Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap"

Transkripsi

1 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui konsentrasi garam terpilih yang ditentukan melalui uji sensori. onsentrasi garam yang diberikan terdiri dari empat taraf, yaitu 0 %, 3 %, 6 %, dan 9 %. Uji ini dilakukan untuk mengetahui penilaian yang lebih spesifik dari para panelis. Uji sensori yang dilakukan adalah uji sensori skala hedonik yang mencakup aspek kesukaan terhadap penampakan, warna, tekstur, aroma dan rasa. Pengujian sensori menggunakan uji skoring menggunakan skala 1 sampai 9 dan panelis yang berjumlah 30 orang Penampakan Penampakan adalah parameter pertama yang dinilai panelis dalam mengonsumsi suatu produk pangan. Bila kesan penampakan baik maka panelis baru melihat karakteristik lainnya seperti aroma, rasa dan tekstur. Penilaian yang diberikan panelis bersifat subjektif secara visual (Soekarto 198). Hasil dari uji sensori yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 4. s ens ori penam pakan 6 4,40a 4,90 ab,33ab,70 a % 3% 6% 9% onse ntra si g a ra m Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap Dari Gambar 4 tersebut dapat dilihat bahwa pemberian konsentrasi garam dengan kisaran 0 % sampai 9 % memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata nilai sensori penampakan fillet belut asap (Lampiran 4). sensori penampakan fillet belut asap dari konsentrasi pemberian garam yang paling kecil sampai besar adalah 4,40; 4,90;,33 dan,70. Fillet belut asap

2 24 dengan konsentrasi garam 9 % memiliki nilai rata-rata sensori tertinggi yaitu sebesar,70 yang berarti produk dianggap mempunyai penampakan yang lebih baik dibandingkan fillet belut asap dengan konsentrasi garam lainnya (Lampiran b). sensori terendah dimiliki oleh fillet belut asap kontrol, yaitu tanpa pemberian garam. Fillet belut asap yang tidak diberi perlakuan garam akan lebih terlihat berbeda. Pada dasarnya dengan pemberian garam tersebut maka akan terjadi pengeluaran cairan dari dalam tubuh ikan sehingga terjadi perubahan sifat daging ikan (Afrianto dan Liviawaty 1989). onsentrasi garam yang lebih tinggi menyebabkan tingkat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan menjadi lebih cepat. Dengan begitu, air yang ditarik keluar dari dalam tubuh juga akan semakin besar dan daging ikan akan lebih mengkerut. Pada fillet belut asap kontrol, tidak terjadi penarikan air dari dalam produk yang dihasilkan sehingga daging fillet belut asap terlihat tidak padat dan kompak. Penampakan tersebut sangat berbeda dengan produk yang telah direndam dari larutan garam. Produk fillet belut asap yang mendapat perlakuan garam memiliki penampakan yang terlihat lebih padat Warna Warna merupakan salah satu penentu mutu bahan makanan. Biasanya warna yang lebih cerah dan menarik akan lebih disukai oleh konsumen dibandingkan dengan warna yang kusam. Hasil pengujian sensori terhadap warna fillet belut asap dapat dilihat pada Gambar.,8,6 a s ens ori warna,6,43a,4,2 a,2 4,9 a 4,8 4,6 4,4 0% 3% 6% 9% onse ntra si g a ra m Gambar. Diagram batang nilai rata-rata sensori warna fillet belut asap

3 2 Gambar menunjukkan nilai rata-rata sensori fillet belut asap dengan menggunakan konsentrasi garam yang berbeda-beda. Fillet belut asap tanpa perlakuan konsentrasi garam memiliki rata-rata nilai sensori terkecil, yaitu sebesar 4,93. Dengan nilai rata-ratanya yang paling kecil dibandingkan dengan produk yang lain, maka fillet belut asap kontrol ini tidak terlalu disukai oleh panelis. Sedangkan nilai rata-rata sensori terbesar dimiliki oleh fillet belut asap dengan pemberian garam 3 % sebesar,60 yang berarti produk lebih diminati oleh panelis. Uji ruskal-wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan konsentrasi garam yang diberikan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, dengan nilai P > 0,0 terhadap parameter warna (Lampiran 4). Rentang konsentrasi sebanyak 3 % tidak menimbulkan perbedaan yang nyata terhadap produk. Penggunaan rentang konsentrasi yang lebih besar diperlukan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi terhadap kesukaan panelis terhadap produk. Selain itu, warna dari produk juga lebih dipengaruhi oleh kemurnian garam yang digunakan. Warna dari keseluruhan produk yang dihasilkan adalah cokelat yang berasal dari pengovenan yang dilakukan Aroma Hasil analisis ruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi garam memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P > 0,0) terhadap nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap (Lampiran 4). Dengan hasil tersebut dapat dilihat bahwa garam sama sekali tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap fillet belut asap. Perbedaan konsentrasi garam yang diberikan tidak menghasilkan aroma yang beragam karena garam pada dasarnya lebih berperan sebagai penambah rasa dan daya pengawet (Afrianto dan Liviawaty 1989). Nilai rata-rata sensori terhadap aroma dari tiap pemberian konsentrasi garam yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 6.

