PELINDUNGAN HAK EKONOMI ATAS INDIKASI GEOGRAFIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELINDUNGAN HAK EKONOMI ATAS INDIKASI GEOGRAFIS"

Transkripsi

1 PELINDUNGAN HAK EKONOMI ATAS INDIKASI GEOGRAFIS Trias Palupi Kurnianingrum Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Komplek MPR/DPR/DPD Gedung Nusantara 1 Lantai 2, Jl. Jenderal Gatot Subroto Jakarta triaspalupikurnianingrum@yahoo.com Naskah diterima: 28 Maret 2016 Naskah direvisi: 25 Mei 2016 Naskah diterbitkan: 17 Juni 2016 Abstract The protection of geographical indication is urgency to be legally protected. Geographical indication is a sign of product that indicates the originality, due to geographical environment including factors of nature, human or combination of both which containing particular characters and qualities within a product. Those characters and quality are maintained and sustained in certain length of time which will contribute reputation (well known) over the product and may raising its economic value. Although it has a higher enocomic potential but the public awareness about the importance of geographical indication s registration is still lacking. Its require the legal awareness for the community and also the role of local authorities to assess local products as part of their economic rights on geographical indications. Keywords: geographical indication, economic value, law protection Abstrak Pelindungan hukum atas indikasi geografis sangat penting dilakukan. Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Ciri dan kualitas barang yang dipelihara dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu akan melahirkan reputasi atas barang tersebut, yang selanjutnya memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Meskipun memiliki potensi ekonomi, sayangnya bentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran indikasi geografis masih kurang. Perlu adanya kesadaran hukum bagi masyarakat dan juga peran dari pemerintah daerah untuk mendata produk-produk daerah mereka sebagai bagian bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis. Kata kunci: indikasi geografis, potensi ekonomi, pelindungan hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indikasi geografis merupakan salah satu bagian dari HKI yang dirasakan penting untuk mendapatkan pelindungan hukum. Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. 1 1 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Pelindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI tidak terlepas dari pertimbangan adanya nilai ekonomis yang melekat pada suatu property. Hal ini dikarenakan penggunaan label atau tanda indikasi geografis menggambarkan adanya kualitas terhadap produk atau barang yang dihasilkan oleh suatu daerah atau wilayah tertentu. Inilah yang secara tidak langsung akan menambah nilai ekonomis pada produk atau barang yang dihasilkan oleh daerah atau wilayah tersebut. Terlebih lagi Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan pengetahuan tradisional, tradisi, dan budaya, TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 19

2 serta iklim tropis telah menghasilkan berbagai macam produk berindikasi geografis yang memiliki potensi ekonomi yang tidak kecil. Oleh karenanya indikasi geografis sebagai salah satu potensi yang dimiliki oleh Indonesia, sudah semestinya dilindungi dan dimanfaatkan secara optimal. Menurut data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) 2, terdapat total sekitar 38 barang yang sudah terdaftar sebagai indikasi geografis baik dari dalam negeri dan luar negeri di Indonesia (tahun ). Di antaranya Salak Pondoh Sleman Yogya, Ubi Cilembu Sumedang, Beras Pandanwangi Cianjur, Kopi Arabika Gayo Aceh, Minyak Nilam Aceh, Mete Kubu Bali, Kopi Arabika Kintamani Bali, Garam Amed Bali, dan sebagainya. Indikasi geografis baru akan mendapat pelindungan apabila telah terdaftar. Maksud pendaftaran ini adalah untuk memberikan jaminan kepastian pelindungan hukum. Jangka waktu pelindungannyapun dapat berlangsung secara tidak terbatas selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar diberikan pelindungannya masih ada. 3 Jika dicermati, pengaturan mengenai indikasi geografis sudah diatur di dalam Pasal 56 s.d. Pasal 60 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (UU Merek) dan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Namun, sayangnya kedua pengaturan tersebut ternyata belum sepenuhnya memberikan jaminan kepastian dan pelindungan hukum. UU Merek ternyata belum sepenuhnya mengatur secara jelas mengenai indikasi geografis. Di dalam UU Merek, pengaturan indikasi geografis hanya terdiri dari beberapa pasal saja. 4 Bahkan pasalpasal yang berkaitan dengan indikasi geografis dirasakan bertentangan dengan pasal-pasal di dalam UU Merek. 2 Ahmad M. Ramli, Data Indikasi Geografis di Indonesia, Makalah disampaikan pada Kunjungan Lapangan Panitia Khusus RUU Merek DPR RI, Jakarta, 17 November Pasal 56 ayat (7) Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 56 s.d. Pasal 60 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Selain adanya pertentangan pasal di dalam UU Merek itu sendiri, kurangnya pelindungan optimal terhadap indikasi geografis terlihat pada rumit dan kompleksnya mekanisme proses pendaftaran indikasi geografis tersebut. Kemudian, meskipun Indonesia memiliki banyak potensi ekonomi terkait indikasi geografis, namun belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat luas. Tidak semua masyarakat di daerah mengetahui bahwa hasil daerahnya, produk-produk kerajinan dan hasil pertanian yang termasuk indikasi geografis dapat memberikan nilai ekonomis. Ketidakpahaman tersebut dirasakan justru akan membuka celah besar untuk tindak pidana pembajakan dan pemalsuan produk barang dan jasa di Indonesia. Hal ini pernah terjadi di Indonesia terkait dengan sengketa kopi Gayo Aceh dan kopi Toraja. Sengketa kopi Gayo Aceh bermula ketika perusahaan Belanda European Coffee Bv melalui Holland Coffee pada tahun 1999 mendaftarkan nama Gayo sebagai merek dagang kopi mereka di Belanda (Gayo Mountain Coffee). 5 Dengan adanya merek dagang tersebut maka secara tidak langsung masyarakat Gayo Aceh telah kehilangan hak atas penggunaan nama mereka. Di samping itu juga Indonesia jelas dirugikan karena tidak dapat melakukan ekspor kopi Gayo. Kasus tersebut akhirnya dimenangkan oleh Indonesia setelah melalui perjuangan panjang. Pada tahun 2010 akhirnya kopi Arabika Gayo berhasil meraih sertifikat IG (ID G ) yang diajukan oleh Masyarakat Pelindungan Kopi Gayo (MPKG). Selain kopi Gayo, kopi Toraja ternyata juga mengalami hal yang sama. Kopi Toraja adalah salah satu kopi Arabika berkualitas tinggi di Indonesia yang diproduksi oleh petani kopi di Kabupaten Toraja, Sulawesi Selatan. Sengketa ini bermula ketika perusahaan Jepang melalui Key Coffee Inc. mendaftarkan merek Toarco Toraja lengkap dengan gambar rumah adat Toraja sebagai latar merek. Dengan adanya 5 Indikasi Geografis: Pelindung Kekayaan Indonesia, diakses tanggal 4 Februari NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

