BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya adalah hanya pada sudut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya adalah hanya pada sudut"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Definisi Pajak Banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya adalah hanya pada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pihak pada saat merumuskan pengertian pajak. Pengertian pajak menurut P. J. A. Andriani dalam bukunya (2011:2) : Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintah. Pajak Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemamakmuran rakyat. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang-undang yang bersifat dapat dipaksakan oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 9

2 10 Menurut Diana Sari (2013:37) dari berbagai definisi tersebut di atas, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut: 1. Adanya iuran masyarakat kepada Negara, yang berarti bahwa pajak hanya boleh dipungut oleh Negara (pemerintah pusat dan daerah). 2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. 3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan. 4. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang mana kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor. 5. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintah, baik rutin maupun pembangunan. Apabila ada kelebihan hasil pajak untuk membiayai pengeluaran pemerintah (baik pengeluaran rutin maupun pembangunan), maka sisanya digunakan untuk public investment.

3 11 6. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang Fungsi Pajak Fungsi pajak adalah sebagai alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam lapangan sosial dan ekonomi. Menurut Diana Sari (2013:20), terdapat beberapa fungsi pajak yaitu: a. Fungsi Penerimaan (Budgeter) Sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pegeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. b. Fungsi Mengatur (Reguler) Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan (bidang ekonomi, politik, budaya pertahanan keamanan). Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan fungsi ini bisa bersifat positif dan negative. Pelaksanaan fungsi pajak yang bersifat positif maksudnya jika suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat oleh pemerintah di pandang sebagai suatu yang positif, oleh karena itu kegiatan tersebut akan didukung oleh pemerintah dengan cara memberikan dorongan berupa insentif pajak (tax incentive) yang dilakukan dengan cara pemberian fasilitas perpajakan berupa beberapa hal berikut: 1. Pemberian pembebasan pajak (tax holiday) dan keringanan pajak untuk jangka waktu tertentu bagi investor baru yang akan

4 12 memproduksi bahan baku yang usahanya didirikan di wilayah Indonesia bagian timur. 2. Pemberian kompensasi pajak terhadap kerugian yang diderita oleh perusahaan terhadap pajak penghasilannya untuk jangka waktu tertentu. 3. Pemberian tarif yang rendah untuk pembebasan kepada badanbadan koperasi yang berdudukan di Indonesia. Sementara itu, pelaksanaan fungsi mengatur yang bersifat negative dimaksudkan untuk mencegah atau menghalangi perkembangan yang menjuruskan kehihupan masyarakat ke arah tujuan tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat peraturan di bidang perpajakan yang menghambat dan memberatkan masyarakat untuk melakukan sesuatu kegiatan yang ingin diberantas oleh pemerintah. Tindakan pemerintah demikian ini dapat dinamakan des incentive tax, antara lain berupa tindakan berikut: 1. Pemberian tarif tinggi atas hasil produksi barang-barang mewah, dimana selain dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, juga dikenakan pajak penjualan. 2. Pemberian pajak impor yang tinggi bagi barang-barang tertentu untuk melindungi barang-barang yang juga diproduksi di dalam negeri. Selain dua fungsi di atas, pajak juga memiliki fungsi lain yaitu.

5 13 a. Fungsi Stabilitas Dengan adanya pajak pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. b. Fungsi Retribusi Pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk mebiayai semua kepentingan umum termasuk juga untuk membiayai pembangunan. c. Fungsi Demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak Jenis-Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutannya 1. Menurut golongan a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain

6 14 2. Menurut sifat a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. 3. Menurut lembaga pemungut a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah Sistem Pemungutan Pajak Secara umum ada tiga sistem pemungutan pajak (Mardiasmo 2009:7) yaitu: 1. Official Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Dalam sistem ini wajib pajak bersifat pasif dan menunggu penetapan pajak oleh fiskus kemudian membayar terutang sesuai dengan yang ditentukan oleh fiskus. 2. Self Assesment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

7 15 Sehingga dalam sistem ini wajib pajak lebih bersifat aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya kepada pemerintah. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. 2.2 Penagihan Pajak Pengertian Penagihan Pajak Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000, yang dimaksud dengan penagihan pajak adalah sebagai berikut : Serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita Dasar Penagihan Pajak Dasar hukum pelaksanaan Penagihan Pajak diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun Sesuai pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), bahwa Surat Ketetapan

8 16 maupun Surat Keputusan yang menjadi dasar penagihan pajak seperti sebagai berikut : 1. Surat Tagihan Pajak (STP) a. Pengertian Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. b. Penerbitan Surat Tagihan Pajak Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila: - PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar - Dari hasil penelitian surat pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung - Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga - Pengusaha yang memenuhi kriteria sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP - Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi telah membuat faktur pajak atau pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat faktur pajak atau faktur pajak tidak lengkap