4 26 s ens ori arom a 6,77a,8,6,87a, a,4,2,07 a 4,8 4,6 0% 3% 6% 9% onse ntra si g a ra m Gambar 6. Diagram batang nilai rata-rata sensori aroma fillet belut asap Berdasarkan dari diagram batang tersebut, dapat dilihat bahwa produk dengan perlakuan asap lebih disukai karena dengan pemberian asap akan menghasilkan produk dengan aroma yang lebih khas (Moeljanto 1982). arena konsentrasi asap yang digunakan pada penelitian pendahuluan ini adalah sama, maka aroma yang dihasilkan juga sama Tekstur Pada umumnya tekstur bahan pangan yang disukai oleh panelis adalah bahan pangan dengan tekstur yang empuk dan tidak terlalu keras. Hasil dari uji sensori fillet belut asap menunjukkan bahwa pemberian garam dengan konsentrasi yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap produk (P < 0,0) (Lampiran 4). dari uji sensori yang dilakukan dapat s ens ori teks tur dilihat dengan lebih jelas pada Gambar ,2 b 6, bc 7,07 b 4,63 a 0% 3% 6% 9% onse ntra si g a ra m Gambar 7. Diagram batang nilai rata-rata sensori tekstur fillet belut asap

5 27 uji sensori fillet belut asap dengan pemberian konsentrasi garam yang berbeda-beda secara berturut-turut adalah sebesar 4,63; 6,20; 6,0 dan 7,07. Penggaraman menyebabkan daging ikan menjadi lebih kompak, karena garam menarik air dan menggumpalkan protein dalam daging ikan (Afrianto dan Liviawaty 1989). Oleh karena itulah, pemberian garam dengan konsentrasi 9 % lebih disukai oleh panelis. Pada fillet belut asap kontrol, tidak terjadi penarikan air dari dalam produk sehingga menghasilkan produk dengan tekstur yang rapuh. Tekstur tersebut sangat berbeda dengan produk yang telah direndam dari larutan garam. Produk fillet belut asap yang mendapat perlakuan garam memiliki tekstur yang lebih kompak dan padat Rasa Rasa termasuk dalam parameter yang sangat menentukan bagi panelis dalam menilai suatu produk. Rasa ini diukur dengan menggunakan indera pengecap (Soekarto 198). Berdasarkan dari uji sensori yang dilakukan oleh 30 panelis, maka dapat dilihat perbedaan permberian konsentrasi garam pada fillet belut asap memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa (P < 0,0) (Lampiran 4). Uji lanjut Tukey dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang diberikan terhadap rasa, dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 8. s ens ori ras a 7 6 4,7a,33 ab,90 c,97c 6% 9% % 3% onse ntra si g a ra m Gambar 8. Diagram batang nilai rata-rata sensori rasa fillet belut asap Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa fillet belut asap dengan konsentrasi yang lebih tinggi (kisaran 0 % sampai 9 %) akan lebih disukai oleh panelis. Nilai yang didapat dari pemberian konsentrasi garam 3 % adalah sebesar,33.

6 28 Nilai tersebut berbeda nyata (P < 0,0) dengan fillet belut asap konsentrasi garam 0 % yang memiliki nilai sebesar 4,7 (Lampiran b). Dari hasil tersebut bisa dilihat bahwa garam sangat berperan dalam cita rasa (Afrianto dan Liviawaty 1989). Fillet belut asap tanpa perlakuan garam kurang disukai oleh panelis, karena tanpa pemberian garam maka fillet belut asap yang dihasilkan rasanya hambar. Hal tersebut sangat berbeda dengan fillet belut asap dengan perlakuan garam. Fillet belut asap dengan konsentrasi garam 3 % dan 6 % masih kurang disukai oleh panelis, karena rasa asinnya dirasakan kurang oleh panelis. Sedangkan fillet belut asap dengan konsentrasi garam 9 % dianggap memiliki rasa asin yang sesuai dengan tingkat keasinan yang sesuai lidah, sehingga lebih disukai oleh panelis. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama merupakan lanjutan dari penelitian pendahuluan. Penelitian utama terdiri dari uji sensori, uji proksimat,uji kadar garam dan uji kadar abu tak larut asam. Pada penelitian utama ini menggunakan konsentrasi garam terpilih pada penelitian pendahuluan yaitu sebesar 9 % dan bumbu yang dihasilkan pada trial and error yaitu konsentrasi cengkeh 4 % dan kayu manis 3,2 %, asam jawa % dan jahe 4 % Uji sensori Uji sensori yang dilakukan pada penelitian utama ini bertujuan untuk mendapatkan produk kombinasi asap dan bumbu terpilih berdasarkan panelis. Pengujian ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Parameter yang dinilai terdiri dari penampakan, warna, aroma, tekstur dan rasa Penampakan Nilai yang dihasilkan dari pengujian sensori parameter penampakan adalah berkisar antara,10-,77. Nilai penampakan yang tertinggi dihasilkan oleh fillet belut asap dengan kombinasi bumbu (jahe dan asam) dan konsentrasi asap sebesar 6 %, sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu pada perlakuan bumbu (cengkeh dan kayu manis) tanpa perlakuan asap. Untuk lebih jelasnya, nilai ratarata dari uji sensori terhadap penampakan dapat dilihat pada Gambar 9.