3 merek dagang tersebut, maka secara otomatis Indonesia tidak dapat melakukan ekpor ke Jepang mengingat kata Toraja sudah lebih dulu dipakai sebagai merek dagang di Jepang. Meskipun kedua kasus tersebut pada akhirnya telah dimenangkan oleh Indonesia, namun perlu menjadi catatan betapa pentingnya pendaftaran indikasi geografis. Berdasarkan hal itulah maka tulisan ini akan mengkaji secara hukum mengenai pentingnya pelindungan hak ekonomi atas Indikasi Geografis. Terlebih lagi saat ini Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan Pemerintah sedang melakukan pembahasan untuk mengganti UU Merek. Bercermin kepada negaranegara maju tampak bahwa pelindungan indikasi geografis telah berhasil membawa pertumbuhan ekonomi kreatif secara signifikan dan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, diharapkan pengaturan indikasi geografis secara komprehensif dapat menjamin kepastian hukum sehingga dapat mendukung peningkatan investasi di dalam negeri dan prospek perdagangan produk Indonesia di tingkat internasional. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka melalui tulisan ini akan dikaji permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi urgensi atau dasar pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis di Indonesia? 2. Bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis seperti apa yang seharusnya diberikan? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian hukum mengenai Pentingnya Pelindungan Hak Ekonomi Atas Indikasi Geografis, khususnya mengetahui dan memahami permasalahan apa sajakah yang menjadi urgensi atau dasar pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis di Indonesia serta mengetahui dan memahami bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis seperti apakah yang seharusnya diberikan. Sedangkan kegunaan tulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada Pansus RUU Merek DPR RI yang sedang dalam masa pembahasan dan juga kepada DJKI serta instansi-instansi terkait lainnya dalam menegakkan pelindungan hukum terhadap indikasi geografis sesuai dengan standar pelindungan dalam konvensi internasional. IV. KERANGKA PEMIKIRAN A. Indikasi Geografis sebagai Bagian Hak Kekayaan Intelektual Sesuai dengan perkembangan jaman, pelindungan atas hak-hak yang dimiliki oleh setiap manusia memerlukan adanya suatu pengaturan, termasuk halnya dengan HKI. Penghormatan dan penghargaan terhadap HKI saat ini menjadi sebuah keniscayaan termasuk di dalamnya penghormatan, penghargaan, dan pelindungan terhadap hak yang sifat dan eksistensinya dimiliki secara komunal atau yang dikenal dengan konsep pelindungan indikasi geografis. 6 Keberadaan indikasi geografis telah diakui sebagai bagian dari HKI semenjak ditandatanganinya Persetujuan TRIPs pada tahun TRIPs dianggap sebagai tonggak penting dalam upaya liberalisasi perdagangan internasional, oleh karenanya pelindungan indikasi geografis menjadi salah satu topik sentral untuk diakomodir dalam ketentuan TRIPs. Bahkan dalam forum WTO, khususnya dalam agenda pertemuan standing committee on the law of trademark, industrial designs, and geographical indication, persoalan pelindungan indikasi geografis menjadi agenda rutin dalam setiap pertemuan dalam forum internasional hingga tahun Memang jika dicermati, pelindungan terhadap indikasi geografis sebenarnya telah diatur sebelum TRIPs, di mana indikasi geografis sudah dikenal dalam beberapa konvensi atau 6 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Prespektif Kajian Filosofis HAKI Kolektif-Komunal, Malang: Setara Press, 2014, hal Ibid, Hal. 3. TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 21

4 treaty meskipun tidak secara jelas menyebut istilah indikasi geografis, misalnya dalam Paris Convention for the Protection of Industrial Property tahun 1983, Madrid Agreement Concerning the Reputation of Flase Indication of Origin yang telah mengalami revisi pada tahun 1979, 8 serta dalam Lisbon Agreement yang telah direvisi menjadi Geneva Act of the Lisabon Agrrement on the Appellation of Origin and Geographical Indication, diadopsi pada Diplomatic Conference May Dalam Konvensi Paris misalnya, pengakuan adanya indication of source atau appellation of origin memang tidak dijelaskan secara jelas. Ketentuan article 1 (2) Konvensi Paris hanya menyebutkan the protection of industrial property has as its object patents, utility models, industrial designs, trademarks, service marks, trade names, indications of source or appelattions of origin, and the repression of unfair competition. 10 Secara sederhana dapat diartikan bahwa perlindungan hak atas kekayaan industri adalah bagian dari obyek paten yang meliputi antara lain utility model, disain industri, merek dagang, merek jasa, nama dagang, indikasi sumber atau sebutan/ gelar asal, serta pengekangan persaingan tidak sehat. Pada dasarnya Konvensi Paris telah mengatur mengenai konsep indikasi geografis dengan sebutan indications of source or appelattions of origin, akan tetapi tidak memberikan definsi jelas terkait hal tersebut. Dalam Konvensi ini hanya memberikan pelindungan terhadap produk indikasi asal yang tidak boleh memasuki suatu negara apabila produk tersebut tidak benar berasal dari negara yang bersangkutan. Konvensi Paris tidak memberikan gambaran jelas terkait pengaturan khusus mengenai kualitas atau karakteristik dari produk dimana sumber indikasi tersebut digunakan. Meskipun Konvensi Paris masih banyak kekurangannya, namun pengaturan tersebut telah menjadi 8 Ibid, hal Nurul Barizah, Masukan Indikasi Geografis RUU Merek, Makalah disampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Umum RUU tentang Merek, Jakarta, 16 Maret Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, op.cit, Hal. 13. langkah awal pengakuan adanya konsep indikasi geografis secara internasional. 11 Perjanjian internasional kedua adalah Madrid Agreement. Madrid Agreement telah memberikan pelindungan yang lebih luas terkait indication of source. Article 1 Madrid Agreement menyatakan: 12 all goods bearing a false or deceptive indication by which one of the countries to which this agreement applies, or a place situated there in, is directly or indirectly indicated as being the country or place of origin shall be seized on importation into any of the said countries. Dari ketentuan tersebut, jika diartikan telah memberikan pelindungan terhadap informasi yang menyesatkan terkait dengan barang tersebut berasal. Sayangnya Madrid Agreement tidak secara spesifik mengatur konsep indikasi geografis. Perjanjian ini hanyalah mengatur keharusan untuk menyita setiap barang indikasi geografis yang salah atau menyesatkan. Sehingga secara prinsip, Madrid Agreement merupakan perjanjian multilateral yang mengatur secara khusus terhadap tindakan yang mengarah kepada penggunaan yang keliru terkait dengan sumber atau asal barang. Perjanjian ini tidak menambah level atau keterangan mengenai pelindungan indikasi asal sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Paris. Dengan adanya Madrid Agreement maka negara anggota dilarang untuk memberikan pengecualian terhadap produk anggur (wines) kecuali untuk produk lainnya, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan article 4 Madrid Agreement, yang menyebutkan bahwa: 13 the courts of each country shall decided what appellations, on account of their generic character, do not fall within the provisions of this agreement, 11 Indra Rahmatullah, Pelindungan Indikasi Geografis Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Melalui Ratifikasi Perjanjian Lisabon, wordpress.com/2013/10/25/perlindungan-indikasigeografis-dalam-hak-kekayaan-intelektual-hki-melaluiratifikasi-perjanjian-lisabon/,diasekses Selasa 22 Juni Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, op.cit, Hal Ibid, Hal NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

5 regional appelations concerning the source of products of the vine being, however, excluded from the reservation specified by this article. Secara sederhana, ketentuan ini telah memberikan potensi perbedaan pendekatan di antara negara anggota terhadap persoalan indication of source yang palsu, khususnya untuk produk anggur. Posisi Indonesia sendiri, saat ini belum meratifikasi Madrid Agreement. Hal ini dikarenakan Indonesia masih menimbang keuntungan dan kerugian apabila melakukan ratifikasi Madrid Agreement. Perjanjian ketiga adalah Perjanjian Lisbon (Lisbon Agreement). Perjanjian Lisbon dibuat pada tahun 1958 dan diperbaiki di Stockholm pada tahun Perjanjian ini bertujuan untuk merespon kebutuhan hukum internasional dan memfasilitasi dalam hal pelindungan terhadap indikasi geografis seperti appellation of origin di beberapa negara selain negara asal indikasi geografis tersebut melalui sistem single registration di Biro Internasional WIPO. Dengan adanya Perjanjian Lisbon maka akan membantu adanya suatu sistem registrasi internasional yang terarah, karena pelindungan terhadap indikasi geografis di beberapa negara pada dasarnya menjadi sesuatu yang complicated mengingat masih terdapat perbedaan konsep hukum yang sudah ada di beberapa negara (termasuk perbedaan tradisi hukum nasional) di dalam sebuah framework baik secara historis maupun kondisi ekonomi negara tersebut. 14 Berbeda dengan Konvensi Paris dan Madrid Agreement, Perjanjian Lisbon lebih memberikan pengaturan yang jelas terhadap pelindungan appellations of origin. Article 2 (2) Perjanjian Lisbon menyatakan bahwa the country of origin is the country whose name, or the country in which is situated the region or locality whose name, constitutes the appellation of origin which has given the product its reputation Indra Rahmatullah, Pelindungan Indikasi Geografis Dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Melalui Ratifikasi Perjanjian Lisabon, wordpress.com/2013/10/25/perlindungan-indikasigeografis-dalam-hak-kekayaan-intelektual-hki-melaluiratifikasi-perjanjian-lisabon/, diakses Selasa 22 Juni Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Prespektif Kajian Filosofis HAKI Kolektif-Komunal, Malang: Setara Press, 2014, hal Artinya keberadaan reputasi sebagai kriteria utama, sangat dipengaruhi oleh perjalanan sejarah panjang yang sudah terbangun pada suatu produk, termasuk di dalamnya hasil survey konsumen ataupun peran pelaku usaha yang berada di wilayah asal suatu produk tersebut. Dari ketentuan tersebut, terdapat 3 (tiga) elemen yang membedakan konsep indikasi geografis dengan konsep di perjanjian lainnya, yaitu: 1. Keadaan geografis. Faktor geografis menjadi unsur pertama yang penting karena faktor geografis memberikan identitas terhadap produk yang menujukkan asal dari negara tersebut; 2. Reputasi produk tersebut di mata masyarakat; 3. Ada keterkaitan antara lingkungan geografis dengan produk yang dihasilkan ditentukan oleh faktor alam (seperti iklim dan tanah) dan faktor manusia (pengetahuan tradisional). Sama halnya dengan Konvensi Paris dan Madrid Agreement, pengaturan appleation of origin memberikan pelindungan terhadap persaingan yang curang atau tidak sehat dan pelindungan konsumen terhadap asal suatu barang atau produk yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu dari negara yang tergabung dalam Perjanjian Lisbon. Hal ini diperjelas dalam article 3 Perjanjian Lisbon, yang menyatakan bahwa: protection shall be ensured against any usurpation or imitation, even if the true origin of product is indicated or if the appleation is used in translated form or accompanied by terms such as kind, type, make, imitation, or the like. Ketentuan appellation of origin yang tertuang dalam Perjanjian Lisbon lebih mendekati rumusan dari pelindungan indikasi geografis, jika dibandingkan dengan pengaturan yang tertuang dalam Konvensi Paris dan Madrid Agreement. Indonesia sendiri posisinya belum meratifikasi Perjanjian Lisbon. Jika dicermati beberapa manfaat bagi Indonesia apabila meratifikasi perjanjian tersebut, di antaranya: TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 23

