PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK ALAT KECANTIKAN

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERHADAP PRODUK ALAT KECANTIKAN Oleh : I Gede Adi Satria Wiguna NPM : Pembimbing I : Ni Komang Arini Styawati, SH.,M.Hum Pembimbing II : Luh Putu Suryani, SH.,MH ABSTRACT In Indonesia, business competition between producers (business actors) and other producers (business actors), which in attracting consumers or profits of business actors often use a variety of ways that are not in accordance with the rules set by the government. The existence of such business actors may result in harm to the public or the consumer, and by such actions the rights of the consumer are not protected. So some of the issues that will be discussed are as follows: 1. How the rights and obligations of business actors against beauty equipment products? 2. What is the responsibility of the business actor against the violation of the provisions of the beauty equipment product?. Problems discussed later using the Normative method, this study only aimed at the written regulations and legislation so that this rule is very closely related because of this writing requires data that is secondary to the library. The result of the research shows that the right and obligation of business actor to beauty equipment product is based on the sound of Article 6 of Law Number 8 Year 1999 concerning Consumer Protection. The right of business actor includes: the right to receive payment in accordance with the agreement on the condition and exchange value of goods and/or services traded, the right to get legal protection from unfavorable behavior of consumers, the right to conduct self-defense properly in the settlement of law Consumer dispute. While the obligations of business actors include: providing correct, clear and honest information about the condition and guarantee of goods and/or services and giving explanation of the use, repair and maintenance, treat or serve the consumer properly and honestly and not discriminative and guarantee the quality of goods and/or services produced and/or traded under the provisions of the applicable quality standards of goods and/or services. Responsibility of business actors against breach of cosmetic product provisions shall be Business actors who sell goods and/or services to other business actors shall remain liable for claims for damages and/or claims of consumers even if they have no contractual relationship with the consumer concerned. Keywords: Legal Protection, Business Actor, Beauty Equipment PENDAHULUAN Di Indonesia khususnya dalam bidang bisnis, sering terjadi persaingan antara produsen (pelaku usaha) dan produsen (pelaku usaha) lainnya, yang mana dalam menarik konsumen atau keuntungan para pelaku usaha sering memakai berbagai cara 1

2 yang tidak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adanya tindakan pelaku usaha semacam itu dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat atau konsumen, dan dengan tindakan tersebut pula hak-hak konsumen tidak terlindungi. Perlindungan konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah tetapi juga terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan manusia. Umpamanya, makanan, obat, dan minuman. Banyaknya beredar merek-merek kosmetik yang dijual dipasaran dengan kemasan yang menarik, dan menjanjikan akan mendapatkan hasil dalam waktu singkat perlu diwaspadai oleh masyarakat. Konsumen harus lebih waspada serta jeli sebelum membeli produk kosmetik. Produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya memiliki efek samping yang berdampak pada kerusakan kulit akibat dari pemakaian produk tersebut yang sebelumnya tidak ada keterangan atau petunjuk dokter. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap produk yang aman dan penegakan hukum yang masih sangat kurang. Implementasi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) juga kurang berjalan dengan baik, ini dapat dilihat dari berkali-kali dilakukan razia terhadap produk-produk kosmetik yang tidak terdaftar dan mengandung bahan berbahaya, namun di pasaran tetap saja banyak produk- produk tersebut masih terjual bebas. Pengaturan tentang kehalalan suatu produk sebenarnya telah ada, yakni Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Akan tetapi timbul persoalan, bagaimana penerapan aturan hukum tersebut dalam produk kosmetik. Sebab dimasyarakat banyak ditemukan kosmetik (alat-alat kecantikan) yang bahannya tidak halal/tidak sesuai dengan apa yang menurut umat Islam layak untuk dipergunakan. Sehingga disini terjadi kekosongan aturan hukum tentang pengaturan label halal dalam suatu produk kecantikan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana hak dan kewajinan pelaku usaha terhadap produk alat kecantikan? Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap pelanggaran ketentuan produk alat kecantikan? 2