9 17 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) a. Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. b. Penerbitan SKPKB Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) apabila: - Berdasarkan hasil pemeriksaan atau ada keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang bayar - SPT tidak disampaikan pada waktunya, dan setelah ditegur secara tertulis tidak juga disampaikan dalam waktu menurut saran teguran - Berdasarkan pemeriksaan mengenai PPn dan PPnBM ternyata tidak harus dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tarif 0% - Kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tidak terpenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) a. Pengertian Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

10 18 b. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) apabila: - Berdasarkan data baru atau data yang semula belum lengkap menyebutkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya - Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari satu kali. 4. Surat Keputusan Pembetulan Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, surat tagihan pajak, surat keputusan keberatan, surat keputusan pengurangan sanksi administrasi, surat keputusan penghapusan sanksi administrasi, surat keputusan pengurangan ketetapan pajak, surat keputusan pembatalan ketetapan pajak, surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, atau surat keputusan pemberian imbalan bunga. 5. Surat Keputusan Keberatan Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh wajib pajak.

11 19 6. Putusan Banding Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak Jenis-jenis Penagihan Pajak Menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak dan/atau penanggung pajak dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara berikut: a. Penagihan Pasif Penagihan pasif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dari surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan atau sejenisnya, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar melalui imbauan, baik dengan surat maupun dengan telepon atau media lainnya. b. Penagihan Aktif Penagihan aktif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau sejenisnya, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau sejenisnya, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding

12 20 yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang bayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui Lelang barang milik Penaggung Pajak Biaya Penagihan Untuk melaksanakan setiap tindakan penagihan pajak diperlukan biaya untuk membayar honorarium pelaksanaan penagihan pajak, dan biaya lain yang terkait dengan setiap tahapan penagihan pajak. Hal ini membuat munculnya biaya penagihan pajak yang harus ditagihkan oleh pelaksana pajak dimana besarnya disesuaikan dengan tahapan pelaksanaan penagihan pajak yang akan dilakukan oleh Jurusita Pajak. Terdapat lima jenis biaya penagihan pajak antara lain : - Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan Jurusita Pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Paksa yang harus disampaikan oleh Jurusita Pajak saat penyampaian kepada Wajib Pajak. - Biaya pelaksanaan penyitaan, yang meliputi biaya harian dan biaya perjalanan Jurusita Pajak dan dua orang saksi yang harus hadir dalam proses penyitaan guna sahnya pelaksanaan penyitaan pajak. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan penagihan pajak dengan Surat Paksa. - Biaya pencegahan dan biaya penyanderaan

13 21 - Biaya pelaksanaan lelang yang meliputi biaya pengumuman lelang di surat kabar dan media lain yang berhubungan dengan lelang. - Biaya yang timbul karena penjualan biaya sitaan yang dilakukan tidak secara lelang. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997 yang telah diubah menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Biaya Penagihan Pajak adalah biaya yang meliputi biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. Dengan demikian, semua biaya penagihan pajak yang dikeluarkan akan diperhitungkan dan ditambah pada pajak terutang, dan Wajib Pajak harus melunasi pokok pajak, sanksi bunga, penagihan pajak, dan semua biaya penagihan pajak Tindakan Penagihan Pajak Menurut Wirawan B Ilyas dan Rudy Suhartono (2010:80) proses penagihan pajak yaitu sebagai berikut :

14 22 Tabel 2.1 Proses Penagihan Pajak Urutan Tahapan Kegiatan Waktu Pelaksanaan Kegiatan 1 Penerbitan Surat 7 (tujuh) hari sejak saat Teguran atau Surat jatuh tempo utang pajak Peringatan atau surat penanggung pajak tidak lainnya yang sejenis melunasi utang pajaknya 2 Penerbitan Surat Paksa 3 Penerbitan surat perintah melaksanakan penyitaan Sudah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak diterbitkannya surat teguran/surat peringatan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak Setelah lewat 2x24 jam surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak belum dilunasi 4 Pengumuman lelang Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajak 5 Penjualan/pelelangan barang sitaan Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang dan penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya Dasar Hukum Pasal 8 s.d 11 Permenkeu Nomor 24/PMK.03/2008 Pasal 7 UU Nomor 19/2000 dan Pasal 15 s.d 23 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008 Pasal 12 UU Nomor 19/2000 Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK Pasal 26 UU Nomor 19/2000 dan Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK Ketidakpatuhan pajak yang timbul dari adanya hutang pajak yang belum dilunasi oleh wajib pajak perlu dilaksanakannya tindakan penagihan pajak agar penerimaan pajak sebagai sumber dana utama dalam melaksanakan pembangunan dapat terwujud. Proses penagihan pajak harus dilakukan secara maksimal karena pada dasarnya tunggakan pajak merupakan asset yang cukup besar dari sebuah Kantor Pelayanan Pajak (Pajak.go.id)