6 1. Negara-negara lain akan langsung mengetahui secara tepat barang yang telah dilindungi; 2. Negara-negara yang tergabung akan diminta untuk menghormati dan melindungi terhadap produk tersebut; 3. Pelindungan terhadap produk tersebut akan dilindungi selama di negara asalnya masih dlindungi dan terdaftar di sistem Lisbon; 4. Bagi produsen, barang yang sudah dilindungi dan terdaftar di sistem Lisbon dapat meningkatkan kualitas dan harga barang tersebut di negara lain; 5. Bagi konsumen, barang yang sudah dilindungi dan terdaftar dapat memberikan jaminan keaslian dan kualitas sehingga tidak membingungkan asal barang tersebut. Sementara pengaturan indikasi geografis sendiri di Indonesia, secara resmi mulai dikenal sejak UU Merek mulai diundangkan. Operasionalnya baru diberlakukan tahun 2008 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Menurut Pasal 56 ayat (1) UU Merek, Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. 16 Indikasi geografis baru akan mendapatkan pelindungan apabila ciri dan kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya pelindungan tersebut masih ada. 17 Sehingga apabila ciri dan kualitas suatu indikasi geografis sudah tidak ada, maka pelindungan tersebut akan hilang. Sementara di dalam TRIPs, pengaturan indikasi geografis telah tertuang dalam article 22 ayat (1) Persetujuan TRIPs: geographical indications are, for the purposes of this agreement, indications which identify a goods as originating in the territory of a member, or a region 16 Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 56 ayat (7) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 or locality in that territory, where a given quality, eputation or other characteristic of the goods is essentially attributable to its geographical origin. 18 Oleh karenanya yang dimaksud dengan indikasi geografis berdasarkan persetujuan TRIPs adalah suatu tanda yang mengindentifikasikan suatu wilayah negara anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, di mana reputasi, kualitas dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut. 19 Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dimengerti bahwa asal suatu barang dan jasa yang melekat dengan reputasi, karaktersitik dan kualitas suatu barang yang dikaitkan dengan wilayah tertentu haruslah dilindungi secara yuridis. Sebagai contoh misalnya, kualitas buah apel Malang, melekat dengan kawasan daerah atau wilayah geografis yaitu Malang. Demikian pula dengan dodol Garut, yang diproduksi oleh masyarakat di Kota Garut. Oleh karena itu, dalam persetujuan TRIPs, produsen dilarang untuk memakai label atau tanda (atau juga merek) terhadap barang yang diproduksinya, yang tidak sesuai dengan indikasi geografis. Misalnya mencantumkan label kopi Toraja atau kopi Sidikalang untuk kopi yang tidak diproduksi di Toraja atau Sidikalang. Larangan ini kemudian dipertegas dalam article 22 ayat (2) Persetujuan TRIPs yang mengatakan bahwa: in respect of geographical indications, members shall provide the legal means for interested parties to prevent: the use of any means in the designation or presentation of a good that indicates or suggests that the good in question originates in a geographical area other than the true place of origin in a manner which misleads the public as to the geographical origins of the goods. 20 Negara anggota wajib menyediakan sarana hukum bagi pihak yang berkepentingan untuk melarang digunakannya cara apapun dalam pemberian tanda terhadap barang yang memberikan petunjuk atau kesan yang 18 Pasal 22 ayat (1) Persetujuan TRIPs. 19 Ibid. 20 Pasal 22 ayat (2) Persetujuan TRIPs. 24 NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

7 menyesatkan masyarakat bahwa barang yang bersangkutan berasal dari wilayah lain selain dari wilayah asal yang sebenarnya dari barang tersebut. 21 Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mencegah tindakan-tindakan yang dapat menyesatkan konsumen. Meskipun indikasi geografis diatur di dalam UU Merek, namun indikasi geografis tidaklah sama dengan merek. Sebuah indikasi geografis yang diatur di dalam perjanjian TRIPs tidak dapat dimiliki oleh seseorang tetapi lebih berfungsi sebagai pengenal (identifier) yang digunakan oleh para produsen di suatu tempat. 22 B. Hak Ekonomi Indikasi Geografis Pelindungan indikasi geografis sebagai bagian dari HKI tidak terlepas dari pertimbangan adanya nilai ekonomis yang melekat adanya suatu property. Penggunaan label atau tanda indikasi geografis menggambarkan adanya kualitas terhadap barang atau produk yang dihasilkan oleh suatu daerah atau wilayah tertentu. Hal ini secara tidak langsung akan menambah nilai ekonomis pada suatu produk atau barang yang dihasilkan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Sophie Reviron, economic value is the engine of development. Commercial performance related to consumers acknowledgement of the superior quality and typicity is the first objective of GI construction. Lebih lanjut mengatakan bahwa.. however most of GI have the potential to create positive social and environment effects to the benefit of the rural development. 23 Potensi barang atau produk daerah yang memiliki karakteristik unik untuk melindungi indikasi geografis merupakan suatu kekayaan yang memiliki nilai tambah ataupun manfaat secara ekonomi yang dapat meningkatkan 21 Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004, hal Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HK) di Era Globalisasi: Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal Shopie Revron, Geographical Indication Creation and Distribution of Economic Value in Developing Countries, sebagaimana dikutip dalam buku Djualeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Prespektif Kajian Filosofis HKI Kolektif-Komunal, Malang: Setara Press, 2014, hal kesejahteraan dan keuntungan bagi masyarakat daerah setempat. 24 Robert M. Sheerwood, dalam jurnal law and techonolgy, mengatakan bahwa pengembangan ekonomi merupakan keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem pelindungan HKI yang efektif. 25 Property rights yang melekat pada istilah HKI tidak dapat terlepas dari nilai ekonomis suatu property sebagai bagian dari hak kebendaan. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan sendiri HKI, atau karena penggunaan HKI oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Kenyataan adanya nilai ekonomi menunjukkan bahwa HKI merupakan salah satu obyek perdagangan. 26 World of Intellectual Property Office (WIPO) mengungkapkan bahwa pada dasarnya indikasi geografis memiliki arti penting secara ekonomi, karena: pelindungan atas indikasi geografis akan menciptakan suatu ciri/identitas pasar dan jika diiklankan secara benar dengan niat yang baik maka akan mengarah kepada harga tinggi suatu produk; 2. pelindungan atas indikasi geografis akan membuka jalan bagi produsen lokal untuk mengembangkan merek mereka dan untuk melakukan perdagangan di bawah identitas pasar mereka sendiri; dan 3. pelindungan atas indikasi geografis berhubungan dengan hak kekayaan atau ekonomi (merupakan arti yang paling penting). C. Teori Pelindungan Hukum Pelindungan hukum menurut Satjipto Raharjo, yakni memberikan pengayoman 24 Winda Risma Yessiningrum, Perlindungan Hukum Indikasi Goegrafis Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual, Jurnal Kajian Hukum dan Keadilan IUS, hal Robert M. Sheerwood, The TRIPs Aggreement: Implication for Developing Countries, The Jurnal Law and Technology, Vol. 37, 1997, hal Tatty Aryani Ramli, dkk., Urgensi Pendaftaran Indikasi Geografis Ubi Cilembu Untuk Meningkatkan IPM, Jurnal Sosial dan Pembangunan Mimbar, Vol. 26, No. 1 Tahun 2010, hal Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, hal TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 25