7 s ens ori penam pakan 29 6,77 a,8,6,4,2,27,40 a a,73a,63a,43a,13 a,1 a,23 a 4,8 4,6 A6 A 12 B1 A 6B 1 A 12B 1 B 2 A 6B 2 A 12B 2 P e rla kua n Gambar 9. Diagram batang nilai rata-rata sensori penampakan fillet belut asap eterangan : = kontrol tanpa pemberian bumbu dan asap A6 = konsentrasi asap 6 % A12 = konsentrasi asap 12 % B1 = konsentrasi asap 0 %, jahe 4 % dan asam % A6B1 = konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam % A12B1 = konsentrasi asap 12 %, jahe 4 % dan asam % B2 = konsentrasi asap 0 %, cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A6B2 = konsentrasi asap 6 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A12B2 = konsentrasi asap 12 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % Dari nilai rata-rata uji sensori tersebut dapat dilihat bahwa masing-masing nilai uji sensori yang didapat tidak memiliki rentang nilai yang jauh berbeda. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji ruskal Wallis yang menunjukan bahwa kombinasi bumbu dengan asap cair memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap penampakan fillet belut asap (Lampiran 8). Dengan begitu dapat juga dipastikan bahwa panelis memiliki tingkat penerimaan terhadap penampakan cenderung sama. Tidak terlalu besarnya rentang konsentrasi asap yang digunakan, serta lama pengovenan yang sama di semua perlakuan diasumsikan dapat menyebabkan seluruh penampakan dari fillet belut asap memiliki penampakan yang hampir sama. Hasil ini juga diperkuat dengan penelitian tentang belut asap bahwa perbedaan konsentrasi ( % dan 10 %) dan waktu pengovenan yang sama menghasilkan rentang nilai uji sensori yang tidak jauh berbeda (Febriani 2006).

8 30 Penampakan produk yang dihasilkan terlihat bersih sampai berwarna cokelat dan kusam Warna Warna ikan yang telah mengalami pengasapan berwarna kekuningan (keemasan) atau agak cokelat. Warna tersebut berasal dari komponen asap yang melekat pada produk dan membentuk lapisan damar tiruan yang menghasilkan warna cokelat dan menarik. Semakin besar konsentrasi asap cair yang digunakan maka warna pada ikan asap akan semakin cokelat (Sari 2004). Pada penelitian yang dilakukan ini, perlakuan kombinasi bumbu dan konsentrasi asap tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0.0) (Lampiran 8). Hal ini membuktikan bahwa panelis memberikan penilaian pada fillet belut asap dengan tingkat penerimaan terhadap warna yang cenderung sama. dari uji sensori fillet belut asap terhadap warna dapat dilihat pada Gambar 10. s ens ori warna,8,3,6,4 4,30,2 a a,7 a,43a,7 a,7 a,63a,37 a,00 a 4,8 4,6 A6 A 12 B 1 A 6B 1 A 12B 1 B 2 A 6B 2 A 12B 2 P e rla kua n Gambar 10. Diagram batang nilai rata-rata sensori warna fillet belut asap eterangan : = kontrol tanpa pemberian bumbu dan asap A6 = konsentrasi asap 6 % A12 = konsentrasi asap 12 % B1 = konsentrasi asap 0 %, jahe 4 % dan asam % A6B1 = konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam % A12B1 = konsentrasi asap 12 %, jahe 4 % dan asam % B2 = konsentrasi asap 0 %, cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A6B2 = konsentrasi asap 6 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A12B2 = konsentrasi asap 12 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 %

9 31 Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai sensori terendah dihasilkan oleh fillet belut asap dengan konsentrasi asap 6 % tanpa pemberian bumbu, sedangkan nilai sensori tertinggi dihasilkan oleh produk dengan pemberian bumbu tanpa pemberian asap. Sama halnya dengan penampakan, perbedaan perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna fillet belut asap (P > 0,0). Hal ini dapat disebabkan besarnya rentang konsentrasi asap yang digunakan, serta lama pengovenan yang sama di semua perlakuan dapat menyebabkan fillet belut asap memiliki warna kecokelatan sampai cokelat yang hampir sama, sehingga panelis juga memberikan nilai yang cenderung sama Aroma Aroma lebih banyak dipengaruhi oleh indera penciuman. Aroma ini dikenal juga dengan pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak jauh (Soekarto 198). Pengasapan memberikan makanan berprotein tinggi dengan komponen aromatiknya yang dapat memberikan flavor dan warna, berperan sebagai bakteriostatik dan antioksidan (Horner 1992 dalam Hattula et al. 2001). Aroma yang terdapat pada ikan asap berasal dari komponen-komponen asap cair seperti syringol yang akan memberikan aroma khas ikan asap. Aroma yang dihasilkan dari kombinasi bumbu dengan konsentrasi asap menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata (Horner 1992 dalam Hattula et al. 2001). Hal tersebut dibuktikan dengan uji ruskal Wallis yang menghasilkan nilai P < 0,0 (Lampiran 8). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A6B1 (kombinasi konsentrasi asap 6 % dengan bumbu) memberikan nilai aroma tertinggi (6,0) (Lampiran 9b). dari uji sensori terhadap aroma dapat dilihat dari Gambar 11.