15 Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Pengertian Surat Teguran Menurut M. Rusjdi (2007:22) dalam bukunya PPSP, definisi Surat Teguran adalah: Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk mengatur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Wirawan B Ilyas dan Rudy Suhartono (2012:333) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan Surat Teguran adalah tindakan awal dari proses penagihan pajak aktif. Surat Teguran dikirim ke Wajib Pajak bertujuan untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak agar melunasi tunggakan pajaknya. Dengan dilunasinya tunggakan pajak maka penerimaan pajak pun akan meningkat. Dalam buku KUP pelaksanaan penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran oleh Dirjen Pajak. Keputusan Dirjen Pajak yang menyetujui penanggung pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak mengakibatkan tidak adanya upaya hukum wajib pajak karena upaya hukum keberatan dan banding atas utang pajak mulai tahun pajak 2008 menyebabkan tertangguhnya jatuh tempo dengan syarat wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya atas SKPKB/SKPKBT dalam pembahasan akhir, adalah sebagai berikut: 1. Apabila wajib pajak tidak menyetujui atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan ternyata tidak mengajukan permohonan keberatan atas ketetapan hasil pemeriksaan tersebut, surat

16 24 teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. Tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 (tiga) bulan sejak penerbitannya SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut wajib pajak mempunyai hak mengajukan permohonan keberatan. 2. Apabila wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruhnya jumlah pajak yang terutang dalam pembahasan akhir dan tidak mengajukan upaya permohonan banding atas keputusan keberatan SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding tujuan menunggu jatuh tempo pengajuan keberatan 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Keputusan atas keberatan SKPKB/SKPKBT karena dalam jangka waktu tersebut wajib pajak masih mempunyai hak mengajukan permohonan banding. 3. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak mengajukan: a. Permohonan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan keputusan keberatan (jatuh tempo keputusan keberatan adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan keputusan tersebut). b. Permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan SKPKB/SKPKBT, Surat Teguran disampaikan setelah 7

17 25 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo berdasarkan putusan banding (jatuh tempo putusan banding adalah 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan tersebut). 4. Dalam hal wajib pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pelunasan (1 bulan setelah tanggal penerbitan SKPKB/SKPKBT). 5. Dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas SKPKB/SKPKBT, surat teguran disampaikan setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut. Menurut Djoko Muljono (2010:160) : Penerbitan surat teguran dilakukan sebagai langkah dari penagihan pajak guna meningkatkan penerimaan pajak dimana apabila penanggung pajak tidak ada upaya untuk melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran Surat teguran dalam rangka penagihan pajak atas utang pajak bumi dan bangunan dan atau bea perolehan hak atas tanah dan bangunan sebagaimana tercantum dalam STP PBB, SKBKB, SKBKBT, atau surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan atau putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah disampaikan kepada wajib pajak setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal jatuh tempo. Penagihan pajak aktif yang dilakukan tidak efektif disebabkan karena secara teknis oleh surat-surat yang diterbitkan tidak sampai kewajib pajak. Juga disebabkan karena sikap dan perilaku wajib pajak penanggung pajak yang tidak

18 26 sesuai dengan aturan teknis perpajakan yang berlaku. Masalah mobilitas wajib pajak/penanggung pajak terutama wajib pajak orang pribadi, yang tidak melaporkan alamat barunya juga mengakibatkan aparat penagihan mengalami kesulitan menagih hutang pajak tersebut. (Affan Marhaendi:2009) Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Pengertian Surat Paksa Pengertian surat paksa menurut Mardiasmo (2011:121): Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa dalam hukum disebut parate ecsecutie yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa proses pengadilan negeri. Surat Paksa karena mempunyai kekuatan eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum pasti, dimana fiskus (pejabat pemungut pajak) dalam melaksanakan kewajibannya mempunyai hak parate ecsecutie. Mardiasmo (2009:121) mengungkapkan bahwa surat paksa digunakan untuk melakukan penagihan atas utang pajak dan biaya-biaya penagihannya, dimana dengan diterbitkannya surat paksa WP dipaksa untuk membayar tunggakan pajak sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Gatot Faisal (2009:210) mengungkapkan bahwa : Disamping bertujuan untuk mencairkan tunggakan pajak, tindakan penagihan pajak dengan surat paksa juga merupakan wujud law enforcement untuk meningkatkan penerimaan pajak yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak.