8 terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan pelindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 28 Sementara pandangan pelindungan hukum menurut Sudikno Mertokusumo: Dalam fungsinya sebagai pelindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya, hukum bertugas untuk membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. 29 Teori pelindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisa tentang wujud atau bentuk atau tujuan pelindungan, subyek hukum yang dilindungi serta obyek pelindungan yang diberikan oleh hukum kepada subyeknya. 30 Unsur-unsur yang tercantum di dalam definisi teori pelindungan hukum meliputi: a. adanya wujud atau bentuk pelindungan atau tujuan pelindungan; b. subyek hukum; dan c. obyek pelindungan hukum. 31 Roscoe Pound mengemukakan hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as tool of social engginering). Kepentingan manusia adalah suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum. Roscoe Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi hukum menjadi 3 (tiga) macam, yakni: pertama, kepentingan terhadap negara sebagai salah satu badan yuridis. Kedua, kepentingan sebagai negara sebagai penjaga kepentingan sosial. 28 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999, Hal Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013, hal Ibid, hal Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi (privacy). 32 III. ANALISIS A. Urgensi Dasar Pelindungan Hak Ekonomi Atas Indikasi Geografis Di Indonesia Tidak dipungkiri, HKI sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan intelektualitas manusia sangatlah penting untuk mendapatkan pelindungan hukum yang memadai sesuai dengan Perjanjian TRIPs. Hal ini perlu mendapat perhatian, terlebih Indonesia telah menjadi pasar bebas dan terbuka bagi produk atau karya-karya baik dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itulah maka sudah selayaknya produk-produk tersebut memerlukan pelindungan hukum yang lebih efektif terhadap segala perbuatan maupun tindakan pelanggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Perjanjian TRIPs/WTO serta konvensikonvensi internasional yang telah disepakati. Dengan menjadi anggota WTO, maka Indonesia wajib menyesuaikan ketentuanketentuan hukum nasionalnya dengan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dengan negara anggota WTO lainnya. Perjanjian tersebut tertuang dalam WTO Aggrement, di mana salah satu perjanjian tersebut adalah terkait dengan Agrement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau yang disebut dengan Perjanjian TRIPs. 33 Perjanjian TRIPs mengatur batasan bagi negara anggota WTO dalam menyusun peraturan perundangundangan mereka untuk dilindungi HKI. 34 Oleh karenanya maka peraturan perundangundangan Indonesiapun harus mengacu pada perjanjian TRIPs. Menurut Ismail Saleh, HKI dapat dideskripsikan sebagai pengakuan dan penghargaan pada seseorang atau badan hukum atas penemuan atau penciptaan karya 32 Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hal Ok. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, hal Tim Lindsey, dkk., Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Bandung: Penerbit PT. Alumni, 2006, hal NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

9 intelektual mereka dengan memberikan hakhak khusus bagi mereka, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial. 35 Sementara menurut Bambang Kesowo, HKI adalah hak atas kekayaan intelektual yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. 36 Sama halnya seperti hak cipta dan paten, sebagai bagian dari HKI indikasi geografis juga memiliki potensi nilai ekonomi. HKI dianggap sebagai suatu alat bagi pengembangan ekonomi. Pentingnya pelindungan terhadap HKI, dianggap sebagai suatu kebutuhan yang dapat mendorong pergerakan perekonomian suatu negara seiring dengan berkembangnya perdagangan internasional dalam era global dan persaingan usaha tidak sehat. Pelindungan HKI dianggap memiliki nilai ekonomi karena pada dasarnya bagi pengagas karya intelektual akan memperoleh nilai insentif sesuai dengan jerih payah yang dikeluarkannya. 37 Indonesia sebagai negara kepulauan yang kaya akan potensi pengetahuan tradisional, tradisi dan budaya sudah seharusnya memiliki sistem pelindungan indikasi geografis yang memadai. Melalui pelindungan indikasi geografis yang optimal, tidak saja kelestarian lingkungan dapat terjaga namun pemberdayaan sumber daya alam dan manusia di daerah dapat lebih dimaksimalkan. Akan tetapi, apabila dicermati meskipun Indonesia kaya akan potensi produk Indikasi Geografis namun baru sedikit yang didaftarkan. Menurut tabel data DJKI 38, baru terdapat total sekitar 38 barang yang sudah terdaftar sebagai indikasi geografis baik dari dalam negeri dan luar negeri di Indonesia dari tahun 2008 sampai dengan (lihat tabel di bawah) 35 Pembahasan Mengenai Pengertian HAKI, pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-haki-hak-ataskekayaan.html, diakses tanggal 15 Februari Ibid. 37 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, hal Ahmad M. Ramli, Data Indikasi Geografis di Indonesia, Makalah disampaikan pada Kunjungan Lapangan Panitia Khusus RUU Merek DPR RI, Jakarta, 17 November No. Tahun Jumlah IG Terdaftar Jumlah 38 Padahal jika dibandingkan dengan negara lain, misalnya Eropa, pelindungan terhadap potensi indikasi geografis tingkat kesadaran hukumnya sudah sangat tinggi. Masyarakat Eropa sudah sadar akan pentingnya pendaftaran indikasi geografis. Bahkan konsumen Uni Eropa menghargai sangat tinggi terhadap produk yang berlabel indikasi geografis. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh mereka, dengan cara melakukan pendaftaran ke negara lain, termasuk Indonesia. Pada tahun 2009, Perancis telah melakukan pendaftaran indikasi geografis di Indonesia. Negara tersebut mendaftarkan minuman berakohol (anggur) sprakling wine champagne. Bahkan penjualan champange di Perancis naik sekitar 230% dari penjualannya ke negara lain. Hal ini jelas memberikan keuntungan besar bagi perekonomian negara tersebut. Contoh selanjutnya minuman beralkohol (keras) brandy (spirit/eux-de-vie) Pisco dari Peru yang juga sudah didaftarkan pada tahun 2010 dan keju Parmigiano Reggiano dari Italia pada tahun Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan Indonesia, yang baru memiliki 38 sertifikasi produk indikasi geografis. Ini berarti memang menunjukkan bahwa apresiasi masyarakat Indonesia akan pentingnya pelindungan indikasi geografis melalui pendaftaran belum begitu signifikan. Menurut data di lapangan 40, 39 Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementeriaan Hukum dan HAM RI, Buku Saku Indikasi Geografis Indonesia, Jakarta: Penerbit Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementeriaan Hukum dan HAM RI, 2015, hal Ahmad Miru, Masukan Indikasi Geografis RUU Merek, Makalah disampaikan pada Kunjungan Kerja Panitia Kerja RUU Merek tentang Indikasi Geografis, Makasar, 7 April TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 27