10 32 s ens ori arom a 7 6 4,73ab 4,7 a,3 abc A6 A 12,40 abc 6,00c,67abc,83bc,97 c A 6B 2 A 12B 2 4,83 abc B1 A 6B 1 A 12B 1 B2 P e rla kua n Gambar 11. Diagram batang nilai rata-rata sensori aroma fillet belut asap eterangan : = kontrol tanpa pemberian bumbu dan asap A6 = konsentrasi asap 6 % A12 = konsentrasi asap 12 % B1 = konsentrasi asap 0 %, jahe 4 % dan asam % A6B1 = konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam % A12B1 = konsentrasi asap 12 %, jahe 4 % dan asam % B2 = konsentrasi asap 0 %, cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A6B2 = konsentrasi asap 6 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A12B2 = konsentrasi asap 12 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa terdapat penilaian yang berbeda antara kontrol (tanpa pemberian asap) dengan perlakuan lainnya yang diberikan konsentrasi asap. Hal ini dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai produk dengan aroma asap, baik itu dengan konsentrasi asap 6 % ataupun 12 %. Selain itu, panelis memberikan nila sensori yang lebih tinggi pada produk dengan penambahan bumbu dibandingkan dengan produk yang tidak diberikan perlakuan bumbu. Dengan pemberian bumbu tersebut dapat meningkatkan aroma pada produk (Rahayu 1999) Tekstur Penginderaan tentang tekstur biasanya berasal dari sentuhan yang dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit (ujung jari tangan). Rangsangan sentuhan dapat berasal dari bermacam-macam rangsangan mekanik, fisik, dan kimiawi. Dari rangsangan-rangsangan itu dihasilkan kesan rasa rabaan (sensation). esan itulah yang dapat menggambarkan tekstur suatu produk (Soekarto 198). dari uji sensori yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 12.

11 33,87 a s ens ori teks tur 6,8,7 a,6,4,2,17 a,23 a A6,60 a,3 a,3 a,33 a,43 a 4,8 A 12 B1 A 6B 1 A 12B 1 B2 A 6B 2 A 12B 2 P erla kua n Gambar 12. Diagram batang nilai rata-rata sensori tekstur fillet belut asap eterangan : = kontrol tanpa pemberian bumbu dan asap A6 = konsentrasi asap 6 % A12 = konsentrasi asap 12 % B1 = konsentrasi asap 0 %, jahe 4 % dan asam % A6B1 = konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam % A12B1 = konsentrasi asap 12 %, jahe 4 % dan asam % B2 = konsentrasi asap 0 %, cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A6B2 = konsentrasi asap 6 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A12B2 = konsentrasi asap 12 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % Dari Gambar 12 tersebut dapat dilihat bahwa panelis memberikan nilai sensori yang hampir sama untuk semua perlakuan terhadap produk. Hal ini diasumsikan bahwa perbedaan pemberian konsentrasi asap dengan pemberian bumbu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur (P > 0,0) (Lampiran 8). Jumlah kandungan fenol dan karbonil pada asap cair dapat menentukan tekstur dari ikan asap yang dihasilkan (Martinez et al 200). Asap cair yang digunakan berasal dari asap cair komersil yang sama sehingga tekstur yang dihasilkan cenderung sama Rasa Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan. Rasa berbeda dengan bau dan lebih melibatkan indera pengecap (lidah). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan

12 34 komponen rasa yang lain (Fachruddin 1997). uji sensori dapat dilihat lebih lengkap pada Gambar 13. s ens ori ras a 7 6,07ab 4,93 A6 a,40 ab,60 ab 6,23ab,90ab,23ab,60ab,83ab A 6B 2 A 12B A 12 B1 A 6B 1 A 12B 1 B2 P e rla kua n Gambar 13. Diagram batang nilai rata-rata sensori rasa fillet belut asap eterangan : = kontrol tanpa pemberian bumbu dan asap A6 = konsentrasi asap 6 % A12 = konsentrasi asap 12 % B1 = konsentrasi asap 0 %, jahe 4 % dan asam % A6B1 = konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam % A12B1 = konsentrasi asap 12 %, jahe 4 % dan asam % B2 = konsentrasi asap 0 %, cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A6B2 = konsentrasi asap 6 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % A12B2 = konsentrasi asap 12 % cengkeh 4 % dan k. manis 3,2 % Hasil uji sensori terhadap rasa fillet belut asap diperoleh nilai rata-rata kesukaan berkisar antara 4,93 (agak tidak suka) sampai,83 (agak suka), yang masing-masing dihasilkan dari kombinasi perlakuan A6 (pemberian asap konsentrasi 6 % tanpa bumbu) dan A6B1 (kombinasi asap konsentrasi 6 % dengan penambahan jahe dan asam). Hasil uji ruskal Wallis terhadap rasa fillet belut asap menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap rasa (Lampiran 8). Uji lanjut Multiple Comparison menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan A6B1 (konsentrasi asap 6 % dengan jahe dan asam) menghasilkan nilai rasa tertinggi, dan tertinggi kedua dihasilkan oleh kombinasi perlakuan A12B1 (konsentrasi asap 12 % dengan jahe dan asam) (Lampiran 9b). Perbedaan rasa dari produk yang dihasilkan dapat disebabkan oleh pemberian asap dengan konsentrasi