19 Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (PPSP) Menurut Fidel (2010:47) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa yaitu: 1. Falsafah Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa No.19/2000 a) Menampung perkembangan sistem hukum nasional perlunya dipertegaskan perolehan hak karena waris dan hibah wasiat yang merupakan objek pajak b) Mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya c) Adanya kepastian hukum dan menegakkan keadilan 2. Tujuan Perubahan Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa No.19/2000 a) Banyaknya tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukan jumlah yang semakin besar, untuk itu perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa b) Kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan posisi strategis dalam peningkatan penerimaan pajak c) Penagihan pajak yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan merupakan wujud lawan enfercoment untuk meningkatkan kepatuhan yang menimbulkan aspek psikologis bagi wajib pajak

20 28 d) Memberikan perlindungan hukum, baik kepada penaggung pajak maupun kepada pihak ketiga berupa hak untuk mengajukan gugatan. 3. Hal-hal yang menjadi perhatian pada Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa No.19/2000 a) Mempertegas proses pelaksanaan penagihan pajak dengan menambahkan ketentuan penerbitan surat teguran, surat peringatan dan surat lain yang sejenisnya sebelum surat paksa dilaksanakan b) Mempertegas jangka waktu pelaksanaan penagihan aktif c) Mempertegas pengertian penaggung pajak yang meliputi komisaris, pemegang saham dan pemilik modal d) Menaikkan nilai peralatan usaha yang dikecualikan dari penyitaan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha penaggung pajak e) Menambah jenis barang yang penjualannya dikecualikan lelang f) Mempertegas besarnya biaya penagihan pajak, yang didasarkan atas presentase tertentu dari hasil penjualan g) Mempertegas bahwa pengajuan keberatan atau permohonan banding oleh wajib pajak tidak menunda pembayaran dan pelaksanaan penagihan pajak h) Memberi kemudahan pelaksanaan lelang dengan cara memberi batasan nilai barang yang diumumkan tidak melalui media massa dalam rangka efisiensi i) Memperjelas hak penaggung pajak untuk memperoleh ganti rugi dan permulihan nama baik dalam hal gugatannya dikabulkan

21 29 j) Mempertegas pemberian sanksi pidana kepada pihak yang sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pelaksanaan penagihan pajak Pelaksanaan Surat Paksa Menurut Dirjen Pajak (2009:19), menjelaskan mengenai pelaksanaan penagihan dengan surat paksa : Apabila atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, yang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu pelunasan, dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa. Apabila jumlah utang pajak tidak atau kurang bayar sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran, atau Wajib Pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihannya dilaksanakan dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Penerbitan Surat Paksa Menurut Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa diterbitkan apabila: 1. Penaggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis 2. Terhadap penaggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus

22 30 3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak Tata Cara Pemberitahuan Surat Paksa Tata cara pemberitahuan surat paksa diatur dalam pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Penagihan pajak Dengan Surat Paksa yaitu pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh juru sita dengan pernyataan dan penyerahan surat paksa kepada penanggung pajak yang dituangkan dalam berita acara 2.3 Hak Wajib Pajak Keberatan Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima. Syarat pengajuan keberatan adalah : - Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga. - Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasanalasan yang jelas.

23 31 - Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya. - Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. - Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Perlu diketahui bahwa apabila permohonan keberatan Wajib Pajak ditolak dan Wajib Pajak tidak mengajukan banding maka Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan Pengajuan Surat Keberatan Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara : - Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan. Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP- - Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal

24 32 sebagai berikut: o Tanggal kirim o Nama dan alamat pengirim o Nama dan alamat yang dituju o Isi atau jenis surat yang dikirim Jangka Waktu Pengajuan Keberatan Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. a. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak. b. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos ( harus dengan pos tercatat ), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro Surat Keberatan yang Tidak Memenuhi Syarat - Tidak dianggap sebagai keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan - Kepada Wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima

25 33 - Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tgl SKP - Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi, kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur. - Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan - Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak - Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA. Masalah-masalah dalam keberatan yang terkait dengan wajib pajak : Wajib Pajak tidak siap dalam hal : data, informasi, catatan dan dokumen dalam pengajuan keberatan. Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan keberatan Wajib Pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan)

26 34 Wajib Pajak memiliki interpretasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan perpajakan. Pihak ketiga menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ/2001. Komunikasi Wajib Pajak dan fiskus tidak berjalan baik Format Pengajuan Keberatan Nomor :... 1)... 2) Lampiran :... 3) Hal : Pengajuan Keberatan Yth. Direktur Jenderal Pajak Ub. Kepala KPP/KP2KP*)... 4) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :... 5) NPWP :... 6) Alamat :... 7) Bertindak selaku : Wajib Pajak Pengurus Kuasa dari Wajib Pajak Nama :... 8) NPWP :... 9) Alamat :... 10) bersama ini mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP)/pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga *):

27 35 Jenis surat :... 11) Nomor dan tanggal :... 12) Jenis Pajak :... 13) Masa/Tahun Pajak :... 14) Alasan keberatan 15) : 1. Sengketa... Alasan keberatan dan jumlah menurut Wajib Pajak Sengketa... Alasan keberatan dan jumlah menurut Wajib Pajak Dst Berdasarkan hal tersebut di atas maka: a. Jumlah pajak yang terutang menurut surat ketetapan pajak sebesar :... 16) b. Jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak sebesar :... 17) c. Jumlah pajak yang terutang yang disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan sebesar :... 18) d. Jumlah yang telah dilunasi sebesar... 19) tanggal... 20) pada bank... 21) dengan NTPP... 22) Lampiran 23) : No. Jenis Dokumen set/lembar Demikian surat keberatan kami sampaikan untuk dapat dipertimbangkan. Wajib Pajak/Pengurus/ Kuasa*) )