10 rendahnya angka pendaftaran indikasi geografis disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat akan indikasi geografis. Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah (Pemda) dan DJKI juga kurang giat dalam melakukan sosialisasi terkait indikasi geografis. Pemda kurang giat dalam melakukan inventarisasi potensi indikasi geografis yang dimiliki daerah setempat. Padahal jika dicermati terdapat banyak manfaat yang di dapat dari pelindungan indikasi geografis, yakni: Memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar proses diantara para pemangku kepentingan indikasi geografis; 2. Menghindari terjadinya praktik persaingan curang dalam perdagangan, memberikan pelindungan bagi konsumen dari penyalahgunaan reputasi indikasi geografis dengan cara menjual produk yang berasal dari daerah lain yang memiliki karakteristik berbeda bahkan lebih rendah; 3. Jaminan pada kualitas produk yang dilindungi indikasi geografis sebagai produk asli memberikan kepercayaan pada konsumen; 4. Mendukung koordinasi serta memperkuat organisasi sesama pemegang hak dalam rangka menciptakan, menyediakan dan memperkuat citra nama, reputasi produk. Untuk itu kiranya sosialisasi memegang peranan utama, mengingat pendaftaran merupakan hal penting untuk mendapatkan hak atas indikasi geografis (sertifikat). Sertifikasi ini sangat penting guna mencegah adanya pemalsuan atau pelanggaran indikasi geografis. Sosialisasi terkait pentingnya pendaftaran indikasi geografis perlu dilakukan menyeluruh ke daerah-daerah, tidak hanya di pusat saja. Kurangnya apresiasi pelindungan terhadap indikasi geografis dikhawatirkan akan membuka celah terjadinya pelanggaran indikasi geografis. Hal ini pernah terjadi pada sengketa kasus antara kopi Gayo Aceh yang pernah diklaim oleh perusahaan Belanda European Coffee Bv 41 Ahmad M. Ramli, Data Indikasi Geografis di Indonesia, Makalah disampaikan pada Kunjungan Lapangan Panitia Khusus RUU Merek DPR RI, Jakarta, 17 November melalui Holland Coffee pada tahun 1999 dengan mendaftarkan nama Gayo sebagai merek dagang kopi mereka di Belanda (Gayo Mountain Coffee). 42 Dan juga kasus kopi Arabika Toraja yang telah didaftarkan oleh Jepang melalui Key Coffee dengan merek dagang Toarco Toraja, lengkap dengan gambar rumah adat Tana Toraja. Dengan adanya klaim ini maka secara tidak langsung eksportir Indonesia tidak dapat menjual kopi Torajanya ke negara Jepang jika tidak melalui Key Coffee. 43 Pengalaman kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki standar aturan hukum terhadap indikasi geografis yang dapat melindungi produk-produk Indonesia di dunia internasional, meskipun Indonesia telah memiliki UU Merek dan PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis. Produk terkenal yang memiliki nilai ekonomis tanpa adanya pelindungan hukum akan memicu tindakan pemalsuan. Inilah yang perlu menjadi perhatian. Oleh karenanya, pelindungan hukum terhadap produk-produk barang atau jasa bercirikan indikasi geografis jelas mutlak sangat diperlukan. Karena disadari atau tidak, indikasi geografis jelas memiliki nilai potensi ekonomi yang tinggi. Produk yang memiliki reputasi dapat terjual dengan harga yang tinggi dan dapat bersaing serta tidak ada keraguan bagi konsumen atas kualitas produk tersebut. Indikasi geografis pada praktiknya dikenali oleh konsumen sebagai tanda tempat asal suatu barang dimana ciri khas dan kualitas diketahui berbeda dengan barang serupa dari daerah lain. Konsumen biasanya lebih tertarik dan rela membayar karena originalitas (keaslian), kualitas, dan reputasi yang melekat pada barang tersebut. Sebagai contoh, Cerutu Kuba dan Champagne yang terkenal dengan harga cukup mahal dikarenakan produk tersebut memiliki 42 Imam Hariyanto, Indikasi Geografis: Pelindung Kekayaan Indonesia, diakses tanggal 4 Februari Imam Hariyanto, Kompasiana, Lindungi Kopi Indonesia Dari Klaim Negara Lain, imamhariyanto/lindungi-kopi-indonesia-dari-klaimnegara-lain_54f8498da33311d25d8b497b, diakses tanggal 18 Februari NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

11 kualitas yang terjamin dan reputasi yang sudah mendunia. Selain itu, urgensi pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis diperlukan dalam pelaksaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Isu HKI memang tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan ekonomi global yang telah direspon oleh anggota Asean dengan membentuk Kelompok Kerja ASEAN dalam bidang HKI atau yang dikenal dengan ASEAN Working Group on Intellectual Property Cooperation (AWGIPC). AWGIPC diberikan mandat untuk mengembangkan, mengkoordinasikan, dan melaksanakan semua program dan kegiatan regional terkait kekayaan intelektual dalam ASEAN. Action plan yang digagas oleh AWGIPC nantinya akan disesuaikan dalam blueprint MEA Seperti yang telah diketahui bahwa untuk mewujudkan MEA 2015, maka seluruh anggota ASEAN harus melakukan liberalisasi perdagangan barang dan jasa, investasi, tenaga kerja terampil secara bebas dan arus modal secara bebas sebagaimana diamanatkan dalam blueprint MEA Dalam blueprint MEA, persoalan HKI masuk dalam ranah (b) a highly competitive economic region, sehingga penyesuaian dalam The ASEAN IPR Action Plan telah memetakan 5 (lima) strategi terkait pemanfaatan kekayaan intelektual. Pemetaan terhadap 5 (lima) strategi dimaksud, salah satunya adalah upaya pelindungan HKI dengan fokus pada peningkatan efisiensi administrasi dan pelindungan HKI serta mempromosikan penegakan HKI di daerah dalam konteks pembangunan dengan tujuan mengintegrasikan antara pembangunan dan ekonomi, termasuk di dalamnya penguatan pelindungan indikasi geografis di antara negara ASEAN. B. Bentuk Pelindungan Hak Ekonomi Atas Indikasi Geografis Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa urgensi pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis jelas mutlak diperlukan. Terlebih lagi dalam article 7 TRIPs juga sudah menunjukkan 44 Djulaeka, Konsep Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: Prespektif Kajian Filosofis HAKI Kolektif-Komunal, Malang: Setara Press, 2014, hal bahwa HKI merupakan kekayaan immaterial yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, baik bagi pribadi perseorangan maupun kepentingan perekonomian negara secara keseluruhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat. Sayangnya, meskipun Indonesia telah meratifikasi berbagai perjanjian internasional seperti Persetujuan TRIPs melalui Keppres No. 7 Tahun 1994 dan Konvensi Paris 1883, namun pelindungan indikasi geografis di Indonesia masih jauh dari harapan. Hal ini tampak dengan adanya sengketa hukum pelanggaran indikasi geografis (kasus kopi Gayo dan kopi Toraja yang diklaim negara asing). Lemahnya pelindungan indikasi geografis justru terlihat dalam UU Merek itu sendiri. Hal ini tercermin di dalam pengaturan indikasi geografis 45 yang ternyata bertentangan dengan norma dalam UU Merek. 46 Oleh karena itu sebaiknya UU Merek perlu segera direvisi, mengingat masyarakat selama ini mengartikan indikasi geografis sama seperti sebuah merek dagang. Padahal indikasi geografis dan merek adalah dua substansi yang berbeda. Merek merupakan suatu tanda atau identitas suatu produk untuk membedakan produsen satu dengan produsen lain. Seperti yang sudah dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsurunsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. 47 Fungsi merek hanya terbatas pada persoalan identitas produsen, merek tidak dapat melindungi originalitas asal barang. Konsumen bisa saja mendapatkan merek asli, namun belum tentu keaslian produk di dalamnya terjamin. Sementara indikasi geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, 45 Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 5 huruf d Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 29