13 3 yang berbeda, karena pemberian asap cair tersebut digunakan untuk memberikan cita rasa yang khas pada ikan asap. Rasa yang khas pada ikan asap berasal dari kombinasi komponen asap cair, yaitu senyawa fenol dan karbonil. Selain itu, dengan kombinasi bumbu dan asap yang dilakukan, dapat dilihat bahwa produk dengan pemberiam bumbu lebih disukai dibandingkan produk yang hanya diberikan asap cair. Pemberian bumbu atau rempah-rempah tersebut diharapkan dapat memberikan cita rasa dan juga dapat menyamarkan bau yang tidak diharapkan (Rahayu 1999). Berdasarkan uji sensori yang dilakukan, 3 dari parameter yang diujikan adalah tidak berpengaruh nyata terhadap produk. Tiga dari parameter tersebut adalah warna, penampakan dan tekstur. Untuk rasa dan aroma, perlakuan yang diberikan pada penelitian utama ini adalah memberikan pengaruh yang nyata terhadap produk. sensori tertinggi dari parameter aroma dan rasa adalah produk A6B1 (konsentrasi asap 6 %, jahe 4 % dan asam %). Produk tersebut juga memiliki nilai rata-rata sensori tertinggi pada tekstur dan penampakan. Produk ini memiliki rasa dan aroma khas ikan asap, dengan rasa hangat yang berasal dari bumbu yang ditambahkan. Dengan nilai tersebut maka produk A6B1 merupakan produk yang paling disukai oleh panelis. Oleh karena itu, produk ini akan digunakan sebagai produk terpilih dan diuji lebih lanjut (uji proksimat, uji kadar garam, uji kadar abu tak larut asam dan TPC) Uji proksimat Uji proksimat adalah analisis terhadap suatu bahan yang menyangkut kadar air, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat. Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai gizi dari suatu bahan pangan (Winarno et al. 1980) adar air Air merupakan komponen bahan pangan yang mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologis bahan pangan. Pada perubahan fisik bahan pangan, maka perubahan air akan mempengaruhi tekstur. Pada proses mikrobiologis, peranan air sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Pada proses kimiawi dalam bahan pangan, air sangat penting sebagai pelarut, reaktan dalam reaksi hidrolisis, sebagai reaksi produk kondensasi dan sebagai modifikator aktivitas katalisator dan inhibitor (Winarno et al. 1980).

14 36 Air juga sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa dalam pengolahan pangan air sering dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan pengeringan. Pengeluaran air selain mengawetkan juga untuk mengurangi besar dan berat bahan pangan sehingga memudahkan dan menghemat pengepakan (Winarno et al. 1980). Penghitungan kadar air pada berbagai perlakuan terhadap fillet belut asap dapat dilihat pada Gambar 14. kadar air (%) , , A 6B 1 Perlakuan Gambar 14. Diagram batang nilai kadar air fillet belut asap Nilai kadar air dari kontrol dan pelakuan secara berturut-turut adalah 0,2 % dan 26,68 %. Pengurangan kadar air dari kedua produk tersebut disebabkan oleh pengeringan dan pemberian kadar garam yang dilakukan. Berdasarkan dari diagram batang tersebut juga dapat dilihat bahwa kadar air yang terdapat pada kontrol memiliki nilai yang masih tinggi dibandingkan dengan produk terpilih. Perbedaan kadar air pada kedua produk ini dapat disebabkan dari perlakuan yang dilakukan. Pada produk terpilih dilakukan pengasapan dan juga pemberian bumbu. Penggunaan asap cair pada produk dapat menyebabkan keluarnya air dari daging ikan, karena tingkat keasaman asap cair yang dapat menyebabkan ketidaklarutan protein daging (Gomez-Guillen et al dalam Martinez et al. 200). Tingkat keasaman ini semakin meningkat dengan adanya asam-asam organik yang berasal dari jahe dan asam jawa (Winarno et al. 1980). ombinasi perlakuan penggaraman, pemberian asap cair, pembumbuan dan

15 37 pengovenan pada produk terpilih dapat bekerja secara sinergis menurunkan kadar air pada produk adar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh. Fungsi protein bagi tubuh selain sebagai bahan bakar juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno et al. 1980). Analisis protein yang terkandung dalam bahan pangan, umumnya lebih ditujukan pada kadar total protein daripada terhadap adanya protein spesifik dalam bahan pangan tersebut. Jumlah gram protein dalam bahan pangan biasanya dihitung sebagai hasil perkalian jumlah gram nitrogen dengan faktor 6,2, dan kadar protein yang dihitung dilaporkan sebagai kadar protein kasar (crude protein). Nilai kadar protein pada produk terpilih memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Nilai terendah dihasilkan oleh kontrol yaitu sebesar 40,1 %. Nilai kadar protein pada produk terpilih adalah sebesar 2,40 % Perbedaan nilai kadar protein seluruh perlakuan dapat dilihat pada Gambar ,40 kadar protein (%) , A 6B 1 P erlakuan Gambar 1. Diagram batang nilai kadar protein fillet belut asap Peningkatan kadar protein setelah mendapat perlakuan ini disebabkan karena adanya penurunan dalam kadar air. andungan pada bahan pangan terdiri dari lima komponen yaitu kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat. Dengan adanya penurunan nilai dari salah satu komponen, maka akan diikuti oleh penaikan nilai komponen yang lain. Dengan penurunan