28 36 Keterangan: Beri tanda X pada yang sesuai *) Diisi salah satu yang sesuai Petunjuk Pengisian Lampiran I : Angka 1 Angka 2 Angka 3 Angka 4 : Diisi dengan nomor Surat Keberatan sesuai dengan administrasi Wajib Pajak : Diisi dengan kota dan tanggal surat dibuat : Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam Surat Keberatan : Diisi dengan nama dan alamat Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Angka 5 : Diisi dengan nama Wajib Pajak/pengurus/kuasa yang menandatangani Surat Keberatan Angka 6 : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak/pengurus/kuasa yang menandatangani Surat Keberatan Angka 7 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak/pengurus/kuasa yang menandatangani Surat Keberatan Angka 8 Angka 9 : Diisi dengan nama Wajib Pajak apabila yang menandatangani Surat Keberatan adalah pengurus atau kuasa dari Wajib Pajak. : Diisi dengan NPWP Wajib Pajak apabila yang menandatangani Surat Keberatan adalah pengurus atau kuasa dari Wajib Pajak. Angka 10 : Diisi dengan alamat Wajib Pajak apabila yang menandatangani Surat Keberatan adalah pengurus atau kuasa dari Wajib Pajak. Angka 11 : Diisi dengan jenis surat ketetapan pajak atau jenis bukti bukti potong yang diajukan keberatan. Angka 12 : Diisi dengan nomor dan tanggal surat ketetapan pajak atau bukti potong yang diajukan keberatan Angka 13 : Diisi jenis pajak. Angka 14 : Diisi Masa Pajak/Tahun Pajak.

29 37 Angka 15 : Diisi dengan jelas alasan keberatan untuk masing-masing koreksi yang diajukan keberatan. Angka 16 : Diisi dengan jumlah pajak yang terutang menurut surat ketetapan pajak Angka 17 : Diisi dengan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak pada saat pengajuan keberatan Angka 18 : Diisi dengan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan Wajib Pajak yang disetujui pada waktu pembahasan akhir pemeriksaan. Angka 19 : Diisi dengan jumlah pelunasan ketetapan pajak oleh Wajib Pajak (sebutkan masing - masing pelunasan apabila dibayar lebih dari satu kali). Angka 20 : Diisi dengan tangal pelunasan ketetapan pajak oleh Wajib Pajak (sebutkan masing - masing tanggal apabila dibayar lebih dari satu kali). Angka 21 : Diisi dengan nama bank tempat pelunasan ketetapan pajak oleh Wajib Pajak (sebutkan masing - masing tempat pelunasan apabila dibayar lebih dari satu kali). Angka 22 : Diisi dengan Nomor Tanda Pembayaran Pajak (NTPP) sesuai dalam SSP pelunasan ketetapan pajak oleh Wajib Pajak (sebutkan masing - masing NTPP apabila dibayar lebih dari satu kali). Angka 23 : Diisi dengan jenis dokumen dan jumlah lembar masing-masing jenis dokumen. Angka 24 : Diisi dengan nama dan tanda tangan pemohon sebagaimana tercantum pada angka Banding Wajib Pajak mengajukan permohonan banding hanya kepada peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Permohonan tersebut diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan

30 38 Surat Keputusan Keberatan tersebut. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan banding, Direktorat Jendral Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbutan Putusan Banding. Jadi dengan kata lain, bagi Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak yang duajukan banding tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan. Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesae 100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembyaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal ini permohonan banding Wajib Pajak dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib

31 39 Pajak tidak melunasi utang pajak tersebut. Disamping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% Ketentuan Pengajuan Banding Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP Jo UU Pengadilan pajak, yang bisa diuraikan sbb : a) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh dirjen pajak. b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara. c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. d) Syarat formal pengajual banding diajukan ke pengadilan pajak dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus atau kuasa hukumnya Jatuh Tempo Pembayaran dalam Kaitannya dengan Permohonan Banding 1. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan dan tidak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak penerbitan Surat Keputusan Keberatan. 2. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, pelunasan atas jumlah pajak yang belum dibayar dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

32 Peninjauan Kembali (PK) Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim. Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima. Peninjauan kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut : 1. Apabila putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, 2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan, yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda, 3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, kecuali Putusan Pengadilan Pajak yang berupa mengabulkan sebagain atau seluruhnya dan berupa menambah Pajak yang harus dibayar,