12 atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Indikasi geografis sendiri lebih menunjukkan indentitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, wilayah tertentu yang mempunyai karakteristik dari daerah tersebut, di mana faktor alam maupun manusia ikut mempengaruhi kualitas dan reputasi barang yang dihasilkan dari daerah tersebut. Persoalan kedua, sifat. Merek tidak dapat menunjukkan kualitas suatu produk. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, merek hanya berfungsi sebagai tanda pembeda. Sebaliknya, indikasi geografis menunjukkan kualitas, reputasi dan karakteristik suatu produk. Ketiga, jangka waktu pelindungan. Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu pelindungan itu dapat diperpanjang. 48 Sementara indikasi geografis terdaftar mendapatkan pelindungan hukum yang berlangsung selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar bagi diberikannya pelindungan atas indikasi geografis tersebut masih ada. 49 Keempat, dalam hal pemohon. Ketentuan pendaftaran merek baik merek dagang 50 maupun merek jasa 51 dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum. Sedangkan indikasi geografis justru didaftarkan oleh: a. Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan yang terdiri atas: 1. Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam; 2. Produsen barang hasil pertanian; 3. Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil industri; 4. Pedagang yang menjual barang tersebut. 48 Pasal 28 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 49 Pasal 56 ayat (7) Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 15 Tahun Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 b. Lembaga yang diberi kewenangan untuk itu; c. Kelompok konsumen barang tersebut. 52 Artinya pendaftaran indikasi geografis tidak diperbolehkan dilakukan secara perorangan, sehingga mengartikan bahwa indikasi geografis tidaklah sama dengan merek dagang. Dalam menjamin keberadaan ciri dan kualitas tertentu dari sebuah produk atau barang maka pengajuan permohonan indikasi geografis harus dilakukan oleh kelembagaan yang mewakili masyarakat yang keanggotaannya mencakup unsur-unsur sebagaimana telah disebut sebelumnya. Sebagai contoh indikasi geografis kopi arabika Kintamani Bali yang didaftarkan oleh daerah Kintamani Bali yang membawahi 6 (enam) kecamatan, yakni kecamatan Kintamani, Bangli, Petang, Sukesade, Sawan, dan Ubutambahan. Hal ini menjadi catatan penting, karena bagaimana mungkin indikasi geografis dapat terlindungi sementara UU Merek sendiri justru tidak memberikan kepastian pelindungan hukum di dalamnya. Maka dari itu, UU Merek sudah tidak sesuai. Sebaiknya Undang- Undang tersebut direvisi, karena sudah menjadi kewajiban negara dalam memberikan pelindungan dan kepastian hukum khususnya hak ekonomi bagi pemegang hak indikasi geografis. Revisi UU Merek dinilai telah sesuai dengan teori pelindungan hukum yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, bahwa hukum adalah seperangkat aturan yang berfungsi sebagai alat untuk mengidentifikasi dan menyesuaikan berbagai kepentingan masyarakat yang saling bersinggungan dengan mengupayakan timbulnya benturan dan kerugian seminimal mungkin. Hukum dimaksudkan sebagai alat untuk mengurangi kerugian akibat benturan antara berbagai kepentingan sosial di dalam masyarakat. 53 Dengan kata lain, Pound menekankan pada fungsi hukum sebagai alat penyelesaian dalam berbagai permasalahan (problem solving) dalam 52 Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 15 Tahun Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, hal NEGARA HUKUM: Vol. 7, No. 1, Juni 2016

13 masyarakat. Akan tetapi yang patut untuk diperhatikan, apakah nantinya akan dibentuk menjadi undang-undang tersendiri (dalam hal ini UU Indikasi Geografis) ataukah masih sama dimasukkan menjadi satu dalam RUU Merek. Ini akan menjadi keputusan politik hukum. Namun terlepas dari hal tersebut, terdapat kelemahan dan keuntungan apabila indikasi geografis dibuat menjadi undang-undang tersendiri. Keuntungannya lebih memberikan pengaturan yang jelas, pada indikasi geografis yang muatan substansinya jelas berbeda dengan merek. Namun harap diperhatikan, apabila nantinya dibentuk menjadi undangundang berarti akan terjadi kekosongan hukum sementara. Artinya, masyarakat yang ingin mendaftarkan produk mereka untuk mendapatkan sertifikat indikasi geografis akan mengalami kendala, mengingat kepastian hukumnya belum ada. Sementara kalau diatur menjadi satu dalam UU Merek, sebaiknya nama judulnya dipisah, yakni UU Merek dan Indikasi Geografis. Artinya dengan judul UU Merek dan Indikasi Geografis maka akan terdapat 2 (dua) pengaturan substansi yang berbeda. Namun tetap harus terdapat pengaturan yang lebih jelas dan komprehensif mengenai indikasi geografis. Tidak seperti dalam UU Merek, di mana pengaturan indikasi geografis justru terlihat bertentangan dengan pasal-pasal mengenai merek. Pengaturan dengan judul UU Merek dan Indikasi Geografis dapat menjadi solusi. Sebagai bahan perbandingan, di negara Jerman, pengaturan mengenai indikasi geografis juga tidak diatur secara spesifik di dalam undangundang tersendiri, namun diatur menjadi satu dalam Law of Protection of Trademark and Other Sign. Regulation 2081 tahun 1992 yang diberlakukan pada bulan Januari 1995, meletakkan ketentuan indikasi geografis dalam Bab VI Law of Protection of Trademark and Other Sign dengan istilah Indication of Indication Origin. Hal senada juga dilakukan di Hongaria, yang secara sui generis, pengaturan mengenai indikasi geografis diatur dalam ketentuan Law No. XI of 1997 on Protection of Trademark and Geographical Indication. 54 Selain pengaturan yang komprehensif, perlu peran dari Pemda untuk mendata produk-produk daerah mereka sebagai bagian bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis. Pemda harus mulai aktif bergerak dan mengadakan sosialisasi terkait pentingnya pendaftaran indikasi geografis terhadap masyarakat sekitar. Tentunya di sini Pemda tidak berjuang sendiri, namun juga perlu adanya koordinasi dengan instansi-instansi terkait, misalnya Universitas, Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan dan sebagainya. Tidak dipungkiri bahwa faktor reputasi atau karakteristik eksklusif yang melekat pada barang yang akan memperoleh pelindungan indikasi geografis telah memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan oleh daerah atau wilayah tertentu. Ini berarti akan memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat daerah. Contoh misalnya, kopi Arabika Flores di daerah Bajawa NTT. Sejak tahun 2004 setelah dilakukan pemberdayaan terhadap petani kopi arabika di kawasan dataran tinggi Bajawa NTT oleh Dinas Perkebunan Provinsi NTT, Pemkab Ngada dan Puslit Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka), telah terjadi peningkatan mutu kopi dan harga kopi perlahan mulai naik. Tahun , harga kopi naik menjadi Rp3000,-/kilo gelondong merah. Ini berati terjadi peningkatan nilai ekonomis terhadap daerah tersebut. 55 Tahun 2012, melalui Kementeriaan Hukum dan HAM, MPIG Kopi Arabika Flores Bajawa telah mendapatkan sertifikat indikasi geografis dan sudah terdapat 14 unit pengolahan hasil (UPH). Dari tahun 2012, petani melalui MPIG sudah menjual dengan harga Rp42.500,- serta telah berhasil mempromosikan ke segmen pasar kopi dengan nama Kopi Arabika Flores Bajawa. Kegiatan pemberdayaan tersebut telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, 54 Adi Supanto, Indikasi Geografis, Makalah disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) Penelitian Kelompok tentang Pelindungan dan Penegakan Hukum di Bidang Merek, Pusat Penelitian BKD DPR RI, Jakarta, 15 Maret Ibid. TRIAS PALUPI KURNIANINGRUM: Pelindungan Hak Ekonomi atas Indikasi Geografis 31

BAB I PENDAHULUAN. meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya

BAB I PENDAHULUAN. meneliti dan menciptakan karya-karya intelektual selama jerih payahnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia memiliki kemampuan mencipta dan melahirkan karyakarya intelektual dengan spektrum yang sangat luas, dan manusia bersedia meneliti dan menciptakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK PENEGAKAN DAN PELINDUNGAN HUKUM DI BIDANG MEREK 2016 Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H. Sulasi Rongiyati, SH., MH. Novianti, SH., MH. Puteri Hikmawati, SH., MH. PUSAT PENELITIAN

Lebih terperinci

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI)

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HAK KEKAYAAN INDUSTRI (HAKI) 1. Pembahasan HAKI Keberadaan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam hubungan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu?