16 38 kadar air, maka kadar protein dari produk dapat mengalami kenaikan. Semakin besar penurunan kadar air maka nilai kadar protein akan semakin meningkat. enaikan kadar protein pada produk terpilih juga dapat disebabkan oleh penambahan bumbu dan asap. Penambahan bumbu dan asap tersebut dapat meningkatkan tingkat keasaman sehingga produk akan menjadi lebih cepat kering atau matang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai protein terlarut mengalami kenaikan pada bagian-bagian tubuh ikan yang telah mengalami berbagai jenis perlakuan pengolahan. Produk yang lebih matang banyak mengalami peningkatan protein terlarut dibandingkan dengan produk yang kurang matang atau mentah. Hal ini diduga telah terjadi penggabungan diantara molekulmolekul protein yang terbentuk sebagai akibat formasi ikatan disulfida selama pemanasan (Yowell dan Flarkey 1986). Percobaan yang dilakukan Yowell dan Flarkey telah membuktikan bahwa pemanasan yang dilakukannya menyebabkan penurunan total protein terlarut, khususnya protein yang mempunyai bobot molekul 47 kilodalton. Selain itu, pemanasan juga menyebabkan peningkatan 2 fraksi protein terlarut yang mempunyai bobot molekul lebih dari 100 dalton (Yowell dan Flarkey 1986). Penelitian lain mengenai kadar asam amino juga telah membuktikan bahwa variasi tinggi-rendahnya kadar asam amino pada pengasapan ditentukan oleh kandungan asam amino dalam bahan, pengaruh suhu, lama pemanasan dan kondisi pengasapan terhadap kestabilan asam amino. Pada penelitian tersebut terdapat adanya kadar asam amino yang menurun dan juga meningkat. Salah satu kadar asam amino yang meningkat adalah asam amino glutamat. Penambahan kadar asam amino glutamat tersebut dapat mengindikasikan bahwa ikan teri asap memiliki cita rasa yang lebih baik (Wahyuni 1999) adar lemak Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Berdasarkan uji kadar lemak, nilai kadar lemak pada kontrol adalah sebesar 3,09 %. Produk terpilih yaitu produk dengan kombinasi asap konsentrasi 6 % dan penambahan bumbu menghasilkan kadar lemak tertinggi yaitu sebesar 4,33 %. Nilai-nilai dari kadar lemak tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

17 kadar lemak (%) 39,00 4,0 4,00 3,0 3,00 2,0 2,00 1,0 1,00 0,0 0,00 4,33 3,09 A 6B 1 P e rla kua n Gambar 16. Diagram batang nilai kadar lemak fillet belut asap adar lemak produk terpilih dengan penambahan asap dan bumbu memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Lebih tingginya kadar lemak tersebut dapat disebabkan penambahan bumbu yang digunakan, yaitu asam jawa dan jahe. Peningkatan nilai kadar lemak ini juga dapat disebabkan oleh penurunan kadar air produk. Bahan pangan yang melalui proses pengeringan pada suhu tinggi dapat mengalami oksidasi lemak yang lebih besar daripada suhu rendah. Perlakuan pengasapan pada produk telah terbukti dapat mengurangi kerusakan lemak. Hal ini diduga karena adanya aktivitas antioksidan komponen asap efektif mencegah oksidasi udara terhadap lemak ikan, minyak ikan, serta lemak pada makanan yang diasap (Cutting 196 dikutip oleh Harris dan armas 1989 dalam Zakaria 1996). omponen asam yang bersifat antioksidan antara lain fenol, seperti 2,6-dimetoksi fenol, 2,6-dimetoksi-4-aktil fenol dan 2,6-dimetoksi-4-etil fenol (Pearson dan Tauber 1973 dalam Zakaria 1996). Asap cair dengan konsentrasi (0,2 ) % pada produk terbukti memiliki kandungan antioksidan yang efektif (Schwanke et al dalam Coronado et al. 2002). Oksidasi lemak yang akan terjadi pada fillet belut asap dapat dihambat dengan zat antioksidan yang terdapat dalam bumbu. Zat antioksidan yang dikandung asam jawa tersebut adalah asam sitrat, asam tartrat, asam askorbat dan asam-asam organik lain (kalium bitartat, pektin, dan tanin). Asam-asam organik

18 40 yang terdapat dalam asam jawa ini akan dapat mengurangi penguraian lemak (Winarno et al. 1981). Selain asam jawa, penambahan jahe juga diduga dapat menekan laju kerusakan lemak karena kandungan zat antioksidan yang terdapat pada jahe (Zakaria 1996). Hal ini juga diperkuat oleh Stoilova et al. (2007) bahwa ekstrak jahe memiliki kemampuan antoksidan yang dapat dibandingkan dengan BHT dalam menghambat pembentukan peroksida lipid adar abu Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan organik, sehingga jumlah abu dalam bahan makanan mencerminkan jumlah bahan organik yang terkandung di dalam bahan makanan dan sebagian besar komponen kimia pada bahan makanan terdiri dari abu dan air. Abu terdiri dari berbagai komponen mineral seperti, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn dan Cu (Winarno 1997). Hasil dari uji kadar abu (%) kadar abu yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 17., , A 6B 1 P e rla kua n Gambar 17. Diagram batang nilai kadar abu fillet belut asap ontrol tanpa perlakuan pengasapan dan bumbu memiliki kadar abu sebesar 2,11 %. Nilai kadar abu ini meningkat pada belut dengan perlakuan pengolahan pengasapan, serta penambahan bumbu. adar abu pada produk terpilih memiliki nilai sebesar,7 %. Perubahan nilai kadar abu tersebut dapat disebabkan oleh adanya penambahan bahan lain seperti bumbu. Perbedaan nilai kadar abu dapat juga disebabkan komposisi zat gizi ikan. Perbedaan komposisi tersebut disebabkan oleh spesies, umur, habitat, jenis kelamin dan waktu penangkapan (Zaitsev et al. 1969).