33 41 4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa pertimbangan sebab-sebabnya, atau 5. Apabila terdapat suatu suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku. Wajib Pajak maupun Direktorat Jendral Pajak dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Pajak. Direktorat Jenderal Pajak melakukan evaluasi atas putusan Banding atas Gugatan yang diterima dari pengadilan pajak. Hasil evaluasi putusan Banding atau Gugatan Pengadilan Pajak berupa Laporan Hasil Evaluasi akan menunjukkan bahwa atas putusan Banding atau Gugatan tersebut layak untuk diajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung, maka Direktorat Jenderal Pajak akan membuat Memori Peninjauan Kembali yang kemudian diajukan ke Mahkamah Agung. Dalam hal yang mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung adalah Wajib Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak akan diminta untuk membuat Kontra Memori Peninjauan Kembali. 2.4 Kewajiban Wajib Pajak Kewajiban Memberikan Data Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan

34 42 sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp ,00 (delapan ratus juta rupiah). 2.5 Daluwarsa Penagihan UU KUP juga mengatur mengenai jangka waktu bagi Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak. Apabila sudah melampaui jangka waktu yang ditentukan maka hak untuk melakukan penagihan pajak tersebut menjadi daluwarsa.

35 Jangka Waktu Hak Penagihan Pasal 22 Undang-Undang KUP menyebutkan bahwa hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan: 1. Surat Tagihan Pajak 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan 5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding 7. Putusan Peninjauan Kembali Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak surat tagihan pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan. Dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pembetulan, keberatan, banding atau peninjauan kembali, daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal penerbitan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, atau putusan peninjauan kembali. 2.7 Tertangguhnya Daluwarsa Penagihan Pajak Menurut Pasal 22 Undang-Undang KUP, daluwarsa penagihan pajak tertangguh apabila: 1. Diterbitkan surat paksa 2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung

36 44 3. Diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan 4. Dilakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daluwarsa penagihan pajak menjadi tertangguhkan dan dihitung 5 (lima) tahun sejak tanggal penerbitan atau pelaksanaan kegiatan tersebut di atas. 2.8 Penerimaan Pajak Menurut UU RI Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara, pendapatan negara dan hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan pajak adalah sumber penerimaan yang dapat diperoleh secara terus-menerus dan dapat dikembangkan secara optimal sesuai kebutuhan pemerintah serta kondisi masyarakat. (John Hutagaol 2007: 325). Pajak dalam negeri adalah semua penerimaan negara yang berasal dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, cukai, dan pajak lainnya. Menurut Waluyo (2000:238) sebagai berikut: Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukan jumlah yang sangat besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairanya, namun dengan demikian secara umum penerimaan pajak dibidang perpajakan semakin meningkat, terhadap tunggakan pajak maka dimaksudkan perlu dilaksanakan tindakan penagihan pajak yang mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Penagihan pajak merupakan salah satu elemen dari law enforcement (penegakan hukum) di bidang perpajakan yang dimana tujuan dari penagihan itu sendiri adalah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang tentu saja dengan

37 45 kepatuhan tersebut diharapkan dapat mengamankan atau terlebih lagi dapat meningkatkan penerimaan dari sektor pajak (Siti Kurnia Rahayu 2010:189). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2008 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Menurut Waluyo dan Wirawan (2010:5) dari sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang keuangan, pajak juga dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan negara. Jika diliat dari penerimaan negara, kondisi keuangan negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara. Upaya memaksimalkan penghimpunan pajak negara dapat dilakukan melalui program ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Ekstensifikasi merupakan upaya untuk menambah atau memperluas subyek pajak maupun obyek pajak. Indikatornya adalah ketika nominal rupiah pajak yang terhimpun diikuti oleh peningkatan jumlah wajib pajak. Intensifikasi dilakukan dengan upaya meningkatkan jumlah wajib pajak dari subyek pajak dan obyek pajak yang telah ada. Indikatornya adalah peningkatan nominal rupiah penerimaan pajak tanpa selalu diikuti penambahan jumlah subyek atau obyek pajak.

38 46 Faktor-faktor yang sangat berperan dalam menjamin oplimalisasi pemasukan dana pemungutan pajak ke kas negara (Devano, Sony dan Siti Kurnia Rahayu, 2006:26) yaitu sebagai berikut: 1. Kejelasan dan keputusan Perundang-undangan dalam bidang Perpajakan. Secara formal, pajak lama dipungut berdasarkan undang-undang demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak. Undang-undang harus jelas, sederhana, dan murah dimengerti, baik oleh fiskus maupun oleh wajib pajak. Timbulnya perbedaan tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. Hal ini juga akan menyebabkan pembayaran pajak merasa bahwa sistem pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya sebagai pembayar pajak. 2. Tingkat Intelektual Masyarakat Sejak tahun 1983, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip self assessment system. Prinsip ini memberi kepercayaan penuh kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dalam bidang perpajakan. Dalam hal ini pembayar pajak mengisi sendiri surat pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir masa pajak atau akhir tahun pajak yang selanjutnya fiskus akan melakukan penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus memahami peraturan perundang-undangan mengenai perpajakan sehingga dapat melakukan administrasi perpajakan dengan benar. Untuk itu,

39 47 intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat terjadi apabila memang undang-undnag itu sendiri sederhana, mudah dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi. 3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak) Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Bila dikaitkan optimalisasi target penerimaan pajak, maka fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan, memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi. 4. Sistem administrasi Perpajakan yang Tepat Seberapa besar pemerintah yang diperoleh melalui pemungutan pajak juga dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu dilakukan. Selain pemungutan pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dilakukan juga penagihan atas tunggakan pajak. Sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak mengenai indikator kinerja utama (IKU) yang dihitung dengan jumlah piutang pajak awal tahun. Setiap KPP menyampaikan laporan IKU setiap triwulan.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak Pengertian Pajak BAB III PEMBAHASAN 3.1 Definsi Pajak 3.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidag tersebut memberikan berbagai definsi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani II.1. Dasar-dasar Perpajakan Indonesia BAB II LANDASAN TEORI II.1.1. Definisi Pajak Apabila membahas pengertian pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam

BAB III GAMBARAN DATA. akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam BAB III GAMBARAN DATA A. Pengertian Penagihan Pajak Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah sebuah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan saling berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah. satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Perpajakan 1. Pengertian Pajak Berikut ini beberapa pengertian pajak menurut beberapa ahli, salah satunya menurut R. Santoso Brotodiharjo sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG. 1 ALUR KUP WP SPT SKP Inkraacht 3 bulan (dikrim) Daftar Inkraacht Pemeriksaan Keberatan Inkraacht 5 tahun 3 bulan(dite rima)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Dasar Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Pajak awalnya adalah suatu upeti (pemberian secara cuma-cuma), tetapi bersifat wajib dan dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

PENETAPAN DAN KETETAPAN

PENETAPAN DAN KETETAPAN PENETAPAN DAN KETETAPAN Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan

BAB II LANDASAN TEORI. Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Berdasarkan pasal 1 undang undang No.6 tahun 1983 tentang kententuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah di ubah terakhir dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pajak Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan teratur pada waktu tertentu. Kemudian berangsur-angsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1.Landasan Teori 2.1.1. Definisi Pajak Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Implementasi merupakan tahap BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Implementasi Nugroho (2012: 158), menyatakan implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penagihan Pajak Aktif 1. Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2000:31) Pajak adalah iuran yang berupa uang dari rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemahaman Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut: 1. Soemahamidjaja yang dikutip oleh Ilyas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pengertian pajak menurut Waluyo (2007:2) adalah: Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka yang dapat penulis uraikan pada bab ini antara lain sebagai berikut : 1. PAJAK a. Pengertian Pajak Pada awalnya pajak merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka adalah kajian hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan. Fungsi kajian pustaka adalah mengemukakan secara sistematis tentang hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda mengenai pajak. Namun demikian, definisi tersebut pada dasarnya memiliki tujuan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam upaya meningkatkan penerimaan dari sektor pajak pemerintah gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian pajak Pengertian pajak menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada

Lebih terperinci

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK

PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK PENGANTAR PERPAJAKAN HAK WAJIB PAJAK HAK WAJIB PAJAK 1. Menunda penyampaian surat pemberitahuan 2. Pembetulan Surat Pemberitahuan 3. Mengangsur pembayaran 4. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemungutan pajak di Indonesia mengacu pada sistem self assessment. Self assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Theory of Planned Behavior Menurut Ajzen (1991), Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Beberapa ahli dalam bidang perpajakan memberikan definisi yang berbeda mengenai pajak. Namun demikian, definisi tersebut pada dasarnya memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Menurut S.I.Djajadiningrat (Resmi,2009:1) Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Dalam melakukan suatu penelitian kita perlu memaparkan tentang apa yang kita teliti hal tersebut dapat memudahkan dan menjelaskan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan: Pajak adalah kontribusi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi

BAB 2 LANDASAN TEORI. berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut memberikan berbagai definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan suatu negara. Dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 16 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI, Menimbang : a. bahwa dengan terbentuknya Kabupaten

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 561/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS DAN PELAKSANAAN SURAT PAKSA Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Surat Teguran 1. Pelaksanaan Surat Teguran Menurut Rudy Suhartono dan Wirawan B Ilyas (KUP) Penerbitan Surat Teguran, Surat peringatan, atau Surat lain yang sejenis merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. pajak, tentunya perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan pajak. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Pajak Untuk dapat memahami mengenai pentingnya pemungutan pajak dan alasan yang mendasari mengapa wajib pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Dasar Dasar Perpajakan 1. Definisi Pajak Dalam memahami mengapa seseorang harus membayar pajak untuk membiayai pembangunan yang terus dilaksanakan, maka perlu dipahami terlebih

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA

ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA ANALISIS EFEKTIFITAS PENERAPAN SURAT PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA Ester Hervina Sihombing Politeknik Unggul LP3M Medan Jl.Iskandar Muda No.3

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1003, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Penagihan. Bea Masuk. Cukai. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PMK 111/PMK.04/2013 TENTANG

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Materi: 2 & 3 KETENTUAN UMUM & TATA CARA PERPAJAKAN Afifudin, SE., M.SA., Ak. (Fakultas Ekonomi-Akuntansi Unisma) Jl. MT. Haryono 193 Telp. 0341-571996, Fax. 0341-552229 E-mail: afifudin26@gmail.com atau

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pajak menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34) :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut P.J.A. Adriani yang dikutip oleh Diana Sari (2013:34) : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Definisi Pajak Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain : Menurut P.J.A. Adriani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 Ditetapkan tanggal 17 Juli 2007 KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka untuk

Lebih terperinci

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem Pendahuluan Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self Assesment System yang dimulai sejak reformasi perpajakan tahun 1983 menuntut wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut beberapa ahli diantaranya menurut Djajadiningrat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut beberapa ahli diantaranya menurut Djajadiningrat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut beberapa ahli diantaranya menurut Djajadiningrat dalam Sari (2013:33) mendefinisikan pajak adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

Lebih terperinci

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP

Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Self assessment : WP membayar pajak sesuai UU tidak tergantung SKP Pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.03/2008 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENAGIHAN DENGAN SURAT PAKSA DAN PELAKSANAAN PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap

NO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Erwis (2012) menyatakan, bahwa penagihan pajak dan pencairan tunggakan pajak dengan surat teguran dan surat paksa pada KPP Pratama Makassar Selatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO JAMBI, Menimbang : a. bahwa Pajak Air

Lebih terperinci

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN

BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN BAB VI KETENTUAN UMUM TATA CARA PERPAJAKAN Sistem perpajakan yang lama ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, baik dari segi kegotong royongan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. Mengingat : 1. bahwa dalam rangka memperkuat

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 6 1983 Perubahan 9 1994 16 2000 28 2007 16 2009 SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) SPT Surat yg oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Republik Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Umum tentang Pajak Pada mulanya pajak hanyalah merupakan suatu upeti (pemberian Cuma-Cuma) yang diberikan rakyat kepada Negara, namun seiring dengan perkembangan upeti

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP)

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (UU KUP) SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 12 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA,

BUPATI GOWA PAJAK PARKIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, BUPATI GOWA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf g Undang Undang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN 2008 TATANUSA 1 BULAN ~ Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar Apabila setelah melampaui jangka waktu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1973, 2014 KEMENKEU. Pajak. Penyetoran. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242 /PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa pajak merupakan salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yaitu dengan menggali sumber dana yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA 28 28 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar

Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI ACCOUNT REPRESENTATIVE TINGKAT DASAR BAHAN AJAR Pengantar Perpajakan bagi Account Representative Dasar Oleh: T i m Widyaiswara Pusdiklat Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan nasional yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir batin berdasarkan Pancasila, salah satunya dengan cara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi penerangan jalan yang sangat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 07 TAHUN 2012 TLD NO : 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pajak penerangan jalan merupakan salah satu sumber

Lebih terperinci

1

1 0 1 2 3 4 SOAL TEORI KUP Menurut Pasal 1 UU KUP, Penelitian adalah serangkaian kegiatan menilai kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya, termasuk penilaian kebenaran penulisan dan perhitungannya.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011 PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK AIR TANAH diperbanyak oleh : BAGIAN HUKUM DAN HAM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Perpajakan II.1.1 Definisi Pajak Adriani seperti dikutip Brotodihardjo (1998) mendefinisikan, Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BALANGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN

NO. URUT WEWENANG DIREKTUR JENDERAL PAJAK DASAR HUKUM DILIMPAHKAN KEPADA KETERANGAN LAMPIRAN I PERATURAN NOMOR : PER165/PJ/2005 TENTANG : PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN NOMOR KEP297/PJ/2002 TENTANG PELIMPAHAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK KEPADA PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa dengan telah diundangkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian pajak sehingga mudah untuk dipahami. Perbedaannya hanya terletak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian pajak sehingga mudah untuk dipahami. Perbedaannya hanya terletak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak memiliki beberapa batasan atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli, yang pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemahaman Perpajakan 2.1.1 Pengertian, Unsur, dan Fungsi Pajak Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang satu sama lain pada dasarnya memiliki

Lebih terperinci

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I

PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK PAJAK NEGARA BAB I BAB I PENUNJUKAN BENDAHARA NEGARA SEBAGAI PEMOTONG/ PEMUNGUT PAJAK-PAJAK NEGARA 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang 1) Undang-undang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN JALAN BINTARO UTAMA SEKTOR V BINTARO JAYA, TANGERANG SELATAN 15222 TELEPON (021) 7361654-58;

Lebih terperinci