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apakah Indikasi Geografis itu? INDIKASI GEOGRAFIS Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Apakah Indikasi Geografis itu? Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan tempat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk. penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perdagangan global seiring berjalannya waktu selalu menghasilkan produk-produk baru atau pengembangan dari produk-produk sebelumnya yang memiliki kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual

BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual BAB II TINDAK PIDANA DALAM PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS 2.1. Hak Indikasi Geografis sebagai Hak Kekayaan Intelektual 2.1.1. Pengertian Indikasi Geografis Penggunaan istilah Indikasi Geografis di

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK I. UMUM Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian saksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini dan kecenderungan

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS DI INDONESIA Milsida Fandy, Henry Soelistyo Budi Hardijan Rusli ABSTRACT In the free trade era, there is an urgent need of a "rule of the game" that can create

Lebih terperinci

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK

DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK DISKUSI PUBLIC NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK TIM PENYUSUSNAN NASKAH AKADEMIK RUU TENTANG MEREK Ketua: Dr. Cita Citrawinda Noerhadi, SH.,MP. BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL Jakarta, 4 Oktober 2012 Hotel

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. pemilik hak dengan tetap menjujung tinggi pembatasan-pembatasan yang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. pemilik hak dengan tetap menjujung tinggi pembatasan-pembatasan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumber daya manusia yang ada di negara Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat. Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK. Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DESAIN INDUSTRI DAN MEREK 2.1 Desain Industri 2.1.1 Pengertian Dan Dasar Hukum Desain Industri Desain Industri merupakan salah satu bidang HKI yang dikelompokan kedalam Industrial

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan

Lebih terperinci

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN

PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN PELANGGARAN TERHADAP HAK MEREK TERKAIT PENGGUNAAN LOGO GRUP BAND PADA BARANG DAGANGAN Oleh: I Putu Renatha Indra Putra Made Nurmawati Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This scientific

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.252, 2016 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKI

TINJAUAN TENTANG HAKI TINJAUAN TENTANG HAKI Mata Kuliah : Legal Aspek dalam Produk TIK Henny Medyawati, Universitas Gunadarma Materi dikutip dari beberapa sumber Subjek dan objek hukum Subjek Hukum adalah : Segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tempat merupakan salah satu konsep geografi yang terbentuk dari kondisi fisik dan sosial tertentu, seperti dikemukakan Maryani (2011: 22) bahwa tempat dibentuk oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan

I. PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (yang selanjutnya disingkat HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak atas kepemilikan terhadap karya-karya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. resmi dari Intellectual Property Rights (IPR). Berdasarkan substansinya, HKI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah terjemahan resmi dari Intellectual Property Rights

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 PENJELASAN ATAS TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 MEREK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)

Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO) PENGERTIAN HAKI: Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris Intellectual Property Right. Kata "intelektual"

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya terdapat tiga fungsi aparatur pemerintah seiring dengan bergulirnya reformasi birokrasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintah, fungsi penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di perdagangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan nasional maupun internasional selain mengutamakan harga, juga sebagian besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dalam melaksanakan pembangunan Nasional, perlu melakukan perubahan mendasar dengan menempatkan prioritas pembangunan pada bidang ekonomi yang mengarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sebagai isu internasional, HKI (Hak Kekayaan Intelektual) berkembang dengan pesat. HKI dari masyarakat tradisional, termasuk ekspresinya, cenderung dijadikan pembicaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dunia perdagangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun bidang-bidang lainnya yang pelaksanaannya dititikberatkan

Lebih terperinci

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO

LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO LEGAL ASPEK PRODUK TIK IMAM AHMAD TRINUGROHO Subjek dan Objek Hukum Arti & Peranan Hak Kekayaan Intelektual Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat

Lebih terperinci

UNISBANK SEMINAR NAS10NAL. MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3. untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif

UNISBANK SEMINAR NAS10NAL. MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3. untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif UN ISBN: SEMINAR NAS10NAL MULTE DISIPLIN ILMU dan CALL FOR PAPERS KEE3 UNISBANK Kajian Multi Disiplin IImu dalam Pemberdayaan Potensi daerah untuk Meningkatkan Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif Rabu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian World Trade Organization (WTO), membuat Indonesia harus. yang ada dalam kerangka General Agreement on Tariffs and Trade BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek sebagai salah satu bentuk dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mempunyai peranan yang penting dalam hal perdagangan terutama dalam menghadapi era globalisasi

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda

BAB I Pendahuluan. suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Perekonomian dunia hingga dewasa ini terus berkembang, oleh karena suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan diperlukan tanda pembeda, maksud dari pembeda

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensikonvensi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 56 ayat (9) Undang-Undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked SENTRA KI - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Pengenalan Kekayaan Intelektual Oleh : dr. Gita Sekar Prihanti, M Pd Ked MUHAMMADIYAH MALANG Apa Kekayaan Intelektual (KI)? ADALAH: kreasi dari pikiran yang muncul dari kemampuan intelektual manusia, berupa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL*

BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL* BEBERAPA KOMPONEN YANG MENDUKUNG DALAM PELAKSANAAN SISTEM ADMINISTRASI DANDOKUMENTASI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL* Oleh: Abdul Bari Azed 1. Kami menyambut baik pelaksanaan seminar ten tang Penegakan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut atau memberikan izin pada pihak lain untuk menggunakannya. 3 Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai produk barang dan jasa beredar di dunia perdagangan, sehingga dibutuhkan daya pembeda antara produk barang/jasa yang satu dengan yang lain terutama

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2007 HKI. Merek. Geografis. Indikasi. Pemohon. Pemakai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS. Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS. Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Perbuatan Curang dalam Penggunaan Produk Indikasi Geografis (Yeti Sumiyati) PERBUATAN CURANG DALAM PENGGUNAAN PRODUK INDIKASI GEOGRAFIS Yeti Sumiyati Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung Email: yeti_sumiyati74@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di negara negara maju bidang hak kekayaan intelektual ini sudah mencapai suatu titik dimana masyarakat sangat menghargai dan menyadari pentingnya peranan hak kekayaan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA PERLINDUNGAN MEREK BAGI PEMEGANG HAK MEREK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK YAYUK SUGIARTI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Sumenep Yayuksugiarti66@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul

BAB I PENDAHULUAN. Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual, selanjutnya disingkat sebagai HKI timbul dari kemampuan intlektual manusia. Permasalahan HKI adalah permasalahan yang terus berkembang. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa

BAB I PENDAHULUAN. Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara sebagai salah satu subjek hukum Internasional membawa konsekwensi logis bahwa suatu negara tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa peran serta dari negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2007 TENTANG INDIKASI-GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI I. UMUM Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Keanekaragaman budaya yang dipadukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang perlu memajukan sektor industri dengan meningkatkan kemampuan daya saing. Salah satu daya saing tersebut adalah dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

TANTANGAN DAERAH DALAM UPAYA PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS

TANTANGAN DAERAH DALAM UPAYA PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 TANTANGAN DAERAH DALAM UPAYA PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS 1 Djulaeka 2 Yudi Widagdo Harimurti 3 Makhmud Zulkifli 1 Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK

LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK LAPORAN SINGKAT PANITIA KHUSUS (PANSUS) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG MEREK Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : I Rapat ke : 8 Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke-2 Sifat Rapat : Terbuka

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya

BAB I PENDAHULUAN. pula hasrat dan keinginan masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Semakin tinggi peradaban manusia, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik, dan kebudayaan, semakin tinggi pula hasrat

Lebih terperinci

POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS

POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS POTENSI PRODUK UNGGULAN DAERAH BERBASIS INDIKASI GEOGRAFIS 1 OLEH : DJULAEKA FH UNIV. TRUNOJOYO MADURA (TIM SENTRA HKI UTM) PRODUK UNGGULAN --- KOMODITAS UNGGULAN ESENSI PRODUK = HASIL OLAHAN BAHAN BAKU/KOMODITAS

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL ASING MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK Oleh : Gusti Ayu Putu Intan PermataSari Cokorda Dalem Dahana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga dengan property rights

BAB I PENDAHULUAN. dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau disebut juga dengan property rights BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merek telah lama dikenal manusia sejak zaman purba. Merek digunakan sebagai tanda pembeda antara produk yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum dengan

Lebih terperinci

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32

BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN. Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 BAGIAN EMPAT PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN Pedoman Penelitian Dana Internal UAD 32 A. PENDAHULUAN Hasil penelitian yang baik adalah yang memberikan dampak dan manfaat, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n Tentang Desain Industri Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 T a h u n 2 000 Tentang Desain Industri DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (selanjutnya disebut WTO) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG 1 BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Masalah Kondisi masyarakat yang mengalami perkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000