19 adar karbohidrat adar karbohidrat pada ikan atau bahan pangan hewani lainnya terdapat dalam jumlah yang tidak besar. adar karbohidrat yang lebih besar terdapat pada bahan pangan nabati (Winarno et al. 1980). dari kadar karbohidrat pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 18. kadar karbohidrat (%) 12 10, , Perlakuan A 6B 1 Gambar 18. Diagram batang nilai kadar karbohidrat fillet belut asap adar karbohidrat ini dihitung dengan metode by difference. Dari diagram batang nilai kadar karbohidrat di atas dapat dilihat bahwa adanya penambahan bahan aditif seperti rempah-rempah dan juga penambahan asap dapat meningkatkan nilai kadar karbohidrat pada produk. Nilai kadar karbohidrat pada kontrol adalah 4,40 %, sedangkan pada produk terpilih adalah sebesar 10,89 %. Penambahan kadar karbohidrat pada produk dengan penambahan bumbu disebabkan oleh kadar karbohidrat yang berasal dari jahe dan asam jawa Uji mikrobiologi (Total Plate Count) eberadaan mikroorganisme berperan dalam menentukan bahan pangan. Mutu mikrobiologis dalam suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari produk tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme dan keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies (Buckle et al. 1987). patogenik yang terdapat dalam produk tersebut

20 42 Hasil uji mirobiologi (TPC) yang dilakukan menunjukan bahwa fillet belut asap dengan penambahan asap dan juga kombinasi bumbu dengan asap (produk terpilih sesuai uji sensori) memiliki jumlah bakteri yang rendah dibandingkan dengan kontrol (Horner 1992 dalam Hattula et al. 2001). Jumlah bakteri paling kecil terdapat pada fillet belut asap dengan kombinasi bumbu dan asap cair sebesar 2,6 x 103. Lebih lengkapnya, hasil uji Total Plate Count (TPC) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji Total Plate Count (TPC) fillet belut asap (koloni/gr) TPC ontrol A6B1 3,2 x 10 2,6 x 103 Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa dengan pengasapan yang yang dilakukan, jumlah bakteri pada produk berkurang. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kombinasi fenol dan formaldehid yang dapat membunuh bakteri. Selain itu kombinasi antara komponen fungsional fenol dan asam-asam organik yang bekerja secara sinergis mencegah dan mengontrol pertumbuhan mikroba. Proses pengovenan yang dilakukan juga berperan dalam menurunkan jumlah bakteri. Adanya fenol dengan titik didih tinggi dalam asap juga merupakan zat antibakteri yang tinggi (Astuti 2000 dalam Prananta 2008). Pada penelitian lain pengasapan dengan asap cair juga telah terbukti memiliki kandungan antioksidatif dan antimikroba. andungan dari asap cair terdiri dari fenol, syringol, guaikol, katekol dan euganol propionat dan asam organik lain yang memiliki ph rendah dan dapat merusak dinding sel bakteri (Pszczola 199 dalam Coronado et al. 2002) ombinasi asap dengan bumbu jelas memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap jumlah bakteri. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri pada produk asap dengan bumbu memiliki jumlah bakteri yang terkecil, yaitu sebesar 2,6 x 103. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kombinasi komponen asam dan fenol dengan zat-zat antibakteri dapat menurunkan jumlah bakteri yang lebih besar.

21 Uji kadar garam adar garam pada produk pangan termasuk dalam kandungan yang penting untuk diketahui. Penambahan garam pada produk bertujuan untuk memberikan rasa dan juga untuk bahan pengawet (dengan konsentrasi garam yang lebih banyak). Akan tetapi, pemberian garam yang terlalu banyak dapat mengganggu kesehatan, seperti hipertensi (Opstvedt 1988). Nilai kadar garam dari perlakuan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 19. kadar garam (%) 4, 4,36 4 3, 3 2, 2 1, 1 0,96 0, 0 A6B1 Perlakuan Gambar 19. Diagram batang nilai kadar garam fillet belut asap Berdasarkan diagram batang tersebut, besarnya nilai kadar garam dari kontrol adalah 4,36 %. Nilai tersebut melebihi nilai kadar garam dari produk dengan perlakuan asap dan bumbu. Perbedaan nilai tersebut diasumsikan berasal dari bahan aditif (bumbu) yang ditambahkan pada perlakuan. Pada kontrol yang hanya mendapat perlakuan garam akan lebih banyak mengandung kadar garam dibandingkan dengan penggunaan bumbu karena dalam 300 gram fillet belut hanya terdapat garam. Pada perlakuan dengan bumbu, garam yang digunakan akan bercampur dengan bumbu sehingga dalam 300 gram fillet belut terdapat garam, dan bumbu (jahe dan asam jawa).

22 Uji kadar abu tak larut asam Penentuan kadar abu tak larut asam ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya bahan pengotor pada produk. Apabila abu banyak mengandung abu jenis ini maka dapat di perkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadi kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut. Pada fillet belut asap ini diduga akan mengandung bahan pengotor, karena habitat belut merupakan perairan yang terdapat lumpur. Nilai dari kadar abu tak larut asam kadar abu tak larut asam (%) dapat dilihat pada Gambar 20. 0,29 0,29 0,29 0,29 0,28 0,29 0,28 0,28 0,28 0,28 0,27 0,28 A 6B 1 P erla kua n Gambar 20. Diagram batang nilai kadar abu tak larut asam fillet belut asap Dari diagram batang tersebut dapat dilihat bahwa kontrol dengan perlakuan memiliki nilai kadar abu tak larut asam yang tidak berbeda nyata. adar abu tak larut asam ini banyak dipengaruhi oleh bahan pengotor pada bahan baku. Pada penelitian yang dilakukan, perlakuan pencucian pada bahan baku adalah sama. Jadi, nilai yang dihasilkan pada penentuan kadar abu tak larut asam ini tidak memiliki nilai yang berbeda. adar abu tak larut asam dari fillet belut asap ini masih berada pada batasan kadar abu tak larut asam ikan asap menurut SNI (Lampiran 1).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan TINJAUAN PUSTAKA Daging Kerbau Kerbau adalah hewan tergolong memamah biak subkeluarga bovinae dan mempunyaikebiasaan berendam di sungai dan lumpur. Ternak kerbau merupakan salah satu sarana produksi yang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian Penelitian mengenai Aplikasi Asap Cair dalam Pembuatan Fillet Belut Asap dengan Kombinasi Bumbu dilakukan pada bulan Agustus 2009 Januari 2010 yang