3 METODE PENELITIAN Tujuan penelitian dibedakan menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah: a) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum, b) Sebagai persyaratan akhir perkuliahan untuk bisa mencapai kelulusan untuk meraih gelar sarjana, c) Untuk meningkatkan kejelian mahasiswa dalam menghadapi sebuah kasus. Sementara tujuan khusus adalah a) mengetahui hak dan kewajinan pelaku usaha dan konsumen terhadap produk alat kecantikan; dan b) Untuk memahami tanggung pelaku usaha terhadap pelanggaran ketentuan suatu produk alat kecantikan. Tipe penelitian yang digunakan untuk penyusunan skripsi ini adalah tipe penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder. Data sekunder yaitu data-data yang bersumber dari data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan hukum. Pendekatan perundang-undangannya (the statute approach) dipergunakan untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap produk alat-alat kecantikan. Pendekatan konsep (comparative approach) dipergunakan untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha terhadap pelanggaran ketentuan suatu produk kosmetik. Bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum berasal dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen; Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal; Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada Label Makanan, sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, literatur, makalah, tesis, skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Bahan hukum tersier, bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus. 3

4 Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinventarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian.tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuanpenemuan yang berkaitan dan berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, metode analisis bahan hukum yang digunakan adalah analisis kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi dokumen, dan wawancara. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder, akan diolah dan dianalis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikatagorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan antara satu bahan hukum dengan bahan hukum lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna bahan hukum, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas bahan hukum. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian bahan hukum di lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian bahan hukum akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen. Adapun dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan pada uraian terdahulu Apabila pabrik pembuatan kosmetik illegal maka pemerintah tidak bisa melakukan pengawasan terhadap pembuatan kosmetik pada pabrik tersebut karena tidak mengetahui bahwa di tempat tersebut ada pabrik kosmetik. Apabila mempunyai legalitas maka pemerintah dapat melakukan pengawasan dan pembinaan ke tempat produksi. Negara hanya bisa memantau pelaku usaha yang mempunyai legalitas. Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah mengenai Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik bertujuan agar dalam pembuatan kosmetik tidak menggunakan bahan yang 4

5 berbahaya dan merupakan bentuk perlindungan hukum yang ditujukkan untuk melindungi konsumen kosmetik. Konsumen yang mengalami kerugian akibat penggunaan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya maka upaya penyelesaian sengketa dalam kasus ini melalui fasilitas mediasi terlebih dahulu untuk mencari solusinya, kemudian bentuk dan jumlah ganti rugi tergantung pada kesepakatan antara kedua belah pihak yang bersengketa. Lembaga yang menangani penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Apabila pihak pelaku usaha tidak bersedia bertanggung jawab secara sukarela atau proses non litigasi tidak membuahkan hasil maka konsumen dapat mengajukan gugatan ke pengadilan. Akibat dari kerugian yang diderita oleh konsumen maka gugatan yang lazim digunakan biasanya adalah wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Apabila ada hubungan kontraktuil antara konsumen dengan pelaku usaha, maka gugatannya adalah wanprestasi. Kerugian yang dialami konsumen dikarenakan tidak dilaksanakannya prestasi oleh pengusaha atau pelaku usaha. Apabila konsumen menggunakan gugatan perbuatan melawan hukum, maka hubungan kontraktuil antara konsumen dengan pelaku usaha tidaklah disyaratkan Simpulan SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan sebelumnya pada pembahasan dari permasalahan yang diajukan maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Hak dan kewajiban pelaku usaha terhadap produk alat kecantikan adalah berdasarkan bunyi Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak pelaku usaha antara lain : a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Sedangkan kewajiban pelaku usaha antara lain : 5

6 a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 2. Tanggung jawab pelaku usaha terhadap pelanggaran ketentuan produk kosmetik Saran adalah Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain akan tetap bertanggung jawab atas tuntutan ganti kerugian dan/atau gugatan konsumen sekalipun tidak memiliki hubungan kontraktual dengan konsumen yang bersangkutan. Berdasarkan simpulan di atas maka dapat disarankan agar : 1) Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya seyogyanya menunjukkan iktikad baik dan memberikan informasi yang jelas atas barang dan atau jasa yang diedarkan serta berupaya memperhatikan hak-hak konsumen dan kewajibannya sebagai pelaku usaha yang telah dirumuskan dalam UUPK. 2) Pemerintah seyogyanya meningkatkan pengawasan terhadap peredaran kosmetik yang mengandung bahan berbahaya untuk meminimalisir kerugian-kerugian yang diderita oleh masyarakat. 3) Konsumen kosmetik hendaknya lebih hati-hati dalam membeli dan menggunakan produk kosmetik agar terhindar dari bahaya. DAFTAR BACAAN Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk Dalam Huku Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia Indonesia. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk. Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Husni Syawali & Neni Sri Imaniyati, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung. 6

7 Sidharta, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo Edisi Revisi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821 Denpasar, Juni 2017 Menyetujui Pembimbing I Pembimbing II (Ni Komang Arini Styawati, SH.,M.Hum) (Luh Putu Suryani, SH.,MH.) NIK NIK