Lebih terperinci

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

1 BAB V: PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 100 1 BAB V: PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses penandatangan MoU Microsoft - RI. Proses tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses politisasi hak kekayaan intelektual

Lebih terperinci

kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek

kata kunci: Hak Kekayaan Intelektual ; Merek PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG MEREK DAGANG ASING YANG ADA DI INDONESIA 1 Oleh : Maria Oktoviani Jayapurwanty 2 ABSTRAK Benda dalam arti kekayaan atau hak milik meliputi benda berwujud dan benda

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK MEREK TERDAFTAR DAN RELEVANSINYA TERHADAP PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: Putu Hendra Pratama Ni Ketut Supasti Darmawan Ida Ayu Sukihana Hukum Bisnis, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 243, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif

I. PENDAHULUAN. manajemen. Waralaba juga dikenal sebagai jalur distribusi yang sangat efektif I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Waralaba pada hakekatnya adalah sebuah konsep pemasaran dalam rangka memperluas jaringan usaha secara cepat, sistem ini dianggap memiliki banyak kelebihan terutama menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. sejumlah uang setiap waktu yang ditentukan. Maka dari itu, HKI akan mendorong ! 1 BAB I PENDAHULUAN A.! Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan kegiatan perdagangan di dunia, termasuk Indonesia. Dengan adanya HKI, diharapkan

Lebih terperinci

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) muncul karena adanya kemampuan berpikir. Hasil dari daya cipta tersebut dimiliki secara khusus (eksklusif)

Lebih terperinci

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke:

ETIKA PERIKLANAN. Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara. Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom. Modul ke: ETIKA PERIKLANAN Modul ke: Pokok Bahasan : Contoh Pedoman Etika Periklanan Manca Negara Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi Periklanan (Marcomm) www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

Urgensi Pengaturan Perlindungan Pengetahuan Tradisional Dalam Hukum Positif Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi *

Urgensi Pengaturan Perlindungan Pengetahuan Tradisional Dalam Hukum Positif Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi * Urgensi Pengaturan Perlindungan Pengetahuan Tradisional Dalam Hukum Positif Indonesia Oleh: Akhmad Aulawi * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 18 Desember 2015 Latar Belakang Kesadaran atas

Lebih terperinci

PENDAFTARAN KEMBALI HAK MEREK BARANG INDIKASI GEOGRAFIS

PENDAFTARAN KEMBALI HAK MEREK BARANG INDIKASI GEOGRAFIS PENDAFTARAN KEMBALI HAK MEREK BARANG INDIKASI GEOGRAFIS Oleh: I Ketut Haris Wiranata Anak Agung Sri Indrawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In Article 23 the Government

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di AKIBAT HUKUM PELANGGARAN MEREK TERKENAL PRADA PADA PRODUK FASHION DI INDONESIA (Studi : Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.200/Pdt.G/1998/PN.Jkt.Pst. Putusan Peninjauan Kembali No. 274 PK/Pdt/2003)

Lebih terperinci

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN

PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN PERMOHONAN PENDAFTARAN MEREK TIDAK BERITIKAD BAIK DALAM TEORI DAN PRAKTEK DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia meratifikasi Perjanjian Wold Trade Organization (WTO)

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5541) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pem No.2134, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pendaftaran Merek. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN MEREK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Jurnal Panorama Hukum

Jurnal Panorama Hukum PROBLEMATIK PENERAPAN UNDANG-UNDANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TENTANG INDIKASI GEOGRAFIK PADA UNDANG- UNDANG MEREK Umar Haris Sanjaya 1 Email: umarharis18@yahoo.co.id Abstract Implementation of Act Nomor

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5953 HUKUM. Merek. Indikasi Geografis. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat tetap dan eksklusif serta melekat pada pemiliknya. Hak kekayaan intelektual timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Kekayaan Intelektual menjadi isu sangat penting yang selalu mendapat perhatian baru dalam forum Nasional maupun Internasional. Pengaturan internasional mengenai

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN

BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN 158 BAB 5 PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan pokok permasalahan dan pembahasan atas Perlindungan terhadap Pemboncengan Ketenaran Merek Asing Terkenal untuk Barang yang Tidak Sejenis seperti telah dibahas

Lebih terperinci

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 32/2000, DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU *12398 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 32 TAHUN 2000 (32/2000) TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan hak kekayaan intelektual yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL. Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan

KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL. Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan KAJIAN YURIDIS ALIH TEKNOLOGI DALAM PERUSAHAAN MULTINASIONAL Oleh : Kadek Bisma Prayogi A.A.GA Dharmakusuma Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT The role of multinational

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penentuan Tugas dan Pihak dari MPIG ASAGUCI sebagai Pemakai Hak Indikasi Geografis Ubi Cilembu Sumedang dalam Rangka Maksimalisasi Ekonomi menurut Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DESAIN DAN HAK CIPTA PADA KAIN PRODUKSI PT ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Penyusunan Melengkapi pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: WAA

Lebih terperinci

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI

HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI HAKI PADA TEKNOLOGI INFORMASI JANUARI RIFAI januari@raharja.info Abstrak Apa itu HAKI? Hak Atas Kekayaan Intelektual atau HAKI merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK EKSKLUSIF PEMILIK MEREK DI INDONESIA TERHADAP PELANGGARAN MEREK DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK EKSKLUSIF PEMILIK MEREK DI INDONESIA TERHADAP PELANGGARAN MEREK DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK EKSKLUSIF PEMILIK MEREK DI INDONESIA TERHADAP PELANGGARAN MEREK DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI Oleh : Ida Ayu Citra Dewi Kusuma I Ketut Sudantra Bagian Hukum Bisnis, Fakultas

Lebih terperinci

Oleh : Andris Komisi Pembimbing: Miranda Risang Ayu, S.H., LL.M., Ph.D. Dr. Hj. Rika Ratna Permata, S.H., M.

Oleh : Andris Komisi Pembimbing: Miranda Risang Ayu, S.H., LL.M., Ph.D. Dr. Hj. Rika Ratna Permata, S.H., M. PENEPAPAN PRINSIP ITIKAD BAIK TERHADAP INDIKASI GEOGRAFIS KOPI ARABIKA TORAJA INDONESIA YANG DIDAFTARKAN SEBAGAI MEREK DAGANG TOARCO TORAJA OLEH KEY COFFEE (PERUSAHAAN JEPANG) BERDASARKAN UNDANG- UNDANG

Lebih terperinci

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI HAK DESAIN INDUSTRI SAKLAR PUTAR (SWITCH GEAR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI RANDY PRASETYO UTOMO NRP : 2100711 Email :randyprasety0@yahoo.com Abstract - Industrial

Lebih terperinci

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta

PATEN. Disusun oleh : Dr. Henny Medyawati, SKom,MM. Sumber: UU NO. 14 tahun 2001, tentang Paten,2010, New Merah Putih, Yogyakarta PATEN Sejarah dan pengertian hak paten, objek dan subjek hak paten, sistem pendaftaran, pengalihan hak paten, jangka waktu dan ruang lingkup hak paten, pemeriksaan permintaan paten, lisensi dan pembatalan

Lebih terperinci

UPAYA KANTOR WILAYAH KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BALI DALAM MENCEGAH PELANGGARAN HAK CIPTA

UPAYA KANTOR WILAYAH KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BALI DALAM MENCEGAH PELANGGARAN HAK CIPTA UPAYA KANTOR WILAYAH KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BALI DALAM MENCEGAH PELANGGARAN HAK CIPTA Oleh : Dewa Ayu Padmaning Novianti Suhirman Program Kekhususan Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 244, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA DESAIN INDUSTRI KREATIF DITINJAU DARI PERSYARATAN KEBARUAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA DESAIN INDUSTRI KREATIF DITINJAU DARI PERSYARATAN KEBARUAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KARYA DESAIN INDUSTRI KREATIF DITINJAU DARI PERSYARATAN KEBARUAN MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 Abstract : Ida Bagus Komang Wiwaha Kusuma Brahmanda Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci