Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Transkripsi

1 Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms. Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang berbudaya kolektif, di mana masyarakat Indonesia gemar dalam berkumpul dan bersosialisasi. Hal ini dapat terlihat dari istilah-istilah tak asing yang seringkali muncul berkaitan dengan budaya kolektif masyarakat Indonesia seperti paguyuban, gotong royong, kerja bakti hingga arisan serta munculnya beragam komunitas, koperasi, dan lain sebagainya Budaya kolektif Bangsa Indonesia mengarahkan masyarakat Indonesia untuk dapat memiliki kemampuan dan keterampilan dalam berkomunikasi, khususnya komunikasi interpersonal. Kemampuan komunikasi interpersonal yang baik memiliki peranan penting dalam membangun dan memelihara hubungan yang nyaman dan akrab diantara masing-masing individu. Namun, seringkali terdapat berbagai macam hambatan dalam melakukan komunikasi interpersonal, seperti faktor budaya, latar belakang, dan lain sebagainya.. Budaya gemar berkumpul Bangsa Indonesia nyatanya telah dikenal dan disadari oleh masyarakat luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai 1

3 restoran dan toko waralaba di Indonesia seperti Seven Eleven, Dominos Pizza, dan Krispy Cream yang menyediakan fasilitas untuk nongkrong bagi para pengunjungnya. Konsep tersebut tentunya berbeda dengan konsep toko atau waralaba seperti Seven Eleven, Dominos Pizza, dan Krispy Cream di luar negeri, dimana biasanya mereka tidak menyediakan fasilitas tempat duduk bagi para pengunjungnya. Di Indonesia, aktivitas merokok seringkali juga dapat dijadikan medium bagi sebagian orang berkumpul. Hal ini membuat definisi perokok sosial atau social smoker dipakai dan mulai bermunculan di kalangan masyarakat Indonesia. Social smoker merupakan seseorang yang melakukan aktivitas merokok hanya pada situasi tertentu. Kegiatan tersebut disebut dengan social smoking. Biasanya perokok sosial melakukan kegiatan merokok apabila sedang berkumpul dengan teman-teman atau kalangan yang merupakan perokok aktif karena hal tersebut akan mempermudah mereka untuk saling berbaur dan bersosialisasi. Kita dapat menjumpai perokok sosial di berbagai tempat hiburan seperti pesta, klab, bar, restaurant, dan cafe, tetapi tidak jarang juga di kantor ataupun kampus. Sebuah pertanyaan yang mempertanyakan apakah seseorang merupakan seorang perokok atau bukan biasanya memiliki jawaban singkat seperti ya atau tidak. Tetapi perokok sosial memiliki jawaban yang sedikit lebih panjang dalam menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian ini dianggap menarik karena menurut sebuah artikel kesehatan yang ditulis oleh Ray Hainer, satu per lima sampai satu per tiga dari orang dewasa yang merupakan perokok, tidak menyalakan sumbu 2

4 rokoknya setiap hari. Melainkan, mereka melakukan aktivitas merokok hanya pada situasi dan kondisi tertentu, seperti ketika sedang berkumpul dengan temanteman (Ray, 2008, para. 4). Penelitian ini dianggap penting karena berdasarkan lembar fakta Tobacco Control Support Center Indonesia (2012, para. 3), Negara Indonesia telah menempati peringkat ketiga jumlah perokok terbesar di dunia dengan jumlah perokok mencapai lebih dari 60 juta. Bahkan, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional dalam surat kabar online Antara News, menunjukkan 70 persen perokok di Indonesia mulai merokok sebelum usia 19 tahun (Zita, 2014, para. 8). Dalam menanggapi besarnya jumlah perokok di Indonesia, bahkan di dunia, berbagai lembaga sosial dan kesehatan masyarakat berupaya melakukan penelitian terkait usaha untuk memberhentikan rokok. Menurut laporan CNN (2010, para. 18), sebuah Badan Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat di Amerika Serikat yang dikenal sebagai Center for Disease Control and Prevention mendesak 50 negara untuk mendorong kampanye anti-rokok. Namun, hal tersebut sangat sulit untuk dicapai karena definisi perokok sosial yang kian melekat di masyarakat. Sani Budianti Hermawan, Psikolog Anak Universitas Indonesia (UI) dalam Harian Terbit, Rabu (10/6/2015) menyatakan bahwa social smoker berpotensi untuk menjadi perokok aktif. Hal ini karena rokok mengandung zat adiktif sehingga akhirnya tubuh menuntut pemenuhan nikotin yang terkandung dalam rokok dan akhirnya sulit berhenti (Elvi, 2015, para. 3). 3

5 Berbeda dengan pendapat Sani Budianti Hermawan, survei nasional tahun 2010 terkait Penggunaan Obat dan Kesehatan yang diberitakan oleh CNN (2010, para. 18) membuktikan bahwa dari orang dewasa di atas usia 18 tahun yang telah mengisap rokok, hanya sekitar 60 persen sample yang dapat dianggap tergantung pada nikotin. Sisa 40 persen sample termasuk dalam kategori perokok sosial. Menurut laporan yang dimuat rubrik kesehatan CNN (2010, para. 30), perokok sosial berpotensi untuk tidak memiliki ketergantungan terhadap nikotin. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa perokok sosial tidak memiliki ketergantung terhadap aktivitas merokok, baik dari sensasi asap, ritual merokok, kenyamanan yang didapatkan ketika merokok, dan lain sebagainya. Penelitian ini membahas mengenai bagaimana perilaku social smoking digunakan sebagai bentuk adaptasi interaksi dalam menunjang komunikasi interpersonal. Sebagian orang berusaha untuk berbaur dengan mengubah identitas mereka menjadi perokok sosial. Identitas sebagai perokok sosial kian dijadikan sebuah alasan bagi sebagian orang untuk merokok. Dalam penelitian ini, peneliti juga ingin membahas hal-hal yang menjadi latar belakang seseorang dalam menjadi social smoker. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka secara umum peneliti merumuskan penelitian pada pertanyaan berikut ini: 4

6 1.2.1 Faktor apa saja yang menjadi latar belakang seseorang menjadi social smoker? Bagaimana perilaku social smoking digunakan sebagai bentuk adaptasi interaksi dalam menunjang komunikasi interpersonal? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu: Mengetahui faktor yang menjadi latar belakang seseorang menjadi social smoker Mengetahui perilaku social smoking yang digunakan sebagai bentuk adaptasi interaksi dalam menunjang komunikasi interpersonal. 1.4 Signifikansi Penelitian Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam proses pengembangan Ilmu Komunikasi, khususnya berkaitan dengan komunikasi interpersonal Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi seluruh kalangan, khususnya social smoker agar dapat lebih mempertimbangkan alternatif lain dalam menunjang komunikasi interpersonal. 5