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung

I. PENDAHULUAN. protein yang lebih baik bagi tubuh dibandingkan sumber protein nabati karena mengandung I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi. Daging merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan pangan yang memiliki kandungan zat gizi yang tinggi. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral, karbohidrat, serta kadar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. perikanan yang sangat besar. Oleh karena itu sangat disayangkan bila. sumber protein hewani, tingkat konsumsi akan ikan yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas perairan, dan mempunyai laut serta potensi perikanan yang sangat besar. Oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Konsentrasi Asap Cair Tempurung Kelapa (Cocos nucifera ) Terhadap Jumlah Total Bakteri (TPC) dan Kadar Protein pada Ikan Gurami (Ospronemus gouramy) 4.1.1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan tersebut termasuk komoditas yang

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Tahap Satu Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan produk tsukuda-ni yang paling disukai panelis dengan perlakuan jenis larutan perendam. Larutan yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi sari kulit buah naga merah sebagai perendam daging sapi terhadap total bakteri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Air Perasan Jeruk Nipis Terhadap Kadar Protein Analisis protein dilakukan untuk mengetahui kualitas protein tahu putih hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko**

PENDAHULUAN. Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus Wijatmoko** Pemanfaatan Asam Cuka, Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia) dan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi) untuk Mengurangi Bau Amis Petis Ikan Layang (Decapterus spp.) Djoko Poernomo*, Sugeng Heri Suseno*, Agus

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Daging itik mempunyai kualitas rendah karena bau amis, bertekstur kasar dan alot (Chang et al., 2005). Daging itik mempunyai kandungan lemak dan protein lebih

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama PENGAWETAN PANGAN I. PENDAHULUAN Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA 1. Komponen spesifik pada asap cair Analisis komponen spesifik pada asap cair dilakukan dengan GC-MS. Campuran senyawa yang dilewatkan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu)

PENGASAPAN. PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) PENGASAPAN PENGASAPAN merupakan perlakuan terhadap produk makanan dengan gas yang dihasilkan dari pemanasan material tanaman (contoh : kayu) Tujuan Pengasapan: Pengawetan (Antibakteri, Antioksidan) Pengembangan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

Ulangan 1 Ulangan 2 (%) BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA Deskripsi dan analisis data memuat penjelasan tentang hasil penelitian. Hasil yang diperoleh selama proses penelitian meliputi data sifat kimia, sifat fisik dan organoleptik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,

BAB I PENDAHULUAN. occidentale L.) seluas ha, tersebar di propinsi Sulawesi. Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki areal perkebunan jambu mete (Anacardium occidentale L.) seluas 560.813 ha, tersebar di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Susu Kedelai Susu kedelai adalah salah satu hasil pengolahan yang merupakan hasil ekstraksi dari kedelai. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam,

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi

PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING. Oleh : Akram Hamidi PROSES FERMENTASI DENGAN BAKTERI ASAM LAKTAT TERHADAP SIFAT KIMIA DENDENG SAPI IRIS DAN GILING Oleh : Akram Hamidi 1. Pendahuluan Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi yang sangat bermanfaat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84

I. PENDAHULUAN. memiliki potensi perikanan terbesar ketiga dengan jumlah produksi ,84 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi sumber daya perikanan laut cukup besar. Kota Bandar Lampung merupakan daerah yang memiliki

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropika) (Anonim 2009). Klasifikasi belut adalah sebagai berikut (Suwignyo 1989):

2 TINJAUAN PUSTAKA. daerah tropika) (Anonim 2009). Klasifikasi belut adalah sebagai berikut (Suwignyo 1989): 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belut Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Suku ini terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis. Jenis-jenisnya banyak yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan bahan pangan. Kandungan gizi yang ada pada ikan sangatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurfahmia Azizah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan akibat radikal bebas terhadap sel normal pada tubuh yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan

I. PENDAHULUAN. di antara pulau lain, namun tingkat endemik masih kalah dibandingkan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia bahkan dunia. Kondisi geografis yang berlekuk mengakibatkan Kalimantan memiliki banyak aliran sungai (Nurudin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat dan merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan sebanyak dua kali. Penelitian pendahuluan yang pertama dimaksudkan untuk menentukan jenis bahan tambahan pengental yang

Lebih terperinci

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah

Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Nikè:Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.Volume II, Nomor 4, Desember 2014 Mutu Organoleptik dan Mikrobiologis Ikan Kembung Segar dengan Penggunaan Larutan Lengkuas Merah Herlila Tamuu, Rita Marsuci Harmain

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu bentuk produk minuman hasil pengolahan susu yang memanfaatkan mikroba dalam proses fermentasi susu segar menjadi bentuk produk emulsi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.

BAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan penentuan frekuensi pencucian daging lumat yang tepat (1 kali pencucian, 2 kali pencucian dan 3 kali pencucian) dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur adalah bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai unggas, umumnya yaitu ayam, itik dan puyuh. Telur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Jahe Merah Tanaman jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tanaman rimpang yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya

BAB I PENDAHULUAN. nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu hasil perikanan budidaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya air tawar yang mempunyai prospek cukup baik untuk dikembangkan. Berdasarkan data dari Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci