belajar dan bersekolah siswa mampu mengatasi kebutuhan akan peningkatan pengetahuan siswa dan kepedulian terhadap lingkungan. Meskipun pendidikan lingkungan hidup bukan mata pelajaran tersendiri dalam Kurikulum 2013, sebenarnya ada banyak kesempatan untuk menghubungkan pembelajaran dengan pengetahuan ilmiah dan konsep berhubungan dengan isu lingkungan yang relevan. Pada bagian berikut, laporan ini akan menyampaikan secara singkat perbandingan antara siswa ASEAN. Analisa akan berfokus pada apakah ada perbedaan proporsi siswa Indonesia dengan rerata ASEAN dan bagaimana posisi Indonesia dalam hal basis pengetahuan akan isu lingkungan hidup dibandingkan dengan negara ASEAN yang berpartisipasi dalam PISA 2015 lainya, yaitu Singapura, Thailand, dan Vietnam. 7

8 2.1 Isu apa yang paling dikenal siswa ASEAN dan bagaimana posisi siswa Indonesia secara komparatif? Isu yang paling dikenal terbanyak siswa ASEAN adalah isu polusi udara dengan rerata proporsi siswa yang menyatakan mereka tahu betul akan isu ini sebesar 40.3%. Dengan kerap kali terjadinya kebakaran hutan, isu polusi udara adalah sebuah isu lingkungan hidup lintas batas yang dihadapi bersama oleh para anggota ASEAN, maka sangat diharapkan siswa-siswi ASEAN mempunyai pengetahuan mengenai isu ini. Untuk isu ini, proporsi siswa Indonesia yang "tahu betul" akan isu ini adalah proporsi terkecil dibanding Vietnam, Thailand, dan Singapura. Hanya 25% siswa Indonesia ada dalam kategori ini, sementara 32.4% siswa Thailand dan sampai 48.4% siswa Vietnam menyatakan tahu betul akan isu polusi udara. Berdasarkan proporsi siswa yang menyatakan tahu betul akan sebuah isu, Indonesia berada di posisi terbawah dalam pengetahuan siswa untuk hampir semua isu, kecuali untuk isu GMO dan penggundulan hutan. Ini dapat disimpulkan dari observasi bahwa Indonesia mempunyai 8

9 proporsi terendah akan siswa yang menyatakan "tahu betul akan isu" untuk kelima isu selain penggundulan hutan dan GMO dibanding siswa Vietnam, Thailand, dan Singapura. Sebagai contoh, isu yang paling jarang diketahui bagi siswa ASEAN adalah isu sampah nuklir, dengan rerata proporsi siswa yang menyatakan mereka tahu betul akan isu ini yang paling kecil dibanding dengan isu-isu lainnya. Meskipun hanya 6.33% persen siswa dari Thailand dan 5.72% siswa dari Vietnam yang menyatakan mereka tahu betul mengenai isu sampah nuklir, hanya 3.33% siswa Indonesia masuk dalam kategori itu. 2.2 Isu apa yang paling asing bagi siswa ASEAN dan bagaimana posisi siswa Indonesia secara komparatif? Seperti yang sudah disebut di atas, isu yang paling asing untuk siswa ASEAN adalah isu sampah nuklir, dengan rerata siswa ASEAN yang belum pernah mendengar isu ini sebesar 21.3%. Berdasarkan proporsi siswa yang menyatakan belum pernah mendengar isu yang ditanyakan, Indonesia masih juga terbawah untuk semua isu kecuali isu penggundulan hutan. Dalam hal ini, Indonesia mempunyai proporsi siswa terbesar yang menyatakan mereka belum pernah mendengar mengenai semua isu kecuali penggundulan hutan dibanding ke 3 negara ASEAN lainnya. Perbedaan proporsional yang sangat mencolok ada pada isu efek rumah kaca. Untuk isu ini, proporsi siswa Indonesia yang "belum pernah" mendengar mengenai isu ini sampai 21.6%-- lebih tinggi sampai 14.1% dari siswa Thailand. Hanya 7.5% siswa Thailand yang sama sekali tidak tahu mengenai isu efek rumah kaca. Dalam hal ini, Vietnam unggul dengan hanya 3.5% siswa yang mereka yang sama sekali belum pernah mendengar mengenai isu ini, bahkan lebih kecil dari proporsi siswa Singapura (4.1%). 9

10 Bagian 4 - Hubungan Tingkat Pengetahuan Isu Lingkungan dengan Rerata Skor Sains dalam tes PISA Dalam analisa pendahuluan ini, pertanyaan yang ingin ditelusuri adalah apakah perbedaan atau variabilitas tingkat pengetahuan siswa akan isu-isu lingkungan terkait dengan perbedaan atau variabilitas kinerja siswa dalam pencapaian nilai sains pada PISA. Dengan kata lain, apakah tingkat pemahaman atau pengenalan siswa mengenai isu lingkungan hidup bisa memberikan informasi yang berarti mengenai pencapaian siswa dalam skor sains. Akan sangat menarik untuk bisa mengetahui bahwa pengetahuan siswa terhadap isu lingkungan yang berbasis persepsi mereka ternyata sama sekali tidak berhubungan atau malah berhubungan sangat erat dengan pencapaian mereka dalam sains dalam tes PISA. Untuk ini, analisa yang dilakukan menggunakan data rerata skor sains untuk setiap kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan mereka terhadap ketujuh isu tersebut dari setiap negara untuk tahun Berikut ini adalah persamaan regresi sederhana yang dibentuk yang memprediksi rerata kelompok skor sains (ditunjukkan oleh N) sebagai fungsi dari tingkat pemahaman kelompok akan setiap isu: Untuk setiap isu i, N i = β i0 +β i1 X 1 +β i2 X 2+β i3 X 3 +ε di mana X 1, X 2, dan X 3 menunjukkan variabel dummy dari kategori tingkat pemahaman siswa (0 atau 1) dengan referensi atau null hypothesis menunjukkan rerata nilai skor kelompok siswa yang menyatakan bahwa mereka tahu betul mengenai isu i. Dalam persamaan ini: β i0 adalah koefisien yang memprediksi rerata kelompok skor sains siswa yang sangat mengetahui mengenai isu i; β i1 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains siswa yang menyatakan mereka pernah dengar dan bisa menjelaskan isu i (X 1 bernilai 1); β i2 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains siswa yang menyatakan mereka pernah dengar tapi tidak bisa menjelaskan isu i (X 2 bernilai 1) β i3 adalah koefisien efek pada rerata kelompok skor sains kelompok siswa yang menyatakan mereka tidak pernah dengar dan tidak bisa menjelaskan isu i (X 3 bernilai 1). Hasil analisa sederhana ini menyatakan bahwa pada umumnya untuk seluruh partisipan PISA, persepsi siswa mengenai pemahaman mereka terhadap isu lingkungan hidup berpengaruh pada skor sains yang dicapai. Besar efek berbeda-beda untuk setiap isu nya. Hasil 1: Peningkatan gas-gas rumah kaca di atmosfer. Untuk peningkatan gas-gas rumah kaca, menurut hasil PISA rerata kelompok skor sains siswa yang tahu betul mengenai isu ini adalah poin, sementara untuk kelompok siswa yang menyatakan mereka tidak pernah mendengar isu ini, skor mereka lebih rendah sampai poin dibanding rerata kelompok siswa yang tahu betul mengenai isu ini. Hubungan ini pun signifikan secara statistik. Perbedaan 10

11 rerata skor antar kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap isu ini (120.8 poin) adalah perbedaan skor yang terbesar dibandingkan perbedaan skor antar dua kelompok siswa tersebut untuk keenam isu lainnya. Dapat ditarik kesimpulan untuk ditelaah lebih lanjut bahwa isu efek rumah kaca ini kemungkinan adalah suatu isu yang sebenarnya seharusnya cukup lazim dikenal siswa, sehingga ketidaktahuan siswa akan isu tersebut menjadi indikator yang cukup kuat akan pengetahuan siswa secara umum mengenai konsep-konsep atau fakta sains lainnya, yang tercermin dalam pencapaian sains mereka dalam tes PISA yang relatif rendah. Dengan kata lain, ketika dalam sebuah negara proporsi siswa yang tahu betul mengenai isu efek rumah kaca itu relatif rendah, dan proporsi siswa yang menyatakan belum pernah mendengar isu ini relatif tinggi, akan dapat diprediksikan bahwa rerata skor sains negara tersebut akan relatif lebih rendah dibanding dengan negara-negara yang proporsi siswa yang sangat mengetahui isunya tinggi, dan proporsi siswa yang belum pernah mendengar isunya rendah. Dalam hal ini, isu efek rumah kaca bisa dikatakan adalah salah satu isu indikator. Yang dapat diketahui dari analisa sederhana yang dipaparkan di sini hanyalah bahwa tingkat pengetahuan siswa akan isu indikator ini berdampak secara besar dan signifikan pada pencapaian skor siswa dalam sains. Tetapi, pada saat seorang atau sekelompok siswa mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi atau rendah akan isu indikator ini, perlu dianalisa lebih lanjut apakah ini mencerminkan atau bisa menjadi barometer kekuatan dan kualitas kurikulum, kualitas pembelajaran dalam kelas, atau kualitas pengajaran guru, atau pun faktor lainnya? Analisis Regresi keterpopuleran siswa pada tujuh isu sains terhadap capain siswa Sampah nuklir GMO Efek rumah kaca Penggundulan hutan Kekurangan air bersih Kepunahan tanaman & hewan Polusi Udara (Konstan) 488, , ,19 502, , , ,037 Pernah dengar bisa menjelaskan Pernah dengar tidak bisa menjelaskan -6,477* -10,937* ,237-7,641* -15,734* -23,764-24,988-37, ,761-40,570-53,811-78,509 Belum pernah dengar -69,251-66, ,628-81,550-98, ,640 1) Variable dependen adalah rerata skor sains siswa menurut basis pengetahuan akan isu lingkungan hidup 2) *Sig > 0.05 (Tidak signifikan) 11

12 Hasil 2: Rekayasa Genetika Organisme. Jika sebuah isu indikator adalah isu lingkungan yang seharusnya sangat lazim dan diketahui siswa, dan sebagai konsekuensinya tingkat pengetahuan siswa bukan hanya berpengaruh secara signifikan tetapi juga mempunyai efek yang besar terhadap pencapaian skor sains mereka, berarti isu lingkungan di mana tingkat pengetahuan siswa akan isu tersebut berefek relatif kecil terhadap skor sains siswa mungkin menjadi pertanda bahwa isu-isu lingkungan tersebut memang tidak lazim atau tidak banyak diketahui siswa. Dengan kata lain, isu-isu yang memang asing atau tidak banyak diketahui oleh mayoritas siswa peserta PISA tidak akan menjadi indikator literasi sains siswa atau tidak akan mempunyai efek yang terlalu besar dalam skor sains mereka. Hipotesa atau garis pemikiran ini memang ternyata didukung oleh data hasil tes PISA. Isu yang paling asing atau tidak dikenal peserta PISA pada umumnya adalah isu GMO. Ini berdasarkan observasi proporsi dua kelompok siswa peserta PISA: yang tahu betul akan isu dan sebaliknya yang belum pernah mendengar isu. Secara internasional, hanya 12.6% siswa (proporsi terkecil di antara ketujuh isu) yang menyatakan tahu betul akan isu GMO, sementara sampai sebesar 20.7% siswa (proporsi terbesar di antara ketujuh isu) menyatakan belum pernah mendengar isu ini. Dalam analisa regresi pun dapat terlihat, secara internasional untuk isu rekayasa genetika organisme, rerata skor sains kelompok siswa yang tahu betul mengenai isu ini adalah poin. Untuk kelompok siswa yang menyatakan mereka tidak pernah mendengar isu ini, perbedaan skor mereka lebih rendah hanya 66.6 poin dibanding mereka yang tahu betul mengenai isu ini (bandingkan dengan perbedaan skor lebih rendah sampai poin untuk isu efek rumah kaca), meskipun efek ini juga signifikan secara statistik. Perbedaan rerata skor antar kelompok siswa berdasarkan tingkat pengetahuan terhadap isu GMO adalah perbedaan yang terkecil dibandingkan perbedaan skor antar dua kelompok siswa untuk isu-isu lainnya. Kesimpulannya adalah bahwa meskipun menurut OECD isu rekayasa genetika organisme adalah salah satu pengetahuan penting untuk pembekalan siswa dalam menghadapi kehidupan dan tantangan di abad ke-21, isu GMO ini adalah isu non-indikator bagi skor sains siswa. 12

13 Diskusi & Implikasi Kebijakan Melalui survei siswa PISA, negara yang berpartisipasi dapat melihat isu kompleks berkaitan dengan lingkungan yang mana yang sudah dipahami siswa, dan isu-isu lain yan mana yang harus perbaiki baik dari segi pencakupannya dalam kurikulum mau pun efektifitas pengajarannya. Bagi siswa Indonesia sendiri, seperti yang telah dipaparkan bahwa isu peningkatan gas-gas rumah kaca di atmosfer menjadi salah satu isu yang paling tidak populer terutama dibanding negara-negara ASEAN lainnya. Bersamaan dengan hal ini, prediksi perbedaan rerata skor pada siswa yang tidak pernah mendengar isu ini juga cukup tinggi, yakni hingga poin. Artinya, memperkenalkan isu peningkatan gas-gas rumah pada siswa (berusia 15 tahun) diharapkan dapat memberikan implikasi yang cukup signifikan dalam meningkatkan rerata skor sains siswa Indonesia. Jika melihat proporsi jumlah siswa Indonesia yang mengikuti tes PISA 2015, proporsi siswa kelas 9 (54,51%) lebih banyak daripada siswa kelas 10 (45,49%) (ACDP Indonesia). Untuk itu, memperhatikan kurikulum pembelajaran saat ini menjadi hal dapat membantu evaluasi. Berdasarkan Permendikbud tahun 2014, isu efek rumah kaca menjadi salah satu kegiatan pembelajaran siswa tingkat menengah atas dalam silabus Mata Pelajaran Peminatan-Biologi untuk Kelas X. Mendiskusikan tentang pemanasan global, penipisan lapisan ozon dan efek rumah kaca apa penyebannya dan bagaimana mencegah dan menanggulanginya. -Permendikbud No. 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Sementara itu, pada silabus maupun buku-buku panduan IPA untuk siswa tingkat menengah pertama tidak ditemukan isu efek rumah kaca-dan atau peningkatan gas-gas rumah kaca di atmoster- sebagai salah satu sub bab yang perlu dipahami siswa. Dengan kata lain, membantu siswa mendapatkan pemahaman yang mumpuni terkait isu yang lazim bagi siswa-siswa di negara lain (terutama ASEAN) ini menjadi hal yang perlu dipertimbangkan Reference Permendikbud 2014 PISA 2015 in Results in Focus 13

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan suatu negara dalam mengikuti berbagai pentas dunia antara lain ditentukan oleh kemampuan negara tersebut dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era pesatnya arus informasi dewasa ini, pendidikan sains berpotensi besar dan berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas yang cakap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia seutuhnya dan bertanggungjawab terhadap kehidupannya. Tujuan pendidikan sains (IPA) menurut

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan hidup dalam era globalisasi telah memberi dampak yang luas terhadap tuntutan kompetensi bertahan hidup yang tinggi. Kemampuan meningkatkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada zaman sekarang adalah kemampuan yang berhubungan dengan penguasaan sains. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan harus dapat mengarahkan peserta didik menjadi manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan manusia terdidik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh pendidikan. Pendidikan yang tertata dengan baik dapat menciptakan generasi yang berkualitas, cerdas, adaptif,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X

PENGARUH PEMBELAJARAN EKOSISTEM BERBASIS MASALAH GLOBAL TERHADAP PENGUASAAN KONSEP, KEMAMPUAN PENALARAN DAN KESADARAN LINGKUNGAN SISWA KELAS X 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu permasalahan mengenai lingkungan merupakan topik yang tidak pernah lepas dari pemberitaan sampai saat ini, mulai dari tingkat lokal, regional, nasional, maupun

Lebih terperinci

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, maka program pendidikan seharusnya dapat menjawab kebutuhan manusia secara utuh dalam menghadapi kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang

Lebih terperinci

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sains dalam kehidupan manusia membuat kemampuan melek (literate) sains menjadi sesuatu yang sangat penting. Literasi sains merupakan tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan, dan sikap atau nilai (Toharudin, dkk., 2011:179). pemecahan masalah belajar dan kesulitan dalam belajar. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembelajaran di sekolah tidak dapat terlepas dari buku pelajaran. Buku pelajaran termasuk salah satu sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Jumarniati 1, Rio Fabrika Pasandaran 2, Achmad Riady 3 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upayaupaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutu pendidikan dalam standar global merupakan suatu tantangan tersendiri bagi pendidikan di negara kita. Indonesia telah mengikuti beberapa studi internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah puas, dalam artian manusia terus menggali setiap celah didalam kehidupan yang dapat mereka kembangkan demi memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku adalah komponen penting dalam proses pembelajaran. Buku teks atau buku ajar merupakan bahan pengajaran yang paling banyak digunakan diantara semua bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan yang paling penting dan meresap di sekolah adalah mengajarkan siswa untuk berpikir. Semua pelajaran sekolah harus terbagi dalam mencapai tujuan ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membangun kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal penting dalam kehidupan karena dapat menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Ihsan (2011: 2) menyatakan bahwa pendidikan bagi kehidupan

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA

2015 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERUBAHAN LINGKUNGAN BERBASIS REALITAS LOKAL PULAU BANGKA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI LINGKUNGAN SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan global saat ini sedang menghadapi sejumlah isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat interaksi aktivitas manusia dengan ekosistem global (NAAEE, 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya terorganisir yang memiliki makna bahwa pendidikan dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan daya dan tujuan yang jelas, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim meningkat pesat akhir-akhir ini. Berbagai gerakan hijau dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran sains bagi siswa berguna untuk mempelajari alam sekitar dan pengembangannya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berubahnya kondisi masyarakat dari masa ke masa, idealnya pendidikan mampu melihat jauh ke depan dan memikirkan hal-hal yang akan dihadapi siswa di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sistematis untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi pendidikan yang intinya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecakapan hidup atau life skills mengacu pada beragam kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan yang penuh kesuksesan dan kebahagiaan, seperti kemampuan

Lebih terperinci

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII

Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mendukung Kemampuan Literasi Matematika Siswa Kelas VIII Rizqi Annisavitri Program Magister Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kimia merupakan bagian dari rumpun sains, karena itu pembelajaran kimia juga merupakan bagian dari pembelajaran sains. Pembelajaran sains diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk,

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia di dunia ini, baik anakanak dan orang dewasa, bahkan para orang tua juga masih membutuhkannya. Pendidikan dapat membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu komponen terpenting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu bidang pendidikan banyak mendapatkan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kelangsungan kehidupan bangsa. Kemajuan suatu bangsa tergantung pada kualitas pendidikan yang ada pada bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi sains merupakan salah satu ranah studi Programme for Internasional Student Assessment (PISA). Pada periode-periode awal penyelenggaraan, literasi sains belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Pendidikan adalah salah satu upaya

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK TERHADAP PENCAPAIAN LITERASI KUANTITATIF SISWA SMA PADA KONSEP MONERA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di zaman serba modern seperti saat ini, manusia tidak bisa lepas dari pengaruh informasi yang dibangun oleh data-data matematis baik di kehidupan nyata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan lingkungan hidup memiliki hubungan yang sangat erat. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Temuan dan pembahasan akan menguraikan beberapa aspek yang menjadi fokus pada rumusan masalah dan pertanyaan penelitian. Aspek-aspek yang akan dibahas tersebut meliputi: 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan diberikan untuk memberikan gambaran masalah yang dialami peneliti, solusi permasalahan yang ditawarkan oleh peneliti serta batasan permasalahan yang akan diteliti. Beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, uraian tersebut berdasarkan pada informasi diagnostik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI SRAGEN (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Sragen)

ANALISIS PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI SRAGEN (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Sragen) 0 ANALISIS PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA GURU SMP NEGERI SRAGEN (Studi Kasus di SMP Negeri 5 Sragen) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan penerus generasi bangsa yang memiliki intelektual dan berkualitas. Berbagai upaya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

I. PENDAHULUAN. cerdas, terbuka dan demokratis. Pendidikan memegang peran dalam. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu faktor penentu kualitas kehidupan suatu bangsa adalah bidang pendidikan. Pendidikan sangat diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang cerdas, terbuka

Lebih terperinci

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains merupakan hal yang penting untuk dikuasai oleh siswa (Gucluer & Kesercioglu, 2012; Rustaman, 2004). Konsep literasi sains memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Proses pendidikan di sekolah memiliki tujuan agar peserta didik mampu mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta mampu mengembangkan dan menerapkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL LITERASI MATEMATIKA

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL LITERASI MATEMATIKA Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL LITERASI MATEMATIKA M. Rusli B 1, Aswar Anas 2 Program Studi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

cbab V SIMPULAN DAN SARAN

cbab V SIMPULAN DAN SARAN cbab V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Simpulan Umum Data hasil tes menunjukkan bahwa kemampuan literasi sains calon guru non IPA terhadap lingkungan berada pada kategori kurang sekali (42,92%). Apabila

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Literasi sains adalah kemampuan seseorang untuk memahami sains, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan sains bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pendekatan Brain Based Learning Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam setiap jenjang pendidikan, merupakan ilmu universal yang mendasari teknologi modern, mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. Menurut Trowbridge et.al (1973) : Sains adalah batang tubuh dari pengetahuan dan suatu proses. Batang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan (Knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan/ keterampilan (Skills development), sikap

Lebih terperinci

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dunia OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) mengembangkan suatu program yang disebut PISA (Programme for International Student Assessment).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa dalam menjelajah dan memahami

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Generik Sains Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sains meliputi Kimia, Biologi, Fisika, dan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA

ANALISIS KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA ANALISIS KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA BERTIPE PISA Eka Rahmawati, Annajmi, M.Pd 1, Hardianto, M.Pd 2 Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunus Abidin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan perkembangan paradigma dunia tentang makna pendidikan, pendidikan dihadapkan ada sejumlah tantangan yang semakin berat. Salah satu tantangan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BB III. METODE PENELITIN Metode penelitian yang digunakan adalah mixed method dengan mengacu pada Cresswell (1994). Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dominan dan kualitatif kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan keprihatinan masyarakat dunia tentang pentingnya pelestarian lingkungan, hal ini tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia, dan berupaya mendidik menjadi manusia yang berkepribadian baik. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis, dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Literasi Matematika merupakan aspek kemampuan matematika yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Literasi Matematika merupakan aspek kemampuan matematika yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Literasi Matematika merupakan aspek kemampuan matematika yang telah banyak dikembangkan sebagian negara diseluruh dunia melalui pengaruh OECD (Organisation for Economic

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS Ani Rusilowati Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang email: rusilowati@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu. Karena dalam pendidikan mengandung transformasi pengetahuan, nilainilai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pengalaman belajar diberbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membangun bangsa. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut Puspendik (2012: 2), kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam bentuk perubahan tingkah laku dan kemampuan berkreasi yang relatif permanen atau menetap karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman mengenai sains dan teknologi adalah pokok utama bagi seseorang untuk siap menghadapi kehidupan dalam masyarakat modern. Mudzakir (dalam Amri, 2013) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era globalisasi. Namun, kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian 2.1.1 Pengertian Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2006). Menurut

Lebih terperinci

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: SEBUAH KAJIAN ATAS DAMPAK PENERAPAN EKOLABEL Oleh: NANI TUARSIH 0810512064 Mahasiswa Program Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Untuk itu, pendidikan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemampuan matematika merupakan suatu kemampuan dasar yang perlu mendapatkan perhatian khusus di Indonesia. Rendahnya kemampuan siswa di bidang matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan adanya upaya peningkatan mutu pendidikan maka evaluasi terhadap segala aspek yang berhubungan dengan kualitas pendidikan terus dilakukan. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya kekhawatiran besar kemungkinan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan, kurikulum dalam pendidikan formal mempunyai peran yang sangat strategis. Kurikulum memiliki kedudukan dan posisi

Lebih terperinci

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 ANALISIS PERBANDINGAN LEVEL KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM STANDAR ISI (SI), SOAL UJIAN NASIONAL (UN), SOAL (TRENDS IN INTERNATIONAL

Lebih terperinci

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung Pengaruh Integrasi Proses Reasearching Reasoning Reflecting (3R) pada Model Problem Basel Learning (PBL) terhadap Domain Literasi Saintifik Siswa SMA Kelas X A.I. Irvani 1*, A. Suhandi 2, L. Hasanah 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mutu pendidikan yang baik dicerminkan oleh lulusan yang memiliki kompetensi yang baik. Mutu pendidikan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah seperti

Lebih terperinci

Perlindungan Terhadap Biodiversitas

Perlindungan Terhadap Biodiversitas Perlindungan Terhadap Biodiversitas Pendahuluan Oleh karena kehidupan di dunia tergantung kepada berfungsinya biosfer secara baik, maka tujuan utama konservasi dan perlindungan adalah menjaga biosfer dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi saat ini menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas melalui pendidikan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu studi internasional yang mengukur tingkat pencapaian kemampuan sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS) yang dikoordinasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya berperan penting untuk menyiapkan peserta didik yang mampu berpikir kritis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting dalam kehidupan. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan pada semua siswa sejak dari sekolah dasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih

BAB I PENDAHULUAN. agar teori dapat diterapkan pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Praktikum merupakan bagian integral dari kegiatan belajar mengajar. Praktikum menjadi sarana pengenalan bahan dan peralatan yang semula dianggap abstrak menjadi

Lebih terperinci

Joyful Learning Journal

Joyful Learning Journal JLJ 2 (3) (2013) Joyful Learning Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI PENDEKATAN SETS PADA KELAS V Isti Nur Hayanah Sri Hartati, Desi Wulandari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika adalah pondasi penting dalam pengembangan sains dan teknologi. Tanpa adanya pondasi fisika yang kuat, keruntuhan akan perkembangan sains dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan penting terutama dalam kehidupan manusia karena ilmu pengetahuan ini telah memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

2014 KONTRIBUSI LITERASI SAINS DAN KORELASINYA TERHADAP PERILAKU SEHAT SISWA SEKOLAH LANJUTAN ATAS KELAS X

2014 KONTRIBUSI LITERASI SAINS DAN KORELASINYA TERHADAP PERILAKU SEHAT SISWA SEKOLAH LANJUTAN ATAS KELAS X BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dampak globalisasi dan kemajuan teknologi telah mengubah pandangan pendidikan dan menyebabkan semakin terbukanya peluang di skala internasional melahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan sebuah kampanye global bertajuk "Education for All" atau "Pendidikan untuk Semua". Kampanye "Education

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus diarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme,

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakikat pembelajaran yang sekarang ini diharapkan banyak diterapkan adalah konstruktivisme. Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan dibangun oleh peserta didik

Lebih terperinci

Joyful Learning Journal

Joyful Learning Journal JLJ 3 (1) (2014) Joyful Learning Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jlj Penerapan Model Student Facilitator And Explaining Berbantuan Media Visual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Lebih terperinci

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH STRATEGI PEMECAHAN MASALAH WANKAT-OREOVOCZ DAN PEMBELAJARAN TEKNIK PROBING TERHADAP KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS SISWA SMP Nego Linuhung FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail: nego_mtk@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Henita Septiyani Pertiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Henita Septiyani Pertiwi, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada saat penulis melakukan studi pendahuluan pencapaian literasi kepada satu kelas yang berjumlah 40 siswa di salah satu SMP Negeri di Kota Bandung, penulis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang cara-cara yang dapat digunakan untuk merancang rencana pembelajaran yang melatihkan literasi

Lebih terperinci